Anda di halaman 1dari 25

NARKOTIKA GOLONGAN 1

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika

Yang dibina oleh Ibu Novida Pratiwi, S.Si., M.Sc


dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc.

Oleh :
Kelompok 3
Melisa 160351606433
Nurhadi Muhlisin 160351606471
Qurrotul A’yunina 160351606460
Yuanita Kartika Sari 160351606463
Offering A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Januari 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas semua limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika. Adapun maksud dan tujuan kami untuk menyusun makalah ini,
yaitu dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Narkotika, Bahan Terlarang, dan
Psikotropika yang diberikan oleh Dosen mata kuliah Ibu Novida Pratiwi, S.Si.,
M.Sc dan Bapak Muhammad Fajar Marsuki, S.Pd., M.Sc.
Di dalam makalah yang kami susun berisi tentang informasi narkotika
golongan 1, macam dan jenis dari narkotika golongan 1, efek negatif
penggunaannya dan juga penggunaan beberapa jenis narkotika golongan 1 dalam
dunia medis. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang ditemukan
dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami mengharapkan masukan-masukan dan
kritik yang membangun sebagai bahan evaluasi guna memperbaiki makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita khususnya, serta
masyarakat pada umumnya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang
Narkotika, Bahan Terlarang, dan Psikotropika.

Malang, 27 Januari 2019

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................ii


Daftar Isi .........................................................................................................iii
Bab 1 Isi
1.1 Pengertian Narkotika Golongan I ........................................................ 1
1.2 Macam – macam Narkotika Golongan I .............................................. 2
1.3 Perbedaan Narkotika Golongan I dengan yang lain ........................... 14
1.4 Fungsi Narkotika Golongan I ............................................................. 17
Bab 2 Penutup
2.1 Rangkuman ........................................................................................ 22
Daftar Pustaka ............................................................................................... 23

iii
Bab I
ISI

1.1 Pengertian Narkotika Golongan I


Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat (Bahan) Berbahaya.
Narkoba biasa diasosiasikan dengan kata NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat
Adiktif) atau NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif)
(Suyatna, 2018) . Menurut Korps Reserse Narkoba mengatakan bahwa narkotika
adalah zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan atau
penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syaraf. (Hawi & Ilmu, n.d.)
berdasarkan pengertian di atas narkotika memiliki beberapa efek apabila
dikonsumsi, peredaran narkotika sebenarnya sah di Indonesia namun jugaterdapat
batas dalam penggunannya misalnya dari segi medis narkotika digunakan dalam
obat – obatan seperti obat penghilang rasa nyeri namun takaran narkotika dalam
obat tersebut juga sudah ditentukan oleh pihak medis sehingga efeknya tidak
membahayakan. Banyak sekali kasus kejahatan narkotika yang tersebar di Indonesia
yang dilakukan hanya demi kepentingan bisnis saja padahal penggunaan narkotika
yang berlebihan dan tanpa izin dapat menimbulkan banyak sekali gangguan mental
maupun fisik bahkan sering juga menyebabkan kematian. Selain itu narkotika juga
menyebabkan ketergantungan karena narkotika ini menyerang sistem saraf yang
berakibat pada kerja organ lain semakin meningkat pada saat mengkonsumsi
narkotika dan menurun saat tidak mengkonsumsinya sehingga mengakibatkan
ketergantungan.
(Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan yaitu narkotika golongan I,
Narkotika golongan II, dan Narkotika golongan III. Pada makalah kali ini dibahas
tentang Narkotika golongan I yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi menimbulkan ketergantungan. (Contoh : heroin/putauw, kokain,
ganja). (Monika Sarira, 2013)

1
1.2 Macam – macam Narkotika Golongan I

Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 tahun


2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia terdapat beberapa jenis narkotika berikut:

1. Tanaman Papaver Somniferum L pada semua bagian-bagiannya termasuk buah


dan jeraminya tanaman Papaver Somniferum L dapat dijadikan sebagai
narkotika, terkecuali bijinya tidak dapat digunakan .

2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku dengan sendiri, diperoleh dari buah
tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar
untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar
morfinnya.didalam opium terapat alkaloid yang sangat melimpah atau bias
disebut dengan morfin, berat ofin dalam opium kering biasanya sekitar 8 sampai
17%

3. Opium masak terdiri dari :

2
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu pengolahan
khususnya dengan cara pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau
tanpa penambahan bahan-bahan lain, dengan tujuan untuk mengubahnya
menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, merupakan sisa-sisa dari candu setelah melalui berbagai proses
diatas, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun
atau bahan-bahan lainnya.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4. Tanaman koka, merupakan tanaman dari semua genus Erythroxylon dari


keluarga Erythroxylaceae yang diolah buah termsuk bijinya juga.

5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk
dari semua tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang
menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung
untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman ini memiliki genus cannabis dan semua bagian
dari tanaman ini termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau

3
bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis. Hasis ini merupakan
nama umum dari tanaman yang bermarga cannabis yang biasanya digunakan
untuk tanaman non obat-obatan.

9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo


kimianya. Tetrahydrocannabinol merupakan tanaman yang mengandung 113
cannabinoid yang termasuk dalam kategori ganja dengan rumus C21H30O2,
dengan nama iupac (−)-(6aR,10aR)-6,6,9-trimethyl- 3-pentyl-6a,7,8,10a-
tetrahydro- 6H-benzo[c]chromen-1-ol, titik didih: 157°C

10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.


11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-
oripavina.
12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.
13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida
14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida
15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil]
propio-nanilida.

4
17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina. Desmorfina merupakan narkotika jenis
opioid sintesis yang ditemukan oleh Roche. Obat ini pertamakali di sahkan di
amerika serikat pada tahun 1934, yang diperdagangkan di swiss dengan nama
permonid, yang kini telah dihentikan peredarannya .
18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina.
Etorfina merupakan opioid semi-sintesis yang memiliki potensi yang lebih tinggi
dari pada morfin sebesar 1.000-3.000 kali.

19. Heroina : Diacetilmorfina. Heroina merupakan sejenis dengan apioid alkaloid


yang umumnya berbentuk seperti kristal putih dengan nama iupac : (5α,6α)-7,8-
didehydro-4,5-epoxy-17-methylmorphinan-3,6-diol diacetate,
rumus: C21H23NO5 dan titik lebur : 173°C

20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina.


Ketobemidona merupakan penghilang rasa sakit dibawahnya mofin yang
memiliki sifat antagonis NMDA dengan durasi kerja 3-5 jam.

5
21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)
24. Para-fluorofentanil : 4'-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester), merupakan zat yang lebh
kuat dari pada morfin
26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida. Tiofentanil ini
sudah diperdagangkan mulai tahun 1980-an di pasar gelap.
27. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α -
metilfenetilamina DOB
28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol
29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-dibenzo[b,
d]piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol
32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina
33. Etisiklidina, atau dikenal dengan nama PCE: N-Etil-1 fenilsikloheksilamina
34. Etriptamina: 3-(2-Aminobutil) indol
35. Katinona: (-)-(S)-2-Aminopropiofenon
Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia, katinona
(Cathinone) memiliki efek samping yang berbahaya. Narkotika jenis ini asal
mulanya ditemukan dari tumbuhan Khat atau Cathaedulis (Sirih Arab), yang
umumnya hidup dan tumbuhy di daerah Afrika Timur dan Tengah, juga di
Jazirah Arab. Tumbuhan tersebut biasa diminum sebagai teh Arab atau dikunyah
seperti daun sirih. Zat katinon yang disintesis termasuk ke psikotropika.

6
Beberapa negara tidak melarang penggunaan tumbuhan Khat, karena bukan
merupakan bahan terlarang. Di Negara Indonesia sendiri, katinon merupakan
narkotika golongan I, sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Katinon merupakan zat stimulan untuk sistem saraf
pusat, yang akan membuat orang senang menjadi lebih senang (euphoria),
bersemangat, tidak mengantuk, dan lebih percaya diri. Menurut situs National
Institute on Drug Abuse (dalam website BNN “Mengenal Katinon”), efek
katinon mirip amfetamin dan kokain. Zat katinon bekerja dengan merangsang
peningkatan kadar neurotransmitter dopamine yang meningkatkan perasaan
gembira, serta meningkatkan kadar norepinefrin yang dapat meningkatkan detak
jantung dan tekanan darah. Katinon juga dapat menyebabkan efek halusinasi
karena peningkatan kadar serotonin.
Tanaman Khat memiliki daun berwarna hijau bergerigi halus dengan bentuk
oval menyerupai daun sirih, dan berbau harum. Komponen aktif daun Khat yaitu
katinona merupakan senyawa kimia golongan alkaloid. Katinona dengan rumus
kimia 2-amino-1-fenil propanon sering disebut sebagai amfetamin alami karena
menghasilkan efek seperti amfetamin yang bisa menembus susunan saraf pusat,
memacu adrenalin dan stimulansia. Daun Khat mengandung senyawa metabolit
sekunder terutama golongan alkaloid. Komponen aktif utama daun Khat yaitu
senyawa alkaloid katinona. Katinona setelah panen dan mengalami proses
pengeringan, terdekomposisi menjadi katin (norpseudoephedrine), sehingga
tidak akan teridentifikasi sebagai katinona pada umumnya (Adhariani, Maslahat,
& Sutamihardja, 2018).

36. Lisergida (LSD), LSD-25: 9,10-Didehidro-N,N-dietil-6-metilergolina-8β-


karboksamida

7
Lysergic Acid Diethylamide (LSD) merupakan salah satu narkoba jenis
psikotropika yang bekerja sebagai agonis serotonin dan dopamin serta
menimbulkan efek halusinasi. LSD mudah didapat karena merupakan bahan
baku pembuatan lem kayu serta dijual bebas dalam bentuk lem, dan memiliki
harga yang relatif terjangkau (Budiono, Wantouw, & Satiawati, 2015). Pada
tahun 2013, BNN (Badan Narkotika Nasional) menemukan LSD yang diedarkan
dalam bentuk lembaran kertas dan merupakan zat halusinogen yang sempat
populer sekitar tahun 1960.

37. MDMA: (±)-N,α-Dimetil-3,4-(metilendioksi) fenetilamina


Ecstasy adalah nama populer dari MDMA atau 3,4 metilen-dioksimetamfetamin
dengan struktur molekul sebagai berikut:

MDMA merupakan cairan seperti minyak, dengan titik didih 100-110°C dan
massa molekul relatif (Mr) 193, dan bentuk garamnya adalah MDMA.HCL yang
larut dalam air. MDMA pertama kali disintesis untuk digunakan sebagai obat
penekan nafsu makan dan tidak diperdagangkan. (Fasich, 2000)
38. Metkatinona: 2-(Metilamino )-1-fenilpropan-1-on

8
39. MMDA: 5-Metoksi-α-metil-3,4-(metilendioksi) fenetilamina
40. N-etil MDA dan N-hidroksi MDA
41. Paraheksil
42. PMA: p-Metoksi-α–metilfenetilamina
43. Psilosina, Psilotsin: 3-[2-(Dimetilamino) etil] indol-4-ol
44. Psilosibina: 3-[2-(Dimetilamino) etil] indol-4-il dihidrogen fosfat
Psilosibina atau juga dikenal dengan magic mushroom,
bukan termasuk jenis jamur yang biasa dikonsumsi,
melainkan jamur yang dapat menimbulkan halusinasi.
Sebagian besar jamur halusinogenik tergolong dalam
genus Psilocybin. Magic mushroom atau terkadang
disebut psilocybin mushroom merupakan sejenis jamur yang tumbuh di kotoran
hewan. Menurut Pakar Kimia-Farmasi Badan Narkotika Nasional (BNN),
Kombes Mufti Djusrin, magic mushroom termasuk di dalam zat aktif bernama
psilosibina. Zat itu masuk ke dalam narkotika jenis alamiah atau yang berbahan
dasar tumbuh-tumbuhan alami.
Pada awalnya zak aktif psilosibina yang terdapat dalam magic mushroom
memang dipergunakan untuk tujuan kesehatan, yaitu dipakai sebagai obat untuk
mengobati penyakit neurologik dan psikiatrik. Psilocybin dapat digunakan untuk
mengobati nyeri kepala kronis unilateral (cluster headache). (Putri, 2017)
45. Rolisiklidina, nama lain PHP, PCPY: 1-(1 Fenilsikloheksil) pirolidina
46. STP, DOM: 2,5-Dimetoksi-α,4-dimetilfenetilamina
47. Tenamfetamina, nama lain MDA: α-Metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
48. Tenosiklidina, nama lain TCP: 1- [1-(2-Tienil) sikloheksil]piperidina
49. TMA: (±)-3,4,5-Trimetoksi-α–metilfenetilamina
50. Amfetamina: (±)-α-Metilfenetilamina
Merupakan salah satu jenis narkotika yang
banyak beredar di masyarakat dan banyak
dikenal dengan istilah sabu-sabu. Amfetamin
banyak disalahgunakan untuk menimbulkan efek
rasa senang serta meningkatkan energi dan kewaspadaan. Efek yang ditimbulkan

9
dari penggunaan amfetamin disebabkan oleh ikatan amfetamin dengan dopamin
transporter, norepinefrin transporter, dan serotonin transporter. Salah satu
dampak negatif dari penggunaan amfetamin menurut Triswara & Carolia (2017)
adalah gangguan fungsi kognitif. Amfetamin merupakan salah satu zat kimia
berbahaya yang dapat menyebabkan kecanduan. Amfetamin juga ada yang
digunakan untuk pengobatan, yaitu amfetamin kelas damfetamin dan
metamfetamin, yang digunakan di beberapa negara untuk mengobati berbagai
penyakit seperti Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD), narkolepsi,
dan obesitas. Amfetamin yang sering disalahgunakan adalah jenis d-amfetamin;
methamfetamin; 3-4, metilenedioksiamfetamin; dan 3,4-
metilenedioksimetamfetamin. Jenis amfetamin yang bepotensi besar dalam
menimbulkan kecanduan adalah metamfetamin. (Hart, Marvin, Silver, & Smith,
2012)
51. Deksamfetamina: (+)-α-Metilfenetilamina
52. Fenetilina: 7-[2-[(α-Metilfenetil)amino]etil]teofilina
53. Fenmetrazina: 3-Metil-2-fenilmorfolin
54. Fensiklidina, nama lain PCP: 1-(1-Fenilsikloheksil)piperidina
55. Levamfetamina: (-)-(R)-α-Metilfenetilamina
56. Levometamfetamina: (-)-N,α-Dimetilfenetilamina
57. Meklokualon: 3-(o-klorofenil)-2-metil-4(3H)- kuinazolinon
58. Metamfetamina: (+)-(S)-N,α–Dimetilfenetilamina
Menurut National Institute on Drug Abuse (2018), metamfetamina
(methamphetamine) adalah obat stimulan yang biasanya digunakan dalam
bentuk bubuk putih atau pil. Bentuk dasar dari narkotika jenis ini adalah kristal
putih yang terlihat seperti pecahan kaca atau mirip dengan batu putih yang
mengkilap. Metamfetamina dapat meningkatkan kadar dopamin pada otak,
sehingga pengguna narkotika ini akan merasa bersemangat atau termotivasi
karena narkotika ini merangsang pelepasan dopamin di area otak dan
menyebabkan pengguna kecanduan (ingin menggunakannya secara berulang).
Penggunaan metamfetamina dapat memperburuk proses penyembuhan penykait
HIV/AIDS. Penelitian menunjukkan bahwa HIV menyebabkan lebih banyak

10
kerusakan pada sel-sel saraf dan masalah kognitif terlebih pada orang yang
menggunakan metamfetamina daripada orang yang menderita HIV tetapi tidak
mengkonsumsi metamfetamina.

59. Zipepprol: α-(α-Metoksibenzil)-4-(β-metoksifenetil)-1-piperazinetanol

11
1.3 Perbedaan Narkotika Golongan I dengan yang lain
Berikut ini jenis dan golongan narkoba narkotika antara lain adalah
sebagai berikut :

a. Narkotika Golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat
tinggi menimbulkan ketergantungan. (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
(Monika Sarira, 2013) salah satu contoh narkotika golongan 1 yang sering
digunakan adalah ganja dan kokain. Di indonesia ganja ini dikenal dengan nama
cimeng, sedangkan kokain ini memiliki bentuk seperti bubuk putih yang diambil
dari pohon koka yang dapat menjadikan perangsang yang sangat hebat. Jenis
jenis narkotika golongan I ini dilarang untuk diproduksi maupun digunakan dalam
kehidupan, terkecuali digunakan proses produksi kepentingan tertentu dalam
jumlah yang telah ditentukan.
b. Narkotika Golongan II

Narkotika ini adalah narkotika yang berkhasiat sebagai pengobatan namun


narkotika ini digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. (Contoh : morfin, petidin). ). (Monika Sarira,
2013) Morfin adalah Narkotika yang di hasilkan dari Opium dimana Opium
mentah mengandung berbagai macam senyawa. Empat senyawa memiliki efek
psikoaktif yaitu morphine (10 -15 %), noscapine (4-8%), codeine (1- 3 %), dan
papaverine (1-3 %), sisanya adalah senyawa non psikoaktif(Eskasasnanda, 2014)
morfin ini biasanya digunakan pada pasien pada pasien yang mengalami penyakit
yang terbilang parah misalnya kanker stadium lanjut dan efeknya pasien tidak
akan merasakan sakit karena morfin bekerja pada sistem saraf pusat, namun meski
morfin memiliki manfaat yang sangat besar morfin ini tetap bisa mengakibatkan
ketergantungan sehingga untuk melepaskan morfin dari pasien maka dokter
melakukannya dengan cara bertahap.

c. Narkotika Golongan III

14
Narkotika ini adakah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. (Contoh : kodein).
(Monika Sarira, 2013) Kodein adalah obat yang digunakan sebagai penghilang
rasa nyeri dalam beberapa tingkat dari tingkat sedang hingga tingkat berat
(Pratiwi et al., 2017) kodein bekerja pada sistem saraf pusat sehingga rasa nyeri
yang dirasakan oleh penderitanya semakin berkurang, meskipun codein ini
termasuk dalam narkotika golongan ke tiga namun tetap mengakibatkan
ketergantungan sehingga konsumsi obat yang mengandung codein ini tidak boleh
berlebihan karena bisa mengakibatkan kecanduan oleh karena itu dalam
mengkonsumsinya diperlukan resep dokter.

1.4 Fungsi Narkotika Golongan I

Narkotika golongan 1 merupakan golongan narkotika dengan kadar adiktif paling


kuat, tetapi beberapa jenis narkotika pada golongan 1 juga dapat dimanfaatkan
untuk pengobatan dan juga keperluan medis. Pemanfaatan narkotika sebagai
bahan pengobatan melalui proses yang cukup rumit untuk menghindari
penyalahgunaan dari zat – zat tersebut, adapun narkotika golongan 1 yang
dimanfaatkan dalam dunia medis yaitu :
1. Tanaman Papaver Somniferum L

15
Gambar 1.
Sumber : (https://www.researchgate.net/figure/Papaver-somniferum-L-
Blackwell-plate-482-1739_fig1_327474479)
Tanaman jenis Papaver Somniferum L merupakan tanaman yang mamiliki
kandungan morfin yang cukup banyak yaitu berkisar antara 45-90% dan
representasi dari kandungan alkaloidnya tetap ada namun dalam julah
yang tidak banyak. Tanaman ini memiliki kemampuan demetilasi
kelompok metoksil dari lingkaran A dan D, dari demetilasi tersebut
dihasilkan kodein (codeine) yang biasa digunakan untuk pengobatan medis
yaitu penghilang rasa sakit dan juga narkotik yang kuat yaitu morfin
(morphine). (Stranska, Skalicky, Novak, Matyasova, & Hejnak, 2013)
Kandungan kodein inlah yang biasa digunakan dalam dunia medis sebagai
campuran untuk penghilang rasa sakit, akan tetapi dosis penggunaannya
sangat terbatas karena pada tanaman Papaver Somniferum L lebih
dominan kandungan morfin.

2. Tanaman Koka (Erythroxylon)

16
Gambar 2.
Sumber : (http://id.psychotropicon.info/erythroxylum-coca-coca/)
Tanaman koka (Erythroxylon) merupakan tanaman tropis yang terdiri dari
230 spesies yang tersebar di daerah tropis. Tanaman ini memproduksi
hasil metabolisme sekunder berupa zat kokain yang dominan terdapat pada
bagian daun. Tanaman koka juga dimanfaatkan dalam dunia medis,
menurut penelitian yang dilakukan oleh (Ostler, 2013), tanaman koka
mempunyai beberapa manfaat yang dapat digunakan dalam dunia medis
yaitu diantaranya :
 Kemungkinan digunakan sebagai obat diabetes
Tanaman koka berpotensi sebagai penstabil gula darah,
berdasarkan penelitian yang dilakukan, banyak dari pengkonsumsi
daun koka dengan cara dikunyah, pada saat berada di ketinggian
yang cukup tinggi tidak mengalami hipoglikemia.
 Pengobatan anemia
Pada tanaman koka terdapat kandungan zat besi yang sangat tinggi,
globulin alkaloid, zat pengencer darah, klorofil, dan vitamin C dan
B kompleks. Selain itu, koka juga mempunyai kemampuan
meningkatkan kadar pH darah. Oleh karena itu, koka dikatakan
dapat memfasilitasi oksigen dan meniningkatkan kapasitas
respirasi sel darah merah.

17
 Sebagai stimulan
Konsumsi koka dalam jumlah kecil dapat bekerja sebagai stimulan
yang cara kerjanya mirip dengan kafein dan nikotin. Stimulan ini
dapat berfungsi sebagai pencahar dan peningkat tingkat energi.
Akan tetapi jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan
menimbulkan efek samping yang buruk.(Ostler, 2013)

3. Kokaina (metil ester-1-bensoil ekgonina)

Gambar 3.
Sumber : (http://id.psychotropicon.info/erythroxylum-coca-coca/)
Kokaina atau kokain merupakan narkotika yang dihasilkan dari daun koka,
kokain juga dapat dimanfaatkan dalam dunia medis yaitu sebagai obat bius
pada kegiatan operasi. Fungsi anastesi dari kokain dinilai sangat efektif
karena bereaksi cepat dan juga tetap menjaga pasien untuk sadar.

4. Tanaman Ganja (Cannabis)

18
Gambar 4.
Sumber :(https://www.medicalnewstoday.com/articles/320984.php)
Tanaman ganja merupakan tanaman yang seluruh bagiannya merupakan
narkotika golongan 1 termasuk biji, buah, dan jeraminya. Tetapi ganja
juga mempunyai kegunaan dalam dunia medis diantaranya pengobatan
epilepsi dan juga kanker.
Ganja memiliki penggunaan tradisional yang lama dalam
pengobatan kejang dan sudah terbukti efektif menangani kasus epilepsi
seperti Dravet dan Lennox-Gastaut. Penggunaan pada ujicoba terakhir
membutuhkan dosis yang sangat tinggi, sebanyak 2.500 mg / hari,
sedangkan beberapa dokter mengklaim kemanjuran serupa pada dosis
yang jauh lebih rendah ketika digunakan saat persiapan dengan kandungan
THC dosis rendah.
Efek anti-emetik dari THC yang berhubungan dengan kemoterapi
sudah lama dikenal dan bentuk sintesisnya disetujui penggunaannya di
Amerika pada tahun 1985. Manfaat sebagai paliatif untuk tidur dan
khususnya untuk nyeri kanker yang resisten terhadap opoid. (MacCallum
& Russo, 2018)

5. Delta 9 tetrahydrocannabinol

19
Gambar 5. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC)
Sumber : (https://www.researchgate.net/figure/Chemical-structures-of-
delta-9-tetrahydrocannabinol-and-cannabidiol_fig1_256190766)

Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) merupakan zat narkotika golongan 1


yang terkandung dalam tanaman ganja atau cannabis, THC dalam keadaan
murni dan dalam dosis yang tepat dapat digunakan dalam pengobatan
medis yaitu kemoterapi.

6. Amphetamine

Gambar 6. Amphetamine
Sumber : (https://www.rehabcenter.net/amphetamine-withdrawal-detox/)
Amphetamine merupakan narkotika golongan 1 dengan efek samping
yang buruk. Temuan dari pengguna narkoba suntikan di AS menemukan
bahwa metamfetamin,baik digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan
opioid, secara substansial meningkatkan peluang seropositif HIV, dan

20
bahwa hubungan ini tetap signifikan setelah disesuaikan untuk
penggunaan narkoba lain dan perilaku berisiko HIV. Keracunan dan
toksisitas terkait amfetamin terkait dengan masalah medis akut dan kronis
yang mempengaruhi banyak sistem organ (misalnya, dermatologis,
kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal, genitourinari, neurologis,
gigi), dan termasuk kematian karena kecelakaan, pendarahan
serebrovaskular, atau henti jantung. (Pilowsky & Wu, 2011)
Tetapi Amphetamine jika dalam dosis yang tepat dan juga dalam
penanganan yang benar dapat berguna bagi pengobatan medis, salah
satunya yaitu penyembuhan penyakit Atention Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD). Kemanjuran Amphetamine berada di peringkat yang
sama dengan methylphenidate sebagai obat paling efektif yang tersedia
untuk pengobatan ADHD, dan kemajuan yang telah dibuat dalam
mengembangkan obat sekali sehari yang murni telah mengatasi beberapa
masalah dari cakupan terapeutik, sementara pada saat yang sama
mengurangi risiko pengalihan dan penyalahgunaan.(Heal, Smith, Gosden,
& Nutt, 2013)

21
BAB III
PENUTUP

2.1 Rangkuman Materi


 Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan perubahan perasaan,
suasana pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut
mempengaruhi susunan syaraf.
 Narkotika golongan I yaitu Narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi
serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan. (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
 Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia terdapat
beberapa jenis narkotika
 Narkotika golongan 1 merupakan golongan narkotika dengan kadar
adiktif paling kuat, tetapi beberapa jenis narkotika pada golongan 1
juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan dan juga keperluan
medis.

22
Daftar Pustaka

Adhariani, M., Maslahat, M., & Sutamihardja, R. (2018). Kandungan Fitokimia


dan Senyawa Katinon Pada Daun Khat (Catha edulis). Jurnal Sains Natural
Universitas Nusa Bangsa, 8, 35–42.
Budiono, A., Wantouw, B., & Satiawati, L. (2015). Pengaruh Lysergic Acid
Diethylamide yang Terdapat Pada Lem Eha-Bond terhadap Kualitas
Spermatozoa Wistar Jantan (Rattus norvegicus). Jurnal E-Biomedik, 3, 686–
689.
Eskasasnanda, I. D. P. (2014). Fenomena Kecanduan Narkotika. Sejarah Dan
Budaya, 54–71.
Fasich. (2000). Biotransformasi MDMA (Ecstasy) Studi Pada Penyalahgunaan
Ecstasy. Surabaya.
Hart, C. L., Marvin, C. B., Silver, R., & Smith, E. E. (2012). Is cognitive
functioning impaired in methamphetamine users? A critical review.
Neuropsychopharmacology, 37(3), 586–608.
https://doi.org/10.1038/npp.2011.276
Hawi, A., & Ilmu, D. F. (n.d.). REMAJA PECANDU NARKOBA: Studi tentang
Rehabilitasi Integratif di Panti Rehabilitasi Narkoba Pondok Pesantren Ar-
Rahman Palembang Abstrak.
Heal, D. J., Smith, S. L., Gosden, J., & Nutt, D. J. (2013). Amphetamine, past and
present - A pharmacological and clinical perspective. Journal of
Psychopharmacology, 27(6), 479–496.
https://doi.org/10.1177/0269881113482532
MacCallum, C. A., & Russo, E. B. (2018). Practical considerations in medical
cannabis administration and dosing. European Journal of Internal Medicine,
49(April), 12–19. https://doi.org/10.1016/j.ejim.2018.01.004
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan
Narkotika.
Monika Sarira. (2013). EJournal Ilmu Pemerintahan. Analisis Kompetensi
Pegawai Dalam Meningkatkan Kinerja Di Kantor Kecamatan Long Ikis

23
Kabupaten Paser, 1(3), 999–1008.
National Institute on Drug Abuse. (2018). Methamphetamine (pp. 1–5).
Ostler, S. (2013). Coca leaf : A Political Dilemma ? APPG for Drug Policy
Reform Sophia Ostler, (September).
Pilowsky, D., & Wu, L.-T. (2011). Co-occurring amphetamine use and associated
medical and psychiatric comorbidity among opioid-dependent adults: results
from the Clinical Trials Network. Substance Abuse and Rehabilitation, 133.
https://doi.org/10.2147/SAR.S20895
Pratiwi, S., Husni, P., Studi, P., Apoteker, P., Farmasi, F., & Padjadjaran, U.
(2017). Farmaka Farmaka, 15, 18–25.
Putri, M. N. V. (2017). Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan
Penyalahgunaan Magic Mushroom Dihubungkan dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Jo Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika. Universitas Pasundan.
Stranska, I., Skalicky, M., Novak, J., Matyasova, E., & Hejnak, V. (2013).
Analysis of selected poppy ( Papaver somniferum L .) cultivars :
Pharmaceutically important alkaloids. Industrial Crops & Products,
41(January), 120–126. https://doi.org/10.1016/j.indcrop.2012.04.018
Suyatna, U. (2018). Evaluasi Kebijakan Narkotika Pada 34 Provinsi Di Indonesia.
Sosiohumaniora, 20(2), 168–176.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v20i2.16054
Triswara, R., & Carolia, N. (2017). Gangguan Fungsi Kognitif Akibat
Penyalahgunaan Amfetamin (Amphethamine Abuse Causes Cognitive
Dysfunction). Medical Journal of Lampung University, 7(1), 49–53.

24

Anda mungkin juga menyukai