Anda di halaman 1dari 41

OPTIMASI PERMASALAHAN TERMINAL PETIKEMAS

TERINTEGRASI – PROSES PERENCANAAN KAPAL DI PELABUHAN


PETIKEMAS

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh
JZOLANDA TSAVALISTA BURHANI
NIM: 25017035
(Program Studi Magister Teknik Sipil)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


November 2018
1
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut


Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada
pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi
Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kaidah
ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Sitasi hasil penelitian Tesis ini dapat ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
Burhani, J. T. (2019): Optimasi permasalahan terminal petikemas terintegrasi –
proses perencanaan kapal di pelabuhan petikemas, Tesis Program Magister,
Institut Teknologi Bandung.

dan dalam bahasa Inggris sebagai berikut:

Burhani, J. T. (2019): Optimization of integrated container terminal problems – ship


planning process in container port, Master’s Thesis, Institut Teknologi
Bandung.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Dekan
Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

ii
Dipersembahkan kepada orang-orang tercinta
Seluruh keluarga, teman-teman, dan pengajar
yang selalu mendukung lahir dan batin

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tesis yang berjudul
“Optimasi permasalahan terminal petikemas terintegrasi – proses perencanaan kapal
di pelabuhan petikemas”. Laporan tesis ini disusun sebagai salah satu syarat
kelulusan tahap Magister di Program Studi Teknik Sipil ITB.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Eng. Russ Bona Frazila, S.T.,
M.T., Ir. Idwan Santoso, M.Sc., DIC., Ph.D., dan Dr.Eng. Febri Zukhruf, S.T.,
M.T. selaku pembimbing dan penguji, yang telah memberikan bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
dukungan, semangat, kritik, dan masukan kepada penulis dalam proses pengerjaan
tesis ini.
1. Keluarga penulis yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada
penulis;
2. Seluruh dosen pengajar di Program Studi Teknik Sipil yang telah berbagi
ilmu serta pengalaman di bidang ketekniksipilan;
3. Staf Tata Usaha Program Studi Magister Teknik Sipil ITB yang telah
memberikan bantuan dan layanan yang baik dalam proses penyelesaian tesis
ini.

Bandung, November 2018

iv
Penulis

v
DAFTAR ISI

PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS.....................................................................2


KATA PENGANTAR.............................................................................................4
DAFTAR ISI............................................................................................................5
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI................................................................6
DAFTAR TABEL....................................................................................................7
Bab I Pendahuluan...............................................................................................1
I.1 Latar Belakang.................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah............................................................................3
I.3 Tujuan...............................................................................................3
I.4 Ruang Lingkup.................................................................................4
I.5 Sistematika Penulisan.......................................................................4
Bab II Tinjauan Pustaka...........................................................................................7
II.1 Properties.........................................................................................7
II.2 Objective Function...........................................................................9
II.3 Solution Technique...........................................................................9
II.4 Posisi Penelitian dan Kontribusi Tesis...........................................11
Bab III Metodologi Penelitian................................................................................13
III.1 Sistematika Pengerjaan...................................................................13
III.2 Perumusan Masalah........................................................................15
III.2.1 Identifikasi Masalah...........................................................15
III.2.2 Penetapan Tujuan...............................................................15
III.2.3 Penentuan Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian............15
III.3 Studi Literatur.................................................................................15
III.4 Pengembangan Model....................................................................15
III.4.1 Perumusan Karakteristik Sistem Eksisting.........................16
III.4.2 Penentuan Objective Function............................................16
III.4.3 Pembuatan Rich Picture Diagram......................................16
III.4.4 Perumusan Karakteristik Masalah dan Sistem Relevan.....17
III.4.5 Pembuatan Influence Diagram...........................................17
III.4.6 Pengembangan Model Optimasi.........................................17
III.5 Verifikasi Model.............................................................................28
III.6 Pengumpulan Data.........................................................................28
III.7 Implementasi Model.......................................................................29
III.7.1 Parameterisasi.....................................................................29
III.7.2 Implementasi Model Optimasi...........................................29
III.8 Validasi Model...............................................................................30
III.9 Analisis...........................................................................................30
III.10 Kesimpulan dan Saran....................................................................30

vi
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar III.1 Metodologi Penelitian I.............................................................13


Gambar III.2 Metodologi Penelitian II............................................................14
Gambar III.3 Skema Cohesion........................................................................21
Gambar III.4 Skema Separation......................................................................22
Gambar III.5 Skema Alignment.......................................................................22
Gambar III.6 Ilustrasi Perubahan Posisi..........................................................24
Gambar III.7 Algoritma PSO...........................................................................24
Gambar III.8 Diversifikasi dan Intensifikasi pada PSO..................................25
Gambar III.9 Inertia, Personal Influence, dan Social Influence pada PSO.....25
Gambar III.10 General Bilevel Programming Problem....................................27

vii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Integrated BACASP literature abstract.....................................10

viii
ix
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Manfaat dari globalisasi yang begitu cepat salah satunya yaitu terus
berkembangnya jaringan pengiriman menggunakan petikemas (container
shipping network). Pada tahun 2017, volume petikemas sebesar 148 juta Twenty
Equivalent Units (TEUs) diharapkan dapat diangkut di seluruh dunia melalui
jaringan ini (UNCTAD, 2018). Pada tahun-tahun berikutnya, keluaran
(throughput) petikemas global diperkirakan memiliki tingkat pertumbuhan lebih
dari 6% serta dilaporkan bahwa nilai ini mengungguli pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) dunia terus menerus (UNCTAD, 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa ada pergeseran moda dari curah (bulk) ke petikemas, yang
berarti bahwa lebih banyak barang yang ditempatkan dalam petikemas, dan
diangkut melalui terminal petikemas. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa
peningkatan volume sebagai salah satu faktor yang membuat perencanaan operasi
menjadi lebih kompleks dan penting untuk terminal petikemas.

Perusahaan pelayaran kapal (liner shipping company) telah beradaptasi dengan


tren ini dengan meningkatkan kapasitas armada mereka, yaitu dengan
mengerahkan kapal petikemas lebih dari 19.000 TEUs. Namun, peningkatan
kapasitas saja tidak cukup. Layanan yang andal membutuhkan barang untuk tiba
tepat waktu, dan di sinilah posisi terminal petikemas menghadapi tantangan lain
dengan meningkatnya ukuran kapal. Pertama, infrastruktur terminal petikemas
berada di bawah tekanan yang kuat karena kapal yang lebih besar membutuhkan
tempat berlabuh yang lebih lama dengan kedalaman air yang lebih dalam dan
lebih banyak peralatan untuk operasi bongkar/muat. Kedua, kapal yang lebih
besar menciptakan beban kerja yang luar biasa di terminal. Oleh karena itu,
peningkatan kapasitas kapal adalah faktor lain yang membuat perencanaan yang
efisien lebih kompleks dan penting untuk terminal petikemas.

Hasil survei yang dilakukan oleh Notteboom (2006) menunjukkan bahwa lebih
dari 85% penyebab tidak dapat diandalkannya perdagangan transportasi petikemas

1
adalah karena sistem pelabuhan. Porsi terbesar disebabkan oleh kemacetan dan
waktu tunggu yang dihasilkan sebelum/setelah pemuatan/pembongkaran di
pelabuhan (65,5%). Bagian terbesar kedua yaitu produktivitas pelabuhan yang
buruk (20,6%). Dapat disimpulkan bahwa harapan akan efisiensi dari perusahaan
pelayaran kapal tidak dapat dipenuhi oleh operator pelabuhan. Pada kenyataannya,
sebagai simpul utama dalam jaringan transportasi maritim, terminal petikemas
memiliki posisi yang strategis di antara entitas lain dalam jaringan.
Mempertimbangkan semua prospek yang menantang ini, terminal petikemas
bertujuan untuk memanfaatkan semua sumber daya dan mengkoordinasikan
kegiatan dengan sebaik mungkin pada saat yang bersamaan agar memberikan
solusi yang hemat biaya, andal, dan kuat untuk berbagai masalah terminal
petikemas.

Terminal petikemas merupakan sistem logistik yang kompleks dan memiliki


banyak operasi, yang berinteraksi karena kontinuitas dari petikemas dan arus
informasi di antara mereka. Salah satu operasi penting pada operasi bongkar/muat
di pelabuhan yaitu proses perencanaan kapal, atau biasa disebut ship planning
process (SPP). Operasi ini terdiri dari berth allocation problem (BAP), quay
crane assignment problem (QCAP), dan quay crane scheduling problem (QCSP).
BAP berperan untuk menentukan waktu dan posisi berlabuh di dermaga untuk
masing-masing kapal yang akan dilayani dalam kurun waktu perencanaan yang
ditentukan. QCAP berperan untuk menentukan satu set quay crane (QC) khusus
untuk melayani setiap kapal. QCSP berperan untuk menentukan jadwal kerja QC
untuk melayani setiap kapal.

Permasalahan yang dijelaskan di atas biasanya diselesaikan secara hirarkis oleh


para peneliti dan praktisi. Dalam pendekatan perencanaan hirarkis, solusi dari
suatu masalah menjadi input untuk masalah pada tahap berikutnya dengan
mengikuti arah aliran petikemas. Dalam pendekatan ini, solusi dari decision
problem berpeluang lebih besar untuk salah, kurang baik, atau bahkan tidak layak
untuk masalah berikutnya. Hal ini dikarenakan para perencana tidak
mempertimbangkan interdependensi antar decision problem. Untuk mengatasi

2
hambatan tersebut, integrasi dari ketiga operasi tersebut perlu dilakukan untuk
menyelesaikannya sebagai satu masalah. Permasalahan tersebut memiliki sumber
daya umum, sehingga mengintegrasikan masalah yang relevan akan memastikan
pemanfaatan yang lebih tinggi dari sumber daya yang terbatas. Hal ini juga akan
membawa arus informasi yang lebih baik ke masalah yang berbeda berikutnya,
sehingga ketidakpastian akan relatif berkurang untuk masalah pada tahap
berikutnya. Perencana juga dapat merumuskan biaya yang lebih realistis dengan
mengintegrasikan masalah yang berbeda dengan komponen biaya yang berbeda.
Dikarenakan terminal petikemas bertujuan mengurangi biaya dalam keseluruhan
sistem, mengintegrasikan masalah yang relevan akan membantu perencana untuk
memiliki pemahaman yang lebih baik tentang struktur biaya.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah disusun sebelumnya, maka permasalahan
utama pada penelitian ini adalah “bagaimana model optimasi yang akan
dirumuskan dalam penelitian ini dapat mengintegrasikan proses perencanaan
kapal (ship planning process), yang terdiri dari berth allocation problem (BAP),
quay crane assignment problem (QCAP), dan quay crane scheduling problem
(QCSP)?”. Kemudian, pertanyaan tersebut akan diuraikan menjadi beberapa poin
pertanyaan sebagai berikut.
 Bagaimana komponen sistem (entitas, kejadian, kegiatan, parameter, dll)
yang mempengaruhi proses perencanaan kapal (ship planning process)
dapat dikaji melalui model optimasi?
 Bagaimana model optimasi untuk mengintegrasikan permasalahan pada
proses perencanaan kapal (ship planning process) dapat dikembangkan?
 Bagaimana kinerja model optimasi tersebut saat diterapkan pada suatu
lokasi studi?

I.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah melakukan kajian pengembangan
model optimasi untuk mengintegrasikan proses perencanaan kapal (ship planning
process), yang terdiri dari berth allocation problem (BAP), quay crane

3
assignment problem (QCAP), dan quay crane scheduling problem (QCSP).
Adapun beberapa sub-tujuan dari penelitian ini disebutkan dalam beberapa poin
sebagai berikut.
 Mengidentifikasi komponen sistem (entitas, kejadian, kegiatan, parameter,
dll) yang mempengaruhi proses perencanaan kapal (ship planning process);
 Mengembangkan model optimasi untuk mengintegrasikan permasalahan
pada proses perencanaan kapal (ship planning process); dan
 Mengimplementasikan dan menganalisis model optimasi tersebut yang
diterapkan pada suatu lokasi studi.

I.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini dijabarkan ke dalam poin-poin sebagai berikut.
 Penelitian ini dibatasi hanya berfokus pada operasi di area dermaga (quay-
side area);
 Data yang digunakan bersifat primer/sekunder yang merujuk pada sistem
terminal petikemas Pelabuhan Tanjung Priok;
 Pengembangan dan pengimplementasian model dilakukan menggunakan
generic programming language (GPL) yaitu Python.

I.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan yang terdapat pada tesis ini adalah sebagai berikut.
1. BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai pengantar dan hal-hal umum yang
dilakukan pada penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Tinjauan Pustaka


Bab ini menjelaskan lebih lanjut mengenai teori-teori yang terkait dengan
penelitian serta posisi penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap
studi yang telah dilakukan sebelumnya.

3. BAB III Metodologi Penelitian

4
Bab ini menjelaskan mengenai tahapan dan sistematika pengerjaan
penelitian, dan tahapan pengerjaan penelitian mulai dari tahap persiapan,
tahap pengumpulan data, tahap pembuatan model, hingga tahap analisis dan
rekomendasi.

4. BAB IV Pengolahan dan Analisis Data


Bab ini menjelaskan mengenai deskripsi serta analisis/interpretasi data dari
survei primer dan sekunder yang telah dilakukan.

5. BAB V Pengembangan Model Optimasi


Bab ini menjelaskan mengenai kondisi sistem eksisting serta penjabaran dari
sistem eksisting menjadi model konseptual, model matematis, dan model
komputasi. Alat bantu yang digunakan pada bab ini mencakup penggunaan
rich picture dan influence diagram untuk mengidentifikasi permasalahan
dan juga karakteristik sistem relevan. Pada bab ini juga berisi mengenai
verifikasi dan validasi model optimasi yang dibangun.

6. BAB V Implementasi Model dan Analisis


Bab ini menguraikan proses implementasi model optimasi untuk
mendapatkan solusi permasalahan yang sesuai dengan metodologi yang
telah ditetapkan. Intisari dari bab ini yaitu solusi yang dihasilkan dari
pengimplementasian model yang kemudian akan dianalisis secara kritis dan
sistematis.

7. BAB VI Kesimpulan dan Saran


Bab ini merupakan tahap akhir dalam penyusunan tesis, yang berisikan
kesimpulan dan saran/rekomendasi, sebagai bahan pertimbangan bagi
stakeholder terkait dan juga untuk pengembangan penelitian di bidang
terkait berikutnya.

5
6
Bab II Tinjauan Pustaka

Pentingnya masalah terminal petikemas telah diungkapkan oleh banyak studi


akademik di mana penulis menggambarkan tren terbaru dan menunjukkan
kesenjangan dalam literatur (lihat Stahlbock dan Voÿ (2007) untuk tinjauan
umum). Mengenai masalah dermaga terintegrasi, survei dari Bierwirth dan Meisel
(2010), Bierwirth dan Meisel (2014) fokus pada alokasi tambatan dan masalah
perencanaan QC (penugasan dan penjadwalan) di terminal petikemas. Penulis
mengklasifikasikan masalah alokasi dermaga sesuai dengan spasial, temporal,
waktu proses, dan atribut indikator kinerja. Integrasi alokasi tempat dan
penugasan QC diklasifikasikan sebagai mendalam, hierarkis atau melalui umpan
balik. Sebagian besar makalah menyajikan formulasi kompak dengan integrasi
yang mendalam. BAP tetap merupakan masalah utama dan masalah tambahan
adalah penugasan atau penjadwalan QC. Baru-baru ini, Meisel dan Bierwirth
(2013) mengintegrasikan tiga masalah perencanaan terminal pantai utama, yaitu
BAP, QCAP (dalam jumlah dan specific QC assignment) dan masalah
penjadwalan quay crane (QCSP).

BAP diklasifikasikan sebagai statis atau dinamis berkenaan dengan apakah waktu
kedatangan kapal membebankan batasan pada waktu mulai dermaga. Salah satu
model pertama untuk BAP dinamis disajikan oleh Imai et al. (2001) dan secara
berurutan ditingkatkan oleh Imai dkk. (2005) untuk kasus alokasi dermaga terus
menerus. Yang terakhir ini menyajikan pendekatan heuristik dua tahap yang
menggunakan solusi berlabuh diskrit dan merealokasikannya secara kontinyu.
Cordeau dkk. (2005) mengusulkan Tabu Search (TS) untuk BAP diskrit dinamis
dan varian kontinyu. Pendekatan simulated annealing yang berkinerja baik
diusulkan oleh Kim dan Moon (2003) untuk BAP berkelanjutan.

II.1 Properties
Daftar literatur yang relevan untuk BACASP dirangkum dalam Tabel II.1, di
mana informasi tentang struktur masalah, fungsi obyektif dan pendekatan solusi
disajikan. Studi ini terdaftar dalam urutan kronologis tahun publikasi. Dalam

7
makalah perintis untuk BACASP, Park dan Kim (2003) mempresentasikan model
untuk masalah ini. Model ini mendukung penetapan QC waktu-varian dan
diselesaikan dengan menggunakan lagrangian relaxation-based heuristics.
Setelah itu, metode dynamic programming memberikan spesifikasi QC ke kapal.
Sehubungan dengan atribut spasial, beberapa makalah fokus pada alokasi tempat
berlabuh di BACASP (Imai, Chen, Nishimura, dan Papadimitriou (2008),
Giallombardo et al. (2010), Vergados, Schaeren, Dullaert, dan Raa (2013)).
Namun, tata letak tempat berlabuh di BACASP juga telah menarik banyak peneliti
(lihat Tabel II.1). Ekstensi yang berbeda muncul dalam literatur di sekitar properti
alokasi dermaga dari BACASP. Meisel dan Bierwirth (2009) menganggap
kerugian produktivitas marjinal karena gangguan QC. Eksperimen dengan
berbagai tingkat kemacetan menunjukkan dampak kuat dari interferensi QC pada
fungsi biaya. Waktu penanganan yang tergantung pada posisi berlabuh
dimodelkan oleh Meisel (2009a). Perpanjangan lainnya adalah pemodelan kendala
operasional QC. Giallombardo dkk. (2010) mengusulkan skema profil QC di
mana penulis memasukkan efek dari pergeseran, gangguan QC, prioritas kapal
dan berbagai kendala kehidupan nyata. Mereka mengusulkan heuristik dalam dua
tahap (two-stage heuristic). Pada tahap pertama, profil QC ditugaskan untuk
setiap kapal. Pada tahap kedua, penulis memecahkan BAP yang tersisa melalui TS
heuristic. BACAP juga dipelajari oleh Blazewicz, Cheng, Machowiak, dan Oguz
(2010). Mereka menganggap masalah sebagai masalah penjadwalan mesin paralel
dan berusaha untuk meminimalkan makespan.

Variasi masalah juga dapat ditemukan sehubungan dengan penugasan QC. Dua
kebijakan utama tersebut yaitu penugasan QC waktu-varian (time-variant) dan
waktu-invarian (time-invariant). Dalam versi waktu-invarian, sebagian besar
penulis memecahkan masalah penugasan QC pertama dan kemudian
menyelesaikan BAP (Liang, Huang, dan Yang (2009), Chen, Lee, dan Cao
(2012), dll.). Aspek pemodelan lainnya adalah apakah masing-masing QC
ditugaskan atau jumlah QC untuk melayani setiap kapal ditentukan. Imai dkk.
(2008) mempertimbangkan penugasan QC tertentu melalui batasan-batasan
pergerakan QC yang terperinci. Hal ini memastikan penugasan QC tertentu,

8
namun hubungan antara jumlah QC yang dikerahkan dan waktu pemrosesan dapat
ditingkatkan. Dalam contoh lain, Chen et al. (2012) membuat penugasan spesifik
QC-to-vessel dan ini memfasilitasi penghitungan persyaratan QC. Mereka
mengusulkan ketidaksetaraan yang valid yang menghubungkan penjadwalan
dermaga dan penugasan QC lebih baik dan beberapa ketidaksetaraan yang valid
adalah dalam bentuk hambatan yang tidak melintasi batas.

II.2 Objective Function


Dalam hal fungsi biaya, penulis melihat variasi dalam pemodelan BACASP.
Fungsi tujuan paling populer (lihat Tabel II.1) adalah komposisi biaya berlabuh
(biaya QC) dan biaya penalti tergantung waktu (Chang, Jiang, Yan, dan He
(2010), Raa, Dullaert, dan Schaeren (2011), Meisel dan Bierwirth (2009), dll.).
Total waktu layanan berbobot (total weighted service time) adalah fungsi tujuan
populer lainnya dari formulasi (Liang et al. (2009), Yang, Wang, dan Li (2012),
dll.). Penyimpangan dari posisi berlabuh yang diharapkan dapat tertanam dalam
fungsi tujuan dengan biaya (Chang et al. (2010), Raa et al. (2011), Turkogullari et
al. (2014)). Bukannya berada dalam tujuan, penyimpangan dari posisi berlabuh
yang diharapkan dapat dimodelkan untuk mempengaruhi waktu pemrosesan
(seperti dalam Meisel dan Bierwirth (2009)). Maka model menjadi lebih sulit
untuk dipecahkan, karena waktu pemrosesan kapal tidak hanya bergantung pada
beban kapal yang sebagian besar merupakan parameter, itu juga akan tergantung
pada variabel keputusan yang merupakan posisi berlabuh.

II.3 Solution Technique


Pendekatan solusi dikelompokkan dalam model matematika baru (novel
mathematical models), exact methods, dan metode heuristik/analitik pada Tabel
II.1. Sebagian besar makalah mengusulkan model matematika baru untuk varian
BACASP. Raa dkk. (2011) memperkaya model saat ini dengan mengambil
prioritas kapal, posisi berlabuh yang dipilih dan waktu penanganan yang
bergantung pada QC-assignment. Model BACASP yang diusulkan dipecahkan
menggunakan pendekatan rolling horizon.

9
Tabel II.1 Integrated BACASP literature abstract

Problem Structure Objective Function Solution Approach


No. Author A B C D E F G X Y Z
1 2 3 1 2 Y Y Y 1 2 1 2 Type T w E T L ∆b C qc Ck 1 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Park and Kim (2003) * * * * * Min * * * * * *
2 Imai et al. (2008) * * * * * * Min * * *
3 Liang et al. (2009) * * * * Min * *
4 Meisel and Bierwirth (2009) * * * * * * Min * * * * * * * *
5 Giallombardo et al. (2010) * * * * * * Max * * * *
6 Chang et al. (2010) * * * * * * * Min * * * * * *
7 Blazewicz et al. (2010) * * * * * * * Min * *
8 Raa et al. (2011) * * * * * Min * * * *
9 Yang et al. (2012) * * * * * Min * * * *
10 Chen et al. (2012) * * * * * Min * *
11 Vacca et al. (2013) * * * * * * Max * * *
12 Vergados et al. (2013) * * * * * * Min * * * * * *
13 Turkogullari et al. (2014) * * * * * * Min * * * *
14 Turkogullari et al. (2016) * * Min * * * * * *
15 Salhi et al. (2017) * * * * * * * Min * * * * * * *
16 Agra and Oliveira (2018) * * * * * * Min * * * *

10
II.4 Posisi Penelitian dan Kontribusi Tesis
Berdasarkan beberapa tinjauan literatur yang dilakukan baik secara langsung,
maupun tidak langsung, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Belum ada penelitian terkait yang menggunakan metode Particle Swarm
Optimization (PSO); dan
2. Belum ada penelitian terkait yang menggunakan area Pelabuhan Tanjung
Priok sebagai lokasi studi.

Oleh karena itu, posisi penelitian yang dilakukan ini adalah mencoba untuk
mengisi gap penelitian sebelumnya pada tiga hal tersebut.
1. Penelitian ini mencoba mengembangkan model optimasi dengan
menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO); dan
2. Penelitian ini mencoba mengembangkan model optimasi dengan
menggunakan area Pelabuhan Tanjung Priok sebagai lokasi studi.

11
12
Bab III Metodologi Penelitian

III.1 Sistematika Pengerjaan

Gambar III.1 Metodologi Penelitian I

13
Gambar III.2 Metodologi Penelitian II

Menurut Lieberman (2015), terdapat 5 langkah dalam melakukan penelitian


operasional:
 Mendefinisikan masalah dan mengumpulkan data-data yang relevan;
 Merumuskan model matematis untuk merepresentasikan masalah;
 Mengembangkan prosedur berbasis komputer untuk menurunkan solusi
untuk memecahkan masalah dari model;
 Menguji (validasi dan verifikasi) model dan menyempurnakan sesuai
kebutuhan; dan
 Implementasi dari solusi model.

14
III.2 Perumusan Masalah
III.2.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan langkah pertama dalam pemecahan masalah.
Identifikasi masalah bertujuan untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan.
Masalah secara sederhana didefinisikan sebagai adanya kesenjangan antara apa
yang diinginkan dengan apa yang terjadi. Permasalahan ini kemudian digali lebih
dalam sehingga topik bahasan menjadi lebih terfokuskan.

III.2.2 Penetapan Tujuan


Penetapan tujuan yaitu tahap merumuskan tujuan dari penelitian yang dilakukan.
Tujuan merupakan hasil yang harus dipenuhi oleh penelitian, dimana tujuan ini
akan menjadi acuan untuk proses penelitian.

III.2.3 Penentuan Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Penentuan ruang lingkup dan batasan penelitian dilakukan agar penelitian tetap
terfokus dan tidak menyimpang dari tujuan awal. Selain itu, adanya keterbatasan
peneliti menyebabkan batasan-batasan dan ruang lingkup penelitian perlu
didefinisikan untuk mempermudah penelitian.

III.3 Studi Literatur


Studi literatur dilakukan ketika permasalahan dan tujuan penelitian sudah
dirumuskan secara jelas. Tujuan dari dilakukannya studi literatur adalah untuk
mengetahui dan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan
yang ada, sehingga dapat mendukung penelitian untuk mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Studi literatur dilakukan terhadap teori dasar, konsep dasar, dan
metode optimasi yang akan digunakan dalam penelitian.

III.4 Pengembangan Model


Pengembangan model dilakukan ketika sudah tergambarkan dengan jelas
mengenai karakteristik sistem, permasalahan yang terjadi, tujuan yang ingin
dicapai, dan konsep dasar yang mendukung penelitian. Pengembangan model
penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan elemen-elemen pada sistem

15
nyata dan menggabungkannya dengan konsep dasar untuk menyelesaikan
penelitian.

III.4.1 Perumusan Karakteristik Sistem Eksisting


Perumusan karakteristik sistem eksisting akan mencakup hal-hal yang sudah
diketahui pada tahapan sebelumnya, yaitu pada bagian perumusan permasalahan
penelitian. Fokus dari tahap ini adalah mengetahui sistem yang ada saat ini pada
elemen-elemen yang akan dikaji.

III.4.2 Penentuan Objective Function


Penetapan objective function yaitu tahap merumuskan tujuan dari pengembangan
model optimasi yang akan dibangun.

III.4.3 Pembuatan Rich Picture Diagram


Rich picture diagram merupakan suatu gambar yang menjelaskan ringkasan
segala hal yang diketahui oleh pengamat mengenai situasi suatu permasalahan
pada sistem (Daellenbach, 1995). Tidak terdapat bentuk yang baku dalam
menggambarkan rich picture diagram, namun hanya terbentuk dari simbol dan
sketsa yang dianggap mampu menggambarkan representasi yang detil mengenai
sistem yang dikaji. Rich picture diagram yang baik mampu mengidentifikasi
konsep utama dari situasi masalah, menggunakan simbol dan/atau gambar untuk
merepresentasikan ide, dan menggunakan garis untuk menghubungkan ide atau
konsep dengan deskripsi yang singkat dan jelas. Rich picture diagram ini nantinya
akan dijadikan acuan dalam pembahasan masalah.

Menurut Daellenbach (2005), hal-hal yang harus terdapat pada rich picture adalah
sebagai berikut:
 Elemen dari stuktur, yaitu segala komponen dari suatu situasi yang stabil
atau tidak berubah dengan cepat dalam rentang waktu situasi yang
digambarkan;

16
 Elemen dari proses, yaitu segala aspek dinamis yang mengalami perubahan
atau berada pada status yang tidak pasti, seperti aktivitas yang terjadi pada
struktur; dan
 Hubungan antar struktur-proses dan antar proses, yaitu bagaimana suatu
struktur atau situasi mempengaruhi proses, bagaimana proses
mempengaruhi proses dan situasi lain, dan hal apa saja yang terbentuk dari
hubungan-hubungan tersebut.

III.4.4 Perumusan Karakteristik Masalah dan Sistem Relevan


Karakteristik masalah akan didapatkan dari rich picture diagram yang telah
digambarkan sebelumnya. Karakteristik masalah ini akan menjadi acuan dalam
pembuatan sistem relevan yang merupakan penurunan dari sistem eksisting untuk
merepresentasikan masalah. Sistem relevan akan menjadi acuan untuk membuat
influence diagram.

III.4.5 Pembuatan Influence Diagram


Pembuatan influence diagram dilakukan ketika sistem relevan sudah dirumuskan
sebelumnya. Influence diagram merupakan lanjutan dari rich picture diagram
yang berisi gambaran dari suatu proses serta faktor-faktor yang terlibat dan
mempengaruhi proses tersebut. Influence diagram ini berisi tentang proses yang
diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan pada rich picture
diagram. Diagram ini biasanya digunakan untuk merumuskan model matematis.

III.4.6 Pengembangan Model Optimasi


Pada umumnya model dibangun dari influence diagram yang terdiri dari ukuran
performansi, objective function, parameter, dan pembatas model. Model
merupakan hubungan antara berbagai komponen yang dimasukkan sebagai sistem
yang relevan dengan masalah yang sedang dikaji yang dinyatakan secara
kuantitatif (Daellenbach, 1996). Model ini akan diterjemahkan menjadi elemen-
elemen dalam bahasa pemrograman Python yang akan mengimplementasikan
model yang dihasilkan.

17
A. Algoritma Optimasi Metaheuristik
Aplikasi di bidang teknik dan industri sering melibatkan masalah optimisasi
dengan kendala-kendala yang kompleks. Masalah tersebut seringkali bersifat
nonlinear, sehingga masalah ini sulit diselesaikan. Metode-metode klasik
seringkali tidak dapat bekerja dengan baik dengan masalah-masalah yang
nonlinear dan multimodal seperti ini. Salah satu penyebabnya adalah karena di
dalam metode klasik seperti metode Newton dibutuhkan informasi gradien – dan
di dalam metode lainnya, dibutuhkan Hessian – padahal tidak semua fungsi
memiliki gradien di daerah definisinya. Sebab lainnya adalah kekonvergenan
metode klasik tersebut biasanya bergantung pada nilai titik tebakan awal, sehingga
dalam iterasi prosesnya, ada peluang proses pencarian terjebak di nilai optimum
lokal.

Untuk menyelesaikan masalah-masalah sulit yang telah disebutkan di atas, tren


para ilmuwan dan teknisi saat ini adalah dengan menerapkan metode
metaheuristik. Secara kebahasaan, kata metaheuristics berasal dari kata meta dan
heuristics. Meta menggambarkan level yang lebih tinggi. Jadi metaheuristik
adalah algoritma heuristik tingkat tinggi. Heuristics berasal dari bahasa Yunani
"Εὑρίσκω", yang berarti menemukan. Heuristik merujuk pada teknik yang
berbasis pengalaman trial-and-error untuk menyelesaikan dan mempelajari suatu
masalah, yang memberikan solusi yang tidak dijamin keoptimalannya, dalam
jangka waktu yang cukup layak. Dalam Judea (1983), heuristik adalah strategi
yang menggunakan informasi yang dengan mudah diakses atau diperoleh untuk
mengontrol penyelesaian masalah di dalam kehidupan manusia maupun mesin.
Metode heuristik digunakan untuk mempercepat proses untuk menemukan solusi
yang cukup baik melalui jalan pintas mental untuk memperringan beban kognitif
dalam membuat keputusan. Metode heuristik didesain untuk memecahkan
masalah spesifik. Sedangkan, metaheuristik merupakan algoritma multi-fungsi
yang dapat diterapkan di hampir semua masalah optimisasi. Metode ini dapat
dipandang sebagai metodologi tingkat tinggi yang dapat digunakan sebagai
strategi penunjuk dalam mendesain heuristik yang didasari olehnya.

18
Dalam Leonora, et. al (2009), disebutkan bahwa metaheuristik berarti prosedur
atau algoritma heuristik tingkat tinggi yang didesain untuk menemukan, membuat,
atau memilih prosedur atau algoritma heuristik dengan tingkat lebih rendah yang
dapat memberikan solusi yang cukup baik untuk masalah optimisasi, khususnya
masalah-masalah dengan informasi yang tidak lengkap atau dengan kapasitas
komputasi yang terbatas.

Dalam waktu yang cukup singkat, algoritma metaheuristik dapat memberikan


solusi near-optimum atau solusi yang dekat dengan solusi optimal. Walaupun
demikian, tidak ada jaminan bahwa solusi tersebut dapat dicapai. Diharapkan
bahwa algoritma-algoritma ini dapat berhasil di sebagian besar eksekusi atau
percobaan, tapi tidak setiap saat. Sampai saat ini, hampir semua algoritma
metaheuristik cenderung cocok untuk menyelesaikan masalah optimisasi global.
Sampai saat in, telah banyak hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa metode
metaheuristik ini bersifat sangat efisien. Karena alasan ini juga, literatur dari
metode metaheuristik berkembang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir
ini.
Dua unsur utama dalam metode metaheuristik adalah intensifikasi dan
diversifikasi, atau eksploitasi dan eksplorasi. (Blum dan Roli, 2003, dalam Yang,
2011). Diversifikasi berarti membentuk solusi yang berbeda-beda untuk
mengeksplorasi ruang pencarian dalam skala global, sedangkan intensifikasi
berarti memfokuskan algoritma dalam mencari solusi di daerah lokal dengan
mengetahui bahwa solusi yang baik sudah ada di area tersebut. Dalam setiap
iterasi, akan dipilih solusi terbaik. Pemilihan solusi-solusi terbaik ini
mengarahkan algoritma untuk mencapai titik optimum, sedangkan adanya
kombinasi diversifikasi dan intensifikasi meningkatkan pencarian agar tidak
terjebak di optimum lokal sambil meningkatkan akurasi dari solusi. Kombinasi
dari dua komponen ini memberikan keyakinan bahwa titik optimal akan dapat
dicapai.

Dalam mendesain dan mengembangkan algoritma optimisasi metaheuristik, alam


merupakan salah satu inspirasi terbesar bagi para ilmuwan. Alam ini selama

19
milyaran tahun telah menyelesaikan banyak masalah yang kompleks. Sangat
banyak sistem biologis yang telah berkembang dengan efisiensi yang
menakjubkan dalam memaksimumkan tujuan objektif mereka, seperti reproduksi.
Berdasarkan karakteristik-karakteristik dari berbagai sistem biologi yang telah
terbukti sukses ini, banyak algoritma yang terinspirasi alam (nature-inspired)
yang telah dikembangkan di beberapa dekade terakhir ini (Yang, 2010 dalam
Yang, 2012). Sebagai contoh, Genetics Algorithm (GA) didasarkan kepada
evolusi sistem biologi Darwin, Particle Swarm Optimization (PSO) didasarkan
kepada perilaku kawanan ikan dan burung, juga Bat Algorithm (BA) didasarkan
kepada perilaku ekolokasi kelelawar mikro (Yang, 2012).

B. Particle Swarm Optimization (PSO)


Particle swarm optimization (PSO) adalah salah satu metode optimasi global
heuristic yang pertama kali dikembangkan oleh Doctor Kennedy dan E Berhart
pada tahun 1995 (Kennedy J dan Eberhart R, 1995). Metode ini dikembangkan
dari swarm intelligence dan berdasarkan pada penelitian mengenai perilaku
pergerakan sebuah kumpulan burung, ikan, rayap, dan lebah. Algoritma PSO
meniru perilaku sosial organisme ini. Perilaku sosial terdiri dari tindakan individu
dan pengaruh dari individu-individu lain dalam suatu kelompok. Kata partikel
menunjukkan contoh seekor burung dalam sekumpulan burung. Setiap individu
atau partikel berperilaku secara terdistribusi dengan cara menggunakan
kecerdasannya (intelligence) sendiri dan juga dipengaruhi perilaku kelompoknya.
Dengan demikian, jika satu partikel (atau seekor burung) menemukan jalan yang
tepat atau pendek menuju ke sumber makanan, sisa kelompok yang lain juga akan
dapat segera mengikuti jalan tersebut meskipun lokasi mereka jauh di kelompok
tersebut. Metode optimasi yang didasarkan pada swarm intelligence ini disebut
algoritma behaviorally inspired, sebagai alternatif dari algoritma genetika yang
sering disebut evolution-based procedures.

Dalam konteks optimasi multi-variabel, kumpulan diasumsikan mempunyai


ukuran tertentu atau tetap dengan setiap partikel posisi awalnya terletak di suatu
lokasi yang acak dalam ruang multidimensi. Setiap partikel diasumsikan memiliki

20
dua karakteristik, yaitu posisi dan kecepatan. Setiap partikel bergerak dalam ruang
(space) tertentu dan memiliki memory mengenai posisi terbaik yang pernah dilalui
atau ditemukan terhadap sumber makanan atau nilai fungsi objektif. Setiap
partikel menyampaikan informasi atau posisi terbaiknya kepada partikel yang lain
dan menyesuaikan posisi serta kecepatan masing-masing berdasarkan informasi
yang diterima mengenai posisi yang terbaik tersebut. Maka dari itu, PSO memiliki
prinsip dasar:
 Setiap partikel mencari posisi terbaik.
 Setiap partikel bergerak dan memiliki kecepatan.
 Setiap partikel memiliki memory mengenai posisi terbaik yang pernah
dilalui.
 Setiap partikel menyampaikan informasi atau posisi terbaiknya kepada
partikel yang lain dan menyesuaikan posisi serta kecepatan masing-masing
berdasarkan informasi yang diterima mengenai posisi yang terbaik tersebut.

Sebagai contoh, misalnya perilaku burung-burung dalam sekumpulan burung.


Meskipun setiap burung mempunyai keterbatasan dalam hal kecerdasan, biasanya
setiap burung akan mengikuti kebiasaan (rule) seperti berikut:
 Seekor burung tidak berada terlalu dekat dengan burung yang lain.
 Burung tersebut akan mengarahkan terbangnya ke arah rata-rata keseluruhan
burung.
 Akan memposisikan diri dengan rata-rata posisi burung yang lain dengan
menjaga sehingga jarak antar burung dalam kawanan itu tidak terlalu jauh.

Dengan demikian, perilaku kumpulan burung akan didasarkan pada kombinasi


dari 3 faktor berikut:
 Cohesion (Kohesi) – Terbang bersama

21
Gambar III.3 Skema Cohesion

 Separation (Separasi) – Mencegah agar tidak terlalu dekat

Gambar III.4 Skema Separation

 Alignment (Penyesuaian) – Mengikuti arah bersama

Gambar III.5 Skema Alignment

Jadi, PSO dikembangkan dengan berdasarkan pada model berikut:

22
 Ketika seekor burung mendekati target atau makanan (minimum dan
maksimum dari suatu fungsi tujuan) secara cepat mengirim informasi
kepada burung-burung lainnya dalam kawanan tertentu.
 Burung yang lain akan mengikuti arah menuju ke makanan tetapi tidak
secara langsung.
 Ada komponen yang tergantung pada pikiran setiap burung, yaitu
memorinya tentang apa yang sudah dilewati pada waktu sebelumnya.

Model ini akan disimulasikan dalam ruang dengan dimensi tertentu dengan
sejumlah iterasi sehingga setiap iterasi, posisi partikel akan semakin mengarah ke
target yang dituju (minimasi atau maksimasi fungsi tujuan). Ini dilakukan hingga
maksimum iterasi dicapai atau bias juga digunakan kriteria penghentian yang lain.
C. Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO)
Adapun dua langkah utama ketika menerapkan algoritma PSO pada masalah
optimasi, yaitu:
 Representasi solusi
 Fungsi fitnessnya

Proses algoritma PSO terdiri dari 3 tahapan utama, yang akan terus berulang
sampai kriteria penghentian terpenuhi, yaitu sebagai berikut:
1. Evaluasi fitness setiap partikel.
2. Memperbaharui fitness dan posisi dari individual dan global best.
3. Memperbaharui kecepatan dan posisi dari setiap partikel.

Proses algoritma PSO secara lengkap, yaitu sebagai berikut:


1. Inisialisasi sekumpulan particle secara random (setiap particle
merepresentasikan solusi yang mungkin untuk masalah optimasi).
2. Inisialisasi posisi dari setiap particle ( x i ) dan kecepatan dari setiap particle
( v i ).
3. Hitung nilai fluktuasi dari setiap particle f ( x i ) berdasarkan formula dan
model yang telah ditentukan sesuai dengan masalah optimasinya.

23
4. Untuk setiap particle, bandingkan nilai fluktuasi f ( x i ) dengan nilai
terbaiknya yang telah dicapai f ( p i) (local best), jika f ( x i ) < f ( p i ), maka f ( p i)
diganti dengan f ( x i ).
5. Untuk setiap particle, bandingkan nilai fluktuasi f ( x i ) dengan nilai terbaik
yang dicapai dalam populasi f ( g ) (global best), jika f ( x i ) < f ( g ), maka f ( g )
diganti dengan f ( x i ).
6. Berdasarkan persamaaan di bawah ini, kecepatan ( v i ) dan posisi dari particle
( x i )diubah.

Rumus perubahan kecepatan ( v i ):

vid =v id + c 1 r 1 ( pbest id −x id ) + c2 r 2 ( gbest d− xid )


k+1 k k k k k k k

Rumus perubahan posisi ( x i ):


x k+1 k k+1
id =x id + v id

Gambar III.6 Ilustrasi Perubahan Posisi

7. Jika telah mencapai kondisi akhir (mencapai nilai iterasi yang maksimum
dan perulangan telah mencapai nilai optimum), maka perulangan berhenti
dan nilai optimum didapatkan. Namun jika belum, maka proses berulang
pada tahap c.

24
Gambar III.7 Algoritma PSO

Dua unsur utama dalam metode metaheuristik adalah intensifikasi dan


diversifikasi, atau eksploitasi dan eksplorasi. (Blum dan Roli, 2003, dalam Yang,
2011). Dalam PSO, keduanya terdapat di dalam persamaan kecepatan.
 Diversifikasi yaitu membentuk solusi yang berbeda-beda untuk
mengeksplorasi ruang pencarian dalam skala global
 Intensifikasi yaitu memfokuskan algoritma dalam mencari solusi di daerah
lokal dengan mengetahui bahwa solusi yang baik sudah ada di area tersebut.

Gambar III.8 Diversifikasi dan Intensifikasi pada PSO

Partikel dalam PSO mengubah kondisi kecepatannya sesuai dengan tiga prinsip-
prinsip berikut:

25
 Inertia, yakni untuk membuat particle bergerak menuju ke tujuan yang
sama dengan kecepatan yang sama.
 Personal Influence, yaitu untuk mengubah kondisi personal sesuai dengan
posisi yang paling optimalnya.
 Social Influence, yaitu untuk mengubah kondisi sesuai dengan posisi yang
paling optimial dari kumpulan tersebut.

Gambar III.9 Inertia, Personal Influence, dan Social Influence pada PSO

Parameter yang dibutuhkan pada algoritma PSO tidak banyak, berikut merupakan
beberapa parameternya:

 Jumlah Particle Range-nya 20 - 40.


Sebenarnya dalam sebagian besar masalah 10 particle cukup besar untuk
mendapatkan hasil yang baik. Untuk masalah yang sangat sulit atau kondisi
khusus, baik untuk mencoba 100 atau 200 particle.

 Dimensi dari Particle


Ini ditentukan dari masalah yang akan dioptimasi.

 Range dari Particle


Ini juga ditentukan dari masalah yang akan dioptimasi. Dapat
menspesifikasikan range yang berbeda untuk dimensi yang berbeda dari
particle.

 c 1(faktor learning untuk particle), c 2 (faktor learning untuk swarm)

26
c 1dan c 2 biasanya sama yaitu 2. Tetapi biasanya dan berada diantara
range [0, 4].

 Kondisi Berhenti
Mencapai nilai iterasi maksimum, perulangan telah mencapai nilai optimum
atau minimum error yang diinginkan.

 Inertia Weight ( w )
Di algoritma PSO keseimbangan antara kemampuan eksplorasi global dan
local secara utama di kontrol oleh inertia weight dan merupakan parameter
penurunan kecepatan untuk menghindari stagnasi particle di lokal optimum.

D. Bilevel Programming
Bracken and McGill (1973) menyatakan bahwa bilevel programming adalah
pemrograman matematika yang mengandung permasalah optimasi pada
constraint-nya. Bilevel programming muncul dalam pengambilan keputusan
hirarkis, dimana melibatkan pemain dari peringkat yang berbeda. Situasi ini
dijelaskan oleh yang disebut stackelberg game. Karena bersifat non-convex, tidak
mudah untuk menemukan solusi optimal global.

Gambar III.10 General Bilevel Programming Problem

Masalah bilevel programming menggambarkan sistem hirarki yang terdiri dari


dua tingkat pengambil keputusan. Semakin tinggi tingkat pengambil keputusan,
dikenal sebagai leader, mengontrol variabel keputusan y , sedangkan pembuat
keputusan tingkat yang lebih rendah, dikenal sebagai follower, mengontrol

27
variabel keputusan x . Interaksi antara dua level dimodelkan di masing-masing
loss function φ ( x , y ) dan f ( x , y ) dan sering berada di daerah layak. Leader dan
follower memainkan stackelberg duopoly game. Ide dari permainan ini adalah
sebagai berikut: Pemain pertama, leader, memilih y untuk meminimasi fungsi
kerugian φ ( x , y ) , sedangkan pemain kedua, follower, bereaksi terhadap keputusan
leader dengan memilih strategi x yang meminimasi kerugian fungsinya f ( x , y ).
Dengan demikian, keputusan follower tergantung pada keputusan leader, yaitu
x=x ( y ), dan leader dalam pengetahuan penuh mengenai ini.

Pada umumnya bilevel programming dinyatakan dalam bentuk:


min φ ( x ( y ), y ) (3.1)
y ∈Y
subject to δ ( x ( y ) , y ) ≤ 0 , (3.2)
where x ( y ) =argmin f ( x , y ) (3.3) x ∈ X
subject to g ( x , y ) ≤0 , (3.4)

dimana X ⊂ Rn dan Y ⊂ R madalah kumpulan tertutup. δ : X × Y → R p dan


g : X ×Y → R q adalah multifungsi dan δ dan φ merupakan fungsi bernilai riil.

Upper level (3.1 – 3.2) sebagai leader, sedangkan lower level (3.3 – 3.4) sebagai
follower. Kumpulan γ= {( x , y ) : x ∈ X , y ∈Y , δ ( x ( y ) , y ) ≤ 0 , g ( x , y ) ≤ 0 } merupakan

constraint set dari bilevel programming. Untuk y ∈Y , X ( y )= { x ∈ X : g ( x , y ) ≤ 0 }

merupakan feasible set dari follower. Untuk β ( y )={ x ∈ X : argminw ∈ X ( Y ) f ( w , y ) }


disebut dengan rational reaction set. Sedangkan feasible set dari bilevel
programming adalah ϑ ={ ( x , y ) ∈ γ : x ∈ β ( y ) }. Feasible point ( x ' , y ' ) ∈ϑ adalah
stackelberg equilibrium (dengan pemain pertama sebagai leader) jika
φ ( x ' , y ' ) ≤ φ ( x , y ) untuk seluruh ( x , y ) ∈ϑ .

III.5 Verifikasi Model


Verifikasi terhadap model dilakukan untuk memastikan bahwa model dapat
merepresentasikan keadaan yang sebenarnya dan mengeliminasi kesalahan yang

28
ada dalam model. Menurut Harrel (2000), verifikasi merupakan proses untuk
memeriksa apakah model sudah dibangun dengan benar melalui tahap
pemeriksaan terhadap persamaan dan pertidaksamaan matematis dan satuan dalam
persamaan. Verifikasi juga dilakukan dengan mengecek model matematis yang
dihasilkan dengan influence diagram dan sintax bahasa pemrograman model
matematis yang dihasilkan.

III.6 Pengumpulan Data


Data merupakan bagian penting pada sebuah penelitian, maka dari itu proses
pengumpulan data menjadi hal yang penting pula. Dalam penelitian ini cara yang
dilakukan untuk mengumpulkan data adalah:

A. Pengumpulan Data Langsung pada Sistem


Pengumpulan data secara langsung dilakukan ketika penelitian membutuhkan data
terbaru atau data tidak tersedia pada data historis. Pengumpulan data langsung
dilakukan dengan melakukan observasi dan pencatatan langsung terhadap sistem.

B. Wawancara dan Diskusi dengan Perilaku dalam Sistem


Wawancara dan diskusi dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak tersedia
secara tertulis. Data yang dibutuhkan berupa kebijakan-kebijakan pada sistem
yang terkait pada penelitian.

C. Penggunaan Data Sekunder yang Relevan


Pencarian data sekunder dilalukan untuk menemukan data-data yang sudah
tersedia dalam bentuk tertulis dan relevan untuk digunakan dalam penelitian.

III.7 Implementasi Model


Setelah model matematis selesai dikembangkan dan data yang dibutuhkan telah
dikumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah implementasi model. Pada tahapan

29
ini model akan diimplementasikan dengan menggunakan data hingga dihasilkan
output yang sesuai dengan tujuan.

III.7.1 Parameterisasi
Data yang didapatkan pada tahapan pengumpulan data namun masih dalam
bentuk data mentah dan belum siap untuk digunakan dalam model. Pada tahap
parameterisasi ini data akan diolah menjadi parameter yang sesuai dengan
parameter yang dihasilkan pada tahap pengembangan model. Hasil dari
parameterisasi ini adalah nilai dari parameter-parameter yang siap digunakan
untuk implementasi model.

III.7.2 Implementasi Model Optimasi


Model optimasi yang telah dihasilkan pada tahap pengembangan model dan sudah
melewati tahapan verifikasi akan dimasukkan ke dalam bahasa pemrograman
Python. Software akan mengolah data hingga didapatkan output yang dinginkan.
III.8 Validasi Model
Validasi output model dilakukan untuk memastikan hasil yang didapatkan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Jika hasil telah sesuai, maka penelitian
dapat dilanjutkan ke langkah berikutnya. Jika output yang dihasilkan tidak sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka model matematis harus diubah dengan
mengatur pembatas dan parameter, sampai diterima output yang valid.

III.9 Analisis
Model yang diimplementasikan akan memberikan hasil berupa kinerja operasional
yang akan diinginkan, di antaranya yaitu berthing time, effective time, turn
around time, utilisasi peralatan, dan lain-lain. Hasil ini akan dianalisis mengenai
kelayakan dari hasil implementasi model untuk diberlakukan pada sistem.

III.10 Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dan saran penelitian didapatkan dari keseluruhan penelitian yang
dilakukan. Penarikan kesimpulan harus sesuai dengan permasalahan penelitian
dan mampu mejawab tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Saran penelitian

30
diberikan untuk penelitian-penelitian berikutnya agar dapat dilakukan perbaikan
dan/atau pengembangan atas penelitian ini.

31

Anda mungkin juga menyukai