PENDAHULUAN
Zat padat juga dapat mengalami pemuaian sama halnya dengan zat cair
karena adanya kenaikan suhu. Berbeda dengan zat cair yang hanya mengalami
perubahan volume, zat padat dapat mengalami pertambahan panjang, luas dan
juga volumenya. Sama halnya dengan zat cair, berbeda jenis yang diberikan
kenaikan suhu, maka pertambahan panjang, luas serta volumenya juga akan
berbeda. Perbedaan inilah yang disebabkan karena jenis dari suatu benda diberi
kenaikan suhu yang biasa dikenal dengan koefisien muai. Sehingga pada zat padat
ada koefisien muai panjang, koefisien muai luas serta koefisien muai volume.
Koefisien muai panjang atau linear adalah suatu angka yang menunjukkan
pertmabahan panjang suatu benda apabila suhu benda tersebut dinaikkan sebesar
1°C. Besar koefisien muai yang dimilki oleh tiap bahan akan mempengaruhi
perubahan panjang yang akan diperoleh. Nilai koefisen muai panjang tiap bahan
akan berbeda-beda, sehingga tiap bahan akan mengalami pertambahan panjang
yang berbeda-beda (Abdullah, 2016 : 877).
Pemuaian juga terjadi pada zat cair dan gas. Contoh pemuaian yang terjadi
pada zat cair adalah saat kita merebus air pada sebuah panci. Pada saat awal, panci
dan air sama-sama mengalami pemuaian. Namun mengapa saat air mendidih, air
justru tumpah pada panci, hal ini disebabkan karena koefisien muai zat cair lebih
besar dari pada zat padat yang dalam hal ini adalah panci yang terbuat dari
aluminium. Sama dengan zat cair, zat yang berupa gas juga hanya mengalami
pemuaian berupa pemuaian volume tanpa pemuaian panjang dan luas karena salah
satu sifat gas adalah perubahan volume dan selalu mengisi seluruh ruangan
(Angga, 2015 : 177).
1.2 Tujuan
∆L = α × Lo × ∆T
Keterangan :
∆L = perubahan panjang (m)
α = koefisien muai panjang (Co)-1
Lo = panjang awal benda (m)
∆T = perubahan suhu (°C)
Pada umumnya jika temperatur sebuah benda baik itu padatan, cairan atau
gas naik, maka benda akan memuai (mengembang), kecualoi untuk air pada
kenaikan temperatur 0oC hingga 4oC justru menyusut dan bahkan tidak
mengembang, gejala ini disebut anomali air. Pemuaian berlaku njuga untuk semua
bahan yang tidak hanya memiliki panjang, namun juga memiliki luas (Ishaq, 2007
: 231-232).
∆A = β × Ao × ∆T
Keterangan :
∆A = perubahan luas benda (m)
β = koefisien muai luas (Co)-1
Ao = luas awal benda (m)
∆T = perubahan suhu (°C)
Memuai artinya ukurannya membesar, baik ukuran panjang, lebar, tinggi,
luas maupun volumenya. Besar pemuaian berbeda pada benda yang berbeda. Hal
tersebut tergantung jenis benda yang digunakan, sehingga setiap benda memiliki
massa jenis yang berbeda pula. Ada benda yang sangat mudah memuai sehingga
kenaikan suhu sedikit saja sudah cukup membuat ukuran benda yang dapat
diamati mata membesar, sebaliknya ada benda yang sulit mengalami pemuaian,
sehingga meskipun suhu bertambah besar, ukuran benda pun hampir tidak
mengalami perubahan (Abdullah, 2016 : 877).
Pada setiap benda, koefisien muai ruang selalu senilai dengan angka 3 kali
koefisien muai panjang (γ = 3α). Ini disebabkan oleh pemuaian ruang adalah
pemuaian panjang dalam 3 arah, yaitu satu arah tegak dan dua arah datar.
Eksperimen penentuan koefisien muai panjang α suatu batang logam dikerjakan
dengan menempatkan batang dalam posisi vertikal. Batang itu berada di dalam
silinder berisi uap air yang suhunya diatur. Bagian bawah batang di klem dan
bagian atasnya dibiarkan bebas. Ujung batang yang bebas dikontakkan dengan
ujung batang bawah mikrometer. Ketika batang memuai, ujung batang sebelah
atas menekan ujung bawah mikrometer, sehingga jarum penunjuknya
menyimpang. Pada kestimbangan termal, suhu uap air sama dengan suhu batang
dan sama pula dengan suhu terbaca di termometer. Nilai α (koefisien muai
panjang) batang dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan dan panjang
batang awal telah ditetapkan. Suhu batang dibaca di termometer batang dan
pertambahan panjangnya diperlihatkan oleh jarum penunjuk mikrometer (Jati,
2013 : 310-312).
∆𝐿
α=
𝐿 × ∆𝑇
Keterangan :
α = koefisien muai panjang (Co)-1
∆L = perubahan panjang benda (m)
L = panjang awal benda (m)
∆T = perubahan suhu (°C)
Ketika suhu zat menyerap panas atau kalor, maka sifat fisis zat tersebut
juga turut berubah. Sebagai contoh, perubahan temperatur suatu zat (baik zat
padat, cair maupun gas) umumnya diikuti oleh ekspansi atau kontraksi zat
tersebut. Ketika zat mengalami pertambahan temperatur, maka zat tersebut
dikatakan mengalami pemuaian atau ekspansi termal yang merupakan perubahan
ukuran suatu zat akibat adanya perubahan temperatur. Selain itu, dikatakan pula
jika pemuaian dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti volume awal zat,
perubahan temperatur dan koefisien muai zat (Yantidewi, 2018 : 43-44)
Suhu didefinisikan sebagai tingkat atau derajat tertentu dari panas atau
dinginnya sesuatu sebagai referensi pada skala tertentu. Energi panas berkaitan
langsung dengan energi molekular (getaran, gesekan dan osilasi partikel dalam
sebuah molekul, semakin tinggi energi panas maka semakin besar energi
molekul). Dua parameter yang mencirikan pengaruh suhu pada serat optik adalah
koefisien muai termal dan koefisien termo-optik. Koefisien muai termal
mencirikan ekspansi fisik atau kontraksi muai suatu material (Ariani, 2016 : 104).
Contoh lain, yaitu pemanasan air, rel kereta api, dan pada besi bimetal.
Pada roda kereta api, harus kuat dikarenakan roda menderita gaya tarikan dan
dorongan serta beban yang besar yang pemasangannya didasarkan pada sifat
penyusutan as atau pemusaran lubang roda pada kereta api. Pelat bimetal tersusun
oleh dua lapisan logam yang memiliki perbedaan koefisian muai panjang yang
cukup besar. Pada pemasangan bingkai logam, seperti halnya ban baja pada roda
besi lokomotif dilakukan dengan cara pemanasan. Ban baja yang berdiameter
lebih kecil dari roda besi dipanaskan sehingga memuai dan diameternya menjadi
lebih besar dari pada diameter roda. Selanjutnya, ban tersebut dipasangkan pada
roda. Setelah dingin, ban akan menyusut sehingga menempel sangat kuat pada
roda. Konsep pemuaian ini disebut pemuaian volume/ruang (Jati, 2013 : 314-315).
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
4
3 2
Keterangan:
1. Skala
2. Jarum penunjuk
3. Klem double
4. Ketel uap
5. Batang uji
2. Thermometer
1
Keterangan:
1. Pengait
2. Skala
3. Air Hg
3. Dial Gauge
3
4
Keterangan:
1. JarumPanjang
2. JarumPendek
3. Sterm
4. Spindle
5. Bidang Kerja
4. Lampu Spiritus
Keterangan:
1. Tabung kaca
2. Sumbu
3. Tutup
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
0,011 1
= = 0.0205(1+ 7,4 x 10-3(72))
0,0205 72
= 0,5365 . 0,0138 = 0,0314
= 0,0074037 = 3,14 x10-2 m
= 7,4 x 10 -3 /ºC
∆𝐿 1
2. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,009 1
= = 0,0205(1+6,2 x 10-3(70))
0,0205 70
= 0,4390.0,0142 = 0,029397
= 0,0062338 = 2,93 x 10-2 m
= 6,2 x 10-3 / ºC
∆𝐿 1
3. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,008 1
= = 0,0205(1+5,7 x 10-3 (68))
0,0205 68
= 0,3902. 0,0147 = 0,0205(1,3876)
= 0,00573594 = 0,0284
= 5,7 x 10-3 / ºC = 2,84 x 10-2 m
∆L 1
4. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
L1 ∆t
0,007 1
= = 0,0205(1+5,1 x 10-3 (66))
0,0205 66
= 0,3414 . 0,0151 = 0,0205. 1,3366
= 0,00515514 = 0,0274003
= 5,1 x 10-3 / ºC = 2,74 x 10-2 m
∆𝐿 1
5. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0065 1
= = 0,0205(1+ 4,0 x 10-3 (64))
0,0205 64
= 0,3170. 0,0156 = 0,0205 . 1,3136
= 0,0049452 =0,0269288
= 4,0 x 10-3 / ºC = 2,69 x 10-2 m
∆𝐿 1
6. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,006 1
= = 0,0205(1+4,1 x 10-3 (62))
0,0205 62
= 0,2926 . 0,0161 = 0,0205. 1,2524
= 0,00417086 = 0,0257111
= 4,1 x 10-3 / ºC = 2,57 x 10-2 m
∆𝐿 1
7. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,006 1
= = 0,0205(1+4,8x 10-3 (62))
0,0205 60
= 0,2926 . 0,0161 = 0,0205. 1,288
= 0,0048571 = 0,026404
= 4,8 x 10-3 / ºC = 2,64 x 10-2 m
∆𝐿 1
8. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0055 1
= = 0,0205(1+4,6x 10-3 (62))
0,0205 58
= 0,2682 . 0,0172 = 0,0205. 1,2668
= 0,00461304 = 0,0259694
= 4,6 x 10-3 / ºC = 2,59 x 10-2 m
∆𝐿 1
9. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,005 1
= = 0,0205(1+ 4,3 x 10-3 (62))
0,0205 56
= 0,2682 . 0,0178 = 0,0205. 1,2408
= 0,00434142 = 0,0254364
= 4,3 x 10-3 / ºC = 2,54 x 10-2 m
∆𝐿 1
10. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,005 1
= = 0,0205(1+ 4,5 x 10-3 (62)
0,0205 54
= 0,2439 . 0,0185 = 0,0205. 1,243
= 0,0045125 = 0,0254815
= 4,5 x 10-3 / ºC = 2,54 x 10-2 m
4.1.2 Logam Tembaga
∆𝐿 1
1. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0012 1
= = 0,0208(1+ 1,2 x 10-3 (46))
0,0208 46
= 0,0576 . 0,0217 = 0,0208 . 1,0552
= 0,00124992 = 0,02194816
=1,2 x 10-3 / ºC = 2,19 x 10-2 m
∆L 1
2. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
L1 ∆t
0,0012 1
= = 0,0208(1+1,09 x 10-2 (44))
0,0208 44
= 0,4807 . 0,0238 = 0,0208 . 1,4796
= 0,0010869445 = 0,03077568
= 1,09 x 10-2 / ºC = 3,07 x 10-2 m
∆𝐿 1
3. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0012 1
= = 0,0208(1+ 1,08 x 10-2 (42))
0,0208 42
= 0,4567 . 0,0238 = 0,0208 . 1,4536
= 0,01086945 = 0,03023488
= 1,08 x 10-2 / ºC = 3,02 x 10-2 m
∆𝐿 1
4. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,009 1
= = 0,0208(1+ 1,08 x 10-2 (40))
0,0208 40
= 0,4567 . 0,025 = 0,0208 . 1,4536
= 0,010815 = 0,0297856
= 1,08 x 10-2 / ºC = 2,97 x 10-2 m
∆𝐿 1
5. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0085 1
= = 0,0208(1+ 1,07 x 10-2 (40))
0,0208 38
= 0,4086 . 0,0263 = 0,0208 . 1,4066
= 0,010874618 = 0,02925728
= 1,07 x 10-2 / ºC = 2,92 x 10-2 m
∆𝐿 1
6. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,008 1
= = 0,0208(1+ 1,06 x 10-2 (36))
0,0208 36
= 0,3846 . 0,0294 = 0,0208 . 1,3816
= 0,01065342 = 0,02873728
= 1,06 x 10-2 / ºC = 2,87 x 10-2 m
∆𝐿 1
7. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,007 1
= = 0,0208(1+ 9,8 x 10-3 (34))
0,0208 36
= 0,3365 . 0,0294 = 0,0208 . 1,3332
= 0,0098931 = 0,02773056
= 9,8 x 10-3 / ºC = 2,77 x 10-2 m
∆𝐿 1
8. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,0065 1
= = 0,0208(1+ 9,7 x 10-3 (32))
0,0208 32
= 0,3125 . 0,03125 = 0,0208 . 1,3104
= 0,009765625 = 0,02725632
= 9,7 x 10-3 / ºC = 2,72 x 10-2 m
∆𝐿 1
9. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,006 1
= = 0,0208(1+ 9,6 x 10-3 (30))
0,0208 30
= 0,2884 . 0,0333 = 0,0208 . 1,288
= 0,00960372 = 0,0267904
= 9,6 x 10-3 / ºC = 2,67 x 10-2 m
∆𝐿 1
10. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,006 1
= = 0,0208(1+ 1,02x 10-2 (28))
0,0208 28
= 0,2884 . 0,0357 = 0,0208 . 1,2866
= 0,01029588 = 0,02674048
= 1,02 x 10-2 / ºC = 2,67 x 10-2 m
4.2.3 Logam Besi
∆𝑙 1
1. ∝= L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,003 1
= = 0,0202(1+ 3,8 x 10-3 (39))
0,0202 39
= 0,1485 . 0,0256 = 0,0202 . 1,1482
= 0,0038016 = 0,02319364
= 3,8 x 10-3 / ºC = 2,31 x 10-2 m
∆𝐿 1
2. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑡
0,002 1
= = 0,0202(1+ 2,6 x 10-3 (37))
0,0202 37
= 0,099 . 0,027 = 0,0202 . 1,0962
= 0,002673 = 0,02214324
= 2,6 x 10-3 / ºC = 2,21 x 10-2 m
∆𝐿 1
3. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑇
0,0015 1
= = 0,0202(1+ 2,1 x 10-3 (35))
0,0202 35
= 0,0742 . 0,0285 = 0,0202 . 1,0735
= 0,0021147 = 0,0216847
= 2,1 x 10-3 / ºC = 2,16 x 10-2 m
∆𝑇 1
4. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑇
0,001 1
= = 0,0202(1+ 1,4 x 10-3 (33))
0,0202 33
= 0,0495 . 0,0303 = 0,0202 . 1,0462
= 0,00149985 = 0,02113324
= 1.4 x 10-3 / ºC = 2,11 x 10-2 m
∆𝑇 1
5. ∝ = L = Lo (1 + 2 ΔT)
𝐿1 ∆𝑇
0,001 1
= 0,0202 = 0,0202(1+ 1,5 x 10-3 (31))
31
Pada percobaan yang telah dilakukan mengenai koefisien muai linier ini
dengan mengukur pertambahan panjang pada batang logam tembaga, alumunium
serta besi dapat dilihat bahwa pada tembaga mengalami pemuaian hingga suhu
naik menjadi 77ºC diperoleh pertambahan panjang sebesar 0,0012 m. Lalu pada
batang logam alumunium pada suhu 103ºC diperoleh pertambahan panjang
sebesar 0,011 m. Selanjutnya pada batang logam besi dengan pemuaian hingga
suhu naik menjadi 70ºC diperoleh pertambahan panjangnya sebesar 0,003 m.
Pada percobaan ini diamati pertambahan panjang pada setiap logam tiap
penurunan sebesar 2ºC. pada tembaga dari suhu 77ºC hingga turun menjadi suhu
sebesar 75ºC, sedangkan untuk pertambahan panjangnnya malah naik atau
semakin bertambah panjang, yaitu dari 0,0012 m menjadi 0,01 m. Sehingga
bertambah panjang ukuran logam tembaga sebesar 0,0088 m. Hal ini tentu terjadi
kesalahan atau kekeliruan dalam melakukan percobaan. Karena jika suatu batang
logam yang telah dipanaskan dengan semakin menurunnya besar suhu, maka
secara otomatis batang logam tersebut akan semakin memuai atau semakin
menyusut ukurannya. Kesalahan tersebut bisa diakibatka karena kekurangtelitian
dari praktikan saat melakukan percobaan, seperti keliru dalam melihat skala suhu
pada thermometer maupun keliru pada saat melihat skala pertambahan
panjangnya. Kemudian pada alumunium diamati pada suhu 103ºC hingga menjadi
suhu 101ºC mengalami penurunan pada perambahan panjangnya yaitu dari
sebesar 0,011 m menjadi 0,009 m sehingga penyusutan batang logam alumunium
yaitu sebesar 0,002 m. Kemudian pula pada batang logam besi dari suhu sebesar
70ºC menjadi 68ºC perubahan panjangnya dari 0,003 m turun menjadi 0,002 m,
sehingga penyusutan pada batang logam besi sebesar 0,001 m.
Penyusutan pada suatu zat juga bergantung pada koefisien muai liniernya,
seperti yang diketahui, alumunium memiliki koefisien muai liniernya lebih besar
dari tembaga dan besi sehingga yang paling besar penyusutannya adalah
alumunium. Pada percobaan, penyusutan paling didapatkan yaitu pada tembaga,
perbedaan yang didapatkan disebabkan oleh beberapa faktor, bisa saja dalam
melihat skalanya yang kurang tepat.
Penerapan prinsip pemuaian juga terdapat pada rel kereta api. Pada rel,
sambungannya ada rongga atau jarak antara rel yang satu dengan yang lainnya.
Rel kereta tidak dipasang berhimpit atau rapat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi
terjadinya pemuaian pada saat siang hari sehingga rel tersebut tidak melengkung.
Melengkungnya rel kereta api disebabkan pada saat rel memuai akibat terkena
sinar matahari, sehingga ujung-ujung sambungan rel akan menekan.
Terbengkoknya rel kereta api tersebut sangat membahayakan perjalanan kereta
api. Untuk mengatasi pembengkokan ini maka pada sambungan rel harus
disediakan celah. Dengan demikian, ketika rel kereta api terpanaskan oleh terik
matahari di siang hari akan terdapat ruang antara sambungan untuk pemuaian,
sehingga ujung-ujung sambungan tidak saling menekan.
Perbedaan hasil data pada percobaan ini dengan literatur disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan yang dilakukan selama percobaan, misalnya kurang
ketelitian pada saat pengambilan data, keadaan suhu ruangan, skala bertambah
panjang yang tidak mau memutar serta cepatnya perubahan suhu yang
ditampilkan membuat hasil yang didapatkan menjadi tidak akurat dan acak.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Apa yang dimaksud dengan koefisien muai linier, koefisien muai luas dan
koefisien muai volume?
Jawab:
a. Koefisien muai linier adalah bilangan yang menyatakan seberapa besar
pertambahan panjang suatu bahan setiap satuan panjang jika suhunya
naik 1ºC.
b. Koefisien muai luas adalah bilangan yang menyatakan seberapa besar
pertambahan luas suatu bahan setiap satuan luas jika suhunya naik 1ºC.
c. Koefisien muai volume adalah bilangan yang menunjukkan pertambahan
volume suatu benda jika suhunya dinaikkan 1ºC tiap satuan volume.
2. Tentukan satuan dan dimensi dari besaran-besaran pada pertanyaan no.1!
Jawab:
a. Koefisien muai linier
Aℓ
α = ℓ0.∆T Satuan α = /ºC
m
= m℃ = ºC-
[L]
= [ L ][ θ ]
= [θ]−1
b. Koefisien muai luas
∆A
𝛽 = A0.∆T Satuan 𝛽 = ℃−1
m2
= m2 ℃
[ L ]2
= [ L ]2 [ θ ]
= [θ]−1
c. Koefisien muai volume
∆V
𝛿= Satuan 𝛿 = ℃−1
V0.∆T
m3
= m3 ℃
[ L ]3
= [ L ]3 [ θ ]
= [θ]−1
3. Apakah pengaruh besar kecilnya koefisien muai?
Jawab:
Panjang benda, luas benda dan volume benda
Besarnya perubahan suhu
Jenis benda yang digunakan
4. Buktikan bahwa:
a. Koefisien muai logam 2 kali koefisien muai linier ?
Misal ukuran suatu benda x, y dan z
∆x ∆y ∆z
X = x.∆T = y.∆T = z.∆T
∆A ∆ ( xy ) x∆y + y∆x x∆y y∆x ∆y ∆x
𝛽= = = = xy.∆T + xy.∆T = y.∆T + x.∆T
A.∆T A.∆T ( xy ) .∆T
𝛽= 𝛼+ 𝛼
= 2𝛼
b. Koefisien muai volume logam 3 kali koefisien muai liniernya ?
∆V ∆ ( xyz ) xy∆z + xz∆y+yz∆x xy∆z xz∆y yz∆x
𝛿= = (xyz).∆T = = xyz.∆T + xyz.∆T + xyz.∆T
V.∆T ( xyz ) .∆T
∆z ∆y ∆x
= z.∆T + y.∆T + x.∆T
𝛿 = 𝛼+ 𝛼+𝛼
=3𝛼
EVALUASI AKHIR
ΔL = 0,006 m ΔT = 62˚C
ΔL = 0,006 m ΔT = 60˚C
ΔL = 0,0055 m ΔT = 58˚C
ΔL = 0,005 m ΔT = 56˚C
ΔL = 0,005 m ΔT = 54˚C Tembaga
b. Tembaga 50
40
ΔL = 0,0012 m ΔT = 46˚C
30
ΔL = 0,01m ΔT = 44˚C 20
ΔL = 0,0095 m ΔT = 42˚C 10
0
ΔL = 0,009 m ΔT = 40˚C
ΔL = 0,0085 m ΔT = 38˚C
ΔL = 0,008m ΔT = 36˚C
ΔL = 0,007 m ΔT = 34˚C
ΔL = 0,0065 m ΔT = 32˚C
ΔL = 0,006 m ΔT = 30˚C Besi
50
ΔL = 0,006 m ΔT = 28˚C
c. Besi 40
ΔL = 0,003 m ΔT = 46˚C 30
ΔL = 0,002 m ΔT = 44˚C 20
ΔL = 0,0015 m ΔT = 42˚C 10
ΔL = 0,001 m ΔT = 40˚C 0
ΔL = 0,001 m ΔT = 38˚C 0,003 0,002 0,0015 0,001 0,0005
ΔL = 0,001 m ΔT = 36˚C
ΔL = 0,001 m ΔT = 34˚C
ΔL = 0,001 m ΔT = 32˚C
ΔL = 0,0005 m ΔT = 30˚C
ΔL = 0,0005 m ΔT = 28˚C
2. Hitung koefisien muai linear logam dengan gradien dari kurva logam!
Jawab :
a. Logam Alumunium
α1 = 7,4 x 10−3 /˚C
α2 = 6,2x 10−3 /˚C
α3 = 5,7x 10−3 /˚C
α4 = 5,1x 10−3 /˚C
α5 = 4,9x 10−3 /˚C
α6 = 4,1x 10−3 /˚C
α7 = 4,8x 10−3 /˚C
α8 = 4,6x 10−3 /˚C
α9 = 4,3x 10−3 /˚C
α10 = 4,5x 10−3 /˚C
b. Logam Tembaga
α1 = 1,2 x 10−3 /˚C
α2 = 1,09x 10−3 /˚C
α3 = 1,08x 10−3 /˚C
α4 = 1,08x 10−3 /˚C
α5 = 1,07x 10−3 /˚C
α6 = 1,06x 10−3 /˚C
α7 = 9,8x 10−3 /˚C
α8 = 9,7x 10−3 /˚C
α9 = 9,6x 10−3 /˚C
α10 = 1,02x 10−3 /˚C
c. Logam Besi
α1 = 3,8 x 10−3 /˚C
α2 = 2,6x 10−3 /˚C
α3 = 2,1x 10−3 /˚C
α4 = 1,4x 10−3 /˚C
α5 = 1,5x 10−3 /˚C
α6 = 1,7x 10−3 /˚C
α7 = 1,8x 10−3 /˚C
α8 = 1,9x 10−3 /˚C
α9 = 1,07x 10−3 /˚C
α10 = 1,1x 10−3 /˚C
3. Bandingkan hasil percobaan dengan daftar pada buku referensi, dalam hal ini
tentukan jenis logam tersebut!
Jawab :
Pada percobaan yang didapatkan hasil kesimpulan bahwa rata-rata data α
tembaga > α alumunium > α besi. Sedangkan pada literature α tembaga =
0,0000167 /˚C, α alumunium = 0,000021 /˚C, α besi = 0,000012 /˚C. Sehingga
diperoleh α alumunium > α tembaga > α besi dan alumunium memiliki
pertambahan panjang terbesar dilanjutkan dengan tembaga kemudian besi.
4. Buat analisis dari percobaan tersebut!
Jawab :
Pada percobaan didapatkan bahwa temabaga memiliki pertambahan panjang
atau nilai koefisien muai linearnya yang paling besar, hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya panjang mula-mula serta suhu awal dan akhir.
Serta nilai koefisien muai linear dapat dicari perhitungan manual.