Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) merupakan istilah yang sudah
tidak asing lagi di telinga kita. NAPZA kerap disebut juga dengan istilah NARKOBA yang
merupakan kependekan dari Narkotika, Psikotropika, dan Bahan berbahaya lain. Sebenarnya,
narkoba adalah senyawa-senyawa yang cukup banyak diperlukan di dalam dunia kesehatan,
industri, dan rumah tangga. Sebagian besar senyawa narkoba bersifat memengaruhi kerja sistem
otak. Oleh karena itu, penggunaannya harus memenuhi aturan-aturan tertentu sebagaimana telah
ditetapkan di dalam Undang-Undang Kesehatan.
Pemakaian narkoba dapat menimbulkan berbagai macam pengaruh, dari yang ringan
sampai berat. Pengaruh yang ringan, misalnya rasa mengantuk dan rasa santai. Pengaruh yang
berat, misalnya pingsan, mabuk, dan bahkan mati. Oleh karena itu, narkoba tidak bisa
dikonsumsi sembarangan tanpa sepengetahuan tenaga medis atau tenaga kesehatan.
NARKOTIKA
Kata Narkotika berasal dari bahasa Inggris yaitu narcotics, yang berarti obat bius.
Dalam bahasa Yunani disebut dengan narkose, yang berarti menidurkan atau membius.
Definisi Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman, sintetis, atau semi
sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Secara
umum, narkotika mempunyai kemampuan menurunkan dan mengubah kesadaran (anestetik) dan
mengurangi, bahkan menghilangkan rasa nyeri (analgetik). Di dunia pengobatan, senyawa ini
biasa digunakan sebagai obat bius (anestetik) penekan batuk (antitusiva) dan obat penekan rasa
nyeri (analgetika).
PSIKOTROPIKA
Psikotropika merupakan senyawa obat yang bekerja sentral (pada pusat sistem saraf /
otak) dan mampu mempengaruhi fungsi psikis / kejiwaan. Di dunia pengobatan, psikotropika
biasa dipakai sebagai obat penenang bagi pasien stress kejiwaan, obat untuk menurunkan
ketegangan, dan sebagainya. Termasuk di dalam kelompok psikotropika adalah beberapa obat
anti depresan dan halusinogen (pengkhayal). Penggunaan obat ini secara berlebih dapat
mengakibatkan ketergantungan, penurunan aktivitas otak, dan dapat menimbulkan kelainan
tingkah laku yang disertai halusinasi, ilusi, dan gangguan cara berpikir.
Salah satu bentuk “Designer Drugs” adalah 3,4-methylendioxy methamphetamine
(MDMA) yang dikenal dengan nama ecstasy (ekstasi). memiliki daya rusak yang hebat,sebabkan
kematian
PENGGOLONGAN NARKOBA
Penggolongan Narkoba
1. Penggolongan narkotika berdasarkan proses pembuatannya
a. Narkotika alam narkotika yang dibuat dari bahan alam seperti tumbuhan dan sebagainya.
Jenis-jenis narkotika alam ini antara lain berikut ini:
1)Opium, dihasilkan dari getah tanaman Papaver somniverum. Tanaman ini berbentuk
semak (12 (spesies).
2) Kokain atau candu atau lomarch, dihasilkan dari daun tumbuhan Erythroxyloncoca.
Candu bisa menghasilkan morfin, heroin, dan kodein. Sejak masa penjajahan Belanda,
candu sudah dikenal di Indonesia dan digunakan oleh orang-orang dengan cara dihisap
(madat).
3) Cannabis (ganja), berasal dari tanaman Canabis sativa. Nama lain ganja adalah
marihuana atau mariyuana. Daun ganja mengandung zat kimia/racun yakni THC (Tetra
Hydra-cannabinol), suatu zat elemen aktif yg dianggap sebagai halusinogen
b.Narkotika semi sintetis narkotika yang disintesis dari alkaloid opium yang memiliki inti
phenanthren. Alkaloid ini kemudian diproses jadi heroin, kodein, dan lain-lain.
c.Narkotika sintetis narkotika yang dibuat secara laboratoris dengan bahan dasar senyawa
kimia. Cth Leritine dan Nisentil.
2. Penggolongan Narkotika menurut UU Rl No. 22 tahun 1997:
a. Golongan I
Papaverin, Opium, Tanaman Koka, daun koka, dan kokain merah, Heroin dan Mortin,
Ganja
b. Golongan II
Alfasetil metadol,Benzetidin, Beta metadol
c. Golongan III
Asetil dihidrocodeina, Dokstroproposifen, Dihidrocodeina
Minuman keras (minuman beralkohol) juga termasuk zat adiktif. Jenis minuman keras
sendiri dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut.
1. Minuman keras golongan A yaitu minuman berkadar alkohol 1% - 5%, contohnya Bir.
2. Minuman keras golongan B yaitu minuman berkadar alkohol 5% - 20%, contohnya Anggur.
3. Minuman keras golongan C yaitu minuman berkadar alkohol 20% - 50%, contohnya Whisky
dan arak.
2. Pengedar
Pengedar psikotropika dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 59 dan 60 UU RI
No. 5 tahun 1997, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun ditambah denda.
3. Produsen
Produsen psikotropika dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 80 UU RI No.5
tahun1997, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun ditambah denda.
Untuk keadaan darurat, pertolongan pertama terhadap penderitaan yang dialami pemakai
narkoba dapat dilakukan. Caranya, pemakai dimandikan dengan air hangat, diberi banyak
minum, diberi makanan bergizi dalam jumlah sedikit, tetapi sering, dan dialihkan perhatiannya
dari narkoba. Bila usaha ini tidak berhasil, perlu mendapat pertolongan dokter. Pengguna harus
diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam 3-5 hari dan setelah 10 hari
gejala itu akan hilang.
Upaya kuratif bagi pemakai narkoba secara lebih rinci dilaksanakan melalui beberapa
tahapan berikut.
1. Penatalaksanaan secara Supportif
Terapi dilakukan pada pengguna yang telah mengalami gejala over dosis maupun sakaw.
Jika terapi tidak segera dilakukan, pengguna yang telah over dosis dan pengguna dalam
kondisi sakaw tersebut dapat meninggal dunia. Terapi dapat dilakukan dengan resusitasi
jantung dan paru.
2. Detoksifikasi
Terapi dengan cara detoksifikasi (menghilangkan racun di dalam darah) dapat dilakukan
secara medis dan nonmedis. Secara medis, terapi detoksifikasi dilakukan dengan:
- Pengurangan dosis secara bertahap dan mengurangi tingkat ketergantungan.
- Menggunakan antagonis morfin untuk mempercepat proses neuroregulasi (pengaturan
kerja saraf).
- Melakukan penghentian total. Namun, cara ini cukup berbahaya karena dapat menimbulkan
gejala putus obat (sakaw) sehingga pada cara ini perlu diberi terapi untuk menghilangkan
gejala-gejala yang timbul. Detoksifikasi nonmedis yang sering dilakukan adalah dengan
cara-cara yang kurang manusiawi, seperti disiram air dingin, dipasung; dan lain
sebagainya.
3. Rehabilitasi
Setelah menjalani detoksifikasi hingga tuntas (tes urin sudah negatif yaitu pada urin sudah
tidak ditemukan sisa narkoba), tubuh pemakai secara fisik memang tidak "ketagihan" lagi.
Namun secara psikis, pada bekas pemakai narkoba biasanya sering timbul keinginan terhadap zat
tersebut yang terus membuntuti alam pikiran dan perasaannya. Akibatnya, bekas pemakai/
pecandu narkoba sangat rentan dan sangat besar kemungkinan kembali mencandu dan terjerumus
lagi. Untuk itu, setelah detoksifikasi perlu juga dilakukan proteksi lingkungan dan pergaulan
yang bebas dari lingkungan pecandu, misalnya dengan cara memasukkan mantan pecandu ke
pusat rehabilitasi.
Rehabilitasi agar dilakukan pada pasien yang telah menempuh proses pengobatan, agar dapat
kembali ke dalam kondisi seperti semula. Rehabilitasi atau pemulihan ini mencakup rehabilitasi
secara fisik dan mental/psikis serta rehabilitasi secara sosial seperti memperbaiki hubungan
dengan keluarga, teman-teman, dan orang-orang lain di lingkungan sekitar.
Di beberapa tempat rehabilitasi, biasanya digunakan sistem pendekatan secara kekeluargaan,
misalnya dengan menelusuri latar belakang pasien narkoba, apa yang menyebabkan pasien
menjadi konsumen narkoba, dan sebagainya. Dengan demikian, jika proses rehabilitasi tersebut
berhasil, pasien dapat kembali sembuh secara fisik, kejiwaan (psikis), dan sosial.
Pengobatan di Rumah Rehabilitasi
1. Tahap I: Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan satu cara untuk menghilangkan racun-racun obat dari tubuh si
penderita kecanduan narkoba. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut:
a. Cold Turkey (abrupt withdrawal) yaitu proses penghentian pemakaian narkoba secara tiba-
tiba, tanpa disertai dengan substitusi antidotum.
b. Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan kodein, methadone, CPZ, atau clocaril
yang dilakukan secara tapp off (bertahap) selama 1 - 2 minggu.
c. Rapid Detoxification, cara yang dilakukan dengan anestesi umum (6 -12 jam).
d. Simtomatik, cara detoksifikasi yang dilakukan sesuai gejala yang dirasakan pemakai
narkoba.
2. Tahap II: Deteksi Sekunder Infeksi
Pada tahap ini, biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan tes penunjang
yang lain. Tujuan tahap ini adalah untuk mendeteksi penyakit atau kelainan yang menyertai
para pecandu narkoba. Contohnya, hepatitis (B/C/ D), AIDS, TBC, jamur, serta sexual
transmitted disease (penyakit menular seksual), seperti sipilis, GO, dan lain-lain.
Jika dalam pemeriksaan ditemukan penyakit di atas, biasanya langsung dilakukan
pengobatan medis, sebelum pasien dikirim ke rumah rehabilitasi medis. Hal ini perlu untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit pada para penderita yang lain atau tenaga kesehatan
yang ada di tempat rehabilitasi.