Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

“PENERANGAN KELESTARIAN BUDAYA LOKAL SEBAGAI


SUMBER PENDAPATAN DESA ADAT PANGLIPURAN”

Dosen Pembimbing Laporan


Bapak Abdul Karim, S.E., M.SI., Ak, CA.

Disusun oleh:
1. Hertina Sari B.211.16.0028
2. Syifa Fauziah B.211.16.0036
3. Fadhila Ulya M. B.211.16.0040
4. Regita Cindy T.F B.211.16.0181

JURUSAN AKUTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan Laporan
KuliahKerja Lapangan (KKL) yang dilaksanakan di Bali dengan baik dan sesuai
dengan rencana.
Laporan ini ditujukan sebagai pertanggungjawaban atas perjalanan KKL
yang telah penulis laksanakan. Dalam laporan ini penulis mencoba untuk
menguraikan mengenai profil dan pendapatan desa Adat Panglipuran yang
dikunjungi selama masa KKL dan memaparkan kegiatan yang dilaksanakan
disana.
Penulis sadar bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karenanya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun yang dapatmembuat laporan ini
menjadi lebih baik. Semoga laporan ini dapat memberikanmanfaat baik kepada
penulis sendiri dan kepada para pembaca secara umumnya.
Semarang , 23 November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN i


KATA PENGANTAR ii
BAB I 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II 3
2.1 Sekilas Tentang Desa Penglipuran 3
2.2 Keunggulan dan Daya Tarik desa Penglipuran 3
2.2.1 Sistem Adat 3
2.2.2 Tata Ruang 4
2.2.3 Stratifikasi Sosial 6
2.2.4 Bentuk Bangunan dan Topografi 6
2.3 Sistem Pengelolaan pendapatan 6
2.4 Pengaturan Tata Ruang di Desa Adat Penglipuran dan Fungsi Tanah
Secara Umum 7
2.4.1 Pengaturan secara hukum 7
2.4.2 Pengaturan secara adat 8
2.5 Eksistensi Tanah PKD Dan AYDS Menurut Hukum Adat Penglipuran 9
BAB III 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sangat unik mungkin itu kata yang paling tepat untuk desa adat
penglipuran. Corak pintu gerbangnya atau yang disebut dengan “angkul angkul”
terlihat seragam satu sama lainnya. Penampilan fisik desa adat juga sangat khas
dan indah. Potensi pariwisata yang dimiliki oleh desa adat penglipuran adalah
adatnya yang unik serta tingginya frekuensi upacara adat dan keagamaan. Meski
desa adat penglipuran saat ini sudah tersentuh modernisasi yakni perubahan
kearah kemajuan namun tata letak perumahan di masing masing keluarga tetap
menganut falsafah Tri Hita Karana. Sebuah falsafah dalam agama Hindu yang
selalu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia
dengan lingkungan, serta manusia dengan Tuhan. Generasi muda penglipuran
yang hampir seluruhnya menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga
perguruan tinggi, tetap melestarikan tradisi yang mereka warisi dari para
leluhurnya. Bangunan suci yang terletak di hulu, perumahan di tengah dan lahan
usaha tani di pinggir atau hilir. Rumah masing masing keluarga hampir seragam
mulai dari pintu gerbang, bangunan suci(merajan) dapur, tempat tidur, ruangan
tamu, serta lumbung untuk menyimpan padi. Antara satu rumah dengan rumah
lainnya, terdapat sebuah lorong yang menghubungkannya sebagai tanda
keharmonisan mereka hidup bermasyarakat. Desa adat Panglipuran tepatnya
berada di Kelurahan Kubu Kabupaten Bangli/ kurang lebih 45 km dari kota
Denpasar. Terletak di ketinggian 700 diatas permukaan laut, menjadikan udara di
desa adat penglipuran tergolong dingin. Keasrian desa adat penglipuran dapat
dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa. Balai masyarakat dan fasilitas
kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan, semakin menambah keaslian
alam pedesaan. Desa adat penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang
memiliki tatanan spesifik dari struktur desa tradisional. sehingga mampu

1
menampilkan wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dan struktur desa, tidak
terlepas dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. Penataan
system pendapatan dan keuangan yang sangat baik di Desa Panglipuran adalah
factor utama yang menjadikan Desa tersebut dapat menjadi desa yang indah dan
rapi seperti sekarang ini.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai berdasarkan latar belakang kita dapat simpulkan beberapa


permasalahan yaitu:

1. Apa yang dimaksud dengan Desa Panglipuran?


2. Bagaimana keunggulan Desa Panglipuran?
3. Bagaimana system pengelolaan pendapatan Desa Panglipuran?
4. Bangaimana pengaturan tata ruang yang ada di desa adat Penglipuran
dan fungsi sosial tanah tersebut secara umum?
5. Bagaimanakah eksistensi tanah PKD dan AYDS menurut hukum adat
Penglipuran?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Agar Mengetahui Tentang Desa Penglipuran


2. Untuk Mengetahui Keunggulan Desa Penglipuran.
3. Untuk melestarikan Desa Panglipuran.
4. Mengetahui pengaturan tata ruang yang ada di desa adat Penglipuran dan
fungsi tanah tersebut secara umum
5. Mengetahui tanah PKD dan AYDS menurut hukum adat Penglipuran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sekilas Tentang Desa Penglipuran

Desa Adat Penglipuran merupakan satu kawasan pedesaan yang memiliki


tatanan spesifik dari struktur desa tradisional, sehingga mampu menampilkan
wajah pedesaan yang asri. Penataan fisik dari struktur desa tersebut tidak terlepas
dari budaya masyarakatnya yang sudah berlaku turun temurun. Sehingga dengan
demikian Desa Adat Penglipuran merupakan obyek wisata budaya. Keasrian Desa
Adat Penglipuran dapat dirasakan mulai dari memasuki kawasan pradesa dengan
hijau rerumputan pada pinggiran jalan dan pagar tanaman menepi sepanjang jalan,
menambah kesejukan pada daerah prosesi desa.Pada areal catus pata setelah
prosesi tersebut, merupakan areal tapal batas memasuki Desa Adat Penglipuran.
Balai wantilan dan fasilitas kemasyarakatan serta ruang terbuka pertamanan,
merupakan daerah selamat datang (Welcome Area).. Areal berikutnya adalah areal
tatanan pola desa, yang diawali dengan gradasi ke fisik desa secara linier ke arah
kanan dan kiri.

2.2 Keunggulan dan Daya Tarik desa Penglipuran

Desa Penglipuran merupakan salah satu daerah di Bali terutama di


Kabupaten Bangli yang memiliki banyak julukan, diantaranya: Desa Adat, Desa
Budaya, dan Desa Wisata. Hal tersebut ditinjau dari berbagai aspek seperti:

2.2.1 Sistem Adat


Di desa Penglipuran terdapat dua sistem dalam pemerintahan yaitu
menurut sistem pemerintah atau sistem formal yaitu terdiri dari RT dan RW, dan
sistem yang otonom atau Desa adat. Kedudukan desa adat maupun desa formal
berdiri sendiri-sendiri dan setara. Karena otonom, desa adat mempunyai aturan-
aturan tersendiri menurut adat istiadat di daerah penglipuran dengan catatan
aturan tersebut tidak bertentangan dengan pancasila dan Undang-undang
pemerintah.Undang-undang atau aturan yang ada di desa penglipuran disebut
dengan awig-awig. Awig-awig tersebut merupakan implementasi dari landasan
3
operasional masyarakat penglipuran yaitu Tri Hita Karana.Tri Hita Karana
tersebut yaitu sebagai berikut :

a. Prahyangan, adalah hubungan manusia dan tuhan. Meliputi penentuan hari


suci,tempat suci dan lain-lain.

b. Pawongan, adalah hubungan manusia dan manusia. Meliputi hubungan

masyarakat penglipuran dengan masyarakat desa lain, maupun hubungan dengan

orang yang bedaagama. Dalam pawongan bentuk-bentuknya meliputi sistem

perkawinan,organisasi, perwarisan dan lain-lain.

c. Hubungan manusia dan lingkungan, masyarakat desa penglipuran diajarkan

untuk mencintai alam lingkungannya dan selalu merawatnya, tidak heran kalau

desa penglipuran terlihat begitu asri.

Filsafat hubungan yang selaras antara alam dan manusia dan kearifan manusia

mendayagunakan alam sehingga terbentuk ruang kehidupan terlihat jelas di

Penglipuran dan daerah lain di Bali. Oleh karena itu visualisasi estetika pada

kawasan ini bukan merupakan barang langka yang sulit dicari, melainkan sudah

menyatu dalam tata lingkungannya.

2.2.2 Tata Ruang


Tata ruang desa penglipuran dikenal dengan Tri Mandala yang terdiri dari tiga

bagian yaitu :

a. Utama Mandala

Orang Penglipuran biasa menyebutnya sebagai Utama Mandala , yang

biasa diartikan sebagai tempat suci. Ditempat inilah orang-orang

4
Penglipuran melakukan kegiatan sembahyang kepada Sang Hyng Widi

yang mereka percaya sebagai Tuhan mereka.

b. Madya Mandala

Biasanya adalah berupa pemukiman penduduk yang berbanjar sepanjang

jalan utama desa.Barisan itu berjejer menghadap kearah barat dan

timur.Saat ini jumlah rumah yang ada disana ada sebanyak 70 buah.Tata

ruang pemukimannya sendiri adalah sebelah utara atau timur adalah

purakeluarga yang telah diaben.Sedangkan Madya Mandala adalah rumah

keluarga. Di tiap rumah pun terdapat tata ruang yang telah diatur oleh

adat.Tata ruang nya adalah sebelah utara dijadikan sebagai tempat tidur,

tengah digunakan sebagi tempat keluarga sedangkan sebelah timur

dijadikan sebagai tempat pembuangan atau MCK. Dan bagian nista dari

pekarangan biasanya berupa jemuran, garasi dan tempat penyimpanan

kayu.

c. Nista Mandala

Nista mandala ini adalah tempat yang paling buruk, disana terdapat

kuburan dari masyarakat penglipuran.

Konsep tri mandala tidak hanya berlaku bagi tata ruang desa tetapi juga bagi tata

ruang rumah hunian. Setiap kapling rumah warga Penglipuran terbagi menjadi

tiga bagian. Di halaman depan, terdapat bangunan angkul-angkul dan ruang

kosong yang disebut natah, bagian tengah adalah tempat berkumpulnya keluarga,

dan di bagian paling belakang erdapat toilet, tempat jemuran, atau kandang ternak.

5
2.2.3 Stratifikasi Sosial
Di Penglipuran hanya ada satu tingkatan kasta yaitu Kasta Sudra, jadi di
Penglipuran kedudukan antar warganya setara. Hanya saja ada seseorang yang
diangkat untuk memimpin mereka yaitu ketua adat Pemilihan ketua adat tersebut
dilakukan lima tahun sekali.

2.2.4 Bentuk Bangunan dan Topografi


Topografi desa tersusun sedimikian rupa dimana pada daerah utama desa
kedudukannya lebih tinggi demikian seterusnya menurun sampai daerah hilir.
Pada daerah desa terdapat Pura penataran dan Pura Puseh yang merupakan daerah
utama desa yang unik dan spesifik karena disepanjang jalan koridor desa hanya
digunakan untuk pejalan kaki, yang kanan kirinya dilengkapi dengan atribut-
atribut struktur desa; seperti tembok penyengker, angkul-angkul dan telajakan
yang seragam. Keseragaman dari wajah desa tersebut disamping karena adanya
keseragaman bentuk juga dari keseragaman bahan yaitu bahan tanah untuk
tembok penyengker dan angkul-angkul (pol-polan) dan atap dari bambu yang
dibelah untuk seluruh bangunan desa. Penggunaan bambu baik untuk atap,
dinding maupun lain-lain kebutuhan merupakan suatu keharusan untuk digunakan
karena desa Penglipuran dikelilingi oleh hutan bambu dan masih merupakan
teritorial desa Penglipuran.

2.3 Sistem Pengelolaan pendapatan


Pendapatan di desa Panglipuran diperoleh dari :

1. Dari Iuran / Urunan


Bersumber dari urunan warga .
2. Dari hasil tanah milik desa
Yang berasaldari hasil perkebunan atau pertanian warga sekitar.
3. Dari usaha desa yang sah
Baik usaha yang sudah ada maupun yang akan ada. Sejak dahulu Desa
Panglipuran sudah memiliki Badan Usaha Milik Desa ,tetapi badan usaha
ini bukan di pimpin oleh kelurahan,
4. Dari sumbangan pihak lain
Termasuk pemerintah , dengan tanpa adanya intervensi / ikatan politik.
6
2.4 Pengaturan Tata Ruang di Desa Adat Penglipuran dan Fungsi Tanah
Secara Umum
Desa adat panglipuran merupakan salah satu desa bali mula yang masih
memelihara tradisi dan nilai-nilai tradisional masyarakat bali. Tatanan sosial
masyarakat panglipuran memperlihatkan bahwa desa adat merupakan simbol
sakralisasi yang telah bertahan ratusan bahkan mungkin ribuan tahun, memiliki
peran dan fungsi yang sangat strategis. Hal ini bisa di lihat dari eksistensi politis
dan sosiologis yang di lakukan oleh desa adat dalam memajukan maupun
mempertahankan nilai-nilai kultural masyarakat.

Penglipuran merupakan sebuah desa yang terletak di kelurahan Kubu, kecamatan


Bangli, kabupaten Bangli, provinsi Bali. Desa ini memiliki lahan seluas 112
hekter. Wilayah yang seluas itu di bagi menjadi beberapa fungsi yaitu 9 hektear di
gunakan untukpemukiman, 45 hektar di gunakan untuk hutan bambu, dan 40
hektar untuk lahan pertanian.

Secara umum wilayah atau tanah tersebut di bagi kepada lima kategori yaitu :

1. Tanah milik
2. Tanah druwe atau sering di sebut druwe desa
3. Tanah laba pura
4. Tanah pekarangan desa
5. Tanah ayahan desa

2.4.1 Pengaturan secara hukum


Dari segi hukum, tanah yang ada di desa Penglipuran tidak terikat secara
hukum dalam hal surat-menyurat tanah, jadi tanah yang ada di bali tidak memiliki
sertifikat. Hasil penelitian menunjukkan bahawa larangan penyertifikatan tanah di
sebabkan oleh desa adat menganggap penyertifikatan tanah ayahan desa akan
menyebabkan penjualan tanah desa adat yang ber implikasi pada konflik adat dan
pengikisan kebertahanan nilai-nilai sosial relegius masyarakat adat Penglipuran.
Secara dilematis ternyata larangan ini malah memicu sengketa tanah ayahan desa
7
yang di stimulir oleh ketidak pastian yuridis batas kepemilikan tanah ayahan desa.
Adapun beberapa hak yang di miliki masyarakat dalam penguasaan tanah ayahan
desa yang mereka kelola yaitu :

1. Hak mengelola tanah ayahan desa


2. Hak memanfaatkan hasil tanah ayahan desa
3. Hak untuk menggadaikan tanah ayahan desa yang di kelola dengan
persetujuan dari bendesa adat panglipuran
4. Hak untuk mengontrakkan tanah ayahan desa yang di kelola dengan
persetujuan dari bendesa adat panglipuran
Imbas dari tidak adanya penyertifikatan tanah di panglipuran adalah tanah yang
ada di desa panglipuran tidak di kenai oleh pajak, jadi semua tanah yang ada di
desa panglipuran bebas dari pajak.

2.4.2 Pengaturan secara adat


Secara adat, tanah yang ada di Penglipuran di kuasai oleh desa
Penglipuran, dan tanah tersebut di bagi menjadi beberapa bagian, yang masing-
masing bagian memiliki fungsi masing-masing. Secara umum desa ini memiliki
lahan seluas 112 hekter. Wilayah yang seluas itu di bagi menjadi beberapa fungsi
yaitu 5,5 hekter di gunakan untukpekarangan, 75 hekter di gunakan untuk hutan
bambu, 10 hekter untuk vegetasi lainnya dan 21,5hekter merupakan lahan
pertanian.

a. Utama Mandala
Ruang ini adalah ruang yang palingdisucikan dan terletak pada bagian
yang paling tinggi atau di utara desa. Ruang inimenjadi simbolis dunia para
dewa atauleluhur. Pada bagian ini terdapat pulahierarki keutamaan ruang
yang membagiruang utama mandala menjadi utama ning utama, madya
ning utama, dan nista ning utama. Konsep Tri Mandala pada ruang
iniberorientasi kaja-kelod. Ruang utama ningutama merupakan ruang
untuk pemujaan dewa-dewa. Ruang madya ning utama, merupakan tempat
untuk melakukan ibadah bersama. Ruang nista ning utama ialah ruang
untuk pagelaran tari sakral atau aktivitas sebelum upacara peribadatan.

8
b. Madya Mandala
Ruang ini adalah ruang dengan kesucian dibawah ruang utama
mandala.Pada bagianini terletak perumahan penduduk Desa
AdatPenglipuran yang terdiri dari 76 pekaranganyang disebut karang kerti.
Di luar karang kertijuga terdapat beberapa pekarangan yang merupakan
pengembangan. Pada ruangini juga terletak beberapa tempat suci milikdesa
adat dan pura dadia(klen). Pada sisiselatan ruang ini terdapat Tugu
Pahlawansebagai monumen Pahlawan Bangli.Terdapat pula beberapa
fasilitas umum yaituBalai Banjar Dinas dan fasilitas wisata. Padaruang ini,
terutama pada lahan pekaranganterbagi menjadi tiga ruang
berdasarkankonsep Tri Mandala, yaitu utama ning madya,madya ning
madya, dan nista ning madya.
c. Nista Mandala
Ruang ini adalahruangyang paling rendahtingkat kesuciannya dan
terletak padabagian paling selatan desa.Pada ruang initerletak kuburan
warga Desa AdatPenglipuran, ladang penduduk, dan PuraDalem
(Pelapuhan). Pada ruang ini jugaterbagi tiga ruang berdasarkan konsep
TriMandala, yaitu utama ning nista, madya ning nista, dan nista ning nista.
Tata ruang pekarangan disebut oleh masyarakat Desa Adat Penglipuran
sebagai tata ruang mikro.Pada setiap pekarangan di desa ini terdapat lebih
dari satu Kepala Keluarga yang masih berhubungan saudara.Orang yang
paling tua berada pada bangunan rumah tinggal (loji) terdepan dan dekat
dengan sanggah (tempat ibadah). Dalam setiap pekarangan terbagi menjadi
tiga ruang berdasarkan konsep TriMandala. Orientasi yang digunakan
dalam konsep Tri Mandaladalam pekarangan ialah kangin-kauh(timur-
barat).

2.5 Eksistensi Tanah PKD Dan AYDS Menurut Hukum Adat


Penglipuran
Untuk tanah AYDS dan tanah PKD secara bersama-sama sering disebut
“tanah ayah” saja. Ini artinya tanah yang diatasnya berisi beban berupa ayahan
.Tanah ayah ini dapat diwariskan, dan jika ingin menjual harus dengan

9
persetujuan Desa Adat demikian juga kalau mau melakukan transaksi-transaksi
tanah lainnya, harus tetap seijin dari desa.

Demi kepentingan komunitas Karaman, dan keajegan Kahyangan serta


kepentingan ekonomis anggota Karaman, maka tanah-tanah yang berada
diwilayahnya dibagi-bagikan kepada anggota Karaman yang sudah membentuk
“Kurn” (Keluarga).Lambat laun Karaman dan Thaninya disebut Desa, Kemudian
Desa Karaman atau Desa Pakraman, dan sampai akhirnya disebut Desa Adat.
Tanah Desa (Tanah PKD) dan tanah-tanah tegalan atau sawah yang menghasilkan
disebut tanah ayahan desa (Tanah AYDS). Baik tanah PKD maupun AYDS
adalah merupakan “Beschikkings gebied” (wilayah kekuasaan) dari desa
adat.Dasar penguasaan ini adalah “hak ulayat” (hak wilayah) yakni hak dari
persekutuan Desa adat atas tanah yang didiami. Pada awalnya anggota desa hanya
mempunyai hak menggunakan (Genoterecht).Tetapi kenyataannya kemudian
tanah-tanah tersebut dapat dikuasai sepenuhnya (beschikken) maka muncullah hak
penguasaan atas tanah (beschikkingsrecht). Berdasarkan azas hukum (legal
principle) bila hak menggunakan dan hak penguasaan bergabung maka itu tidak
lain adalah milik (orang Belanda) menyebutkan “Inlands bezitsrecht”

Untuk tanah PKD dan AYDS ikatan adat tetap ada yakni serupa kebijakan
public untuk desa dan/atau pura.Kewajiban ini secara umum dikenal dengan
istilah “ayahan”.Jadi ayahan inilah yang mengekang atau mengikat tanah-tanah
ayah diatas.Sehingga tanah tersebut menjadi tanah hak milik terkekang
(Ingeklemd Inlands bezitsrecht).

Bagi tanah – tanah terkekang, menurut Bushar Muhammad, akan sangat


tergantung dari kuat dan lemahnya hak Penguasaan Desa (Hak Ulayat) Kalau hak
ulayat kuat maka desa akan menhgklaim bahwa tanah itu milik desa. Demikian
sebaliknya bila hak ulayat lemah maka tanah-tanah ayah ini akan menjadi milik
anggota (Krama) Desa Adat.

Dari penelitian yang pernah dilakukan ada sebagian desa (terutama desa-
desa Bali Age) masih mempertahankan hak ulayat desa. Begitu juga sebagian
besar desa (terutama bali dataran) tidak mempersoalkan pemilikan tanah. Tetapi

10
lebih menuntut pelaksanaan ayahan saja, ini membuktikan bahwa hak ulayat
semakin melemah.

Bila dianalisis dengan teori bola (Bellem Theorie) Dari Terhaar, yang
menyatakan bahwa semakin kuat hak ulayat, maka semakin lemah hak perorangan
dan demikian sebaliknya.Terlihat bahwa teori ini berlaku terhadap penguasaan
tanah-tanah adat di Bali. Kekuatan hak ulayat terhadap tanah-tanah Adat
di panglipuran adalah melekat pada fungsi tanah adat yang meliputi:

a. Fungsi Keagamaan
b. Fungsi Sosial
c. Fungsi Ekonomis

Pelaksanaan fungsi sosio-religius dari tanah-tanah adat tersebut.Kemudian


diwujudkan dalam pelaksanaan ayahan yang sekaligus merupakan yadoya. Kalau
memperhatikan jenis-jenis tanah adat yang ada di Bali sebagaimana tergambar di
depan, maka ada tiga subyek yang dapat melakukan permohonan konversi, yaitu :

1. Desa Adat.

2. Pura.

3. Krama Desa Adat (Anggota Desa)

11
BAB III
KESIMPULAN

Desa Penglipuran masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Kubu,


Kabupaten Bangli. Letaknya di jalan utama Kintamani – Bangli. Kata
“Penglipuran” berasal dari kata “Pengeling Pura”. Artinya, tempat suci untuk
mengenang para leluhur.Desa Penglipuran salah satu desa adat yang masih
terpelihara keasliannya. Berbagai tatanan sosial dan budaya masih terlihat di
berbagai sudut desa ini sehingga nuansa Bali masa lalu tampak jelas. Perbedaan
desa adat Penglipuran dengan desa adat lainnya di Bali adalah tata ruang yang
sangat teratur berupa penataan rumah penduduk di kanan dan kiri jalan dengan
bentuk rumah yang seragam dalam hal bentuk sehingga keseluruhan desa ini
tampak rapi dan teratur. System tatacara pendapatannya dan tata cara pengelolaan
keuangannya pun adalah factor utama berhasilnya Desa Panglipuran saat ini. Serta
gotong royong swadaya masyarakatpun adalah factor pembantu dari keberhasilan
desa Panglipuran. Dana yang dapat dihasilkan dari sector pariwisatanya pun
membantu kelestarian desa ini. Desa adat di Bali ada 1493 dan 1493 ketua adat.
Perbandingan antara pendapatan dan biaya operasional adalah 80% : 20%.
Sebanyak 20% keuangan di desa ini digunakan untuk pembangunan desa adat ,5%
untuk dana social, 5% untuk di setor pada Pemerintah. Masyarakat Desa Adat
Penglipuran mengatur tata ruang di wilayah Desa Adat dengan menggunakan
konsepsi tata ruang tradisional yang ada. Konsepsi tersebut kemudian dijabarkan
dalam aturan tata ruang yang berbentuk awig-awig, sima dresta, atau kesepakatan
warga.Pemanfaatan ruang di Desa Adat Penglipuran juga dipengaruhi oleh adanya
aturan kepemilikan lahan.Aturan-aturan kepemilikan lahan ini juga dijadikan
acuan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang di Desa Adat Penglipuran. Aturan
tata ruang tradisional yang dijadikan pedoman untuk pengendalian pemanfaatan
ruang tradisional memiliki unsur-unsur yang sepadan dengan aturan tata ruang
formal.Selain itu, perangkat pengendalian utama, yaitu awig-awig, sepadan
dengan peraturan zonasi dalam pengendalian formal.Perangkat lainnya yang
sepadan ialah izin, disinsentif non fiskal, dan sanksi administrasi.Lembaga

12
pengendalian pemanfaatan ruang tradisional dalam struktur organisasi desa adat
memiliki kesepadanan wewenang atautugas seperti lembaga pengendalian
formal.Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pengendalian pemanfaatan
ruang tradisional di Desa Adat Penglipuran memiliki unsur-unsur yang sepadan
dengan pengendalian formal.

13

Anda mungkin juga menyukai