PENDAHULUAN
1
Kontak partikel terjadi dengan cara-cara berikut :
Partikel
Gaya gravitasi
di mana F adalah gaya resultan yang berlaku pada seluruh bagian partikel,
dv/dt adalah percepatan partikel dan m adalah massa partikel.
2
a. Gaya Gravitasi (Fg)
Gaya ini terlihat saat terjadi endapan atau mulai turunnya partikel
padatan menuju kedasar tabung untuk membentuk endapan. Hal ini terjadi
karena massa jenis partikel lebih besar dari massa jenis fluida, sehingga
padatan juga cepat mengendap. Gaya ini sangat dipengaruhi oleh percepatan
gravitasi bumi, sesuai dengan persamaan berikut :
g
Fg m
gc (3)
m = massa partikel
gc = faktor konversi
Suatu partikel atau benda yang berada didalam suatu fluida, akan
memiliki gaya bouyancy yaitu, gaya ke atas sebesar berat fluida yang
dipindahkan apabila suatu partikel atau padatan dimasukkan, sesuai dengan
m. .g
FB
p .g c
(4)
3
memberikan gaya yang besarnya sama dengan berat padatan itu sendiri.
Gaya inilah yang disebut gaya dorong/drag dan juga gaya yang memilki
arah yang berlawanan dengan gaya gravitasi.
C D .v0 .. Ap
2
FD
2.g c (5)
vo = kecepatan
Besarnya nilai koefisien drag (CD) bergantung pada pola aliran disekitar
partikel yang tenggelam. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai CD
sebagai fungsi dari nilai bilangan Reynolds (NRe)
Pada aliran laminer (NRe < 1) : CD = 24 / NRe
24
Pada aliran transisi (1< NRe < 104) : CD 3 N Re 0,34
N Re
Dp vt
N Re (6)
μ = viskositas fluida
𝑚. 𝑎 𝑚 𝑑𝑣
∑𝐹 = =
𝑔𝑐 𝑔𝑐 𝑑𝑡
4
Jadi jika diterapkan pada partikel yang bergerak dalam fluida
𝑚 𝑑𝑣
= 𝐹𝑠 − 𝐹𝑏 − 𝐹𝐷
𝑔𝑐 𝑑𝑡
𝑚 𝑑𝑣 𝑚𝑔 𝜌𝑓 𝑚𝑔 𝐶𝑑 . 𝑉 2 . 𝜌𝑓 . 𝐴𝑝
= − −
𝑔𝑐 𝑑𝑡 𝑔𝑐 𝜌𝑝 . 𝑔𝑐 2𝑔𝑐
𝑑𝑣 𝜌𝑓 𝑔 𝐶𝑑 . 𝑉 2 . 𝜌𝑓 . 𝐴𝑝
=𝑔− −
𝑑𝑡 𝜌𝑝 2𝑚
𝑑𝑣
Kecepatan maksimum partikel dicapai saat ∑ 𝐹 = 0 jadi =0
𝑑𝑡
(𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 ) 𝐶𝑑 . 𝑉𝑡2 . 𝜌𝑓 . 𝐴𝑝
0=𝑔 −
𝜌𝑝 2𝑚
𝐶𝑑 . 𝑉𝑡2 . 𝜌𝑓 . 𝐴𝑝 (𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 )
= 𝑔
2𝑚 𝜌𝑝
2𝑔(𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 )𝑚
𝑉𝑡2 =
𝐴𝑝 . 𝜌𝑓 . 𝜌𝑝.𝐶𝐷
2𝑔(𝜌𝑝 −𝜌𝑓 )𝑚
𝑉𝑡 = √ 𝐴 (7)
𝑝 .𝜌𝑓 .𝜌𝑝.𝐶𝐷
Vt adalah kecepatan maksimum yang dapat dicapai, dan akan konstan. Kecepatan
maksimum ini disebut kecepatan terminal partikel (terminal velocity).
5
dinding bejana atau dari partikel lainnya . Jatuhnya partikel ini dapat
dibedakan menjadi dua tahap.
1. Pada tahap ini, partikel akan jatuh dengan percepatan tertentu karena
adanya efek dari gaya gravitasi, sehingga kecepatannya akan
meningkat. Partikel jatuh dengan kecepatan yang relatif kecil
sehingga gaya drag (gesekan fluida) bernilai kecil dan tidak bisa
mengimbangi gaya gravitasi. Tahap ini berlangsung selama periode
waktu yang relatif singkat (kurang lebih 0,1 detik).
2. Pada tahap kedua, partikel yang terus dipercepat akan menaikan
kecepatannya sehingga gaya drag juga akan semakin membesar.
Sehingga suatu waktu kecepatan dari benda akan konstan karena
terjadi kesetimbangan gaya antara gaya drag, gaya angkat fluida dan
gaya gravitasi. Kecepatan tersebut dinamakan terminal velocity.
𝜋𝐷𝑝2 𝜋𝐷𝑝2
𝐴𝑝 = 𝑚 = 𝜌𝑝 . 𝑉𝑝 = 𝜌𝑝
4 6
Sehingga :
𝜋.𝐷3𝑃
2𝑔(𝜌𝑝 −𝜌𝑓 )(𝜌𝑓 .
6
𝑉𝑡 = √ 𝜋𝐷2𝑝
.𝜌𝑝 .𝐶𝐷 .𝜌𝑓
4
dimana :
vt = kecepatan terminal
ρp = densitas partikel
𝜌𝑓 = densitas fluida
DP = diameter partikel
g = percepatan gravitasi
CD = drag coefficient
6
Untuk mendapatkan harga koefisien gesek, bila alirannya laminar (NRe <1),
maka besarnya koefisien gesek adalah
24 24
CD (9)
DP .v. / N Re
µ = viskositas cairan
Sehingga
4(𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 )𝑔. 𝐷𝑝
𝑉𝑡 = √
3𝐶𝐷 𝜌𝑓
4(𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 )𝑔. 𝐷𝑝
𝑉𝑡 2 =
3𝐶𝐷 𝜌𝑓
(𝜌𝑝 − 𝜌𝑓 )𝑔. 𝐷𝑝
𝑉𝑡 2 = 4
24𝜇
3 𝜌 𝑉 𝐷 𝜌𝑓
𝑓 𝑡 𝑝
7
vH
P g.DP2 R (11)
18. m
101.821
m (12)
dimana : μ = viskositas fluida
3. Flocculant settling
4. Compression settling :
Terjadi pemampatan partikel yang terjadi karena setiap lapisan solid
menyangga lapisan solid di atasnya membentuk floc yang kompak.
1. Sedimentasi Batch
Proses sedimentasi batch dilakukan dengan mengendapkan suatu
larutan homogen dari suspensi kasar dan mengukur ketinggian bidang batas
antara larutan jernih dan larutan pekat pada tiap selang waktu tertentu.
Kecepatan penurunan ketinggian bidang batas disebut “kecepatan
sedimentasi”. Sedimentasi ini biasanya dilakukan pada temperatur yang
seragam untuk menghindari gerakan fluida atau konveksi akibat adanya
perbedaan densitas karena perbedaan temperatur.
8
Gambar 1.2 Tahapan Proses Pengendapan
9
C. Gambar (c) dalam pulp yang terflokulasi dengan baik batas antar zona
A san zona B tajam. Jika terdapat partikel yang teraglomerasi, zona A
keruh dan batas antara zona A dan B kabur dengan adanya
pengendapan, zona D dan A bertambah, dan tebal zona C tetap, zona
B berkurang.
D. Gambar (d) menunjukkan daerah A dan D semakin luas, sebanding
dengan berkurangnya daerah B dan C. Pada akhirnya daerah B dan C
akan hilang dan semua padatan terdapat pada daerah D sehingga
hanya tersisa daerah A dan D. Keadaan seperti ini disebut dengan
“Critical Settling Point”.
E. Gambar (e) yaitu keadaan dimana terbentuk bidang batas tunggal
antara liquid jernih dan endapan. Pada saat daerah A dan daerah D
berbatasan secara langsung, mulai terjadi proses kompresi pada
partikel, yaitu cairan yang masih ada dalam daerah D akan terdesak
keluar menuju daerah A, seakan-akan melalui media poros. Sebagai
akibat dari ketinggian endapan, daerah D masih akan menurun dengan
kecepatan yang sangat lambat.
2. Sedimentasi Semi-Batch
Pada sedimentasi semi-batch, hanya terdapat cairan keluar atu masuk
saja. Jadi, kemungkinan hanya ada slurry yang masuk atau beningan saja.
3. Sedimentasi kontinyu
Pada proses ini terdapat slurry yang masuk dan cairan bening yang
keluar pada saat bersamaan. Saat kondisi steady state, maka ketinggian cairan
akan selalu tetap.
10
liquid (supernatant), dan menghasilkan sludge dari bagian bawah tangki
(underflow).
Data dari hasil percobaan sedimentasi secara batch dapat digunakan sebagai
dasar dalam perancangan thickener. Adapun data yang digunakan adalah data
ketinggian saat steady-state sudah tercapai, Z∞ (ditandai dengan konstannya
ketinggian daerah D), yang kemudian disesuaikan dengan luas penampang
thickener yang diinginkan.
Pada sedimentasi batch dapat diamati bahwa tinggi permukaan setiap
daerah berubah-ubah menurut waktu. Daerah-daerah yang sama juga akan nampak
pada peralatan sedimentasi kontinyu. Dalam sedimentasi ini, suatu saat keadaan
steady state pasti juga akan tercapai (yaitu pada saat slurry diumpankan per satuan
waktu ke dalam thickener akan sama dengan rate sludge pada aliran underflow dan
cairan jernih pada overflow), sehingga tinggi tiap daerah menjadi konstan.
11
Q
V0
Ap
Laju linier (V) menggambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi dari
laju alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus aliran.
Q
V
2rH
H V0 t (13)
Laju pengendapan
Profil tinggi interface dari waktu ke waktu pada sedimentasi secara batch
Data yang diperoleh dari percobaan sedimentasi batch (Z vs t), digunakan untuk
design sedimentasi kontinu.
Laju pengendapan partikel padat dalam zat cair dapat dibagi beberapa faktor
antara lain :
12
Partikel yang memilki ukuran yang besar dan kasar dapat dengan
mudah dipisahkan dalam waktu yang singkat sehingga terjadi
pengendapannya besar. Dibandingkan padatan halus realtif lebih lama
untuk mengendap karena padatan halus diusahakan menggumpal
menjadi partikel yang lebih besar agar cepat mengendap.
c. Viskositas air
Laju pengendapan sangat dipengaruhi oleh viskositas dimana
viskositas sangat berkaitan erat denga suhu yang ada. Bila temperatur
tinggi maka viskositas menurun sehingga bentuk dan ukuran semakin
kecil sehingga laju pengendapan cepat.
Sebagai fungsi waktu maka laju pengendapan juga merupakan fungsi dari
konsentrasi :
Dari grafik tersebut dapat diketahui jika konsentrasi padatan menurun maka
kecepatan pengendapan naik.
13
Dalam thickener yang beroperasi kontinyu, slurry akan menyebar secara
radial, dimana di bagian atas, solid akan mengendap ke bawah secara free settling.
Di bawahnya, terdapat daerah transisi dengan konsentrasi solid yang semakin
meningkat sampai pada daerah kompresi dan akhirnya slurry dikeluarkan melewati
underflow. Pada daerah ini, kecepatan pengendapan akan sangat melambat,
ditunjukkan melalui kompresi solid dan pendorongan air ke atas melewati solid.
Oleh karena itu, kondisi hindered settling yang terbesar terjadi pada daerah
kompresi ini.
Model yang dikembangkan untuk design sedimentasi kontinu dari data
percobaan batch.
Kajian pada salah satu lapisan dengan konsentrasi c pada percobaan secara batch.
(v + dv + vL) (c – dc)
vL
cL(v + vL)
Keterangan :
V = laju pengendapan partikel pada lapisan tersebut relatif terhadap dinding
kolom.
VL = laju pergerakan lapisan ke atas relatif terhadap dinding kolom
V + VL = laju pengendapan partikel dalam lapisan tersebut relatif terhadap
lapisan.
Vc + dc = konsentrasi satu lapisan di atasnya
V + dV = laju pengendapan partikel pada lapisan di atasnya relatif terhadap
kolom
V + dV+VL = laju pengendapan partikel pada lapisan di atasnya, relatif terhadap
lapisan
14
Gambar 1.6 di atas menunjukkan perubahan konsentrasi dalam suatu lapisan.
Padatan akan mengendap dengan konsentrasi (c – dc) terhadap kecepatan (v + dv)
dan terhadap kolom dan lapisan (v + dv + vL). Jika lapisan dianggap mempunyai
konsentrasi konstan. Neraca massa pada lapisan dengan konsentrasi C (dimana
lapisan ini bergerak ke arah atas terhadap dinding kolom), maka persamaan neraca
massa padatannya akan ditulis
Laju massa masuk lapisan = laju massa keluar lapisan
(c-dc) S θ (v+dv+vL) = c S θ (v+vL)
dimana S adalah luas penampang yang dilewati aliran. Dari persamaan di atas maka
akan didapat penyelesaian untuk nilai vL :
dv
vL c v
dc
Karena konsentrasi c konstan pada lapisan ini, maka f (c) dan f’(c) juga
konstan, dan vL juga selalu konstan. Karena konstan, maka vL digunakan untuk
menentukan konsentrasi solid.
15
maka solid yang melewati lapisan ini adalah cL S L (v+vL). Harga ini sebanding
dengan jumlah padatan yang ada dari konsentrasi mula-mula sampai timbulnya
daerah jernih yang bertambah luas, sehingga persamaan neraca massa padatannya
menjadi :
cL S θL (v+vL) = c0 z0 S (14)
zL
vL (15)
L
(16)
Dari data percobaan maka dapat dibuat plot antara tinggi bidang batas / interfase
sebagai fungsi dari waktu, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
16
zi z L
vL Atau zi zL LvL (17)
L
cL . zi = co . zo (18)
Dari persamaan diatas maka dapat disimpulkan bahwa zi adalah tinggi bidang
batas atau interface yang akan tercapai bila semua padatan berada pada konsentrasi
seragam CL. Pada kenyataan nyata, CL adalah konsentrasi minimum pada lapisan
interface.
F FB FU
LU .c (19)
F c.v
A
Keterangan :
17
Solid flux
FL
FB
CL
Konsentrasi padatan
Lu
FU = CLLu/A
/
A
Gambar 1.8 Fluks padatan minimum thickener
Dari gambar di atas fluks padatan FL pada konsentrasi CL adalah fluks padatan
yang minimum di antara fluks padatan pada semua konsentrasi padatan. FL disebut
kapasitas fluks batas, dan luasan harus dirancang sedemikian sehinggga fluks yang
melewati luasan tersebut tidak melebihi FL. Karena alasan tersebut maka luasan
thickener dihitung berdasarkan FL:
L0 .c 0
A (20)
FL
Keterangan :
FL = flux minimum
Dari perhitungan di atas maka luasan yang dipakai dalam thickener harus
lebih besar dari hasil perhitungan di atas. Jika tidak, maka thickener tidak bisa
melewatkan partikel dengan fluks pengendapan yang cukup sehingga cairan
overflow yang didapat tidak bisa jernih.
Silinder batch sekali lagi merupakan dasar dari prosedur. Saat diawal
percobaan, padatan tersebar merata di seluruh silinder pada konsentrasi c0. Massa
total pada padatan adalah c0Az0, dimana:
18
A adalah luas penampang pada silinder
zo adalah tinggi awal pada interface, yang mana dalam kasus ini
merupakan kedalaman cairan
Dan θc adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi kritis c2.
Secara fisik, konsentrasi ini tercapai pada saat kecepatan pengendapan menurun
secara cepat. Massa padatan pada silinder adalah konstan. Material balance yang
dihasilkan oleh padatan
c0 Az 0 cc Az c cu Azu (21)
Atau c 0 z 0 c c z c cu z u
V A( z c z u )
dan waktu yang dibutuhkan untuk melepas volume dari air yaitu (θu-θc ). Sehingga,
volumetric flow adalah:
V A( z c z u )
L \
( u c ) ( u c )
A( z c z u )
( u c ) (22)
L
Pada pengaturan kecepatan di θc ialah diperoleh dari slope kurva pada θc , atau
z1 z c
vc
c
19
Dapat dilihat pada gambar di bawah ini
z0 Corresponds to 𝑐𝑐
z1 Angle bisector line
Tinggi
zc
interface,
z
zu
θc θu
Waktu, θ
20
c0 z 0 A
tingkat massa rata-rata adalah . Untuk operasi pada kontinyu, tingkat
u
dimana lapisan konsentrasi cu terbentuk harus sama dengan saat padatan memasuki
unit.
c0 z 0 L0 0
L0 c 0 atau A (21)
c z0
Koagulasi – flokulasi
Setelah terbentuk inti flok, diikuti proses flokulasi, yaitu penggabungan inti
flok menjadi flok berukuran lebih besar yang memungkinkan partikel dapat
mengendap. Penggabungan flok kecil menjadi flok besarterjadi karena adanya
tumbukan antar flok. Tumbukan ini terjadi akibat adanya pengadukan lambat. Pada
bak pengaduk cepat, dibubuhkan koagulan, sedangkan pada bak pengaduk lambat
terjadi pembentukan flok yang berukuran besar hingga mudah diendapkan pada bak
sedimentasi.
I.4 HIPOTESA
1. Semakin besar ukuran partikel, konsentasi dan berat jenis partikel maka
laju pengendapan semakin besar.
2. Data percobaan antar tinggi interface vs waktu dapat digunakan untuk
design sedimentasi kontinyu.
21
BAB II
PERCOBAAN
22
II.5. Gambar Alat
23
36 3,6 3,6 3,9 3,9
38 3,5 3,6 3,9
40 3,5 3,9
42 3,5
24