b. Jelaskan pola kematian di Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin!
Jawab:
Dengan berbagai perbaikan di bidang kesehatan masyarakat yang telah dilakukan oleh
pemerintah maupun oleh pihak swasta, demikian pula perbaikan di bidang kondisi social
ekonomi masyarakat, menghasilkan sebuah kondisi pola atau tren mortalitas yang telah terus
menerus mengalami penurunan, baik pada tingkat kematian bayi, tingkat kematian kasar,
maupun tingkat kematian anak balita dsbnya. Data di seluruh provinsi di Indonesia
menunjukkan pola mortalitas atau perkembangan mortalitas yang sama, artinya terus
mengalami penurunan, meskipun besaran penurunan akan berbeda antara satu provinsi dengan
provinsi lainnya, namun dengan pola secara umum yang sama.
Jika diperhatikan pola kematian pola kematian menurut umur yang disebut sebagai
ASDR (Age Specific Death Rate) yang menunjukkan kematian menurut kelompok umur
penduduk yang biasanya diukur dari jumlah kematian per 1000 penduduk di masing-masing
kelompok umur. Sebuah contoh pola ASDR disampaikan dalam Tabel 7.1. Data pola ASDR
dalam table 7.1 menunjukkan bahwa awal kelompok umur yaitu 0-4 tahun (bayi dan balita)
memiliki tingkat kematian yang tinggi yang kemudian terus mengalami penurunan sampai
kelompok umur 15-19 tahun mengalami tingkat kematian yang paling rendah. Kematian 0-4
tahun yang didalamnya terdapat tingkat kematian bayi seringkali dijadikan ukuran untuk
melihat kondisi social ekonomi masyarakat
Data dalam Tabel 7.1 menunjukkan pola ASDR seperti U dimana pada kelompok umur 0-4 tahun
tingkat kematiannya tinggi atau sangat tinggi, setelah itu mengalami penurunan sampai umur 15-19 tahun dan
setelah umur itu tingkat kematian terus mengalami kenaikan sampai paling tinggi umur 80+ sebanyak 200,01
yang berarti dari 1000 penduduk yang berumur 80+ sekitar 200 orang meninggal pada kelompok umur tersebut.
Umur 15-19 tahun adalah kelompok umur, umur dimana tingkat kematian berada pada posisi yang paling
rendah. Tingkat kematian pada kelompok umur 0-4 tahun merupakan tingkat kematian yang digunakan untuk
melihat kondisi social ekonomi penduduk dimana tingkat kematian bayi berada. Dengan kata lain tingkat
kematian bayi di sebuah keluarga akan sangat ditentukan oleh kondisi social ekonomi orang tuanya. Jika kondisi
ekonomi dan social dan ekonomi orang tua bagus, maka ada kecenderungan tingkat bayi akan rendah, demikian
sebaliknya. Dengan demikian di negara-negara sedang berkembang program-program seperti peningkatan
pendapatan penduduk merupakan program yang secara tidak langsung menurunkan tingkat kematian bayi
melalui peningkatan kondisi ekonomi penduduk.
c. Jelaskan beberapa ukuran kematian dan berikan contoh perhitungannya! Beserta arti angka
yang diperoleh!
Jawab:
Pengukuran Mortalitas
Ada beberapa cara mengukur data kematian penduduk, diantaranya ada tiga yang
akan diulas disini yaitu: tingkat kematian kasar (Crude Death Rate/CDR), tingkat
kematian menurut umur (Age Specific Death Rate/ASDR), dan tingkat kematian bayi
(Infant Death Rate/IDR atau dapat dikatakan juga Infant Mortality Rate/IMR).
𝐷
Tingkat Kematian Dasar (CDR) = 𝑃 x k
𝑚
Ket:
Sebagai contoh, diketahui jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan tahun 1975
sebesar 136.000.000 jiwa. Jumlah kematian sepanjang tahun sebesar 2.298.400 jiwa.
Besarnya tingkat kematian kasar dapat dihitung sebagai berikut :
2.298.400
Tingkat Kematian Dasar (CDR) = 136.000.000x 1.000 = 16,9
Angka ini berarti bahwa pada periode tahun tertentu (di mana tahun 1975 terletak)
setiap tahun, setiap 1000 penduduk, terdapat 16,9
Tingkat Kematian Menurut Umur dan Jenis Kelamin (Age Specific Death Rate/ASDR)
Angka kematian khusus atau menurut umur dan jenis kelamin adalah angka yang
menunjukkan banyaknya kematian dari 1.000 penduduk usia tertentu dalam waktu
setahun. Penduduk usia tertentu yang dimaksud adalah penduduk usia balita dan penduduk
usia lanjut, serta penduduk kelompok usia tertentu yang mempunyai risiko kematian
tinggi.
Cara menghitung angka kematian menurut umur dan jenis kelamin atau Age Specific
Death Rate (ASDR) adalah antara lain sebagai berikut:
𝐷
Tingkat Kematian Kelompok Umur i (𝐴𝑆𝐷𝑅𝑖 ) = 𝑃𝑚𝑖 x k
𝑖
Ket:
𝐷𝑖 = Jumlah kematian pada kelompok umur i
𝑃𝑚𝑖 = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun pada kelompok umur i
k = Bilangan konstan yang biasanya bernilai 1000
Sebagai contoh, dalam suatu daerah terdapat penduduk berusia antara 50-55 tahun
sebanyak 1.000.000 jiwa pada golongan tersebut. Setiap tahun terjadi kematian 10.000
jiwa. ASDR dapat dihitung sebagai berikut:
10.000
𝐴𝑆𝐷𝑅50−55 = 1.000.000x 1.000 = 10
Jadi, jumlah kematian penduduk pada periode tertentu di daerah tersebut yang berusia antara 50-55
tahun adalah sebesar 10 jiwa.
Tingkat kematian bayi adalah angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi
berumur kurang dari 1 tahun 1.000 kelahiran setiap tahunnya. Cara menghitung tingkat
kematian bayi atau Infant Death Rate atau Infant Mortality Rate (IDR/IMR) adalah antara
lain sebagai berikut:
𝐷
Tingkat Kematian Bayu (IMR) = 𝐵𝑜x k
Ket:
𝐷0 = Jumlah kematian bayi pada tahun tertentu
𝐵 = Jumlah bayi lahir hidup pada tahun tertentu
k = Bilangan konstan yang biasanya bernilai 1000
Sebagai contoh, misalnya jumlah bayi lahir yang hidup adalah 5.000 jiwa per tahun,
dan bayi tersebut yang meninggal 450 jiwa per tahun. Berikut perhitungan IDR/IMR.
450
IMR = 5.000x 1.000 = 90
Jadi, jumlah kematian bayi pada tahun tertentu adalah sebesar 90 jiwa.
d. Jelaskan kebijakan dalam upaya menekan angka kematian bayi dan kematian Ibu melahirkan di
Indonesia!
Jawab:
Pemerintah perlu melakukan pendekatan yang lebih mendalam untuk mengetahui latar belakang
penyebab kematian ibu dan bayi di suatu daerah. Pendekatan kebudayaan seharusnya dipilih
pemerintah untuk tidak menyeragamkan bentuk program dalam upaya mencegah kematian ibu
dan bayi. Beberapa rekomendasi yang perlu dicatat adalah sebagai berikut :
Pemahaman mengenai budaya masyarakat di lingkungan wilayah puskesmas sangat diperlukan oleh
tenaga kesehatan.
Pembekalan perspektif antropologi bagi tenaga kesehatan disemua tingkatan menjadi modal utama
dalam menjalankan fungsi pelayanan yang sesuai dengan konteks budaya masyarakat, sehingga
mampu mengindentifikasi faktor nilai dan budaya yang berpotensi menurunkan risiko kematian
ibu dan bayi.
Mengembalikan fungsi dasar Puskesmas sebagai unit pelayanan yang berbasis kewilayahan. Bukan
pelayanan berdasarkan kasus-kasus penyakit. Basis kewilayahan bukan hanya teritori secara
geografis, namun juga teritori secara sosial budaya. Teritori sosial budaya bukan dibatasi secara
fisik lokasi daerah administratif, namun dibatasi oleh batas batas adat dan kekerabatan.
Intervensi program kesehatan harus berbasis kultur dan struktur masyarakat sehingga terjadi
penerimaan sosial untuk mendorong partisipasi kolektif masyarakat.
Pemerintahan Desa harus memiliki data kebudayaan yang masih berlaku di masyarakat. Khusus
mengenai kesehatan ibu dan bayi perlu dicatat data yang mengenai :
sistem kekerabatan terutama mengenai siapa yang berwenang pengambil keputusan penting di
dalam keluarga luas,
sistem matapencaharian yang dilengkapi dengan sumber pangan yang biasa dikonsumsi oleh
penduduk Desa khususnya oleh remaja perempuan, ibu, dan bayi beserta pola makannya.
Pemerintah Desa perlu membentuk sistem SIAGA (Siap – Antar – Jaga) di level RT/Dusun yang terdiri
dari :
Pendataan golongan darah penduduk dewasa yang sehat untuk mempersiapkan pendonor jika
dibutuhkan
Dana untuk membiayai kebutuhan rujukan, menjaga pasien selama perawatan, dan biaya lainnya
yang tidak dicover oleh pemerintah.
Contoh keberhasilan menerapkan empat sistem SIAGA di Kota Cirebon mampu menurunkan
kematian ibu melahirkan dan bayi secara bermakna.
Pemerintah Desa perlu memiliki postur data kependudukan saat ini dan prediksi dinamika penduduk
lima tahunan terutama kelompok usia produktif.
Apabila dua aspek dalam sector kesehatan saling bersinergi yaitu aspek demand dan aspek supply,
dimana satu dengan lainnya saling mengerti dan memahami peran dan tanggungjawabnya, maka
niscaya kesehatan ibu dan bayi akan meningkat dan akhirnya berdampak kepada peningkatan
derajat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Rekomendasi khusus kepada pemerintah pusat adalah sebagai berikut : dalam membuat
kebijakan perlu menggunakan prinsip : memperkuat faktor yang menurunkan risiko kematian dan
mengeliminasi faktor yang meningkatkan risiko kematian pada ibu dan bayi dengan
mempertimbangkan nilai budaya setempat.
SOAL 2
Pt = Po + (L -M)
% = (L - M) / Po x 100%
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
L = jumlah kelahiran
M = jumlah kematian
% = persentase pertumbuhan penduduk alami
Contoh:
Jumlah penduduk Kecamatan A pada 2004 adalah 25.000 jiwa. Selama 2004 - 2005 terjadi
kelahiran sebanyak 1.200 bayi, sedangkan penduduk yang meninggal dunia adalah 650 jiwa.
Hitung berapa jumlah penduduk Kecamatan A 2005 dan berapa persentase pertumbuhan
penduduk alaminya?
Diketahui:
Po = 25.000
L = 1.200
M = 650
Ditanyakan:
Jumlah penduduk Kecamatan A 2005 dan persentase
pertumbuhan penduduk alami?
Jawab:
Pt = Po + (L - M)
Pt = 25.000 + (1.200–650)
Pt = 25.000 + 550
Pt = 25.550 jiwa
Jadi, pertumbuhan penduduk alami selama periode 2004–2005 adalah 550 jiwa sehingga
jumlah penduduk Kecamatan A 2005 menjadi 25.550 jiwa. Adapun persentase pertumbuhan
penduduk adalah 2,2 %.
Pt = Po + (L - M) + (I - E)
Keterangan:
Pt = jumlah penduduk tahun akhir perhitungan
Po = jumlah penduduk tahun awal perhitungan
L = jumlah kelahiran
M = jumlah kematian
I = jumlah imigrasi (penduduk yang masuk ke suatu wilayah)
E = jumlah emigrasi (penduduk yang keluar atau meninggal - kan suatu wilayah)
% = persentase pertumbuhan penduduk total.
Contoh:
Jumlah penduduk Kecamatan B pada 2005 adalah 30.000 jiwa. Selama 2005–2006 terjadi
kelahiran sebanyak 1.500 bayi, sedangkan penduduk yang meninggal dunia adalah 700 jiwa.
Penduduk yang datang dan menetap di daerah tersebut berjumlah 50 jiwa, sedangkan yang
pindah ke daerah lain adalah 25 jiwa. Hitung jumlah penduduk Kecamatan B 2006 dan
berapa persentase pertumbuhan penduduk totalnya.
Diketahui:
Po = 30.000
L = 1.500 I = 50
M = 700 E = 25
Ditanyakan:
Jumlah penduduk Kecamatan B 2006 dan persentase pertumbuhan penduduk total?
Jawab:
Pt = Po + (L - M) + (I - E)
Pt = 30.000 + (1.500 - 700) + (50 - 25)
Pt = 30.000 + 800 + 25
Pt = 30.000 + 825
Pt = 30.825 jiwa
Pertumbuhan penduduk yang ideal dalam suatu wilayah adalah berada pada kisaran 0,5%.
Maka dari itu, diperlukan kebijakan yang mengatur akan laju pertumbuhan penduduk agar selalu
dalam batas (kisaran) 0.5% dalam setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang ideal
mencerminkan laju kelahiran dan kematian serta arus migrasi penduduk yang ideal dalam suatu
wilayah dalam satu periode tertentu.
SOAL 3
1. Kohor hanya berkurang secara berangsur karena kematian dan tidak ada migrasi (closed
cohort).
2. Orang meninggal menurut pola tertentu pada berbagai tingkat umur.
3. Kohor berasal dari suatu radix (jumlah hipotesis) tertentu.
4. Jumlah kematian selama setahun diasumsikan pada interval umur, menyebar
secaramerata (kecuali pada beberapa tahun pertama) khususnya dalam satu tahun.
Bentuk Tabel Kematian
• Tabel kematian lengkap (complete life table): tabel kematian yg dibuat lengkap,
terperinci menurut umur satu tahunan
• Tabel kematian singkat (abridged life table): tabel kematian yang meliputi seluruh
umur tetapi tidak terperinci tahunan, tapi menurut kelas interval (5 tahunan, 10
tahunan).
d. Jelaskan perbedaan antara Tabel kematian lengkap dan Tabel Kematian sederhana!
Jawab:
Tabel Kematian terdiri dari tujuh kolom, enam diantaranya menyajikan fungsi tabel
kematian. Ketujuh kolom tersebut adalah sebagai berikut:
x qx lx dx Lx Tx E0x
Tabel kematian untuk laki-laki berbeda dengan tabel kematian untuk perempuan, hal ini
disebabkan karena angka harapan hidup laki-laki lebih rendah dibandingkan dengan
perempuan. Tabel kematian ini mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
perkembangan tingkat kematian penduduk.
Tabel kematian sederhana merupakan bentuk Tabel Kematian yang lebih pendek tetapi
ketepatannya hampir sama dengan Tabel Kematian lengkap. Tabel kematian ini pada
umumnya dihitung atas dasar kelompok umur limat tahunan. Di dalam suatu populasi yang
kurang baik distribusiii umurnya, perhitungan dengan Tabel Kematian singkat lebih cepat.
Beberapa notasi dalam kolom Tabel Kematian Singkat ditulis dengan subskrip sebagai berikut:
nWx
dimana n adalah besarnya jenjang (interval) dan x menyatakan tepat umur x dan digunakan
sebagai permulaan interval. Sebagai contoh ndx ialah jumlah kematian di antara umur tepat x
dan umur tepat x+n.
Untuk lx, Tx , dan eox tidak mempunyai subskrip seperti pada nqx ,ndx, npx dan nLx, karena mereka
berhubungan dengan populasi pada umur tepat x. seringkali untuk kolom L digunakan notasi-
notasi lain seperti L5-9 untuk 5L5 atau L10-14 untuk 5L10.
Lo = 100.0000
nPx = 1 – nqx
ndx = nqx . lx
lx+n = lx – ndx
Lo = 0,3 lo + 0,7 l1
Cara Perhitungannya :
Soal 4
b. Jelaskan factor penentu mobilitas penduduk menurut Mantra, Lee, dan Mitchel
Everett S. Lee
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan migrasi. Menurut
Everett S. Lee, (1966: 49-52) ada empat faktor yang perlu diperhatikan di daerah asal:
1. Faktor di daerah asal yaitu faktor yang mendorong (push factor) seseorang untuk
meninggalkan daerah di mana ia berada.
2. Faktor di daerah tujuan yaitu faktor yang ada di suatu daerah lain yang akan menarik
(menjadi daya tarik) seseorang untuk pindah ke daerah tersebut (pull factor).
3. Faktor antara yaitu faktor yang dapat menjadi penghambat (intervening obstacles) bagi
terjadinya migrasi antara dua daerah.
4. Faktor personal atau pribadi yang mendasari terjadinya migrasi tersebut.
Perpindahan atau migrasi akan terjadi jika ada faktor pendorong (push) dari tempat asal dan
faktor penarik (pull) dari tempat tujuan. Tempat asal akan menjadi faktor pendorong jika di
tempat tersebut lebih banyak terdapat faktor negatif (kemiskinan atau pengangguran)
dibandingkan dengan faktor positif (pendapatan yang besar atau pendidikan yang baik)
Dari gambar 2 diketahui bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi arus migrasi
di suatu daerah. Pertama, faktor positif yakni faktor-faktor yang dapat menarik orang luar
daerah itu untuk tetap tinggal di daerah itu atau menahan orang untuk tetap tinggal di daerah
itu, misalnya tingkat upah yang lebih baik, banyaknya kesempatan kerja, tersedianya fasilitas
sosial dan lain sebagainya. Kedua, faktor negatif yakni faktor-faktor yang kurang
menyenangkan sehingga memicu seseorang untuk meninggalkan daerah itu bermigrasi atau
berpindah ke daerah lain misalnya tidak adanya peluang usaha, kurangnya kesempatan kerja,
tingkat upah relatif rendah, biaya hidup tinggi, dan lain sebagainya. Faktor yang terakhir adalah
faktor netral yakni faktor-faktor yang tidak menjadi persoalan dalam proses migrasi atau
perpindahan penduduk yang ditunjukkan oleh simbol 0. Selain ketiga faktor di atas ada faktor
lain yang patut untuk dipertimbangkan dalam arus migrasi yaitu faktor penghalang (intervening
obstacles). Dalam studi faktor ini biasanya terkait dengan mengenai jarak perpindahan. Bagi
sebagian orang jarak dianggap sebagai faktor penghalang karena dapat diasumsikan dalam
bentuk ekonomi, yaitu berupa biaya yang dikeluarkan selama melakukan perjalanan atau
dengan kata lain dengan menggunakan ongkos transportasi yang seringkali menjadi
penghalang seseorang untuk pindah ke daerah lain. Ketika jarak di antara dua area bertambah
besar atau ketika transportasi menjadi lebih sulit, migrasi cenderung untuk menurun.
Prof. Ida Bagoes Mantra, Ph.D
Mantra (2003:184) menyatakan bahwa ada beberapa kekuatan (forces) yang
menyebabkan orang terikat pada daerah asal dan ada juga kekuatan yang mendorong
orang meninggalkan daerah asal. Kekuatan yang mengikat orang untuk tinggal di
daerah asal disebut dengan kekuatan sentripetal (centripetal force), misalnya menunggu
orang tua yang lanjut, daerah asal merupakan tanah kelahiran, kegotongroyongan yang
baik, dan sebagainya. Sebaliknya kekuatan yang mendorong seseorang untuk
meninggalkan daearh asal disebut dengan kekuatan sentrifugal (centifugal force),
misalnya terbatasnya lapangan kerja, terbatasnya fasilitas pendidikan. Apakah
seseorang akan tetap tinggal di daerah asal atau pergi dari daerah asal bergantung pada
keseimbangan antara dua kekuatan tersebut. Bagaimanapun juga, jarak tetap
merupakan faktor penting dalam penentuan arah, setidak-tidaknya dalam penentuan
bentuk mobilitas penduduk (Mantra, 2003:186). Penduduk melakukan mobilitas karena
pendapatan yang diperoleh di 20 daerah tujuan lebih tinggi daripada pendapatan yang
diperoleh di daerah asal. Tekanan ekonomi dan meningkatnya kebutuhan di daerah asal
akan menjadi pendorong penduduk untuk mencari pekerjaan di tempat lain yang
menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang diperoleh di
daerah asal.
Mitchell
Mitchell (1961) seseorang ahli Sosiologi dari Inggris menyatakan bahwa ada beberapa
kekuatan (forces) yang menyebabkan orang-orang terikat pada daerah asal, dan ada
juga kekuatan yang mendorong orang-orang untuk meninggalkan daerah asal.
Kekuatan yang mengikat orang-orang untuk tinggal di derah asal disebut dengan
kekuatan sentripetal (centripetal forces) dan sebaliknya kekuatan yang mendorong
sesorang untuk meniggalkan daerah asal disebut dengan kekuatan Sentrifugal
(centrifugal forces).
c. Jelaskan dampak mobilitas penduduk bagi daerah asal dan daerah tujuan
1) Dampak positif
a) Jumlah tenaga kerja meningkat.Terjadi percampuran budaya antara penduduk pribumi
dan pendatang yang pada akhirnya dapat membentuk budaya baru.
2) Dampak negatif, yaitu:
a) Terjadi peningkatan kepadatan penduduk.
b) Kepadatan lalu lintas meningkat.
c) Munculnya permukiman kumuh dan pedagang kaki lima.
d) Berkurangnya lapangan pekerjaan.
2) Dampak negatif
a) Kehilangan tenaga kerja yang produktif.
b) Kesulitan mencari tenaga kerja bidang pertanian.
c) Lahan pertanian tidak terurus.
d) Pengaruh buruk sifat penduduk kota akan menular kepedesaan, misalnya egois,
individualistis, materialistis, dsb
Jawaban :
Soal 5
Istilah Tenaga Kerja tidaklah identik dengan Angkatan Kerja. Yang dimaksud dengan Tenaga
Kerja (Man Power) ialah besarnya bagian dari penduduk yang dapat diikutsertakan dalam
proses ekonomi (Tan Goan Tiang, 1965). Pada awalnya banyak indikator yang digunakan
untuk mengukur keterlibatan dalam kegiatan ekonomi, utamanya ekonomi upah. Artinya
kegiatan tersebut harus menghasilkan barang dan atau jasa yang berguna bagi masyarakat.
Perdebatan muncul karena definisi upah sebab di negara sedang berkembang persentase
pekerja yang tidak dibayar masih cukup tinggi. Oleh ILO akhirnya diputuskan bahwa seseorang
dapat maupun belum dapat dilibatkan dalam kegiatan ekonomi didasarkan pada umur. Dan
batasan umur ini diserahkan kepada setiap negara dalam hubungannya dengan pembangunan
ekonomi. Di beberapa negara misalnya: Amerika Serikat, Jerman Barat, dan negara-negara
Eropa yang lain, bagian penduduk yang termasuk usia kerja ialah kelompok umur (15-64)
tahun. Di Indonesia, Biro Pusat Statistik mengambil penduduk umur 10 tahun ke atas sebagai
kelompok penduduk usia kerja. Akan tetapi sejak 1998 mulai menggunakan usia 15 tahun ke
atas, atau lebih tua batas usia kerja pada periode sebelumnya. Biasanya batasan umur yang
digunakan berbeda-beda untuk tiap negara, tetapi yang sering dijadikan pertimbangan adalah
tingkat perekonomian dan situasi tenaga kerja. Semakin maju perekonomian di suatu daerah
atau negara batas umur yang ditentukan untuk usia kerja minimum semakin tinggi.
b. Sebutkan dan jelaskan dengan contoh beberapa ukuran ketenagakerjaan di Indonesia
Diketahui jumlah angkatan kerja 80.000.000 jiwa sedangkan jumlah penduduk usia kerja
(umur 10 tahun ke atas) adalah 160.000.000 jiwa. Maka :
Dengan demikian Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja sebesar 50 persen dimana dapat
menunjukkan 50 persen penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi.
1. Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau
pencari kerja baru
2. Mereka yang pernah bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha
mendapatkan pekerjaan atau pencari kerja lama
3. Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau pencari
kerja lama
Angkatan kerja
Contoh :
misal jumlah penduduk yang mencari kerja 3.000.000 jiwa, sedangkan jumlah angkatan
kerja 90.000.000 jiwa.
90.000.000
Dengan demikian maka tingkat pengangguran terbuka 3,33 persen, artinya dari 100
angkatan kerja secara rata-rata terdapat 3 sampai 4 orang yang sedang mencari pekerjaan.
Setengah Menganggur
Parameter TPAK dan PT seringkali harus digunakan secara hati-hati untuk negara sedang
berkembang. Ini disebabkan karena banyaknya yang termasuk ke dalam kelompok
angkatan kerja (bekerja+ sedang mencari pekerjaan tetapi dengan referensi waktu/jumlah
jam kerja relatif rendah seperti 1 (satu) jam seminggu). Sebagai akibatnya TPAK akan
cenderung tinggi angkanya dan sebaliknya. Tingkat pengangguran menjadi relatif rendah.
Sejalan dengan hal ini maka parameter setengah pengangguran penting untuk digunakan
untuk menanggulangi masalah tersebut. Beberapa ukuran setengah pengangguran adalah
sebagai berikut. Tingkat atau Angka Setengah Pengangguran biasanya dinyatakan dalam
persen per tahun.
Contoh :
Angka Pengangguran Pendekatan Baru ini dianggap lebih realistis dari pada angka 4,2
persen. Data Sakemas 2000 mengungkapkan bahwa TPT sekitar 6,1 persen sedangkan
TSPT mencapai 9,4 persen. Dengan demikian Tingkat Pengangguran Pendekatan Baru
memberikan angka sekitar 15,5 persen. Suroto (1996) mengukur Tingkat Pengangguran
dengan Metode Ekivalen jumlah jam kerja normal 40 jam seminggu. Dengan
menggunakan data SP1990 didapatkan ngkat Pengangguran Ekivalen sekitar 13,6 persen.
Angka ini hampir mirip dengan ngkat Pengangguran Pendekatan Baru, namun sangat
berbeda sekali dengan Tingkat Pengangguran Terbuka yang selama ini selalu
diperdebatkan karena angkanya terlalu rendah.
Jawaban :
Sebagai contoh : Tenaga kerja medis yang setiap tahun bertambah , namun jumlah rumah sakit,
klinik kesehatan yang hampir tidak mengalami penambahan.
Solusi.:
Solusi dari permasalahan ini adalah dengan menanamkan minat berwirausaha. Baik dalam
skala kecil atau skala menengah ke atas. Dengan berwirausaha,ketergantungan akan adanya
lapangan pekerjaan akan berkurang, dan akan membantu menyediakan lapangan pekerjaan
kepada mereka yang masih belum mendapatkan pekerjaan
Tidak dipungkiri kualitas tenaga kerja di Indonesia masih belum maksimal. Tentusaja tidak
berarti semua tenaga kerja Indonesia masih buruk. Banyak yang sudah memenuhi kriteria,atau
bahkan melebihi kriteria tenaga kerja profesional. Akan tetapi jauh lebih banyak mereka yang
belum memiliki kemampuan maksimal. Tentusaja hal itu bukan 100% kesalahan dari tenaga
kerja yang ada di Indonesia, kesalahan system dalam perekrutan juga menjadi salah satu
penyebabnya. Masih banyak peruahaan/per orangan yang mencari tenaga kerja berpedoman
dengan persyaratan tingkat pendidikan dan juga nilai akademis. Dan hal itu pula yang menjadi
( salah satu ) penyebab timbulnya ketidak jujuran para tenaga kerja dalam memenuhi
persyaratan yang diberikan perusahaan tersebut ( menyangkut tingkat pendidikan dan nilai
akademis). Entah dengan cara memalksukan ijazah,atau menempuh pendidikan tingkat lanjut
( perkuliahan ) dengan memilih jalan pintas.
Solusi :
Dan solusi dari permasalahan ini adalah dengan merubah system perekrutan tenaga kerja. Salah
satunya adalah dengan menambahkan test/ujian praktek. Sehingga siapa siapa saja yang
diterima untuk menjadi pekerja profesional adalah mereka mereka yang benar benar bisa
menjalankan tugasnya dengan baik.
Sampai saat ini masih banyak orang yang berpendapat kalau bekerja di kota besar yang
memiliki UMR tinggi adalah jalan untuk memperoleh income yang tinggi. Karena itu,begitu
banyak anak daerah yang berbondong bondong untuk mengadu nasib mencari pekerjaan di
kota besar. Sementara jumlah kebutuhan tenaga kerja di kota tersebut tidak sebanyak tenaga
kerja yang datang. Selain itu,hal ini mengakibatkan pertumbuhan perekonomian daerah
menjadi semakin lambat. Karena tenaga kerja profesional yang dimiliki tiap daerah berlomba
lomba untuk “ hijrah “ ke kota besar.
Solusi :
Solusi untuk permasalan ini adalah dengan menanamkan rasa cinta kepada daerah masing
masing. Dengan memajukan daerah masing masing,tidak mustahil akan ada investor
berdatangan untuk mau membuka lapangan pekerjaan di tiap daerah. Dengan demikian jumlah
permintaan tenaga kerja di Indonesia akan semakin besar
d. Berikan pendapat saudara terkait dengan kontrak kerja dan outsourching dalam
rekrutmen tenaga kerja
Jawaban :
Soal 6
Pemerintah tertarik pada population projection terutama untuk keperluan pajak atau keperluan
mengetahui besarnya kekuatan negaranya. Pada dekada akhir-akhir ini, pemerintah
memerlukan proyeksi penduduk sehubungan dengan tanggung jawabnya untuk memperbaiki
kondisi sosiol ekonomi dari rakyatnya melalui pembangunan yang terencana. Mengingat
semua rencana-rencana pembangunan, baik ekonomi maupun sosial, menyangkut
pertimbangan tentang jumlah serta karekteristik dari pada penduduk dimasa mendatang,
proyeksi mengenai jumlah serta struktur penduduk dianggap sebagai persyaratan minimum
untuk proses perencanaan pembangunan, sebagai berikut:
a. Di bidang pangan: menentukan kebutuhan akan bahan pangan sesuai dengan gizi serta
susunan penduduk menurut umur.
b. Di bidang kesehatan: menentukan jumlah medis, dokter, obat-obatan tempat tidur di
rumah sakit-rumah sakit yang diperlukan selama periode proyeksi.
c. Di bidang tenaga kerja: menentukan jumlah angkatan kerja, penyediaan lapangan kerja
yang erat hubunganya dengan proyeksi tentang kemungkinan perencanaan untuk
memperhitungkan perubahan tingkat pendidikan, skilled dan pengalaman dari tenaga kerja.
d. Di bidang pendidikan: proyeksi penduduk dipakai sebagai dasar untuk memperkirakan
jumlah penduduk usia sekolah, jumlah murid, jumlah guru gedung-gedung sekolah, pendidikan
pada masa yang akan datang.
e. Di bidang produksi barang dan jasa: Dengan proyeksi angkatan kerja dalam
hubunganya dengan data mengenai produktivitas merupakan dasar estimasi produksi barang-
barang dan jasa dimasa mendatang
Di mana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n
Po = jumlah penduduk pada tahun awal (dasar)
r = angka pertumbuhan penduduk
n = periode waktu dalam tahun
b. Metode Geometrik (Geometric rate of growth)
Perkiraan penduduk secara geometrik adalah perkiraan penduduk yang menggunakan dasar
perhitungan bunga – berbunga. Jadi pertumbuhan penduduk di mana angka pertumbuhan
adalah sama untuk setiap tahun.
Rumus:
Pn =Po (1+ r) n
Dimana
Pn = jumlah penduduk pada tahun n
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
r = angka pertumbuhan penduduk
n = jangka dalam waktu
Pn =P
Dimana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun n atau t
Po = jumlah penduduk pada tahun awal
r = angka petumbuhan penduduk
n = periode waktu dalam tahun
e = 2,7182818
Metode yang lebih tepat digunakan untuk jangka pendek dan jangka panjang adalah
c. Dalam melakukan proyeksi penduduk dalam jangka panjang, komponen mana yang
perlu diperhatikan dan bagaimana asumsinya
Jawaban :
d. Jelaskan dengan contoh bagaimana mengukur berapa lama dibutuhkan waktu (tahun)
penduduk suatu wilayah menjadi lipat dua
Jawaban :
Waktu lipat dua (Doubling time) adalah waktu yang diperlukan agar suatu penduduk menjadi
dua kali lipat.
Angka pertumbuhan yang dinyatakan dalam persentasi tidak selalu bersifat informatif; acap
kali diperlukan suatu keterangan yang lebih lengkap bilamana suatu penduduk dengan angka
pertumbuhan tertentu akan menjadi dua kali lipat.
Suatu negara/penduduk dengan angka pertumbuhan yang konstan 1 persen akan menjadi dua
kali lipat dalam waktu 70 tahun.
Jika angka pertumbuhannya 2 persen maka akan menjadi dua kali lipat dalam 35 tahun.
Cara sederhana untuk memperkirakan waktu ganda ini adalah membagi 70 dengan angka
pertumbuhan yang dinyatakan dalam persentasi.
70
33,3
2,1
Jika pada tahun 1976 tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang konstan adalah 2,1
persen, maka jumlah penduduk tersebut menjadi dua kali lipat dalam jangka waktu 33 tahun.
Waktu ganda merupakan cara sederhana yang paling baik untuk memperkirakan banyaknya
penduduk di masa datang, sebab diasumsikan bahwa angka pertumbuhan setiap tahun adalah
tetap.
Soal 7
PBB mendefinisikan kebijakan kependudukan adalah tindakan dan program yang disusun
untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial, demografi, politik dan tujuan
umum lainnya.
Pada pemerintahan orde lama yang dipimpin oleh presiden Soekarno, pemerintah Indonesia
yang pada waktu itu sibuk untuk mempertahankan kemerdekaan dan memperbaiki
perekonomian yang hancur akibat penjajahan tidak memiliki kebijakan kependudukan dengan
arah yang jelas. Kebijakan yang diambil cenderung ke arah pro natalis. Presiden Soekarno
melalui pidato-pidatonya yang kharismatik mengeluarkan aturan bahwa melarang adanya
program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia. Bahkan, aturan ini muncul di Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 534 yang berbunyi :
Dalam pasal ini dijelaskan bahwa secara implisit tindakan mencegah kehamilan atau
mengurangi tingkat kelahiran akan mendapat hukuman pidana. Tanpa diminta di sini dapat
diartikan sebagai permintaan dari pemerintah yang pada waktu itu tidak akan dapat dilakukan.
Hal ini dikarenakan instansi pemerintah dilarang untuk menjalankan program KB namun pada
tahun 1952 barulah ada praktik program KB dari pihak swasta. Asumsi yang dipakai oleh
presiden Soekarno dalam membuat kebijakan dilarangnya segala bentuk program KB adalah :
Pada saat itu Indonesia memiliki penduduk 103 juta jiwa sedangkan lahan yang ada di
Indonesia dapat menghidupi 250 juta penduduk. Hal ini membuat penduduk Indonesia
ditambah.
Pertambahan jumlah penduduk akan menimbulkan masalah adanya persebaran penduduk
yang tidak merata. Namun, menurut presiden Soekarno hal tersebut dapat diatasi dengan
transmigrasi dengan melakukan optimalisasi penggunaan lahan.
Jumlah penduduk yang besar dianggap sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi karena
dapat menambah jumlah tentara untuk melawan kolonialisme barat. Dengan kata lain,
jumlah penduduk yang besar akan menjadi aset untuk memajukan Indonesia.
Untuk menjaga kesehatan serta kualitas hidup dari ibu dan anak maka hal yang dapat
dilakukan adalah dengan menjaga jarak waktu antar setiap kelahiran.
Dari asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas dapat diketahui bahwa presiden Soekarno
dalam mengambil kebijakan melarang program KB sesuai dengan teori penduduk optimum
khususnya pandangan dari Knut Wichsell. Di sini presiden Soekarno telah dapat menentukan
jumlah penduduk optimum yang dapat ditampung di Indonesia yaitu 250 juta jiwa. Kemudian,
optimisme bahwa dengan jumlah penduduk yang sebanyak itu maka Indonesia akan untung
karena memiliki cukup sumber daya untuk membangun bangsa apalagi di masa
mempertahankan kemerdekaan. Jumlah kelahiran pun dapat diatasi dengan diaturnya jarak
waktu kelahiran guna mempertahankan jumlah penduduk optimum
tersebut. Overpopulation yang hanya berpusat pada daerah-daerah tertentu saja juga
diasumsikan tidak akan terjadi karena dilakukannya kebijakan transmigrasi. Optimisme
akan overpopulation hanya terjadi di alam statis juga berlaku karena lahan yang ada di
Indonesia dapat mencukupi kebutuhan bagi jumlah penduduk optimum tadi. Untuk asumsi
keempat dalam teori Knut Wischsell yaitu jika pertambahan penduduk diikuti dengan
penurunan pendapatan rata-rata maka tingkat penduduk optimum sudah dilampaui belum dapat
diketahui keefektivan kebijakan ini karena presiden Soekarno lengser sebelum jumlah
penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa.
Kebijakan Kependudukan mengenai Transmigrasi terletak pada tujuan diadakannya
transmigrasi pada masa sebelum kemerdekaan, transmigrasi bertujuan untuk menerapkan
kebijakan yang diterapkan pemerintahan belanda dan jepang sedangkan setelah kemerdekaan,
tujuan transmigrasi adalah mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau jawa
c. Jelaskan secara singkat kebijakan kependudukan di Indonesia terkait dengan
kebijakan kuantitas dan kualitas penduduk
Jawaban :