Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYAKIT

INTEGUMEN

OLEH

SEMESTER V B / ANGKATAN III


FERONIKA P. LENGGU ( NIM : 01.10.00335 )
YANI ANIKA SEDEH ( NIM : 01. 10. 00365 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI
KUPANG

2012
ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. PENGERTIAN

Herpes zoster merupakan kelainan inflamatorik viral dimana virus


penyebabnya menimbulkan erupsi vesikuler yang nyeri di sepanjang distribusi
saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion posterior ( Smeltzer S. C, 2001 ).

( Herpes zoster, shingles ) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus


golongan herpez yang lain yaitu virus varisela Zoster ( Corwin E. J, 2005 ).

2. EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat dan daerah beriklim sedang lain, 90-95 % individu


mendapat VVZ pada masa anak, Epidemi Varisela tahunan terjadi pada
musim dingin dan musim semi. Angka penularan Rumah tangga adalah 80 -
90 %. karena alasan yang tidak jelas, varisela jauh kurang lazim di daerah
tropik sehingga angka kerentanan pada orang dewasa setinggi 20-30%,
herpes zoster tidak menunjukkan variasi musim dalam insiden karena herpes
ini disebabkan oleh reaktivasi virus laten secara endogen. Di negara maju
seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0, 34%
setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.
Herpes zoster dapat terjadi pada orang yang pernah menderita varisela
sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama yaitu virus varisela zoster.

3. ETIOLOGI
- Varisela Virus Zoster
4. PATOFISIOLOGI

Herpez dimulai dengan pemasukan virus ke mukosa yang dipindahkan


ke dalam sekresi saluran pernapasan atau dengan kontak langsung lesi kulit
Herpes Zoster. Pemasukan disertai dengan masa inkubasi 10-21 hari, pada
saat tersebut penyebaran virus subklinis terjadi. Akibat lesi kulit tersebar bila
infeksi masuk fase viremi;sel mononuklear darah perifer membawa virus
infeksius, menghasilkan kelompok vesikel baru selama 3-7 hari. Virus Zoster
juga diangkut kembali ke tempat-tempat mukosa saluran pernapasan selama
akhir masa inkubasi, memungkinkan penyebaran pada kontak rentan
sebelum muncul ruam. Penularan virus infeksius oleh droplet pernapasan
membedakan virus Zoster dari virus herpes manusia yang lain. Penyebaran
viseral virus menyertai kegagalan respon hospes untuk menghentikan
viremia, yang menyebabkan infeksi paru, hati, otak dan organ lain. Virus
Zoster menjadi laten ke sel akar ganglio dorsal pada semua individu yang
mengalami infeksi primer. Reaktivasinya menyebabkan ruam vesikuler
terlokalisasi yang biasanya melibatkan penyebaran dermatom dari satu saraf
sensoris;perubahan nekrotik ditimbulkan pada ganglia terkait, kadang-kadang
meluas kearah dan dalam kornu posterior. Histopatologi varisela lesi Herpes
Zoster adalah identik ; VVZ infeksius ada pada lesi Herpes Zoster,
sebagaimana ia berada dalam lesi varisela, tetapi tidak dilepaskan ke dalam
sekresi pernapasan. Varisela mendatangkan imunitas humoral dan seluler
yang sangat protektif terhadap infeksi ulang bergejala. Supresi imunitas
seluler pada VVZ berkorelasi dengan penambahan resiko rekativasi VVZ
sebagai Herpes Zoster.
5. MANIFESTASI KLINIK :
 Erupsi biasanya disertai atau didahului dengan rasa nyeri yang biasa
menjalar ke seluruh daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terinfeksi.
Rasa nyeri bisa bersifat membakar/panas, tajam (seperti tersayat atau
terobek), menusuk atau berupa peasaan pegal
 Herpes Zoster biasanya terdapat di kulit secara unilateral (satu area
tubuh), tempat yang sering terinfeksi adalah wajah, leher, dan dada,
lesi dapat berukuran kecil atau besar dalam jumlah yang sedikit atau
banyak.
 Kadang-kadang terdapat keluhan tidak enak badan (meriang) dan
gangguan gastrointestinal yang mendahuli erupsi.
Bercak-bercak vesikel yang berkelompok tampak pada kulit yang
membengkak.
 Rasa gatal pada kulit.

Gambar 1 : Tampilan Herpes Zoster.

Sumber : http : // www.berkatherbal.com / 1-10-2012 / 19.00


Cara penularan :

 Apabila orang sehat bersentuhan dengan cairan tubuh penderita Herpes


Zoster ( keringat, sperma, darah, cairan vagina ), maka orang yang sehat
dapat menderita Herpes Zoster.
 Penularannya cepat jika seseorang dengan penurunan sistem imun.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Didapatkan Leukopenia pada 72 jam pertama.


 Kultur dari cairan vesikel; cairan dari lepuh yang baru pecah diambil
dan dimasukkan ke dalam media virus didapatkan pertumbuhan virus
varisella – Zoster
 Deteksi antigen dan uji antibody fluoresens dengan teknik kultur sel;
sel dari ruam/lesi diambil dengan menggunakan scapel / jarum, dioles
pada kaca dan diwarnai dengan antibody monoklonal yang
terkonjugasi dengan pewarna fluoresens, uji ini akan mendeteksi
glikoprotein virus. Uji antibody IgG VVZ untuk menentukan status imun
individu yang riwayat kilinis variselanya tidak diketahui.
 PCR, PCR digunakan untuk mendeteksi DNA virus varicella-zoster di
dalam cairan tubuh, contohnya cairan serebrospinal

7. PENATAKSANAAN :

 Farmakologis :

a. Antivirus ; seperti :
 Asiklovir oral 800 mg 3 kali sehari selama 10 hari , dapat
mempersingkat durasi infeksi Herpes Zoster. Obat ini
meringankan nyeri, menurunkan pembentukan lesi baru,
dan mempercepat waktu penyembuhan.
 Famsiklovir oral (famvir) dosis 500 mg 3 kali sehari
selama 7 hari dan valasiklovir (valterx) dosis 1 gram tiga
kali sehari selama 7 hari, dapat memperpendek durasi
infeksi Herpes Zoster.

b. Analgetik ;
 Penstabil neural yaitu antikonvulsan seperti Phenytoin,
carbamazepine, dan gabapentin injeksi.
 Antidepresan trisiklik dapat aktif mengurangi sakit akibat
neuralgia pascaherpes karena menghambat penyerapan
kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin.
Contoh antidepresan trisiklik yang digunakan untuk
perawatan herpes zoster adalah Amitriptyline,
Nortriptyline.

c. Kortikosteroid .
 oral seperti Prednison.

d. Pengobatan Topikal :
 Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka
dengan larutan antiseptic seperti NaCl selama 20 menit.
 Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan
salep antibiotic ( basitrasin/polysporin ) untuk mencegah
infeksi sekunder selama 3x sehari.

 Non Farmakologis :

 Untuk menghindari terjadi kerusakan kulit yang lebih luas


gunakan sprei yang berbahan katun dan posisi sprei tidak kusut
sehingga tidak terjadi gesekan pada kulit.
 Istirahat yang cukup ( tidur 8 – 12 jam / hari ).
 Berikan nutrisi tinggi protein, vitamin C untuk meningkatkan
imunitas.
Pendidikan pasien :

1. Gunakan pakaian yang longgar dan dapat menyerap


keringat
2. Handuk tidak boleh dipakai bersama.
3. Konsumsi vitamin C agar tidak terjadi penurunan imunitas
tubuh.
4. Hindari aktivitas berat.
5. Konsumsi air putih yang banyak ± 2 – 3 liter / hari.

8. KOMPLIKASI
 Infeksi bakteri sekunder pada vesikel.
 Pembentukan sikatriks / jaringan parut.
 Neuralgia Pasca Herpes zoster (NPH) merupakan nyeri yang tajam
dan spasmodie (singkat dan tidak terus-menerus) sepanjang nervus
yang terkena, Nyeri menetap di dermatom yang terkena setelah erupsi.
 Komplikasi pada mata ; keratitis akut, uveitis, glaukoma sekunder.
 Komplikasi sistemik, antara lain: endokarditis, meningoensefalitis,
paralysis saraf motorik, paraplegya.
 Herpes zoster Generalisata
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
A. Anamnese
 Identitas :
Nama :-
Umur : Jarang menyerang anak-anak, lebih sering pada usia
diatas 50 tahun.
Jenis kelamin : ( Dapat menyerang semua jenis kelamin )
 Keluhan Utama : Nyeri pada daerah yang dilewati oleh saraf
sensorik terutama pada torakal,lumbal dan kranial,kulit teras gatal,
Erupsi pada kulit, peningkatan suhu tubuh.
 Riwayat penyakit sekarang :
Keluhan demam, badan pegal,gatal pada kulit, erupsi pada kulit
disertai nyeri seperti terbakar/ panas, tajam (sperti tersayat atau
terobek).
 Riwayat penyakit masa lalu :
Dikaji apakah semasa kecil sampai dewasa pernah menderita
varicela atau tidak.
 Riwayat penyakit keluarga : dikaji apakah dalam keluarga ada yang
pernah menderita Herpes Zoster.
 Riwayat pengobatan : -

B. Pola kebutuhan Dasar :

ADL :

 Pola Nutrisi : bisa terganggu akibat sensasi nyeri


 Pola Aktivitas dan Latihan :Pemenuhan sehari-hari terganggu
 Pola Tidur dan Istirahat :pola tidur terganggu karena adanya
nyeri dan sakit kepala.
 Pola Eliminasi : Pola eliminasi bisa terganggu akibat
ketidaknyamanan.
 Personal Hygiene : terganggu karena adanya vesikel pada kulit.
C. Pemeriksan fisik:
Pemeriksaan fisik Herpes Zoster dilakukan dalam bentuk pemeriksaan
kulit, yang dibagi menjadi dua :

Inspeksi
 Pada kulit terdapat vesikel unilateral, pustula dan ruptur
membentuk krusta
 Jika terjadi komplikasi maka terlihat Peripheral facial nerve palsy
 Klien tampak meringis kesakitan.
 Pada meningoencephalitis klien nampak kebingungan,coma.
Palpasi
 Teraba permukaan kulit yang tidak rata.
 Regioanal Lymphadenopathy

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Gangguan Rasa Nyaman Nyeri b.d Inflamasi , yang ditandai dengan:


DS : - Klien mengeluh nyeri pada daerah yang dipersyarafi daerah
yang terinfeksi, nyeri seperti terbakar / tertusuk.
DO : - klien meringis kesakitan.

2) Gangguan pola tidur b.d Nyeri kepala, yang ditandai dengan:


DS : - klien mengeluh tidak bisa tidur dengan baik karena adanya
sensasi nyeri
DO : Klien tampak kusam.
Klien tampak gelisah.

3) Hipertermi b. d penyakit ( Reaktivasi Virus ), yang ditandai dengan :


DS : Klien mengeluh demam, tidak enak badan.
DO : - Badan teraba hangat
- suhu tubuh 39 Cº.

4) Kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis ( krusta ), yang


ditandai dengan :
DS : klien mengeluh kerusakan permukaan kulit.
DO : kulit tampak kemerahan, terdapat vesikel, purulen , krusta.

5) Gangguan citra tubuh b.d penyakit ( kerusakan kulit ), yang ditandai


dengan :
DS :
 Klien mengeluh malu dengan perubahan penampilan akibat
adanya purulen pada tubuh.
 Klien sering menanyakan penyakitnya.
DO
 Erupsi berupa vesikel yang menggerombol
 Warna kulit kemerahan
 Pasin tampak gelisah
 Klien menutupi daerah yang sakit.

6) Gangguan persepsi sensori ( visual, Auditorius, Gustatorius b.d


hilangnya rasa pengecapan pada lidah, gangguan penglihatan / Buta,
gangguan pendengaran ), yang ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh hilangnya sensasi rasa pada lidah.
 Penglihatan kabur, nyeri pada mata.
 Tidak dapat mendengar jelas, nyeri pada telinga.
DO :
 Klien tidak bisa membaca dengan jelas.
 Klien tidak respon terhadap stimulus suara yang diberikan.
 klien tampak melindungi area mata dan telinga.
 Klien menolak makanan yang diberikan.

7) Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan Tubuh b. d intake


nutrisi inadekuat, yang ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh penurunan selera makan akibat hilang
sensari rasa pada lidah.
 Mengeluh kelemahan pada otot – otot pengunyah.
DO :
 Klien menolak makanan yang diberikan
 Penurunan Berat – badan 25 % dibawah BB ideal.
 HB 8,5 gr %.
 Paralisis fasialis.

8) Hambatan Berjalan b.d keterbatasan ketahanan tubuh , yang


ditandai dengan :
DS :
 Klien mengeluh tidak bisa berjalan.
 Mengeluh kelemahan pada kaki
DO :
 Klien tidak mampu berjalan
 Paralisis ekstremitas bawah.

9) Risiko Cedera b. d Disfungsi Sensorik ( penurunan kesadaran,


gangguan keseimbangan tubuh ), yang ditandai dengan :
DS : Klien mengeluh tidak bisa berdiri tegak, hilangnya
eseimbangan tubuh.
DO :
 Klien berjalan tampak terseret.
 Tidak ada penyangga tempat tidur.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN :

Diagnosa I, Gangguan Rasa Nyaman Nyeri b.d Inflamasi


Goal : keluhan nyeri berkurang atau klien dapat berdapatasi dengan nyeri.
Objective : Inflamasi berkurang.
Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan diharapkan :
 Keluhan nyeri berkurang
 Skala nyeri berkurang
 Klien tampak lebih rileks.
 Tanda – tanda Inflamasi berkurang.

Intervensi dan Rasional:

 Ajarkan teknik distraksi yaitu dengan relaksasi ( menarik napas dalam


dan hembuskan perlahan-lahan )
R/ Tindakan ini mengurangi ketegangan atau spasme otot.
 Kaji jenis dan tingkat nyeri, skala, durasi, karakteristik.
R/ pengkajian berkelanjutan membantu meyakinkan bahwa
penanganan dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam mengurangi
nyeri
 Anjurkan memakai pakaian yang tipis, longgar.
R/ pakaian yang tebal dan ketat bisa menyebabkan gesekan dengan
kulit sehingga menambah terjadinya nyeri.
 Gunakan sprei yang berbahan katun dan lembut, sprei tidak boleh
kusut.
R/ menghindari terjadi gesekan dengan kulit sehingga tidak
menimbulkan nyeri yang hebat.
 Kolaborasi pemberian obat analgetik :
 Penstabil neural yaitu antikonvulsan seperti Phenytoin,
carbamazepine, dan gabapentin injeksi.
 Antidepresan trisiklik dapat aktif mengurangi sakit akibat
neuralgia pascaherpes karena menghambat penyerapan
kembali neurotransmiter serotonin dan norepinefrin. Contoh
antidepresan trisiklik yang digunakan untuk perawatan herpes
zoster adalah Amitriptyline, Nortriptyline.
 Observasi keluhan nyeri apakah berkurang atau bertambah, tanda –
tanda inflamasi.
R/ nyeri yang berkelanjutan dapat mengidentifikasikankan terjadinya
komplikasi dari penyakit.
Diagnosa II, Gangguan pola tidur b.d nyeri kepala.
Goal : Klien dapat mencapai pola tidur yang normal.
Objective : Nyeri kepala berkurang
Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan,diharapkan:
 Melaporkan dapat tidur dengan baik
 Nyeri kepala berkurang.
 Wajah tidak tampak kusam.
 Klien tidak gelisah.

Intervensi dan Rasional :

 Ajarkan teknik relaksasi kepada pasien seperti relaksasi otot


R/ upaya relaksasi yang bertujuan biasanya dapat membantu
mempermudah tidur.
 Minta pasien untuk setiap pagi menjelaskan kualitas tidur malam
sebelumnya .
R/ tindakan ini menilai keberhasilan dari intervensi keperawatan.
 Ciptakan lingkungan yang tenang, (tutup gorden, sesuaikan
pencahayaan)
R/ tindakan ini dapat mendorong istirahat dan tidur.
 Kolaborasi pemberian analgetik .

R/ analgetik untuk mengurangi nyeri. nyeri teratasi maka klien dapat


mencapai kualitas tidur yang baik.

 Pantau waktu tidur klien


R/ pola tidur yang normal menjukkan adanya pencapaian intervensi
keperawatan.

Diagnosa III, Hipertermi b. d penyakit ( Reaktivasi Virus )

Goal : suhu tubuh kembali normal

Objevtive : Tidak terjadi komplikasi ke organ tubuh yang lain.

Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan, diharapkan :

 Keluhan demam berkurang


 Suhu tubuh kembali normal ( 36,5 – 37, 5 Cº )
 Kulit tidak teraba hangat.

Intervensi dan Rasional :

 Jelaskan perlunya menggunakan pakaian yang longgar.


. R/ pemakaian pakaian yang longga dapat pelepasan suhu tubuh
secara konveksi ; apabila suhu tubuh yang panas berpaparan
langsung dengan suhu tubuh yang lebih dingin maka akan terjadi
penurunan suhu tubuh.
 Ukur suhu tubuh Klien setiap 4 jam untuk mengevaluasi keefektifan
intervensi.
R/ untuk meyakinkan data yang akurat.
 Turunkan panas berikan kompres hangat pada aksila dan lipatan paha.
R/ Tindakan tersebut meningkatkan kenyamanan dan menurukan
temperatur tubuh, Karena air hangat membantu pembuluh darah
tepi di kulit melebar hingga pori-pori jadi terbuka yang
selanjutnya memudahkan pengeluaran panas dari dalam
tubuh.
 Kolaborasi pemberian Antipiretik sesuai indikasi ( parasetamol )
R/ Antiperitik dapat menurunkan demam.(parasetamol belum
diketahui mekanismenya secara pasti, diperkirakan kerjanya
mempengaruhi Hipotalamus untuk menurunkan panas tubuh).
 Observasi suhu tubuh klien , keluhan demam
R/ peningkatan suhu tubuh dan peningkatan keluhan demam
menunjukka terjadinya infeksi bakteri sekunder.

Diagnosa IV, kerusakan integritas kulit b.d penurunan imunologis ( kerusakan


kulit )

Goal : Integritas kulit membaik atau tidak terjadi kerusakan kulit yang lebih
luas.

Objective: klien mencapai imunitas yang adekuat .


Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan diharapkan
- vesikel berkurang
- kulit tidak kemerahan

Intervensi dan Rasioanal:

 Ajarkan kepada pasien dan keluarga cara perawatan kulit yang


terinfeksi (mencegah penekanan, gesekan)
R/ tidak terjadi kerusakan kulit yang lebih luas
 Kolaborasi pemberian obat-obatan anti virus (Asiklofir), obat topikal
Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan
larutan antiseptic seperti NaCl selama 20 menit.
Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotic
(basitrasin/polysporin) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3x
sehari
R/ mengurangi frekuensi, durasi dan intensitas lesi.
 pantau kondisi kulit, penyembuhan dan respons terhadap regimen
penanganan.
R/ dapat menunjukkan keberhasilan dari intervensi keperawatan.

Diagnosa V, Gangguan Citra Tubuh b.d penyakit ( kerusakan kulit )

Goal : Klien mencapai citra tubuh yang positif.

Objective : tidak terjadi kerusakan kulit yang permanen atau kerusakan


jaringan.

Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan , diharapkan:

 Klien mengungkapkan penerimaan penampilan.


 Klien tidak gelisah
 Klien tidak menutupi kulit yang terinfeksi.
 Tidak terjadi kerusakan jaringan.

Intervensi dan Rasional :


 Jelaskan kepada klien agar jangan jangan menggaruk kulit,
R/ karena dapat merusak lapisan Dermis atau jaringan.
 Jelaskan pada klien penyebab perubahan pada kulit.
R/ dengan pengetahuan yang baik klien dapat menerima perubahan
Berikan kesempatan kepada klien untuk menyatakan perasaan tentang
citra tubuhnya.
R/ agar klien dapat mengungkapkan keluhannya.
 Memotivasi klien agar bisa menerima perubahan penampilan pada
kulitnya.
R/ motivasi yang baik klien dapat mencapai harga diri yang positif

IV. IMPLEMENTASI KEPERATAWAN

Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan


yang telah dibuat.

V. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah


keperawatan telah teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan
mengacu pada kriteria evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Corwin E. J, (2009) Patofisiologi, Ed 3, Jakarta, EGC

Price S. A, (2005) Patofisiologi, Konsep Klinis proses-proses Penyakit, Jakarta, EGC

Nanda internatioanal 2012-2014, (2012) Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi ,Jakarta, EGC

Smeltzer S. C, (1997) keperawatan Medikal Bedah, Ed 8, Jakarta, EGC

Taylor C. M, (2010) Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan, Jakarta,


EGC.

Wahab A. S, (1999) Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Ed15, vol 2

Wong D. L, dkk (2008) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Vol 2, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai