PENDAHULUAN
1
1.3 PEMBATASAN MASALAH
Untuk menghindari adanya pelebaran masalah pada laporan studi wisata ini
penulis hanya akan membahas tentang jenis, sistem, keunikan dan tahapan
perkawinan di Desa Penglipuran.
1.4 TUJUAN PENULISAN KARYA TULIS
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah:
1. Untuk memenuhi syarat kelulusan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah tahun
pelajaran 2017/2018.
2. Mengetahui adat perkawinan dari Desa Penglipuran.
3. Memberikan wawasan kepada para pembaca.
4. Memberikan informasi mengenai masyarakat Bali yang tetap
mempertahankan adat istiadat mereka di zaman modern.
1.5 MANFAAT KARYA TULIS
Manfaat penulisan laporan ini adalah:
1. Menambah wawasan bagi para pembacanya.
2. Lebih menghargai kebudayaan dan dapat melestarikan budaya dan kesenian
Indonesia.
3. Memberikan informasi mengenai adat perkawinan Desa Penglipuran.
4. Menambah pengetahuan penulis.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
2.3 Tanjung Benoa
4
titik fokus dari sebuah lorong besar pilar berukir batu kapur yang mencakup
lebih dari 4000 meter persegi luas ruang terbuka yaitu Lotus Pond. Pilar-
pilar batu kapur kolosal dan monumental patung Lotus Pond Garuda
membuat ruang menjadi sangat eksotis. Dengan kapasitas ruangan yang
mampu menampung hingga 7000 orang, Lotus Pond telah mendapatkan
reputasi yang baik sebagai tempat sempurna untuk mengadakan acara besar
dan internasional. Terdapat juga patung tangan Wisnu yang merupakan
bagian dari patung Dewa Wisnu. Ini merupakan salah satu langkah lebih
dekat untuk menyelesaikan patung Garuda Wisnu Kencana lengkap. Karya
ini ditempatkan sementara di daerah Tirta Agung.
5
BAB III
METODELOGI
6
BAB III METODELOGI
3.1 Lokasi dan Waktu
3.2 Sistematika Penulisan
3.2.1 Kerangka Penulisan
3.2.2 Metodelogi Pengumpulan Data
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
7
3.2.2.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan laporan ini, penulis menggunakan
teknik observasi atau kunjungan secara langsung pada objek-
objek yang akan dibahas dalam laporan ini serta mengambil
informasi dari pihak-pihak terkait untuk melengkapi laporan
ini.
3.2.2.4 Instrumen
Penulis menggunakan alat tulis untuk mencatat
informasi yang disampaikan oleh pemandu, penulis
menggunakan telepon genggam untuk mengambil gambar
dan mengabadikan objek wisata Desa Penglipuran. Penulis
juga menggunakan internet untuk mengumpulkan informasi
tentang objek wisata Desa Penglipuran untuk
menyempurnakan laporan perjalanan ini.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
4.2 Sistem Perkawinan Desa Penglipuran
4.2.1 Monogami
Desa Penglipuran menganut sistem monogami yang artinya
masyarakat Desa Penglipuran tidak diperbolehkan beristri lebih dari
satu.
4.2.2 Patrilineal
Sistem patrilineal merupakan sistem dimana garis keturunan
berdasarkan laki-laki. Beberapa penerapan sistem ini adalah seorang
wanita yang menikah harus ikut ke rumah suaminya dan warisan
berupa harta tak bergerak diberikan kepada anak laki-laki di dalam
keluarga.
4.3 Keunikan Perkawinan Desa Penglipuran
Di Desa Penglipuran terdapat suatu pantangan bagi kaum laki-laki
untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Lelaki Penglipuran
diharuskan memiliki seorang istri. Pantangan berpoligami ini diatur dalam
peraturan (awig-awig) desa adat. Dalam bab perkawinan (pawos
pawiwahan) awig-awig itu disebutkan, “Krama Desa Adat Penglipuran
tan kadadosang madue istri langkung ring asiki”. Artinya, krama Desa
Adat Penglipuran tidak diperbolehkan berpoligami. Jika ada lelaki
Penglipuran beristri yang coba-coba merasa bisa berlaku adil dan menikahi
wanita lain, maka lelaki tersebut akan dikucilkan di suatu tempat yang
diberi nama Karang Memadu. Karang artinya tempat dan Memadu artinya
berpoligami. Jadi Karang Memadu memiliki arti tempat berpoligami.
Karang Memadu merupakan sebidang lahan kosong di ujung selatan desa.
Penduduk desa si pelanggar itu akan dibuatkan sebuah gubug oleh
penduduk Desa Penglipuran yang lain sebagai tempat tinggal bersama
istrinya. Dia hanya boleh melintasi jalan-jalan tertentu di wilayah desa.
Tidak hanya itu, pernikahan orang yang berpoligami itu juga tidak akan
dilegitimasi oleh desa, upacara pernikahannya tidak dipimpin oleh Jero
Kubayan yang merupakan pemimpin tertinggi di desa dalam pelaksanaan
upacara adat dan agama. Implikasinya karena pernikahan tersebut tidak
10
sah maka orang tesebut juga tidak boleh bersembahyang di pura-pura yang
menjadi tanggung jawab desa adat. Mereka hanya boleh bersembahyang
di tempat mereka sendiri.
Masyarakat Penglipuran juga pantang untuk menikahi tetangga di
sebelah kanan, kiri, depan dan belakang rumahnya karena tetangga-
tetangganya tersebut sudah dianggap sebagai keluarga. Bagi warga yang
ingin menikah dengan orang luar desa bisa saja dengan ketentuan bila
mempelai laki-laki dari Penglipuran maka mempelai perempuan harus
masuk menjadi bagian dari Desa Adat Penglipuran. Dan yang menarik
adalah jika mempelai perempuan dari Desa Penglipuran dan laki-lakinya
dari adat yang lain, maka bisa saja laki-laki tersebut masuk ke dalam adat
Penglipuran dan hidup di Desa Penglipuran dengan konsekuensi laki-laki
tersebut dianggap wanita oleh warga lainnya. Maksudnya tugas-tugas adat
yang dilaksanakan adalah tugas untuk para wanita bukan tugas para lelaki.
4.4 Tahapan Perkawinan Desa Penglipuran
4.4.1 Upacara Ngekeb
Upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin
wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah
tangga dengan memohon do’a restu kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan pengantin
serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang
baik.
4.4.2 Mungkah Lawang (Buka Pintu)
Seorang utusan mungkah lawang bertigas mengetuk pintu
kamar tempat pengantin wanita berada sambil diiringi seorang malat
yang menyanyikan tembang bali.
4.4.3 Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan pengantin pria,
keduanya turun dari tandu untuk bersiap melaksanakan upacara
mesegehagung yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat
datang kepada pengantin wanita. Kemudian keduanya ditandu lagi
11
menuju kamar pengantin, ibu dari pengantin pria akan memasuki
kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa
kain kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka dan
ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang ditusuk dengan tali
benang bali dan biasanya berjumlah 200 kepeng.
4.4.4 Madengen-dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau
mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri
keduanya, upacara ini dipimpin oleh seorang pemangku adat atau
balian.
4.4.5 Mewidhi Widana
Upacara ini merupakan penyempurnaan upacara pernikahan
adat Bali untuk meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah
dilakukan pada upacara sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju
merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdo’a memohon izin dan
restu Yang Maha Kuasa, upacara ini dipimpin oleh seorang
pemangku merajan.
4.4.6 Mejamuan Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami
istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan
ikut mengantarkan kedua pengantin pulang kerumah orang tua
pengantin wanita untuk melakukan upacara menerima tamu.
Upacara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang
tua serta sanak keluarga pengantin wanita, terutama para leluhur,
bahwa saat itu pengantin wanita telah sah menjadi bagian keluarga
besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria
akan membawa sejumlah barang bawaan yag berisi berbagai
panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot,
kuskus, nagasari, kekupa, bera, gula, kopi, teh, sirih pinang,
bermacam buah-buahan serta lauk pauk khas Bali.
12
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil laporan yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa:
1. Bali memiliki 3 jenis perkawinan yang juga diterapkan di Desa Adat
Penglipuran yaitu: perkawinan biasa (mepandik), perkawinan nyeburin
atau nyentana, dan perkawinan padagelahang.
2. Sistem perkawinan yang digunakan di Desa Penglipuran yaitu sistem
monogami dan sistem patrilineal.
3. Ada beberapa keunikan perkawinan di Desa Penglipuran yang sangat
menarik dan harus diketahui.
4. Upacara perkawinan di Desa Penglipuran memiliki 6 tahapan yaitu:
ngekeb, mungkah lawang (buka pintu), mesegahagung, madengen-
dengen, widana, dan ngabe tipat bantal.
5.2 Saran
Dari pelaksanaan studi wisata yang dilakukan, penulis ingin
menyampaikan beberapa saran bagi para pembaca, antara lain:
1. Sebagai generasi penerus kita harus dapat melestarikan kebudayaan
yang sudah ada sejak dahulu.
2. Sebagai wisatawan hendaknya kita dapat memahami nilai-nilai yang
terkandung dalam obyek wisata yang kita kunjungi.
3. Kita sebagai penerus bangsa harus belajar dengan giat agar dapat
berguna bagi Nusa dan Bangsa.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academica.edu/8931057/proposal_kkl
http://pramana-recht.blogspot.co.id/2012/03/paradigma-perkawinan-
padagelahang.html
http://www.komangputra.com/perkawinan-bali-padegelahang.html
https://www.google.com/search?q=pernikahan+desa+penglipuran&source=lnms&
tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwju0ITcpJDZAhUKpo8KHY9qDWsQ_AUICigB
#imgrc=_
14
LAMPIRAN
Desa Penglipuran
15
Proses Perkawinan Desa (Mewidhi Widana)
16