Anda di halaman 1dari 18

TUGAS HUKUM KONSTITUSI

“INDONESIA VS BELGIA”

Dosen Pengampuh:
Prof. Dr. Pangerang Moenta, S.H., M.H. DFM.

Disusun oleh:
Gentry Brief Senaen
B011171022

Program Studi Ilmu Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb., Syalom, Om Swastyastu, Namo budaya. Puji serta syukur
kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan banyak nikmat, taufik
dan hidayat-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ​“Indonesia vs
Belgia” ​dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat literatur ataupun bacaan yang
telah saya baca. Diluar itu, penulis sebagai manusia menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun isi.
Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, saya selaku penyusun mengharapkan kritik dan
saran yang akan membangun dari pembaca untuk pembuatan makalah selanjutnya.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat yang nyata untuk para pembaca.

Makassar, 12 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 5
1.3. Tujuan Penulisan 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Pengertian Bentuk Negara 6
2.2. Bentuk Pemerintahan 8
2.3. Sistem Pemerintahan 9
2.4. Sistem Parlemen 11
2.5. Jumlah Organ Negara 12
BAB III 13
PEMBAHASAN 13
3.1. Perbandingan Bentuk Negara 13
3.2. Perbandingan Bentuk Pemerintahan 13
3.3. Perbandingan Sistem Pemerintahan 14
3.4. Perbandingan Sistem Parlemen 15
3.5. Perbandingan Jumlah Organ Negara 15
BAB IV 17
PENUTUP 17
4.1. Kesimpulan 17
4.2. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 18
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian negara adalah organisasi di
suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat;
kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi
dibawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan politik,
berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Konsepsi Kelsen mengenai
Negara menekankan bahwa Negara merupakan suatu gagasan teknis semata-mata yang
menyatakan fakta bahwa serangkaian kaidah hukum tertentu mengikat sekelompok
individu yang hidup dalam suatu wilayah teritorial terbatas.

Negara merupakan suatu lembaga, yaitu satu sistem yang mengatur hubungan
yang ditetapkan oleh manusia antara mereka sendiri sebagai satu alat untuk mencapai
tujuan yang paling pokok diantaranya ialah satu sistem ketertiban yang menaungi
manusia dalam melakukan kegiatan. Negara adalah lanjutan dari keinginan manusia
hendak bergaul antara seseorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan
segala kebutuhan hidupnya. Beberapa sarjana telah mengemukakan pendapat mengenai
definisi negara. Henry C. Black mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang
secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan
hukum yang melalui pemerintahannya, mampu menjalankan kedaulatannya yang
merdeka dan mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya,
mampu menyatakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan
internasional dengan masyarakat internasional lainnya.

Sebagai subyek hukum yang paling penting, negara memiliki kelebihan


dibandingkan dengan subjek hukum internasional lain. Kelebihan negara sebagai subjek
hukum internasional dibandingkan dengan subjek hukum internasional lainnya adalah
negara memliki kedaulatan atau sovereignity. Suatu negara yang berdaulat tetap tunduk
pada hukum internasional maupun tidak boleh melanggar atau merugikan kedaulatan
negara lainnya. Manifestasi dari kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung
dua sisi yaitu sisi intern dan sisi ekstern, berupa kekuasaan tertinggi untuk mengadakan
hubungan-hubungan dengan negara lain atau dengan subjek-subjek hukum internasional
lainnya. Tiap negara mempunyai sifat kedaulatan yang melekat padanya, karena
kedaulatan meruapakan sifat atau ciri hakiki dari suatu negara. Kedaulatan ialah
kekuasaan tertinggi pada suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan
sesuai kepentingannya asal tidak bertentangan dengan hukum internasional.
Kedaulatan menurut Jean Bodin adalah kekuasaan tertinggi dari suatu negara
yang tidak dibatasi oleh hukum. Ini tidak berarti kedaulatan negara tidak ada batasnya.
Kedaulatan negara ini hanya berlaku terhadap orang, benda, dan peristiwa di dalam
batas-batas teritorial negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, kedaulatan negara
berhenti sampai batas terotorial negara lain. Kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara
menunjukka bahwa negara itu merdeka dan tidak berada dibawah kekuasaan negara lain.

Jika dikaitkan dengan konsep sistem, maka pemerintahan adalah kesatuan


unsur-unsur yang saling berhubungan dan berfungsi dalam rangka pencapaian tujuan
yang ingin dicapai. Tujuan negara tentunya adalah menjamin keberlangsungan eksistensi
unsur-unsur yang ada dalam negara tersebut. Pemerintahan dan rakyat menjadi unsur
utama penyelenggara pemerintahan. Oleh karena itu, sistem pemerintahan dapat
dikatakan sebagai keseluruhan unsur-unsur yang terdapat dalam pemerintahan yang
berfungsi dan saling berhubungan untuk menjalankan kegiatan pemerintahan dalam
rangka pencapaian tujuan pemerintahan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana bentuk Negara Indonesia dan Belgia?
2. Bagaimana bentuk pemerintahan Negara Indonesia dan Belgia?
3. Bagaimana sistem pemerintahan di Indonesia dan Belgia?
4. Bagaimana sistem parlemen di Indonesia dan Belgia?
5. Berapa organ negara di Indonesia dan Belgia?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan bentuk Negara Indonesia dan Belgia.
2. Untuk mengetahui bagaiamana perbandingan bentuk pemerintahan di Negara
Indonesia dan Belgia.
3. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan sistem pemerintahan di Negara
Indonesia dan Belgia.
4. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan sistem parlemen di Negara Indonesia
dan Belgia.
5. Untuk mengetahui bagaimana perbandingan jumlah organ di Negara Indonesia dan
Belgia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Bentuk Negara


Bentuk negara sesungguhnya berkaitan dengan kekuasaan tertinggi pada suatu
Negara yaitu kedaulatan. Dalam negara, kedaulatan merupakan esensi terpenting dalam
menjalankan Negara dan pemerintahan. Teori kedaulatan yang terkenal sampai sekarang,
antara lain teori kedaulatan Tuhan yaitu teori yang menganggap kekuasaan tertinggi
berasal dari Tuhan (dikembangkan oleh Agustinus dan Thomas Aquinas), teori
kedaulatan rakyat yaitu kekuasaan berasal dari rakyat (dikembangkan oleh Johannes
Althusius, Montesque, dan John Locke), teori kedaulatan Negara yaitu teori kedaulatan
tertinggi ada pada pemimpin Negara yang melekat sejak Negara itu ada (dikembangkan
oleh Paula Laband dan George Jelinek), dan teori kedaulatan Hukum yaitu teori
kedaulatan dimana kekuasaan dijalankan oleh pemimpin Negara berdasarkan atas hukum
dan yang berdaulat adalah hukum (dikembangkan oleh Hugo De Groot, Krabbe, dan
Immanuel Kant).

Sebenarnya perbincangan mengenai bentuk negara (​staat vormen)​ terkait dengan


pilihan-pilihan antara (a) bentuk Negara kesatuan (​unitary state, eenheidssstaat​), (b)
bentuk Negara Serikat (​Federal, bonds-staat​), atau (c) bentuk Konfederasi
(​confederation, staten-bond)​ . Sedangkan perbincangan mengenai bentuk pemerintahan
(​regerings-vormen)​ berkaitan dengan pilihan antara (a) bentuk kerajaan (​Monarki​), atau
(b) bentuk Republik. Sementara dalam sistem pemerintahan (​regering system)​ terkait
pilihan-pilihan (a) sistem pemerintahan presidensil, (b) sistem pemerintahan
parlementer, (c) sistem pemerintahan campuran, yaitu quasi presidensil sperti di
Indonesia (dibawah UUD 1945 yang asli) atau quasi parlementer seperti Prancis yang
dikenal dengan istilah hybrid system, dan (d) sistem pemerintahan collegial seperti
Swiss.

Teori-teori bentuk negara yang dikembangkan para ahli dan berkembang di


zaman modern bermuara pada dua paham yang mendasar. Pertama, paham yang
menggabungkan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan. Paham ini menganggap
bahwa bentuk Negara dengan bentuk pemerintahan, yang dibagi dalam tiga macam,
yaitu:

a. Bentuk pemerintahan dimana terdapat hubungan yang erat antara eksekutif


dan legislatif;
b. Bentuk pemerintahan dimana ada pemisahan yang tergas antara legislatif,
eksekutif, dan yudikatif;
c. Bentuk pemerintahan dimana terdapat pengaruh dan pengawasan langsung
dari rakyat terhadap badan legislatif.

Kedua, paham yang membahas bentuk Negara atas golongan demokrasi dan diktator. Paham ini
membahas bentuk negara atas gologan demokrasi dan diktaktor. Paham ini juga
memperjelas bahwa demokrasi dibagi dalam demokrasi Konstitusional (liberal) dan
demokrasi rakyat.

Dari teori-teori tersebut kemudian berkembang di zaman modern ini, yaitu bentuk
Negara Kesatuan (unitarisme) dan Negara Serikat (Federalisme) yang dapat berbentuk
sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Negara kesatuan adalah negara yang tidak
tersusun dari beberapa Negara, melainkan hanya terdiri atas satu Negara, sehingga tidak
ada Negara di dalam negara. Dengan demikian, dalam Negara Kesatuan hanya ada satu
pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang
tertinggi dalam bidang pemerintahan Negara, menetapkan kebijakan pemerintahan dan
melaksanakan pemerintahan Negara baik di pusat maupun di daerah-daerah. Berbeda
dengan Negara Federasi, lebih lanjut Soehino menjelaskan, Negara Federasi adalah
Negara yang bersusunan jamak, maksudnya Negara ini tersusun dari beberapa Negara
yang semula telah berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
mempunyai Undang-Undang Dasar sendiri, tetapi kemudian karena sesuatu kepentingan,
Negara-Negara tersebut saling menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerja
sama yang efektif. Negara Kesatuan adalah Negara apabila kekuasaan tidak terbagi dan
Negara Serikat apabila kekuasaan di bagi antara Pemerintahan Federal dengan Negara
Bagian.
2.2. Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan menyatakan struktur organisasi dan fungsi pemerintahan,
dengan tidak menyinggung-nyinggung struktur daerah, maupun bangsanya. Dengan kata
lain, bentuk pemerintahan melukiskan bekerjanya organ-organ tertinggi sejauh
organ-organ itu mengikuti ketentuan-ketentuan yang tetap. (Samaidjo, 1986:62).
Secara umum, bentuk pemerintahan suatu negara ditentukan menurut:
● Cara Penunjukkan Kepala Negara
Menurut Leon Duguit, untuk mengetahui bentuk pemerintahan di suaru negara, maka dapat
digunakan kriteria bagaimana caranya kepala negara itu diangkat, yang meliputi:
a. Monarki, ​jika seseorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau
turun-temurun. Kepala negaranya disebut Raja/Ratu/Kaisar, atau sejenisnya.
Bentuk pemerintahan monarki terbagi atas beberapa katogeri, yaitu (Samidjo,
1986:183-184).
1) Monarki Mutlak (Absolut)
2) Monarki terbatas (Konstitusional)
3) Monarki Parlementer (Kerajaan Parlementer)
b. Republik, ​jika seseorang kepala negara dipilih melalui suatu sistem pemilihan
untuk masa jabatan yang ditentukan. Kepala negaranya adalah seorang presiden.
Bentuk pemerintahan republik dapat dibagi atas beberapa kategori, yang mana kategori
tersebut sama dengan kategori yang terdapat pada bentuk pemerintahan monarki.
Disini bentuk pemerintahan yang dianut oleh Indonesia sendiri menganut bentuk
pemerintahan Republik, dimana didalam negara kesatuan dibagi menjadi 2 bentuk. Yang
pertama adalah negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yaitu segala sesuatu urusan
negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat dan daerah tinggal
melaksanakannya, dan yang kedua adalah Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi
yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (Kansil, C.S.T.
& Christine S.T, 2008). Sedangkan untuk negara Belgia sendiri memiliki bentuk
pemerintahan Monarki terbatas (konstitusional). Biasa juga disebut dengan kerajaan
Undang-Undang, yaitu suatu monarki, dimana kekuasaan raja itu dibatasi oleh konstitusi
(Undang-Undang Dasar). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan
konstitusi, dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.
2.3. Sistem Pemerintahan
Sistem Pemerintahan dapat diartikan sebagai struktur yang terdiri dari
fungsi-fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang saling berhubungan, bekerja sama
dan mempengaruhi satu sama lain. Secara demikian sistem pemerintahan adalah cara
kerja lembaga-lembaga negara satu sama lainnya. Menurut Jimly Asshidiqie, sistem
pemerintahan diartikan sebagai suati sistem hubungan antara lembaga-lembaga negara.
Sedangkan menurut Sri Soemantri, Sistem Pemerintahan adalah hubungan antara
lembaga legislatif dan eksekutif. Ismail Suny mempunyai pendapat bahwa sistem
pemerintahan adalah suatu sistem tertentu yang menjelaskan bagaimana hubungan
antara alat-alat perlengkapan negara yang tertunggi di suatu negara. Berkaitan dengan
sistem pemerintahan pemerintahan, pada umumnya dibedakan kedalam dua sistem
utama, yaitu sistem presidensiil dan parlementer, diluar kedua sistem tersebut merpakan
sistem campuran atas kuasa parlementre atau kuasa presidensiil, ada juga sistem
referendum.
Sistem pemerintahan berkaitan dengan mekanisme yang dilakukan pemerintah
dalam menjalankan tugasnya. Secara garis besar, sistem pemerintahan dibedakan dalam
dua macam, yaitu sistem pemerintahan presidensiil dan sistem pemerintahan
parlementer.
1. Sistem Presidensiil
Sistem presidensiil meruoakan sistem pemeritahan yang terpusat pada
kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara.
Dalam sistem ini, badan eksekutif tidak bergantung pada badan legislatif.
Kedudukan badan eksekutif lebih kuat dalam menghadapi badan legislatif.
Ada beberapa ciri dalam sistem pemerintahan presidensiil, diantaranya
pertama, kepala Negara juga menjadi kepala pemerintahan, ​kedua, pemerintah
​ enteri-menteri diangkat dan
tidak bertanggung jawab kepada parlemen, ​ketiga, m
bertanggung jawab kepada presiden, keempat, posisi eksekutig dan legislatif
sama-sama kuat. Menurut Bagir Manan, sistem pemerintahan presidensiil dapat
dikatakan sebagai subsistem pemerintahan republik, karena memang hanya dapat
dijalankan dalam negara yang berbentuk republik seperti Indonesia.
2. Sistem Parlemen
Sistem pemerintah parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan
dimana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam sistem
ini, parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri, demikian
juga parlemen dapat menjatuhkan pemeritahan yaitu dengan mengeluarkan mosi
tidak percaya. Dalam sistem parlemen, jabatan kepala pemerintahan dan kepala
negara dipisahkan. Pada umumnya, jabaran kepala negara dipegang oleh presiden,
raja, ratu atau sebutan lain dan jabatan kepala pemerintah dipegang oleh perdana
menteri.
Ada beberapa karakteristik sistem pemerintahan parlementer diantaranya,
pertama, ​peran kepala Negara hanya bersifat simbolis dan seremonial serta
mempunyai pengaruh politik yang sangat terbatas, meskipun kepala Negara
tersebut mungkin saja seorang presiden, ​kedua​, cabang kekuasaan eksekutif
dipimpin seorang perdana menteri atau kanselir yang dibantu oleh kabinet yang
dapat dipilih dan diberhentikan oleh parlemen, ​ketiga, p​ arlemen dipilih melalui
pemilu yang waktunya bervariasi, dimana ditentukan oleh kepala Negara
berdasarkan masukan dari perdana menteri atau kanselir.
2.4. Sistem Parlemen

Kata “Parlemen” berasal dari bahasa Latin “​parliamentum”​ atau bahasa Perancis
“​parler”​ , yang dapat diartikan sebagai suatu tempat atau badan dimana para wakil rakyat
berbicara satu sama lain untuk membicarakan hal-hal yang penting bagi rakyat.
Parlemen berkembang seiring dengan perkembangan negara-negara demokrasi modern
yang bermunculan sebagai negara bangsa (​nation state),​ terutama pada abad 19 setelah
masa kolonialisme. Pengisian keanggotan parlemen di berbagai negara dilakukan
melalui sistem pemilihan yang berbeda. Pertama, ada yang menggunakan sistem distriuk
atau disebut dengan single member constituency, yaitu satu wakil untuk satu daerah
pemilihan. Kedua, ada juga yang menggunkan sistem proporsional atau perwakilan
berimbang yaitu satu daerah diwakilih oleh lebih dari satu wakil ​(multi member
constituency), berimbang dengan jumlah penduduk di daerah yang bersangkutan. Sistem
parlemen yang dianut di negara-negara di dunia berbeda-beda, tergantung pada kondisi
sosial budaya serta nilai yang dianutnya. Selain itu, kondisi masyarakat dalam suatu
negara juga mempengaruhi sistem parlemen yang dianut oleh negara tersebut.

Dalam literatur ilmu politik, secara umum dikenal dua macam lembaga
perwakilan atau parlemen, yaitu:

1) Parlemen satu kamar (unicameral)


Dalam struktur parlemen satu kamar/unicameral ini, tidak dikenal adanya dua
badan yang terpisah seperti adanya DPR dan Senat, ataupun Majelis Tinggi dan Majelis
Rendah.
2) Parlemen dua kamar (bicameral)
Dalam struktur parlemen dua kamar/bicameral ini, terdapat dua
badan/kamar/bilik/dewan. Umumnya digunakan istilah Majelis Tinggi (​upper house)
dan Majelis Rendah ​(lower house)​. Di beberapa negara, majelis rendah biasanya diberi
wewenang untuk mengambil prakarsa mengajukan rencana anggaran dan pendapatan
negara, sedangkan majelis tinggi berperan dalam pembuaan dan perumusan
kebijaksanaan luar negeri. (Jimmly Asshiddiqie, 1996:36-37).
2.5. Jumlah Organ Negara
Sebagian besar lembaga yang dibentuk adalah lembaga-lembaga yang mempunyai
fungsi pembatu, bukan yang berfungsi utama. Lembaga tersebut disebut ​Auxiliary
State’s Institution, atau ​Auxiliary State’s Organ y​ ang apabila diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia berarti institusi negara penunjang atau organ negara penunjang. Para
ahli hukum tata negara Indonesia belum memiliki padaann kata yang sama untuk
menyebut lembaga ini ada yang menyebut lembaga negara pembantu, lembaga negara
penunjang, lembaga negara melayani, lembaga negara independen dan lembaga negara
mandiri. Pembentukan lembaga negara tersebut dikarenakan adanya tujuan yang ingin
dicapai dalam suatu negara dinila tidak dapat dicapai hanya dengan lembaga utama saja
(​Main State’s Organ). ​Maka, dibentuklah lembaga-lembaga pembantu (​Auxiliary State’s
Organ), y​ ang mempunyai tugas melayani.
Sebagaimana manusia yang memiliki alat pelengkap untuk bergerak dan bekerja,
maka negara sebagai suatu organisasi juga memiliki alat pelengkap. Alat pelengkapan
ini untuk merealisasikan tujuan dan keinginan-keinginan 4 negara (​staatwill).​ Alat
pelengkap negara dapat disebut oegan negara, lembaga negara, atau badan negara.
Lembaga negara bukan konsep uang secara terminology memiliki istilah tunggal dan
seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara digunakan
istilah ​political institution, sedangkan dalam terminology 5 bahasa Belanda terdapat
istilah ​staatorganen. Oleh karena itu, istilah lembaga negara, organ negara, badan
negara, dan alat pelengkap negara seringkali dipertukarkan satu sama lain.
Menurut Muchlis Hamdi, hamper semua negara memiliki lembaga yang dapat
disebut sebagai 24 ​“Auxiliary State’s Body”​. Menurutnya, lembaga ini umumnya
berfungsi untuk mendukung lembaga negara utama. ​Auxiliary State’s Organ ​dapat
dibentuk dari fungsi lembaga negara utama yang secara teori menjalankan tiga fungsi,
yakini legislative, eksekutif, dan yudikatif. Pembentukan organisasi pendukung ini,
menurut Muchlis Hamdi, dalam rangka efektivitas pelaksanaan kekuasaan yang menjadi
tanggung jawabnya. Selain itu, juga terdapata lembaga independen yang kewenangannya
dapat bersumber dari arahan konstitusi negara atau kebutuhan penyelenggaraan
pemerintah dan umumnya dibentuk berdasarkan 25 undang-undang.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Perbandingan Bentuk Negara


Dalam kehidupan ketatanegaraan negara-negara didunia dikenal dua bentuk
negara yang sangat dominan dipakai oleh sebuah negara, yaitu bentuk negara kesatuan
dan bentuk negara federal. Dikatakan oleh Ni’matul Huda “Negara kesatuan
dideklarasikan oleh para pendirinya saat kemerdekaan dengan mengklaim seluruh
wilayahnya sebagai bagian dari suatu negara, negara tidak dibentuk berdasarkan
kesepakatan, setelah itu baru dibentuk wilayah atau daerah di bawahnya. Kewenangan
yang didapat oleh daerah merupakan pelimpahan dari pemerintah pusat untuk diatur
sebagian”.

Menurut konstitusi Negara Indonesia menganut bentuk negara kesatuan. Hal ini
dapat dicerna dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa “Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik”. Dengan demikian dari
pasal tersebut sudah tercermin bentuk negara Indonesia dalam arti bahwa pemerintah
daerah memiliki kekuasaan yang terinci sesuai dengan pemberian pemerintah pusat yang
diatur dalam undang-undang, sedangkan pemerintahan pusat mempunyai kekuasaan
yang sangat luas. Bentuk negara kesatuan Indonesia akan melahirkan strategi dalam
pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah guna mewujudkan tujuan dari negara
sebagaimana diatur dalam alinea ke IV pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia.
Sebagai langkah dalam mencapai tujuan tersebut dilaksanakanlah sistem desentralisasi
dan dekonsentrasi. Sedangkan untuk negara Belgia sendiri memiliki bentuk Negara
Federasi dimana Negara ini memiliki kekuasaan yang berada ditangan Raja tetapi
memiliki batasan kekuasaannya sendiri.

3.2. Perbandingan Bentuk Pemerintahan


Seperti yang telah diuraikan dimuka ada dua tipe bentuk pemerintahan, bentuk
pemerintahan modern menurut ​Jelinec dan Leon Duguit ​dibagi menjadi 2, yakni:

1. Kerajaan ​(Monarki)
Monarki adalah negara yang dikepalai oleh seorang raja secara turun temurun dan
menjabat untuk seumur hidup. Selain raja, kepala negara monarki dapat dipimpin oleh
Kaisar (Jepang), Syah (Iran), ratu (Inggris, Belanda), Emir (Kuwait), Sultan (Brunai
Darussalam). Contoh negara monarki adalah Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand,
Jepang, Inggris, Belanda, Swedia, Norwegia, Monako, Maroko, Arab Saudi, Kuwait,
Jordania, Belgia, Denmark, dsb.
Ada tiga jenis monarki:
● Monarki Absolut, seluruh wewenang dan kekuasaan raja tidak terbatas. Perintah
raja merupakan UU yang harus dilaksanakan.
● Monarki Konstitusional, yakni monarki dengan kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi (UUD). Tindakan raja harus sesuai dan berdasarkan pada konstitusi.
● Monarki Parlementer, yakni pemerintahan yang dikepalai oleh raja dan disamping
raja ada parlemen. Kekuasaan raja sangat terbatas kerena dibatsi oleh konstitusi.
Parlemen ini juga sebagai tempat para menteri, baik sendiri maupun
bersama-sama bertanggungjawab.
2. Republik
Istilah republic berasal dari bahasa Latin “​Res Publica” (kepentingan umum),
yaitu negara dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh seorang presiden yang
dipilih dari rakyat, oleh rakyat, untuk masa jabatan tertentu. Contoh negara yang
menerapkan sistem ini adalah Indonesia, Filipina, Amerika Serikat, Jerman, dsb.
Sistem republic memiliki 3 jenis, yaitu:
● Republik Presidensial, c​ iri utamanya kepala negara dan kepala pemerintahannya
dipegang oleh satu orang yakni presiden. Para menteri bertanggung jawab pada
presiden. Biasanya presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan masa jabatan
tertentu, dan menjalankan pemerintahan berdasarkan UUD dan UU.
● Republik Parlementer, c​ iri utama presiden sebagai kepala negara, sedangkan
perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Para menteri dibawah komando
perdana menteri bertanggungjawab pada parlemen.
● Republic Absolut, ​sistem pemerintahan ini sudah ditinggalkan.
Dari pengertian diatas dapatlah kita membedakan bentuk pemerintahan yang
dianut oleh Indonesia dan juga Belgia. Dari pembahasan ini juga kita dapat menilai
sendiri negara mana yang ideal dalam menjalankan negaranya masing-masing.

3.3. Perbandingan Sistem Pemerintahan


Seperti yang telah diuraikan dalam rinjauan pustaka tadi, ada dua tipe sistem
pemerintahan yang berkembang dalam zaman modern, yaitu ​parlementer d​ an
presidensial. Inggris dikenal paling berpengalaman dalam mengemnamgkan sistem
pemerintahan parlementer. Sedangkan Amerika Serikat dikenal paling berpengalaman
dalam mengembangkan sistem pemerintahan presidensial. Sehingga kedua negara
tersebut sering dijadikan acuan oleh berbagai negara berkembang dalam
mengembangkan kedua sistem pemerintahan tersebut.

Kedua sistem pemerintahan/bentuk pemerintahan tersebut merupakan perwujudan


Trias Politica. ​Dalam ​Trias Politica k​ ekuasaan pemerintah dibagi menjadi tiga, yaitu
kekuasaan legislative, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Masing-masing
kekuasaan diserahkan kepada sebuah badan yang terpisah satu sama lain sehingga dapat
saling mengawasi dan mengimbangi untuk mencegah pemerintahan otoriter. Oleha
karena itu, baik sistem parlementer maupun sistem presidensial adalah masuk dalam
kategori pemerintahan yang menganut sistem politik demokrasi.

Negara-negara di dunia yang menganut sistem presidensial jumlahnya lebih kecil


dibandingkan yang menganut sistem parlementer. Hal ini dikarenakan sistem
parlementer lebih mampu menjalin stabilitas politik. Terutama di negara-negara yang
tingkat partisipasi politiknya tinggi, meskipun perkembangan ekonominya masih belum
begitu maju. Sistem presidensial tampak akan lebih efektif ketika ada kekuatan
mayoritas. Namun bagi bangsa-bangsa yang terpecah oleh berbagai konflik, dan
menganut sistem multipartai dengan perwakilan proporsional yang dapat memugkinkan
pembentukan koalisi-koalisi akan mengundang sistem presidensial yang kurang efektif.
Melihat karakteristik tersebut, maka dalam sistem pemerintahan parlementer,
posisi eksekutif dalam hal ini kabinet adalah lebih rendah dari parlemen. Oleh karena
posisinya yang lemah tersebut, maka untuk mengimbangi kekuasaan, kabinet dapat
meminta kepala negar untuk membubarkan parlemen dengan alasan parlemen dinilai
tidak representatif. Jika itu yang terjadi, maka dalam waktu yang relatif singkat kabinet
harus menyelenggarakan pemilu untuk membentuk parlemen baru. Sistem pemerintahan
inilah yang dianut oleh negara Belgia.

3.4. ​Perbandingan Sistem Parlemen


Bangunan sistem parlementer suatu negara diatur dalam konstitusinya. Ada yang
menerapkan sistem parlemen satu kamar ​(unikameral), a​ da yang menerapkan sistem
parlemen dua kamar ​(bikameral). ​Sistem parlemen satu kamar biasanya dianut oleh
negara yang berbentuk kesatuan, sedangkan sistem parlemen dua kamar dianut oleh
negara yang berbentuk federal seperti Belgia. Namun demikian, tidak selamanya negara
yang berbentuk kesatuan sistem parlemennya unikameral, dan negara yang berbentuk
federal sistem parlemennya bikameral, karena masing-masing negara mempunya
variasinya sendiri. Bahkan, sekarang ini, ada negara kesatuan yang sistem parlemennya
bikameral, misalnya Indonesia. Bentuk negaranya kesatuan, sistem parlemennya
bikameral. Tidak ada satu sistem, baik unikameral maupun bikameral, bahkan federalis,
dapat diterapkan secara universal. Tipe sistem yang dipilih oleh satu masyarakat
tertutama tergantung pada keadaan politik, sosial, ekonomi, etnik, serta faktor-faktor
lainnya. Oleh karena itu, sistem parlemen yang dianut suatu negara dapat berubah
karena dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain.

3.5. ​Perbandingan Jumlah Organ Negara


Sri Soemantri membagi dua sistem ketatanegaraan Indonesia. Pertama, sistem
ketatanegaraan dalam arti sempit, yakni bahwa berkenaan dengan lembaga-lembaga
negara yang terdapat dalam UUD. Kedua, sistem ketatanegaraan dalam arti luas, yakni
meliputi lembaga-lembaga negara yang terdapat didalam dan diluar UUD. Menurut Sri
Soemantri, lembaga negara yang bersumber pada UUD 1945 hasil perubahan adalah
BPK, DPR, MPR, Presiden (termasuk Wakil Presiden), MA, MK, dan KY. Jika dilihat
tugas dan wewenangnya, kedelapan lembaga itu dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yakni lembaga negara yang mandiri yang disebut negara utama ​(Main State’s Organ).​
BPK, DPR, DPD, MPR, Presiden (termasuk Wakil Presiden), MA dan MK merupakan
Main State’s Organ, s​ edangkan KY adalah ​Auxiliari State’s Organ. ​Dan pada negara
Belgia yang menggunakan parlemen bicameral yang Raja sebagai kepala negaranya,
tentu juga memiliki seorang Senat dan seorang Kamar Perwakilan. Sebelumnya dewan
ini terdiri atas 40 orang politikus yang dipilih langsung dan 21 orang perwakilan yang
ditunjuk oleh 3 ​community parliaments, 1​ 0 ​coopted senators.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan materi diatas yang telah disajikan kita dapat menelaah
beberapa perbedaan mendasar atau fundamental dari suatu negara. Suatu negara
diciptakan secara fungsional dalam pengelolaan pemerintahan yang paling menonjol
adalah fungsi melaksanakan pemerintahan atau pelaksanaan undang-undang. Sebab
masyarakat tidak mungkin melaksanakan pemerintahan, melainkan hanya sebagai
pemegang kedaulatan. Rakyat dalam hal ini menyerahkan hak tersebut kepada penguasa
untuk melaksanakan fungsi pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Maka dari
itu penting bagi kita sebagai warga atau masyarakat negara paham akan perbedaan bentuk
negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, parlemen negara, dan juga jumlah
organ negara yang diatur dalam konstitusi.

4.2. Saran
Dengan banyaknya sumber atau literatur-literatur yang ada kita dapat dengan jelas
memahami seperti apa itu bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan,
parlemen negara, dan juga organ negara. Disini saya sebagai penulis menghimbau
kepada para pembaca sekalian agar dapat menambah wawasan lagi dengan literatur yang
lebih dari pada apa yang saya sajikan ini, agar kiranya pembaca sekalian lebih puas
dengan isi makalah ini. Sedikit tambahan dari saya, untuk mencapai suatu sistem yang
ideal dalam suatu negara ada baiknya pemerintah negara yang bersangkutan lebih
mengembangkan potensi dari negaranya sendiri. Sebab banyaknya negara yang memiliki
kekayaan berlimpah atau sumber daya alamnya tetapi tidak bisa mengelola negaranya
karena terbatasnya sumber daya manusianya. Melalui materi ini juga para pembaca
dapat disuguhkan dengan pembahasan yang menurut pembaca sendiri mana yang ideal
untuk suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA

Librayanto, R. (2013). ​Ilmu Negara (Suatu Pengantar)​ (3rd ed., Vol. XVIII). (W. A. Tangke, &
A. Nasyaruddin, Eds.) Makassar, Sulawesi Selatan, Indonesia: Arus Timur.
Arfa’i, S.H., M. . (2007). Bentuk negara, Pengaturan Pemerintahan daerah. ​Bentuk Negara
Republik Indonesia Ditinjau Pengaturan Tentang Pemerintahan Daerah Dalam Peraturan
Perundang-Undangan,​ 142–155. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/43244-ID-bentuk-negara-republik-indonesia-dit
injau-pengaturan-tentang-pemerintahan-daerah.pdf
Bahasa, K., & Belgia, D. I. (n.d.). UPAYA PENGELOLAAN POTENSI DISINTEGRASI
BANGSA Rizki Damayanti.
Basarah, A. (2013). KAJIAN TEORITIS TERHADAP AUXILIARY STATE ` S DALAM
STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA, 1–8.
Bentuk, N. D. A. N., & Negara, D. (n.d.). Negara dan bentuk pemerintahan.
Di, P., Pasca, I., & Bab, I. (1945). No Title, ​III,​ 1–14.
DRH Koesoemahatmadja. (1979). Susunan negara, bentuk negara, sistem pemerintahan dan
bentuk pemerintahan. ​Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia
Indonesia,​ (2), 23–51.
Ii, B. A. B., & Negara, A. T. (2006). 2Mih01526, (December 1933), 1–2.
Noviati, cora elly. (2013). Demokrasi dan Sistem Pemerintahan. ​Jurnal Konstitusi​, ​10​(2), 345.
Pengertian, T., Pemerintahan, S., & Hukumtata, M. (n.d.). No Title, (1).
Widayati, W. (2018). Sistem Parlemen Berdasarkan Konstitusi Indonesia. ​Masalah-Masalah
Hukum​, ​44​(4), 415. https://doi.org/10.14710/mmh.44.4.2015.415-424

Anda mungkin juga menyukai