Anda di halaman 1dari 24

KIMIA ANALISA

“TITRASI ASAM BASA”

OLEH
KELOMPOK 3
DIAN NOVITA
17-006
ADITHYA ALDI
17-013
INDAH AGUSTIANINGSIH
17-023

KELAS A

DOSEN PENGAJAR : MERSI SURIANI SINAGA, S.T, M.T

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA USU


FAKULTAS TEKNIK USU
MEDAN 2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang Densitometer.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Densitometer ini kita
semakin banyak mengetahui alat alatnya, cara kerja, pengaplikasiannya dalam industri, dan
perawatanya.

Medan, 3 Oktober 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila
melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk
titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas
tentang titrasi asam basa).

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
“titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya
berupa larutan.

Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam
basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa.
Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel
dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia.
Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan
warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan
persamaan reaksi.

Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam
atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang
kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika
asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik
akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna indicator.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlakuan asam dan basa Bronsted?

2. Bagaimana cara menghitung kurva titrasi asam dan basa?


3. Bagaimana perhitungan kesetimbangan yang sistematik dari titrasi asam kuat-basa
kuat, asam lemah-basa kuat?
4. Bagaimana menetukan indikator-indikator asam dan basa?
5. Bagaimana kelayakan titrasi asam dan basa?
6. Apa itu larutan penyangga?
7. Bagaimana penerapan titrasi asam dan basa?
8. Apa itu titrasi tidak berair?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui perlakuan asam dan basa Bronsted
2. Mengetahui cara menghitung kurva titrasi asam dan basa
3. Mengetahui perhitungan kesetimbangan yang sistematik dari titrasi asam kuat-basa
Kuat, asam lemah-basa kuat
4. Mengetahui penentuan indikator-indikator asam dan basa
5. Mengetahui kelayakan titrasi asam dan basa
6. Mengetahui apa itu larutan penyangga
7. Mengetahui penerapan titrasi asam dan basa
8. Mengetahui titrasi tidak berair
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perlakuan Asam dan Basa Bronsted


1. Teori Bronsted
Di tahun 1923 dalam pengertian Bronsted, asam adalah segala zat yang
dapat memberikan proton, dan basa adalah zat yang dapat menerima proton.
Ketika suatu asam menghasilkan proton, spesies yang kekuragan harus
mempunyai sedikit afinitas proton, sehingga merupakan suatu basa. Jadi,
pasangan asam-basa konjugat :
HB  H++ B
Asam basa

Asam HB secara listrik bisa bersifat netral, anion, atau kation


(misalnya HCl, HSO4-, NH4+) sehingga tidak bisa menyebutkan buatan baik
pada HB maupun B.

HOAc  H+ + OAc_

H2O + H+  H3O+

HOAc + H2O  H3O+ + OAc-

Asam1 Basa2Asam2 Basa1

Interaksi kedua pasangan asam-basa konjugat ini (ditandai dengan


subskrip 1 dan 2) mengarah ke suatu kesetimbangan dimana sebagian dari
molekul-molekul asam asetat telah memindahkan proton-proton mereka ke air.
Molekul air yang berproton atau proton terhidrasi, H3O+, bisa disebut ion
hidronium, tetapi biasanya dinamakn ion hidrogen saja dan sering ditulis H+2.

2. Efek Perataan
Jika HB merupakan asam yang lebih kuat dari HS+, HB akan
memindahkan proton nya ke pelarut, dengan kata lain, posisi kesetimbangan
dalam reaksi HB + S  HS+ + B akan menuju ke kanan. Jika HB jauh lebih
kuat dari HS+, kesetimbangan itu akan semakin berada jauh lagi ke kanan dan
HB pada hakikatnya akan terurai 100%. Serangkaian asam yang berbeda,
yang semuana jauh lebih kuat dari proton tersolvasi, akan teurai sempurna;
larutan tersebut akan dibawa ketingkat keasaman yang diatur oleh kekuatan
asam HS+. Ini dikarenakn sebagai efek perataan (leveling effect). Jadi dalam
larutan berair perklorat, nitrat dan klorida sama sama kuat, sedangkan dalam
pelarut yang kurang basa, seperti asam asetat glasial, ketiga asam tersebut
tidak bertingkatan dan perklorat lebih kuat daripada dua lainnya.
Dalam pengertian Bronsted, penguraian basa di perlakukan dnegan
cara yang sama, kecuali bahwa disini proses itu di timbulkan oleh keasaman
pelarut. Dapat dirumuskan sebagai interaksi dua pasangan konjugat :
SH  S- + H+

B + H+ BH+

B + SH  BH+ + S-

3. Kurva Titrasi
Dalam menguji suatu reaksi untuk menentukan bisa atau tidaknya reaksi
tersebut digunakan untuk titrasi, kita perlu membuat suatu kurva titrasi. Untuk
reaksi asam-basa, suatu kurva titrasi terdiri dari suatu plot pH atau pOH vs
mlilitertitran. Kurva tersebut berguna dalam menentukan kelayakan suatu
titrasi dan dalam memilih indikator yang sesuai.

1. Titrasi Asam Kuat-Basa Kuat


Contoh :
a. Sebanyak 50 ml HCl 0,100 M di titrasi dengan NaOH 0,100 M. Hitung
pH pada awal titrasi dan setelah penambahan 10,50 dan 60 ml titran.

 Reaksi: HCl + H2O H3O+ + Cl-


a) pH awal
pH = - log [H3O+] = - log (0,1) = 1

b) pH pada penambahan 10 mL NaOH


50 mL HCl : 50 x 0,1 = 5 mmol
10 mL NaOH : 10 x 0,1 = 1 mmol
HCl + NaOH  H2O + NaCl(H3O+) + (OH–) 2 H2O

awal : 5 mmol 1 mmol V = 50 mL

bereaksi : -1 mmol -1 mmol V = 10 mL

akhir reaksi : 4 mmol 0 mmol V = 60 mL

Konsentrasi [H3O+] = 4 mmol/60 mL = 6,67 x 10–2 M

pH = -log (6,67 x 10-2) = 1,18

c) pH pada penambahan 50 mL NaOH

H3O+ + OH–2 H2O

Awal : 5 mmol 5 mmol V = 50 mL

Bereaksi : -5 mmol -5 mmol V = 50 mL

akhir reaksi: 0 mmol 0 mmol V = 100 mL

Berada pada keseimbangan (stoikiometrik):

2 H2O H3O+ + OH–


[H3O+][OH–] = Kw = 1,0 x 10–14
[H3O+] = [OH–] = 1,0 x 10–7
pH = 7

d) pH pada penambahan 60 mL NaOH

H3O++ OH– 2 H2O

Awal : 5 mmol 6 mmol V = 50 mL

Bereaksi : -5 mmol -5 mmol V = 60 mL

Akhir reaksi : 0 mmol 1 mmol V = 110 mL


[OH–] = 1,0 mmol/110 mmol = 9,1 x 10–3 M
pOH = -log (9,1 x 10–3) = 2,04
pH = 14 – 2,04 = 11,96

2. Titrasi Asam Lemah-Basa Kuat

a. Sebanyak 50 mL larutan 0,100 M suatu asam lemah (HB) dengan Ka = 1,0 x


10-5 dititrasi dengan NaOH 0,100 M. Hitung pH pada awal titrasi dan setelah
penambahan NaOH: 10,0 mL, 50,0 mL dan 60 mL.

 Asam lemah : tidak seluruh asam terurai dalam air

HB + H2O H3O++ B–
Asumsi: [H3O+] = [B–]
HB yang terurai -> [HB] tetap
Konstanta kesetimbangan
[H3O+][B-] = Ka
[HB]
(H3O+) 2 = 1,0 x 10-5
0,1
pH = 3,0

-) Penambahan 10 mL basa kuat:

HB = 50,0 ml x 0,100 mmol/mL = 5,0 mmol


OH- = 10,0 mL x 0,100 mmol/mL = 1,0 mmol
HB + OH– B- + H2O
HB+ H2O B- + H3O+
Awal :510V = 50 mL
Bereaksi : -1 -1 +1 V = 10 mL
Akhir reaksi :401V = 60 mL
[HB] = 4,0/60 – [H3O+] = 4,0/60
[B–] = 1,0/6

(H3O+) + (B-) = Ka
(HB)

(H3O+) = (HB) Ka
(B-)

(H3O+) = (4/60) (1x10-5) = 4,0 x 10-5


1/60

pH = -log[H3O+]= -log (4 x 10–5)= 4,4


-) Penambahan 50 mL basa kuat:

B- adalah basa. Reaksi penguraiannya:


HB + OH– B- + H2O
akhir reaksi 0 0 5 V = 100 mL
B- adalah basa, dalam air terurai kembali
B- + H2O HB + OH-
diasumsikan bahwa [OH–] yang terurai kecilsehingga
[B–] = 5/100 – [OH–] =0,05
penguraian menghasilkan 1 HB dan 1 OH–
(HB)(OH-)= Kb = Kw = 1,0 x 10-14 = 1,0 x 10-9
(B-) Ka 1,0 x 10-15

(HB)[OH–] = 1,0 x 10-9


(0,05)
[OH–] = [HB] = 7,1 x 10–6
pOH = 5,15
pH = 14 – 5,15 = 8,85
-)Penambahan 60 mL basa kuat (titik ekivalen)
HB + OH–1 B–+ H2O
Akhir reaksi: 0 1 5 V = 110 mL
B– adalah basa, dalam air terurai kembali
B– + H2O HB + OH–
[OH–] = 1/110 = 9,1 x 10–3 M
pOH = -log(9,1 x 10-3) = 2,04
pH = 14 – 2,04 = 11,94

4. Perhitungan Kesetimbangan yang Sistematik

1. Titrasi Asam Kuat Basa Kuat


a) pH awal.
Dalam contoh 1 telah dinyatakan bahwa [H3O+] adalah 0,100 M dan pH
1,00. Asumsi yang kita buat adalah bahwa H3O+ yang berasal dari
penguraian molekul-molekul H2O,
2H20  H3O+ + OH-
dapat diabaikan. Dalam larutan ini kita mempunyai 3 spesies kimia :
H3O+, OH- dan Cl-. Untuk mendapatkan ketiga konsentrasi ini kita
memerlukan persamaan yang independen. Berikut ini adalah tetapan
otoprotolisis air :
[H3O+][OH-] = Kw = 1,0 x 10-14 ....(1)
Persamaan kesetimbangan muatan :
[H3O+] = [OH-] + [Cl-].....(2)
Dan kesetimbangan massa pada Cl :
[Cl-] = 0.10...... (3)
Dari persamaan (1) didapat :
𝐾𝑤
[OH-] = [𝐻3𝑂+] = 1,0 x 10 -14=1,0 x 10-13

1,0 x 10-1
Jadi pH larutan tersebut adalah 1,00 dan pOH nya 13,00.
Perhatikan bahwa perkiraan bahwa [H3O+] = [Cl-] tepat dalam larutan
HCl yang agak pekat. Namun demikian dalam HCl yang sangat encer,
misalnya 1,0 x 10-7 M,akan terjadi suatu kesalahan besar jika H3O+
yang dihasilkan oleh air diabaikan. Dalam kasus semacem itu perlu
𝐾𝑤
mensubstitusi [OH-] dalam persamaan ke 2. 𝐻3𝑂+ = [𝐻3𝑂+] +
[𝐶𝑙 −] =1,0 x 10-14+ 10-7[H3O+]

b) setelah penambahan 10,0 ml basa. Keempat persamaannya adalah


[H3O+][OH-] = 1,0 x 10-14
(1)
[Na+] + [H3O+] = [OH-] + [Cl-] (2)
-
[Cl ] = 5,00 mmol/60,0 mL = 0,0833 (3)
[Na+] = 1,00 mmol/60,0 mL = 0,0167 (4)
Karena larutan bersifat asam, kita bisa membuang [OH-] dalam
persamaan kedua yang menghasilkan
0,0167 + [H3O+] = 0,0833
[H3O+] = 0,0666 M
Dari persamaan (1)
[OH-] = 1,50 x 10-13
Terlihat bahwa kesalahan yang dibuat dalam membuang [OH-] pada
persamaan (2) diabaikan. Karena [H3O+] yang dihasilkan oleh
penguraian molekul molekul [H2O] = [OH-]

c) setelah penambahan 60,0 mL basa. Disini kita mengabaikan [OH-]


yang dihasilkan oleh penguraian molekul molekul H2O. Didapat 4
persamaan yaitu :
[H3O+] [OH-] = 1,0 x 10-14 (1)
[Na+] + [H3O+] = [OH-] + [Cl-] (2)
-
[Cl ] = 5,00 mmol/110,0 mL = 0,455 (3)
[Na+] = 60,0 mmol/110,0 mL = 0,0545 (4)
Karena larutan bersifat basa, kita boleh membuang [H3O+] pada
persamaan yang menghasilkan
0,0545 = [OH-] + 0,455
[OH-] = 0,0090
Maka didapat [H3O+] = 1,11 x 10-12
2. Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat

a. pH awal.
Dalam contoh 2 kita mulai dengan 50,0 mL HB 0,100 M. Dalam larutan ini
kita mempunyai empat persamaan :
[H30+][OH+] = 1,0 x 10-14
[H3O+][B-] = 1,0 x 10-5
[HB]
[H3O+] = [B-] + [OH-]
[HB] + [B-] = 0,10

Persamaan ketiga merupakan persamaan kesetimbangan muatan, dan yang ke


empat adalah kesetimbangan massa dari B. Karena larutan tersebut bersifat asam,
kita berasumsi bahwa [OH-] dapat di abaikan dalam persamaan (3), sehingga
[H3O+] = [B-]
Juga, karena HB lemah, [B-] kecil dibanding [HB]. Persamaan (4) menjadi
[HB] = 0,10
Mensubstitusikan ke persamaan (2) dan menyelesaikannya menghasilkan [H3O+]
= 1,0 x 10-3 dan [OH-] = 1,0x10-11
Perhatikan bahwa asumsi bahwa [OH-] dapat diabaikan dalam persamaan 3
adalah asumsi yang tepat, karena
1,0 x 10-3 = 1,0 x 10-3 + 1,0 x 10-11
Memeriksa asumsi kedua dalam persamaan (4) memberikan
0,10 + 0,001 = 0,10
Disini galatnya lebih besar. Galat relatif (mengabaikan angka signifikan adalah
0,001
0,10
× 100 = 1,0%

b. Setelah penambahan 10,0 mL basa. kita dapat 5 persamaan Ka, Kw yaitu :


[H3O+] + [Na+] = [B-] + [OH-] (1)
Dan persamaan kesetimbangan massanya,
[HB] + [B-] = 5,00 mmol = 0,0833 (2)
60,0 mL
[Na+] = 1,00 mmol = 0,0167 (3)
60,0 mL
Karena larutan tersebut bersifat asam, kita berasumsi bahwa [OH-] kecil;
persamaan (1) menjadi
[H3O+] + 0,0167 = [B-]
Tetapi karena HB merupakan asam lemah, [H3O+] mungkin jauh lebih kecil
daripada 0,0167. Kemudian
[B-] = 0,0167
Substititusi ke persamaan (2) memberikan
[HB] + 0,0167 = 0,0833
[HB] = 0,0666
Nilai [HB] dan [B-] ini dapat disubstitusikan ke persamaan untuk Ka,
menghasilkan
[H3O+] x 0,0167 = 1,0 x 10-5
0,0666
[H3O+] = 4,0 x 10-5 dan [OH-] = 2,5 x 10-10
Memeriksa asumsi dalam persamaan (1) memberikan
4,0 x 10-5 + 0,0167 = 0,0167 + 2,5 x 10-10
Perbedaan antara suku sebelah kiri dengan suku sebelah kanan hanya sekitar
0,2%.
c. Titik ekuivalen. Terdapat 5 persamaan Kb, Kw yaitu :
[H3O+] + [Na+] = [B-] + [OH-] (1)
Dan persamaan kesetimbangan massanya,
[HB] + [B-] = 5,00 mmol = 0,050 (2)
100 mL
[Na+] = 0,050 (3)
Dalam situasi ini, [H3O+], [OH-] dan [HB] semuanya suku kecil, dan untuk
mendapatkan suatu persamaan yang berguna yang melibatkan mereka. persamaan
(1) dan (2) harus ditambahkan, sehingga :
[H3O+] + [Na+] + [HB] = [OH-] + 0,050
Karena [Na+] = 0,050; ini menjadi [H3O+] + [HB] = [OH-]
Karena larutan tersebut bersifat basa, [H3O+] kecil dan kita dapat berasumsi ini
dapat diabaikan sehingga
[HB] = [OH-]
Jika [HB] diabaikan dalam persamaan (2),
[B-] = 0,050
Kita dapat mensubstitusikan dalam persamaan untuk Kb, memberikan
[OH-]2 = 1,0 x 10-9
0,050
[OH-] = [HB] = 7,1 x 10-6 dan [H3O+] = 1,4 x 10-9
Memriksa asumsi dalam persamaan (4),
1,4 x 10-9 +7,1 x 10-6 = 7,1 x 10-6
Memeriksa persamaan (2)
7,1% x 10-6 +0,050 = 0,050
d. Setelah penambahan 60,0 mL basa. Mempunyai lima persamaan Kw, Ka (atau
Kb) yaitu :
[H3O+] + [Na+] = [OH-] + [B-]
Dan persamaan kesetimbangan massanya,
[HB] + [B-] = 5,00 mmol = 0,045
110 mL
[Na+] = 6,0 mmol = 0,055
110 mL
Kita berasumsi bahwa [H3O+] dan [HB] dapat diabaikan, sehingga
[B-] = 0,045
Dan
0,055 = [OH-] + 0,045
[OH-] = 1,0 x 10-2 dan [H3O+] = 1,0 x 10-12
[HB] dapat diperoleh dari Ka :
(1,0 x 10-12)(0,045) = 1,0 x 10-5
[HB]
[HB] = 4,5 x 10-9

Memeriksa persamaan (2),


4,5 x 10-9 + 0,045 = 0,045

Substitusi dalam persamaan (1)


1,0 x 10-12 + 0,055 = 0,010 + 0,045
Indikator-indikator Asam-Basa

1. Teori Perilaku Indikator

Ada banyak asam dan basa organik lemah yang bentuk tak terurainya dan bentuk
ioniknya memiliki warna yang berbeda. Molekul tersebut bisa digunakan untuk menentukan
kapan penambahan titran telah mencukupi, dan dinamakan indikator visual.

2. Penentuan Rentang Perubahan Warna Suatu Indikator

Beberapa indikator Asam-Basa

3. Pemilihan indikator yang sesuai

4. Indikator galat
B. KELAYAKAN TITRASI ASAM-BASA
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa supaya suatu reaksi kimia cocok di gunakan dalam titrasi,
reaksinya harus sempurna pada titik ekivalen. Derajat kesempurnaan reaksi menentukan ukuran dan
ketajaman bagian vetikal dari kurva titrasi. Semkain besar tetapan kesetimbangan, semakin sempurna
reaksinya, semakin besar perubahan pH dekat titik ekivalen, dan semakin mudah untuk menempatkan
titik ekivalen dengan presisi yang bagus. Secara teori kita dapat menempatkan titik ekivalen dari suatu
reaksi yang tidak berjalan sempurna, tetapi secara praktis ini sangat sulit.

1. Besarnya tetapan kesetimbangan


Konsentrasi zat yang di titrasi dan titran mempengaruhi besarnya ΔpH dan pada kondisi
tertentu seorang analis bisa puas dengan kepresisian yang kurang daripada yang kita sebutkan. Dalam
bab ini kita menghitung nilai K untuk konversi 99,9% dan 99,99% dari analit menjadi produk pada
titik ekivalen. Berikut adalah contohnya.
Contoh :
Sebanyak 50 ml HA 0,1 M ditirasi dengan basa kuat 0,1 M. Hitunglah
a) Hitunglah nilai K minimun bila 49,95 ml titran di tambahkan, reaksi antara HA dan OH- pada
dasarnya sempurna dan pH berubah 2,00 satuan pada penambahan 2 tetes lagi (0,10 ml)
b) Ulangi perhitungan untuk ΔpH = 1,00 satuan
Penyelesaian : a) pH 0,05 ml di luar titik ekivalen dapat dihitung sebgai berikut :
0,05 𝑥 0,1
[OH--]= 100,05
= 5 x 10-5 M

pOH = 4,3
pH = 9,7
Jika ΔpH sama dengan 2,00 satuan, ph sebelum titik ekivalen harus 7,7. Pada titik ini,
jika reaksi sempurna, kita hanya memiliki 0,005 mmol HA yang tidak bereaksi.
Sehingga
[A−]
pH = pKa + log [HA]

[4,995]
7,7 = pKa + log
[0,005]

pKa = 4,7
Ka = 2 x 10-5
Ka
K = = 2x109
Kw

b) Jika ΔpH = 1,00 satuan ; maka


[4,995]
8,7= pKa + log
[0,005]

pKa = 5,70
Ka = 2 x 10-6
K = 2 x 108

2. Pengaruh Konsentrasi
Pengaruh konsentrasi pada perubahan pH untuk titrasi asam kuat-basa kuat ditunjukan pada
gambar dibawah iniUntuk asam lemah, pengaruh konsentrasi serta besarnya Ka pada ΔpH ditunjukan
pada tabel dibawah ini
Kesimpulan :
1. Semakin kecil nilai Ka, semakin tinggi nilai pH pada titik ekivalen dan semakin kecil nilai
ΔpH
2. Meningkatkan konsentrasi titran meningkatkan ΔpH. Ini menurunkan volume titran yang
dibutuhkan, sehingga membuat galat tertentu menjadi galat yang relatif lebih besar.

C. Larutan penyangga
Suatu larutan yang dapat menahan perubahan pH yang besar ketika ion-ion hidrogen atau
hidkroksida ditambahkan atau ketika larutan itu di encerkan disebut larutan penyangga. Banyak
proses kimia dan biologi yang sangat peka terhadap perubahan pH dari larutan. Dan memang sangat
penting untuk menjaga pH sekonstan mungkin. Oleh karena itu, larutan pernyangga mendapatkan
perhatian yang lebih besar dalam ilmu pengetahuan dan biologi.

1. Perilaku larutan penyangga


Secara umum, larutan penyangga mengandung pasangan asam basa konjugasi. Komponen-
komponen ini bereaksi dengan ion hidrogen atau hidroksida apa saja yang memasuki larutan.
Misalnya jika larutan penyangga HOAc dengan NaOAc, semua ion hidrogen yang memasuki larutan
dipakai reaksi dengan ion asetat dan ion hidroksida bereaksi dengan molekul asam asetat. pH tersebut
tidak berubah cukup besar karena perlu mengubah rasio asam basa konjugat 1o kali untuk mengubah
pH 1 unit.

2. Keefektifan penyangga
Keefektifan suatu larutan penyangga dalam menahan perubahan pH persatuan asam atau basa
kuat yang ditambahkan, mencapai nilai maksimumnya ketika rasio asam penyangga terhadap garam
adalah satu. Dalam titrasi asam lemah, titik maksimum keefektifan ini dicapai bila asam tersebut
ternetralkan separuh, atau pH = pKa.

3. Kapasitas penyangga
Kapasitas suatu penyangga merupakan ukuran keefektifanya dalam menahan pH dalam
perubahan pH pada penambahan asam atau basa. Semakin besar konsentrasi asam-basa konjugatnya
maka semakin besar kapasitas penyangga. Dalam menyiapkan suatu penyangga dengaan pH yang
diinginkan, analis harus memilih suatu sistem asam-garam (atau basa-garam) dimana pKa asam
tersebut sedekat mungkin dengan pH yang diinginkan. Dengan pemilihan ini rasio asam per garam
mendekati satu., dan diperoleh kefektifan maksimal atas peningkatan atau penurunan pH. Konsentrasi
sebenarnya dari asam dan garam yang dipakai tergantung pada ketahanan yang diinginkan untuk
mengubah pH .

4. Penyangga dan larutan asam dan basa kuat


Larutan asam basa kuat pekat menahan perubahan pH yang besar dan kurva titrasinya datar
pada rentang pH yang lebar. Larutan tersebut dapat digunakan untuk menjaga pH yang tetap pada
nilai yang agak rendah atau tinggi. pH penyangga yang dibuat dengan pasangan asam-basa konjugat
secara teoritis tidak tergantung volume larutan, karena pH itu bergantung pada rasio basa per asam
seperti yang di ungkapkan dalam persamaan Henderson-Hasselbalch :
[𝐵𝑎𝑠𝑎]
pH = pKa + log [𝐴𝑠𝑎𝑚]

Pada konsentrasi serendah itu, penguraian molekul air dapat menjadi suatu faktor penting.
Namun, normalnya kita tidak menggunakan suatu penyangga berkonsentrasi serendah itu, karena
kapasitas penyangganya sangat rendah.

5. Persiapan larutan penyangga


Kita telah melihat bagaimana cara menghitung konsentrasi pasangan asam-basa konjugat
yang dibutukan untuk menyiapkan suatu penyangga dengan pH dan kapasitas tertentu. Jika kita
menyiapkan larutan tersebut dan kemudian mengukur pH-nya dalam laboratorium, kita mungkin akan
menemukan bahwa nilai yang terukur sedikit berbeda dari nilai yang dihitung. Paling tidak ada tiga
alasan :

 Ketidakpastian dalam nilai tetapan disosiasi asam dan basa lemah.


 Galat yang disebabkan oleh pendekatan yang digunakan dalam perhitungan kita
 Efek aktivitas

Sistem asam-basa yang umumnya dipakai untuk menyiapkan penyangga dalam laboratorium
antara lain 1) asam ftalat-kalium hidrogen ftalat, kalium dihidrogen fosfat-dikalium hidrogen fosfat
yang dikenal sebagai penyangga Clark and Lubs 2) asam sitrat dinatrium hidrogen fosfat, ph 2 – 8
yang dikenal sebagai penyangga mellvaine

6. Penyangga fisiologis
Menarik untuk membahas prinsip-prinsip kimia asam-basa yang di bahas di bab ini berperan
langsung dalam bidang-bidang seperti biokimia dan fisiologi. Ahli fisiologi Claude Bernard adalah
orang yang pertama menegaskan bahwa fluida tubuh telah menyediakan suatu “lingkungan-dalam”
dimana sel-sel tubuh hidup dan melakukan berbagai fungsi-fungsi dan terlindungi dari lingkungan-
luar yang berubah-ubah. Jaringan hidup sangat peka terhadap perubahan komposif fluida yang
melingkupinuya dan mekanisme pengaturan dalam tubuh yang menjaga konstanya lingkungan dalam
tersebut terdiri dari salah satu fase paling penting dalam studi ilmu-ilmu biologi.
Aspek yang sangat penting dari pengaturan ini adalah pemeliharaan yang medekati konstan
dalam darah dan fluida-fluida lain dalam tubuh. Zat-zat yang karakterknya bersifat asam atau alkali
terkandung dalam makanan dan terbentuk terus menerus oleh reaksi metabolisme, tetapi pH darah
tetap konstan dalam 0,1 ph. Dua jalan utama untuk penghilangan asam dari tubuh adalah paru-paru
dan ginjal. Penyangga-peyangga utama dalam darah adalah protein, bikarbonat, fosfat, hemoglobin
(HHb) dan oksihemoglobin (HHbO2). Karbondioksida dibentuk secara metabolis dalam jaringan dan
dibawa oleh darah sebagai ion bikarbonat.

D. PENERAPAN TITRASI ASAM-BASA


Titrasi asam basa digunakan secara luas untuk analisi-analisi kimia. Dalam kebanyakan
penerapan, air adalah pelarut dan kita akan membatasi pembahasan kita pada larutan berair.
1. Reagen-reagen Asam-Basa
Dalam praktik laboratorium, orang lazim menyiapkan dan menstandarisasi satu larutan dari
asam dan satu larutan dari basa. Kedua larutan ini selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis
sampel-sampel asam dan basa yang tidak diketahui. Karena larutan asam lebih mudah dipertahankan
daripada larutan basa, maka asam biasanya dipilih sebagai standar referensi permanen untuk suatu
basa.

 Asam
Dalam memilih suatu asam untuk digunakan didalam larutan standar, hendaknya diperhatikan
faktor-faktor berikut :
1) Asam harus kuat
2) Asam tersebut tidak mudah menguap
3) Larutan asam harus stabil
4) Garam dari asam harus mudah larut
5) Asam tersebut bukan pengoksidasi yang kuat

 Basa dan galat karbonat


Natrium hidroksida merupakan basa yang paling lazim digunakan. Kalium hidroksida tidak
menawarkan kelebihan atas natrium hidroksida dan lebih mahal. Natrium hidroksida selalu
terkontaminasi oleh sejumlah kecil pengotor yang paling serius diantara nya adalah natrium karbonat.
Jika fenolftalein digunakan sebagai indikator, perubahan warna terjadi bila reaksi sempurna.
Metode yang paling lazim digunakan untuk mencegah galat karbonat adalah menyiapkan
natrium hidroksida yang bebas karbonat dan kemudian melindungi larutan dari itu agar tidak
menyerap CO2 dariudara.

2. Standar utama
Dalam praktik laboratorium adalah biasa untuk membuat larutan dari asam dan basa dengan
konsentrasi yang diinginkan dan kemudian menstandarisasi larutan terhadap standar utama. Membuat
larutan standar dari asam klorida bisa dilakukan dengan langsung menimbang sebagian HCl yang
diketahui densitasnya, diikuti dengan pengenceran dalam labu volumetri. Namun, lebih sering larutan
asam tersebut distandarisasi dengan cara yang biasa terhadap standar utama.

Syarat-syarat bahan standar utama


1) Harus langsung tersedia dalam bentuk murni atau dalam keadaan yang diketahui
kemurniaanya.
2) Zat tersebut harus mudah mengering dan tidak boleh terlalu higroskopis karena hal itu dapat
mengakibatkan air terikut saat penimbangan. Zat tersebut tidak boleh kehilangan berat saat
terpapar udara. Hidrat-hidrat garam umumnya tidak digunakan sebagai standar utama
3) Standar itu diinginkan memiliki berat ekivalen yang tinggi untuk meminimalkan akibat-akibat
dari kesalahan saat penimbangan
4) Asam atau basa tersebut lebih disukai yang kuat, yakni sangat terionisasi. Namun demikian,
asam atau basa lemah dapat digunakan sebagai standar tersebut akan digunakan untuk
menganalisis sampel dari asam atua basa lemah.

Contoh-contoh bahan standar utama


Senyawa kalium hidrogen ftalat, KHC8H4O4 (disingkat KHP) adalah standar utama yang
bagus sekali untuk larutan basa. Senyawa tersebut langsung tersedia dalam kemurniaan 99,95% atau
lebih baik dari Biro Standar Nasional dan dari para penyedia bahan kimia. Senyawa ini merupakan
asam lemah nonprotik, tetapi karena larutan basa seringkali digunakan untuk menentukan asam-asam
lemah, ini bukanmerupakan suatu kekurangan.

3. Analisis menggunakan titrasi asam-basa


Berbagai macam zat asam dan basa, baik anorganik maupun organik dapat ditentukan dengan
titrasi asam-basa. Terdapat juga banyak contoh dimana analit dapat diubah secara kimia menjadi suatu
asam atau basa dan kemudian ditentukan dengan titrasi. Kita akan membahas secara singkat beberapa
contohnya.

 Nitrogen

Penentuan nitrogen oleh titrasi amonia dengan asam kuat merupakan penrapan yang penting
dari titrasi asam-basa. Prosedurnya tergantung pada keadaan oksidasi nitrogen dalam senyawa yang
dianalisis. Jika nitrogen mendapat penambahan basa kuat
NH4+ + OH- NH3(g) + H2O

 Belerang

Unsur ini dapat ditentukan dalam zat organik dengan membakar sampel dalam aliran oksigen,
mengubah belerang menjadi SO2 dan SO3. Asam sulfat dengan basa standar
H2SO4 + 2OH- SO42- + 2H2O

 Gugus fungsi organik

Sejumlah gugus fungsi organik dapat ditentukan dengan titrasi asam – basa. Asam karboksilat
umumnya mempunyai nilai pKa sekitar 4 sampai 6 dan siap dititrasi. Asam sulfonat umumnya kuat
dan langsung larut dalam air. Alkohol dapat ditentukan dengan penambhan asetat anhidrid berlebih :
(CH3CO)2O + ROH  CH3COOR + CH3COOH
Anhidrida berlebih tersebut di hidrolisis menjadi asam asetat,
(CH3CO)2O + H2O  2CH3COOH

E. TITRASI TIDAK BERAIR


I. Peranan pelarut dalam reaksi Asam-Basa
Tinjau suatu asam , HB yang ingin kita titrasi dengan basa, misalnya NaOH. Kita telah
membahas kelayakan titrasi ini dalam pengertian kekuatan HB, menggunakan ketetapan disosiasi
sebagai ukuran. Ka sebenarnya adalah suatu ukuran kecenderungan HB untuk memindahkan sebuah
proton ke pelarut, air :
HB + H2O  H3O+ + B

II. Kesempurnaan reaksi titrasi


Secara umum kita tuliskan titrasi asam lemah, HX dengan pelarut anion (basa), S - sebagai
berikut :
HX + S- HS + X-
Dalam pelarut dengan tetapan dielektrik rendah dimana pembentukan pasangan ion dapat
terjadi, kita dapat tuliskan reaksinya
H+X- + M+S- HS + M+X-
Dari prinsip Le Chatelier kita dapat menyimpulkan bahwa reaksi berjalan lebih lanjut hingga
sempurna, maka pasangan ion H+X- dan M+S- semakin terdisosiasi dan pasangan ion dari garam M+X-
semakin terisosiasi pula.

III. Titran
Asam perklorat sejauh ini merupakan asam yang telah luas digunakan untuk titrasi basa
lemah, karena asam ini adalah asam yang sangat kuat yang sangat mudah di dapat. Berbagai basa kuat
yang lebih besar macamnya digunakan, antara lain tetraalkilamonium hidroksida dan natrium atau
kalium metoksida atau etoksida. Pelarut yang lazim untuk basa ini adalah alkohol yang lebih rendah
dan campuran benzena dengan metanol atau etanol.
Normalnya pengaruh temperatur pada volume titran terukur dapat diabaikan dengan larutan
berakhir pada variasi temperatur kamar biasa. Pelarut organik seperti asam asetat, benzena, metanol.
Sebaliknya, mempunyai koefisien ekspantermal yang agak besar, dan perubahan volumenya tidak bisa
diabaikan jika titran tersebut berada pada temperatur yang berbeda dari temperatur standarisainya.

IV. Deteksi titik akhir


Di pasaran tersedia sejumlah indikator visual, umumnya dengan nama-nama trivial seperti
kresol merah, metil merah, azo violet, dan kristal violet. Pemilihan indikator yang rasional tidak
mempunyai dasar teoritis yang baik, dan pilihanya sering kali paling baik dibuat atas dasar
pengalaman, coba-coba, atau mengacu ke kasus serupa yang ditemukan di dalam literatur.
Metode titik akhir potensiometrik sering dipakai walaupun, secara umum, perilaku elektroda
dalam pelarut non berair tidak dipahami dengan baik. Selain itu, pendekatan yang paling aman adalah
melihat apan yang telah digunakan pekerja lain dalam situasi yang serupa. Metode titik ujung
instrumental lain seperti konduktometri dan fotometri telah digunakan dengan sukses.

V. Penerapan
Jumlah senyawa yang telah di titrasi dalam median non berair terlalu banyak untuk ditulisakn
disini. Asam yang sangat lemah, seperti fenol , telah di titrasi dalam etilen diamina. Karena asam
karboksilat cukup kuat, hanya pelarut basa sedang seperti metanol dan etanol saja yang perlu dipakai.
Titrasi non berair penting dalam industri farmasi.

Anda mungkin juga menyukai