Anda di halaman 1dari 67

1.

1 Definisi Ventilasi
Ventilasi adalah pengendalian pergerakan udara, arah, dan jumlahnya. Meskipun
tidak memberikan kontribusi langsung ke tahap operasi produksi, ventlasi yang
kurang tepat seringkali akan menyebabkan efisiensi yang lebih rendah dan
produktivitas pekerja menurun, tingkat kecelakaan meningkat, dan tingginya tingkat
kehadiran. Sistem ventilasi merupakan metode aplikasi dari prinsip fluida dinamik
(dalam hal ini udara) terhadap laju udara pada bukaan tambang bawah tanah.
Ventilasi tambang bawah tanah menyiapkan aliran udara untuk pekerjaan
tambang di bawah tanah dengan volume yang cukup untuk menipiskan dan
menghilangkan debu dan gas-gas berbahaya (contohnya NOx, SO2, metan, CO2, dan
CO) dan untuk mengatur suhu. Sumber dari gas-gas ini adalah peralatan yang
beroperasi menggunakan mesin diesel, peledakan dengan bahan peledak, dan ore itu
sendiri. Komponen terbesar dari biaya operasi untuk ventilasi tambang adalah listrik
untuk tenaga kipas ventilasi, yang mencakup sepertiga dari seluruh biaya daya listrik
khusus tambang bawah tanah. Pada dasarnya, sistem ventilasi tambang bawah tanah
ini memiliki tiga fungsi umum, yaitu :
1) Sebagai kontrol kualitas dan kuantitas udara, yaitu menyediakan dan
mengalirkan udara segar ke dalam tambang untuk kebutuhan pernafasan pekerja
dan proses lain yang ada di dalamnya, termasuk debit dan tekanan.
2) Melarutkan dan membuang gas-gas pengotor hingga mencapai kondisi balance
(equilibrium) terutama setelah aktivitas peledakan dan memenuhi syarat bagi
aktivitas penambangan.
3) Menyingkirkan debu dan partikuler hingga berada di bawah nilai ambang batas
(NAB) dan aman untuk melaksanakan aktivitas tambang.
4) Mengatur (adjustment) temperatur, kelembaban di dalam tambang sehingga
memberikan kondisi yang nyaman untuk bekerja.

1.2 Prinsip Ventilasi Tambang


Pada pengaturan aliran udara dalam ventilasi tambang bawah tanah, berlaku
hukum alam bahwa;

VENTILASI TAMBANG 2
1) Udara akan mengalir dari kondisi bertemperatur rendah ke temperatur panas.
2) Udara akan lebih banyak mengalir melalui jalur-jalur ventilasi yang memberikan
tahanan yang lebih kecil dibandingkan dengan jalur bertahanan yang lebih besar.
3) Hukum-hukum mekanika fluida akan selalu diikuti dalam perhitungan dalam
ventilasi tambang.

1.3 Jenis – Jenis Ventilasi Tambang


Jenis-jenis ventilasi dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal berikut ini
antara lain :
 Penggolongan berdasarkan metode pembangkitan daya ventilasi, terdiri dari :
Ventilasi alami dan ventilasi mesin.
 Penggolongan berdasarkan tekanan ventilasi pada ventilasi mesin, terdiri dari :
Ventilasi tiup dan ventilasi sedot.
 Penggolongan berdasarkan letak intake dan outake airway, terdiri dari : ventilasi
terpusat dan ventilasi diagonal.
1) Ventilasi Alami (natural ventilation)
Jika suatu tambang memiliki dua shaft yang saling berhubungan pada
kedalaman tertentu, sejumlah udara akan mengalir masuk ke dalam tambang
meskipun tanpa alat mekanis. Ventilasi alam disebabkan udara pada downcast
shaft lebih dingin dari udara padaupcast shaft. Dan juga dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan dan densitas udara antara duashaft yang saling berhubungan
tersebut.

VENTILASI TAMBANG 3
Ventilasi alami terutama terjadi karena perbedaan temperatur di dalam dan
luar pit. Temperatur di dalam pit akan mempengaruhi terjadinya ventilasi alami,
sehingga apabila terdapat perbedaan temperatur intake airway dan return airway
yang ketinggian mulut pit intake dan out takenya berbeda, akan timbul perbedaan
kerapatan udara di dalam dan di luar pit atau udara di intake airway dan return
airway akibat perbedaan temperatur, dan akan membangkitkan daya ventilasi.

2) Ventilasi Mekanis (artificial / mechanical ventilation)


Ventilasi mekanis adalah jenis ventilasi dimana aliran udara masuk ke dalam
tambang disebabkan oleh perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh alat mekanis.
Berdasarkan cara menimbulkan udaranya serta letak mesinnya, ventilasi
mekanis dibedakan menjadi dua metode yaitu :
a) Metode hisap (Exhaust system)
Pada metode ini mesin angin utama diletakkan pada jalan keluar. Karena
adanya hisapan mesin angin ini tekanan udara di jalur udara keluar akan
mengecil, sehingga udara dari luar pada jalur udara masuk yang mempunyai
tekanan lebih besar akan mengalir ke dalam tambang. Setelah melalui tempat–
tempat kerja, maka udara akan menjadi kotor dan dihisap oleh kipas angin
untuk dialirkan keluar.

b) Metode hembus (Forcing sytem)


Pada metode ini mesin angin utama diletakan pada jalan udara
masuk. Mesin angin ini akan menekan udara ke dalam tambang, sehingga
udara mengalir melalui jalan-jalan udara di dalam tambang.

VENTILASI TAMBANG 4
c) Overlap Sistem
Sistem overlap merupakan gabungan dari sistem exhausting dan forcing.
Sistem ini menggunakan 2 fan yang memiliki tugas berbeda satu sama lain
yakni sebagai pemasok udara ke front (intake fan) dan sebagai penghisap
udara dari front (exhaust fan). Exhaust fan dipasang lebih mundur (lebih jauh)
dari front penambangan, sedangkan duct akhir dari intake fan dipasang lebih
dekat dengan front penambangan. Pemasangan fan seperti ini untuk mencegah
agara udara yang dipasok tidak terhisap oleh exhaust fan sehingga udara akan
memiliki waktu untuk bersirkulasi pada front penambangan.

Yang dimaksud peralatan ventilasi mekanis adalah semua jenis mesin


penggerak yang digunakan untuk memompa dan menekan udara segar agar
mengalir ke dalam lubang bawah tanah. Yang paling penting dan umum
digunakan adalah fan atau mesin angin.
Mesin angin adalah pompa udara, yang menimbulkan adanya perbedaan
tekanan antara kedua sisinya, sehingga udara akan bergerak dari tempat yang
tekanannya lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pada proses menerus dapat

VENTILASI TAMBANG 5
dilihat bahwa mesin angin menerima udara pada tekanan tertentu dan
dikeluarkan dengan tekanan yang lebih besar. Jadi mesin angin adalah perubah
energi dari mekanis ke fluida, dengan memasok tekanan untuk mengatasi
kehilangan tekan (head losses) dalam aliran udara.
Pergerakan udara di tambang bawah tanah dibangkitkan dan diatur oleh
pembangkit tekanan yang disebut ventilator atau mesin angin. Mesin angin yang
memasok kebutuhan udara untuk seluruh tambang dinamakan mesin angin utama
(main fan). Mesin angin yang digunakan untuk mempercepat aliran udara pada
percabangan atau suatu lokasi tertentu di dalam tambang, tetapi tidak menambah
volume total udara di dalam tambang disebut mesin angin penguat (booster fans),
sedangkan mesin angin yang digunakan pada lokasi kemajuan atau saluran udara
tertutup (lubang buntu) dinamakan mesin angin bantu (auxiliary fans).

3) Ventilasi Bantu (Auxiliary Ventialtion)


Udara ventilasi yang disalurkan ke terowongan utama maupun ventilasi
permuka kerja penambangan biasanya dilakukan dengan membawa udara masuk
(intake air) secara langsung melalui jalan udara sepanjang penampang
terowongan, namun ada juga yang mengirimkan angin/udara yang dibangkitkan
oleh kipas angin lokal, air jet dan lain-lain, dengan menggunakan saluran udara
(air duct) ke lokasi yang tidak dapat dipenuhi oleh ventilasi utama, seperti pada
lokasi terowongan buntu (lokasi pembuatan lubang maju). Dilihat dari segi
fasilitas peralatan, ventilasi bantu dapat dibagi menjadi ventilasi saluran udara,
brattice, dan static air mover.

1.4 Lingkup Bahasan Ventilasi Tambang


Dalam membahas ventilasi tambang akan tercakup tiga hal yang saling
berhubungan, yaitu;
1) Pengaturan./Pengendalian kualitas udara tambang. Dalam hal ini akan dibahas
permasalahan persyaratan udara segar yang diperlukan oleh para pekerja bagi
pernafasan yang sehat dilihat dari segi kualitas udara (Quality control).

VENTILASI TAMBANG 6
2) Pengaturan/pengendalian kuantitas udara tambang segar yang diperlukan oleh
pekerja tambang bawah tanah. Dalam hal ini akan dibahas perhitungan untuk
jumlah aliran udara yang diperlukan dalam ventilasi dan pengaturan jaringan
ventilasi tambang sampai perhitungan kapasitas dari kipas angin
3) Pengaturan suhu dan kelembaban udara tambang agar dapat diperoleh
lingkungan kerja yang nyaman. Dalam hal ini akan dibahas mengenai
penggunaan ilmu yang mempelajari sifat-sifat udara atau psikrometri
(psychrometry).
Dalam membahas pengaturan ventilasi tambang yang bersifat mekanis perlu juga
dipahami masalah yang berhubungan dengan kemungkinan adanya aliran udara
akibat ventilasi alami, yaitu antara aliran udara sebagai akibat perbedaan temperatur
yang timbul secara alami.

1.5 Dasar-dasar Peraturan Untuk Ventilasi Tambang


Aturan penghitungan penyediaan kebutuhan udara bersih minimum didasarkan
kepada SK Mentamben RI No.555.K/26/MPE/1995 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum, Teori Jurani (1992) dan Mark (1991) serta
patokan kebiasaan (Rules of Thumb) yang sering digunakan dalam perhitungan untuk
ventilasi tambang.
Bagian Kedelapan Ventilasi Pasal 369 Mengenai Ketentuan Umum pada
tambang bawah tanah menyatakan bahwa:
Kepala Teknik Tambang harus menjamin tersedianya aliran udara bersih yang
cukup untuk semua tempat kerja dengan ketentuan volume oksigennya tidak kurang
dari 19,5 % dan volume karbon dioksidanya tidak lebih dari 0,5 %.
1) Pekerja/Orang. Menurut SK. Mentamben, dibutuhkan minimal 2 m3/menit
(70,63 cfm) per orang, sedangkan menurut tempat kerja yang ada asap dan debu
nya sesuai standar OSHA (Occupational Safety and Health Administration)
manusia memerlukan udara segar 0,1 m3/s per orang atau 211 cfm, PT. Antam,
Tbk UBPE Pongkor menggunakan standart 200 cfm/orang.

VENTILASI TAMBANG 7
2) Peralatan. Menurut SK Mentamben, dibutuhkan minimal 3 m3/menit (106 cfm)
untuk setiap HP diesel yang dioperasikan, sedangkan menurut patokan kebiasaan
dibutuhkan antara 100 sampai dengan 200 cfm untuk setiap BHP mesin diesel
yang dioperasikan.
3) Temperatur udara. Temperatur dalam tambang bawah tanah harus dipertahankan
antara 18o C sampai dengan 24o dengan kelembaban relatif maksimum 85%.
4) Kondisi ventilasi di tempat kerja harus:
 Karbon moniksida (CO) volumenya tidak lebih dari 0,005%;
 Hidrogen sulfida (H2S) volumenya tidak lebih dari 0,001% dan
 Dalam tenggang waktu 15 menit CO tidak boleh lebih dari 0,04%
5) Kecepatan udara ventilasi yang dialirkan ke tempat kerja harus
sekurangkurangnya 7 meter per menit dan dapat dinaikkan sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan dan setelah peledakan kecepatan.
6) Menurut MSHA (Mine Safety and Health Administration) kehilangan udara dari
sistem ventilasi yang diijinkan adalah maksimal 10%. Kebutuhan minimum
udara segar yang diperlukan seseorang untuk pernafasan, dapat dihitung dengan
memperhatikan pembatasan pada jumlah O2 minimum yang diperkenankan dan
berdasarkan jumlah CO2 maksimum yang diijinkan dalam udara. Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PERMENKES
No.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Suhu
Basah dan Bola di Tempat Kerja terlihat pada tabel.
Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

VENTILASI TAMBANG 8
2.1 Pengertian mengenai Udara Tambang
Udara segar normal yang dialirkan pada ventilasi tambang terdiri dari ; Nitrogen,
Oksigen, Karbondioksida, Argon dan Gas-gas lain seperti terlihat pada tabel.
Komposisi Udara Segar
Unsur Persen Volume Persen Berat
(%) (%)

Nitrogen (N2) 78,09 75,53


Oksigen (O2) 20,95 23,14
Karbondioksida (CO2) 0.03 0,046
Argon (Ar), dll 0,93 1,284

Dalam perhitungan ventilasi tambang selalu dianggap bahwa udara segar normal
terdiri dari:
Nitrogen = 79%
Oksigen = 21%
Disamping itu selalu dianggap bahwa udara segar akan selalu mengandung
karbondioksida (CO2) sebesar 0,03%. Demikian pula perlu diingat bahwa udara
dalam ventilasi tambang selalu mengandung uap air dan tidak pernah ada udara yang
benar-benar kering. Oleh karena itu akan selalu ada istilah kelembaban udara.

2.2 Sifat-sifat udara


Udara tidak berwaarna, tidak berbau, tidak berasa, dan pemicu proses
pembakaran dan kehidupan. Sifat-sifat lainnya dapat diklasifikasikan berdasarkan
fisik dan psikometri. Sifat fisik terdiri dari cairan, baik secara diam atau bergerak;
pengontrolan jumlah berkaitan dengan sifat dinamika. Sifat psikometri berhubungan
dengan perilaku termodinamika udara dan campuran uap air dan sangat penting pada
kontrol suhu kelembaban.
Untuk kenyamanan, semua sifat udara yang digunakan tertera di bawah sesuai
abjad, bersama dengan definisi, symbol, serta satuan.

VENTILASI TAMBANG 10
 Derajat kejenuhan (µ) : perbandingan antara uap air di udara pada kondisi
tertentu dan pada titk jenuh, dengan temperature konstan. Biasanya digunakan
kelembaban khusus. Dalam %.
 Density (w): berat udara tertentu, atau berat per satuan volume. Tidak perlu
bingung dengan massa density. Satuan dalam lb/cu ft
 Entalpi (h): total kandungan panas udara; jumlah dari entalpi udara kering dan
uap air, per satuan berat dari udara kering. Satuannya dalam Btu/lb.
 Entropi (s): perbandingan jumlah panas yang ditambanhkan ke udara dengan
suhu konstan ketika ditambahkan. Satuan dalam Btu/ °R
 Kecepatan aliran (G): berat aliran udara kering per satuan waktu. Satuan dalam
lb/ jam
 Kandungan panas, tingkat perubahan (q): kecepatan perubahan kandungan panas
atau entalpi dari udara per satuan waktu. Mungkin sensible, laten, atau total.
Satuan dalam Btu/ jam.
 Massa jenis (ρ): massa udara per satuan volume. Satuan dalam lb-massa/cu ft
 Daya (Pa): tingkat kinerja pekerjaan, biasanya disebut horsepower udara. Satuan
dalam hp.
 Tekanan (P): kekuatan yang digunakan udara per satuan luas, salah satunya
meteran atau bersifat mutlak. Tekanan atmosfer (Pb) diukur oleh barometer.
Satuan dalam psi atau in. (merkuri)
 Pressure head, atau head (H): ketinggian kolom air setara dengan tekanan yang
diberikan oleh udara. Umumnya digunakan daripada tekanan, terutama untuk
perbedaan yang menyebabkan aliran udara. Satuan dalam in. (air)
 Kuantitas(Q): laju aliran volumetric udara per satuan waktu. Satuan dalam efm.
 Kelembaban relatif (ϕ): perbandingan tekanan uap udara pada kondisi tertentu
dan kejenuhan, dengan temperature konstan. Kelembaban relatif dan derajat
kejenuhan secara numeric tidak sama berdasarkan berat. Satuan dalam %
 Berat jenis (s): perbandingan densitas dari gas dan udara. Biasanya udara
kering=1.

VENTILASI TAMBANG 11
 Heat specific (c): panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperature per
satuan berat udara 1°F. Biasanya panas tertentu dalam keadaan konstan (cp)
dalam kondisi udara. Satuan dalam Btu/lb/°F.
 Kelembaban spesifik(W): kelembaban mutlak atau berat dari kandungan uap air
 Volume Spesifik (v): volume per satuan berat udara kering. Tidak sama
berbanding dengan densitas, yang merupakan satuan volume campuran. Satuan
dalam cu ft/lb
 Temperature, titik embun (tdp): temperature dimana kondensasi air terjadi,
temperature jenuh. Satuan dalam oF
 Temperatur, bola kering (td) : temperatur ditunjukkan oleh termometer kering
konvensional, ukuran dari kandungan panas sensible udara. Satuan dalam oF.
 Temperature, bola basah(tw): temperature yang mana berasal dari penguapan air
ke udara yang membawa udara ke adiabatic jenuh pada temperature dengan
kapasitas ukuran penguapan udara. Dinyatakan oleh thermometer dengan sumbu
basah. Satuan dalam oF
 Tekanan uap (pv): sebagian tekanan dari uap air diudara. Tekanan barometer
adalah jumlah sebagian tekanan dari udara kering dan uap air. Satuan dakam in.
(merkuri).
 Kecepatan (V): laju aliran linier udara per satuan waktu. Satuan dalam fpm
 Viskositas, mutlak (µ): tarikan atau geseran tahanan udara menjadi gerakan.
Satuan dalam lb-sec/ft2
 Viskositas, kinematik (v): perbandingan antara viskositas mutlak dengan massa
jenis. Satuan dalam ft2 /sec
Berikut tabel konstanta untuk udara kering dan faktor konversi yang digunakan
dalam pengerjaan kondisi udara:
Berat atom 29
Berat jenis 1
Konstanta gas 53.3
Densitas dari udara standar (diatas permukaan laut dan 70 0,075lb/cu ft

VENTILASI TAMBANG 12
o
F)
Tekanan standar barometer (di atas permukaan laut) 14,7 psi atau
29,92in.
merkuri
Specific heat pada tekanan konstan 0,24 Btu/lb/ oF
Perbandingan dari specific heat dengan tekanan konstan dan 1.4
volume (untuk gas dengan atom diatomic)
1 in, air = 5,2 psf
1 psi = 2,036 in. merkuri = 27,7 in. air
1 in. merkuri = 0,491 psi = 13,6 in. air
Tanpa membuat refrensi pada tabel faktor konversi, kesetaraan dapat dihitung
melalui:
p=w1H1=w2H2
dimana p adalah tekanan, w adalah densitas, dan H adalah head.

2.3 Pengendalian Kualitas Udara Tambang


2.3.1 Perhitungan Keperluan Udara Segar
Jenis kegiatan manusia dapat dibeda-bedakan atas :
 Dalam keadaan istirahat
 Dalam melakukan kegiatan kerja yang moderat, misalnya kerja kantor
 Dalam melakukan kegiatan kerja keras, misalnya olah raga atau kerja di
tambang.
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan
volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat
konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena sebab lain, misalnya
konsentrasi hemoglobin darah berkurang.
Apabila kualitas kebutuhan udara normal di dalam tambang bawah tanah tidak
dapat terpenuhi maka akan timbul gejala-gejala penyakit para pekerja akibat
kekurangan asupan kualitas udara bersih (oksigen) di dalam tambang bawah tanah.

VENTILASI TAMBANG 13
Begitu pentingnya oksigen bagi kehidupan manusia, untuk itu kebutuhan oksigen
harus diutamakan dalam aktivitas ventilasi. Batas minimal oksigen yang diperlukan
manusia adalah 19,5%. Pada konsentrasi di bawah nilai ini, sebaiknya aktivitas
dihentikan dan dipindahkan ke lokasi yang aman.
Atas dasar jenis kegiatan kerja yang dilakukan ini akan diperlukan juga udara
segar yang berlainan jumlahnya. Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup
udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit
didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu
satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia yang
berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju pernafasannya.
Perlu juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernafasan
(respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida
yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses
pernafasan. Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan ini (respiratori
quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama
dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya. Tabel berikut memberikan
gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan
manusia secara umum.
Kebutuhan Udara Pernafasan (Hartman, 1982)
Laju Udara terhirup per Oksigen ter Angka bagi
Kegiatan kerja Pernafasan menit dalam in3/menit konsumsi cfm pernafasan
Per menit (10-4 m3/detik) (10-5 m3/detik) (respiratori
quotient)
Istirahat 12 – 18 300-800 (0,82-2,18) 0,01 (0,47) 0,75
Kerja Moderat 30 2800-3600 (7,64-9,83) 0,07 (3,3) 0,9
Kerja keras 40 6000 (16,4) 0,10 (4,7) 1,0
Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan
perorang untuk pernafasan, yakni;
 Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cf

VENTILASI TAMBANG 14
Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm sehingga
akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai :
(Kandungan (Jumlah oksigen pada (Kandungan oksigen
minimum
oksigen) - pernafasan) = untuk pernafasan)

dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(O2 in intake) = Konsentrasi O2 di atmosfer (21%)
(O2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja keras (4,7x
10- 5m3/dtk)
(O2 downstream) = Nilai ambang batas O2 (19,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,21 Q - 4,7x 10- 5m3/dtk = 0,195 Q
(0,21 – 0,195)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,015 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 3,2 x 10-3 m3/dtk/orang
Q = 6,7 cfm

 Atas dasar kandungan CO2 maksimum, yaitu 0,5 %.


Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 maka jumlah CO2 pada pernafasan
akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dengan demikian akan didapat persamaan :
(Kandungan CO2 (Jumlah CO2 (Kandungan CO2
maksimum dalam - hasil = dalam udara )
udara normal) pernafasan)

dimana :
Q = Jumlah udara yang diperlukan (m3/dtk)
(CO2 in intake) = Konsentrasi CO2 di atmosfer (0,03%)

VENTILASI TAMBANG 15
(CO2 consumed) = Kuantitas yang dikomsumsi untuk pekerja keras (4,7x
10- 5m3/dtk)
(CO2 downstream) = Nilai ambang batas CO2 (0,5%)
Jadi kuantitas udara yang dibutuhkan seseorang untuk pernafasan adalah :
0,0003 Q + 1 . (4,7x 10- 5m3/dtk) = 0,005 Q
(0,005 – 0,0003)Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
0,0047 Q = 4,7x 10- 5m3/dtk
Q = 0,01 m3/dtk/orang
Q = 21,3 cfm

Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5 %
dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5 %
dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi
pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka
21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.
Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka
kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1 m 3/detik per
orang)

2.3.2 Kandungan Oksigen Dalam Udara


Oksigen merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia.
Pada pernafasannya, manusia akan menghirup oksigen, yang kemudian bereaksi
dengan butir darah (haemoglobine) menjadi oksihaemoglobin yang akan mendukung
kehidupan. Dalam udara normal, kandungan oksigen adalah 21 % dan udara dianggap
layak untuk suatu pernafasan apabila kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 19,5
%.
Banyak proses-proses dalam alam yang dapat menyebabkan pengurangan
kandungan oksigen dalam udara; terutama untuk udara tambang bawah tanah.
Peristiwa oksidasi, pembakaran pada mesin bakar dan pernafasan oleh manusia
merupakan contoh dari proses kandungan pengurangan oksigen .

VENTILASI TAMBANG 16
Kandungan oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan ketinggian
(altitude) yang makin tinggi.
Kekurangnan oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan
berpengaruh terhadap keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel
berikut;
Pengaruh Kekurangan Oksigen
Kandungan O2 Pengaruh
Di Udara
17 % - Laju pernapasan meningkat (ekuivalen dengan
ketinggian 1600 m)
15 % - Terasa pusing, suara mendesing dalam telinga
dan jantung berdetak cepat
13 % - Kehilangan kesadaran
9% - Pucat dan jatuh pingsan
7% - Sangat membahayakan kehidupan
6% - Kejang-kejang dan kematian

VENTILASI TAMBANG 17
3.1 Gas-Gas Tambang dan Pengendaliannya
3.1.1 Gas Tambang
Ada beberapa macam gas pengotor dalam udara tambang bawah tanah. Gas-gas
ini berasal baik dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari
batuan ataupun bahan galiannya.
Mesin-mesin yang digunakan dalam tambang misalnya merupakan salah satu
sumber dari gas pengotor. Demikian juga proses peledakan yang diterapkan dalam
tambang untuk pemberaian dapat merupakan sumber gas pengotor. Dalam tambang
batubara, gas methan (CH4) merupakan gas yang selalu ada dalam lapisan batubara.
Gas-gas pengotor yang terdapat dalam tambang bawah tanah tersebut, ada yang
berifat gas racun, yakni; gas yang bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan
kematian. Dapat juga gas pengotor ini menyebabkan bahaya, baik terhadap kehidupan
manusia maupun dapat menyebabkan peledakan. Tabel dibawah ini menunjukan
bermacam gas yang dapat berada dalam tambang bawah tanah.
Sifat Bermacam Gas
Nama Sim Berat Sifat fisik Pengaruh Sumber Amban Amb Kisar
Bol Jenis Utama g batas ang ledak
Udara TLU- batas
=1 TWA TLU
(%) -C
(%)
Oksigen O2 1,1056 Tdk berwarna Bukan Udara normal
tdk berbau,tdk racun tdk
ada rasa berbahaya
Nitrgen N2 0,9673 Tdk Bukan Udara normal
berwarna, tdk Racun tapi lapisan
berbau,tdk Menyesak
ada rasa kan
Karbon CO2 1,5291 Tdk Sesak Pernafasan,la 0,5
Dioksida berwarna, tdk nafas pisan,motor

VENTILASI TAMBANG 19
berbau,rasa berkeringa bakar,peledak
agak asam t an
Methan CH4 0,5545 Tdk Menyesak Lapisan, 5 –
berwarna, tdk kan nafas motor bakar, 15
berbau,tdk dapat peledakan
ada rasa meledak
Karbon CO 0,9672 Tdk Racun Nyala 0,005 12.5
Monoksi berwarna, tdk dapat api,peledakan, – 74
da berbau,tdk meledak motor bakar,
ada rasa oksidasi
Hidrogen H2S 1,1912 Tdk Racun Lapisan air 0,001 4 –
sulfida berwarna, dapat tanah,pele 44
bau telur meledak dakan
busuk, rasa
asam
Sulfur SO2 2,2636 Tdk Racun Pembakaran 0,0005
Dioksida berwarna, sulfida,motor
bau bakar
mangganggu,
rasa asam
Nitrogen NO2 1,5895 Bau tajam, Racun Peledakan,mo 0,0
Oksida N2O warna coklat, tor bakar 005
rasa pahit
Hidrogen H2 0,0695 Tdk Dapat Air pada 4 –
berwarna, tdk meledak api,panas 74
berbau,tdk bateray
ada rasa
Radon RA 7,665 Radio lapisan IWL ? -
aktif

VENTILASI TAMBANG 20
1) Karbondioksida (CO2)
Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau dan tidak mendukung nyala api dan
bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu
terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal
kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul
pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran
ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil
pembakaran, hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan
manusia.
Pada kandungan CO2 = 0,5 % laju pernafasan manusia mulai meningkat,
pada kandungan CO2 = 3 % laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan
normal, dan pada kandungan CO2 = 5 % laju pernafasan meningkat tiga kali lipat
dan pada CO2 = 10 % manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi
CO2 dan udara biasa disebut dengan ‘blacdamp’.

2) Methan (CH4)
Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara
dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas
methan dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam
udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik
harus dimatikan. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara
dan karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan udara.
Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi maka gas methan
terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.
Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam
suatu volume per satuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan
dalam satuan volume per satuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang
masih terperangkap dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan penyedotan

VENTILASI TAMBANG 21
dari gas methan tersebut dengan pompa untuk dimanfaatkan. Proyek ini dikenal
dengan nama ‘seam methane drainage’.

3) Karbon Monoksida (CO)


Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan
pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat
kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO dalam udara akan
segera bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni
tubuh lewat darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin menurut penelitian
(Forbes and Grove, 1954) mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada
oksigen dengan haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi
motor bakar, proses peledakan dan oksidasi lapisan batubara.
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena
sifatnya yang kumulatif, seperti terlihat pada gambar 1. Misalnya gas CO pada
kandungan 0,04 % dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru
memberikan sedikit perasaan tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat
menyebabkan rasa pusing dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan/ tidak
sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian.
Kandungan CO sering juga dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber CO
yang sering menyebabkan kematian adalah gas buangan dari mobil dan kadang-
kadang juga gas pemanas air. Gas CO mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga
selalu terapung dalam udara.

4) Hidrogen Sulfida (H2S)


Gas ini disebut juga stinkdamp (gas busuk) karena baunya seperti telur
busuk. Gas ini tidak berwarna, mudah terbakar, merupakan gas racun dan dapat
meledak pada konsentrasi 43 % - 46 %, kadar maksimum yang diizinkan adalah
0.001%, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini

VENTILASI TAMBANG 22
mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang
sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu
selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah
15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan
terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf
penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama waktu 15 menit, maka
kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang.
5) Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar.
Merupakan gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar.
Lebih berat dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan
tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-
TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.

6) Nitrogen Oksida NOX)


Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada
keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang
sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil
peledakan dan gas buang dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering
terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas
ditetapkan 5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk waktu 8 jam
kerja. Oksida notrogen yang merupakan gas racun ini akan bersenyawa dengan
kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-
paru apabila terhirup oleh manusia.

7) Gas Pengotor Lain


Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas
Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas yang
biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.

VENTILASI TAMBANG 23
3.1.2 Pengendalian Gas-Gas Tambang
Beberapa cara pengendalian berikut ini dapat dilakukan terhadap pengotor gas
pada tambang bawah tanah :
1) Pencegahan (Preventation)
a) Menerapkan prosedur peledakan yang benar
b) Perawatan dari motor-motor bakar yang baik
c) Pencegahan terhadap adanya api

2) Pemindahan (Removal)
a) Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan
b) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas

3) Absorpsi (Absorption)
a) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b) Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan

4) Isolasi (Isolation)
a) Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau waktu-
waktu tertentu

5) Pelarutan
a) Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
b) Pelarutan dengan aliran udara utama
Biasanya cara pelarutan akan memberikan hasil baik, tetapi sering beberapa cara
tersebut dilakukan bersama-sama.
Dilusi dengan menggunakan ventilasi masih menjadi metode yang paling
sukses dalam praktik pengontrolan gas di pertambangan. Ventilasi juga
digunakan sebagai sarana serbaguna untuk mengontrol banyak gas.

VENTILASI TAMBANG 24
Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mendelusikan ketidakmurnian
dibawah MAC atau tingkat yang diinginkan lainnya dapat ditentukan dengan
persamaan:
Qg
𝑄= − 𝑄𝑔
(MAC) − B
Dimana ; Qg = masukan gas pengotor dalam efm
B = konsentrasi gas dalam udara normal

3.2 Gas Peledakan dan Pengendaliannya


3.2.1 Gas Peledakan
Gas hasil dari peledakan adalah karbon dioksida nitrogen, dan uap. Bagaimana
pun juga, gas berbahaya, termasuk karbon monoksida dan nitrogen oksida juga
merupakan gas hasil dari peledakan. Rokok juga merupakan hal yang dapat
menimbulkan asap yang mengandung uap dan produk padat dari pembakaran.
Meskipun rokok bukan merupakan zat beracun, namun jika penggunaannya berlebih
akan menyebabkan sakit kepala yang parah, oleh karena itu harus dihindarkan. Unsur
dan jumlah asap peledakan tergantung pada bahan kimia dan fisik peledak yang
digunakan. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan asap yang dihasilkan yaitu isi
bahan peledak yang buruk, burden yang tidak memadai, priming yang tidak memadai,
tahanan air tidak cukup, pengisolasian yang kurang, reaktivitas bahan peledak
terhadap batuan (hydrogen sulfide dalam jumlah besar dapat dihasilkan pada
peledakan batuan yang sangat keras), dan detonasi yang tidak lengkap. Tergantung
dari tipe ledakan dan kondisi dimana ia diledakkan, 100 kg bahan peledak dapat
memproduksi jumlah gas kira-kira sebagai berikut:
Karbon dioksida 10 – 27 m3
Karbon monoksida 1,2 – 4 m3
Nitrogen oksida 0,6 – 4,4 m3
Ammonia 0.03 – 0.3 m3

VENTILASI TAMBANG 25
3.2.2 Pengendalian Gas Peledakan
Sistem ventilasi sama pentingnya seperti laju aliran volume udara. Berdasarkan
study yang dilakukan oleh Nicholas dan Wall (1971), ventilasi dengan system
exhausting adalah sistem ventilasi yang terbaik. Pada tambang batubara yang banyak
mengandung gas, system ventilasi exhausting mungkin lebih cocok untuk penjagaan
dari gas methan dan ledakan debu.
Observasi di tunnel mengindikasikan bahwa debu bisa mencapai jarak sekitar 20
m (Szechy, 1976). Laju aliran volume udara segar bisa dihitung dengan menggunakan
persamaan:
20AN
𝑄=
t
Dimana:
Q = Laju aliran volume udara segar, m3/s
A = Cross Section area pada tunnel, m2
N = Waktu pertukaran udara
t = Waktu debu harus didelusikan, s
Hal yang juga penting diperhatikan adalah kecepatan udara di tunnel dalam range
0,7 – 1 m/s untuk waktu difusi yang cepat.
Debu nitrogen dari peledakan dapat dikurangi dengan menyemprotkan water
blast, yang dapat melarutkan nitrogen kecuali NO. Debu-debu dapat terperangkap di
batuan yang pecah dan akan terbebas jika batu diangkut. Penyiraman yang tepat akan
membuang gas tersebut.
Dalam beberapa kasus asap dan debu harus dibuang dari udara dengan penyaring
asap-debu. Udara ditarik perlahan (<15 m/minute) sepanjang 1 m dari vermikulit
yang terkelupas dengan menyemprotkan potassium permanganat dan sodium
karbonat di air secara menyeluruh. NO akan teroksidasi oleh potassium permanganat
sehingga NO2 yang terbentuk diserap oleh sodium karbonat. Kemudian udara akan
melewati penyaring debu.
Untuk meminimalisir pembentukan asap beracun, sebaiknya lakukan praktik
sesuai dengan prosedur. Bahan peledak yang buruk dan berbahaya sebaiknya tidak

VENTILASI TAMBANG 26
digunakan. Di lubang yang basah, digunakan bahan peledak yang mempunyai
tahanan air yang memadai.

3.3 Gas Mesin Diesel dan Pengendaliannya


3.3.1 Emisi Gas Buang Dari Mesin Diesel
Bahan bakar diesel mengandung 85-86% karbon, 13-14% hydrogen, dan 0,05-
0,7% sulfur. Untuk setiap 1 kg bahan bakar diesel, dibutuhkan 15 kg udara untuk
pembakaran sempurna, hal ini menghasilkan sekitar 6.4 m3 gas buang. Jika
pencampuran dan pengoksidasian bahan bakar dan udara dibawah batas normal, maka
gas buang akan mengandung 73% nitrogen, 13% karbon dioksida, dan 13% air. 1%
produk gas buang yang tersisa dibawah kondisi mesin yang kurang optimal akan
mengandung hidrokarbon yang tidak terbakar, sebagian hidrokarbon yang teroksidasi,
karbon monoksida, oksidasi nitrogen dan sulfur dioksida.

3.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Emisi Gas Buang


Emisi gas buang mesin diesel tergantung pada rasio dari bahan bakar dan udara.
Menaikkan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan akan menaikkan kekuatan mesin
tetapi akan lebih banyak oksidasi nitrogen, karbon monoksida, dan asap yang
dihasilkan. Dengan memberikan batasan jumlah bahan bakar yang diinjeksikan pada
mesin maka jumlah emisi yang dihasilkan pun dapat dikurangi.
Konsntrasi semua emisi yang tidak diinginkan meningkat dengan memberikan
beban. Umumnya, nitrogen oksida terbentuk ketika tercapainya temperature
pembakaran yang tinggi. Sedangkan kondisi ini akan membuat jumlah produksi
polutan lainnya berkurang.
3.3.3 Pengontrolan Emisi Gas Buang
Untuk setiap kW yang dikirim, mesin diesel memproduksi sekitar 0,0006 m3/s
gas buang. Gas beracun terbentuk jika gas buang asap berada diatas konsentrasi rata-
rata. Pengontrolan dilakukan dengan menambahkan pengencer udara dengan jumlah
yang cukup pada konsentrasi racun yang rendah atau dengan mengurangi racun dari

VENTILASI TAMBANG 27
gas buang ke tingkat yang aman. Dilusi dengan menggunakan ventilasi merupakan
cara yang sederhana dan praktis untuk diterapkan.

3.4 Dilusi Menggunakan Ventilasi


Kebutuhan ventilasi minimum tergantung pada mesin. Konsentrasi dari
kehadiran polutan pada gas buang dari mesin diesel ialah:
Karbon dioksida 100 000 ppm
Karbon Monoksida 2 000 ppm
Nitrat Oksida 900 ppm
Nitrogen dioksida 100 ppm
Sulfur dioksida 215 ppm
Laju aliran volume udara yang dibutuhkan untuk mengurangi konsentrasi gas ke
tingkat aman dapat dihitung dengan persamaan:
Ce x q
𝑄=
(Ctlv − Ca)
Dimana:
Q = Laju aliran volume udara yang dibutuhkan dalam m3/s per Kw
CE = Konsentrasi gas yang dikeluarkan, ppm
q = Jumlah gas buang, m3/kW
CTLV = TLV gas, ppm
Ca = Konsentrasi sekitar gas pada keadaan normal, ppm

VENTILASI TAMBANG 28
4.1 Debu tambang
Debu yang dihasilkan dalam operasi tambang bawah tanah dapat menimbulkan
masalah kesehatan bagi para pekerjanya.
Partikel debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel
yang berukuran lebih besar dari pada 40 mikron. Sedangkan partikel terkecil yang
dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 mikron. Kurang lebih 80 % debu hasil
dari operasi tambang mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 mikron.
Partikel debu, baik yang dapat menimbulkan efek patologis atau terbakar,
umumnya berukuran lebih kecil dari 10 mikron. Sedangkan partikel debu yang lebih
kecil dari 5 mikron diklasifikasikan sebagai debu yang terhisap (respirable dust).
Partikel debu dengan ukuran lebih besar dari 10 mikron sangat sulit untuk tersuspensi
di udara dalam waktu yang lama, kecuali kecepatan aliran udara sangat tinggi.
Sedangkan partikel debu yang sering dijumpai di tambang bahwah tanah mempunyai
ukuran rata-rata antara 0,5 – 3 mikron.
Partikel debu dengan ukuran dibawah 10 mikron, yang berbahaya bagi
kesehatan, tidak mempunyai inertia sehingga akan tersuspensi di aliran udara. Oleh
karenanya kontrol debu selalu berhubungan dengan debu yang berukuran tersebut.
Debu secara klasifikasi fisis termasuk dalam ketegori aerosol yaitu hamburan
partikel padat dan atau cair didalam medium gas/udara, dimana didalam tambang
bawah tanah, debu ini dihasilkan oleh aktifitas penambangan seperti pemboran,
peledakan, pemuatan, pengangkutan dan penumpahan bijih(Balai Diklat TBT, 2006).
Kadar debu tambang maksimum yang diperbolehkan pada beberapa tempat di
tambang dalam dapat dilihat pada tabel 7.
Kadar Debu Maksimum
No. Lokasi Kadar Debu
Maksimum (mg/m3)
1. Face longwall 7
2. Persiapan lubang bukaan dengan 3
kandungan kuarsa > 0,45 mg/m3
3. Pada tempat operasi lain 5

VENTILASI TAMBANG 30
4.2 Klasifikasi Debu
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat bahayanya
terhadap fisik dan kemampuan ledakannya. Berikut ini klasifikasi debu berdasarkan
tingkat bahayanya, yaitu :
1) Debu Pulmonary
Debu pulmonary adalah debu-debu tambang yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit gangguan pernafasan dan penyakit paru-paru berdebu. Debu
pulmonary yang berukuran 0,25 – 5 mikron adalah yang paling berbahaya,
karena debu-debu dengan butiran sedemikian kecil itu mengambang di udara dan
mudah terhisap ketika bernafas, dan selanjutnya debu-debu itu akan mengendap
di paru-paru. Debu pulmonary itu ada beberapa jenis, antara lain:
 Debu asbes, penyebab penyakit asbestosis
 Debu timah, penyebab penyakit stanosis
 Debu batubara, penyebab penyakit anthracosis
 Debu silica (kuarsa dan chert), penyebab penyakit silicosis.
 silikat (asbestos, talk, mika dan silimanit)
 meal fumes (asap logam)
 bijih besi
 Karborondum
2) Debu Karsinogenik
Contohnya adalah Radon. Asbestos, dan Arsenik.
3) Debu beracun
Debu beracun dapat menyebabkan keracunan akut dan kerusakan kulit. Jenis
debu ini antara lain:
 Debu arsenic, penyebab keracunan arsen
 Debu mangan, penyebab keracunan mangan
 Debu timah hitam, penyebab keracunan timah hitam (timbale)
 Debu uranium, penyebab keracunan atau radiasi uranium
 bijih berilium

VENTILASI TAMBANG 31
 Radium
 Thorium
 Khromium
 Vanadium
 Air Raksa
 Kadmium
 Antimoni
 Selenium
 Mangan
 Tungsten
 Nikel dan perak (khususnya oksida dan karbonat).
4) Debu radioaktif
Debu radioaktif ini dapat menyebabkan radiasi, yang menimbulkan kanker
kulit, dan keracunan akut. Jenis debu ini antara lain:
 Debu uranium
 Debu thorium
 Debu titanium
 Debu bahan radioaktif lainnya.
5) Debu yang dapat meledak (terbakar di udara)
Debu tambang ini dapat menimbulkan ledakan pada tambang bawah tanah.
Jenis debu ini adalah:
 Debu bijih sulfida
 debu logam (magnesium, alumunium, seng, timah dan besi)
 Debu batubara (bituminous dan lignit)
6) Debu pengganggu (Nuisance Dust)
Nuisance dust dapat didefinisikan sebagai debu yang mengandung kurang
dari 1% quartz (kuarsa). Karena kandungan silica yang rendah, nuisance dust
hanya sedikit mempengaruhi kesehatan paru-paru dan dapat disembuhkan jika
terhirup. Akan tetapi jika konsentrasi nuisance dust sangat tinggi diudara area

VENTILASI TAMBANG 32
kerja maka dapat mengurangi penglihatan dan bisa menyebabkan masuk kedalam
mata, telingga dan tenggorokan sehingga timbul rasa tidak nyaman dan juga bisa
menyebabkan luka pada kulit atau mucous membrane baik karena aksi kimiawi
atau mekanik. Contohnya adalah gypsum, gamping dan kaolin.
Nuisance dust dari sisi occupational health, debu diklasifikasikan menjadi
tiga kategori, yaitu:
 Respirable Dust
 Inhalable Dust
 Total Dust
Respirable dust adalah debu atau partikel yang cukup kecil yang dapat
masuk kedalam hidung sampai pada sistem pernapasan bagian atas dan masuk
kedalam paru-paru bagian dalam. Partikel yang masuk kebagian paru-paru
bagian dalam atau sistem pernapasan bagian dalam secara umum tidak bisa
dikeluarkan oleh sistem mekanisme tubuh secara alami (cilia dan mucous) maka
akibatnya partikel tersebut akan tinggal selama-lamanya didalam paru-paru.
Mine Safety and Health Administration (MSHA) mendefinisikan respirable
dust sebagai fraksi dari airbone dust yang lolos dari alat saring ukuran partikel
dengan karakteristik sebagai berikut:
Aerodynamic diameter, Mikron Percent passing selector
(unit density spheres)
2.0 90
2.5 75
3.5 50
5.0 25
10. 0.0
EPA menggambarkan inhalable dust sebagai debu yang bisa masuk kedalam
tubuh akan tetapi terperangkap atau tertahan di hidung, tenggorokkanm atau
sistem pernapasan bagian atas, ukuran inhalable dust berdiameter kira-kira 10
mikron.

VENTILASI TAMBANG 33
Total dust adalah semua airborne partikel tanpa mempertimbangkan ukuran
dan komposisinya.
Pelepasan debu secara berlebihan keudara dapat menyebabkan gangguan
kesehatan dan juga masalah di industri tersebut, beberapa gangguan dan masalah
tersebut diantaranya adalah:
 Bahaya kesehatan
 Penyakit pernapasan ditempat kerja
 Iritasi pada mata, telinga, hidung dan tenggorokkan
 Iritasi pada kulit
 Risiko dust explosion dan kebakaran
 Merusak peralatan
 Mengganggu penglihatan
 Bau yang tidak enak
 Masalah bagi komunitas sekitar pabrik
Perhatian terbesar adalah efek kesehatan pada pekerja karena mereka
terpapar secara berlebihan terhadap debu yang membahayakan. Oleh karena itu
untuk mengevaluasi tingkat bahaya kesehatan ditempat kerja, American
Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH) telah mengadopsi
sejumlah standar threshold limit values (TLV’s) atau nilai ambang batas (NAB).
Nilai TLV digunakan sebagai pentunjuk atau guidance untuk mengevaluasi
bahaya kesehatan. Nilai TLV (NAB) adalah nilai batas paparan selama 8 jam
kerja dimana tidak ada efek kesehatan yang ditimbulkan. MSHA menggunakan
nilai TLV untuk mengevaluasi kesehatan.
7) Debu inert (tidak membahayakan)
Tidak ada.

4.3 Penyakit Pernafasan


Debu dapat menyebabkan penyakit pernafasan fibrous dan non fibrous atau
disebut juga pnemoconiosis. Nama-nama jenis penyakit sejenis ini dan jenis debu
penyebabnya antara lain sebagai berikut:

VENTILASI TAMBANG 34
1) Silicosis – akibat silika bebas
2) Silicotuberculosis – komplikasi tuberkolosis ooleh silika
3) Asbestosis – akibat asbestos
4) Silicatosis - akibat silika lain
5) Siderosis – akibat bijih besi
6) Pekerja tambang batubara bawah tanah – pneumoconiosis (blacklung) – atau
anthracosilosis – akibat batubara baik bituminous maupun anthracite.
Yang paling serius dari kesemua jenis penyakit itu adalah silicosis. Sedangkan
debu yang dianggap sangat berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit kanker
adalah:
 Crocidolite (asbestos)
 Keluarnga radon (kanker paru-paru)
 Chrysotile (asbestos)
 Arsenic.

4.4 Faktor-Faktor Yang Menentukan Kebahayaan Debu Kepada Manusia


Tingkat bahaya debu pada kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain ; komposisi debu, kosentrasi, ukuran partikel, lamanya waktu berhubungan, dan
kemampuan individual.
1) Komposisi Debu
Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan komposisi mineralogi
debu lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi atau sifat fisiknya. Sebagai
contoh silika bebas memiliki aktivitas kimia yang lebih besar di dalam paru-paru
dibandingkan silika campuran.
Namun pada kasus asbestos, efek mekanik lebih penting, sedangkan untuk
debu beracun, kelarutan merupakan faktor penting.
2) Konsentrasi
Konsentrasi debu di udara dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu:
atas dasar jumlah : satuan = mppcf (million of particles per cubic foot)
= ppcc (particles per cubic centimeter)

VENTILASI TAMBANG 35
atas dasar berat : satuan = mg/m3.
Faktor konsentrasi merupakan faktor terpenting kedua setelah komposisi.
Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasinya lebih
besar dari 0,5 mg/m3.
Untuk debu-debu beracun radioaktif konsentrasi yang lebih kecil pun dapat
membahayakan.
Konsentrasi debu batubara dalam udara yang dapat mengakibatkan
peledakan bervariasi tergantung dari :
a) Kandungan Volatile Matter, bertambah tinggi kandungan volatile matter
bertambah mudah meledak.
b) Ukuran partikel < 50 % bertambah kecil bertambah mudah meledak
c) Water Content < 30 % bertambah kecil bertambah mudah meledak
d) “Fresh Coal Dust” lebih berbahaya.
Bila di dalam tambang bercampur methane dan debu batubara maka akan
bertambah mudah untuk meledak
Tabel berikut memperlihatkan konsentrasi debu maksimum pada lokasi
tambang bawah tanah:
No. Lokasi Konsentrasi Debu
Maksimum (mg/m3)
1 Face Longwall 7
2 Persiapan Lubang Bukaan (dengan 3
kandungan kuarsa > 0.45 mg./m3)
3 Pada tempat opersi lainnya 5

3) Ukuran Partikel
Debu berukuran haslus (< 5 m) merupakan debu yang paling berbahaya
karena luas permukaannya besar, dengan demikian aktivitas kimianya pun besar.
Selain itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup (respirable dust) karena
mungkin tersuspensi di udara.

VENTILASI TAMBANG 36
4) Lamanya Waktu Terdedah (exposed time)
Penyakit akibat debu umumnya timbul setelah seseorang bekerja di
lingkungan yang berdebu untuk suatu jangka waktu yang cukup lama. Paparan
yang berlebihan atau waktu yang lama terhadap respirable dust yang berbahaya
(harmful) dapat menyebabkan penyakit pernapasan yang disebut
pneumoconiosis. Penyakit ini disebabkan oleh terkumpulnya atau menumpuknya
debu mineral didalam paru-paru dan merusak jaringan paru-paru.
Pneumoconiosis adalah nama umum dari penyakit paru-paru yang disebabkan
oleh debu. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis adalah:
a) Silicosis – Silicosis adalah pneumoconiosis yang disebabkan oleh debu kuarsa
atau silca. Kondisi paru-paru ditandai dengan nodular fibrosis (parut pada
jaringan paru-paru), mengakibatkan sesak napas. Silikosis adalah penyakit
yang irreversible atau tidak bisa disembuhkan, bahkan tahapan lanjut bersifat
progresive meskipun sudah tidak terpapar lagi. Waktu rata-rata perkembangan
penyakit silicosis berkisar antara 20 sampai 30 tahun.
b) Black Lung (Paru Hitam) – paru hitam adalah bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh penumpukan debu batubara didalam paru-paru yang
membuat jaringan paru-paru menjadi gelap atau hitam. Penyakit ini juga
bersifat progresif. Meskipun nama penyakit ini banyak dikenal sebagai
penyakit paru hitam, namun nama resminya adalah pneumokoniosis pekerja
batubara (coal worker’s pneumoconiosis (CWP)).
c) Asbestosis – Asbestosis adalah suatu bentuk pneumokoniosis yang
disebabkan oleh serat asbes. Dan penyakit ini juga bersifat irreversibel.
5) Kemampuan Individual
Faktor kemampuan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini
merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.
Dapat disimpulkan bahwa penyakit akibat debu atau ‘pneumoconiosis’
dipengaruhi oleh kombinasi dari kelima faktor diatas. Hubungan antara kelima faktor
di atas dapat dilihat pada gambar berikut:

VENTILASI TAMBANG 37
Hubungan Antara Konsentrasi Rata-Rata Debu Dan Lamanya Waktu Berhubungan Terhadap Gejala
‘Pneumoconiosis’ (Hartman,1982)

4.5 Pengendalian Debu Tambang


Pengendalian debu (dust control) adalah proses pengurangan emisi debu
dengan menggunakan prinsip-prinsip enjineering. Sistem kontrol yang dirancang
dengan baik, dirawat dengan baik dan dioperasikan dengan baik akan dapat
mengurangi emisi debu sehingga mengurangi paparan debu berbahaya bagi pekerja.
Pengendalian debu juga dapat mengurangi kerusakkan mesin, perawatan dan
downtime, peneglihatan yang baik (bersih) dan meningkatkan moral dan semangat
kerja para pekerja. Untuk mengurangi konsentrasi debu dan mencegah timbulnya
debu secara berlebihan pada kegiatan penambangan, perlu dilakukan langkah-langkah
pengendalian debu diantaranya :
 Melakukan pengukuran kadar debu.
 Menggunakan penyemprot air (water sprayer) pada saat penggalian.
 Melakukan operasi penambangan yang baik dan benar serta mencegah
terbentuknya debu secara berlebihan.
 Mengurangi debu dengan membersihkan debu yang mengendap dan
membersihkan udara dari debu dengan alat pengumpul debu (dust colector).
 Pengenceran (dilution) dengan memasukkan udara segar secukupnya ke tempat-
tempat sumber debu menggunakan kipas angin bantu.
Ada tiga sistem pengendalian paparan debu terhadap pekerja, yaitu:

VENTILASI TAMBANG 38
1) Pencegahan
2) Sistem control
Setelah semua usaha pencegahan dilakukan secara maksimal, dan jika masih
terdapat debu dari proses tersebut, maka barulah dilakukan pengendalian atau
pengontrolan terhadap debu tersebut. Beberapa teknik pengendalian yang dapat
dilakukan adalah seperti dust collection systems, sistem pwet dust suppression
systems, and airborne dust capture through water sprays.
a) Dust Collection Systems – menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap
debu dari sumbernya. Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa
dan dialirkan kedalam dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar.
b) Wet Dust Suppression Systems – menggunakan cairan (yang banyak
digunakan adalah air, tapi bisa juga bahan kimia yang bisa mengikat debu)
untuk membasahi bahan yang bisa menghasilkan debu tersebut sehingga
bahan tersebut tidak cenderung menghasilkan debu.
c) Airborne Dust Capture Through Water Sprays – menyemprot debu-debu
yang timbul pada saat proses dengan menggunakan air atau bahan kimia
pengikat, semprotan harus membentuk partikel cairan yang kecil (droplet)
sehingga bisa menyebar diudara dan mengikat debu yang berterbangan
membentuk agglomerates sehingga turun kebawah.
3) Dilusi atau isolasi.
a) Dilution Ventilation
Teknik ini adalah untuk mengurangi konsentrasi debu yang ada di udara
dengan mendilusi udara berdebu dengan udara tidak berdebu atau bersih.
Secara umum sistem ini masih kurang baik untuk kesehatan karena debu
pada dasarnya masih terdapat diudara, akan tetapi sistem ini bisa digunakan
jika sistem lain tidak diijinkan untuk digunakan.
b) Isolation
Teknik ini adalah dengan cara memisahkan pekerja dengan udara yang
terkontaminasi, pemisahan bisa dilakukan dengan mengisolasi pekerja
kemudian di suplai dengan udara bersih dari luar. Contoh Supplier air system.

VENTILASI TAMBANG 39
5.1 Swabakar
5.1.1 Pengertian Swabakar (Spontaneous Combustion)
Swabakar (spontaneous combustion) adalah terjadinya api dengan sendirinya
tanpa menggunakan nyala api secara langsung dalam material yang mudah terbakar.
Kejadian tersebut biasanya disebabkan karena proses oksidasi lambat pada kondisi
tanpa kehilangan gas. Swabakar batubara merupakan pemanasan dan pembakaran
batubara atau material yang mengandung batubara secara perlahan yang dimulai
dengan terserapnya oksigen.
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2 (>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)

5.1.2 Penyebab Terjadinya Swabakar Batubara


Faktor-faktor penyebab terjadinya swabakar pada tambang batubara bawah tanah
yaitu:
1) sifat-sifat batubara
2) kondisi lapisan dan geologi batubara
Kondisi lapisan dan geologi batubara yang dapat menyebabkan terjadinya
swabakar dipengaruhi oleh:
a) Ketebalan lapisan batubara
b) Kedalaman lapisan batubara
c) Kemiringan lapisan batubara
d) Lapisan pada zona tidak stabil dan patahan
e) Lapisan pengotor dan batubara kualitas rendah
3) metode penambangan

VENTILASI TAMBANG 41
Batubara sisa (remained coal)long wall panel dan room & pillar
meninggalkan sisa batubara (hancur) pada goaf dan pilar-pilar swabakar .
4) sistem peranginan tambang batubara
Perbedaan tekanan antara udara masuk dan udara keluar pada working face
dan goaf area dapat menyebabkan terjadinya kebocoran udara swabakar.
5) kondisi lingkungan tambang batubara bawah tanah
Kondisi lingkungan tambang batubara bawah tanah yang dapat
menyebabkan terjadinya swabakar yaitu:
a) Temperatur tambang bawah tanah, makin tinggi temperatur mudah terjadi
oksidasi batu bara swabakar.
b) Tekanan udara (air pressure),terjadi percepatan oksidasi swabakar.
c) Sistem Peranginan Tambang,Kebutuhan urgen sistem peranginan masuk udara
segar dan keluar udara kotor
d) Bila udara dipaksakan masuk ke dalam ruangan sempit dengan tekanan
tinggi,kebocoran udara.Perbedaan tekanan yang tinggi menyebabkan udara
masuk goaf rekahan
e) Udara segar,masuk terowongan yang mengandung emisi gas-gas berbahaya
(methan,CO, dan sebagainya) mengencerkan gas
f) Ventilasi jelek menyebabkan hamburan debu batubara
g) Penutupan jalan keluar tidak memadai,udara ke area tertutup keluar masuk
sesuai dengan fluktuasi tekanan memicu swabakar
h) Udara panas ke dalam batubara yang tertumpuk menyebabkan oksidasi
Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung
dengan udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang
berkepanjangan) akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
 Reaksi eksothermal (uap dan oksigen diudara), hal ini yang paling sering terjadi
 Bacteria
 Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan kemungkinan terjadinya terbakar sendiri terutama antara lain :
 Karbonisasi yang rendah (low carbonization)

VENTILASI TAMBANG 42
 Kadar belerangnya tinggi (>2%). Ambang batas kadar belerang sebaiknya 1,2%

5.1.3 Kondisi dan Lokasi Yang Mudah Terjadi Swabakar


1) Lokasi runtuhan atap lorong
2) Sekitar patahan lapisan batubara
3) Diantara lorong bersebelahan yang terjadi retakan
4) Lorong yang telah di sealing, namun kekedapannya kurang baik
5) Lokasi dimana terdapat lapisan batubara rapuh sehingga mudah menjadi serbuk
6) Ruang bekas penggalian batubara, dimana penutupan (sealing) kurang baik
7) Sekitar atap lorong bekas penambangan yang dilakukan dengan system slicing
8) Tempat yang terjadi retakan atau serbuk batubara akibat tekanan batuan

5.1.4 Tahapan Terjadi Swabakar


1) Tahap pertama : mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara
perlahan-lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik.
2) Tahap kedua : sebagai akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap
oksigen dari udara bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100-
1400C
3) Tahap ketiga : setelah mencapai temperatur 1400C, uap dan CO2 akan terbentuk
4) Tahap keempat : sampai temperatur 2300C, isolasi CO2 akan berlanjut
5) Tahap kelima : bila temperatur telah berada di atas 3500C, ini berarti batubara
telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.

5.1.5 Pengendalian Bencana Swabakar


Tindakan Pemadaman Api Swabakar dilakukan dengan cara:
1) Pemadaman langsung
a) Sistem melokalisir api
b) Penyemprotan air ke titik kobaran api (bahaya)
c) Menggunakan racun api

VENTILASI TAMBANG 43
d) Menutup api/batubara terpanaskan dengan bahan-bahan tahan api (pasir, debu
batu, abu terbang goni basah).
e) Penetrasi pipa saluran air/debu batu
2) Pemadaman tak langsung
a) Pemadaman tak langsung untuk daerah yang tidak memungkinkan dimasuki
oleh petugas pemadam kebakaran.
b) Teknik utama adalah melakukan isolasi udara dan pengaliran air melalui
penetrasi pipa ke ruangan tersebut.
c) Setelah pemadaman swabakar, aliran udara harus dimatikan total dengan
sealing, jika perlu rekahan diisi pasta semen (grouting)

5.1.6 Pendeteksian dini


Pendeteksian dini akan adanya bahaya swabakar dapat dilakukan dengan:
1) Pengukuran konsentrasi gas methan (CH4)
2) Pengukuran konsentrasi gas karbon monoksida (CO)
3) Pengukuran konsentrasi gas karbon dioksida (CO2)
4) Pengukuran temperatur
5) Pengukuran kelembaban udara (humidity)
6) Pemeriksaan adanya bau-bauan yang merupakan indikator swabakar
7) Melihat adanya asap putih atau nyala api.

5.1.7 Pencegahan Timbulnya Swabakar


Bilamana batubara ditimbun ditempat penimbunan yang tertutup (indoor storage)
maka harus dibuat peraturan agar gudang penyimpanan tersebut bersih dari endapan-
endapan debu batubara, terutama yang ditemukan dipermukaan alat-alat. Dengan
demikian maka perlu ada perawatan yang terus menerus dan konstan.
1) Penyiraman air ke lapisan batubara terbakar untuk mengikat oksigen yang
dilakukan dengan cara menginjeksi air dari atap terowongan di daerah titik api
dan flushing air dari permukaan melalui lubang pemboran ke lapisan batubakar
terbakar.

VENTILASI TAMBANG 44
2) Semen grouting untuk menutup pori-pori, cleat, dan retakan yang terdapat pada
lapisan batubara dengan maksud mencegah suplai aliran oksigen.
3) Sealing atap untuk menutup rapat lubang guna mencegah runtuhnya batuan atap.
4) Penerapan Metode Penambangan Batubara Reatreat System (Penambangan
Mundur)
5) Pengaturan aliran udara (sistem ventilasi )
6) Safety pillar harus kuat, sehingga pillar batubara tidak mudah runtuh
Apabila tempat penimbunan ini terbuka (outdoor storage) maka sebaiknya
dipilihkan tempat yang rata dan tidak lembab, hal ini untuk menghindari penyusupan
kotoran-kotoran (impurities). Untuk batubara yang berzat terbang tinggi perlu
dipergunakan siraman air (sprinkler). Penyimpanan batubara yang terlalu lama juga
membahayakan, paling lama sebaiknya 1 bulan.

5.1.8 Penanganan Terjadinya Swabakar


Apabila telah terjadi Swabakar maka :
1) Metode Pemadaman Api (langsung dan tidak langsung /Sealing)
2) Injeksi dengan air dan semen/Grouting
3) Tutup dengan air/Terowongan ditenggelamkan

5.2 Gas Metana (CH4)


5.2.1 Teori Tentang Gas Metan Pada Batubara
Secara teori, jumlah gas metana yang terkumpul pada proses terbentuknya
batubara bervolume 1 ton adalah 300 m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus
berlangsung sampai ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka
akibat pengaruh alam seperti longsoran, atau karena penggalian (penambangan).Gas-
gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya
(hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas
yang dapat mempengaruhi kesehatan bahkan sampai menyebabkan kondisi yang fatal
pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi
menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.

VENTILASI TAMBANG 45
Pembentukan gas methan (CH4) sejalan dengan proses pembatubaraan. Selama
proses pembatubaraan itu gas-gas methan terperangkap dan terkumpul dalam lapisan
batubara (coalseam) dan juga dapat terjebak pada batuan sampingnya. Pada waktu itu
terjadi perubahan daya serapnya terhadap oksigen dan sebaliknya terjadi peningkatan
kandungan karbon (lihat tabel)

Gas metana dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5 –
15%, dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9.5% dan ketika terdapat
sumber api yang memicunya. Ketika meledak di udara, gas metana akan mengalami
pembakaran sempurna pada saat konsentrasinya antara 5% sampai dengan 9.5%,
menghasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Jika volume udara pada saat itu
konstan, maka suhu udara akan mencapai 2200 oC dengan tekanan 9 atm. Sebaliknya,
o
bila tekanannya konstan maka suhunya hanya akan mencapai 1800 C saja.
Sedangkan angin ledakan yang timbul, biasanya berkecepatan sekitar 300m/detik.
Dari keadaan ini dapatlah dipahami bila para korban ledakan gas metana biasanya
tubuhnya akan hangus terbakar.
Kecelakaan kerja pada tambang batubara bawah tanah berupa kebakaran dan
ledakan disebabkan adanya gas methan (CH4). Gas methan yang terdapat dari
batubara kadarnya bervariasi, yakni:
1) Batubara coklat dan antrasit (brown coal and anthracite) umumnya sedikit gas
methan, sedangkan pada batubara bituminous dan sub bituminous lebih banyak.
2) Batubara keras/padat (hard and dense coal) sedikit gas methan, sedangkan
batubara lunak (brittle coal) lebih banyak.
3) Batubara yang pengendapannya terganggu (high volatile matter) mungkin sangat
banyak melepaskan gas methan.
4) Lapisan batubara pada patahan (faults) dan lipatan (folds) atau rekahan mungkin
banyak melepaskan gas methan.

VENTILASI TAMBANG 46
5) Bagian atas (roof) dan bagian bawah (floor) terbentuk dari serpihan material
lempungan yang tahan api (impermeable clay shale) dapat mengeluarkan banyak
gas methan, sedangkan pada lapisan endapan pasir kasar akan sedikit gas methan
yang dilepaskan.
6) Semakin dalam letak lapisan batubara dari permukaan tanah, akan semakin
banyak gas methan yang dapat keluar dari padanya, hal inidisebabkan oleh
adanya tekanan dan panas yang semakin tinggi.
Pada umumnya pelepasan gas methan dari lapisan batubara itu dapat berupa
pelepasan bebas, pemancaran (emission), dan keluar dari celah bebatuan (outburst).
Gas methan yang keluar dari batubara teremisi ke udara di sekitarnya. Karena gas
ini lebih ringan dari udara, maka dia berada pada bahagian atas (langit-langit
terowongan). Gas ini cenderung berada pada bahagian akhir lobang bukaan tambang
bawah tanah (tail gate of the longwall face), lobang naik (raise end), dan bahagian
atap (caved roofs).
Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat
lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas terlepas. Sebanyak
70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang.
Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang
belum ditambang. Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di
pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan (lebih rendah).
Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan lebih rendah.

5.2.2 Potensi Ledakan Gas Methan


Ledakan gas methan dapat terjadi, bila:
1) Gas methan melebihi konsentrasi batas ledakan
2) Timbulnya sumber api
3) Konsentrasi methan tercampur oksigen
4) Pengaruh debu tertahan (suspended coal dust)

VENTILASI TAMBANG 47
5.2.3 Tahapan dan Penyabab Ledakan Gas Metan
Secara umum kebakaran dapat terjadi bila dipenuhi tiga unsur pemicu kebakaran
itu, yakni adanya api, oksigen dan bahan bakar (triangle fire). Sedangkan ledakan
dapat terjadi jika ada 5 syarat yang terpenuhi, yakni ada panas (heat), bahan bakar
(fuel), udara (oxygen), ruang terisolasi (confinement), dan ada tahanan (suspension).
1) Terakumulasinya gas methane, bisa diakibatkan ventilasi kurang baik.
2) Gas methane yang terakumulasi di dalam udara hingga 5-15% metan dan
sekurangnya 12.1% oksigen, menjadi syarat yang telah terpenuhi untuk meledak.
3) Gas yang telah memenuhi syarat untuk meledak dapat dipicu oleh percikan
bunga api, yang bersumber dari peledakan (blasting), listrik, lampu keamanan,
rokok (api), swabakar atau kebakaran tambang, bunga api gesekan.
Jika ledakan terjadi akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air, dimana
reaksinya :
CH4 + 2O2 = CO2 + 2H2O.
Bila jumlah oksigen berkurang, gas akan terbakar secara tidak sempurna
menghasilkan karbon monoksida (CO) yang sangat beracun, hydrogen (H), dan air
(H2O). Reaksi kimianya:
CH4 + O2 = CO + H2 + H2O

5.2.4 Tindakan Pencegahan Ledakan Gas Metan


1) Pencegahan melalui ventilasi
2) Perawatan dan pengawasan sarana ventilasi
3) Perawatan terowongan ventilasi
4) Mempertahankan volume udara yang cukup di permukaan kerja
5) Mengetahui perkiraan gas pada area penambangan
6) Tindakan pada saat terjadi kelainan ventilasi
7) Sistem pengontrolan gas ,melalui pengukuran manual maupun pemantauan
dengan alarm gas otomatis
8) Penanganan gas pada daerah penggalian
9) Penanganan gas pada tempat development

VENTILASI TAMBANG 48
10) Penanganan gas pada saat mengerjakan pengubahan ventilasi
11) Penanganan gas saat membuka sealing
12) Pengukuran kosnsentrasi gas methan secara berkala
13) Mengurangi konsentrasi gas methane melalui drainasi gas methane

5.3 Debu Batubara


5.3.1 Pengertian Debu batubara
Debu batubara adalah material batubara yang terbentuk bubuk (powder), yang
berasal dari hancuran batubara ketika terjadi pemrosesannya(breaking, blending,
transporting, and weathering). Debu batubara yang dapat meledak adalah apabila
debu itu terambangkan di udara sekitarnya.
Pemisahan (breaking) secara kering dengan cara peledakan penggaruan dapat
menimbulkan debu yang banyak. Debu batubara juga dapat terbentuk pada proses
penggilingan dan ketika pencampurannya serta pengangkutan. Disamping itu proses
pelapukan alami batubara juga dapat menjadi sumber terbentuknya debu batubara
tersebut.
Debu batubara akan terbentuk dalam jumlah yang cukup banyak kalau operasi
penambangan dilakukan dalam proses yang kering. Sebaliknya jika dilakukan
penambangan dengan sistem penyiraman air yang cukup, debu yang terbentuk akan
terendapkan pada lantai kerja.
Ledakan debu batubara menimbulkan tekanan udara yang sangat tinggi disertai
dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap yang berwarna hitam.
Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin dahsyat dan dapat
menimbulkan kerusakan yang fatal.
Tekanan udara yang terjadi akan bervariasi tergantung pada karakteristik dan
jumlah debu batubaranya. Tekanan itu biasanya ada antara 2 – 4 kg/cm2. Pada
ledakan yang sangat kuat (high explosive), kecepatan ledakan dapat mencapai 1000
m/detik (jauh lebih tinggi dari kecepatan suara).
Bila akumulasi debu batubara yang tertahan dalam terowongan tambang bawah
tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti

VENTILASI TAMBANG 49
gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga debu
batubara itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan debu
batubara dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api,
maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Jika pada proses pertama itu terjadi ledakan disertai kebakaran, sisa debu
batubara yang masih tertambat di atas lantai atau pada langit-langit dan dinding
terowongan akan tertiup dan terangkat pula ke udara, lalu debu itu pun akan meledak.
Demikianlah seterusnya, bahwa dalam tambang itu akan terjadi ledakan beruntun
sampai habis semua debu batubara terakar. Ledakan itu akan menyambar ke mana-
mana, sehingga dapat menjalari seluruh lokasi dalam tambang itu dan menimbulkan
kerusakan yang sangat dahsyat.
Peristiwa ledakan debu batubara pada tambang batubara bawah tanah dapat
terjadi jika ada tiga syarat berikut terpenuhi, yakni:
1) Ada debu batubara yang beterbangan (awan debu batubara).
2) Ada sambaran bunga api.
3) Ada oksigen.
Konsentrasi debu batubara yang dapat meledak tergantung:
1) Kandungan zat terbang (volatile matter).
2) Ukuran partikel (particle size).
3) Kandungan air (water content).
4) Keberadaan gas methan.
Debu batubara ukuran partikelnya antara 20 – 40 mesh, tidak dapat meledak
dengan sendirinya, debu batubara dengan partikel sampai 200 mesh akan sangat
mudah meledak. Bahaya ledakan debu batubara akan semakin kecil jika padanya
terdapat kandungan abu yang cukup banyak, (abu melekat ditambah dengan abu dari
debu batu) dalam jumlah lebih kurang 50% pencegah kebakaran/ledakan.
Biasanya untuk mencegah terjadinya ledakan debu batubara dapat ditambahkan
debu batuan sampai mencapai kadar abunya lebih dari 75%. Debu batubara yang
mengandung air yang banyak tidak akan dapat meledak atau terbakar. Air, disamping
penyerap sulutan api (ignition), juga berfungsi sebagai penyerap panas. Kadar air

VENTILASI TAMBANG 50
sampai 30% dapat mencegah terjadinya ledakan debu batubara itu. Debu batubara
segar lebih berbahaya dibandingkan dengan debu batubara yang sudah lama ada
dalam udara terbuka. Debu batubara segar akan lebih mudah meledak karena adanya
gas methan yang masih terperangkap pada butiran debu batubara tersebut.

5.3.2 Debu yang dapat meledak (Explosive dust)


Debu tambang ini dapat menimbulkan ledakan pada tambang bawah tanah. Jenis
debu ini adalah:
1) Debu bijih sulfida
2) Debu pyrite (FeS)
3) Debu batubara.
Debu dapat dihasilkan dari kegiatan seperti Tumbukan, Penghalusan,
Penghancuran, dan Penggerusan. Debu batubara pyrite atau sulfida adalah debu yang
dapat meledak diudara dalam kondisi yang tepat. Terjadinya peledakan debu debu
tersebut adalah karena adanya suatu kenaikan tekanan yang tiba-tiba oleh
pembakaran yang dengan cepat dari debu dalam udara.

5.3.3 Ukuran partikel (particle size)


Debu batubara ukuran partikelnya antara 20 – 40 mesh, tidak dapat meledak
dengan sendirinya, debu batubara dengan partikel sampai 200 mesh akan sangat
mudah meledak. Karena perbedaan kondisi pembentukan batubara, beberapa negara
menemukan karakteristik ledakan debu batubara:
1) Inggris: zat terbang 12,5% debu batubara dapat meledak.
2) Jerman: zat terbang fresh coal dengan kadar 14% dapat meledak
3) Belgia: zat terbang melebihi 15% dapat meledak.
4) Jepang: zat terbang melebih 11% dapat meledak.

5.3.4 Kadar abu (ash content)


Bahaya ledakan debu batubara akan semakin kecil jika pada nya terdapat
kandungan abu yang cukup banyak, (abu melekat ditambah dengan abu dari debu

VENTILASI TAMBANG 51
batu) dalam jumlah lebih kurang 50% pencegah kebakaran/ledakan. Biasanya untuk
mencegah terjadinya ledakan debu batubara dapat ditambahkan debu batuan sampai
mencapai kadar abunya lebih dari 75%.

5.3.5 Kadar air (water content)


Debu batubara yang mengandung air yang banyak tidak akan dapat meledak atau
terbakar. Air, disamping penyerap sulutan api (ignition), juga berfungsi sebagai
penyerap panas. Kadar air sampai 30% dapat mencegah terjadinya ledakan debu
batubara itu.

5.3.6 Lokasi Terjadinya Pembentukan Debu Batubara


1) Daerah sepanjang lubang muka kerja tambang bawah tanah (longwall face),
2) Jalur menuju ke lokasi kegiatan muka kerja tambang batubara (in-seam heading
or front mining face),
3) Tempat pengumpulan batubara (loading site).
4) Pada daerah runtuhan atap (roofs) atau dinding sisi lubang penambangan (side
walls).

5.3.7 Proses Ledakan


Bila akumulasi debu batubara yang tertahan dalam terowongan tambang bawah
tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh berbagai hal, seperti
gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan sejenisnya, sehingga debu
batubara itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian membentuk awan debu
batubara dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu ada sulutan api,
maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran. Jika pada proses pertama itu
terjadi ledakan disertai kebakaran, sisa debu batubara yang masih tertambat di atas
lantai atau pada langit-langit dan dinding terowongan akan tertiup dan terangkat pula
ke udara, lalu debu itu pun akan meledak. Demikianlah seterusnya, bahwa dalam
tambang itu akan terjadi ledakan beruntun sampai habis semua debu batubara

VENTILASI TAMBANG 52
terbakar. Ledakan itu akan menyambar ke mana-mana, sehingga dapat menjalari
seluruh lokasi dalam tambang itu dan menimbulkan kerusakan yang sangat dahsyat.

5.3.8 Tindakan Pencegahan Ledakan Debu Batubara


1) Mencegah terbentuknya debu batubara pada sumbernya
2) Memisahkan debu-debu batubara yang tersebar di sekitar jalan-jalan atau di
daerah kegiatan penambangan
3) Mencegah terjadi akumulasi debu batubara yang dapat berterbang ke udara.
4) Mencegah akumulasi debu batubara dari peledakan (exploding)
5) Melengkapi terowongan dengan kantong-kantong air

5.3.9 Penanganan Debu Batubara


1) Cara pengontrolan munculnya debu batubara
2) Cara pengontrolan terbangnya debu batubar
3) Penanganan debu batubara yang terakumulasi
4) Pencegahan debu batubara dengan pembersihan
5) Memberikan kapur atau air dll yang memiliki sifat tidak terbakar sebagai
pencegah ledakan.
6) Pengumpulan sebagai pencegahan agar tidak berterbangan

5.3.10 Pengontrolan dan Pengendalian Debu Batubara


1) Pemasangan Water Spray untuk membasahi debu
2) Pengontrolan debu pada pengangkutan
3) Pengontrolan pada Ore pass
4) Pengontrolan pada Mucking dan Pemuatan
5) Pengontrolan Pada Penggalian (Rod Header)
6) Pengontrolan Udara masuk
7) Damper (peredam) Air & Pasir untuk Peledakan
8) Penyemprotan Air Pada saat Penggalian dan Pengangkutan Material
9) Pengaturan sistem Ventilasi

VENTILASI TAMBANG 53
Pengendalian kuantitas berkaitan dengan beberapa masalah seperti, perpindahan
udara, arah aliran, dan jumlah aliran udara.
Dalam pengendalian kualitas udara tambang baik secara kimia atau fisik, udara
segar perlu dipasok dan pengotor seperti debu, gas, panas, dan udara lembab harus
dikeluarkan oleh sistem ventilasi.
Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut diatas, maka kebutuhan udara
segar di tambang bawah tanah kadang-kadang lebih besar dari pada 200 cfm/orang
atau bahkan hingga 2.000 cfm/orang. Kondisi tambang bawah tanah saat ini sudah
banyak yang menyediakan aliran udara untuk sebanyak 10 – 20 ton udara segar per
ton mineral tertambang.
Untuk udara diatas permukaan air laut, suatu kenaikan elevasi sebesar 69,3 ft
akan menaikkan head potensial Hz sebesar 1 in dan sebagai kompensasinya head
statik akan turun juga sebesar 1 in. Dalam praktek, konversi sebesar 70 ft udara
ekuivalen dengan 1 in air.

6.1 Prinsip Pengaliran Udara Serta Kebutuhan Udara Tambang


6.1.1 Head Los
Aliran udara terjadi karena adanya perbedaan tekanan yang ditimbulkan antar
dua titik dalam sistem. Energi yang diberikan untuk mendapatkan aliran yang tunak
(steady), digunakan untuk menimbulkan perbedaan tekanan dan mengatasi
kehilangan aliran (HL).
Head los dalam aliran udara fluida dibagi atas dua komponen, yaitu : ‘friction
loss (Hf)’ dan ‘shock loss (Hx)’. Dengan demikian head loss adalah:
H L = Hf + H x
Friction loss menggambarkan head loss pada aliran yang linear melalui saluran
dengan luas penampang yang tetap. Sedangkan shock loss adalah kehilangan head
yang dihasilkan dari perubahan aliran atau luas penampang dari saluran, juga dapat
terjadi pada inlet atau titik keluaran dari sistem, belokan atau percabangan, dan
halangan-halangan yang terdapat pada saluran.

VENTILASI TAMBANG 55
6.1.2 Mine Head
Untuk menentukan jumlah aliran udara yang harus disediakan untuk mengatasi
kehilangan head (head losses) dan menghasilkan aliran yang diinginkan, diperlukan
penjumlahan dari semua kehilangan energi aliran.
Pada suatu sistem ventilasi tambang dengan satu mesin angin dan satu saluran
keluar, komulatif pemakaian energi disebut ‘mine head’, yaitu perbedaan tekanan
yang harus ditimbulkan untuk menyediakan sejumlah tertentu udara ke dalam
tambang.
1) Mine statik head (mine Hs)
Merupakan energi yang dipakai dalam sistem ventilasi untuk mengatasi
seluruh kehilangan head aliran. Hal ini sudah termasuk semua kehilangan dalam
head loss yang terjadi antara titik masuk dan keluaran sistem dan diberikan
dalam bentuk persamaan:
Mine Hs =  HL =  (Hf + Hx)

2) Mine velocity head (mine Hv)


Dinyatakan sebagai velocity head pada titik keluaran sistem. Velocity head
akan berubah dengan adanya luas penampang dan jumlah saluran dan hanya
merupakan fungsi dari bobot iisi udara dan kecepatan aliran udara. Jadi bukan
merupakan suatu head loss komulatif, namun untuk suatu sistem merupakan
kehilangan, karena energi kinetik dari udara dilepaskan ke atmosfer.

3) Mine total head (mine HT)


Merupakan jumlah keseluruhan kehilangan energi dalam sistem ventilasi.
Secara matematis, merupakan jumlah dari mine statik (Hs) dan velocity head
(Hv), yaitu :
Mine HT = mine Hs + mine Hv

VENTILASI TAMBANG 56
6.2 Perubahan Energi Di Dalam Aliran Fluida
Perhitungan energi aliran udara untuk susunan saluran udara yang diletakkan
secara mendatar dan tegak dapat ditentukan sebagai berikut:
1) Untuk posisi mendatar :
HT1 = Hs1 + Hv1 + Hz1
HT2 = Hs2 + Hv2 + Hz2
HT1 = HT2 + HL
2) Untuk posisi tegak :
HT1 = HT2 + HL

6.3 Keadaan Aliran Udara Di Dalam Lubang Bukaan


Dalam sistem aliran fluida akan selalu ditemui keadaan aliran : laminer,
entermediate dan turbulent. Kriteria yang dipakai untuk menentukan keadaan aliran
adalah bilangan Reynold (NRe). Bilangan Reynold untuk aliran laminer adalah  2000
dan untuk turbulent di atas 4000.
NRe = ( D V )/(  ) = ( D V ) / ()
Dimana:
 = rapat massa fluida (lb.det2/ft4 atau kg/m3)
 = viskositas kinematik (ft2/detik atau m3/detik)
 = viskositas absolut (= ; lb detik/ft2 atau a.detik)
D = diameter saluran fluida (ft atau m)
V = kecepatan aliran fluida (ft/detik)
Untuk udara pada temperatur normal  = 1.6 x 10-4 ft2/detik atau 14.8 x 10-6
m2/detik. Maka:
NRe = 6.250 DV
atau
NRe = 67.280 DV untuk SI

VENTILASI TAMBANG 57
Dengan menganggap bahwa batas bawah aliran turbulent dinyatakan dengan NRe
= 4.000, maka kecepatan kritis dari suatu dimensi saluran fluida dapat ditentukan
dengan :
Vc = (60 NRe)/ 6.250 D = (60)(4000)/ (6.250 D) = 38,4 / D (fpm)
Vc  40 / D
Kecepatan maksimum terjadi pada pusat lubang, tetapi bilangan Reynoldnya
berbeda-beda. Yang paling penting untuk ventilasi adalah kecepatan rata-rata, karena
itu pengukuran kecepatan pada garis sumbu saja tidak cukup. Karena bilangan
Reynold di dalam suatu sistem ventilasi tambang biasanya lebih besar dari pada
10.000, kecepatan rata-rata seringnya dapat dinyatakan sebagai berikut :
V = 0.8 Vmax.

6.4 Perhitungan Head Loss


Head loss terjadi karena adanya aliran udara akibat kecepatan (Hv), gesekan (Hf)
dan tikungan saluran atau perubahan ukuran saluran (Hx).
Jadi dalam suatu sistem ventilasi distribusi head loss dapat disederhanakan
sebagai berikut :
Hs =  HL
=  (Hf + Hx)
Hv = Hv pada keluaran
Dan
Ht = Hs + Hv
6.4.1 Velocity head
Walaupun bukan merupakan suatu head loss, secara teknis dapat dianggap suatu
kehilangan. Velocity head merupakan fungsi dari kecepatan aliran udara, yakni:
Hv = (V2)/(2g)
Dimana:
Hv = velocity head
V = kecepatam aliran (fps)
G = percepatan gravitasi (ft/dt2)

VENTILASI TAMBANG 58
Dari persamaan diatas, diperoleh rumus berikut :
Hv = ((V)/(4.000))2
Persamaan terakhir menyatakan bahwa kecepatan aliran sebesar 400 fpm
ekuivalen dengan head kecepatan sebesar 1 inchi

6.4.2 Friction Loss


Besarnya head loss akibat gesekan dalam aliran udara melalui lubang bukaan di
tambang bawah tanah sekitar 70 % hingga 90 % dari total kehilangan (head loss).
Friction loss merupakan fungsi dari kecepatan aliran udara, kekasaran muka lubang
bukaan, konfigurasi yang ada di dalam lubang bukaan, karakteristik lubang bukaan
dan dimensi lubang bukaan.
Persamaan mekanika fluida untuk friction loss pada saluran berbentuk lingkaran
adalah:
HL = f (L/D)(V2/2g)
Dimana:
L = panjang saluran
D = diameter saluran (ft)
V = kecepatan (fpm)
F = koefisien gesekan
Untuk memudahkan perhitungan pada bermacam-macam bentuk saluran,
diperoleh dengan menyatakan head loss dalam bentuk radius hidrolik (hydroulic
radius) RH, yaitu perbandingan antara luas penampang A terhadap perimeter atau
keliling P dari saluran. Untuk saluran berbentuk lingkaran, RH adalah:
RH = A/P = (1/4. D2)/.D = D/4
Dengan demikian maka diperoleh persamaan :
HL = f (L/4 RH)(V2/2g)
Untuk friction loss pada ventilasi tambang (dikenal sebagai rumus Atkinson)
didapat sebagai berikut :
Hf = (KPLQ2) / (5,2 A3)
Dimana :

VENTILASI TAMBANG 59
Hf = friction loss (inch water)
V = kecepatan aliran
K = faktor gesekan untuk densitas udara standar (lb.men2/ft4)
A = luas penampang saluran (ft2)
S = rubbing surface (ft2) = PL
P = keliling saluran (ft)
L = panjang saluran (ft)
Q = debit udara (cfm)
Faktor gesek K didalam sistem ventilasi tambang berhubungan dengan koefisien
gesek dalam aliran umum fluida. Untuk bobot isi udara standard:
K  (800)(10)-10 f
Sebenarnya di dalam aliran turbulen nilai f berubah sesuai dengan NRe. Tetapi
pada ventilasi tambang K dianggap konstan dan besarnya untuk berbagai kondisi
lubang bukaan tambang bawah tanah bukan batubara dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

VENTILASI TAMBANG 60
6.4.3 Shock Loss
Shock loss terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan arah aliran dalam
saluran atau luas penampang saluran udara dan merupakan tambahan terhadap
friction losses. Walaupun besarnya hanya sekitar 10 % - 30 % dari head loss total di
dalam ventilasi tambang, tetapi tetap harus diperhatikan.
Berdasarkan sumber yang menimbulkan shock loss, pada dasarnya
berkurangnya tekanan sebanding dengan kuadrat kecepatan atau berbanding lurus
dengan velocity head.
Perhitungan shock loss, Hx dalam inci air dapat dihitung dari velocity head,
yakni:
Hx = X Hv
Dimana
Hx = shock loss
X = faktor shock loss

6.4.4 Kombinasi Friction dan Shock Loss


Head loss merupakan jumlah dari friction loss dan shock loss, maka ;
HL = Hf + Hx
= (KP (L + Le)Q2)/ 5,2 A3
Dimana:
HL = head loss (inci air)
Le = panjang ekuivalen (ft)
K = faktor gesekan untuk density udara standar
Q = debit udara (cfm)
A = luas penampang saluran (ft2)
L = panjang saluran (ft)

VENTILASI TAMBANG 61
6.5 Teori Perhitungan Jaringan Ventilasi
6.5.1 Jaringan Seri

Rangkaian jaringan ventilasi seri seperti tampak pada gambar a


dapat disederhanakan dalam bentuk jaringan ventilasi seri seperti
ditunjukkan pada gambar b.
Jumlah aliran udara yang mengalir melalui masing-masing saluran adalah
sama. Maka persamaan head loss dapat ditulis sebagai berikut :
HL = R1Q2 + R2Q2 + R3Q2
Atau
HL = (R1 + R2 + R3 + .. ) Q2 = Req.Q2.
Maka tahanan equivalen hubungan seri saluran adalah :
Req. = HL / Q2.

6.5.2 Jaringan Paralel


Bila aliran udara didalurkan kepercabangannya paralel maka jumlah total aliran
udara merupakan penjumlahan jumlah aliran udara setiap saluran. Demikian juga
halnya dengan head loss.

VENTILASI TAMBANG 62
Tahanan ekuivalen saluran hubungan paralel ditunjukkan pada gambar diatas.
Pada gambar ini tampak bahwa aliran udara Q dibagi menjadi Q1, Q2, dan Q3 yang
masing-masing melalui tahanan saluran R1, R2, dan R3. Bila tahanan saluran
masing-masing dinyatakan dalam satu nilai atau didapat tahanan ekuivalen yang
perhitungannya sesuai dengan cara yang dilakukan pada masalah listrik, maka
persamaan Atkinson untuk Junction A adalah;
Q =  HL/R1 +  HL/R2 +  HL/R3
Atau
Q =  HL ( 1/R1 + 1/R2 + 1/R3) =  HL (1/Req.)
1/Req. = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + …

VENTILASI TAMBANG 63
Dalam rangka penentuan rencana pembuatan ventilasi tambang, sebaiknya
dipertimbangkan persyaratan-persyaratan seperti di bawah ini:
a) Konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa, agar ventilasi yang diperlukan
untuk pengembangan pit kedepan, dapat dilakukan secara ekonomis, dan
konstruksinya dibuat dengan memiliki kelonggaran (kelebihan) udara ventilasi
secukupnya, untuk mengantisipasi pertambahan atau perkembangan pit di
kemudian hari, serta peningkatan gas yang mungkin timbul akibat dari
penambangan batubara.
b) Struktur yang diinginkan untuk metode ventilasi pada jenis ventilasi utama
adalah sistem diagonal . Sedangkan pembuatan vertical shaft, khusus dilakukan
terhadap kondisi penambangan bagian dalam. Selain itu, pada tempat yang sulit
dilakukan penggalian vertical shaft (misalnya tambang batu bara dasar laut),
diharapkan memiliki inclined shaft khusus dengan penampang berbentuk
lingkaran. Selain itu konstruksinya dibuat sedemikian rupa agar tahanan ventilasi
utama menjadi sekecil mungkin, dan memungkinkan mengambil ventilasi cabang
sebanyak mungkin dari terowongan ini.
c) Dalam melaksanakan pengembangan pit dan penambangan serta dilihat dari segi
konstruksi pit, penting kiranya dibuat ventilasi pada permukaan kerja. Sehingga
penambangan batu bara dan penggalian maju menjadi ‘independen’ secara
sempurna. Selain itu untuk daerahpenambangan yang luas, diharapkan
mempunyai sistem ventilasi, baik intake air maupun exhaust air, yang terpisah
dari daerah lain.

7.1 Jumlah udara masuk per ton produksi batubara sehari


Menurut penelitian yang memplotkan jumlah pancaran metan dan kedalaman
tambang rata-rata untuk tambang batu bara bawah tanah 8 negara penghasil utama
batu bara, yaitu Amerika Serikat, Australia, Inggris, Jerman, Polandia, RRC,
Cekoslovakia dan bekas Uni Soviet, maka:
Y = 4,1 + 0,023X

VENTILASI TAMBANG 65
Dimana:
Y = jumlah pancaran metan (m3/t)
X = kedalaman penambangan rata-rata (m)

7.2 Struktur Pit Dilihat Dari Segi Ventilasi


7.2.1 Sistem Terpusat dan Sistem Diagonal
Pada waktu pembangunan tambang batu bara, 2 buah inclined shaft atau vertical
shaft digali saling berdekatan, misalnya slope utama dan slope paralel, heading utama
dan heading paralel, intake shaft dan exhaust shaft, dimana salah satunya dijadikan
‘intake air’ dan satunya lagi ‘return air’, dan sampai pit berkembang ke tahap tertentu,
ventilasi dilakukan melalui ‘intake‘ dan ‘return airway’ ini. Metode ventilasi dimana
‘intake airway’ dan ‘return airway’nya saling berdekatan dinamakan ventilasi sistem
terpusat.
Dengan berkembang dan meluasnya pit, ‘airway’ menjadi semakin panjang, dan
tekanan ventilasi yang diperlukan juga semakin besar, sehingga pada ventilasi sistem
terpusat, tahanan ventilasinya membesar, dan selain itu, karena ‘intake’ dan ‘return
airway’ berdekatan, bersamaan dengan meningkatnya tekanan ventilasi, angin bocor
semakin meningkat, hingga jumlah angin efektif berkurang. Oleh karena itu, biasanya
ditempat yang terpisah jauh digali ‘return airway’ baru, sedangkan heading utama dan
heading paralel yang digunakan selama ini, keduanya dijadikan ‘intake airway’.
Metode ventilasi yang ‘intake’ dan ‘return airway’nya terpisah jauh seperti ini disebut
ventilasi sistem diagonal. Keunggulan ventilasi sistem diagonal antara lain adalah:
1) Pemanjangan ‘airway’ utama dapat dikurangi drastis. Jadi tahanan ventilasi dan
biaya perawatan terowongan dapat berkurang.
2) Karena ‘intake airway’ dan ‘return airway’ tidak berdekatan, kebocoran angin
diantaranya berkurang, dan pintu ventilasi serta jembatan angin tidak perlu
banyak.
3) Seandainya terjadi bencana seperti ledakan di dalam pit, pemulihan sistem
ventilasi mudah dilakukan.

VENTILASI TAMBANG 66
4) Karena mulut pit ‘intake’ dan ‘outtake’ terpisah jauh, tidak ada kekhawatiran
‘exhaust air’ bercampur masuk ke dalam ‘intake air’ akibat arah angin.

7.2.2 Pembagian Aliran Udara


Aliran cabang utama pada ventilasi pit bawah tanah, pecah menjadi beberapa
aliran cabang, kemudian setiap aliran cabang terbagi lagi untuk menyapu permuka
kerja dan menjadi ‘exhaust air’. Lama-lama aliran cabang ‘exhaust air’ lain juga
berkumpul dan bergabung dengan ‘exhaust air’ utama dan dibuang ke luar pit.
Berpecah dan mengalirnya aliran udara seperti ini disebut pembagian aliran udara
atau pencabangan aliran udara. Pembagian aliran udara mempunyai efek sebagai
berikut:
1) Tahanan ventilasi menjadi kecil karena pembagian, sehingga dengan memakai
kipas angin yang sama dapat dilakukan ventilasi udara lebih banyak.
2) Dapat mengantarkan udara segar kesetiap permuka kerja disetiap blok.
3) Apabila di ‘airway’ terjadi kerusakan seperti ‘caving’, pengaruhnya dapat
dibatasi pada satu blok saja.
4) Pengaruh bencana seperti kebakaran pit, semburan gas, swabakar dan ledakan
dapat dibatasi pada satu blok.
5) Dapat mengurangi kecepatan angin di terowongan utama.
6) Dapat mengantarkan udara bertemperatur relatif rendah hingga kedekat
permukaan kerja.

7.3 Teori Ventilasi


7.3.1 Tahanan Ventilasi
Untuk melakukan ventilasi, harus diberikan daya ventilasi yang dapat mengatasi
tahanan ini. Tahanan ini disebut tahanan ventilasi, yang mana akan mengalami
perubahan karena kecepatan, jumlah aliran udara dan keadaan pit, seperti berikut ini:
1) Seperti dapat dilihat pada rumus di depan, untuk terowongan yang sama, tahanan
ventilasi sebanding dengan kuadrat kecepatan aliran udara. Artinya, kalau
kecepatan menjadi 2 kali, tahanan menjadi 2 x 2 = 4 kali, dan saat kecepatan

VENTILASI TAMBANG 67
menjadi 3 kali, tahanan menjadi 9 kali. Untuk terowongan yang sama jumlah
aliran udara sebanding dengan kecepatan udara, sehingga untuk jumlah aliran
udara juga dapat dikatakan hal yang sama. Misalnya, pada suatu terowongan
yang tiap menitnya dilewati 2.000 m3 udara, apabila jumlah aliran udaranya
langsung dijadikan 4.000 m3, maka tahanan yang diterima menjadi 4 kali lipat.
2) Tahanan ventilasi sebanding dengan panjang airway
3) Tahanan ventilasi berbanding terbalik dengan luas penampang terowongan dan
berbanding lurus dengan panjang keliling penampang terowongan. Jadi, apabila
luas penampang terowongannya tertentu, maka makin pendek panjang keliling,
makin kecil tahanannya. Dengan demikian, bentuk lingkaran atau yang
mendekatinya merupakan bentuk airway yang ideal.
4) Tahanan ventilasi tergantung dari bentuk permukaan dinding dalam terowongan.
Biasanya tahanan tersebut yang dinyatakan secara kuantitatif disebut koefisien
gesek terowongan.
Untuk melakukan jumlah aliran udara yang sama, makin besar tahanan ventilasi,
diperlukan tekanan ventilasi yang makin besar. Untuk itu, tahanan ventilasi
dinyatakan dengan tekanan ventilasi.
Kalau hal-hal yang berhubungan dengan tahanan ventilasi seperti yang diuraikan
di atas dinyatakan dalam rumus, akan menjadi sebagai berikut.
uL 2
h= K v
a
h = tekanan ventilasi (mm air)
K = koefisien gesek terowongan (tabel, satuan: Kgs2/m4)
u = panjang keliling penampang terowongan (m)
L = Panjang terowongan (m)
a = Luas penampang terowongan (m2)
v = kecepatan angin (m/s)

VENTILASI TAMBANG 68
Pada rumus di atas, kecepatan aliran adalah jumlah aliran dibagi luas penampang
Q
artinya v = (Q = jumlah aliran). Dengan substitusi v ke dalam rumus di atas, maka
a
menjadi :

uLQ 2
h= K
a3
Artinya, pada rumus yang tidak memasukkan kecepatan angin, tahanan ventilasi
berbanding terbalik dengan pangkat 3 luas penampang terowongan.

7.3.2 Rumus Umum Atkinson


Sebagai rumus umum ventilasi untuk menghitung penurunan tekanan akibat
gesekan pada waktu udara mengalir di dalam terowongan, ada rumus umum Atkinson
yang masih digunakan secara luas hingga kini. Rumus tersebut adalah sebagai
berikut:

L.u.v 2 L.u.Q 2
hK K
a a3
h = Penurunan tekanan akibat gesekan (mm air)
L = Panjang terowongan (m)
u = Panjang keliling penampang terowongan (m)
v = Kecepatan angin rata-rata (m/detik)
a = Luas penampang terowongan (m2)
Q = Jumlah angin (m3/detik)
K = Koefisien tahanan gesek terowongan

7.3.3 Tahanan Jenis


L.u
K dalam rumus Atkinson merupakan konstanta yang ditentukan oleh
a3
kondisi terowongan, dan disebut sebagai tahanan spesifik atau tahanan jenis
terowongan ( R ). Karena nilai R mempunyai angka desimal yang sangat kecil, maka

VENTILASI TAMBANG 69
untuk aplikasinya digunakan murgue dengan mengalikan 1.000. Sehingga rumus
Atkinson menjadi seperti berikut:

L.u.Q 2 M
H= K  xQ 2
a3 1.000
Artinya, tahanan ventilasi (h) sebanding dengan kuadrat jumlah angin, dan makin
besar tahanan jenisnya makin besar pula tahanan ventilasinya.

7.4 Penggabungan Tahanan Jenis


7.4.1 Penggabungan seri
Andaikan Airway dengan tahanan jenis R1 dan airway dengan tahanan jenis R2
saling dihubungkan secara seri seperti (a) pada gambar di sebelah kanan, dimana
ditengahnya sama sekali tidak ada cabang airway, baik memisah maupun
menggabung. Dalam hal ini, jumlah angin, V, dimanapun sama. Dengan cara yang
sama, apabila beberapa airway dihubungkan secara seri, dimana tahanan jenis masing-
masing adalah R1, R2, R3, dst, dan tahanan jenis keseluruhan adalah R, maka
R = R1 + R2 + R3 + ….

VENTILASI TAMBANG 70
7.4.2 Penggabungan paralel
Apabila beberapa airway dengan tahanan jenis R1, R2, R3, ……., dihubungkan
secara paralel, dimana tahanan jenis pada waktu hubungan airway tersebut dianggap
sebagai 1 buah airway adalah R, maka:

1 1 1 1
    ....
R R1 R2 R3

Dan, karena h = RV2 = R1V12 = R2V22 = R3V32, maka:

R R R
V1 = V ,V2  V ,V3  V
R1 R2 R3

7.4.3 Equivalent Orifice


Misalkan pada sebuah papan tipis dibuat lubang, dimana jumlah angin yang
melalui lubang tersebut dibuat eqivalen dengan jumlah aliran udara pada suatu pit.
Sekarang, andaikan ukuran lubang dapat diasumsikan sehingga perbedaan tekanan di
depan dan belakang lubang juga menjadi ekuivalen dengan tekanan ventilasi suatu
pit, maka tahanan ventilasi pit dapat dinyatakan dengan ukuran lubang tersebut.
Ukuran lubang yang diasumsi tersebut dinamakan equivalent orifice.
Apabila jumlah angin dan tekanan ventilasi diketahui, equivalent orifice dapat
dihitung dengan rumus di bawah ini.
Q
A = 0,38
h
A = Equivalent orifice (m2)
h = Tekanan ventilasi (mm air)
Q = Jumlah angin (m3/detik)
Memperbesar equivalent orifice, atau dengan kata lain memperkecil tahanan
ventilasi di dalam pit adalah sangat penting untuk memperbaiki ventilasi. Berapapun
besarnya jumlah angin teoritis suatu kipas angin, kalau equivalent orificenya tidak
sesuai, jumlah angin tidak akan bertambah. Dengan makin dalam dan jauhnya lokasi
penambangan pada tambang batu bara, tahanan ventilasi juga semakin meningkat,

VENTILASI TAMBANG 71
sehingga terjadi kekurangan angin ventilasi. Dengan demikian akan timbul kebutuhan
untuk memperbesar equivalent orifice melalui penggalian ventilation shaft, pelebaran
airway utama serta penambahan aliran cabang.

7.4.4 Daya Ventilasi


Untuk melakukan ventilasi harus dibangkitkan tekanan ventilasi yang cukup
untuk mengatasi tahanan ventilasi. Daya teoritis yang diperlukan untuk mengatasi
tahanan tersebut dinamakan daya ventilasi (atau daya penggerak udara), yang dapat
dinyatakan dengan rumus berikut.
hQ
N=
75
N = daya penggerak udara (HP)
h = tekanan ventilasi (mm)
Q = jumlah angin ventilasi (m3/detik)
Jadi yang paling penting adalah memperkecil tahanan ventilasi sebisanya,
dimana kalau kita berpikir mengenai tahanan ventilasi, walaupun kita sudah
mengenal rumus umum Atkinson, namun secara umum dapat dinyatakan dengan
rumus berikut.
L v2
h  f.r. x
Da 2 g
h = tahanan ventilasi dinyatakan dalam tekanan negatif (mm air)
f = koefisien gesek terowongan
r = Berat jenis fluida (terutama udara)
L = Panjang terowongan (m)
Da = Luas penampang (m2)/panjang keliling penampang (m)
V = kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
g = percepatan gravitasi

VENTILASI TAMBANG 72
Dalam rumus di atas, r dan g dapat dianggap hampir konstan, sehingga tindakan
teknis untuk mengurangi tahanan ventilasi dapat difokuskan pada 4 pokok yaitu:
 Mengecilkan f
 Memendekkan L
 Mengecilkan v
 Membesarkan nilai Da

VENTILASI TAMBANG 73
DAFTAR PUSTAKA

Abro, Akib. 2019. Bahan ajar mata kuliah ventilasi tambang. Universitas Sriwijaya:
Indralaya.
Hartman. 1982. Mine Ventilation and Air Conditioning. Universitas Colorado: USA.
Mangunwidjaya. 1998. Ventilasi Tambang. ITB : Bandung
W, Harry. 2014. Ventilasi Tambang Bawah Tanah. Balai Diklat Tambang Bawah
Tanah: Taliwang.

VENTILASI TAMBANG 74

Anda mungkin juga menyukai