1 Definisi Ventilasi
Ventilasi adalah pengendalian pergerakan udara, arah, dan jumlahnya. Meskipun
tidak memberikan kontribusi langsung ke tahap operasi produksi, ventlasi yang
kurang tepat seringkali akan menyebabkan efisiensi yang lebih rendah dan
produktivitas pekerja menurun, tingkat kecelakaan meningkat, dan tingginya tingkat
kehadiran. Sistem ventilasi merupakan metode aplikasi dari prinsip fluida dinamik
(dalam hal ini udara) terhadap laju udara pada bukaan tambang bawah tanah.
Ventilasi tambang bawah tanah menyiapkan aliran udara untuk pekerjaan
tambang di bawah tanah dengan volume yang cukup untuk menipiskan dan
menghilangkan debu dan gas-gas berbahaya (contohnya NOx, SO2, metan, CO2, dan
CO) dan untuk mengatur suhu. Sumber dari gas-gas ini adalah peralatan yang
beroperasi menggunakan mesin diesel, peledakan dengan bahan peledak, dan ore itu
sendiri. Komponen terbesar dari biaya operasi untuk ventilasi tambang adalah listrik
untuk tenaga kipas ventilasi, yang mencakup sepertiga dari seluruh biaya daya listrik
khusus tambang bawah tanah. Pada dasarnya, sistem ventilasi tambang bawah tanah
ini memiliki tiga fungsi umum, yaitu :
1) Sebagai kontrol kualitas dan kuantitas udara, yaitu menyediakan dan
mengalirkan udara segar ke dalam tambang untuk kebutuhan pernafasan pekerja
dan proses lain yang ada di dalamnya, termasuk debit dan tekanan.
2) Melarutkan dan membuang gas-gas pengotor hingga mencapai kondisi balance
(equilibrium) terutama setelah aktivitas peledakan dan memenuhi syarat bagi
aktivitas penambangan.
3) Menyingkirkan debu dan partikuler hingga berada di bawah nilai ambang batas
(NAB) dan aman untuk melaksanakan aktivitas tambang.
4) Mengatur (adjustment) temperatur, kelembaban di dalam tambang sehingga
memberikan kondisi yang nyaman untuk bekerja.
VENTILASI TAMBANG 2
1) Udara akan mengalir dari kondisi bertemperatur rendah ke temperatur panas.
2) Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang memberikan
tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan yang lebih besar.
3) Hukum-hukum mekanika fluida akan selalu diikuti dalam perhitungan dalam
ventilasi tambang.
VENTILASI TAMBANG 3
Ventilasi alami terutama terjadi karena perbedaan temperatur di dalam dan
luar pit. Temperatur di dalam pit akan mempengaruhi terjadinya ventilasi alami,
sehingga apabila terdapat perbedaan temperatur intake airway dan return airway
yang ketinggian mulut pit intake dan out takenya berbeda, akan timbul perbedaan
kerapatan udara di dalam dan di luar pit atau udara di intake airway dan return
airway akibat perbedaan temperatur, dan akan membangkitkan daya ventilasi.
VENTILASI TAMBANG 4
c) Overlap Sistem
Sistem overlap merupakan gabungan dari sistem exhausting dan forcing.
Sistem ini menggunakan 2 fan yang memiliki tugas berbeda satu sama lain
yakni sebagai pemasok udara ke front (intake fan) dan sebagai penghisap
udara dari front (exhaust fan). Exhaust fan dipasang lebih mundur (lebih jauh)
dari front penambangan, sedangkan duct akhir dari intake fan dipasang lebih
dekat dengan front penambangan. Pemasangan fan seperti ini untuk mencegah
agara udara yang dipasok tidak terhisap oleh exhaust fan sehingga udara akan
memiliki waktu untuk bersirkulasi pada front penambangan.
VENTILASI TAMBANG 5
dilihat bahwa mesin angin menerima udara pada tekanan tertentu dan
dikeluarkan dengan tekanan yang lebih besar. Jadi mesin angin adalah perubah
energi dari mekanis ke fluida, dengan memasok tekanan untuk mengatasi
kehilangan tekan (head losses) dalam aliran udara.
Pergerakan udara di tambang bawah tanah dibangkitkan dan diatur oleh
pembangkit tekanan yang disebut ventilator atau mesin angin. Mesin angin yang
memasok kebutuhan udara untuk seluruh tambang dinamakan mesin angin utama
(main fan). Mesin angin yang digunakan untuk mempercepat aliran udara pada
percabangan atau suatu lokasi tertentu di dalam tambang, tetapi tidak menambah
volume total udara di dalam tambang disebut mesin angin penguat (booster fans),
sedangkan mesin angin yang digunakan pada lokasi kemajuan atau saluran udara
tertutup (lubang buntu) dinamakan mesin angin bantu (auxiliary fans).
VENTILASI TAMBANG 6
2) Pengaturan/pengendalian kuantitas udara tambang segar yang diperlukan oleh
pekerja tambang bawah tanah. Dalam hal ini akan dibahas perhitungan untuk
jumlah aliran udara yang diperlukan dalam ventilasi dan pengaturan jaringan
ventilasi tambang sampai perhitungan kapasitas dari kipas angin
3) Pengaturan suhu dan kelembaban udara tambang agar dapat diperoleh
lingkungan kerja yang nyaman. Dalam hal ini akan dibahas mengenai
penggunaan ilmu yang mempelajari sifat-sifat udara atau psikrometri
(psychrometry).
Dalam membahas pengaturan ventilasi tambang yang bersifat mekanis perlu juga
dipahami masalah yang berhubungan dengan kemungkinan adanya aliran udara
akibat ventilasi alami, yaitu antara aliran udara sebagai akibat perbedaan temperatur
yang timbul secara alami.
VENTILASI TAMBANG 7
2) Peralatan. Menurut SK Mentamben, dibutuhkan minimal 3 m3/menit (106 cfm)
untuk setiap HP diesel yang dioperasikan, sedangkan menurut patokan kebiasaan
dibutuhkan antara 100 sampai dengan 200 cfm untuk setiap BHP mesin diesel
yang dioperasikan.
3) Temperatur udara. Temperatur dalam tambang bawah tanah harus dipertahankan
antara 18o C sampai dengan 24o dengan kelembaban relatif maksimum 85%.
4) Kondisi ventilasi di tempat kerja harus:
Karbon moniksida (CO) volumenya tidak lebih dari 0,005%;
Hidrogen sulfida (H2S) volumenya tidak lebih dari 0,001% dan
Dalam tenggang waktu 15 menit CO tidak boleh lebih dari 0,04%
5) Kecepatan udara ventilasi yang dialirkan ke tempat kerja harus
sekurangkurangnya 7 meter per menit dan dapat dinaikkan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan dan setelah peledakan kecepatan.
6) Menurut MSHA (Mine Safety and Health Administration) kehilangan udara dari
sistem ventilasi yang diijinkan adalah maksimal 10%. Kebutuhan minimum
udara segar yang diperlukan seseorang untuk pernafasan, dapat dihitung dengan
memperhatikan pembatasan pada jumlah O2 minimum yang diperkenankan dan
berdasarkan jumlah CO2 maksimum yang diijinkan dalam udara. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PERMENKES
No.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Suhu
Basah dan Bola di Tempat Kerja terlihat pada tabel.
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)
VENTILASI TAMBANG 8
2.1 Pengertian mengenai Udara Tambang
Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari ; Nitrogen,
Oksigen, Karbondioksida, Argon dan Gas-gas lain seperti terlihat pada tabel.
Komposisi Udara Segar
Unsur Persen Volume Persen Berat
(%) (%)
Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar normal
terdiri dari:
Nitrogen = 79%
Oksigen = 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu mengandung
karbondioksida (CO2) sebesar 0,03%. Demikian pula perlu diingat bahwa udara
dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak pernah ada udara yang
benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada istilah kelembaban udara.
VENTILASI TAMBANG 10
Derajat kejenuhan (µ) : perbandingan antara uap air di udara pada kondisi
tertentu dan pada titk jenuh, dengan temperature konstan. Biasanya digunakan
kelembaban khusus. Dalam %.
Density (w): berat udara tertentu, atau berat per satuan volume. Tidak perlu
bingung dengan massa density. Satuan dalam lb/cu ft
Entalpi (h): total kandungan panas udara; jumlah dari entalpi udara kering dan
uap air, per satuan berat dari udara kering. Satuannya dalam Btu/lb.
Entropi (s): perbandingan jumlah panas yang ditambanhkan ke udara dengan
suhu konstan ketika ditambahkan. Satuan dalam Btu/ °R
Kecepatan aliran (G): berat aliran udara kering per satuan waktu. Satuan dalam
lb/ jam
Kandungan panas, tingkat perubahan (q): kecepatan perubahan kandungan panas
atau entalpi dari udara per satuan waktu. Mungkin sensible, laten, atau total.
Satuan dalam Btu/ jam.
Massa jenis (ρ): massa udara per satuan volume. Satuan dalam lb-massa/cu ft
Daya (Pa): tingkat kinerja pekerjaan, biasanya disebut horsepower udara. Satuan
dalam hp.
Tekanan (P): kekuatan yang digunakan udara per satuan luas, salah satunya
meteran atau bersifat mutlak. Tekanan atmosfer (Pb) diukur oleh barometer.
Satuan dalam psi atau in. (merkuri)
Pressure head, atau head (H): ketinggian kolom air setara dengan tekanan yang
diberikan oleh udara. Umumnya digunakan daripada tekanan, terutama untuk
perbedaan yang menyebabkan aliran udara. Satuan dalam in. (air)
Kuantitas(Q): laju aliran volumetric udara per satuan waktu. Satuan dalam efm.
Kelembaban relatif (ϕ): perbandingan tekanan uap udara pada kondisi tertentu
dan kejenuhan, dengan temperature konstan. Kelembaban relatif dan derajat
kejenuhan secara numeric tidak sama berdasarkan berat. Satuan dalam %
Berat jenis (s): perbandingan densitas dari gas dan udara. Biasanya udara
kering=1.
VENTILASI TAMBANG 11
Heat specific (c): panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperature per
satuan berat udara 1°F. Biasanya panas tertentu dalam keadaan konstan (cp)
dalam kondisi udara. Satuan dalam Btu/lb/°F.
Kelembaban spesifik(W): kelembaban mutlak atau berat dari kandungan uap air
Volume Spesifik (v): volume per satuan berat udara kering. Tidak sama
berbanding dengan densitas, yang merupakan satuan volume campuran. Satuan
dalam cu ft/lb
Temperature, titik embun (tdp): temperature dimana kondensasi air terjadi,
temperature jenuh. Satuan dalam oF
Temperatur, bola kering (td) : temperatur ditunjukkan oleh termometer kering
konvensional, ukuran dari kandungan panas sensible udara. Satuan dalam oF.
Temperature, bola basah(tw): temperature yang mana berasal dari penguapan air
ke udara yang membawa udara ke adiabatic jenuh pada temperature dengan
kapasitas ukuran penguapan udara. Dinyatakan oleh thermometer dengan sumbu
basah. Satuan dalam oF
Tekanan uap (pv): sebagian tekanan dari uap air diudara. Tekanan barometer
adalah jumlah sebagian tekanan dari udara kering dan uap air. Satuan dakam in.
(merkuri).
Kecepatan (V): laju aliran linier udara per satuan waktu. Satuan dalam fpm
Viskositas, mutlak (µ): tarikan atau geseran tahanan udara menjadi gerakan.
Satuan dalam lb-sec/ft2
Viskositas, kinematik (v): perbandingan antara viskositas mutlak dengan massa
jenis. Satuan dalam ft2 /sec
Berikut tabel konstanta untuk udara kering dan faktor konversi yang digunakan
dalam pengerjaan kondisi udara:
Berat atom 29
Berat jenis 1
Konstanta gas 53.3
Densitas dari udara standar (diatas permukaan laut dan 70 0,075lb/cu ft
VENTILASI TAMBANG 12
o
F)
Tekanan standar barometer (di atas permukaan laut) 14,7 psi atau
29,92in.
merkuri
Specific heat pada tekanan konstan 0,24 Btu/lb/ oF
Perbandingan dari specific heat dengan tekanan konstan dan 1.4
volume (untuk gas dengan atom diatomic)
1 in, air = 5,2 psf
1 psi = 2,036 in. merkuri = 27,7 in. air
1 in. merkuri = 0,491 psi = 13,6 in. air
Tanpa membuat refrensi pada tabel faktor konversi, kesetaraan dapat dihitung
melalui:
p=w1H1=w2H2
dimana p adalah tekanan, w adalah densitas, dan H adalah head.
VENTILASI TAMBANG 13
Begitu pentingnya oksigen bagi kehidupan manusia, untuk itu kebutuhan oksigen
harus diutamakan dalam aktivitas ventilasi. Batas minimal oksigen yang diperlukan
manusia adalah 19,5%. Pada konsentrasi di bawah nilai ini, sebaiknya aktivitas
dihentikan dan dipindahkan ke lokasi yang aman.
Atas dasar jenis kegiatan kerja yang dilakukan ini akan diperlukan juga udara
segar yang berlainan jumlahnya. Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup
udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit
didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu
satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia yang
berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju pernafasannya.
Perlu juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernafasan
(respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida
yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses
pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan ini (respiratori
quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama
dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya. Tabel berikut memberikan
gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan
manusia secara umum.
Kebutuhan Udara Pernafasan (Hartman, 1982)
Laju Udara terhirup per Oksigen ter Angka bagi
Kegiatan kerja Pernafasan menit dalam in3/menit konsumsi cfm pernafasan
Per menit (10-4 m3/detik) (10-5 m3/detik) (respiratori
quotient)
Istirahat 12 – 18 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75
Kerja Moderat 30 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9
Kerja keras 40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0
Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan
perorang untuk pernafasan, yakni;
Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cf
VENTILASI TAMBANG 14
Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm sehingga
akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai :
(Kandungan (Jumlah oksigen pada (Kandungan oksigen
minimum
oksigen) - pernafasan) = untuk pernafasan)
dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (21%)
(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja keras (4,7x
10- 5m3/dtk)
(O2 downstream) = Nilai ambang batas O2 (19,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,21 Q - 4,7x 10- 5m3/dtk = 0,195 Q
(0,21 – 0,195)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,015 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 3,2 x 10-3 m3/dtk/orang
Q = 6,7 cfm
dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (0,03%)
VENTILASI TAMBANG 15
(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja keras (4,7x
10- 5m3/dtk)
(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,0003 Q + 1 . (4,7x 10- 5m3/dtk) = 0,005 Q
(0,005 – 0,0003)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,0047 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 0,01 m3/dtk/orang
Q = 21,3 cfm
Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5 %
dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5 %
dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi
pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka
21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.
Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka
kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1 m 3/detik per
orang)
VENTILASI TAMBANG 16
Kandungan oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan ketinggian
(altitude) yang makin tinggi.
Kekurangnan oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan
berpengaruh terhadap keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel
berikut;
Pengaruh Kekurangan Oksigen
Kandungan O2 Pengaruh
Di Udara
17 % - Laju pernapasan meningkat (ekuivalen dengan
ketinggian 1600 m)
15 % - Terasa pusing, suara mendesing dalam telinga
dan jantung berdetak cepat
13 % - Kehilangan kesadaran
9% - Pucat dan jatuh pingsan
7% - Sangat membahayakan kehidupan
6% - Kejang-kejang dan kematian
VENTILASI TAMBANG 17
3.1 Gas-Gas Tambang dan Pengendaliannya
3.1.1 Gas Tambang
Ada beberapa macam gas pengotor dalam udara tambang bawah tanah. Gas-gas
ini berasal baik dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari
batuan ataupun bahan galiannya.
Mesin-mesin yang digunakan dalam tambang misalnya merupakan salah satu
sumber dari gas pengotor. Demikian juga proses peledakan yang diterapkan dalam
tambang untuk pemberaian dapat merupakan sumber gas pengotor. Dalam tambang
batubara, gas methan (CH4) merupakan gas yang selalu ada dalam lapisan batubara.
Gas-gas pengotor yang terdapat dalam tambang bawah tanah tersebut, ada yang
berifat gas racun, yakni; gas yang bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan
kematian. Dapat juga gas pengotor ini menyebabkan bahaya, baik terhadap kehidupan
manusia maupun dapat menyebabkan peledakan. Tabel dibawah ini menunjukan
bermacam gas yang dapat berada dalam tambang bawah tanah.
Sifat Bermacam Gas
Nama Sim Berat Sifat fisik Pengaruh Sumber Amban Amb Kisar
Bol Jenis Utama g batas ang ledak
Udara TLU- batas
=1 TWA TLU
(%) -C
(%)
Oksigen O2 1,1056 Tdk berwarna Bukan Udara normal
tdk berbau,tdk racun tdk
ada rasa berbahaya
Nitrgen N2 0,9673 Tdk Bukan Udara normal
berwarna, tdk Racun tapi lapisan
berbau,tdk Menyesak
ada rasa kan
Karbon CO2 1,5291 Tdk Sesak Pernafasan,la 0,5
Dioksida berwarna, tdk nafas pisan,motor
VENTILASI TAMBANG 19
berbau,rasa berkeringa bakar,peledak
agak asam t an
Methan CH4 0,5545 Tdk Menyesak Lapisan, 5 –
berwarna, tdk kan nafas motor bakar, 15
berbau,tdk dapat peledakan
ada rasa meledak
Karbon CO 0,9672 Tdk Racun Nyala 0,005 12.5
Monoksi berwarna, tdk dapat api,peledakan, – 74
da berbau,tdk meledak motor bakar,
ada rasa oksidasi
Hidrogen H2S 1,1912 Tdk Racun Lapisan air 0,001 4 –
sulfida berwarna, dapat tanah,pele 44
bau telur meledak dakan
busuk, rasa
asam
Sulfur SO2 2,2636 Tdk Racun Pembakaran 0,0005
Dioksida berwarna, sulfida,motor
bau bakar
mangganggu,
rasa asam
Nitrogen NO2 1,5895 Bau tajam, Racun Peledakan,mo 0,0
Oksida N2O warna coklat, tor bakar 005
rasa pahit
Hidrogen H2 0,0695 Tdk Dapat Air pada 4 –
berwarna, tdk meledak api,panas 74
berbau,tdk bateray
ada rasa
Radon RA 7,665 Radio lapisan IWL ? -
aktif
VENTILASI TAMBANG 20
1) Karbondioksida (CO2)
Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau dan tidak mendukung nyala api dan
bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu
terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal
kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul
pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran
ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil
pembakaran, hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan
manusia.
Pada kandungan CO2 = 0,5 % laju pernafasan manusia mulai meningkat,
pada kandungan CO2 = 3 % laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan
normal, dan pada kandungan CO2 = 5 % laju pernafasan meningkat tiga kali lipat
dan pada CO2 = 10 % manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi
CO2 dan udara biasa disebut dengan ‘blacdamp’.
2) Methan (CH4)
Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara
dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas
methan dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam
udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik
harus dimatikan. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara
dan karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan udara.
Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi maka gas methan
terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.
Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam
suatu volume per satuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan
dalam satuan volume per satuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang
masih terperangkap dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan
VENTILASI TAMBANG 21
dari gas methan tersebut dengan pompa untuk dimanfaatkan. Proyek ini dikenal
dengan nama ‘seam methane drainage’.
VENTILASI TAMBANG 22
mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang
sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu
selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah
15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan
terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf
penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama waktu 15 menit, maka
kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang.
5) Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar.
Merupakan gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar.
Lebih berat dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan
tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-
TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.
VENTILASI TAMBANG 23
3.1.2 Pengendalian Gas-Gas Tambang
Beberapa cara pengendalian berikut ini dapat dilakukan terhadap pengotor gas
pada tambang bawah tanah :
1) Pencegahan (Preventation)
a) Menerapkan prosedur peledakan yang benar
b) Perawatan dari motor-motor bakar yang baik
c) Pencegahan terhadap adanya api
2) Pemindahan (Removal)
a) Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan
b) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas
3) Absorpsi (Absorption)
a) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b) Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan
4) Isolasi (Isolation)
a) Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau waktu-
waktu tertentu
5) Pelarutan
a) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
b) Pelarutan dengan aliran udara utama
Biasanya cara pelarutan akan memberikan hasil baik, tetapi sering beberapa cara
tersebut dilakukan bersama-sama.
Dilusi dengan menggunakan ventilasi masih menjadi metode yang paling
sukses dalam praktik pengontrolan gas di pertambangan. Ventilasi juga
digunakan sebagai sarana serbaguna untuk mengontrol banyak gas.
VENTILASI TAMBANG 24
Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mendelusikan ketidakmurnian
dibawah MAC atau tingkat yang diinginkan lainnya dapat ditentukan dengan
persamaan:
Qg
𝑄= − 𝑄𝑔
(MAC) − B
Dimana ; Qg = masukan gas pengotor dalam efm
B = konsentrasi gas dalam udara normal
VENTILASI TAMBANG 25
3.2.2 Pengendalian Gas Peledakan
Sistem ventilasi sama pentingnya seperti laju aliran volume udara. Berdasarkan
study yang dilakukan oleh Nicholas dan Wall (1971), ventilasi dengan system
exhausting adalah sistem ventilasi yang terbaik. Pada tambang batubara yang banyak
mengandung gas, system ventilasi exhausting mungkin lebih cocok untuk penjagaan
dari gas methan dan ledakan debu.
Observasi di tunnel mengindikasikan bahwa debu bisa mencapai jarak sekitar 20
m (Szechy, 1976). Laju aliran volume udara segar bisa dihitung dengan menggunakan
persamaan:
20AN
𝑄=
t
Dimana:
Q = Laju aliran volume udara segar, m3/s
A = Cross Section area pada tunnel, m2
N = Waktu pertukaran udara
t = Waktu debu harus didelusikan, s
Hal yang juga penting diperhatikan adalah kecepatan udara di tunnel dalam range
0,7 – 1 m/s untuk waktu difusi yang cepat.
Debu nitrogen dari peledakan dapat dikurangi dengan menyemprotkan water
blast, yang dapat melarutkan nitrogen kecuali NO. Debu-debu dapat terperangkap di
batuan yang pecah dan akan terbebas jika batu diangkut. Penyiraman yang tepat akan
membuang gas tersebut.
Dalam beberapa kasus asap dan debu harus dibuang dari udara dengan penyaring
asap-debu. Udara ditarik perlahan (<15 m/minute) sepanjang 1 m dari vermikulit
yang terkelupas dengan menyemprotkan potassium permanganat dan sodium
karbonat di air secara menyeluruh. NO akan teroksidasi oleh potassium permanganat
sehingga NO2 yang terbentuk diserap oleh sodium karbonat. Kemudian udara akan
melewati penyaring debu.
Untuk meminimalisir pembentukan asap beracun, sebaiknya lakukan praktik
sesuai dengan prosedur. Bahan peledak yang buruk dan berbahaya sebaiknya tidak
VENTILASI TAMBANG 26
digunakan. Di lubang yang basah, digunakan bahan peledak yang mempunyai
tahanan air yang memadai.
VENTILASI TAMBANG 27
gas buang ke tingkat yang aman. Dilusi dengan menggunakan ventilasi merupakan
cara yang sederhana dan praktis untuk diterapkan.
VENTILASI TAMBANG 28
4.1 Debu tambang
Debu yang dihasilkan dalam operasi tambang bawah tanah dapat menimbulkan
masalah kesehatan bagi para pekerjanya.
Partikel debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel
yang berukuran lebih besar dari pada 40 mikron. Sedangkan partikel terkecil yang
dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 mikron. Kurang lebih 80 % debu hasil
dari operasi tambang mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 mikron.
Partikel debu, baik yang dapat menimbulkan efek patologis atau terbakar,
umumnya berukuran lebih kecil dari 10 mikron. Sedangkan partikel debu yang lebih
kecil dari 5 mikron diklasifikasikan sebagai debu yang terhisap (respirable dust).
Partikel debu dengan ukuran lebih besar dari 10 mikron sangat sulit untuk tersuspensi
di udara dalam waktu yang lama, kecuali kecepatan aliran udara sangat tinggi.
Sedangkan partikel debu yang sering dijumpai di tambang bahwah tanah mempunyai
ukuran rata-rata antara 0,5 – 3 mikron.
Partikel debu dengan ukuran dibawah 10 mikron, yang berbahaya bagi
kesehatan, tidak mempunyai inertia sehingga akan tersuspensi di aliran udara. Oleh
karenanya kontrol debu selalu berhubungan dengan debu yang berukuran tersebut.
Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu hamburan
partikel padat dan atau cair didalam medium gas/udara, dimana didalam tambang
bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas penambangan seperti pemboran,
peledakan, pemuatan, pengangkutan dan penumpahan bijih(Balai Diklat TBT, 2006).
Kadar debu tambang maksimum yang diperbolehkan pada beberapa tempat di
tambang dalam dapat dilihat pada tabel 7.
Kadar Debu Maksimum
No. Lokasi Kadar Debu
Maksimum (mg/m3)
1. Face longwall 7
2. Persiapan lubang bukaan dengan 3
kandungan kuarsa > 0,45 mg/m3
3. Pada tempat operasi lain 5
VENTILASI TAMBANG 30
4.2 Klasifikasi Debu
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat bahayanya
terhadap fisik dan kemampuan ledakannya. Berikut ini klasifikasi debu berdasarkan
tingkat bahayanya, yaitu :
1) Debu Pulmonary
Debu pulmonary adalah debu-debu tambang yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit gangguan pernafasan dan penyakit paru-paru berdebu. Debu
pulmonary yang berukuran 0,25 – 5 mikron adalah yang paling berbahaya,
karena debu-debu dengan butiran sedemikian kecil itu mengambang di udara dan
mudah terhisap ketika bernafas, dan selanjutnya debu-debu itu akan mengendap
di paru-paru. Debu pulmonary itu ada beberapa jenis, antara lain:
Debu asbes, penyebab penyakit asbestosis
Debu timah, penyebab penyakit stanosis
Debu batubara, penyebab penyakit anthracosis
Debu silica (kuarsa dan chert), penyebab penyakit silicosis.
silikat (asbestos, talk, mika dan silimanit)
meal fumes (asap logam)
bijih besi
Karborondum
2) Debu Karsinogenik
Contohnya adalah Radon. Asbestos, dan Arsenik.
3) Debu beracun
Debu beracun dapat menyebabkan keracunan akut dan kerusakan kulit. Jenis
debu ini antara lain:
Debu arsenic, penyebab keracunan arsen
Debu mangan, penyebab keracunan mangan
Debu timah hitam, penyebab keracunan timah hitam (timbale)
Debu uranium, penyebab keracunan atau radiasi uranium
bijih berilium
VENTILASI TAMBANG 31
Radium
Thorium
Khromium
Vanadium
Air Raksa
Kadmium
Antimoni
Selenium
Mangan
Tungsten
Nikel dan perak (khususnya oksida dan karbonat).
4) Debu radioaktif
Debu radioaktif ini dapat menyebabkan radiasi, yang menimbulkan kanker
kulit, dan keracunan akut. Jenis debu ini antara lain:
Debu uranium
Debu thorium
Debu titanium
Debu bahan radioaktif lainnya.
5) Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)
Debu tambang ini dapat menimbulkan ledakan pada tambang bawah tanah.
Jenis debu ini adalah:
Debu bijih sulfida
debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan besi)
Debu batubara (bituminous dan lignit)
6) Debu pengganggu (Nuisance Dust)
Nuisance dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung kurang
dari 1% quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust
hanya sedikit mempengaruhi kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika
terhirup. Akan tetapi jika konsentrasi nuisance dust sangat tinggi diudara area
VENTILASI TAMBANG 32
kerja maka dapat mengurangi penglihatan dan bisa menyebabkan masuk kedalam
mata, telingga dan tenggorokan sehingga timbul rasa tidak nyaman dan juga bisa
menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane baik karena aksi kimiawi
atau mekanik. Contohnya adalah gypsum, gamping dan kaolin.
Nuisance dust dari sisi occupational health, debu diklasifikasikan menjadi
tiga kategori, yaitu:
Respirable Dust
Inhalable Dust
Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat
masuk kedalam hidung sampai pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk
kedalam paru-paru bagian dalam. Partikel yang masuk kebagian paru-paru
bagian dalam atau sistem pernapasan bagian dalam secara umum tidak bisa
dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami (cilia dan mucous) maka
akibatnya partikel tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam paru-paru.
Mine Safety and Health Administration (MSHA) mendefinisikan respirable
dust sebagai fraksi dari airbone dust yang lolos dari alat saring ukuran partikel
dengan karakteristik sebagai berikut:
Aerodynamic diameter, Mikron Percent passing selector
(unit density spheres)
2.0 90
2.5 75
3.5 50
5.0 25
10. 0.0
EPA menggambarkan inhalable dust sebagai debu yang bisa masuk kedalam
tubuh akan tetapi terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokkanm atau
sistem pernapasan bagian atas, ukuran inhalable dust berdiameter kira-kira 10
mikron.
VENTILASI TAMBANG 33
Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran
dan komposisinya.
Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan
kesehatan dan juga masalah di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah
tersebut diantaranya adalah:
Bahaya kesehatan
Penyakit pernapasan ditempat kerja
Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan
Iritasi pada kulit
Risiko dust explosion dan kebakaran
Merusak peralatan
Mengganggu penglihatan
Bau yang tidak enak
Masalah bagi komunitas sekitar pabrik
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka
terpapar secara berlebihan terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu
untuk mengevaluasi tingkat bahaya kesehatan ditempat kerja, American
Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) telah mengadopsi
sejumlah standar threshold limit values (TLV’s) atau nilai ambang batas (NAB).
Nilai TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk mengevaluasi
bahaya kesehatan. Nilai TLV (NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam
kerja dimana tidak ada efek kesehatan yang ditimbulkan. MSHA menggunakan
nilai TLV untuk mengevaluasi kesehatan.
7) Debu inert (tidak membahayakan)
Tidak ada.
VENTILASI TAMBANG 34
1) Silicosis – akibat silika bebas
2) Silicotuberculosis – komplikasi tuberkolosis ooleh silika
3) Asbestosis – akibat asbestos
4) Silicatosis - akibat silika lain
5) Siderosis – akibat bijih besi
6) Pekerja tambang batubara bawah tanah – pneumoconiosis (blacklung) – atau
anthracosilosis – akibat batubara baik bituminous maupun anthracite.
Yang paling serius dari kesemua jenis penyakit itu adalah silicosis. Sedangkan
debu yang dianggap sangat berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit kanker
adalah:
Crocidolite (asbestos)
Keluarnga radon (kanker paru-paru)
Chrysotile (asbestos)
Arsenic.
VENTILASI TAMBANG 35
atas dasar berat : satuan = mg/m3.
Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah komposisi.
Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasinya lebih
besar dari 0,5 mg/m3.
Untuk debu-debu beracun radioaktif konsentrasi yang lebih kecil pun dapat
membahayakan.
Konsentrasi debu batubara dalam udara yang dapat mengakibatkan
peledakan bervariasi tergantung dari :
a) Kandungan Volatile Matter, bertambah tinggi kandungan volatile matter
bertambah mudah meledak.
b) Ukuran partikel < 50 % bertambah kecil bertambah mudah meledak
c) Water Content < 30 % bertambah kecil bertambah mudah meledak
d) “Fresh Coal Dust” lebih berbahaya.
Bila di dalam tambang bercampur methane dan debu batubara maka akan
bertambah mudah untuk meledak
Tabel berikut memperlihatkan konsentrasi debu maksimum pada lokasi
tambang bawah tanah:
No. Lokasi Konsentrasi Debu
Maksimum (mg/m3)
1 Face Longwall 7
2 Persiapan Lubang Bukaan (dengan 3
kandungan kuarsa > 0.45 mg./m3)
3 Pada tempat opersi lainnya 5
3) Ukuran Partikel
Debu berukuran haslus (< 5 m) merupakan debu yang paling berbahaya
karena luas permukaannya besar, dengan demikian aktivitas kimianya pun besar.
Selain itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup (respirable dust) karena
mungkin tersuspensi di udara.
VENTILASI TAMBANG 36
4) Lamanya Waktu Terdedah (exposed time)
Penyakit akibat debu umumnya timbul setelah seseorang bekerja di
lingkungan yang berdebu untuk suatu jangka waktu yang cukup lama. Paparan
yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang berbahaya
(harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut
pneumoconiosis. Penyakit ini disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya
debu mineral didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru.
Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan
oleh debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
a) Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa
atau silca. Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada
jaringan paru-paru), mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit
yang irreversible atau tidak bisa disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat
progresive meskipun sudah tidak terpapar lagi. Waktu rata-rata perkembangan
penyakit silicosis berkisar antara 20 sampai 30 tahun.
b) Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang
membuat jaringan paru-paru menjadi gelap atau hitam. Penyakit ini juga
bersifat progresif. Meskipun nama penyakit ini banyak dikenal sebagai
penyakit paru hitam, namun nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja
batubara (coal worker’s pneumoconiosis (CWP)).
c) Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh serat asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.
5) Kemampuan Individual
Faktor kemampuan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini
merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.
Dapat disimpulkan bahwa penyakit akibat debu atau ‘pneumoconiosis’
dipengaruhi oleh kombinasi dari kelima faktor diatas. Hubungan antara kelima faktor
di atas dapat dilihat pada gambar berikut:
VENTILASI TAMBANG 37
Hubungan Antara Konsentrasi Rata-Rata Debu Dan Lamanya Waktu Berhubungan Terhadap Gejala
‘Pneumoconiosis’ (Hartman,1982)
VENTILASI TAMBANG 38
1) Pencegahan
2) Sistem control
Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan jika masih
terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau
pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat
dilakukan adalah seperti dust collection systems, sistem pwet dust suppression
systems, and airborne dust capture through water sprays.
a) Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap
debu dari sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa
dan dialirkan kedalam dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
b) Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak
digunakan adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu)
untuk membasahi bahan yang bisa menghasilkan debu tersebut sehingga
bahan tersebut tidak cenderung menghasilkan debu.
c) Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu
yang timbul pada saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia
pengikat, semprotan harus membentuk partikel cairan yang kecil (droplet)
sehingga bisa menyebar diudara dan mengikat debu yang berterbangan
membentuk agglomerates sehingga turun kebawah.
3) Dilusi atau isolasi.
a) Dilution Ventilation
Teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada di udara
dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih.
Secara umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu
pada dasarnya masih terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan
jika sistem lain tidak diijinkan untuk digunakan.
b) Isolation
Teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang
terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja
kemudian di suplai dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system.
VENTILASI TAMBANG 39
5.1 Swabakar
5.1.1 Pengertian Swabakar (Spontaneous Combustion)
Swabakar (spontaneous combustion) adalah terjadinya api dengan sendirinya
tanpa menggunakan nyala api secara langsung dalam material yang mudah terbakar.
Kejadian tersebut biasanya disebabkan karena proses oksidasi lambat pada kondisi
tanpa kehilangan gas. Swabakar batubara merupakan pemanasan dan pembakaran
batubara atau material yang mengandung batubara secara perlahan yang dimulai
dengan terserapnya oksigen.
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2 (>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)
VENTILASI TAMBANG 41
Batubara sisa (remained coal)long wall panel dan room & pillar
meninggalkan sisa batubara (hancur) pada goaf dan pilar-pilar swabakar .
4) sistem peranginan tambang batubara
Perbedaan tekanan antara udara masuk dan udara keluar pada working face
dan goaf area dapat menyebabkan terjadinya kebocoran udara swabakar.
5) kondisi lingkungan tambang batubara bawah tanah
Kondisi lingkungan tambang batubara bawah tanah yang dapat
menyebabkan terjadinya swabakar yaitu:
a) Temperatur tambang bawah tanah, makin tinggi temperatur mudah terjadi
oksidasi batu bara swabakar.
b) Tekanan udara (air pressure),terjadi percepatan oksidasi swabakar.
c) Sistem Peranginan Tambang,Kebutuhan urgen sistem peranginan masuk udara
segar dan keluar udara kotor
d) Bila udara dipaksakan masuk ke dalam ruangan sempit dengan tekanan
tinggi,kebocoran udara.Perbedaan tekanan yang tinggi menyebabkan udara
masuk goaf rekahan
e) Udara segar,masuk terowongan yang mengandung emisi gas-gas berbahaya
(methan,CO, dan sebagainya) mengencerkan gas
f) Ventilasi jelek menyebabkan hamburan debu batubara
g) Penutupan jalan keluar tidak memadai,udara ke area tertutup keluar masuk
sesuai dengan fluktuasi tekanan memicu swabakar
h) Udara panas ke dalam batubara yang tertumpuk menyebabkan oksidasi
Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung
dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang
berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
Reaksi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering terjadi
Bacteria
Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain :
Karbonisasi yang rendah (low carbonization)
VENTILASI TAMBANG 42
Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang sebaiknya 1,2%
VENTILASI TAMBANG 43
d) Menutup api/batubara terpanaskan dengan bahan-bahan tahan api (pasir, debu
batu, abu terbang goni basah).
e) Penetrasi pipa saluran air/debu batu
2) Pemadaman tak langsung
a) Pemadaman tak langsung untuk daerah yang tidak memungkinkan dimasuki
oleh petugas pemadam kebakaran.
b) Teknik utama adalah melakukan isolasi udara dan pengaliran air melalui
penetrasi pipa ke ruangan tersebut.
c) Setelah pemadaman swabakar, aliran udara harus dimatikan total dengan
sealing, jika perlu rekahan diisi pasta semen (grouting)
VENTILASI TAMBANG 44
2) Semen grouting untuk menutup pori-pori, cleat, dan retakan yang terdapat pada
lapisan batubara dengan maksud mencegah suplai aliran oksigen.
3) Sealing atap untuk menutup rapat lubang guna mencegah runtuhnya batuan atap.
4) Penerapan Metode Penambangan Batubara Reatreat System (Penambangan
Mundur)
5) Pengaturan aliran udara (sistem ventilasi )
6) Safety pillar harus kuat, sehingga pillar batubara tidak mudah runtuh
Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka sebaiknya
dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk menghindari penyusupan
kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang berzat terbang tinggi perlu
dipergunakan siraman air (sprinkler). Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga
membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.
VENTILASI TAMBANG 45
Pembentukan gas methan (CH4) sejalan dengan proses pembatubaraan. Selama
proses pembatubaraan itu gas-gas methan terperangkap dan terkumpul dalam lapisan
batubara (coalseam) dan juga dapat terjebak pada batuan sampingnya. Pada waktu itu
terjadi perubahan daya serapnya terhadap oksigen dan sebaliknya terjadi peningkatan
kandungan karbon (lihat tabel)
Gas metana dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5 –
15%, dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9.5% dan ketika terdapat
sumber api yang memicunya. Ketika meledak di udara, gas metana akan mengalami
pembakaran sempurna pada saat konsentrasinya antara 5% sampai dengan 9.5%,
menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Jika volume udara pada saat itu
konstan, maka suhu udara akan mencapai 2200 oC dengan tekanan 9 atm. Sebaliknya,
o
bila tekanannya konstan maka suhunya hanya akan mencapai 1800 C saja.
Sedangkan angin ledakan yang timbul, biasanya berkecepatan sekitar 300m/detik.
Dari keadaan ini dapatlah dipahami bila para korban ledakan gas metana biasanya
tubuhnya akan hangus terbakar.
Kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah berupa kebakaran dan
ledakan disebabkan adanya gas methan (CH4). Gas methan yang terdapat dari
batubara kadarnya bervariasi, yakni:
1) Batubara coklat dan antrasit (brown coal and anthracite) umumnya sedikit gas
methan, sedangkan pada batubara bituminous dan sub bituminous lebih banyak.
2) Batubara keras/padat (hard and dense coal) sedikit gas methan, sedangkan
batubara lunak (brittle coal) lebih banyak.
3) Batubara yang pengendapannya terganggu (high volatile matter) mungkin sangat
banyak melepaskan gas methan.
4) Lapisan batubara pada patahan (faults) dan lipatan (folds) atau rekahan mungkin
banyak melepaskan gas methan.
VENTILASI TAMBANG 46
5) Bagian atas (roof) dan bagian bawah (floor) terbentuk dari serpihan material
lempungan yang tahan api (impermeable clay shale) dapat mengeluarkan banyak
gas methan, sedangkan pada lapisan endapan pasir kasar akan sedikit gas methan
yang dilepaskan.
6) Semakin dalam letak lapisan batubara dari permukaan tanah, akan semakin
banyak gas methan yang dapat keluar dari padanya, hal inidisebabkan oleh
adanya tekanan dan panas yang semakin tinggi.
Pada umumnya pelepasan gas methan dari lapisan batubara itu dapat berupa
pelepasan bebas, pemancaran (emission), dan keluar dari celah bebatuan (outburst).
Gas methan yang keluar dari batubara teremisi ke udara di sekitarnya. Karena gas
ini lebih ringan dari udara, maka dia berada pada bahagian atas (langit-langit
terowongan). Gas ini cenderung berada pada bahagian akhir lobang bukaan tambang
bawah tanah (tail gate of the longwall face), lobang naik (raise end), dan bahagian
atap (caved roofs).
Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat
lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas terlepas. Sebanyak
70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang.
Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang
belum ditambang. Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di
pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih rendah).
Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan lebih rendah.
VENTILASI TAMBANG 47
5.2.3 Tahapan dan Penyabab Ledakan Gas Metan
Secara umum kebakaran dapat terjadi bila dipenuhi tiga unsur pemicu kebakaran
itu, yakni adanya api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan
dapat terjadi jika ada 5 syarat yang terpenuhi, yakni ada panas (heat), bahan bakar
(fuel), udara (oxygen), ruang terisolasi (confinement), dan ada tahanan (suspension).
1) Terakumulasinya gas methane, bisa diakibatkan ventilasi kurang baik.
2) Gas methane yang terakumulasi di dalam udara hingga 5-15% metan dan
sekurangnya 12.1% oksigen, menjadi syarat yang telah terpenuhi untuk meledak.
3) Gas yang telah memenuhi syarat untuk meledak dapat dipicu oleh percikan
bunga api, yang bersumber dari peledakan (blasting), listrik, lampu keamanan,
rokok (api), swabakar atau kebakaran tambang, bunga api gesekan.
Jika ledakan terjadi akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air, dimana
reaksinya :
CH4 + 2O2 = CO2 + 2H2O.
Bila jumlah oksigen berkurang, gas akan terbakar secara tidak sempurna
menghasilkan karbon monoksida (CO) yang sangat beracun, hydrogen (H), dan air
(H2O). Reaksi kimianya:
CH4 + O2 = CO + H2 + H2O
VENTILASI TAMBANG 48
10) Penanganan gas pada saat mengerjakan pengubahan ventilasi
11) Penanganan gas saat membuka sealing
12) Pengukuran kosnsentrasi gas methan secara berkala
13) Mengurangi konsentrasi gas methane melalui drainasi gas methane
VENTILASI TAMBANG 49
gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga debu
batubara itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan debu
batubara dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api,
maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Jika pada proses pertama itu terjadi ledakan disertai kebakaran, sisa debu
batubara yang masih tertambat di atas lantai atau pada langit-langit dan dinding
terowongan akan tertiup dan terangkat pula ke udara, lalu debu itu pun akan meledak.
Demikianlah seterusnya, bahwa dalam tambang itu akan terjadi ledakan beruntun
sampai habis semua debu batubara terakar. Ledakan itu akan menyambar ke mana-
mana, sehingga dapat menjalari seluruh lokasi dalam tambang itu dan menimbulkan
kerusakan yang sangat dahsyat.
Peristiwa ledakan debu batubara pada tambang batubara bawah tanah dapat
terjadi jika ada tiga syarat berikut terpenuhi, yakni:
1) Ada debu batubara yang beterbangan (awan debu batubara).
2) Ada sambaran bunga api.
3) Ada oksigen.
Konsentrasi debu batubara yang dapat meledak tergantung:
1) Kandungan zat terbang (volatile matter).
2) Ukuran partikel (particle size).
3) Kandungan air (water content).
4) Keberadaan gas methan.
Debu batubara ukuran partikelnya antara 20 – 40 mesh, tidak dapat meledak
dengan sendirinya, debu batubara dengan partikel sampai 200 mesh akan sangat
mudah meledak. Bahaya ledakan debu batubara akan semakin kecil jika padanya
terdapat kandungan abu yang cukup banyak, (abu melekat ditambah dengan abu dari
debu batu) dalam jumlah lebih kurang 50% pencegah kebakaran/ledakan.
Biasanya untuk mencegah terjadinya ledakan debu batubara dapat ditambahkan
debu batuan sampai mencapai kadar abunya lebih dari 75%. Debu batubara yang
mengandung air yang banyak tidak akan dapat meledak atau terbakar. Air, disamping
penyerap sulutan api (ignition), juga berfungsi sebagai penyerap panas. Kadar air
VENTILASI TAMBANG 50
sampai 30% dapat mencegah terjadinya ledakan debu batubara itu. Debu batubara
segar lebih berbahaya dibandingkan dengan debu batubara yang sudah lama ada
dalam udara terbuka. Debu batubara segar akan lebih mudah meledak karena adanya
gas methan yang masih terperangkap pada butiran debu batubara tersebut.
VENTILASI TAMBANG 51
batu) dalam jumlah lebih kurang 50% pencegah kebakaran/ledakan. Biasanya untuk
mencegah terjadinya ledakan debu batubara dapat ditambahkan debu batuan sampai
mencapai kadar abunya lebih dari 75%.
VENTILASI TAMBANG 52
terbakar. Ledakan itu akan menyambar ke mana-mana, sehingga dapat menjalari
seluruh lokasi dalam tambang itu dan menimbulkan kerusakan yang sangat dahsyat.
VENTILASI TAMBANG 53
Pengendalian kuantitas berkaitan dengan beberapa masalah seperti, perpindahan
udara, arah aliran, dan jumlah aliran udara.
Dalam pengendalian kualitas udara tambang baik secara kimia atau fisik, udara
segar perlu dipasok dan pengotor seperti debu, gas, panas, dan udara lembab harus
dikeluarkan oleh sistem ventilasi.
Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut diatas, maka kebutuhan udara
segar di tambang bawah tanah kadang-kadang lebih besar dari pada 200 cfm/orang
atau bahkan hingga 2.000 cfm/orang. Kondisi tambang bawah tanah saat ini sudah
banyak yang menyediakan aliran udara untuk sebanyak 10 – 20 ton udara segar per
ton mineral tertambang.
Untuk udara diatas permukaan air laut, suatu kenaikan elevasi sebesar 69,3 ft
akan menaikkan head potensial Hz sebesar 1 in dan sebagai kompensasinya head
statik akan turun juga sebesar 1 in. Dalam praktek, konversi sebesar 70 ft udara
ekuivalen dengan 1 in air.
VENTILASI TAMBANG 55
6.1.2 Mine Head
Untuk menentukan jumlah aliran udara yang harus disediakan untuk mengatasi
kehilangan head (head losses) dan menghasilkan aliran yang diinginkan, diperlukan
penjumlahan dari semua kehilangan energi aliran.
Pada suatu sistem ventilasi tambang dengan satu mesin angin dan satu saluran
keluar, komulatif pemakaian energi disebut ‘mine head’, yaitu perbedaan tekanan
yang harus ditimbulkan untuk menyediakan sejumlah tertentu udara ke dalam
tambang.
1) Mine statik head (mine Hs)
Merupakan energi yang dipakai dalam sistem ventilasi untuk mengatasi
seluruh kehilangan head aliran. Hal ini sudah termasuk semua kehilangan dalam
head loss yang terjadi antara titik masuk dan keluaran sistem dan diberikan
dalam bentuk persamaan:
Mine Hs = HL = (Hf + Hx)
VENTILASI TAMBANG 56
6.2 Perubahan Energi Di Dalam Aliran Fluida
Perhitungan energi aliran udara untuk susunan saluran udara yang diletakkan
secara mendatar dan tegak dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Untuk posisi mendatar :
HT1 = Hs1 + Hv1 + Hz1
HT2 = Hs2 + Hv2 + Hz2
HT1 = HT2 + HL
2) Untuk posisi tegak :
HT1 = HT2 + HL
VENTILASI TAMBANG 57
Dengan menganggap bahwa batas bawah aliran turbulent dinyatakan dengan NRe
= 4.000, maka kecepatan kritis dari suatu dimensi saluran fluida dapat ditentukan
dengan :
Vc = (60 NRe)/ 6.250 D = (60)(4000)/ (6.250 D) = 38,4 / D (fpm)
Vc 40 / D
Kecepatan maksimum terjadi pada pusat lubang, tetapi bilangan Reynoldnya
berbeda-beda. Yang paling penting untuk ventilasi adalah kecepatan rata-rata, karena
itu pengukuran kecepatan pada garis sumbu saja tidak cukup. Karena bilangan
Reynold di dalam suatu sistem ventilasi tambang biasanya lebih besar dari pada
10.000, kecepatan rata-rata seringnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
V = 0.8 Vmax.
VENTILASI TAMBANG 58
Dari persamaan diatas, diperoleh rumus berikut :
Hv = ((V)/(4.000))2
Persamaan terakhir menyatakan bahwa kecepatan aliran sebesar 400 fpm
ekuivalen dengan head kecepatan sebesar 1 inchi
VENTILASI TAMBANG 59
Hf = friction loss (inch water)
V = kecepatan aliran
K = faktor gesekan untuk densitas udara standar (lb.men2/ft4)
A = luas penampang saluran (ft2)
S = rubbing surface (ft2) = PL
P = keliling saluran (ft)
L = panjang saluran (ft)
Q = debit udara (cfm)
Faktor gesek K didalam sistem ventilasi tambang berhubungan dengan koefisien
gesek dalam aliran umum fluida. Untuk bobot isi udara standard:
K (800)(10)-10 f
Sebenarnya di dalam aliran turbulen nilai f berubah sesuai dengan NRe. Tetapi
pada ventilasi tambang K dianggap konstan dan besarnya untuk berbagai kondisi
lubang bukaan tambang bawah tanah bukan batubara dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
VENTILASI TAMBANG 60
6.4.3 Shock Loss
Shock loss terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan arah aliran dalam
saluran atau luas penampang saluran udara dan merupakan tambahan terhadap
friction losses. Walaupun besarnya hanya sekitar 10 % - 30 % dari head loss total di
dalam ventilasi tambang, tetapi tetap harus diperhatikan.
Berdasarkan sumber yang menimbulkan shock loss, pada dasarnya
berkurangnya tekanan sebanding dengan kuadrat kecepatan atau berbanding lurus
dengan velocity head.
Perhitungan shock loss, Hx dalam inci air dapat dihitung dari velocity head,
yakni:
Hx = X Hv
Dimana
Hx = shock loss
X = faktor shock loss
VENTILASI TAMBANG 61
6.5 Teori Perhitungan Jaringan Ventilasi
6.5.1 Jaringan Seri
VENTILASI TAMBANG 62
Tahanan ekuivalen saluran hubungan paralel ditunjukkan pada gambar diatas.
Pada gambar ini tampak bahwa aliran udara Q dibagi menjadi Q1, Q2, dan Q3 yang
masing-masing melalui tahanan saluran R1, R2, dan R3. Bila tahanan saluran
masing-masing dinyatakan dalam satu nilai atau didapat tahanan ekuivalen yang
perhitungannya sesuai dengan cara yang dilakukan pada masalah listrik, maka
persamaan Atkinson untuk Junction A adalah;
Q = HL/R1 + HL/R2 + HL/R3
Atau
Q = HL ( 1/R1 + 1/R2 + 1/R3) = HL (1/Req.)
1/Req. = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + …
VENTILASI TAMBANG 63
Dalam rangka penentuan rencana pembuatan ventilasi tambang, sebaiknya
dipertimbangkan persyaratan-persyaratan seperti di bawah ini:
a) Konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa, agar ventilasi yang diperlukan
untuk pengembangan pit kedepan, dapat dilakukan secara ekonomis, dan
konstruksinya dibuat dengan memiliki kelonggaran (kelebihan) udara ventilasi
secukupnya, untuk mengantisipasi pertambahan atau perkembangan pit di
kemudian hari, serta peningkatan gas yang mungkin timbul akibat dari
penambangan batubara.
b) Struktur yang diinginkan untuk metode ventilasi pada jenis ventilasi utama
adalah sistem diagonal . Sedangkan pembuatan vertical shaft, khusus dilakukan
terhadap kondisi penambangan bagian dalam. Selain itu, pada tempat yang sulit
dilakukan penggalian vertical shaft (misalnya tambang batu bara dasar laut),
diharapkan memiliki inclined shaft khusus dengan penampang berbentuk
lingkaran. Selain itu konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tahanan ventilasi
utama menjadi sekecil mungkin, dan memungkinkan mengambil ventilasi cabang
sebanyak mungkin dari terowongan ini.
c) Dalam melaksanakan pengembangan pit dan penambangan serta dilihat dari segi
konstruksi pit, penting kiranya dibuat ventilasi pada permukaan kerja. Sehingga
penambangan batu bara dan penggalian maju menjadi ‘independen’ secara
sempurna. Selain itu untuk daerahpenambangan yang luas, diharapkan
mempunyai sistem ventilasi, baik intake air maupun exhaust air, yang terpisah
dari daerah lain.
VENTILASI TAMBANG 65
Dimana:
Y = jumlah pancaran metan (m3/t)
X = kedalaman penambangan rata-rata (m)
VENTILASI TAMBANG 66
4) Karena mulut pit ‘intake’ dan ‘outtake’ terpisah jauh, tidak ada kekhawatiran
‘exhaust air’ bercampur masuk ke dalam ‘intake air’ akibat arah angin.
VENTILASI TAMBANG 67
menjadi 3 kali, tahanan menjadi 9 kali. Untuk terowongan yang sama jumlah
aliran udara sebanding dengan kecepatan udara, sehingga untuk jumlah aliran
udara juga dapat dikatakan hal yang sama. Misalnya, pada suatu terowongan
yang tiap menitnya dilewati 2.000 m3 udara, apabila jumlah aliran udaranya
langsung dijadikan 4.000 m3, maka tahanan yang diterima menjadi 4 kali lipat.
2) Tahanan ventilasi sebanding dengan panjang airway
3) Tahanan ventilasi berbanding terbalik dengan luas penampang terowongan dan
berbanding lurus dengan panjang keliling penampang terowongan. Jadi, apabila
luas penampang terowongannya tertentu, maka makin pendek panjang keliling,
makin kecil tahanannya. Dengan demikian, bentuk lingkaran atau yang
mendekatinya merupakan bentuk airway yang ideal.
4) Tahanan ventilasi tergantung dari bentuk permukaan dinding dalam terowongan.
Biasanya tahanan tersebut yang dinyatakan secara kuantitatif disebut koefisien
gesek terowongan.
Untuk melakukan jumlah aliran udara yang sama, makin besar tahanan ventilasi,
diperlukan tekanan ventilasi yang makin besar. Untuk itu, tahanan ventilasi
dinyatakan dengan tekanan ventilasi.
Kalau hal-hal yang berhubungan dengan tahanan ventilasi seperti yang diuraikan
di atas dinyatakan dalam rumus, akan menjadi sebagai berikut.
uL 2
h= K v
a
h = tekanan ventilasi (mm air)
K = koefisien gesek terowongan (tabel, satuan: Kgs2/m4)
u = panjang keliling penampang terowongan (m)
L = Panjang terowongan (m)
a = Luas penampang terowongan (m2)
v = kecepatan angin (m/s)
VENTILASI TAMBANG 68
Pada rumus di atas, kecepatan aliran adalah jumlah aliran dibagi luas penampang
Q
artinya v = (Q = jumlah aliran). Dengan substitusi v ke dalam rumus di atas, maka
a
menjadi :
uLQ 2
h= K
a3
Artinya, pada rumus yang tidak memasukkan kecepatan angin, tahanan ventilasi
berbanding terbalik dengan pangkat 3 luas penampang terowongan.
L.u.v 2 L.u.Q 2
hK K
a a3
h = Penurunan tekanan akibat gesekan (mm air)
L = Panjang terowongan (m)
u = Panjang keliling penampang terowongan (m)
v = Kecepatan angin rata-rata (m/detik)
a = Luas penampang terowongan (m2)
Q = Jumlah angin (m3/detik)
K = Koefisien tahanan gesek terowongan
VENTILASI TAMBANG 69
untuk aplikasinya digunakan murgue dengan mengalikan 1.000. Sehingga rumus
Atkinson menjadi seperti berikut:
L.u.Q 2 M
H= K xQ 2
a3 1.000
Artinya, tahanan ventilasi (h) sebanding dengan kuadrat jumlah angin, dan makin
besar tahanan jenisnya makin besar pula tahanan ventilasinya.
VENTILASI TAMBANG 70
7.4.2 Penggabungan paralel
Apabila beberapa airway dengan tahanan jenis R1, R2, R3, ……., dihubungkan
secara paralel, dimana tahanan jenis pada waktu hubungan airway tersebut dianggap
sebagai 1 buah airway adalah R, maka:
1 1 1 1
....
R R1 R2 R3
R R R
V1 = V ,V2 V ,V3 V
R1 R2 R3
VENTILASI TAMBANG 71
sehingga terjadi kekurangan angin ventilasi. Dengan demikian akan timbul kebutuhan
untuk memperbesar equivalent orifice melalui penggalian ventilation shaft, pelebaran
airway utama serta penambahan aliran cabang.
VENTILASI TAMBANG 72
Dalam rumus di atas, r dan g dapat dianggap hampir konstan, sehingga tindakan
teknis untuk mengurangi tahanan ventilasi dapat difokuskan pada 4 pokok yaitu:
Mengecilkan f
Memendekkan L
Mengecilkan v
Membesarkan nilai Da
VENTILASI TAMBANG 73
DAFTAR PUSTAKA
Abro, Akib. 2019. Bahan ajar mata kuliah ventilasi tambang. Universitas Sriwijaya:
Indralaya.
Hartman. 1982. Mine Ventilation and Air Conditioning. Universitas Colorado: USA.
Mangunwidjaya. 1998. Ventilasi Tambang. ITB : Bandung
W, Harry. 2014. Ventilasi Tambang Bawah Tanah. Balai Diklat Tambang Bawah
Tanah: Taliwang.
VENTILASI TAMBANG 74