Pada tahun 1872 Schmidt meragukan teori-teori yang telah ada, yaitu teori tentang komparatif. Lalu
abad ke-20 melalui catatan kuliah sewaktu mengajar di universitas Swiss menegaskan kekeliruan
studi bahasa dalam abad XIX. Ini menyimpulkan gagasannya menjadi strukturalisme. Dalam
bukunya yang berjudul Cours de Lingustique Generale ia mencoba membatasi studi bahasa pada
penyelidikan aspek kesejarahannya, dia menyatakan tiga gagasan umum yaitu : (1) Bahwa studi
bahasa yang ilmiah bersifat sinkronik, (2) Bahwa fakta-fakta bahasa itu ada, (3) Bahwa ia ingin
menentukan metode-metode untuk mengidentifikasikan dan membicarakan fakta bahasa itu.
Sinkronik merupakan studi yang dilakukan pada suatu waktu tertentu tanpa menghubungkan dengan
sejarah. Hal tersebut dapat dikatakan studi sinkronik karena (1) bahasa merupakan kenyataan social,
(2) bahasa merupakan system tanda, (3) dapat diperiksa bentuk maknanya pada satu waktu. Prinsip-
prinsip yang diperlukan untuk mendekati masalah-masalah yang lebih khusus tentang linguistic
statu atau menjelaskan statu bahasa yakni : disangsikan sekali diakronik dapat dipelajari tannpa
didahului oleh studi sinkronik, (2) suatu sistem dapat berubah secara tersendiri karna itu timbulnya
sistem baru, (3) jika linguistik struktural diakronik diterima, studi sinkronik sendiri tampak dalam
dimensi yang berbeda, (4) bahasa terus berubah, walaupun si pemakai mungkin tidak menyadari
perubahan seperti yang dialaminya sebagai pemilihan gaya bahasa di antara pemakaian yang
terdapat secara sinkronik. Bahasa yg kita pakai adalah sistem sinkronik, walaupun melibatkan
pemakaian untaian-untaian unsur-unsur yang dalam ujaran lisan mungkin mengejewantah sepanjang
waktu.
Langue ialah bagian sosial bahasa, di luar pemakai perseorangan, yang tidak dapat menciptakan
atau mengubahnya. Langue itu sendiri bersifat abstrak. Berdasarkan De Saussure langue merupakan
objek yang bersifat kongkrit, tanda-tanda yang sebagai sistem membentuk langue bukanlah
abstraksi melainkan barang nyata yang bersemayam di dalam otak dan dapat diwakili secara tuntas.
Sedangkan parole Ialah aspek perseorangan bahasa, sebagaimana dimanifestasikan dalam kenyataan
psiko-fisiologi dan sosial dari tindak-tandak bahasa secara khusus, parole bersifat konkrit. Menurut
G. Tarde dan E. Durkheim langue dipadankan dengan Fait Social (kenyataan sosial) Durkheim
(sebagai fenomena psiko-social yang terdapat pada kesadaran kolektif kelompok social, di luar
individu yang dibebani kendala, sedang parole Berpadanan dengan unsur perseorangan.
Sistem tanda memiliki dua sifat pokok tanda itu arbiter dan signifiant-nya bersifat linier. Dua hal
yang tersangkut dalam kelinieran adalah (1) hubungan unsur-unsur kalimat, urutan-uratannya dalam
untaian. (2) untaian atau unsure-unsurnya harus berdimensi satu atau apakah dapat dianalisis
sebagai komponen yang simultan. Mengenai hal yang kedua Roman Jacobson berpendapat tidak
menampung konsepsi fonem sebagai terdiri atas ciri-ciri pembeda yang terdapat secara simultan.
Prinsip sistem tanda harus konkrit, harus dibatasi, mempunyai nilai yang relative dan tidak dapat
dipisahkan dari system yang merangkumnya. System tanda tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu
signifiant (bentuk) dan signifie (isi=arti).
Asal mulanya teori sintagmatik dan paradigmatik didahului dengan 2 konsep yang muncul, yakni in
praesentia (Hubungan sintagmatik dengan mendahului dan mengikuti sebuah kalimat) dan in
absentia Hubungan asosiasi dengan unsur yang lain. Semula De Saussure mendiskripsikan
sintagmatik & asosiatif, tetapi teori ini berkembang dan konsep diatas berubah menjadi sintagmatik
(amanat) & paradigmatik (kode).
ALIRAN PRAHA
Aliran praha pertama-tama dikemukan oleh The Linguistic Circle of Prague. Kelompok ini berdiri
pada bulan oktober 1926. Dalam bukunya yang pertama yang berjudul Travaux du Cercie
Linguistic de Prague berisi sembilan tesis yang dispesifikasikan menjadi tiga bagian. dalam tesis
pertama lebih menekankan pada pengkajian kembali mengenai masalah metodologi, analisis kronik
mengenai fakta kontemporer, metode komparatif, dan hukum tata bahasa. Pada tesis yang kedua
The Linguistic Circle of Prague membahas sehubungan dengan aspek bunyi dan kata. Jikalau pada
tesis yang kedua ia mengupas mengenai system gramatiknya pada tesis yang ketiga The Linguistic
Circle of Prague membahas tentang fungsi-fungsi bahasa yang berbeda-beda, sejauh fungsi-fungsi
tersebut mengakibatkan perubahan dalam struktur gramatikal dan struktur bunyi.
Nikolai Sergeyevich Trubeckoj yang pernah menjadi rector Universitas Moscow ini berpredikat
sebagai anggota aliran Praha yang tidak berasal dari Czechoslovakia. Ia membagi tiga fungsi bahasa
menjadi fungsi ekspresif, fungsi appeal, dan fungsi referensi pada keadaan. Untuk kajian fonologi
1
itu sendiri Trubeckoj mendiskripsikan ciri-ciri bunyi menjadi tiga fungsi yakni kulminatif,
delimitatif dan distingtif. sedangkan untuk ciri-ciri bunyi yang bersifat membedakan dalam bahasa
yg berbeda vocalic qualities, consonantal qualities, dan prosodic qualities.
Untuk fungsi distingtif diperlukan suatu oposisi sebagai pembeda. Trubeckoj mengklasifikasikan
oposisi berdasarkan system oposisi itu tersebut menjadi bilateral dan propotional. Kalau
dihubungkan dengan kedua bagian oposisi tersebut bias bersifat privative, gradual, dan equipollent.
Jikalau didasarkan pada tingkatan kemampuan oposisi-oposisi ini bersifat netralizable dan constant.
Selain Trubeckoj beberapa ahli linguistic lain juga mengungkapkan argumennya. J. Winteler
berpendapat dalam studi dialek membedakan dua macam oposisi bunyi, yaitu oposisi yg melibatkan
perbedaan gramatikal dan semantik dan opisisi yg tidak melibatkan hal diatas. Tokoh linguis
Amerika Saussure membedakan bunyi yang merupakan materi dari signifiant yg bukan untuk
mempelajari bunyi parole dan juga bukan untuk mempelajari unsure yg membedakan signifiant
dalam langue.
Pada subbab terakhir kita akan membahas fonologi itu sendiri yang sepertinya menjadi kata kunci
pada bab ini. Trubeckoj beranggapan fonem merupakan image bunyi umum yang terpendek dalam
suatu bahasa, yg dapat dihubungkan dengan gambaran makna dan dapat mebedakan kata-kata.
Sedangkan N.P Jakovlev berujar fonem merupakan setiap ciri bunyi yang dapat dipisahkan dari
untaian tuturan sebagai elemen yang terpendek yang digunakan untuk membedakan unit-unit
makna.
Roman Jakobson yang lahir pada tahun 1896 ia berpendapat bahwa bahasa tidak hanya
memasukkan unsur-unsur istemewa tetapi juga memasukkan fungsi aktivitas bahasa. Dosen
Universitas Brno ini sangat bertolak belakang dengan sajian dari Buhler yang membagi fungsi
bahasa. Buhler mengklarifikasikan fungsi bahasa menjadi 3 yaitu ekspresi, himbauan dan
representasi acuan. Untuk memperjelas argumennya Buhler memberikan pengelompokkan tanda
bahasa yang juga dibagi menjadi 3 yaitu simpton (gejala dalam hubungannya dengan orang yang
memakai tanda itu), sinyal (mempunyai kaitan dengan penerima tanda atau pesan), dan simbol
(hubungannya dengan yang ditandai atau diungkapkan). Tidak hanya Buhler yang ia sangkal tokoh
linguistik Amerika sesudah Saussure pun ia bantah konsepnya, ia berpendapat bahwa tidak akan ada
kajian sinkronik tanpa adanya kajian diakronik.
Jakobson sendiri mengelompokkan faktor bahasa dan fungsi bahasa dalam 6 jenis. Faktor bahasa
meliputi pembicara, pendengar, konteks, pesan, hubungan dan kode. Sedangkan fungsi bahasa
terdiri dari ekspresif, konatif, denotatif, fatik, metalinguistik, dan juga puitik. Mengenai sinkronik ia
berujar, bahwa kajian sinkronik itu sendiri berupa dinamis bukan statis.
Selain hal diatas, Jakobson juga meneliti mengenai Perubahan bunyi dapat bersifat nonfonologis
yang dapat menghasilkan defonologisasi, fonologisasi dan refonologisasi. Sumbangan
pemikirannya yang lain bagi afasia (penyakit kehilangan kemampuan memakai atau memahami
kata-kata karena suatu penyakit otak, yang ia kelompokkan menjadi dua, yakni similarity disorders
dan continguity disorders. Yang terakhir ia mengupas 12 ciri oposisi dwimatra yang dia anut yaitu
vokalik lawan non-vokalik, konsonantal lawan non-konsonantal, kompak lawan tersebar, tenseness
lawan laxness, bersuara lawan tak bersuara, nasal lawan oral, diskontinuous lawan continuant,
nyaring lawan merdu, yang dicek lawan tak dicek, grave lawan akut, flat lawan plain, dan sharp
lawan plain
Tokoh yang kedua bernama Andre Martinet, yang lahir tahun 1908. Tiga penemuan yang paling
penting ialah pada bidang fonologi, paradigmatik dan sintaksis. Dalam fonologi Martinet
memusatkan perhatiannya pada aspek khusus fakta fonetik. Untuk menguatkan ciri khas konsepnya
ia menyelami fase deskriptif secara murni di mana fonologisasi dan defonologisasi direkam dan
mecoba menjelaskan perubahan menurut prinsip umum. Dalam hal tersebut terdapat dua kriteria
yang harus diperhatikan yakni efisiensi dalam komunikasi dan kecenderungan dalam upaya
minimum.
2
Tokoh-tokoh sebelumnya sering memperhatikan sintagmatik tapi lain halnya dengan ia yang lebih
memfokuskan masalah paradigmatik karena ada kecenderungan untuk mempertahankan oposisi
tertentu. Dan dalam bidang sintaksis Martinet memperjelas mengenai perbedaan monem fungsional
dengan pengubah serta pandangannya tentang sintaksis dan juga fungsi merupakan makna sentral.
Dapat kita tarik kesimpulan bahwa Martinet mempunyai prinsip linguistik terutama berkenaan
dengan fungsi bahasa dan dengan fungsi unsur bahasa daripada berurusan dengan bahasa sebagai
system unsur atau sebagai struktur unsur.
ALIRAN KOPENHAGEN
Ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O. Jespersen hingga tokoh
yang tertua Rasmus Rask serring menujukkan kekhasan dalam mengembangkan teori kebahasaan di
setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat sebuah aliran yang
bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok para ahli linguistic yang menamakan dirinya
Linguistic of Copenhagen. Tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan Hjelmslev. Kedua tokoh tersebut
menganut paham dari Saussure yakni mengembangkan teori linguistik yang begitu formal dan
abstrak karena kedalaman pelibatan filsafat.
Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau telah
mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistic dan
mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya juga
membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni bahasa
sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg memiliki totalitas
dan otonominya sendiri. Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang meliputi
unsur non linguistic dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa teori
merupakan hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif. Dan
terakhir ia memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan
secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang dibagi menjadi
3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat diklasifikasikan lagi.
Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus dimiliki yaitu
rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari obyek material),
ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna. Keempat strata tersebut
akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni linguistik berkaitan dengan
pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system dalam”, dan teori merupakan dedukasi
murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.
Analisis merupakanpemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam berbagai
tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya. Butir awal yang
memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan yang luas maka akan
tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan berdasarkan proses dan system.
Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan memiliki komponen berupa bagian dan
penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas sebagai bagian dari system disebut paradigm,
dengan mempunyai komponen berupa anggota dan menganalisisnya berupa articulation.
Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan dengan sintesis
untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-masing dalam keutuhan
maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif caranya dengan menggunakan
metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku
pada segmen tetapi berlaku bagi segmen, antar segmen dan totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi antar segmen,
tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala sinkretisme dan
gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki hubungan tumpang-
tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal. Sedangkan gejala
oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety yang justru dapat dijadikan
pangkal tolak dalam memeberikan ciri penanda elemen-elemen tertentu.
ALIRAN LONDON
Di Eropa ada dua tokoh yang menggagas aliran bahasa London. Kedua tokoh tersebut ialah
Malinowski dan J.R. Firth. Malinowski karena memiliki latar belakang di bidang antropologi
sehingga setiap dia melakukan terjemahan tentu tak lepas dari faktor kebudayaan yang menjadi nilai
estetik yang lebih dalam analisisnya. Menurut dia bahasa merupakan pragmatik dan perangkat
3
lambang benda. Dari terjemahan tersebut juga merumuskan mengenai teori makna dan kata. Teori
tersebut mempunyai dasar yaitu konteks situasi dimana arti konteks situasi itu sendiri ialah makna
tuturan. Ada beberapa konsepsi dari Malinowski yang sangat penting bagi kemajuan aliran London
yaitu pertama, pembagian tugas kalimat dan kata. Kalimat merupakan data bahasa yang dasar
sedangkan kata ialah abstraksi sekunder bahasa. Kedua, bahasa sebagai piranti kegiatan sosial dan
piranti kerja sama hal tersebut merujuk pada label pamakaian bahasa yang nonreferensial dimana
lebih mengarah ke makna yang sebanding dengan pemakaian tetapi berlawanan dengan referensial.
Dan konsepsinya yang terakhir mengenai komuni fatik yang menurut beliau keinginan penutur,
maksudnya, pengetahuannya menyumbang konteks situasi dan bahasa pustaka tidak sama dengan
bahasa sehari-hari.
Tokoh yang kedua ialah J.R. Firth yang lebih condong mengarah pada kajian sintagmatik dan
paradigmatik yaitu yang memerikan makna. Dalam kajian fonemik Firth lebih mengarah ke system
tulisan suatu bahasa daripada mengenai struktur fonologis bahasa. Konsepsinya berupa pertanyaan
tentang realitas melumpuhkan penyelidikan, obyek berupa pemakaian bahasa secara actual, struktur
dan semua derivikasinya mengarah ke sintagmatik sedangakan sistem dan semua derivikasinya
mengarah ke paradigmatic. Serta tentang konteks situasi yang menurut beliau ialah konstruk
sistematik yang diterapkan khususnya untuk peristiwa social yang berulang yang terdiri atas
berbagai tataran analisis (fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata dan situasi). Firth memiliki dua
analisis yang pertama analisis kontekstual disini ia membagi hubungan dalam teks itu sendiri
menjadi sintagmatik dan paradigmatic sedangakan hubungan dalam konteks situasi yaitu teks yang
mempunyai arti unsur nonverbal hasil keseluruhan yang sangkil, mangkus dan kreatif serta serpihan
teks dan unsur khusus dalam situasi. Dari sini akan terbentuk fungsi fonetik (mayor) dan fungsi
leksikal (minor). Selain hal tersebut Firth juga mengupas lebih dalam lagi mengenai konsepsinya
diantaranya bunyi mempunyai fungsi jika dilihat dati segi tempat terjadinya dan kontras, leksikal
merupakan makna kata dalam lingkup kolokasi, tata bahasa terbagi atas morfologis dan sintaksis
yang mengarah ke kologasi, serta situasi yang terbagi atas participant, obyek yang gayut serta efek
tindak verbal dimana makna sama dengan pemakaian juga uji kebenaran serpihan bahasa. Analisis
satunya yaitu analisis prosodik yang menyamakan tataran fonetik dengan makna serta
mendiskripsikan bahwa cirri bunyi lebih dari satu fonematik tunggal atau segmen. Dimana satuan
fonematik ialah abstraksi segmental yang mempunyai eksponen dalam substansi bunyi. Sedangkan
analisis monosistemik dengan polisistemik mengarah pada fonemik didasarkan pada sistem tunggal
bahasa. Dari sini kita temukan bahwa analisis wacana berbeda prosedur fonemik. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan struktural dan sistemik dari satuan bahasa. Serta pendapat
dia mengenai kemubasiran bahwa perbedaan bunyi seperti variasi merupakan mubasir.
4
Aliran Linguistik
ALIRAN-ALIRAN LINGUISTIK UMUM
Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran linguistik yang pada
akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan
yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan berbagai tata bahasa.
Aliran tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan dan aturan tata bahasa yang dipakai
kurang lebih selama dua ratus tahun lalu. Menurut para ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan
oleh aliran ini merupakan warisan dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi
yang pada prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar.
Sejak tahun 1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh adalah
aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan penting pada era ini adalah
Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan
psikologi behaviorisme. Menurut Behaviorisme ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi
eksternal yang ada di sekitar kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism,
sebagai kebalikan dari mentalism.
Bloomfield berusaha rnenjadikan linguistik sebagai suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-
bunyi ujaran merupakan fenomena yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan
perhatian yang istimewa. Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus perhatiannya pada
fonologi, morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik.
Tata bahasa tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah Linguage in
Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour (1954). Menurut aliran Ini,
satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti susunan). Tagmem adalah
korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling
dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.
Linguistik transformasi melahirkan tata bahasa Transformational Generative Grammar yang bahasa
mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung forma dan
substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
1. Aliran Tradisional
Perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu ketika Plato
membagi jenis kata dalam bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu onoma dan rhema.
Onoma merupakan jenis kata yang menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Sedangkan
rhema merupakan jenis kata yang digunakan mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan. Secara
sederhana onoma dapat disejajarkan dengan kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata
sifat atau kata kerja. Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan istilah proposisi.
Penggolongan kata tersebut kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya
Dyonisisus Thrax dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor aliran
tradisionalisme adalah Plato dan Aristoteles. Tokoh-tokoh yang menganut aliran ini antara lain;
Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen, RO Winstedt, Raja Ali Haji, St. Moh.
Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Poedjawijatna, Tardjan hadidjaja.
Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini
tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri aliran ini antara lain:
1. Bertolak dari landasan pola pikir filsafat
2. Pemerian bahasa secara historis
3. Tidak membedakan bahasa dan tulisan.
Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara otomatis
mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf.
4. Senang bermain dengan definisi.
Hal ini karena pengaruh berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru diberi contoh
alakadarnya.
5. Pemakaian bahasa berkiblat pada pola/kaidah.
Bahasa yang mereka pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benar-salah
pemakaian bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif.
6. Level-level gramatikal belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan
kalimat. Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
5
7. Dominasi pada permasalahan jenis kata
Pada awalnya kata dibagi menjadi onoma dan rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles
menjadi onoma, rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah dibagi
menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia, preposisi, partisipium, dan
konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi kata menjadi delapan yaitu nomina,
pronomina, partisipium, verba, adverbia, preposisi, konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman
renaisance kata kembali dibagi menjadi tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi,
konjungsi, dan interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi sepuluh yaitu
nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva, numeralia, preposisi, konjungsi,
interjeksi, dsan artikel.
2. Aliran Struktural
Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada
tahun 1916. aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique Generale”
karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan
sekaligus Bapak Linguistik Modern. Tokoh-tokoh yang merupakan penganut teori ini adalah :
Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen,
Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Ciri-ciri Aliran Struktural
1. Berlandaskan pada faham behaviourisme
Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
2. Bahasa berupa ujaran.
Ciri ini menunjukka bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa . dalam pengajaran
bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya
sejajar dengan gersture.
3. Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan
signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang
penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa
bunyi ujar.
4. Bahasa merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu
bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
5. Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
6. Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi.
Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa
kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di
atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
8. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
6
9. Analisis bahasa secara deskriptif.
10. Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model
analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
7
e. dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.
Kelemahan Aliran Transformasi
a. Tidak mengakui eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat
b. Bahasa merupakan innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa
dibiasakan atau dilatih mustahil akan bisa.
c. Setiap kebahasaan selalu dikembalikan kepada deep structur
4. Aliran Praha
Dengan tokohnya Vilem Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan
Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik
(mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi.
Ex : baku X paku, tepas X tebas.
Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi akibat
hubugan morfem dgn morfem. Ex: kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiks –an, maka akan
terjadi perbedaan.
Kalimat dapat dilihat dari struktur formal dan struktur informasinya, Formal (subjek dan predikat),
informasi (tema dan rema). Tema adalah apa yang dibicarakan, sdngkn rema adalah apa yang
dikatakan mengenai tema.
Ex : kal. “this argument I can’t follow”→ “I” sbg subjek, “this argument” sbg objek, namun
menurut aliran praha “this argument” juga merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga
merupakan rema.
5. Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di Denmark, dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap bahasa
mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung forma dan
substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
6. Aliran Firthian
Dengan tokohnya Joh R. Firth (London, 1890-1960). Dikenal dengan teori fonolog prosodi, yaitu
cara menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi : 1). Menyangkut
gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gab.konsonan, dan gab.vokal, 2). Prosodi dari sandi atau
jeda, 3).prosodi yang realisasi fonetisnya lebih besar daripada fonem2 suprasegmentalnya.
4. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1. Mereka memerikan bahasa indian dengan cara sinkronik.
2. Bloomfield memerikan bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan
kenyataanyang diamati.
3. Hubungan baik antar linguis. Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah
melaporkan hasil karya mereka.
Aliran ini sering juga disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan
mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
7. Aliran Tagmemik
Dipelopori oleh KenAliran Strukturalisme di Amerika
Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga tokoh yang sangat berperan dalam pengkajian bahasa
di benua tersebut. Ketiga tokoh tersebut ialah Franz Boaz, Edward Sapir dan Leonard Bloomfield.
Franz Boaz merupakan seorang linguis yang otodidaktik yang telah menyumbangkan peran pada
penelitian bahasa-bahasa Indian Amerika. Boaz meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa
maupun diluar Indo-Eropa. Di Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda sedangkan diluar
Indo-Eropa, Boaz mencermati tentang struktur bahasa Indian. Pandangan Boaz setiap bahasa akan
memiliki kategori-kategori logis yang merupakan keharusan digunakan pada bahasa tersebut. Ia
dalam membahas strutural bahasa ini lebih menitik beratkan pada bidang fonetik. Bahasa menurut
Boaz merupakan tuturan artikulasi yang berupa kategori gramatikal, pronomina kata ganti (sendiri
atau non sendiri) dan verb (orang, number, tense, mood, dan voice).
Seorang mahasiswa Boas yang bernama Edward Sapir tak kalah dalam menyampaikan argumennya.
kajiannya yang terkenal ialah mengenai suatu pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai suatu
konsep bahasa yaitu makna bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat pemahaman dan rasa hubungan
serta kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang tertuang dibenaknya, murid dari Boaz ini lalu
8
membagi konsepnya menjadi sub kajian yaitu unsur-unsur tuturan, bunyi bahasa, bentuk bahasa,
bahasa-ras-dan kebudayaan. Unsur-unsur turunan berupa hubungan antara bentuk linguistik, proses
gramatikal dan konsep gramatikal. Sedangkan bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi
cocok dalam perbedaan bahasa. Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir dapat dibagi
menjadi konsep dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang terakhir mengenai corak
suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni bidang linguistik ia juga menekuni bidang
antropologi.
Linguis ketiga yang mengkaji bahasan ini ialah Leonard Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis
Amerika yang peling besar peranannya dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme
Amerika. Salah satu rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan tanggapan dengan
formula R – t.....r – T maksudnya suatu rangsangan praktis (R) menyebabkan seorang berbicara
alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan penganti bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu
merupakan rangsangan pengganti bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T).
Rumus di atas sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang membedakan
peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan. Selain teori tersebut Bloomfield
juga mencetuskan teori mengenai bentuk bahasa, dari hasil penelitiannya digariskan bahwa bentuk
bahasa dibagi menjadi dua bentuk terikat dan bentuk bebas, serta 4 cara penyusunan form yaitu
order, modulation, phonetic modification dan selection. Bentuk dapat dibagi dalam beberapa kelas
yaitu Sentence type (kalimat Tanya, kalimat berita dan sebagainya), Construction (bisa juga disebut
Syntax) dan Substitution (bentuk grammar yang berhubungan dengan penggantian konvensional)
neth L. Pike. Yang dimaksud tagmem adalah korelasi entara
fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot
tsb
9
Komponen dasar dari makna keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi,
dan fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan
(1) tempat terjadi; dan (2) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang
sama.
1. tempat
Dengan menggunakan contoh bahasa Inggris, dapat ditentukan bahwa bunyi /b/ dapat terjadi:
• Pada posisi depan (awal)
• Sebelum vokal
• Sebelum jumlah konsonan tertentu
• Tidak pernah ada sesudah ko
10