TESIS
Oleh
JZOLANDA TSAVALISTA BURHANI
NIM: 25017035
(Program Studi Magister Teknik Sipil)
Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
Burhani, J. T. (2019): Optimasi permasalahan terminal petikemas terintegrasi –
proses perencanaan kapal di pelabuhan petikemas, Tesis Program Magister,
Institut Teknologi Bandung.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan
Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
ii
Dipersembahkan kepada orang-orang tercinta
Seluruh keluarga, teman-teman, dan pengajar
yang selalu mendukung lahir dan batin
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tesis yang berjudul
“Optimasi permasalahan terminal petikemas terintegrasi – proses perencanaan kapal
di pelabuhan petikemas”. Laporan tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
kelulusan tahap Magister di Program Studi Teknik Sipil ITB.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Eng. Russ Bona Frazila, S.T.,
M.T., Ir. Idwan Santoso, M.Sc., DIC., Ph.D., dan Dr.Eng. Febri Zukhruf, S.T.,
M.T. selaku pembimbing dan penguji, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
dukungan, semangat, kritik, dan masukan kepada penulis dalam proses pengerjaan
tesis ini.
1. Keluarga penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada
penulis;
2. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknik Sipil yang telah berbagi
ilmu serta pengalaman di bidang ketekniksipilan;
3. Staf Tata Usaha Program Studi Magister Teknik Sipil ITB yang telah
memberikan bantuan dan layanan yang baik dalam proses penyelesaian tesis
ini.
iv
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
vii
DAFTAR TABEL
viii
ix
Bab I Pendahuluan
Hasil survei yang dilakukan oleh Notteboom (2006) menunjukkan bahwa lebih
dari 85% penyebab tidak dapat diandalkannya perdagangan transportasi petikemas
1
adalah karena sistem pelabuhan. Porsi terbesar disebabkan oleh kemacetan dan
waktu tunggu yang dihasilkan sebelum/setelah pemuatan/pembongkaran di
pelabuhan (65,5%). Bagian terbesar kedua yaitu produktivitas pelabuhan yang
buruk (20,6%). Dapat disimpulkan bahwa harapan akan efisiensi dari perusahaan
pelayaran kapal tidak dapat dipenuhi oleh operator pelabuhan. Pada kenyataannya,
sebagai simpul utama dalam jaringan transportasi maritim, terminal petikemas
memiliki posisi yang strategis di antara entitas lain dalam jaringan.
Mempertimbangkan semua prospek yang menantang ini, terminal petikemas
bertujuan untuk memanfaatkan semua sumber daya dan mengkoordinasikan
kegiatan dengan sebaik mungkin pada saat yang bersamaan agar memberikan
solusi yang hemat biaya, andal, dan kuat untuk berbagai masalah terminal
petikemas.
2
hambatan tersebut, integrasi dari ketiga operasi tersebut perlu dilakukan untuk
menyelesaikannya sebagai satu masalah. Permasalahan tersebut memiliki sumber
daya umum, sehingga mengintegrasikan masalah yang relevan akan memastikan
pemanfaatan yang lebih tinggi dari sumber daya yang terbatas. Hal ini juga akan
membawa arus informasi yang lebih baik ke masalah yang berbeda berikutnya,
sehingga ketidakpastian akan relatif berkurang untuk masalah pada tahap
berikutnya. Perencana juga dapat merumuskan biaya yang lebih realistis dengan
mengintegrasikan masalah yang berbeda dengan komponen biaya yang berbeda.
Dikarenakan terminal petikemas bertujuan mengurangi biaya dalam keseluruhan
sistem, mengintegrasikan masalah yang relevan akan membantu perencana untuk
memiliki pemahaman yang lebih baik tentang struktur biaya.
I.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah melakukan kajian pengembangan
model optimasi untuk mengintegrasikan proses perencanaan kapal (ship planning
process), yang terdiri dari berth allocation problem (BAP), quay crane
3
assignment problem (QCAP), dan quay crane scheduling problem (QCSP).
Adapun beberapa sub-tujuan dari penelitian ini disebutkan dalam beberapa poin
sebagai berikut.
Mengidentifikasi komponen sistem (entitas, kejadian, kegiatan, parameter,
dll) yang mempengaruhi proses perencanaan kapal (ship planning process);
Mengembangkan model optimasi untuk mengintegrasikan permasalahan
pada proses perencanaan kapal (ship planning process); dan
Mengimplementasikan dan menganalisis model optimasi tersebut yang
diterapkan pada suatu lokasi studi.
4
Bab ini menjelaskan mengenai tahapan dan sistematika pengerjaan
penelitian, dan tahapan pengerjaan penelitian mulai dari tahap persiapan,
tahap pengumpulan data, tahap pembuatan model, hingga tahap analisis dan
rekomendasi.
5
6
Bab II Tinjauan Pustaka
BAP diklasifikasikan sebagai statis atau dinamis berkenaan dengan apakah waktu
kedatangan kapal membebankan batasan pada waktu mulai dermaga. Salah satu
model pertama untuk BAP dinamis disajikan oleh Imai et al. (2001) dan secara
berurutan ditingkatkan oleh Imai dkk. (2005) untuk kasus alokasi dermaga terus
menerus. Yang terakhir ini menyajikan pendekatan heuristik dua tahap yang
menggunakan solusi berlabuh diskrit dan merealokasikannya secara kontinyu.
Cordeau dkk. (2005) mengusulkan Tabu Search (TS) untuk BAP diskrit dinamis
dan varian kontinyu. Pendekatan simulated annealing yang berkinerja baik
diusulkan oleh Kim dan Moon (2003) untuk BAP berkelanjutan.
II.1 Properties
Daftar literatur yang relevan untuk BACASP dirangkum dalam Tabel II.1, di
mana informasi tentang struktur masalah, fungsi obyektif dan pendekatan solusi
disajikan. Studi ini terdaftar dalam urutan kronologis tahun publikasi. Dalam
7
makalah perintis untuk BACASP, Park dan Kim (2003) mempresentasikan model
untuk masalah ini. Model ini mendukung penetapan QC waktu-varian dan
diselesaikan dengan menggunakan lagrangian relaxation-based heuristics.
Setelah itu, metode dynamic programming memberikan spesifikasi QC ke kapal.
Sehubungan dengan atribut spasial, beberapa makalah fokus pada alokasi tempat
berlabuh di BACASP (Imai, Chen, Nishimura, dan Papadimitriou (2008),
Giallombardo et al. (2010), Vergados, Schaeren, Dullaert, dan Raa (2013)).
Namun, tata letak tempat berlabuh di BACASP juga telah menarik banyak peneliti
(lihat Tabel II.1). Ekstensi yang berbeda muncul dalam literatur di sekitar properti
alokasi dermaga dari BACASP. Meisel dan Bierwirth (2009) menganggap
kerugian produktivitas marjinal karena gangguan QC. Eksperimen dengan
berbagai tingkat kemacetan menunjukkan dampak kuat dari interferensi QC pada
fungsi biaya. Waktu penanganan yang tergantung pada posisi berlabuh
dimodelkan oleh Meisel (2009a). Perpanjangan lainnya adalah pemodelan kendala
operasional QC. Giallombardo dkk. (2010) mengusulkan skema profil QC di
mana penulis memasukkan efek dari pergeseran, gangguan QC, prioritas kapal
dan berbagai kendala kehidupan nyata. Mereka mengusulkan heuristik dalam dua
tahap (two-stage heuristic). Pada tahap pertama, profil QC ditugaskan untuk
setiap kapal. Pada tahap kedua, penulis memecahkan BAP yang tersisa melalui TS
heuristic. BACAP juga dipelajari oleh Blazewicz, Cheng, Machowiak, dan Oguz
(2010). Mereka menganggap masalah sebagai masalah penjadwalan mesin paralel
dan berusaha untuk meminimalkan makespan.
Variasi masalah juga dapat ditemukan sehubungan dengan penugasan QC. Dua
kebijakan utama tersebut yaitu penugasan QC waktu-varian (time-variant) dan
waktu-invarian (time-invariant). Dalam versi waktu-invarian, sebagian besar
penulis memecahkan masalah penugasan QC pertama dan kemudian
menyelesaikan BAP (Liang, Huang, dan Yang (2009), Chen, Lee, dan Cao
(2012), dll.). Aspek pemodelan lainnya adalah apakah masing-masing QC
ditugaskan atau jumlah QC untuk melayani setiap kapal ditentukan. Imai dkk.
(2008) mempertimbangkan penugasan QC tertentu melalui batasan-batasan
pergerakan QC yang terperinci. Hal ini memastikan penugasan QC tertentu,
8
namun hubungan antara jumlah QC yang dikerahkan dan waktu pemrosesan dapat
ditingkatkan. Dalam contoh lain, Chen et al. (2012) membuat penugasan spesifik
QC-to-vessel dan ini memfasilitasi penghitungan persyaratan QC. Mereka
mengusulkan ketidaksetaraan yang valid yang menghubungkan penjadwalan
dermaga dan penugasan QC lebih baik dan beberapa ketidaksetaraan yang valid
adalah dalam bentuk hambatan yang tidak melintasi batas.
9
Tabel II.1 Integrated BACASP literature abstract
10
II.4 Posisi Penelitian dan Kontribusi Tesis
Berdasarkan beberapa tinjauan literatur yang dilakukan baik secara langsung,
maupun tidak langsung, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Belum ada penelitian terkait yang menggunakan metode Particle Swarm
Optimization (PSO); dan
2. Belum ada penelitian terkait yang menggunakan area Pelabuhan Tanjung
Priok sebagai lokasi studi.
Oleh karena itu, posisi penelitian yang dilakukan ini adalah mencoba untuk
mengisi gap penelitian sebelumnya pada tiga hal tersebut.
1. Penelitian ini mencoba mengembangkan model optimasi dengan
menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO); dan
2. Penelitian ini mencoba mengembangkan model optimasi dengan
menggunakan area Pelabuhan Tanjung Priok sebagai lokasi studi.
11
12
Bab III Metodologi Penelitian
13
Gambar III.2 Metodologi Penelitian II
14
III.2 Perumusan Masalah
III.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama dalam pemecahan masalah.
Identifikasi masalah bertujuan untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan.
Masalah secara sederhana didefinisikan sebagai adanya kesenjangan antara apa
yang diinginkan dengan apa yang terjadi. Permasalahan ini kemudian digali lebih
dalam sehingga topik bahasan menjadi lebih terfokuskan.
15
nyata dan menggabungkannya dengan konsep dasar untuk menyelesaikan
penelitian.
Menurut Daellenbach (2005), hal-hal yang harus terdapat pada rich picture adalah
sebagai berikut:
Elemen dari stuktur, yaitu segala komponen dari suatu situasi yang stabil
atau tidak berubah dengan cepat dalam rentang waktu situasi yang
digambarkan;
16
Elemen dari proses, yaitu segala aspek dinamis yang mengalami perubahan
atau berada pada status yang tidak pasti, seperti aktivitas yang terjadi pada
struktur; dan
Hubungan antar struktur-proses dan antar proses, yaitu bagaimana suatu
struktur atau situasi mempengaruhi proses, bagaimana proses
mempengaruhi proses dan situasi lain, dan hal apa saja yang terbentuk dari
hubungan-hubungan tersebut.
17
A. Algoritma Optimasi Metaheuristik
Aplikasi di bidang teknik dan industri sering melibatkan masalah optimisasi
dengan kendala-kendala yang kompleks. Masalah tersebut seringkali bersifat
nonlinear, sehingga masalah ini sulit diselesaikan. Metode-metode klasik
seringkali tidak dapat bekerja dengan baik dengan masalah-masalah yang
nonlinear dan multimodal seperti ini. Salah satu penyebabnya adalah karena di
dalam metode klasik seperti metode Newton dibutuhkan informasi gradien – dan
di dalam metode lainnya, dibutuhkan Hessian – padahal tidak semua fungsi
memiliki gradien di daerah definisinya. Sebab lainnya adalah kekonvergenan
metode klasik tersebut biasanya bergantung pada nilai titik tebakan awal, sehingga
dalam iterasi prosesnya, ada peluang proses pencarian terjebak di nilai optimum
lokal.
18
Dalam Leonora, et. al (2009), disebutkan bahwa metaheuristik berarti prosedur
atau algoritma heuristik tingkat tinggi yang didesain untuk menemukan, membuat,
atau memilih prosedur atau algoritma heuristik dengan tingkat lebih rendah yang
dapat memberikan solusi yang cukup baik untuk masalah optimisasi, khususnya
masalah-masalah dengan informasi yang tidak lengkap atau dengan kapasitas
komputasi yang terbatas.
19
milyaran tahun telah menyelesaikan banyak masalah yang kompleks. Sangat
banyak sistem biologis yang telah berkembang dengan efisiensi yang
menakjubkan dalam memaksimumkan tujuan objektif mereka, seperti reproduksi.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik dari berbagai sistem biologi yang telah
terbukti sukses ini, banyak algoritma yang terinspirasi alam (nature-inspired)
yang telah dikembangkan di beberapa dekade terakhir ini (Yang, 2010 dalam
Yang, 2012). Sebagai contoh, Genetics Algorithm (GA) didasarkan kepada
evolusi sistem biologi Darwin, Particle Swarm Optimization (PSO) didasarkan
kepada perilaku kawanan ikan dan burung, juga Bat Algorithm (BA) didasarkan
kepada perilaku ekolokasi kelelawar mikro (Yang, 2012).
20
dua karakteristik, yaitu posisi dan kecepatan. Setiap partikel bergerak dalam ruang
(space) tertentu dan memiliki memory mengenai posisi terbaik yang pernah dilalui
atau ditemukan terhadap sumber makanan atau nilai fungsi objektif. Setiap
partikel menyampaikan informasi atau posisi terbaiknya kepada partikel yang lain
dan menyesuaikan posisi serta kecepatan masing-masing berdasarkan informasi
yang diterima mengenai posisi yang terbaik tersebut. Maka dari itu, PSO memiliki
prinsip dasar:
Setiap partikel mencari posisi terbaik.
Setiap partikel bergerak dan memiliki kecepatan.
Setiap partikel memiliki memory mengenai posisi terbaik yang pernah
dilalui.
Setiap partikel menyampaikan informasi atau posisi terbaiknya kepada
partikel yang lain dan menyesuaikan posisi serta kecepatan masing-masing
berdasarkan informasi yang diterima mengenai posisi yang terbaik tersebut.
21
Gambar III.3 Skema Cohesion
22
Ketika seekor burung mendekati target atau makanan (minimum dan
maksimum dari suatu fungsi tujuan) secara cepat mengirim informasi
kepada burung-burung lainnya dalam kawanan tertentu.
Burung yang lain akan mengikuti arah menuju ke makanan tetapi tidak
secara langsung.
Ada komponen yang tergantung pada pikiran setiap burung, yaitu
memorinya tentang apa yang sudah dilewati pada waktu sebelumnya.
Model ini akan disimulasikan dalam ruang dengan dimensi tertentu dengan
sejumlah iterasi sehingga setiap iterasi, posisi partikel akan semakin mengarah ke
target yang dituju (minimasi atau maksimasi fungsi tujuan). Ini dilakukan hingga
maksimum iterasi dicapai atau bias juga digunakan kriteria penghentian yang lain.
C. Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO)
Adapun dua langkah utama ketika menerapkan algoritma PSO pada masalah
optimasi, yaitu:
Representasi solusi
Fungsi fitnessnya
Proses algoritma PSO terdiri dari 3 tahapan utama, yang akan terus berulang
sampai kriteria penghentian terpenuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Evaluasi fitness setiap partikel.
2. Memperbaharui fitness dan posisi dari individual dan global best.
3. Memperbaharui kecepatan dan posisi dari setiap partikel.
23
4. Untuk setiap particle, bandingkan nilai fluktuasi f ( x i ) dengan nilai
terbaiknya yang telah dicapai f ( p i) (local best), jika f ( x i ) < f ( p i ), maka f ( p i)
diganti dengan f ( x i ).
5. Untuk setiap particle, bandingkan nilai fluktuasi f ( x i ) dengan nilai terbaik
yang dicapai dalam populasi f ( g ) (global best), jika f ( x i ) < f ( g ), maka f ( g )
diganti dengan f ( x i ).
6. Berdasarkan persamaaan di bawah ini, kecepatan ( v i ) dan posisi dari particle
( x i )diubah.
7. Jika telah mencapai kondisi akhir (mencapai nilai iterasi yang maksimum
dan perulangan telah mencapai nilai optimum), maka perulangan berhenti
dan nilai optimum didapatkan. Namun jika belum, maka proses berulang
pada tahap c.
24
Gambar III.7 Algoritma PSO
Partikel dalam PSO mengubah kondisi kecepatannya sesuai dengan tiga prinsip-
prinsip berikut:
25
Inertia, yakni untuk membuat particle bergerak menuju ke tujuan yang
sama dengan kecepatan yang sama.
Personal Influence, yaitu untuk mengubah kondisi personal sesuai dengan
posisi yang paling optimalnya.
Social Influence, yaitu untuk mengubah kondisi sesuai dengan posisi yang
paling optimial dari kumpulan tersebut.
Gambar III.9 Inertia, Personal Influence, dan Social Influence pada PSO
Parameter yang dibutuhkan pada algoritma PSO tidak banyak, berikut merupakan
beberapa parameternya:
26
c 1dan c 2 biasanya sama yaitu 2. Tetapi biasanya dan berada diantara
range [0, 4].
Kondisi Berhenti
Mencapai nilai iterasi maksimum, perulangan telah mencapai nilai optimum
atau minimum error yang diinginkan.
Inertia Weight ( w )
Di algoritma PSO keseimbangan antara kemampuan eksplorasi global dan
local secara utama di kontrol oleh inertia weight dan merupakan parameter
penurunan kecepatan untuk menghindari stagnasi particle di lokal optimum.
D. Bilevel Programming
Bracken and McGill (1973) menyatakan bahwa bilevel programming adalah
pemrograman matematika yang mengandung permasalah optimasi pada
constraint-nya. Bilevel programming muncul dalam pengambilan keputusan
hirarkis, dimana melibatkan pemain dari peringkat yang berbeda. Situasi ini
dijelaskan oleh yang disebut stackelberg game. Karena bersifat non-convex, tidak
mudah untuk menemukan solusi optimal global.
27
variabel keputusan x . Interaksi antara dua level dimodelkan di masing-masing
loss function φ ( x , y ) dan f ( x , y ) dan sering berada di daerah layak. Leader dan
follower memainkan stackelberg duopoly game. Ide dari permainan ini adalah
sebagai berikut: Pemain pertama, leader, memilih y untuk meminimasi fungsi
kerugian φ ( x , y ) , sedangkan pemain kedua, follower, bereaksi terhadap keputusan
leader dengan memilih strategi x yang meminimasi kerugian fungsinya f ( x , y ).
Dengan demikian, keputusan follower tergantung pada keputusan leader, yaitu
x=x ( y ), dan leader dalam pengetahuan penuh mengenai ini.
Upper level (3.1 – 3.2) sebagai leader, sedangkan lower level (3.3 – 3.4) sebagai
follower. Kumpulan γ= {( x , y ) : x ∈ X , y ∈Y , δ ( x ( y ) , y ) ≤ 0 , g ( x , y ) ≤ 0 } merupakan
28
ada dalam model. Menurut Harrel (2000), verifikasi merupakan proses untuk
memeriksa apakah model sudah dibangun dengan benar melalui tahap
pemeriksaan terhadap persamaan dan pertidaksamaan matematis dan satuan dalam
persamaan. Verifikasi juga dilakukan dengan mengecek model matematis yang
dihasilkan dengan influence diagram dan sintax bahasa pemrograman model
matematis yang dihasilkan.
29
ini model akan diimplementasikan dengan menggunakan data hingga dihasilkan
output yang sesuai dengan tujuan.
III.7.1 Parameterisasi
Data yang didapatkan pada tahapan pengumpulan data namun masih dalam
bentuk data mentah dan belum siap untuk digunakan dalam model. Pada tahap
parameterisasi ini data akan diolah menjadi parameter yang sesuai dengan
parameter yang dihasilkan pada tahap pengembangan model. Hasil dari
parameterisasi ini adalah nilai dari parameter-parameter yang siap digunakan
untuk implementasi model.
III.9 Analisis
Model yang diimplementasikan akan memberikan hasil berupa kinerja operasional
yang akan diinginkan, di antaranya yaitu berthing time, effective time, turn
around time, utilisasi peralatan, dan lain-lain. Hasil ini akan dianalisis mengenai
kelayakan dari hasil implementasi model untuk diberlakukan pada sistem.
30
diberikan untuk penelitian-penelitian berikutnya agar dapat dilakukan perbaikan
dan/atau pengembangan atas penelitian ini.
31