Anda di halaman 1dari 13

BERNARD H. M.

VLEKKE

NUSANTARA

SEJARAH INDONESIA

Oleh

Muhammad Fajrul Falah

A. Latar Belakang Kehidupan Penulis


Nusantara merupakan buku karangan dari Bernard H. M. Vlekke.
Vlekke merupakan guru besar dalam bidang international di Universitas
Leiden. Kajian penelitian terkait dengan buku Nusantara tersebut didasarkan
pada sumber-sumber skunder yang ada. Vlekke mengumpulkan sumber-
sumber skunder untuk menyusun buku tersebut, saat Vlekke berada di
Harvard Universty. Vlekke menyusun sumber tersebut pada tahun 1941, kira-
kira beberapa bulan sebelum peristiwa Pearl Harbour. Penulisan buku
tersebut diselesaikan dalam jangka waktu 3 tahun, buku Nusantara diterbitkan
pertama kali pada tahun 1943. Buku tersebut didasarkan pada kumpulan buku
dan majalah yang bertumpuk di Harvard Universtty.
Vlekke dalam menyusun buku Nusantara tersebut banyak mengambil
artikel, buku, dan majalah yang berangka tahun antara 1945-1958. Vlekke
dalam menyusun dan menyempurnakan buku Nusantara dibantu oleh Profesor
C.C. Berg di Universitas Leiden. Tujuan Vlekke dalam membuat buku
tersebut adalah untuk memperkenalkan wilayah jajahan Belanda di Amerika
Serikat. Nama Nusantara diangkat oleh Vlekke didasarkan atas unsur
subvertif, menurut pandangan Belanda memberikan nama tersebut
diisyaratkan sebagai tanda kesatuan Indonesia di masa silam sebelum
datangnya koloni Belanda.
B. Karya-Karya Bernard Vlekke
Vlekke telah menerbitkan beberapa karya terkait dengan hubungan
politik Negeri Belanda baik dalam maupun luar negeri. Karya-karya Vlekke
lebih banyak mengarah pada kondisi politik di Belanda, berikut diantaranya
karya-karya Bernard. H.M. Vlekke diantaranya.
Nusantara, membahas mengenai perkembangan koloni Belanda di Asia
Tenggara, tepatnya di Hindia Belanda. Bedasarkan asumsi penulis Vlekke
dalam membuat karya berjudul nusantara tersebut menggunakan teori
determinisme dimana setiap peristiwa dan kejadian yang Vlekke jelaskan
dalam bukunya memiliki hubungan kausalitas, peniruan, dan perbedaan pada
setiap persitiwanya.
Evolution The Dutch Nation merupakan karya Vlekke yang membahas
mengenai evolusi negara Belanda dari tahun ke tahun yang berisi mengenai
peristiwa-peristiwa perjalanan bangsa Belanda.
The Netherlands and The United States, merupakan karya Vlekke Yng
membahas mengenai hubungan antara Negara Belanda dengan Amerika
Serikat. Hubungan tersebut terkait dengan masalah pasca perang di Belanda.
Masalah tersebut tergolong menjadi empat kelompok diantaranya: bantuan
dan rekontruksi. Rekontuksi terbagi menjadi tiga yaitu rekontruksi sosial,
ekonomi dan politik.
C. Konsep dan Gerak Sejarah
Merujuk pada karya Vlekke yang berjudul Nusantara mengarah pada
penegasan faktor-faktor masuknya islam di Nusantara serta penetrasi bangsa
Belanda di Nusantara. Sejarah Nusantara bagi Vlekke merupakan sejarah yang
disusun untuk membeberkan konsep islam sebenarnya yang berkembang di
Jawa hingga masuknya Belanda ke Indonesia. Mulai dari konsep islam
berkembang ketika runtuhnya kerajaan Hindu di Jawa serta alasan mengapa
orang-orang Nusantara khususnya jawa cenderung memilih islam dikarenakan
lebih toleransi dan dinamis daripada agama katolik yang dibawah Portugis.
Vlekke dalam membuat karyanya berjudul Nusantara memiliki sudut
pandang yang menekankan pembaca pada konsep hukum determinisme. Tokoh
pencetus teori hukum determinisme adalah Ibnu Kaldun. bedasarkan Ibnu
Kladun teori hukum determinisme mempunyai tiga kriteria yaitu, hukum
kausalitas, hukum peniruan, dan hukum perbedaan. Sesuai dengan teori hukum
determinisme, pemikiran-pemikiran Vlekke yang ditungkan dalam bukunya
Nusantara bedasarkan sumber-sumber skunder sejarah Indonesia, sesuai
dengan pengertian dari ketiga hukum determinisme.
Alur peristiwa pada kajian buku Nusantara karya Vlekke yang
menggambarkan unsur hukum kausalitas diantaranya, Vlekke mencoba
mengemukakan salah satu statement mengenai raja-raja Jawa lebih memilih
bergabung dengan agama islam dari pada mengikuti agama katolik yang
dibawah oleh Portugis. Vlekke memandang bahwa banyak dari sebagian
kerajaan-kerajaan di Jawa memutuskan bergabung dengan agama islam bukan
hanya karena ingin mendalami islam semata, namun karena keuntungan politik
dan suasana politik, dan ekonomi yang mendukung mereka untuk berpindah
agma menjadi islam. Selain itu islam memiliki tradisi yang hampir sama
dengan tradisi kebudayaan lokalnya. Itulah yang menjadi sebab
berkembangnya agama islam secara pesat di Nusantara yang digagas oleh
Vlekke. Akibatnya bedasarkan pandangan Vlekke dalam bukunya menjelaskan
bahwa Belanda ketika menduduki Nusantara banyak mengalami kesulitan,
khususnya dalam melawan penetrasi dari kerajaan-kerajaan islam di Nusantara.
Dikarenakan konsep jihad yang mereka usungkan untuk melawan kaum selain
islam. Bagi Vlekke (pandangan eropa sentris) kejadian di atas merupakan suatu
hukum kausalitas dimana bangsa Belanda yang mengalami kesulitan selama
bertahan di Indonesia di sebabkan oleh tumbuhnya islam yang begitu pesat
disana, sehingga Vlekke mulai menyelidiki mengapa islam tumbuh begitu
cepat dan akhirnya ia berasumsi bahwa agama islam digunakan bagi sebagian
kerajaan di Nusantara sebagai hubungan keuntungan diplomatik dan ekonomi.
Pada hukum peniruan menurut teori determinisme yang digagas oleh
Vlekke dalam bukunya berjudul Nusantara. Vlekke memandang bahwa pusat
kejayaan kerajaan di Jawa saat itu adalah Kerajaan Majapahit yang dapat
mempersatukan Nusantara. Konsep hukum peniruan tersebut digunakan
Vlekke dalam sudut pandang bukunya untuk menggambarkan situasi kerajaan-
kerajaan di Jawa pada masa Belanda datang ke Nusantara. Kerajaan Mataram
yang terletak di pedalaman Jawa, mempunyai klaim bahwa raja Sultan Agung
adalah keturunan langsung dari Hayam Wuruk yang berasal dari Kerajaan
Majapahit, sehingga atas klaim tersebut Sultan Agung mulai ber-ekspansi
keluar wilayahnya untuk memulihkan kejayaan Majapahit yang lampau.
Bedasarkan bagaimana Vlekke menggambarkan situasi dalam bukunya dengan
cara tersebut secara tidak langsung sesuai dengan hukum peniruan dimana
setiap paslanya berisi bahwa masyarakat meniru pemegang kekuasaan, para
pemegang kekuasaan tersebut meniru para pemegang kekuasaan sebelum
mereka, dan pemegang kekuasaan yang kalah akan meniru pemegang
kekuasaan yang baru. Pasal tiga telah terbukti ketika bagaimana Vlekke
menggambarkan kehancuran Mataram secara sedikit demi sedikit yang mulai
menggantungkan pada Batavia. Pada saat itu baik kebijakan, ekonomi, dan
kebudayaan khususnya para elit kerajaan lebih condong dan meniru kebijakan-
kebijakan di Batavia.
Menurut teori determinisme pada bagian hukum perbedaan, Vlekke
menggambarkan dalam bukunya dengan sudut pandang setiap kerajaan yang
berdiri di Jawa pada mulai masa Hindu hingga Islam tidak berdiri diatas
keruntuhan kerajaan terdahulu. Namun mencoba menereuskan dan
menghidupkan kerajaan terdahulu dengan mengoneksikan diri rajanya kedalam
keturunan langsung darii kerajaan terdahulu yang pada saat itu mencapai
puncak kejayaannya. Namun setiap kerajaan yang terdahulu dan yang berdiri
setelahnya pasti terdpat perbedaan-perbedaan khusus dalam menjalankan
administrasi kerajaan. Vlekke menggambarkan perbedaan pada masa kerajaan
mataram islam ketika Sultan Agung ingin mencapai kejayaan dari Kerajaan
Majapahit, Velkke menyorotkan pandangannya terhadap agama yang dianut
dalam kedua kerajaan tersebut, dimana Mataram beragama islam dan
Majapahit beragama hindu. Dari perbedaan tersebut Velkke mencoba
mengungkapkan bahwa redupnya kerajaan hindu-budha faktor yang
mempengaruhi bukan hanya dari penetrasi kerajaan islam.
Pola gerak sejarah yang terdapat pada alur buku Nusantara karya Vlekke
tersebut menurut peulis adalah pola gerak spiral. Bedasarkan analisis penulis
terkait arah sudut pandang pola gerak sejarah yang digunakan Vlekke dalam
menulis buku Nusantara berasal dari kajian ilmu filsafat sejarah Ibnu Kaldun
yaitu pola gerak spiral. Pola gerak spiral adalah pola yang menunjukan
pengulangan dan terus bergerak maju tidak berputar ditempat. Bedasarkan
statement Ibnu Kaldun pola gerak spiral diibaratkan seperti negara yang telah
mencapai puncak kejayaanya, perlahan mulai memasuki masa keruntuhan dan
akan digantikan oleh negara lain. Negara baru tidak berdiri dari nol, melainkan
hnya melengkapi dengan mengambil sebagian peninggalan, warisan, dan
tradisi yang lama, apabila negara baru tersebut telah mencapai puncak kejayaan
siklus akan berulang setiap tahapanya.
Vlekke dalam menggambarkan kondisi kerajaan-kerajaan di Nusantara
sebelum dan sesudah kedatangan Belanda, digambarkan persis dengan teori
yang Ibnu Kaldun kemukakan dalam pola gerak spiral. Pada saat keruntuhan
kerajaan Mataram Kuno, akibat dari serangan vassal kerajaan Sriwijaya, Air
langga telah berhasil menyelamatkan diri. Masa selanjutnya Air Langga
menaiki tahta dengan mengklaim otoritas-otoritas kerjaan Mataram Kuno
sebelumnya dengan mencantumkan pada nama gelar, Vlekke juga menjelaskan
hubungan kausalitas antara beberapa kerajaan di Nusantara seperti setelah
runtuhnya kerajaan Air langga munculah kerajaan baru yaitu Kediri dengan
klaim penerus dari kerajaan Air langga tersebut. Hingga jatuh pada masa
kerajaan Singosari yang akhirnya dijatuhkan oleh kerajaan Kediri yang
akhirnya juga hancur oleh pasukan Cina. Hingga munculah kerajaan Majapahit
yang datang dengan mengklaim otoritas lama pada masa kerajaan Singosari.
Pola gerak tersebut dibeberkan oleh Vlekke, berlanjut datangnya Belanda ke
Nusantara dengan segala konflik kerajaan-kerajaan pada masa Mataram Islam,
yang menunjukan pola yang sama dengan kerajaan hindu-budha pada masa
lalu.
D. Nusantara Sejarah Indonesia
Vlekke membuat karyanya berjudul Nusantara tidak terlepas dari tujuan
awalnya untuk memperkenalkan wilayah jajahan Belanda kepada Amerika
Serikat. Bedasarkan tujuan tersebut Vlekke membatasi ruang lingkup kajianya
hanya terbatas pada runtuhnya negara kolonial Belanda pada tahun 1941.
Prespektif yang dianut oleh Vlekke lebih mengarah pada Eropa-sentris dengan
struktur bahasa yang mudah dipahami dan alur yang dapat dimengerti. Vlekke
menggunakan sumber-sumber skunder bedasarkan catatan, artikel, serta buku
yang ada di Harvard University.
Kesederhanaan dalam bahasa merupakan keunggulan dalam buku
Nusantara tersebut. Vlekke menjabarkan setiap peristiwa dengan
penggambaran yang jelas, sehingga pembaca dapat mengerti, memahami, dan
membayangi alur dari buku tersebut. Selain membahas mengenai politik
Belanda di Indonesia Vlekke juga menjelaskan secara jelas mengenai proses
masuknya hindu-buda ke Nusantara, serta masuknya islam di Nusantara hingga
kependudukan Belanda di Nusantara. Vlekke tampaknya juga ingin
menekankan bahwa Nusantara telah dan pernah jaya sebelum adanya negara
kolonial Belanda di Nusantara.
Walaupun sudut pandang Vlekke merupakan sudut pandang Eropa-
sentris, tetapi dalam menjelaskan struktur tatanan masyarakat Nusantara secara
umum Vlekke tidak memihak salah satu rasa tau budaya manapun. Vlekke juga
tidak mencoba membandingkan kebudayaan antara orang Bumi Putera dengan
orang-orang Belanda. Hanya saja disimi Vlekke ingin mengatakan bahwa tidak
mudah bagi Belanda untuk menguasai koloninya dengan beragam konflik
nasional mereka dengan konlfik internal antara raja-raja Nusantara. Inti dari
buku Nusantara tersebut selain membahas bangsa Belanda di Nusantara,
Vlekke juga membahas perkembangan islam yang begitu pesat di Nusantara,
serta sifat-sifat dan kebiasaan raja-raja Jawa dalam berpolitik dengan Belanda.
Sebelum mengantarkan pembaca pada inti permasalahan dari buku
tersebut, pada pendahuluan Vlekke sengaja mencantumkan pengetahuan
tentang latar belakang geografis wilayah Nusantara. Pada bab tersebut berisi
mengenai perbandingan luas wilayah Nusantara dengan wilayah negara-negara
Eropa. Vlekke juga menjabarkan mengenai kondisi iklim di Nusantara, Vlekke
juga berusaha untuk menjelaskan bahwa Nusantara merupakan wilayah dengan
jajaran gunung vulkanik aktif, ia juga menekankan bahwa sejarah kepulauan
Indonesia paling banyak adalah sejarah Jawa.
Pada bab selanjutnya Vlekke mulai mengenalkan manusia-manusia
pendukung kepualuan tersebut secara singkat dengan bahasa sederhana mulai
manusia pada zaman prasejarah, dengan memunculkan teori-teori tentang
masuknya manusia prasejarah ke Nusantara. Kajian Vlekke juga mengarah
pada bahasa Melayu yang menjadi penting di Asia Tenggara, Vlekke
mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa ibu dari 80 juta orang di
Hindia. Perkembangan bahasa tersebut sangat pesat ketika adanya rangsangan
perdagangan di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara sehingga bahasa Melayu
menjadi lingua franca di perairan Indonesia. Vlekke menjelaskan bahwa di
Indonesia khususnya Jawa banyak yang telah bercocok tanam, dengan
ditemukannya desa-desa kuno. Dari desa-desa tersebut lambat laun Vlekke
mengungkapkan berkembang menjadi sebuah kerajaan tunggal dengan raja
sebagai pemimpin mereka diatas kepemimpinan kepala desa dan kepala suku.
Pada periode awal masuknya Hindu Indonesia telah berdagang dengan orang-
orang di Asia dan Hindia. Sehingga banyak sumber-sumber dari Cina yang
mengatakan kondisi Jawa pada abad tersebut.
Vlekke dalam menjelaskan perkembangan kerajaan hindu-budha di Jawa
khususnya dimulai dari temuan prasasti di Kalimantan Timur, yang
menyimpulkan bahwa prasasti tersebut peniggaan dari kerajaan tertua di
Indonesia yang telah menganut agama hindu. Dari titik itulah Vlekke
membawa pembaca untuk menganalisis proses masuknya budaya India ke
Indonesia lewat berbagai teori-teori yang ia sajikan. Hingga pada masa 692 M
Vlekke menjelaskan ada dua kerajaan di Sumatra yaitu Kerajaan Malayu, dan
Kerajaan Sriwijaya. Sedangkan di Jawa terdapat dua kerajaan yaitu Kerajaan
Kaling dan Kerajaan Mataram Kuno. Selanjutnya Vlekke mulai menjelaskan
secara detail dengan bahasa sederhana mengenai proses beberapa kerajaan di
atas tentang agama yang dianut, peninggalan bangunannya serta ia tidak lupa
membahas asal usul wangsa sailendra dan wangsa sanjaya.
Vlekke pada bab selanjutnya membahas secara lebih mendalam
mengenai hubungan Kerajaan Mataram dan Kerajaan Sriwijaya, Vlekke juga
membahas lengkap mengenai raja-rajanya, gelar dan alur peristiwanya. Bab ini
Vlekke juga menjelaskan berdirinya kerajaan milik Air-langga yang lengkap
dengan gelar rajanya dan berkuasa selama bertahun-tahun dengan klaim lama
penerus kerajaan Mataram Kuno. Hingga terbaginya kerajaan tersebut menjadi
dua yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala (Vlekke membawa pembaca
untuk mempertanyakan apakah Jenggala memang ada atau hanya ada di catatan
mitologi saja). Perlahan, singkat, sederhana, dan jelas merupakan ciri khas
Vlekke dalam menyampaikan isi dibuku tersebut, hingga membawa pembaca
pada kisah Ken Arok pendiri Kerajaan Singhasari di Jawa Timur, Kerajaan
Singhasari berkemang terlampau pesat hingga dapat mengalahkan Kerajaan
Kediri hingga menjadi kerajaan unggu di Jawa. Pada akhir bab ini Vlekke lebih
banyak membahas kisah-kisah Ken Arok menurut literatur Jawa, pada bab ini
juga Vlekke mencoba untuk menjabarkan literatur-literatur Jawa yang
mengandung mitologi dan mengajak pembaca untuk menganalisisnya menjadi
suatu pengetahuan yang bedasarkan pada logika.
Masuk pada bab tiga Vlekke mulai menjabarkan lebih dalam mengenai
sejarah Kerajaan Singasari mulai Ken Arok hingga Kertanegara dengan sangat
singkat namun mengena. Vlekke juga menjabarkan sebab-sebab Khubilai-khan
menyerang Singhasari dengan alasan-alasan yang logis, hingga penyerangan
tentara Khubilai-khan ke Kerajaan Kediri yang membuat kerajaan tersebut
hancur dan dimanfaatkan oleh Wijaya untuk membentuk kerajaan baru yaitu
Kerajaan Majapahit dengan tetap klaim lama sebagai penerus Kerajaan
Singhasari. Vlekke menjabarkan secara gambling Kerajaan Majapahit berdiri
pada tahun 1293 dan mulai kehilangan pengaruhnya pada tahun 1389. Sekali
lagi pada bab ini Vlekke mengajak para pembaca untuk berfikir kritis
mengenai sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit yaitu tentang klaim Raden
Wijaya dari penuturan Prapanca terkait klaim lebar kekuasaan Raja
Kertanegara terhadap kekuasaan Raden Wijaya. Sedikit disini Vlekke
memasukan peristiwa yang terjadi antar Jawa dan Sunda pada masa Kerjaan
Majapahit. Konflik tersebut dipaparkan secara epik, yang pada akhirnya tetap
disimpulkan bedasarkan pengetahuan logika Vlekke, bukan dari kesimpulan-
kesimpulan yang mengandung mitologi maupun hanya cerita rakyat belaka.
Dan pada bab ini Vlekke membahas secara lebih mendalam terkait dengan
Kerajaan Majapahit dan tulisan-tulisan maupun penuturan Prapanca secara
kaidah ilmu-ilmu sejarah yang bedasarkan logika, namun dibawakan secara
sederhana layaknya cerita yang dapat dikonsumsi pembaca dengan sangat
mudah.
Pada bab empat Vlekke membawa pembaca sedikit lebih maju kedepan
yaitu pada abad ke 15, dimana pengaruh islam mulai menyebar ke Indonesia
dan peristiwa kedatangan Bangsa Barat yang pertama ke Indonesia yaitu
Portugis. Vlekke dengan ciri khasnya pada buku tersebut yang menggunakan
bahasa yang sederhana mencoba menggambarkan proses masuknya islam
beserta budayanya ke Indonesia, dan menghasilkan beberapa kerajaan-kerajaan
pesisir yang berorak islam. Pada saat itu kekuasaan kerajaan bercorak hindu
buda di Indonesia mulai meredup, dan mulai sulit untuk membendung
pengaruh kerajaan-kerajaan islam di pesisir yang semakin kuat. Islam
menyebar ke Indonesia, Vlekke menjabar melalui jalur perdagangan Gujuarat,
dan Arab yang berdagang di pesisir Sumatra dan Jawa. Seiring dengan
berkembangnya islam di Indonesia, Vlekke menjabarkan kedatangan Bangsa
Barat yaitu Portugis dengan membawa semangat berdagang, menyebarkan
agama Kristen dan jihad melawan orang-orang islam. Seiring penetrasi
Portugis di Indonesia membuat Vlekke untuk berasumsi bahwa kerajaan-
kerajaan di Jawa dan Sumatra lebih memilih masuk islam karena ingin mencari
perlindungan dari serangan Portugis dengan penyebaran agamanya yang kaku,
sedangkan islam menurut Vlekke lebih menerima adat-adat terdahulu dari
kebudayaan yang masa lalu. Vlekke lebih lanjut menjabarkan konlfik yang
terjadi antara Kerajaan Ternate dan Tidore yang ditumpangi oleh Bnagsa
Portugis dan Spanyol Secara dalam dengan bahasa yang sederhana.
Pada bab selanjutnya Vlekke mulai membahas dan menjabarkan proses
dan maksud kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia, Vlekke menejlaskan
lebih jauh pada bab ini Belanda pada awal kedatangannya murni untuk
berdagang. Bedasarkan penjelasan Vlekke dalam bukunya Belanda sempat
menjalin diplomatik dengan Kerajaan Aceh dengan sangat baik, bahkan duta
Aceh sempat ke Belanda dan gugur di sana, dimakamkan dan dihormati dengan
cara gereja. Seiring berkembangnya Belanda di Indonesia, Belanda mulai
membuat kongsi dagang yang bernama VOC.Vlekke mencoba menjelaskan
perkembangan VOC di Indonesia dengan menggunakan bahasa yang
sederhana.
Pandangan VOC terkait perdagangan yang ia lakukan di Indonesia mulai
berubah ketika masa Jan Pieterszoon Coen menjadi gubernur jendral di
Batavia. Vlekke mencoba menjabarkan bhawa J.P. Coen mencoba untuk
memonopoli semua jalur perdagangan di Indonesia baik dari pedagang India,
Asia, dan kerajaan-kerajaan lokal yang berkuasa. Belanda mulai berpolitik di
wilayah-wilayah lokal Indonesia untuk mendapatkan pos dagang dan monpoli
perdagangan. Bedasarkan penjabaran Vlekke Coen ingin menguatkan posisi
Belanda baik secara ekonomi maupun politis di Indonesia, Vlekke memandang
cita-cita Coen terlalu ambisius karena ingin membangun imperium komersial
di Asia Tenggara yang berpusat di Batavia. Ekspedisi tersebut mulai dijalankan
dengan lambat karena terbatas biaya dan usaha. Vlekke menggambarkan
kehidupan Belanda di Batavia pada tahun 1618, pengepungan atas Jawa oleh
Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Dengan susah payah J.P.
Coen berhasil menumpas serangan itu dengan menenggelamkan kapal-kapal
pemasok beras pasukan Mataram.
Lebih jauh pada bab ini Vlekke menjelaskan secara mendalam mengenai
kekalahan Kerajaan Mataram yang akhirnya. Pasca kekalahanya di Batavia
tidak kurang satupun prestise Sultan Agung yang berkurang di bawah vassal-
vassal Kerajaan Mataram. Vlekke juga menjabarkan asumsinya mengenai
adanya perevisian babad-babad dari kerajaan masa lalu direvisi pada masa
Kerajaan Mataram Islam untuk menguatkan legitimasi Sultan Agung di tanah
Jawa. Vlekke juga menjabarkan bahwa Belanda mengirim upeti kepada
Mataram sebagai tanda damai dengan Mataram, dan itu membuat Belanda
dapat membangun kota Batavia untuk kota perdagangan. Bab ini Vlekke
menjabarkan bahwa VOC atau Belanda pada masa ini mempunyai konflik
dengan kerajaan-kerajaan lokal yang kuat.
Lebih jauh Vlekke mulai membawa pembaca kepada sebab-sebab
keruntuhan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Vlekke memaparkan bahwa
Belanda telah menguasai ratusan pulau kecil dan wilayah Ternate berserta
pulau di Tenggara Indonesia. Ketika gubernur jendral berganti menjadi
Maestsuycker yang memiliki kedisiplinan militers, sehingga mengakibatkan
peperangan dengan kerajaan-kerajaan lokal di Indonesia. Vlekke menegaskan
bahwa Belanda dapat menguasai Ternate dan monopoli perdagangannya.
Tahun 1666 Speelman memimpin ekspansi menyerang Makassar yang
dilukiskan oleh Vlekke secara detail dalam bukunya, hingga akhirnya
Makassar dengan mudah ditaklukan. Langkah Belanda selanjutnya adalah
melemahkan kontrol Aceh terhadap perdagangan rempah-rempah, pada
akhirnya sebagian wilayah Aceh dan wilayah Sumatra dapat dipegang kendali
monopoli perdaganganya. Lebih jauh Vlekke membawa pembaca untuk
melihat kehancuran kerajaan-kerajaan lokal Indonesia, kali ini adalah giliran
kerajaan di Jawa yaitu Kerjaan Mataram Islam. Adanya resistensi dari
Trunojoyo dan Galesong kepada Mataram, membuat sultan meminta bantuan
terhadap Bativia dibarengi dengan perjanjian-perjanjian yang menguntungkan
Batavia secara penuh. Dengan kecerdasan Vlekke dalam menuangkan fakta
sejarah terhadap bukunya, pembaca terkesan sangat menikmati alur dari setiap
peristiwa yang dipaparkanya termasuk peristiwa runtuhnya Mataram islam
tersebut. Dengan sangat cepat Kerajaan Banten menyusul kerajaan lokal yang
lain menjadi negara bawahan Batavia.
Pada bab ini Vlekke, lebih menjelaskan konsep pola tatanan Belanda di
Batavia maupun pola struktur kewajiban dan peraturan bagi kerajaan-kerajaan
vassal Belanda di Indonesia. Vlekke mencoba menjabarkan sedetail mungkin
mengenai tatanan pemerintahan kota Batavia sepertihalnya administrasi,
hukum dan lain-lain, serta Belanda mulai memonopoli bahan-bahan yang
ditanam rakyat dari kerajaan-kerajaan vassal Belanda. Vlekke menjelaskan
lebih detail dalam bukunya tanpa memihak bangsa apapun. Bab selanjutnya
Vlekke menjabarkan secara lengkap dengan bahasa sederhana kepada pembaca
mengenai kependudukan Belanda pada abad ke 18. Pada abad ini Vlekke
menggambarkan secara netral semakin melemahnya kekuasaan kerajaan-
kerajaan lokal Indonesia serta semakin ribetnya sistem administrasi, ekonomi
yang dijalankan Belanda di Batavia. Vlekke disini juga mengangkat isu
kebimbangan penerpan hukum di Batavia antara hukum kolonial dengan
hukum adat, tanpa pemihakan salah satu bangsa manapun.
Lebih jauh Vlekke menjelaskan pendudukan Wiliam Deandles di
Indonesia sebagai gubernur jendral di Batavia. Vlekke membawa pembaca
pada konflik politik yang dilalui oleh Batavia terhadap kondisi politik
kenegaraan yang ada di Belanda. Ketika Vlekke menjelaskan kewibawaan
Deandles sebagai pemerintah pusat di Batavia, ia menggambarkan sosok
tersebut dengan sangat gagah dan berani mereorganisasi total administrasi
Dewan Hindia. Vlekke juga menggambarkan bagaimana Deandles dalam
mengkritik praktek peradilan di Batavia, hingga ia memberikan solusi-solusi
yang lebih efektif. Sikap Deandles yang digambarkan sangat keras, banyak
mendapat kontra dari raja-raja vassal Batavia.
Pada kajian selanjutnya Vlekke menjabarkan peristiwa diangkatnya
Thomas Stamford Raffles yang merupakan orang Inggris menjadi gubernur
jenderal di Batavia. Dalam bab ini Vlekke telah memaparkan secara jelas
mengenai alasan-alasan Inggris menduduki koloni Belanda, penunjukan Rafles
sebagai gubernur jenderal, serta kebijakan dan peraturan Rafles selama
memerintah di Batavia. Pasca Rafles kembali ke Inggris, Vlekke menjabarkan
bahwa Van Den Bosch merupakan pengganti dari Rafles. Dalam pemerintahan
Van Den Bosch, selepas Belanda berperang melawan tentara Pangeran
Diponegara yang melawan Gubjend Van der Capellen. Van den Bosch
menggantikan posisi gubjend sebelumnya dan mulai menerapkan kebijakan
baru yaitu kerja sewa tanah dengan system kultur. Vlekke memandang bahwa
kebijakan tersebut merupakan eksploitasi Jawa yang seolah-olah orang Jawa
bekerja pada tanah milik pemerintah. Tanaman-tanaman yang dicanangkan
sebagai tanaman rodi merupakan tanaman dengan komoditi ekspor terlaris.
Atas dasar kebijakan tersebut, Vlekke menggambarkan keuntungan Belanda
hingga 823 gulden dari tahun 1831-1877. Sistem kultur tersebut membawa
dampak besar bagi masyarakat Indonesia yang terkena system tersebut. Vlekke
juga menjabarkan segala detail dari peristiwa tersebut dalam bahasa yang
sederhana.
Pada bab selanjutnya Vlekke menekankan pada kaum Liberal yang dapat
menguasai parlemen Belanda. Tuntutan-tuntutan kaum Liberal mengenai
ketimpangan yang ada di koloni Belanda telah membuat perubahan yang besar
bagi sejarah Indonesia. Vlekke dalam bukunya mencoba menjelaskan secara
detail dan rinci, tentunya dengan bahasa yang sederhana dan mudah untuk
dipelajari seperti mulai muncul sekolah-sekolah Belanda. Pada kajian
selanjutnya Vlekke mulai menekankan pada proses berakhirnya koloni Belanda
di Indonesia bedasarkan fakta dan data sejarah yang dikemas secara epic
sehingga pembaca tidak pernah merasa bosan dan dapat menemukan makna
dari apa yang disampaikan oleh Vlekke. Pada bab terkahir merupakan bab yang
berisi mengenai pergerakan rakyat-rakyat Bumi-Putera untuk menentang
kekuasaan Belanda dengan cara terlibat konflik internal maupun eksternal.
Pergerakan tersebut dilakukan secara serentak sehingga menjadi pergerakan
nasional.

Daftar Rujukan

Allen, L. 1946. Pi Gamma MU. International Honor Society Social Scienses.


JSTOR Social Science.21 (02): 384-330.

Vlekke, B.H.M. 2010. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Rama, D.A. 2016. Teori Siklus Sejarah Ibnu Khaldun. (Online).


(http://astriddwirama.blogspot.co.id/2016/07/teori-siklus-sejarah-ibnu-
khaldun.html). Diakses pada 2 Mei 2018 pukul 18.00.

Anda mungkin juga menyukai