Pembimbing
Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan lulus ujian akhir pendidikan
Program Diploma Empat Jurusan Kimia Tekstil, Politeknik STTT Bandung,
merupakan hasil karya tulis saya sendiri. Skripsi ini bukan merupakan duplikasi dari
skripsi yang sudah dipublikasikan atau pernah dipakai untuk mendapatkan
kelulusan di lingkungan Politeknik STTT Bandung, maupun di Perguruan Tinggi
atau lembaga manapun, kecuali kutipan yang sumber informasinya dicantumkan.
Atas pernyataan ini, saya siap menerima sanksi yang dijatuhkan kepada saya
apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam
karya tulis saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya tulis ini.
Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat
beserta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang
berjudul “Pengolahan Limbah Pencapan Menggunakan Arang Aktif dari
Tempurung Kelapa dengan Metode Batch” dengan lancar. Tugas Akhir ini
merupakan salah satu syarat kelulusan program Diploma IV di Politeknik STTT
Bandung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung,
membantu, dan memfasilitasi penyusunan laporan sehingga dapat diselesaikan
dengan baik, terutama kepada Bapak, Ibu tersayang beserta keluarga besar yang
telah memberikan do’a dan motivasi untuk kelancaran dalam penyusunan Tugas
Akhir. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Wulan S, S.ST., MT. selaku dosen pembimbing yang tidak lelah untuk
mengingatkan dan memberi motivasi dalam penyusunan laporan ini.
2. Seluruh Civitas akademika Politeknik STTT Bandung yang telah membantu
penulis baik saat pelaksanaan penelitian maupun penyusunan Tugas Akhir.
Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca di kemudian hari.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
INTISARI ...........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
3.1 Percobaan/Pengamatan......................................................................... 18
ii
DAFTAR ISI(lanjutan)
Halaman
3.2 Bahan dan Metode................................................................................. 19
3.2.1 Alat......................................................................................................... 19
3.3 Percobaan.............................................................................................. 20
3.3.1.1 Tujuan.................................................................................................... 20
3.3.2.1 Tujuan.................................................................................................... 23
3.3.3.1 Tujuan.................................................................................................... 25
3.3.4.1 Tujuan.................................................................................................... 27
3
DAFTAR ISI(lanjutan)
Halaman
3.3.4.2 Prinsip Pengujian ................................................................................... 27
BAB IV DISKUSI................................................................................................ 31
4.2.3 Pengaruh Adsorpsi terhadap Kadar COD, BOD, dan TSS ..................... 35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................ 41
4
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Zat yang digunakan pada proses tekstil .............................................. 6
Tabel 2. 2 Baku mutu limbah bagi usaha dan atau kegiatan industri tekstil.......... 7
Tabel 2. 3 Daya serap arang aktif dari tempurung kelapa .................................. 16
Tabel 2. 4 Komposisi kimia tempurung kelapa................................................... 17
Tabel 3. 1 Tabel larutan yang ditambahkan untuk pengujian kadar COD........... 22
Tabel 3. 2 Faktor pengenceran uji BOD ............................................................. 24
Tabel 3. 3 Hasil uji pengukuran absorbansi dan persen pengurangan warna .... 29
Tabel 3. 4 Hasil uji pengukuran absorbansi dan persen pengurangan warna .... 29
Tabel 3. 5 Hasil uji COD, BOD, dan TSS ........................................................... 30
5
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. 1 Diagram alir penelitian pendahuluan ............................................... 4
Gambar 1. 2 Diagram alir penelitian utama.......................................................... 5
Gambar 2. 1 Tahap proses adsorpsi.................................................................... 8
Gambar 2. 2 Struktur grafhit heksagonal ........................................................... 12
Gambar 4. 1 Hasil penyisihan warna secara visual pada penelitian pendahuluan
.......................................................................................................................... 32
Gambar 4. 2 Pengaruh kecepatan pengadukan terhadap penyisihan warna ..... 33
Gambar 4. 3 Pengaruh massa adsorben terhadap penyisihan warna ................ 34
6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil pengujian COD, BOD, dan TSS ............................................. 41
Lampiran 2 Hasil pengolahan secara visual....................................................... 42
Lampiran 3 Hasil pengukuran absorbansi .......................................................... 43
vii
INTISARI
Industri tekstil merupakan salah satu industri penghasilkan limbah cair yang cukup
banyak dan dapat mencemari lingkungan jika tidak diolah terlebih dahulu sehingga
limbah industri diukur dengan parameter baku mutu air limbah. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Limbah menyebutkan bahwa baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu
usaha dan/atau kegiatan.
viii
BAB I PENDAHULUAN
Industri tekstil merupakan salah satu industri penghasilkan limbah cair yang cukup
banyak dan dapat mencemari lingkungan jika tidak diolah terlebih dahulu sehingga
limbah industri diukur dengan parameter baku mutu air limbah. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Limbah menyebutkan bahwa baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu
usaha dan/atau kegiatan.
Menurut (Alimsyah & Darmayanti, 2013) salah satu cara pengolahan limbah
adalah menggunakan arang aktif dan tanaman air. Arang aktif memiliki
kemampuan untuk mereduksi air limbah dengan kapasitas dan daya serap yang
besar. Kelemahan dari arang aktif adalah harga yang cukup mahal yang tidak
sesuai dengan daya beli masyarakat sehingga masyarakat menggunakan arang
non aktif. Arang non aktif adalah arang yang tidak mengalami proses aktivasi. Maka
dari itu tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara untuk
pengolahan limbah dengan proses karbonisasi dan aktivasi.
Salah satu industri kelapa sawit di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur setiap
harinya menghasilkan tandan kosong sejumlah 22% per ton dan cangkang
sebanyak 7% per ton (Kurniati, Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai
Arang Aktif, 2008). Tempurung kelapa sering diolah menjadi kerajinan tangan untuk
hiasan, alat rumah tangga seperti alat masak, dan digunakan sebagai arang untuk
proses pembakaran. Dilihat dari data tersebut tempurung kelapa mudah didapat
sehingga nilai ekonomisnya masih sangatlah rendah, untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari tempurung kelapa dan dapat bermanfaat bagi lingkungan salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah tempurung kelapa menjadi
arang aktif sehingga dapat digunakan untuk pengolahan limbah yang ekonomis
dan ramah lingkungan.
1
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan diatas maka
dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan tempurung kelapa sebagai arang aktif
untuk pengolahan limbah. Limbah cair yang digunakan yaitu limbah pencapan yang
diambil dari salah satu pabrik di wilayah Bandung.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kondisi optimum yang dapat
digunakan pada pengolahan limbah menggunakan arang aktif dari tempurung
kelapa dengan metoda batch.
Air limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil dan bahan sejenisnya disamping
mengandung bahan pencemar oraganik yang umum dinyatakan dalam COD, BOD,
TSS, dan logam-logam berat, juga mengandung bahan pewarna rantai panjang
yang relatif sukar diolah dengan proses biologis biasa dan perlu diolah lebih lanjut
untuk memenuhi peraturan baku mutu setempat (Herfiani, dkk, 2017). Agar limbah
tidak mencemari lingkungan harus diolah terlebih dahulu untuk menurunkan kadar
COD, BOD, TSS, dan logam logam berat yang terkandung dalam limbah.
Menurut (Alimsyah & Darmayanti, 2013) salah satu cara pengolahan limbah
adalah menggunakan arang aktif dan tanaman air. Arang aktif memiliki
kemampuan untuk mereduksi air limbah dengan kapasitas dan daya serap yang
besar.
2
Arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai
daya serap/adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap.
Karbon aktif secara luas digunakan sebagai adsorben dan secara umum
mempunyai kapasitas yang besar untuk mengadsorpsi molekul organik. Arang aktif
atau karbon aktif adalah arang yang dapat menyerap anion, kation dan molekul
dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik, larutan ataupun gas. Karbon
aktif terdiri dari berbagai mineral yang dibedakan berdasarkan kemampuan
adsorpsi (daya serap) dan karakteristiknya (Syauqiah, dkk, 2011).
Menurut (Hartanto & Ratnawati, 2010) daya adsorpsi sangat bergantung pada
karakteristik karbon aktif seperti kadar karbon terikat, kadar abu, kadar air, luas
permukaan dan rendemennya. Faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap
daya adsorpsi tersebut adalah luas permukaan karbon aktif karena mekanisme
adsorpsi berkaitan dengan jumlah pori-porinya.
Pemilihan tempurung kelapa sebagai arang aktif karena mudah didapat dan
memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi molekul organik. Kelemahan dari arang
aktif yaitu kemampuan penyerapannya yang memiliki batas sesuai dengan arang
aktif yang ditambahkan, maka dari itu penambahan arang aktif untuk pengolahan
limbah harus berbanding lurus dengan banyaknya limbah yang akan diperolah.
Waktu kontak antara arang aktif dan larutan limbah juga sangat berpengaruh
terhadap proses adsorpsi, jika waktu yang digunakan sesuai maka hasil penurunan
kadar COD, BOD, dan TSS juga akan semakin efektif.
3
4. Uji kadar Chemical Oxygen Demand(COD), Biochemical Oxygen
Demand(BOD), dan Total Solid Solition(TSS) terhadap limbah dilakukan di
Balai Besar Tekstil.
1. Pembuatan arang menggunakan mesin tanur dengan suhu 700oC selama 4 jam
lalu diaktivasi menggunakan Na2SO3 5% selama 24 jam, dilakukan pencucian
dengan aquades.
2. Penelitian pendahuluan menggunakan metode batch dengan massa arang
aktif 12,5 gram untuk 500 ml limbah dengan kecepatan tinggi.
3. Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan metode batch
menggunakan kecepatan pengadukan 100 dan 200 rpm dengan massa arang
aktif 10 gram terhadap 500 ml limbah untuk mencari kecepatan pengadukan
yang optimum lalu kecepatan pengadukan yang dipilih dilakukan variasi massa
sebesar 10, 20, dan 30 gram arang aktif untuk 500 ml limbah.
4. Proses penyaringan hasil percobaan menggunakan kertas saring.
4
Gambar 1. 2 Diagram alir penelitian utama
5
BAB II LANDASAN TEORI
6
Tabel 2. 2 Baku mutu limbah bagi usaha dan atau kegiatan industri tekstil
Parameter Kadar paling tinggi (mg/L)
BOD5 60
COD 150
TSS 50
Pt.co 200
Fenol Total 0,5
Krom Total (Cr) 1.0
Amonia Total(NH3-N) 8,0
Sulfida(sebagai S) 0,3
Minyak dan lemak 3,0
pH 6,0 – 9,0
Debit limbah paling tinggi 100 m3/ton produk tekstil
Sumber: (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2019)
2.2 Adsorbsi
Menurut (Rizwan, dll., 2017) adsorpsi adalah teknik yang baik digunakan dalam
pengelolaan air limbah dengan cara mencampur air limbah dan serbuk atau
butiran, seperti karbon dan tanah liat, atau dengan cara melewatkan air limbah
pada saringan yang terbuat dari butiran tersebut. Melalui teknik ini, kontaminan
dalam air limbah dapat diadsorpsi pada permukaan bahan.
Proses adsorpsi dikatakan dapat mudah mencapai kondisi abiotik yang layak untuk
mengolah limbah organik. Kondisi yang memengaruhi kemampuan adsorpsi harus
diperhatikan contohnya kesadahan air, waktu proses, dan banyak faktor lainnya.
Lumpur pada proses adsorpsi merupakan komponen yang penting jadi penting
untuk mengembangkan pemahaman yang lebih tentang proses pengolahan dan
kualitas lumpurmya. Pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif menunjukan
hasil yang sangat signifikan terhadap proses pengolahan limbah. Ada berbagai
macam material yang dapat digunakan sebagai adsorben cotohnya seperti arang,
karbon aktif, tanah liat, tanah, dan koagulan. Informasi tentang ukuran molekul dan
muatan zat warna, pH, dan garam kompleksnya sangat penting karena dapat
mempengaruhi proses adsorpsi karena terjadi kombinasi antara proses adsorpsi
dan pertukaran ion saat proses pengolahannya.
7
Menurut Reynold pada penelitian Isna Syauqiah (2011) adsorpsi adalah reaksi
eksoterm. Maka dari itu tingkat adsorpsi umumnya meningkat seiring dengan
menurunnya suhu. Waktu kontak merupakan hal yang menentukan dalam proses
adsorpsi. Gaya adsorpsi molekul dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila
waktu kontaknya dengan karbon aktif makin lama. Waktu kontak yang lama
memungkinkan proses difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi
berlangsung lebih baik.
Sumber: http://fannowidy.blogspot.com/2012/03/faktor-yang-mempengaruhi-
adsorpsi.html
8
Menurut Grim(1968) dalam Puspaningrum(2007) pada penelitian (Gustama, 2012)
menyebutkan bahwa terdapat dua metode adsorpsi yaitu adsorpsi secara fisik
(physiosorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorptions). Kedua metode terjadi
jika molekul-molekul dalam fasa cair diikat pada permukaan suatu fasa padat akibat
gaya tarik menarik pada permukaan padatan adsorben, mengatasi energi kinetik
dari molekul-molekul kontaminan dalam adsorbat. Mekanisme peristiwa adsorpsi
adalah sebagai berikut:
Daya adsorpsi arang aktif dapat terjadi karena adanya pori-pori mikro yang sangat
banyak sehingga menimbulkan gejala kapiler yang menyebabkan timbulnya daya
serap, permukaan yang luas dari arang aktif, pada kondisi bervariasi hanya
sebagian permukaan yang memiliki daya serap, hal ini karena permukaan arang
aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi pada permukaan yang aktif
saja (Azah & Rudyanto(1984) dalam (Gustama, 2012)).
Meskipun ada berbagai macam adsorben yang tersedia di pasaran, tidak semua
cocok untuk digunakan secara komersial. Harganya yang murah adsorben ini
mudah untuk didapat. Kemampuan ikatan dari adsorben adalah parameter yang
harus menjadi pertimbangan jika ingin menerapkannya pada proses pengolahan
limbah secara komersial. Lignoselulosa adalah salah satu adsorben yang efektif
digunakan dalam skala besar karena murah dan efektif untuk zat warna asam.
Kelemahan utama dari proses adsorpsi adalah waktu proses yang cukup lama dan
hasil samping berupa lumpur yang tidak mudah untuk diolah.
9
macam zat warna, memiliki tingkat adsorpsi dan kapasitas penyerapan yang tinggi,
memiliki ketahanan yang baik terhadap proses pengolahan limbah, dan tidak
terpengaruh oleh konsentrasi limbah yang berbeda.
- Ukuran molekul
- Polaritas molekul
Apabila molekul adsorbat memiliki ukuran diameter yang sama dengan pori
adsorben, maka molekul-molekul yang bersifat polar lebih kuat diadsorpsi daripada
molekul-molekul yang kurang polar.
- Kelarutan
Pada umumnya adsorbat yang bersifat hidrofobik akan sulit untuk diadsorpsi
dibandingkan larutan hidrofil.
2. Karakteristik adsorben
- Luas permukaan
10
- Ukuran pori
3. pH
4. Pengadukan
Kecepatan adsorpsi dipengaruhi oleh difusi film dan difusi pori tergantung dari
kecepatan pengadukan dalam sistem. Bila kecepatan pengadukan yan dilakukan
relatif kecil, maka proses adsorpsi hanya akan terjadi hingga tahap difusi film,
sedangkan bila kecepatan pengadukan yang dilakukan relatif besar, maka proses
adsorpsi terjadi hingga tahap difusi pori.
5. Tekanan
6. Suhu
Pada adsorpsi fisika umumnya terjadi pada temperatur di bawah titik didih
adsorbat, sehingga semakin tinggi temperatur menyebabkan kapasitas adsorpsi
semakin menurun, karena semakin tinggi temperatur proses desorpsi semakin
mudah terjadi. Sebaliknya pada adsorpsi kimia, jumlah adsorbat yang diadsorpsi
bertambah dengan naiknya temperatur adsorbat.
11
7. Waktu kontak
Arang aktif disusun oleh atom yang terikat secara kovalen dalam kisi heksagonal
di mana molekulnya berbentuk amorf yaitu merupakan pelat-pelat datar.
Konfigurasi molekul berbentuk pelat-pelat ini bertumpuk satu sama lain dengan
gugus hidrokarbon pada permukaannya, dengan menghilangkan hidrogen dan
bahan aktif (gugus hidrokarbon), maka permukaan dan pusat aktif menjadi luas.
(Sudradjat & Pari, 2011) struktur graphit heksagonal dapat dilihat pada Gambar
2.2 dibawah ini.
Sumber: Marsh H and Reinoso F R. 2006. Activated Carbon. Elsevier Science and
Technology.
Menurut (Bansal & Goyal, 2005) permukaan karbon memiliki karakteristik yang unik
karena memiliki kemampuan untuk menyerap dan memiliki kapasitas adsorpsi.
Adsorpsi menggunakan karbon aktif tidak hanya tentang luas permukaan dan
ukuran pori saja. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang cenderung sama tetapi
perlakuan dengan metode aktivasi yang berbeda dapat menghasilkan kemampuan
adsorpsi yang berbeda. arang aktif yang baik dapat ditentukan dengan
memperhatikan struktur kimia dan jenisnya, termasuk sifat dan luas
12
permukaan arang aktif, polaritas permukaannya, luas permukaan, dan ukuran pori-
pori, dan juga sifat fisika dan kimia dari adsorbat yang digunakan. Pada kasus
adsorpsi untuk larutan, konsentrasi larutan dan pH menjadi faktor yang harus
diperhatikan.
Jadi, arang aktif adalah adsorben yang baik dan serbaguna karena dapat
mengadsorpsi warna, bau, rasa, dan polutan organik maupun anorganik dari air
minum. Pengolahan limbah yang dilakukan meliputi beberapa industri yaitu untuk
pemurnian udara, di restoran, industri makanan, dan industri kimia, dan juga
farmasi.
Manurut (Sudradjat & Pari, 2011) arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang
mengandung karbon baik organik maupun anorganik, asal saja bahan tersebut
memiliki struktur yang berpori. Struktur atomi bahan baku juga menentukan
karakteristik arang aktif yang dihasilkan. Bahan baku yang memiliki pori dengan
diameter kecil dan jumlah banyak serta tekstur keras artinya memiliki permukaan
aktid yang luas akan menghasilkan arang aktif dengan daya adsorpsi tinggi,
contohnya adalah kayu keras berberat jenis tinggi, tunggak, tempurung kelapa,
kelapa sawit, dan batubara.
1. Pada suhu 100 – 120oC terjadi penguapan air dan sampai suhu 270oC mulai
terjadi peruraian selulosa. Destilat mengandung asam organik dan sedikit
methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200-270oC.
3. Pada suhu 310-500oC terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas CO,
CH4 dan H2 meningkat.
4. Pada suhu 500-1000oC merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon.
13
2.3.1.1 Faktor yang berpengaruh
1. Waktu karbonisasi
2. Suhu karbonisasi
Suhu karbonisasi yang berpengaruh terhadap hasil arang karena semakin tinggi
suhu, arang yang diperoleh makin berkurang tapi hasil cairan dan gas semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya zat-zat terurai dan yang
teruapkan.
1. Aktivasi kimia
Pada cara ini, proses aktivasi dilakukan dengan mempergunakan bahan kimia
sebagai activating agent. Aktivasi arang ini dilakukan dengan merendam arang ke
dalam larutan kimia, misalnya ZnCl2, HNO3, KCl dll. Sehingga bahan kimia akan
meresap dan membuka permukaan arang yang semula tertutup oleh deposit tar.
14
2. Aktivasi dengan suhu tinggi
Pada cara ini karbon atau arang dipanaskan dengan suhu tinggi didalam sistem
tertutup tanp udara sambil dialiri gas inert. Saat ini terjadi reaksi lanjutan
pemecahan atau peruraian sisa deposit tar dan senyawa hidrokarbon sisa
karbonisasi keluar dari permukaan karbon sebagai akibat gas suhu tinggi dan
adanya aliran gas inert, sehingga akan dihasilkan karbon dengan luas permukaan
yang cukup luas atau disebut karbon aktif.
1. Waktu perendaman
Waktu aktivasi menyebabkan nilai rendemen arang aktif akan cenderung menurun.
Semakin lama waktu aktivasi maka reaksi kimia dalam pembentukan arang aktif
akan terus terjadi. Reaksi kimia yang terjadi adalah adalah reaksi antara karbon
dengan zat pengoksidasi yang membentuk CO, CO2, dan H2. Semakin lama waktu
aktivasi maka pembentukan CO, CO2 dan H2 akan semakin banyak sehingga nilai
rendemen arang aktif akan semakin menurun (Gustama, 2012). Perendaman
dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk menghilangkan atau membatasi
pembentukan lignin, karena adanya lignin dapat membentuk senyawa tar. Waktu
perendaman untuk bermacam-macam zat tidak sama.
2. Konsentrasi aktivator
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat pengaruh
larutan tersebut mengikat senyawa-senyawa tar sisa karbonisasi untuk keluar
melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga permukaan karbon semakin porous
yang mengakibatkan semakin besar daya adsorpsi karbon aktif tersebut.
3. Ukuran bahan
Makin kecil ukuran bahan makin cepat perataan keseluruh umpan sehingga pirolisis
berjalan sempurna.
Menurut (Sudradjat & Pari, 2011) kualitas arang aktif dipengaruhi jenis bahan baku
yang digunakan. Tempurung kelapa umumnya memiliki daya serap yang lebih
tinggi daripada kayu, untuk beberapa jenis kayu (pinus dan akasia), terlihat
15
perbedaannya kurang nyata tetapi dalam proses produksi arang aktif dari
tempurung kelapa lebih seragam dan stabil dibandingkan dengan arang aktif yang
terbuat dari kayu. Selain bahan baku, jenis bahan kimia pengaktif juga
mempengaruhi kualitas arang aktif yang dihasilkan.
Bahan baku yang dapat dibuat menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang
mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun
barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi,
tulang binatang, batu-bara, tempurung kelapa, kulit biji kopi. Bila bahan-bahan
tersebut dibandingkan, tempurung kelapa merupakan bahan terbaik yang dapat
dibuat menjadi karbon aktif karena karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa
memiliki mikropori yang banyak, kadar abu yang rendah, kelarutan dalam air yang
tinggi dan reaktivitas yang tinggi (Pambayun, dkk, 2013).
Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Pada bagian
pangkal tempurug terdapat 3 buah lubang tumbuh (ovule) yang menunjukan bahwa
bakal buah asahnya berlubang 3 dan yang tumbuh biasanya satu buah. Tempurung
merupakan laposan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat
kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang terdapat pada
tempurung tersebut. Berat total buah kelapa, antara 15% sampai 19% merupakan
berat tempurungnya. Selain itu tempurung juga banyak mengandung lignin.
Kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama dengan yang rerdapat dalam
kayu. Pada umumnya nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa adaah
berkisar antara 18200 kJ/Kg hingga 19338,05 kJ/Kg. (Palungkun, 1999 pada
penelitian (Ndraha, 2009)). Komposisi kimia tempurung kelapa dapat dilihap pada
Tabel 2.4 pada halaman 17.
16
Tabel 2. 4 Komposisi kimia tempurung kelapa
Unsur kimia Kandungan %
Selulosa 26.60
Pentosan 27.00
Lignin 29.40
Kadar abu 0.60
Solvent ekstratif 4.20
Uronat anhydrad 3.50
Nitrogen 0.11
Air 8.00
Sumber: Suhardiyono, L., 1995. Tanaman kelapa: budidaya dan pemafaatannya.
Yogyakarta. Kanisiusn dalam penelitian (Ndraha, 2009)
Selulosa merupakan serat yang mudah terurai oleh panas, sedangkan lignin
merupakan struktur kuat dan menghasilkan atom karbon yang lebih banyak.
Kandungan lignin yang tinggi pada tempurung kelapa menjadi penyebab nilai
rendemen arang aktif lebih tinggi dibandingkan arang aktif lainnya. Rendemen
arang yang dihasilkan melalui proses karbonisasi adalah 36.38% (Gustama,
2012).
17
BAB III PEMECAHAN MASALAH
3.1 Percobaan/Pengamatan
1. Penelitian Pendahuluan
Percobaan yang dilakukan yaitu proses adsorpsi oleh arang aktif dari tempurung
kelapa menggunakan metode yang berbeda yaitu metode batch menggunakan
12,5 gram arang aktif untuk 500 ml limbah dengan kecepatan 200 rpm selama 2
jam.
2. Penelitian Utama
Percobaan yang dilakukan yaitu proses adsorpsi oleh arang aktif dari tempurung
kelapa dengan memvariasikan metode pengolahan limbah yaitu metode batch
menggunakan kecepatan pengadukan 100 dan 200 rpm, lalu dipilih kecepatan
pengadukan terbaik untuk divariasikan massa adsorben 10, 20, dan 30 gram untuk
500 ml limbah selama 2 jam.
1. Penelitian Pendahuluan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan proses pengolahan limbah
menggunakan adsorben tempurung kelap dengan metode batch.
2. Penelitian Utama
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kondisi optimum yang dapat
digunakan pada pengolahan limbah menggunakan arang aktif dari tempurung
kelapa dengan metoda batch.
18
3.2 Bahan dan Metode
3.2.1 Alat
- Jar test
- Piala gelas 600 ml
- Timbangan analitik
- Kertas saring
- Corong
- Botol plastik
- Alat penghalus
- Tanur
- Cawan
- Gelas ukur 100 ml
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah tempurung kelapa yang didapat dari Pasar di Jalan
Awi Bitung, Bandung, Jawa Barat pada bulan Februari 2019. Limbah yang
digunakan adalah limbah pencapan yang diambil dari salah satu pabrik di daerah
Bandung pada bulan Februari 2019. Adapun bahan lain yang digunakan
diantaranya:
- Na2CO3 5%
- Aquades
3.2.3 Metode
1. Penelitian Pendahuluan
Pembuatan arang aktif
- Tempurung kelapa dipijarkan dengan suhu 700oC selama 4 jam.
- Tempurung kelapa direndam menggunakan larutan Na2CO3 5% selama 24
jam.
- Dilakukan pencucian dengan aquades.
- Arang dikeringkan dengan suhu ruangan.
- Arang dihaluskan dengan menggunakan alat penghalus.
Proses pengolahan limbah
- Ditimbang arang aktif tempurung kelapa sebanyak 12,5 gram.
19
- Dimasukan arang aktif kedalam piala gelas 600 ml.
- Dituangkan limbah pencapan sebanyak 500 ml kedalam piala gelas.
- Larutan diaduk menggunakan mesin jar test dengan kecepatan pengadukan
200 rpm selama 2 jam.
- Larutan disaring menggunakan kertas saring.
2. Penelitian Utama
- Ditimbang arang aktif tempurung kelapa sebanyak 10 gram dibuat 2 sampel.
- Dimasukan arang aktif kedalam piala gelas 600 ml.
- Dituangkan limbah pencapan sebanyak 500 ml kedalam piala gelas.
- Larutan diaduk menggunakan mesin jar test dengan kecepatan pengadukan
100 dan 200 rpm selama 2 jam.
- Larutan disaring menggunakan kertas saring sehingga terpisah antara
endapan dengan larutan.
- Dipilih kecepatan pengadukan terbaik untuk memvariasikan massa arang aktif
sebanyak 10, 20, dan 30 gram.
- Dilakukan langkah kerja seperti diatas.
- Larutan hasil pengolahan disimpan pada botol plastik.
Diagram penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 1.1 pada halaman 4
sedangkan diagram penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 1.2 di halaman 5.
3.3 Percobaan
3.3.1 Pengujian Kadar Chemical Oxygen Demand (COD)
3.3.1.1 Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar Chemical Oxygen
Demand pada larutan limbah sebelum diproses dan sesudah diproses sehingga
dapat dibandingkan pengaruh dari metode yang digunakan.
Senyawa organik dan anorganik, terutama organik, dalam contoh uji dioksidasi
oleh Cr2O72- dalam refluks tertutup selama 2 jam menghasilkan Cr 3+. Kelebihan
20
kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium
Sulfat (FAS) menggunakan indikator ferroin. Jumlah oksidan yang dibutuhkan
dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg/L).
- Dipipet volume contoh uji dan tambahkan digestion solution dan tambahkan
larutan pereaksi asam sulfat ke dalam tabung atau ampul, seperti yang
dinyatakan dalam Tabel 3.1 berikut:
21
Tabel 3. 1 Tabel larutan yang ditambahkan untuk pengujian kadar COD
Total
Disgetion Contoh Digestion Larutan pereaksi
volume
Vessel uji (mL) solution (mL) asam sulfat (mL)
(mL)
Tabung kultur
16 x 100 mm 2,50 1,50 3,5 7,5
20 x 150 mm 5,00 3,00 7,0 15,0
25 x 150 mm 10,00 6,00 14,0 30,0
Standar
Ampul:
10 mL 2,50 1,50 3,5 7,5
Sumber: Badan Standarisasi Nasional. (2009). Air dan air limbah – Bagian 73: Cara uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan refluks tertutup
secara titrimetri. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
3.3.1.5 Evaluasi
Chemical oxygen deman (COD) yang tinggi menunjukan banyaknya jumlah bahan
organik pada sampel sehingga tingkat pencemarannya juga tinggi. Jika nilai COD
menurun menandakan proses adsorpsi yang baik sedangkan jika nilai COD tidak
berubah menandakan pengolahan limbah yang tidak efektif.
22
3.3.2 Pengukuran Kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD)
3.3.2.1 Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar Biochemical Oxygen
Demand pada larutan limbah sebelum diproses dan sesudah diproses sehingga
dapat dibandingkan pengaruh dari metode yang digunakan.
Sebuah contoh uji ditambahkan ke dalam larutan pengencer jenuh oksigen yang
telah ditambah larutan nutrisi dan bibit mikroba, kemudian diinkubasi dalam ruang
gelap pada suhu 20oC ± 1oC selama 5 hari. Nilai BOD dihitung berdasarkan selisih
konsentrasi oksigen terlarut 0 (nol) hari dan 5 (lima) hari. Bahan control standar
dalam uji BOD ini, digunakan larutan glukosa-asam glutamat.
1. Alat
- Botol DO;
- Lemari inkubasi atau water cooler, suhu 20oC ± 1oC, gelap;
- Botol dari gelas 5 L- 10 L;
- Pipet volumetrik 1,0 mL dan 10,0 mL;
- Labu ukur 100,0 mL; 200,0 mL; dan 1000,0 mL;
- pH meter;
- DO meter yang terkalibrasi;
- Shaker;
- Blender;
- Oven;
- Timbangan analitik.
2. Bahan
- Air bebas mineral;
23
- Larutan nutrisi (larutan buffer fosfat, larutan magnesium sulfat, larutan kalsium
klorida, larutan feri klorida);
- Larutan suspensi bibit mikroba;
- Larutan air pengencer;
- Larutan glukosa-asam glutamate;
- Larutan asam dan basa 1 N;
- Larutan natrium sulfit;
- Inhibitor nitrifikasi allylthiourea (ATU);
- Asam asetat;
- Larutan kalium iodide 10%;
- Larutan indicator amilum (kanji).
24
- Dilakukan pengocokan beberapa kali, kemudian tambahkan air bebas mineral
pada sekitar mulut botol DO yang telah ditutup;
- Disimpan botol A2 dalam lemari incubator 20oC ± 1oC sekana 5 hari;
- Dilakukan pengukuran oksigen terlarut terhadap larutan dalam botol A1
dengan alat DO meter yang terkalibrasi. Hasil pengukuran merupakan nilai
oksigen terlarut nol hari (A1). Pengukuran oksigen terlarut pada nol hari harus
dilakukan paling lama 30 menit setelah pengeceran;
- Diulangi pengerjaan butir keempat sampai delapan untuk penetapan blanko
dengan menggunakan larutan pengenceran tanpa contoh uji. Hasil
pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (B1) dan
nilai oksigen terlarut 5 hari (B2);
- Dilakukan pengerjaan butir keempat sampai delapan untuk penetapan control
standar dengan menggunakan larutan glukosa-asam glutamat. Hasil
pengukuran yang diperoleh merupakan nilai oksigen terlarut nol hari (C1) dan
nilai oksigen terlarut 5 hari (C2);
- Dilakukan kembali pengerjaan butir keempat sampai delapan terhadap
beberapa macam pengenceran contoh uji.
3.3.2.5 Evaluasi
Pengujian kadar Total Suspended Solid (TSS) dilakukan di Balai Besar Tekstil
dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kode SNI 06-
6989.3-2004.
3.3.3.1 Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan residu tersuspensi yang
terdapat dalam contoh uji secara gravimetri sebelum diproses dan sesudah
diproses sehingga dapat dibandingkan pengaruh dari metode yang digunakan.
25
3.3.3.2 Prinsip Pengujian
Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang.
Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan
pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili
padatan tersuspensi total (TSS).
26
- Dipindahkan kertas saring secara hati-hati dari peralatan penyaring dan
pindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika digunakan
cawan Gooch pindahkan cawan dari rangkaian alatnya.
- Dikeringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC, dinginkan dalam desikator untuk menyeimbangkan suhu dan
timbang.
- Diulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan lakukan
penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai perubahan berat
lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5
mg.
3.3.3.5 Evaluasi
3.3.4.1 Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui karakteristik warna dari larutan
yaitu nilai absorbansi pada larutan yang dihasilkan dari proses adsorpsi dan
sebelum dilakukan proses adsorpsi.
Pengujian pengukuran warna pada larutan zat warna reaktif hasil proses adsorpsi
menggunakan arang aktif dari tempurung kelapa menggunakan alat
spektrofotometer. Pengujian spektrofotometer dilakukan dengan sumber cahaya
standar D-65 untuk mendapatkan nilai A (Absorbansi).
27
3.3.4.3 Alat dan Bahan
1. Alat
- Spektrofotometer “Minolta” CM 3600d;
- Tabung kuvet;
- Pelat kalibrasi;
- Komputer dengan software “Spectramagic”.
2. Bahan
- Larutan limbah;
- Larutan limbah yang telah dilakukan proses adsorpsi.
3.3.4.5 Evaluasi
Absorbansi (A) adalah suatu polarisasi cahaya yang terserap oleh bahan
(komponen kimia) tertentu pada panjang gelombang tertentu sehingga akan
memberikan warna tertentu terhadap bahan. Nilai A yang bertambah tinggi
28
menunjukkan penyerapan zat warna oleh larutan lebih besar atau secara visual
warnanya lebih tua, sebaliknya nilai A yang semakin rendah menunjukan
penyerapan zat warna lebih sedikit sehingga secara visual warna larutannya lebih
muda.
%
Limbah awal 10 gr 100 rpm 10 gr 200 rpm
10 gr 100 rpm 10 gr 200 rpm
1,9914 0,909 0,7452 54,35 62,58
%
Limbah 10 gr 200 20 gr 30 gr
awal rpm 200 rpm 200 rpm 10 gr 20 gr 30 gr
200 rpm 200 rpm 200 rpm
1,9914 0,7452 0,6696 0,5139 62,58 66,38 74,19
29
Tabel 3. 5 Hasil uji COD, BOD, dan TSS
No Parameter Hasil uji (mg/L) Efisiensi (%)
Blanko Sampel
1 COD 1104 407 63,13
2 BOD 434 47 89,17
3 TSS 31,5 21,5 31,75
Keterangan:
Blanko = Limbah awal sebelum diolah
Sampel = Limbah setelah diolah
30
BAB IV DISKUSI
Data penelitian akan disajikan dalam bentuk grafik beserta tabel agar memudahkan
untuk melihat kondisi optimum dan kemampuan dari tempurung kelapa sebagai
adsorben untuk pengolahan limbah. Limbah yang digunakan merupakan limbah
pencapan dari salah satu pabrik tekstil di daerah Bandung yang diambil pada
tanggal 18 Februari 2019 untuk penelitian pendahuluan dan tanggal
30 April 2019 untuk penelitian utama, pengambilan dilakukan langsung di bak inlet
pada siang hari. Pengujian yang dilakukan yaitu berupa pengukuran kadar
Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), Total
Suspended Solid (TSS), dan pengukuran warna untuk melihat efektifitas dari
adsorben yang digunakan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui
pengaruh penggunaan adsorben tempurung kelapa pada pengolahan limbah
menggunakan arang aktif dari tempurung kelapa dengan metode batch sehingga
pada penelitian utama dapat dilakukan analisa mengenai faktor yang berpengaruh
sehingga dapat ditentukan suatu variasi untuk melihat kondisi optimum dari
pengolahan limbah.
31
limbah menggunakan limbah asli dari pabrik tekstil sehingga dapat diketahui
kemampuan dari adsorben yang digunakan.
Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah arang aktif dari tempurung
kelapa. Sebelum dapat dipakai sebagai arang aktif, dilakukan terlebih dahulu
proses karbonisasi dan proses aktivasi. Proses aktivasi dilakukan pada suhu
700oC selama 4 jam dengan menggunakan mesin tanur sedangkan proses aktivasi
dilakukan dengan menggunakan Na2CO3 5% dengan perendaman selama 24 jam.
Na2CO3 digunakan karena tidak bersifat korosif, ramah lingkungan, dan mudah
didapat. Reaksi aktivasi dapat dilihat dibawah ini:
Na2CO3 + 2 C 3 CO + 2 Na
Na2CO3 direduksi oleh karbon selama proses karbonisasi, atom natrium yang
terjadi selama aktivasi dapat memperluas pori-pori dan menciptakan porositas
baru.
Menurut (Sudradjat & Pari, 2011) pada suhu 500-1000oC merupakan tahap dari
pemurnian arang atau kadar karbon sehingga pada rentan suhu ini arang yang
dihasilkan memiliki kemurnian yang cukup tinggi, rendemen dari tempurung kelapa
setelah proses karbonisasi sebesar 36,38% dari berat awal. Proses aktivasi
dilakukan untuk membuka pori-pori dari arang aktif dan dapat meningkatkan
rendemen dan porositasnya dibandingkan aktivasi secara fisika.
32
Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa arang aktif dari tempurung kelapa bisa
digunakan sebagai adsorben untuk pengolahan limbah cair tekstil dengan
menggunakan metode batch.
100
Penyisihan Warna (%)
80
62.58
60 54.35
40
20
0
100 rpm 200 rpm
Kecepatan Pengadukan
33
Berdasarkan data dalam Gambar 4.2 dapat diketahui adanya perbedaan
penyisihan warna antara 100 rpm dengan 200 rpm, hasil terbaik terdapat pada
kepecapatan pengadukan 200 rpm dengan nilai penyisihan 62,58% sedangkan
pada kecepatan pengadukan 100 rpm hanya mendapat nilai 54,35%. Data tersebut
dapat dilihat bahwa kecepatan pengadukan dapat mempengaruhi penyisihan
warna, semakin besar kecepatan pengadukannya maka penyisihan warna juga
akan semakin baik karena jika pengadukan dilakukan secara perlahan proses
adsorpsi hanya akan terjadi sampai tahap difusi pada permukaan adsorben
sedangkan jika pengadukannya relatif cepat proses adsorpsi akan terjadi hingga
tahapan difusi kedalam pori-pori adsorben.
80 74.19
62.58 66.38
60
40
20
0
10 gram 20 gram 30 gram
Massa Adsorben
34
Berdasarkan data diatas dapat diketahui penyisihan warna dari setiap variasi
massa yang digunakan, massa 10 gram, 20 gram, dan 30 gram menghasilkan nilai
penyisihan warna secara berurutan sebesar 62,58%; 66,38%; dan 74,19%. Hal ini
menunjukan bahwa adanya penambahan adsorben mengakibatkan penyisihan
warna pada larutan juga semakin besar, hasil terbaik terdapat pada variasi 30 gram
hal ini menunjukan bahwa adsorbat yang digunakan teradsorpsi secara maksimal.
Pengujian ini hanya dilakukan pada variasi dengan hasil adsorpsi terhadap warna
yang terbaik sehinga variasi yang dipilih adalah variasi dengan menggunakan
35
massa 30 gram dengan kecepatan pengadukan 200 rpm dibandingkan dengan
limbah awal sehingga didapat efisiensi pengurangan COD, BOD, dan TSS. Data
kadar Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan
Total Suspended Solid (TSS).
Baku mutu untuk COD, BOD, dan TSS secara berurutan yaitu sebesar 150 mg/L,
60 mg/L dan 50 mg/L. Proses adsorpsi dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah adanya fenomena kapilaritas antara adsorben dengan adsorbat,
fenomena ini dapat terjadi karena adanya gaya kohesi maupun gaya adhesi.
Penyerapan dapat terjadi karena adanya gaya kohesi yang lebih besar
dibandingkan dengan gaya adhesi sehingga adsorbat akan tertarik kedalam pori
dari adsorben karena adanya gaya antar partikel yang jenisnya berbeda.
Data hasil uji COD, BOD, dan TSS pada Tabel 3.3 di halaman 30 menunjukan hasil
efisiensi yang berbeda, pengolahan limbah menggunakan metode adsorpsi
merupakan pengolahan limbah secara fisika karena mengandalkan kapasitas
penyerapan dari adsorben yang digunakan. Data yang disajikan menunjukan
bahwa terjadi penurunan pada semua faktor, efisiensi tertinggi terdapat pada
parameter BOD dengan efisiensi 89,17%, kadar BOD setelah pengolahan
menggunakan 30 gram adsorben menunjukan nilai yang memenuhi baku mutu.
Efisiensi untuk COD sebesar 63,13% karena permukaan arang tempurung kelapa
mampu mengadsorpsi bahan organik,. Walaupun dengan efisiensi 63,13% tetapi
tetap tidak memenuhi baku mutu sehingga harus dilakukan proses tambahan. Nilai
efisiensi untuk TSS hanya sebesar 31,75% tetapi telah memenuhi baku mutu yang
menunjukan bahwa partikel koloid yang terkandung dalam limbah hanya sedikit,
partikel koloid dalam limbah akan tertangkap oleh adsorben hinnga menyebabkan
adsorben menjadi jenuh. Presentase efisiensi pada tiga faktor tersebut berbeda
karena kadar awal COD, BOD, dan TSS juga berbeda, efisiensi tertinggi pada COD
dapat dikarenakan kadar awal yang banyak dan mendominasi sehingga besar
kemungkinan adsorben menyerap partikel tersebut dibandingkan partikel yang
kadarnya sedikit, ini dapat dilihat efisiensi untuk BOD dan TSS yang penurunannya
tidak signifikan walaupun sudah memasuki angka baku mutu yang menandakan
pori-pori dari adsorben telah penuh sehingga mengakibatkan adsorben menjadi
mudah jenuh.
36
tetapi untuk kadar COD masih belum lolos nilai baku mutu sehingga alangkah lebih
baik jika dilakukan proses atau metode tambahan agar hasil pengolahan limbah
layak sesuai dengan baku mutu limbah cair tekstil.
37
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Agar lebih baik lagi dan dapat diterapkan di industri tekstil maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan seperti:
38
DAFTAR PUSTAKA
2. Badan Stadarisasi Nasional. (2004). Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji
padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri.
Jakarta: Badan Stadarisasi Nasional.
3. Badan Stadarisasi Nasional. (2009). Air dan air limbah - Bagian 72: Cara uji
Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand/BOD). Jakarta:
Badan Stadarisasi Nasional.
4. Badan Standarisasi Nasional. (2009). Air dan air limbah – Bagian 73: Cara uji
Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan
refluks tertutup secara titrimetri. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
5. Bansal, R. C., & Goyal, M. (2005). Activated Carbon Adsorption. Boca Raton:
Taylor & Francis Group, LLC.
10. Herfiani, Z. H., Rezagama, A., & Nur, M. (2017). Pengolahan Limbah Cair Zat
Warna Jenis Indigosol Blue (C.I Vat Blue 4) Sebagai Hasil Produksi Kain
Batik Menggunakan Metode Ozonasi dan Adsorpsi Arang Aktif Batok Kelapa
Terhadap Parameter COD dan Warna. Jurnal Teknik Lingkungan, 2.
11. Imtiazuddin, Mumtaz, M., & Mallick, K. A. (2012). Journal of Basic & Applied
Sciences. Pollutans of Wastewater Characteristics in Textile Industries, 664-
668.
39
12. Kurniati, E. (2008). Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang
Aktif. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, 96.
14. Maulana, S., & Anwari, F. (2018). Utilization of oil palm fronds in producing
activated carbon. Materials Science and Engineering, 1-8.
17. Pambayun, G., Yulianto, R., Rachimoellah, & Putri, E. (2013). Pembuatan
Karbon Aktif dari Arang Tempurung Kelapa dengan Aktivator ZnCl2 dan
Na2CO3 Sebagai Adsorben untuk Mengurangi Kadar Fenol dalam Air
Limbah. Jurnal Teknik POMITS, 116.
18. Rizwan, M., Ali, S., Ahmad, R., Shahid, M. J., Siddique, K., & Rizvi, H. (2017).
Adsorption. Textile Wastewater Treatment Options: A Critical Review, 5-6.
19. Sastrawidana, Maryam, S., & Sukarta. (2012). Jurnal Bumi Lestari.
Perombakan Air Limbah Tekstil Menggunakan Jamur Pendegradasi Kayu
Janis Polyporus sp Teramobil pada Serbuk Gergaji Kayu, 382-389.
20. Sudradjat, R., & Pari, G. (2011). Arang Aktif: Teknologi Pengolahan dan
Mada Depannya. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
21. Syauqiah, I., Amalia, M., & Kartini, H. A. (2011). ANALISIS VARIASI WAKTU
DAN KECEPATAN PENGADUK PADA PROSES ADSORPSI LIMBAH
LOGAM BERAT DENGAN ARANG AKTIF. INFO TEKNIK, 11.
22. Wahyuni, S., & Widiastuti, N. (2010). ADSORPSI ION LOGAM Zn(II) PADA
ZEOLIT A YANG DISINTESIS ABU DASAR BATUBARA PT IPMOMI
PAITON DENGAN METODE BATCH. Prosiding KIMIA FMIPA - ITS, 1-11.
40
LAMPIRAN
41
Lampiran 2 Hasil pengolahan secara visual
Sampel Hasil
Limbah
42
Lampiran 3 Hasil pengukuran absorbansi
%
10 gr 100 10 gr 200 20 gr 200 30 gr 200
λ Blanko 10 gr 100 10 gr 200 20 gr 200 30 gr 200
rpm rpm rpm rpm
rpm rpm rpm rpm
400 1.9914 0.909 0.7452 0.6696 0.5139 54.35 62.58 66.38 74.19
420 1.8761 0.8665 0.7093 0.6451 0.4974 53.81 62.19 65.61 73.49
440 1.7423 0.8102 0.6594 0.6057 0.4692 53.50 62.15 65.24 73.07
460 1.6162 0.7518 0.608 0.5646 0.4402 53.48 62.38 65.07 72.76
480 1.5302 0.7055 0.5662 0.5314 0.4173 53.89 63.00 65.27 72.73
500 1.4283 0.6421 0.5084 0.4841 0.3844 55.04 64.41 66.11 73.09
520 1.4248 0.6108 0.4796 0.4619 0.3686 57.13 66.34 67.58 74.13
540 1.4473 0.5921 0.4633 0.4493 0.3594 59.09 67.99 68.96 75.17
560 1.5686 0.588 0.4575 0.4466 0.3549 62.51 70.83 71.53 77.37
580 1.556 0.5637 0.4355 0.4283 0.3412 63.77 72.01 72.47 78.07
600 1.3936 0.5116 0.3925 0.3909 0.3169 63.29 71.84 71.95 77.26
620 1.3261 0.4913 0.3761 0.3771 0.3066 62.95 71.64 71.56 76.88
640 1.1752 0.4652 0.3551 0.358 0.294 60.42 69.78 69.54 74.98
660 1.066 0.4432 0.3374 0.3424 0.2831 58.42 68.35 67.88 73.44
680 1.0458 0.4298 0.3266 0.3336 0.2768 58.90 68.77 68.10 73.53
700 1.0278 0.4196 0.3185 0.3267 0.2722 59.17 69.01 68.21 73.52
43