Anda di halaman 1dari 5

Nama : Irvan Aji K.

No : 18

Kelas : XI MIPA 1

KH. Ma'ruf Amin.

Nama : Prof. DR. Kiai Haji Ma’ruf Amin

Lahir : Tangerang, 1 Agustus 1943

Orang Tua : Mohamad Amin

Istri : Siti Churiyah, Wury Estu Handayani

Anak : Siti Haniatunnisa, Siti Makrifah

Profesi : Ulama dan Politisi

KH Ma’ruf Amin dilahirkan di Desan Kresek di wilayah Tangerang, Banten pada tanggal 1 Agustus
1943. Di kutip dari CNN Indonesia, Dari silsilah keluarga KH Ma’ruf Amin merupakan keturunan
dari ulama besar asal Banten yang pernah menjadi imam Masjidil Haram bernama Syeikh An
Nawawi Al Bantani.

Keluarga

KH Ma’ruf Amin menikah dengan Siti Huriyah yang juga berasal dari keluarga ulama pada tahun
1963. Dari pernikahannya ini Ma’ruf Amin mempunyai dua orang anak.

Anak KH Ma’ruf Amin bernama Siti Haniatunnisa, Siti Makrifah. Pada tahun 2013, istri beliau Siti
Huriyah wafat. Setelah itu beliau menikah dengan Wury Estu Handayani pada tahun 2014.

Masa Kecil

Masa kecil Ma’ruf Amin lebih banyak dihabiskan di desa Kresek, Tangerang. Ayahnya yang
bernama KH. Mohammad Amin merupakan seorang ulama besar Banten.
Aktifitas Ma’ruf Amin sewaktu kecil diwaktu pagi ia habiskan bersekolah di SD. Dan sorenya, ia
habiskan belajar mengaji di Madrasah Ibtidaiah. Diketahui Ma’ruf Amin sempat belajar agama
selama beberapa bulan di Pesantren Citangkil, Silegon, Banten milik KH. Syam’un Alwiah.

Belajar di Pesantren Tebu Ireng

Di usia 12 tahun, Ma’ruf Amin pergi belajar ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa
Timur pada tahun 1955. Pesantren ini banyak melahirkan tokoh-tokoh ulama besar dari
kalangan NU. Pendidikan Ma’ruf Amin di pesantren Tebu Ireng dimulai dari dasar.

Setelah selesai menimba ilmu di pesantren Tebu Ireng, Ma’ruf Amin melanjutkan pendidikannya
di Jakarta tepatnya di SMA Muhammadiyah. Namun pendidikannya itu ia tidak selesaikan.

Ma’ruf Amin memilih kembali ke Banten dan lebih mendalami agama islam di berbagai pondok
pesantren lagi. Mulai dari Pesantren Caringin, Labuan, Pesantren Petir, Serang, dan Pesantren
Pelamunan, Serang.

Pindah Ke Jakarta

Setelah menikah dengan Siti Churiyah, beliau Pindah ke Jakarta dan menetap di Jakarta Utara.
Disana Ma’ruf Amin melanjutkan pendidikannya dengan kuliah di Universitas Ibnu Khaldun
Bogor di Fakultas Ushuludin. Beliau juga aktif di organisasi Gerakan Pemuda Ansor Jakarta dan
menjadi ketuanya pada tahun 1964.

Menjadi Anggota DPRD Jakarta

Berbekal pengalamannya sebagai ketua GP Ansor Jakarta, Karir Ma’ruf Amin di politik menanjak.
Ia berhasil menjadi anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Golongan Islam pada gelaran pemilu 1971.

Dalam Biografi KH Ma’ruf Amin diketahui pada tahun 1989, Nama Ma’ruf Amin mulai masuk di
lingkaran PBNU setelah didaulat sebagai Khatib Aam Syuriah PBNU dalam sebuah Mukhtamar
NU yang digelar di Pesantren Krapyak.

Ikut Mendirikan PKB

Pasca lengsernya Presiden Soeharto pada tahun 1998, KH. Ma`ruf Amin menjabat sebagai ketua
tim lima yang dibentuk oleh PBNU. Dari tim inilah kemudian lahir Partai Kebangkitan Bangsa
atau PKB.
Setelah Partai Kebangkitan Bangsa berdiri, KH. Ma`ruf Amin menjabat sebagai anggota MPR RI
dari perwakilan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia juga pernah menjadi Ketua Komisi VI DPR RI
dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Setelah Gusdur lengser, KH. Ma`ruf Amin lebih banyak menghabiskan aktifitasnya di Majelis
Ulama Indonesia sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI dari tahun 2001 hingga 2007.

Dalam Biografi KH Ma’ruf Amin, beliau yang dikenal sebagai seorang ulama kemudian membuat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu menunjuk KH. Ma`ruf Amin masuk dalam Anggota
Dewan Pertimbangan Presiden atau Watimpres.

Pengalamannya yang sangat banyak di bidang agama dan juga politik mengantarkan KH. Ma`ruf
Amin menjabat sebagai Rais ‘Aam atau ketua umum PBNU dari tahun 2015 hingga 2020. Selain
itu beliau juga menjabat sebagai ketua MUI Pusat dari tahun 2015.

Dalam Biografi KH Ma’ruf Amin diketahui bahwa KH. Ma`ruf Amin tidak pernah mengenyam
pendidikan master hingga ke jenjang doktor di bidang agama.

Namun pengetahuannya yang sangat luas tentang agama membuat ia tidak berbeda jauh
dengan orang yang sudah bergelar doktor sehingga sangat wajar bila ia mendapat gelar sebagai
Professor Doktor.

Calon Wakil Presiden Indonesia

Pada bulan Agustus 2018, Nama KH. Ma`ruf Amin ditunjuk sebagai calon wakil presiden republik
Indonesia mendampingi Joko Widodo sebagai calon presiden Indonesia pada pemilihan
presiden yang digelar pada tahun 2019.

Dalam perjalanan karirnya, beliau pernah menjabat posisi penting seperti Ketua Fraksi Golongan
Islam DPRD DKI Jakarta, anggota MPR-RI dari PKB, ketua komisi VI DPR-RI. Dan dalam ormas
keagamaan beliau saat ini mengemban amanat sebagai Rais Amm PBNU 2015 – 2020.

KH Ma’ruf Amin termasuk ulama ahli fiqh yang disegani. Ia ulama multitalenta yang menguasai
banyak persoalan disamping ilmu fiqh. Ia dikenal responsif menghadapi berbagai persoalan
umat. Pria yang sering menyampaikan fatwa–fatwa MUI ini memang cukup lama menjadi
pengurus Komisi Fatwa MUI Pusat dari tahun 2000 sampai 2007.

Selain itu, dalam perbankan, beliau juga ikut terlibat dalam mengemban berbagai jabatan dalam
dewan pengawas syariah diberbagai bank dan asuransi syariah. Di antaranya Bank Muammalat,
Bank BNI Syariah, dan Bank Mega Syariah.

KH. Ma’ruf Amin merupakan keturunan Syaikh Nawawi Banten (Cicit Syekh Nawawi Banten)
mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang, dan menyelesaikan kuliah di
Universitas Ibnu Khaldun Bogor. Ia menerima penganugerahan Gelar Doktor Kehormatan
(Doktor Honoris Causa) dalam bidang Hukum Ekonomi Syariah dari UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2012.

MUI dalam kepemimpinan HC Dr. Ma’ruf Amin diharapkan bisa menjadi pertemuan dua arus
sungai besar di Indonesia yakni Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan.

Sosok KH Ma’ruf Amin sudah dikenal masyarakat luas sebagai ulama yang ahli di bidang dakwah
dan ilmu fiqih. Tentu saja di balik itu, ia memperoleh ilmu tidak dari guru dan tempat
sembarangan.

Bahkan, ia dijuluki sebagai “Santri Kelana” yang selama mudanya gemar belajar dari satu tempat
ke tempat yang lain.

Sanad keilmuan Kiai Ma’ruf bersambung dengan jalur para ulama Nusantara yang mendirikan
Nahdlatul Ulama (NU). Pertama-tama, Kiai Ma’ruf belajar kepada ayahnya, Kiai Muhammad
Amin, yang terkenal sebagai ahli fiqih.

Kiai Amin belajar di Makkah selama 15 tahun, antara lain mengambil sanad keilmuan dari Sayyid
Alawi Al-Maliki di Makkah. Kiai Amin menjadi guru banyak kiai di seputar Banten, mengajarkan
kitab Al-Mahalli, Tuhfah, Al-Muhadz-dzab, dan lain-lain.

Lalu Kiai Ma’ruf belajar kepada kakeknya dari Ibu, Kiai Muhammad Ramli, yang mengambil
sanad keilmuannya di Makkah, antara lain, dari Syekh Mahfuzh At-Tarmasi, ulama asal Tremas
Pacitan yang menjadi guru para ulama NU. Kiai Ramli memberinya ijazah doa-doa yang
diamalkan Kiai Ma’ruf sampai sekarang.

Lalu ia belajar sebentar di Perguruan Islam Citangkil, Cilegon, sebelum melanjutkan


penjelajahan ilmunya ke Tebuireng, Jombang. Sepulang dari Tebuireng, Kiai Ma’ruf yang masih
haus ilmu, belajar secara tabarrukan di tiga pesantren, yaitu di Caringin (Labuan Pandeglang),
Petir (Serang), dan Pelamunan (Serang).

Setelah bermukim di Jakarta, ia melanjutkan pencarian ilmunya kepada Kiai Ahmad Mi’an dan
Kiai Usman Perak di Masjid Al-Fudlola, sebuah masjid yang bersejarah di Tanjung Priok. Ia juga
mengambil sanad keilmuan dari Habib Ali bin Husein Al-Attas yang dikenal sebagai Habib Ali
Bungur.

Dengan kajian berbagai kitab yang komprehensif itu, Kiai Ma’ruf memiliki bekal yang matang
dalam mengembangkan dirinya sebagai ulama. Perkembangan keilmuannya bahkan diakui oleh
ayahnya sendiri.
“Kalau ada ajaran bahwa seorang ayah boleh sungkem pada anaknya, maka saya akan menjadi
orang pertama yang akan sungkem pada Ma’ruf,” ujar Kiai Amin.

Faktor pendukung dakwah KH. Ma'ruf Amin adalah sosok KH Ma’ruf Amin sudah dikenal
masyarakat luas sebagai ulama yang ahli di bidang dakwah dan ilmu fiqih. Bahkan, ia dijuluki
sebagai “Santri Kelana” yang selama mudanya gemar belajar dari satu tempat ke tempat yang
lain. Dengan kajian berbagai kitab yang komprehensif itu, Kiai Ma’ruf memiliki bekal yang
matang dalam mengembangkan dirinya sebagai ulama. Perkembangan keilmuannya bahkan
diakui oleh ayahnya sendiri.

Faktor penghambat dari dakwah KH. Ma'ruf Amin yaitu dakwah dan persatuan umat Islam
mengalami banyak tantangan. Mulai dari fanatisme kelompok dan kesukuan, aliran-aliran sesat,
lemahnya ekonomi, politik, hingga kristenisasi.

Solusi dari faktor penghambat dakwah tersebut adalah melakukan gerakan dakwah yang
mampu mengajak umat ke jalan yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai