Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI II

“CYSTIC FIBROSIS”

OLEH
KELOMPOK VI :

WISDAYANTI NUR FATMA IMRAN (F1F1 12 132)


YULYANA (F1F1 12 133)
MARIANI TRIWATAMI (F1F1 12 136)
SYAHRIR MANAAN (F1F1 12 137)
WD. SITI KARNIA RAMADHAN (F1F1 12 138)
NARFINA (F1F1 12 139)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2015
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis memperoleh kesehatan

dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan makalah Farmakoterapi II ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya

kepada dosen pembibing atas kesediaannya dalam membimbing sehingga

makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya atas keterbatasan ilmu maupun dari segi

penyampaian yang menjadikan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak

untuk sempurnanya makalah ini

Kendari, September 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................


DAFTAR ISI .............................................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................

B. Rumusan Masalah ......................................................................................

C. Tujuan .........................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN .........................................................................................


A. Definisi umum Cystic Fibrosis ...................................................................

B. Etiologi Cystic Fibrosis ..............................................................................

C. Patofisiologi Cystic Fibrosis........................................................................

D. Gejala dan Tanda Cystic Fibrosis ………………………………………...

E. Diagnosa Cystic Fibrosis ............................................................................

F. Tata Laksana Terapi Cystic Fibrosis............................................................

G. KIE Dan monitoring Cystic Fibrosis...........................................................

H. Contoh Kasus..............................................................................................

BAB III. PENUTUP .................................................................................................


A. Kesimpulan .................................................................................................

B. Saran ...........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini ganguan pada sistem-sistem organ manusia semakin
berkembang. Gangguan tersebut ada yang timbul karena factor gaya hidup
yang kurang tepat dan ada juga yang timbul sejak bayi lahir (konginetal).
Kelainan konginetal bisa disebabkan oleh kegagalan pada saat proses
embriologi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kelainan genetik. Salah satu
contoh kelainan genetik pada system pernapasan adalah cystic fibrosis. Cystic
fibrosis merupakan gangguan monogenik yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Tanda dan gejala pertama biasanya terjadi pada masa kanak-
kanak, namun sekitar 5% pasien di Amerika Serikat didiagnosis pada waktu
dewasa.
Prevalensi dari cystic fibrosis atau yang biasa disingkat dengan CF
beragam, tergantung dari etnis suatu populasi. CF dideteksi pada sekitar 1 dari
3000 kelahiran hidup pada populasi Kaukasia di Amerika bagian Utara dan
Eropa Utara, 1 dari 17.000 kelahiran hidup pada African Amerikan (Negro),
dan 1 dari 90.000 kelahiran hidup pada populasi Asia di Hawaii Karena adanya
perkembangan dalam terapi, >41% pasien yang sekarang dewasa (18 tahun)
dan 13% melewati umur 30 tahun. Median harapan hidup untuk pasien CF
adalah >41 tahun sehingga CF tidak lagi merupakan penyakit pediatrik, dan
internis harus siap untuk menentukan diagnosis CF dan menangani banyak
komplikasinya. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada
saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan
bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi
kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis bisa terjadi akibat adanya mutasi genetic yang
membentuk protein CF transmembrane conductance regulator (CFTR) yang
terletak pada kromosom 7. Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic
fibrosis tidak diketahui secara pasti. Sebuah teori menyebutkan bahwa
kekurangan klorida yang terjadi pada protein CFTR menyebabkan akumulasi
secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi oleh
system.imun Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR
menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang
menyebabkan pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan
kekentalan mucus. Teori-teori tersebut mendukung sebagian besar observasi
tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis yang menghambat jalanya organ
yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini menyebabkan perubahan
bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada pankreas karena akumulasi
enzim digestive, hambatan di usus halus oleh kerasnya feses dan lain-lain.
Begitu besaranya resiko perkembangan penyakit cystic fibrosis,
sebagai tenaga kesehatan diharapkan bias mengidentifikasi secara dini sebagai
upaya pencegahan penyebaran penyakit ke berbagai organ lain.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1. Apa definisi dari Cystic Fibrosis ?
2. Bagaimana etiologi dari Cystic Fibrosis ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Cystic Fibrosis ?
4. Bagaimana gejala dan tanda dari Cystic Fibrosis ?
5. Bagaimana tata laksana terapi pada penyakit Cystic Fibrosis ?
6. Bagaimana KIE dan monitoring untuk penyakit Cystic Fibrosis ?

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi dari Cystic Fibrosis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Cystic Fibrosis.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Cystic Fibrosis.
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda dari Cystic Fibrosis.
5. Untuk mengetahui tata laksana terapi pada penyakit Cystic Fibrosis.
6. Untuk memberikan informasi dan monitoring pada penyakit Cystic Fibrosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Cystic Fibrosis
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenik yang ditemukan sebagai
penyakit multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri
kronis pada saluran napas yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis
dan bronchiolectasis, insufisiensi exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal,
fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai
dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan
insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal.
Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen
dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen
regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator/CFTR).

B. Etiologi Cystic Fibrosis


Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive
autosomal. Gen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah
diidentifikasi pada tahun 1989 sebagai cystic fibrosis transmembrane-
conductance regulator glycoprotein (CFTR gen) yang terletak pada lengan
panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung
1480 asam amino, yang sepertinya berfungsi untuk cyclic AMP–regulated Cl–
channel dan dari namanya, mengatur channel ion lainnya. Bentuk CFTR yang
terproses lengkap ditemukan pada membran plasma di epithelial normal.
Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi F508 menyebabkan
kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada protein CFTR. Sehingga
alpanya CFTR pada membrane plasma merupakan pusat dari patofisiologi
molecular akibat mutasi F508 dan mutasi kelompok I-II lainnya. Namun,
mutasi kelompok III-IV menghasilkan protein CFTR yang telah diproses
lengkap namun tidak berfungsi atau hanya sedikit berfungsi pada membrane
plasma. Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam
dan air di dalam dan di luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic fibrosis,
gen tersebut tidak bekerja dengan efektif. Hal ini menyebabkan kental dan
lengketnya mucus serta sangat asinnya keringat yang dapat menjadi ciri utama
dari cystic fibrosis.
Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak
diketahui secara pasti. Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida
yang terjadi pada protein CFTR menyebabkan akumulasi secret di paru-paru
yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi oleh system imun. Teori yang
lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR menyebabkan peningkatan
perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan pertambahan
reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori
tersebut mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di
cystic fibrosis yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang
kental. Hambatan ini menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru,
kerusakan pada pancreas karena akumulasi enzim digestive, hambatan di usus
halus oleh kerasnya feses dan lain-lain.

C. Patofisiologi Cystic Fibrosis


Cystic Fibrosis merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi
gen yang terletak pada kromosom 7. Mutasi gen ini menyebabkan hilangnya
fenilalanin pada rantai asam ammino 508 yang dikenal sebagai regulator
transmembran fibrosis kistik (CFTR).
Protein CFTR merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai
saluran Cl- diatur AMP siklik. Proses pembentukan CFTR seluruhnya
ditemukan pada membran plasma epitel normal. Mutasi DF 508 menyebabkan
proses yang tidak benar dan pemecahan protein CFTR intraseluler sehingga
tidak ditemukannya protein CFTR pada lokasi seluler.
Tanda biofisika diagnostik pada CF epitel saluran napas yaitu adanya
peningkatan perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD).
Transepitelial PD menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi
epithelial terhadap aliran ion. CF saluran napas memperlihatkan
ketidaknormalan pada absorbsi Na+ dan Sekresi Cl- aktif. Defek sekresi Cl
memperlihatkan alpanya cyclic AMP–dependent kinase dan protein kinase C–
regulated Cl– transport yang dimediasi oleh CFTR. Suatu pemeriksaan yang
penting mengatakan bahwa adanya perbedaan molekul pada Ca2+- activated Cl–
channel (CaCC) yang terlihat pada membran apical. Channel ini dapat
menggantikan CFTR dengan imbas pada sekresi Cl- dan dapat menjadi target
terapeutik berpotensial. Regulasi abnormal dari absorbsi Na+ merupakan
gambaran inti pada CF di epitel saluran napas. Abnormalitas ini menunjukkan
fungsi kedua dari CFTR, yaitu sebagai tonik inhibitor pada channel Na+.
Mekanisme molekuler yang memediasi aksi CFTR belum diketahui.
Klirens mucus merupakan pertahanan innate primer saluran napas
terhadap infeksi bakteri yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi
aktif Na+ dan sekresi Cl- untuk mengatur jumlah cairan (air), misal “hidrasi”,
pada permukaan saluran napas untuk klirens mucus yang efisien. Hipotesis
utama tentang patofisiologi CF saluran napas adalah adanya regulasi yang
salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan untuk mengsekresi Cl-
melalui CFTR, mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas, baik
penebalan mucus, maupun deplesi cairan perisiliar mengakibatkan adhesi
mucus pada permukaan saluran napas. Adhesi (tarik-menarik benda yang
sejenis) mucus menyebabkan kegagalan untuk membersihkan mucus dari
saluran napas baik melalui mekanisme siliar dan batuk. Tidak ditemukannya
keterkaitan yang tegas antara mutasi genetik dan keparahan penyakit paru-paru
menyimpulkan adanya peran penting dari gen pemodifikasi dan interaksi antara
gen dan lingkungan.
Infeksi yang terdapat pada CF saluran napas cenderung melibatkan
lapisan mukosa dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas.
Predisposisi dari CF saluran napas terhadap infeksi kronis Staphylococcus
aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras dengan kegagalan membersihkan
mucus. Sekarang ini, telah didemonstrasikan bahwa tekanan O2 sangat rendah
pada mucus CF, dan adaptasi terhadap hypoxia merupakan penentu penting
fisiologi bakteri pada paru-paru CF. Ditekankan bahwa, baik stasis mucus dan
hypoxia mucus dapat berkontribusi terhadap kecenderungan Pseudomonas
untuk dapat tumbuh pada koloni biofilm didalam plak mucus disekitar
permukaan saluran napas dengan CF.
D. Gejala dan Tanda Cystic Fibrosis
Gangguan dapat terjadi pada banyak organ di seluruh tubuh. Organ
yang paling sering terkena adalah paru-paru, pankreas, usus halus, hati,
kandung empedu, dan organ-organ reproduksi.
Tanda dan gejala fibrosis kristik bervariasi, tergantung dari keparahan
penyakit. Bahkan pada orang yang sama, gejala bisa memburuk atau membaik
seiring dengan waktu. Pada sebagian penderita, gejala bisa mulai muncul sejak
bayi. Penderita lainnya mungkin tidak mengalami gejala hingga mencapai usia
remaja atau dewasa.
 Tanda dan gejala pada sistem pernafasan
Lendir yang tebal dan lengket pada fibrosis kristik menyumbat saluran
nafas yang membawa udara masuk daan keluar paru-paru. Hal ini
memyebabkan terjadinya :
 Batuk persisten dengan dahak yang kental
 Sesak nafas
 Menurunnya kemampuan untuk beraktivitas/berolahraga
 Infeksi paru berulang
 Hidung tersumbat atau peradangan pada hidung
Seiring dengan berkembangnya penyakit, gejala cenderung lebih
sering terjadi, bentuk dada menjadi seperti tong (barrel-shaped), dan
oksigen yang tidak adekuat bisa membuat jari-jari berbentuk tabuh
(clubbing fingers) dan ujung-ujung jari berwarna kebiruan.
 Tanda dan gejala pada sistem pencernaan
Sekret yang kental juga bisa menyumbat saluran yang menyalurkan
enzim-enzim pencernaan dan pankreas ke usus halus. Tanpa enzim-enzim
ini, usus tidak dapat menyerap zat gizi dari makanan dengan sempurna.
Akibatnya :
 Tinja yang berminyak dan berbau busuk
 Berat badan rendah dan gangguan pertumbuhan
 Sumbatan usus, terutama pada bayi baru lahir (ileus mekonium)
 Konstipasi berat
Karena adanya sumbatan pada usus, penderita menjadi sering
mengedan saat buang air besar. Hal ini bisa menyebabkan sebagian rektum
menonjol keluar dari anus (prolaps rekti). Anak yang lebih besar dan
orang dewasa bisa mengalami episode berulang dari sumbatan usus, yang
menyebabkan perubahan pola buang air besar, timbulnya nyeri krim perut,
konstipasi, penurunan nafsu makan, dan terkadang muntah.
 Tanda dan gejala CF pada endokrin
Pankreas berisi pulau langerhans, yang bertanggung jawab untuk
membuat insulin, suatu hormon yang membantu mengatur glukosa darah.
Kerusakan pankreas dapat menyebabkan hilangnya sel pulau langerhans,
mengarah ke jenis diabetes.
 Tanda dan gejala CF pada tulang dan sendi
Vitamin D yang terlibat dalam kalsium dan fosfat regulasi.
Penyerapan yang buruk dari vitamin D dari makanan karena melabsorbsi
dapat menyebabkan penyakit tulang osteoporosis dimana tulang jadi lemah
dan lebih rentan terhadap patah tulang. Selain itu, orang dengan CF sering
mengalami clubbing dari jari tangan dan kaki akibat efek penyakit kronis
dan oksigen rendah dalam jaringan mereka.
 Tanda dan gejala CF pada reproduksi
Infertilitas mempengaruhi baik pria maupun wanita. Pada wanita,
beberapa wanita mengalami kesulitan kesuburan karena lendir serviks
menebal atau malnutrisi. Gangguan penyerapan vitamin yang larut dalam
lemak (vitamin A, D, E, dan K) bisa menyebabkan rabun senja, rakitis,
anemia, dan kelainan perdarahan. Selain itu, remaja seringkali mengalami
hambatan dalam pertumbuhan, pubertas terlambat, dan ketahanan fisik
menurun.

E. Diagnosa Penyakit Cystic Fibrosis


Pemeriksaan penyaringan (screening test) untuk fibrosis kistik
dilakukan pada semua bayi baru lahir. Bayi baru lahir yang menderita fibrosis
kistik memiliki kadar enzim tripsin yang tinggi di dalam darah. Untuk itu,
dilakukan pengukuran kadar tripsin di dalam darah pada bayi-bayi baru lahir.
Jika kadar tripsin dalam darah tinggi, maka bayi baru lahir melanjutkan
pemeriksaan lain untuk memastikan adanya fibrosis kistik. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan antara lain pemeriksaan genetik dan atau pemeriksaan
keringat.
 Pemeriksaan Keringat
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengukur kadar garam dalam
keringat. Diagnosa fibrosis kistik dipastikan jika didapatkan adanya kadar
garam dalam keringat yang lebih tinggi dari normal pada orang-orang yang
memiliki gejala fibrosis kistik atau memiliki riwayat keluarga dengan
fibrosis kistik.
 Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan ini dapat memastikan diagnosa fibrosis kistik pada
orang-orang yang memiliki satu atau lebih gejala fibrosis kistik yang khas
atau memiliki riwayat fibrosis kistik dalam keluarga. Diagnosa dipastikan
dengan menemukan adanya dua gen fibrosis kistik yang normal.
 Pemeriksaan Lainnya
Fibrosis kistik dapat mengenai berbagai organ, sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan lainnya untuk membantu meneggakan diagnosis :
 Analisa tinja
Karena kadar enzim pankreas berkurang, maka pada analisa tinja
didapatkan rendahnya atau tidak terdeteksinya enzim pencernaan
elastase, trypsin, dan chymotrypsin (yang dihasilkan oleh pankreas).
 Tes fungsi paru. Pemeriksaan ini merupakan indikator yang baik untuk
menentukan seberapa baik paru-paru berfungsi. Tes ini mengukur berapa
banyak udara masuk dan keluar saat bernapas, seberapa cepat dapat
menghirup udara dan mengeluarkannya, dan seberapa baik paru-paru
memberikan oksigen ke darah.
 Rontgen dada dan CT scan dada, untuk membantu menunjukkan adanya
infeksi paru atau kerusakan paru-paru yang luas. Sebuah x-ray dada dapat
menunjukkan apakah paru-paru meradang atau terluka, atau apakah paru
terperangkap udara.
 Sebuah sinus x ray. Tes ini mungkin menunjukkan tanda-tanda sinusitis,
komplikasi dari CF.
 Tes kultur dahak. Tes ini untuk melihat bakteri yang tumbuh di
dalamnya. Jika memiliki bakteri yang disebut Pseudomonas berlendir,
maka mungkin individu itu memiliki CF yang sudah berada tahan lebih
lanjut yang memerlukan pengobatan agresif.
F. Tata Laksana Terapi Cystic Fibrosis
1. Tujuan Terapi
Tujuan terapi pada penyakit Cystic Fibrosis adalah :
 Mencegah dan mengontrol infeksi-infeksi pada paru-paru .
 Melonggarkan dan mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari
paru-paru .
 Mencegah halangan-halangan pada usus-usus.
 Menyediakan nutrisi yang cukup.
 Tujuan utama dari terapi CF yaitu untuk meningkatkan klirens dari
sekresi dan mengendalikan infeksi di paru-paru
 Mencegah obstruksi intestinal.
 Terapi untuk mengembalikan proses penyusunan genetic CFTR atau
terapi gen merupakan terapi yang dipilih.
2. Strategi Terapi
Strategi terapi yang dilakukan meliputi dua hal medikamentosa dan
pembedahan. Medikamentosa berupa pemberian terapi antibiotik yang
efektif terhadap kuman pseudomonas dan staphylococci serta digabung
dengan irigasi rongga hidung rutin (aggresive nasal toilet) mungkin dapat
meredakan gejala klinis yang ada.
Terapi pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa tidak efektif,
bagaimanapun juga pertimbangan pembedahan harus benar-benar matang
pada pasien CF karena bahaya-bahaya kemungkinan terbentuknya mucus
kental yang banyak selama operasi dengan anastesi umum yang resikonya
semakin meningkat sejalan dengan lamanya intubasi.
3. Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan adalah :
 Latihan/Olahraga Latihan aerobik membantu:
- Mengendurkan lendir.
- Mendorong batuk untuk membersihkan lendir.
- Memperbaiki kondisi fisik keseluruhan .
 Konsumsi makanan yang baik, aktivitas fisik, serta dukungan psikis dan
sosial. Makanan sebaiknya mengandung kalori dan protein yang cukup
agar pertumbuhan penderita tetap berlangsung normal. Penderita harus
mengonsumsi lemak dalam jumlah yang lebih banyak karena mereka
umumnya tidak dapat menyerap lemak dengan baik. Mencegah
perkawinan dengan penderita fibrosis kistik.
4. Terapi Farmakologi
a. Terapi Menggunakan Obat Antibiotik
Kebanyakan orang-orang dengan CF mempunyai infeksi-infeksi
paru derajat rendah yang terus menerus. Adakalanya, infeksi-infeksi ini
menjadi begitu serius sehingga anda mungkin memerlukan dirawat
dirumah sakit. Antibioti-antibiotik adalah perawatan utama.
Diberikan beberapa tipe-tipe yang berbeda dari antibiotik-
antibiotik. Pilihan dari antibiotik-antibiotik tergantung pada:
- Strain-strain dari bakteri-bakteri yang terlibat.
- Berapa serius kondisi anda.
- Sejarah penggunaan antibiotik anda sebelumnya.
 Tipe-tipe yang berbeda dari antibioti-antibiotik termasuk:
- Antibiotik-antibiotik oral untuk infeksi-infeksi saluran udara yang
relatif ringan.
- Antibiotik-antibiotik yang dihirup, seperti tobramycin (to-bra-MI-
sin). Mereka mungkin digunakan sendirian atau dengan antibiotik-
antibiotik oral.
- Antibiotik-antibiotik intrvena untuk infeksi-infeksi yang berat/parah
atau ketika tidak ada satupun dari antibiotik-antibiotik oral yang
bekerja.
- Antibiotik-antibiotik, seperti azithromycin (az-ith-roe-MYE-sin),
yang juga mengurangi peradangan.
b. Terapi Fisik Dada
Terapi fisik dada atau chest physical therapy (CPT) juga disebut
menepuk dada atau perkusi dada. Ia melibatkan pemukulan dada dan
punggung anda berkali-kali untuk mengeluarkan lendir dari paru-paru
anda sehingga anda dapat membatukan lendir keatas. CPT untuk cystic
fibrosis harus dilakukan tiga sampai empat kali setiap hari.
CPT juga sering dirujuk sebagai pengaliran postural. Ini melibatkan
duduk anda atau berbaring pada perut anda dengan kepala anda kebawah
ketika anda melakukan CPT. Ini mengizinkan gaya berat untuk
membantu mengalirkan lendir dari paru-paru anda.
Karena CPT adalah berat atau tidak nyaman untuk beberapa orang-
orang, beberapa alat-alat telah dikembangkan baru-baru ini yang
mungkin membantu dengan CPT. Alat-alat termasuk:
- Penepuk dada elektrik, dikenal sebagai mechanical percussor.
- Vest (rompi) terapi yang dapat dikembangkan yang menggunakan
gelombang-gelombang udara frekuensi tinggi untuk memaksa lendir
keluar dari paru-paru anda.
- Alat "flutter", alat kecil yang dipegang tangan yang anda napas keluar
melaluinya. Ia menyebabkan getaran-getaran yang mengeluarkan
lendir.
- Positive expiratory pressure (PEP) mask yang menciptakan getaran-
getaran yang membantu melepaskan lendir dari dinding-dinding
saluran udara.
 Beberapa teknik-teknik pernapasan mungkin juga membantu
mengeluarkan lendir. Teknik-teknik ini termasuk:
- Forced expiration technique (FET) - memaksa keluar sepasang
pernapasan-pernapasan atau tiupan-tiupan dan kemudian melakukan
pengenduran pernapasan.
- Active cycle breathing (ACB) - FET dengan latihan-latihan
pernapasan yang dalam yang dapat mengendurkan lendir pada paru-
paru anda dan membantu membuka saluran-saluran udara anda.
c. Terapi Obat-Obat lain
Obat-obat anti-peradangan mungkin membantu mengurangi
peradangan pada paru-paru anda yang disebabkan oleh infeksi-infeksi
yang terus menerus. Obat-obat ini termasuk:
- Steroid-steroid yang dihirup atau, adakalanya oral. Steroid-steroid
adalah obat-obat anti-peradangan yang paling efektif.
- Ibuprofen, tipe dari obat anti-peradangan nonsteroid. Ia mungkin juga
memperlambat kemajuan dari CF pada anak-anak muda dengan
gejala-gejala ringan.
- Bronkodilator, yang adalah obat-obat yang dihirup yang
mengendurkan otot-otot sekitar saluran-saluran udara sehingga
saluran-saluran udara dapat terbuka. Mereka harus dipakai tepat
sebelum CPT untuk membantu membersihkan lendir.
Obat-obat pengencer lendir yang mengurangi kelengketan dari
lendir pada saluran-saluran udara anda. Mereka termasuk:
- Human DNase (Dornase Alfa), obat yang mengendurkan lendir pada
paru-paru anda. Ia mungkin menjurus pada rawat inap yang lebih
pendek.
- Acetylcysteine dan saline.
- Hypertonic saline, larutan dari air yang steril dan sangat asin yang
dipakai dengan nebulizer dua kali sehari, dapat membantu
membersihkan lendir dan memperbaiki fungsi paru. Beberapa dokter-
dokter sekarang memberikannya pada pasien-pasien yang terpilih diatas
umur 6 tahun.
d. Terapi Oksigen
Jika tingkat oksigen dalam darah anda terlalu rendah, anda
mungkin memerlukan terapi oksigen. Oksigen biasanya diberikan
melalui selang plastik hidung yang bercabang atau masker.
e. Transplantasi Paru
Operasi untuk menggantikan satu atau keduanya paru-paru anda
dengan paru yang sehat dari donor manusia mungkin membantu anda.
Beberapa faktor-faktor yang menentukan apakah anda dapat menjalani
transplantasi paru termasuk:
- Tipe bakteri dalam paru-paru anda.
- Umur dan berat badan anda.
- Obat-obat yang sedang anda minum.
- Apakah anda mempunyai kondisi-kondisi medis lain, termasuk
osteoporosis.
- Berapa baiknya fungsi paru anda.

G. KIE dan Monitoring


 KIE
Pola hidup sehat seperti tidak merokok, konsumsi makanan sehat,
melakukan olahraga aerobik, melakukan pemeriksaan kesehatan dengan
teratur.
 Monitoring
Rencana monitoring terapi obat meliputi:
a. Monitoring efektivitas terapi.
b. Monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB) meliputi efek samping obat,
alergi, interaksi obat.

H. Contoh Kasus
Kasus Cystic Fibrosis
Anak NO umur 1 tahun mengalami batuk dan mengeluarkan dahak kental,
nafas tersengal-sengal, mengi dan kulitnya membiru. Fesesnya berbau busuk
dan mengeluarkan lemak serta berminyak. Berat badan dan tinggi badan tidak
pernah naik. Perutnya kembung dan suka mual. Masuk RS dalam keadaan
pucat dan lemah. Diketahui Anak NO adalah blasteran keturunan Eropa
Indonesia, Ayahnya sudah kembali ke Eropa Utara dan NO dirawat oleh
ibunya di Muna, mereka telah cerai sejak NO umur 3 bulan.
Bagaimana Tatalaksana Terapinya?
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan :
1. Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai
dengan infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif
dan insufisiensi pankreas dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal.
Kelainan ini merupakan kelainan genetik yang bersifat resesif heterogen
dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi pada gen-gen
regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator/CFTR).
2. Etiologi cystic fibrosis, CF disebabkan oleh terjadinya mutasi pada gen yang
disebuat “cystic fibrosis transmembrane conductance regulator” (CFTR).
Produk dari gen tersebut membantu pembentukan sekresi keringat, cairan
digesti lambung dan cairan mukus. Walaupun orang normal tanpa CF
mempunyai dua kopi gen CFTR, tetapi hanya satu yang diperlukan untuk
mencegah CF. CF akan berkembang apabila kedua gen tersebut tidak
bekerja secara normal.
3. Patofisiologi cystic fibrosis, ada beberapa mutasi pada gen CFTR dan mutasi
yang berbeda menyebabkan cacat yang berbeda dalam protein CFTR,
kadang-kadang menyebabkan penyakit ringan atau lebih berat. Penyakit
autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Mutasi
gen ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam ammino 508
yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CFTR).
sebagian besar kerusakan CF adalah karena penyumbatan saluran sempit
organ tubuh yang terkena dengan cairan kental. Sumbatan ini menyebabkan
renovasi dan infeksi pada kerusakan : paru-paru oleh enzim pencernaan
yang terakumulasi dalam penyumbatan, pancreas usus oleh kotoran tebal,
dan lain-lain.
4. Gejala dan tanda umunya seperti batuk persisten yang disertai sputum, batuk
dari efek bronkitis dan pneumonia.
5. Tata laksana terapi cystic fibrosis berupa terapi non farmakologi yang
meliputi olahraga teratur, mengkonsumsi makanan sehat, dan pola hidup
sehat. Terapi farmakologi meliputi medikamentosa (terapi antibiotik, terapi
mukolitik, dan irigasi) dan pembedahan.
6. KIE dan monitoring, pola hidup sehat seperti tidak merokok, konsumsi
makanan sehat, melakukan olahraga aerobik, melakukan pemeriksaan
kesehatan dengan teratur. Monitoring yang dilakukan berupa monitoring
efektivitas terapi dan monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB) meliputi
efek samping obat, alergi, interaksi obat.

B. Saran
Sebagai saran sebaiknya makalah ini dapat dibaca untuk lebih
menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit cystic fibrosis.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan., S.G. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V. Departemen Farmakologi


dan Terapetik FK-UI. Jakarta.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11. ECG.
Jakarta.

Ratjen, Felix A. 2009. Cystic Fibrosis: Pathogenesis and Future Treatment


Strategies. Respiratory care, Vol 54, No 5.

Tjay, HT. Rahardja K. 2003. Obat-Obat Penting. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai