Anda di halaman 1dari 45

DRAFT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI


Standar Pelayanan Laboratorium
Tuberkulosis
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN …………………………………………………………… i


KATA PENGANTAR DIREKTUR BINA PELAYANAN PENUNJANG MEDIK DAN SARANA KESEHATAN …………………… ii
TiIM PENYUSUN DAN KONTRIBUTOR …………………………………………………………………………………………………. iii
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ……………………………………………………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………………………………………………………. v

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No. ………………………………………………………………… 1

TENTANG STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM TUBERKULOSIS

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA No. ………………………………………………….. 4

TENTANG STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM TUBERKULOSIS

I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………………………………………………. 4
A. LATAR BELAKANG ……………………………………………………………………………………………………………. 4
B. TUJUAN …………………………………………………………………………………………………………………………. 4
C. RUANG LINGKUP……………………………………………………………………………………………………………….. 5
D. PENGERTIAN DAN BATASAN………………………………………………………………………………………………… 5

II PERAN LABORATORIUM DALAM MENDUKUNG PENGENDALIAN TB ………………………………………………….. 6


A. KEBIJAKAN………………………………………………………………………………………………….............................. 6
1. Kebijakan Program Penanggulangan TB Nasional …………………………………………………………………….. 6
2. Kebijakan Pelayanan Laboratorium TB …………………………………………………………………………………. 8
B. STRATEGI…………………………………………………………………………………………………................................ 8
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM TB………………………………………………………………………………………… 9
1. Pemeriksaan Mikroskopis BTA… …………………………………………………………………………………………. 8
2. Pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaaan ………………………………………………………………………………… 9
3. Pemeriksaan M. tuberculosis lain …………………………………………………………………………………………… 9

III STANDAR UMUM PELAYANAN LABORATORIUM TB ………………………………………………………………………. 10


A. TUJUAN………………………………………………………………………………………………........................................ 10
B. ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN………………………......................................................................................... 11
C. STAF DAN PIMPINAN…………………………………………………………………………………………………………… 11
D. FASILITAS DAN PERALATAN……………………......................................................................................................... 12
E. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR…………………………………………………………………………………………………. 12
F. PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN........................................................................................... 16
G. EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU …………………………………………………………………………………… 16

IV STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM MIKROSKOPIS TB …………………………………………………………….. 17


A. KETENAGAAN………………………………………………………………………………………………............................. 17
B. SARANA DAN PRASARANA………………………........................................................................................................ 17
C. PERALATAN DAN BAHAN HABIS PAKAI……………………………………………………………………………………. 18
D. METODE PEMERIKSAAN……………………............................................................................................................... 19
E. PEMANTAPAN MUTU……….. 20

V STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM BIAKAN DAN UJI KEPEKAAN ………………………………………………… 21


A. KETENAGAAN……………………………………………………………………………………………................................. 21
B. SARANA DAN PRASARANA………………………........................................................................................................ 21
C. PERALATAN DAN BAHAN HABIS PAKAI …………………………………………………………………………………… 25
D. PROSEDUR PEMERIKSAAN…………………….......................................................................................................... 29
E. PENANGANAN LIMBAH ………………………………………………………………………………………………………. 29
F. PEMANTAPAN MUTU…………………………………………………………………………………………………………… 30

VI PEMERIKSAAN LABORATORIUM TB LAINNYA ……………………………………………………………………………… 31


A. PEMERIKSAAN ASAM NUKLEAT…………………………………………………………………...................................... 31
B. PEMERIKSAAN ANTIBODI TERHADAP M. Tuberculosis………………………............................................................ 32
C. PEMERIKSAAN INTERFERON ………………………………………………………………………………………………... 34

VII PENUTUP …………………………………………………………………………………………………………………………… 35

DAFTAR PUSTAKA
TIM PENYUSUN

Kementerian Kesehatan RI

Agus Susanto
A.W Praptiwi
Ira Irianti
Eva Dian Kurniawati
Irfan Ediyanto
Sri Widyastuti
Wahyuni Prabayanti
Wiwi Ambarwati
Retno Kusumadewi

Kelompok Kerja Laboratorium TB


Agus Sjahrurrachman
Endang Woro
Endriyana S
Harini Janiar
Isak Solihin
Lia Iswara
Lisa Dewi
Ning Rintiswati
Roni Chandra
Tintin Gartinah

KONTRIBUTOR

Dalwani BLK Yogyakarta


Fransisca S RSP. Rotinsulu Bandung
Lia Kusumawati RSUP Adam Malik
Nasrum Massi Laboratorium NHCR Makassar
Andriansjah Rukmana Mikrobiologi FK UI
Koesprijani BBLK Surabaya
Ita Andayani BBLK Surabaya
Wahyu Dian M BBLK Jakarta
Tina Kusumaningrum KNCV/TBCARE

Sekretariat :
Subdit Bina Pelayanan Mikrobiologi dan Imunologi
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Lampiran

Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor :

Tanggal:

STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM TUBERKULOSIS

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis dan menjadi


masalah kesehatan masyarakat yang utama, sehingga di tingkat global telah
dikembangkan rencana penanggulangan yang terprogram dan
berkesinambungan.

Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS dan


laboratorium mempunyai peran penting untuk menegakkan diagnosis,
pemantauan dan evaluasi pengobatan.

Tantangan di masa mendatang terhadap pelayanan laboratorium TB adalah


kasus MDR dan XDR, ko-infeksi TB-HIV, serta pelayanan laboratorium
untuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Pada seseorang yang
terinfeksi TB, maka ko-infeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko
progresivitas menjadi TB aktif. Peningkatan prevalensi HIV di Indonesia
menjadi peluang untuk peningkatan metode pemeriksaan TB-HIV. Selain itu
program pemerintah untuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan
agar mendapat pelayanan yang bermutu perlu mendapat prioritas karena
situasi yang berbeda dengan daerah lain, menyangkut infrastruktur dan
geografis.

Oleh karena itu, setiap laboratorium TB yang memberikan pelayanan


pemeriksaan TB baik yang paling sederhana yaitu pemeriksaan apusan
dahak secara mikroskopis maupun pemeriksaan baku standar yaitu biakan
dan uji kepekaan haruslah bermutu. Untuk menjamin pelaksanaan
pemeriksaan laboratorium yang bermutu, perlu disusun suatu
acuan/standar pelayanan laboratorium TB.

B. TUJUAN

Tujuan Umum:
Sebagai acuan pelaksanaan peningkatan dan pengendalian mutu pelayanan
laboratorium TB di setiap fasilitas pelayanan kesehatan.
Tujuan Khusus:
- Sebagai acuan pelaksanaan peningkatan dan pengendalian mutu
pelayanan laboratorium mikroskopis TB.
- Sebagai acuan pelaksanaan peningkatan dan pengendalian mutu
pelayanan laboratorium biakan dan uji kepekaan TB.
- Sebagai acuan pelaksanaan peningkatan dan pengendalian mutu
pelayanan laboratorium biomolekuler TB.

C. RUANG LINGKUP DAN SASARAN

Ruang lingkup Standar Pelayanan Laboratorium TB ini dibatasi pada


pelayanan pemeriksaan laboratorium TB secara mikroskopis, biakan, uji
kepekaan M. Tuberkulosis dan pemeriksaan biomolekuler TB yang meliputi
Ketenagaan, Sarana dan Prasarana, Peralatan, Bahan habis pakai, Metode
pemeriksaan, Pemantapan Mutu.

Sasarannya adalah seluruh laboratorium yang memberikan pelayanan


pemeriksaan TB secara mikroskopis, biakan, uji kepekaan dan biomolekuler
M. tuberkulosis.

D. PENGERTIAN DAN BATASAN

BSC : Biosafety Cabinet


BTA : Batang Tahan Asam
DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse
ISTC : International Standard for Tuberculosis Care,
Standar Internasional Penanganan
Tuberkulosis
IUATLD : International Union Against Tuberculosis and
Lung Diseases
Jejaring : Sistem yang menggambarkan kerja sama dan
laboratorium TB alur rujukan di antara berbagai laboratorium
TB
K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Laboratorium TB : Laboratorium yang melakukan pemeriksaan
M. tuberculosis
MDR : Multi Drug Resistance
Pemantapan mutu : suatu sistem yang dirancang untuk
laboratorium meningkatkan dan menjamin mutu serta
efisiensi pemeriksaan laboratorium secara
berkesinambungan sehingga hasilnya dapat
dipercaya
PRM : Puskesmas Rujukan Mikroskopis
PPM : Puskesmas Pelaksana Mandiri
SPO : Standar Prosedur Operasional, prosedur baku
Supervisi : kegiatan monitoring langsung dan pembinaan
untuk mempertahankan kompetensi standar
melalui on the job training
Tes panel : kegiatan PME untuk menilai kinerja sebuah
laboratorium oleh laboratorium rujukan yang
mempunyai kewenangan dan kompetensi
Uji silang : kegiatan pemeriksaan kembali hasil
pemeriksaan oleh laboratorium rujukan uji
silang yang telah ditunjuk terhadap sediaan
dahak yang telah diperiksa oleh laboratorium
diagnostik TB
XDR : Extensively Drug Resistance

II. PERAN LABORATORIUM DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGENDALIAN


TB
A. KEBIJAKAN
1. Kebijakan Program Penanggulangan TB Nasional

- Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan asas desentralisasi


yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana, dan
prasarana.
- Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi
DOTS serta pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu
pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga
mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB-
MDR.
- Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan, meliputi puskesmas, Rumah Sakit Umum pemerintah dan
swasta, Rumah Sakit Paru, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), klinik
pengobatan lain serta Dokter Praktik Swasta (DPS).
- Peningkatan kemampuan laboratorium di berbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

2. Kebijakan Pelayanan Laboratorium TB

Program penanggulangan penyakit TB di Indonesia dilaksanakan dengan


menerapkan strategi DOTS yang mencakup lima komponen kunci di
antaranya adalah pemeriksaan mikroskopis dahak untuk diagnosis TB.
Sedangkan untuk monitoring dan evaluasi pengobatan serta deteksi dini
pada kasus kekebalan ganda obat anti TB, diperlukan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman TB terhadap obat anti TB.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)


kedokteran, iptek pemeriksaan laboratorium TB juga mengalami
perkembangan. Adanya alternatif pemeriksaan laboratorium TB seperti
rapid (immuno assay), rapid biakan, dan lain-lain masih perlu divalidasi
terlebih dahulu oleh ahli laboratorium di Indonesia dan ditetapkan oleh
pemerintah sebelum digunakan secara luas.

a. Organisasi Laboratorium TB

Bagan struktur organisasi laboratorium TB dapat berdiri sendiri atau


merupakan bagian dari pelayanan laboratorium yang sesuai dengan
bagan struktur organisasi fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Jejaring Laboratorium TB

Pelayanan laboratorium TB umumnya merupakan bagian dari


pelayanan laboratorium atau terintegrasi di fasilitas pelayanan
kesehatan masing-masing, untuk itu jejaringnya mengacu pada SK
Menkes No. 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis.

LABORATORIUM RUJUKAN TB
SUPRA NASIONAL

LABORATORIUM RUJUKAN TB
NASIONAL

LAB. RUJUKAN TB PROVINSI

LAB. RUJUKAN CROSS CHECK

(Intermediate TB Laboratory)

PUSAT MIKROSKOPIS TB :
 PRM, PPM
 Rumah Sakit
 Laboratorium Swasta

PUSAT FIKSASI SEDIAAN TB :

Puskesmas Satelit (PS)

: Pembinaan & pengawasan mutu

: Rujukan pelayanan

Penjelasan mengenai implementasi peran dan fungsi laboratorium TB dalam


setiap jenjang pelayanan
: mekanisme secara lebih rinci terdapat di dalam Pedoman Jejaring
rujukan
dan Pemantapan Mutu Mikroskopis TB.

c. Upaya Penguatan Jejaring Laboratorium TB

1) Upaya penguatan jejaring laboratorium TB dilaksanakan melalui


kerja sama pusat dan daerah, sesuai tugas pokok dan fungsi
institusi dengan melibatkan ahli dalam bidang terkait.
2) Upaya peningkatan SDM teknis laboratorium dilaksanakan melalui
pendidikan dan pelatihan, kalakarya, supervisi dengan melibatkan
berbagai institusi di dalam dan luar negeri.
3) Pemantapan mutu laboratorium TB dilaksanakan secara
berjenjang dan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan setempat.

B. STRATEGI

Pelayanan laboratorium untuk mendukung program penanggulangan TB


nasional diperlukan strategi yaitu:

1. Meningkatkan koordinasi dan kerja sama Pusat dan daerah, lintas


program dan sektor terkait termasuk organisasi profesi dan asosiasi
laboratorium.
2. Menerapkan sistem rujukan laboratorium mikroskopis TB, biakan, dan
uji kepekaan sesuai standar.
3. Memperkuat sumber daya manusia dalam pemeriksaan mikroskopis,
biakan, dan uji kepekaan.
4. Penetapan laboratorium rujukan uji silang pertama, provinsi dan
nasional untuk laboratorium TB.
5. Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja laboratorium sesuai
standar pada seluruh laboratorium yang menyelenggarakan
pemeriksaan laboratorium TB.
6. Peningkatan mutu pelayanan laboratorium TB.
7. Penerapan pemantapan mutu internal dan pemantapan mutu eksternal
sesuai standar.
8. Penyelenggaraan sertifikasi laboratorium TB.
9. Validasi dan penapisan metode baru pemeriksaan laboratorium TB.

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM TB

Diagnosis TB merupakan diagnosis mikrobiologi atas kasus yang secara


klinis menjadi tersangka TB. Secara teoritis, pemeriksaan laboratorium
untuk TB dapat berupa:
1. Pemeriksaan mikroskopis BTA
Selain dengan pewarnaan ZN, pemeriksaan mikroskopis dapat juga
dengan menggunakan mikroskop fluoresen dengan pengecatan auramin.

Pemeriksaan dengan mikroskop fluoresen dapat dilakukan pada


laboratorium dengan beban kerja yang tinggi (mengerjakan lebih dari
20-30 spesimen/orang/hari), tetapi memerlukan keterampilan khusus,
bahan dan peralatan yang lebih mahal, serta pengelolaan limbah yang
lebih rumit. Selain itu, sistem pemantapan mutu pemeriksaaan ini
belum tersedia di Indonesia.

2. Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan


Pemeriksaan ini dapat menggunakan media padat dan cair.

3. Pemeriksaan biomolekuler M. Tuberculosis


Pemeriksaan biomolekuler contohnya: pemeriksaan asam nukleat M.
tuberculosis

4. Pemeriksaan serologi M. tuberculosis


Pemeriksaan serologi contohnya: pemeriksaan respon imun terhadap
infeksi M. tuberculosis

Agar pelayanan kesehatan bermutu tinggi, jenis pemeriksaan yang benar


adalah pemeriksaan yang sudah divalidasi dengan luas dan terbukti
hasilnya baik.

III. STANDAR UMUM PELAYANAN LABORATORIUM TB

A. TUJUAN

Meningkatkan mutu pelayanan laboratorium TB di fasilitas pelayanan


kesehatan melalui penerapan strategi DOTS secara optimal dengan
mengupayakan penegakan diagnosis serta evaluasi pengobatan secara
bermutu.
Kriteria:
1. Setiap pelayanan laboratorium TB dengan strategi DOTS bagi pasien TB
berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh Program
Penanggulangan Tuberkulosis Nasional.
2. Setiap pelayanan laboratorium TB juga berdasarkan International
Standard for Tuberculosis Care (ISTC) atau Standar Internasional
Penanganan Tuberkulosis terbaru.

B. ADMINISTRASI DAN PENGELOLAAN

Penyelenggaraan pelayanan laboratorium TB menggunakan sistem


administrasi dan pengelolaan organisasi serta dokumen yang terkendali dan
dievaluasi.
Kriteria:
1. Bagan organisasi laboratorium TB dapat berdiri sendiri atau merupakan
bagian dari pelayanan laboratorium.
2. Uraian tugas setiap pelaksana pelayanan pemeriksaan laboratorium TB
memuat tugas, kewenangan dan hubungan kerja dengan unit pelayanan
lain. Bagan organisasi dan uraian tugas ini diketahui oleh setiap tenaga
pelaksana.
3. Rencana kegiatan pelayanan laboratorium TB disusun oleh penanggung
jawab bersama tenaga teknis minimal sekali tiap tahun dan meliputi
perencanaan dan pengembangan pelayanan, kebutuhan bahan, media,
reagen, obat, pelatihan internal maupun eksternal.
4. Hasil pemeriksaan laboratorium TB dilaporkan dengan format baku
pada Buku Pedoman Penanggulangan TB Nasional.
5. Ada pencatatan harian yang akurat dan lengkap.
6. Ada pencatatan harian tentang spesimen yang diterima dan dikirim.

Pencatatan berisi informasi sebagai berikut:


a. nomor urut laboratorium, nomor rekam medik, dan identifikasi lain
b. identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat)
c. tanggal spesimen diambil
d. tanggal spesimen diterima/dikirim
e. kualitas spesimen yang diterima
f. tanggal spesimen diperiksa
g. nama pemeriksa
h. pemeriksaan atau prosedur pelaporan
7. Penyimpanan arsip hasil pemeriksaan laboratorium TB sesuai dengan
prosedur baku (Standar Prosedur Operasional/SPO), dengan
komputerisasi arsip atau hardcopy berupa log book.

C. STAF DAN PIMPINAN

Laboratorium yang melakukan pelayanan pemeriksaan TB mempunyai


tenaga teknis dan penanggung jawab.
Penanggung jawab dapat dirangkap oleh pimpinan laboratorium atau
fasilitas pelayanan kesehatan.
1. Uraian tugas:
a. Penanggung jawab laboratorium TB mempunyai tugas:
- menjamin tersedianya perencanaan kegiatan laboratorium TB
meliputi sarana prasarana, tenaga, dan prosedur tetap.
- menjamin terlaksananya kegiatan pemeriksaan laboratorium TB
sesuai prosedur tetap.
- melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
laboratorium TB.
- melakukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan
laboratorium TB.
- mendorong partisipasi staf lain dalam pengembangan laboratorium
TB.
- menjamin peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas.
- menjamin pelaksanaan keselamatan dan kerja (K3) laboratorium
TB.
b. Tenaga teknis laboratorium TB mempunyai tugas:
- menerapkan prosedur tetap pemeriksaan laboratorium TB.
- mengikuti pelatihan dan kalakarya tentang laboratorium TB.
- melakukan rekapitulasi data.
- melaksanakan K3 laboratorium TB.
2. Kriteria:
a. Diadakan pertemuan rutin untuk menjamin adanya hubungan baik
dalam pelayanan laboratorium TB maupun dengan unit pelayanan lain
dari fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Kualifikasi tenaga berdasarkan pendidikan.
c. Jumlah tenaga teknis yang dibutuhkan tergantung pada besarnya
beban kerja.

D. FASILITAS DAN PERALATAN

Pelayanan laboratorium TB menggunakan sarana dan prasarana yang


memenuhi persyaratan untuk melakukan pemeriksaan yang bermutu.
Kriteria:
1. Ruang kerja ditata dengan baik sehingga memaksimalkan kinerja dan
menjamin dan keselamatan kerja.
2. Tersedia sarana pengelolaan limbah.
3. Tersedia sumber air bersih mengalir.
4. Tersedia sumber listrik yang baik dan aman, voltase yang stabil dan
dapat dimonitor.
5. Tersedia meja kerja laboratorium yang adekuat.
6. Bahan-bahan yang berbahaya harus disimpan sesuai prosedur.

E. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Pelayanan laboratorium TB dilakukan berdasarkan kebijakan dan prosedur


baku/SPO untuk setiap kegiatan secara keseluruhan sejak persiapan
spesimen, pemeriksaan spesimen, sampai dengan pelaporan hasil
pemeriksaan, serta menggunakan metode yang memenuhi persyaratan
mutu untuk memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium TB yang dapat
dipercaya dan tepat waktu serta bermanfaat untuk pengelolaan pasien.

Dalam menetapkan kebijakan dan prosedur, seluruh tenaga pelaksana ikut


berperan serta dalam pengembangan kebijakan, langkah-langkah dasar,
keputusan dan peraturan, serta pelayanan laboratorium TB yang sesuai
dengan strategi DOTS dan ISTC.

Kriteria:
1. Adanya kebijakan dan prosedur tertulis yang menjadi acuan pokok bagi
semua tenaga pelaksana dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
2. Kebijakan dan prosedur dapat ditinjau kembali sesuai dengan
standar/pedoman yang berlaku.
3. Kebijakan mutu pelayanan dengan melaksanakan pemantapan mutu
internal (PMI), mengikuti program pemantapan mutu eksternal (PME),
dan melaksanakan peningkatan mutu.
a. Pemantapan Mutu Internal dilaksanakan dengan melakukan antara
lain:

- Penjaminan ketersediaan alat, reagensia yang berkualitas dan


melakukan uji fungsi.
- Pemakaian bahan kontrol yaitu sediaan BTA positif dan negatif
serta kuman kontrol.
- Penjaminan SDM yang terlatih, terampil dan patuh terhadap
protap pelayanan setempat.
- Pemantauan kinerja dan pemberian koreksi atas kesalahan
laboratorium oleh pimpinan.

b. Pemantapan Mutu Eksternal terdiri dari:


- Uji silang atau cross check metode LQAS (Lot Quality Assurance
System).
- Uji/tes panel atau proficiency test.
- Supervisi atau on site evaluation.

c. Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu dilaksanakan secara yang terus menerus oleh
laboratorium sebagai tindak lanjut evaluasi hasil PMI dan PME untuk
memperbaiki kinerja laboratorium.

4. Prosedur terdiri dari:


a. Prosedur pendaftaran

- Pendaftaran pasien pada laboratorium TB menggunakan format


baku.
- Ada prosedur tertulis mengenai cara mengumpulkan spesimen
untuk menjamin mutu spesimen.
- Pengambilan spesimen harus diambil secara benar dengan
memperhatikan waktu, lokasi, volume, cara, dan wadah spesimen.
- Pemberian identitas pasien dan/atau spesimen merupakan hal
yang penting.

b. Prosedur penanganan spesimen

- Petugas penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuaian


antara spesimen yang diterima dengan formulir permintaan
pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat
diterima antara lain volume, warna, dahak/ludah dan lain-lain.
- Spesimen yang tidak sesuai atau tidak memenuhi syarat
hendaknya ditolak.
- Jika spesimen yang diterima tidak memenuhi syarat, maka perlu
dicatat dalam buku penerimaan spesimen dan menginformasikan
kembali menggunakan formulir hasil pemeriksaan.

c. Prosedur pemeriksaan

Semua pemeriksaan yang dilakukan pada pelayanan laboratorium TB


harus dilakukan oleh petugas yang terlatih dan terampil dengan
menggunakan prosedur yang telah ditetapkan.

d. Prosedur verifikasi hasil

Verifikasi merupakan tindakan pencegahan terjadinya kesalahan


dalam melakukan kegiatan laboratorium mulai dari tahap pra analitik
sampai dengan melakukan pencegahan ulang setiap tindakan/proses
pemeriksaan (ketelusuran/pembuktian hasil).

e. Prosedur pemeliharaan dan perbaikan alat


- Setiap peralatan harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan
(Instruction manual) yang disediakan oleh pabrik yang
memproduksi alat tersebut. Petunjuk penggunaan tersebut pada
umumnya memuat cara operasional dan hal-hal lain yang harus
diperhatikan.
- Cara penggunaan atau cara pengoperasian masing-masing
jenis peralatan laboratorium harus ditulis dalam instruksi kerja.
- Pada setiap peralatan juga harus dilakukan pemeliharaan sesuai
dengan petunjuk penggunaan, yaitu semua kegiatan yang
dilakukan agar diperoleh kondisi yang optimal, dapat beroperasi
dengan baik dan tidak terjadi kerusakan. Kegiatan tersebut harus
dilakukan secara rutin untuk semua jenis alat.
- Untuk itu setiap alat harus mempunyai kartu pemeliharaan yang
diletakkan pada atau di dekat alat tersebut yang mencatat setiap
tindakan pemeliharaan yang dilakukan dan kelainan-kelainan
yang ditemukan. Bila ditemukan kelainan, maka hal tersebut
harus segera dilaporkan kepada penanggung jawab alat untuk
dilakukan perbaikan.

- Peralatan laboratorium harus diuji dan dikalibrasi secara berkala


oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) dan/atau
institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.

f. Prosedur pengadaan dan penyimpanan bahan-bahan laboratorium


Pengadaan bahan laboratorium harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Tingkat persediaan
Pada umumnya tingkat persediaan harus selalu sama dengan
jumlah persediaan yaitu jumlah persediaan minimum ditambah
jumlah safety stock.

Tingkat persediaan minimum adalah jumlah bahan yang


diperlukan untuk memenuhi kegiatan operasional normal, sampai
pengadaan berikutnya dari pembekal atau ruang penyimpanan
umum.

Safety stock adalah jumlah persediaan cadangan yang harus ada


untuk bahan-bahan yang dibutuhkan atau yang sering terlambat
diterima dari pemasok.

Buffer stock adalah stok penyangga kekurangan reagen di


laboratorium.

Reserve stock adalah cadangan reagen/sisa.

2) Perkiraan jumlah kebutuhan

Perkiraan kebutuhan dapat diperoleh berdasarkan jumlah


pemakaian atau pembelian bahan dalam periode 6 - 12 bulan
yang lalu dan proyeksi jumlah pemeriksaan untuk periode 6 - 12
bulan untuk tahun yang akan datang. Jumlah rata-rata
pemakaian bahan untuk satu bulan perlu dicatat.

3) Waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan (delivery


time)

Lamanya waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai


bahan diterima dari pemasok perlu diperhitungkan, terutama
untuk bahan yang sulit didapat.

Prosedur penyimpanan
Bahan laboratorium yang sudah ada harus ditangani secara
cermat dengan mempertimbangkan:
1) Perputaran pemakaian dengan menggunakan kaidah:
- Pertama masuk -pertama keluar (FIFO - first in first out), yaitu
bahwa barang yang lebih dahulu masuk persediaan harus
digunakan lebih dahulu.
- Masa kadaluarsa pendek dipakai dahulu (FEFO – first expired
first out), hal ini untuk menjamin barang tidak rusak akibat
penyimpanan yang terlalu lama.
2) Tempat penyimpanan
3) Suhu/kelembaban
4) Sirkulasi udara
5) Incompatibility/bahan kimia yang tidak boleh bercampur

g. Prosedur audit internal


Tim pengendali mutu melakukan audit internal secara periodik
minimal sekali dalam 1 tahun.
Hasil audit dilaporkan ke atasan, kemudian dibuat rencana/jadwal
tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan dilakukan sesuai dengan rencana.

h. Prosedur sistem pengendalian dokumen


Semua SPO diberi nomor dan disahkan oleh pimpinan.
SPO didistribusikan kepada petugas terkait. Jika ada perubahan
prosedur harus didokumentasikan, direvisi atau ditarik/diganti yang
baru sehingga semuanya terkendali.

i. Prosedur pengamanan pada keadaan darurat


1) Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
2) Sistem tanda bahaya
3) Sistem evakuasi
4) Alat komunikasi darurat baik di dalam atau ke luar laboratorium
5) Sistem informasi darurat
6) Pelatihan khusus berkala tentang penanganan keadaan darurat
7) Alat pemadam kebakaran, masker, pasir dan sumber air terletak
pada lokasi yang mudah dicapai
8) Tersedia alat seperti kampak, palu, obeng, tangga dan tali
9) Nomor telepon ambulan, pemadam kebakaran dan polisi di
setiap ruang laboratorium.

j. Prosedur penanganan limbah


1) Ada prosedur pemisahan limbah infeksius dan non infeksius,
baik padat maupun cair dan prosedur penanganan limbah.
2) Ada pencatatan dan pelaporan pemusnahan limbah.

k. Prosedur tindakan perbaikan


Kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan dalam rangka pencegahan
terjadinya kesalahan di laboratorium adalah dengan melaksanakan
praktik laboratorium yang benar, meliputi:
- Perencanaan
- Pelaksanaan
- Pengumpulan data
- Analisis data
- Identifikasi masalah
- Tindakan pemecahan masalah
- Pemantauan yang berkesinambungan

F. PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN

Pimpinan laboratorium atau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan selalu


menunjukkan komitmen dalam mendukung pendidikan berkelanjutan
(continuing professional development) khusus bagi petugas laboratorium TB,
baik mengenai pelatihan manajemen maupun teknis laboratorium TB.
Kriteria:
1. Ada analisis kebutuhan pelatihan manajemen, teknis dan pendidikan
dalam rangka pengembangan pelayanan laboratorium TB yang dibuat
secara periodik.
2. Ada program pendidikan berkelanjutan sesuai kebutuhan pelayanan
laboratorium TB serta menyediakan kepustakaan yang baik.
3. Petugas teknis yang bekerja di laboratorium TB harus sudah mendapat
pelatihan yang tersertifikasi.

G. EVALUASI DAN PENGENDALIAN MUTU

Penilaian kinerja pelayanan laboratorium TB dilakukan berdasarkan


prosedur baku evaluasi dan pemantapan mutu.

Pemantapan mutu pelayanan laboratorium TB merupakan suatu sistem


yang disusun secara berkesinambungan untuk meningkatkan reliabilitas,
dan efisiensi pemeriksaan sebagai alat diagnostik dan pemantauan hasil
pengobatan.

Pemantapan mutu laboratorium TB sangat diperlukan agar diagnosis


penyakit TB dapat dipertanggungjawabkan mutunya.

Pemantapan mutu internal dievaluasi oleh tim pengendali mutu


laboratorium yang bersangkutan.
Kriteria:
1. Evaluasi mutu pelayanan dengan pemantapan mutu.
Pemantapan mutu internal mencakup semua aspek laboratorium dan
didokumentasikan.
Semua laboratorium TB mengikuti program pemantapan mutu eksternal
yang telah diakui untuk menjamin ketepatan hasil pemeriksaan.
Kegiatan peningkatan mutu laboratorium TB didokumentasikan.
2. Evaluasi cakupan pelayanan
Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana rujukan yang
diterima dan spesimen yang dirujuk oleh bagian laboratorium TB,
jumlah dan jenis pemeriksaan yang dibutuhkan.
3. Evaluasi efektivitas dan efisiensi pelayanan
Adanya kontrol sosial dengan menyediakan kotak saran atau kuesioner
pelayanan laboratorium TB.
IV. STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM MIKROSKOPIS TB

A. KETENAGAAN

- Dipimpin oleh 1 (satu) orang minimal D3 kesehatan sebagai penanggung


jawab.
- Petugas teknis adalah analis kesehatan yang telah terlatih mikroskopis
laboratorium TB, jumlah tenaga disesuaikan dengan beban kerja 15-20
slide/orang/hari.
- Petugas teknis di puskesmas satelit minimal SMAK/SMU yang terlatih.
- Petugas administrasi minimal SMU/sederajat.

B. SARANA DAN PRASARANA

1. Tata Ruang

a. Lokasi

Laboratorium pemeriksaan mikroskopis TB sebaiknya terpisah dari


bagian laboratorium pemeriksaan lainnya, apabila hal itu tidak
dimungkinkan setidaknya tersedia area khusus yang terpisah untuk
pemeriksaan mikroskopis TB. Area tersebut harus cukup lapang
dengan dinding, langit-langit dan lantai yang terbuat dari bahan
yang tidak berpori, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tahan
terhadap bahan-bahan kimiawi yang digunakan dalam pemeriksaan
TB.

b. Ventilasi

Laboratorium pemeriksaan mikroskopis TB mempunyai ventilasi yang


baik untuk mencegah tertularnya petugas laboratorium dari droplet
nuclei di udara.

Luas ventilasi = 1/3 x luas lantai.

Letak jendela/lubang angin tidak menyebabkan turbulensi aliran


udara di dalam ruangan, tetapi angin yang masuk langsung
membawa udara ke luar.

Jika menggunakan AC dianjurkan tetap menggunakan exhaust fan.

c. Infrastruktur

Ketersediaan dan ketentuan infrastruktur sesuai dengan pedoman


K3.

Tersedia air bersih mengalir, listrik, sanitasi dan pengolahan limbah


dan penyediaan peralatan yang diperlukan dalam laboratorium TB,
termasuk alokasi sumber daya listrik.
Bak cuci tangan diletakkan dekat pintu ruang laboratorium dan tidak
boleh dipakai untuk pembuangan limbah infeksius dan pencucian
alat.

d. Pintu laboratorium TB jangan dibiarkan dalam keadaan terbuka.

2. Jenis ruangan laboratorium mikroskopis TB:

a. Ruangan pengambilan dahak

Pengambilan dahak atau tindakan induksi dahak untuk pasien-


pasien dengan risiko tinggi sebaiknya dilakukan di tempat khusus
atau ruang terbuka jauh dari lalu lalang orang. Sebaiknya mendapat
sinar matahari langsung pada jam-jam pengambilan spesimen dahak.
Disediakan pula sarana cuci tangan dengan pasokan air mengalir
yang cukup dan sabun cair pencuci tangan.

b. Ruang pemeriksaan mikroskopis TB ditata sebagai berikut:

1) area bersih

Merupakan tempat kegiatan administrasi.

2) area setengah kotor

Merupakan tempat penerimaan spesimen dan pembacaan


mikroskopis.

3) area kotor

Merupakan tempat pembuatan sediaan dahak, pengecatan, dan


pengelolaan sementara limbah infeksius.

Tabel 1. Persyaratan minimal bangunan laboratorium mikroskopis TB

NO JENIS KELENGKAPAN SYARAT MINIMAL


1 Gedung Permanen
2 Ventilasi 1/3 x luas lantai
3 Penerangan (listrik) Ada
4 Air mengalir bersih Ada
5 Tata Ruang/Area :

a. Ruang tunggu Ada


b. Ruang pengambilan dahak
c. Ruang administrasi Ada
d. Ruang kerja
Ada

Ada
6 Tempat penampungan/pengolahan Ada
sementara limbah cair/padat

B. PERALATAN DAN BAHAN HABIS PAKAI

- Mikroskop binokuler - Lemari mikroskop dengan lampu


- Bak pewarnaan dan rak 5W
pengering - Kaca sediaan (frosted end slide)
- Pinset - Tissu
- Sulut api - Kertas lensa
- Lampu spiritus - Minyak imersi
- Timer - Eter alkohol
- Kotak sediaan - Pensil/marker
- Pot dahak - Lidi bambu
- Reagensia ZN - Kertas saring
- Rak penyimpanan reagen ZN

Puskesmas satelit tidak perlu tersedia mikroskop, bak pewarnaan dan rak
pengering.

Bahan dan reagen yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium harus


mempunyai kualitas yang baik untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang
cepat, tepat, dan dapat dipercaya.

Bahan dan reagen tersebut harus sesuai dengan metode yang dipilih.

Reagen untuk pemeriksaan mikroskopis TB adalah reagen Ziehl Neelsen


dengan bahan baku reagen sebagai berikut :

- fuchsin for microscopy certified for staining


- hydrochloric acid fuming 37%
- phenol p.a
- methylene blue for microscopy certified for staining
- ethanol 96% p.a
- aquadest

D. METODE PEMERIKSAAN

Spesimen dahak diperiksa 3 kali berturut-turut dengan dahak diambil 3


kali yaitu dahak sewaktu (S), dahak pagi (P), dan dahak sewaktu (S) dalam
jangka waktu 2 hari berturut-turut.

Spesimen cairan dapat berupa dahak dan dapat pula berupa :

- cairan pleura - cairan serebrospinal

- bilasan bronkus - bilasan lambung


- urin - bilasan bronko alveolar

- faeces

- jaringan biopsi (termasuk biopsi aspirasi jarum halus)

Pemeriksaan apusan dahak dan spesimen lain secara mikroskopis langsung


dilakukan dengan pengecatan Ziehl Neelsen. Pembacaan sediaan dahak
dilakukan dengan menggunakan skala IUATLD.

Tabel 2. Pembacaan skala IUATLD

Pembacaan Interpretasi
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang Negatif
pandang
Ditemukan 1 - 9 BTA dalam 100 lapang pandang Scanty
Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang 1+
pandang
Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang, 2+
periksa minimal 50 lapang pandang
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, 3+
periksa minimal 20 lapang pandang

E. PEMANTAPAN MUTU

Pemantapan Mutu Internal (PMI) harus dilakukan dengan:

- Penjaminan pelaksanaan pemeriksaan sesuai prosedur tetap


- Uji mutu reagen
- Penyediaan bahan kontrol
- Pengadaan dan pemeliharaan alat

Pemantapan Mutu Eksternal (PME) diikuti oleh semua laboratorium


mikroskopis TB dengan uji silang berkala, tes panel dan supervisi.
V. STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM BIAKAN DAN UJI KEPEKAAN

A. KETENAGAAN

Laboratorium TB yang melakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan


harus memiliki sumber daya laboratorium yang memungkinkan proses
kegiatan praktik laboratorium dapat berjalan lancar, berkualitas dan aman
bagi pekerja serta lingkungan.

Sumber daya manusia disusun berdasarkan kompetensi teknis/latar


belakang pendidikan dan beban kerja.

1. Penanggung Jawab:

1 (satu) orang Dokter Spesialis Patologi Klinik/Mikrobiologi Klinik

2. Tenaga Teknis:

DIII Ahli Madya Analis Kesehatan terlatih laboratorium TB

a. Jumlah tenaga teknis untuk pembuatan media 1 orang, dibantu oleh 1


orang tenaga pekarya.

b. Jumlah tenaga teknis untuk biakan dan identifikasi disesuaikan


dengan beban kerja 20 biakan/orang/hari.

c. Jumlah tenaga teknis untuk uji kepekaan disesuaikan dengan beban


kerja 10 pasien/orang/hari.

3. Petugas pencatatan dan pelaporan:


1 (satu) orang, minimal SLTA

B. SARANA DAN PRASARANA


1. Tata Ruang
Laboratorium biakan dan uji kepekaan TB mempunyai beberapa ruang
yang saling berhubungan sebagai berikut:
a. Vestibule weather
Ruang yang difungsikan sebagai penghalang udara dari luar ke dalam
laboratorium. Ruang ini harus dikosongkan dari berbagai macam
peralatan. Ukuran Vestibule weather ± 10 m2.
b. Anteroom
Ruang yang memisahkan lingkup kegiatan pemeriksaan dan akses
dengan ruang kegiatan laboratorium yang lain. Ukuran anteroom ±10 -
15 m2.
Vestibule weather dan anteroom hanya dipersyaratkan untuk
laboratorium yang melakukan pemeriksaan uji kepekaan.
c. Ruang kerja utama
Ukuran ruang kerja utama laboratorium biakan cukup 50 m2,
sedangkan laboratorium uji kepekaan 80 m2.
Peletakan alat-alat pada ruang kerja utama, dengan memperhatikan
area bersih dan kotor sebagai berikut:
1) area bersih:
 Lemari penyimpanan mikroskop
 Lemari penyimpanan BHP (bahan habis pakai)
 Refrigerator untuk reagen dan media steril
 Meja pemeriksaan mikroskopis
 Lemari dokumen peralatan dan hasil pemeriksaan

2) Area kotor:
 Inkubator
 Sentrifus
 BSC (rekomendasi WHO: untuk biakan dan uji kepekaan
menggunakan BSC klas IIa dengan timbal duct untuk
membuang udara kotor dari ruangan laboratorium)
 Refrigerator tempat spesimen
 Otoklaf
 Timbangan untuk uji kepekaan LJ
 Bak pewarnaan
 Freezer -70°C tempat penyimpanan isolat
 Xpert MTB/RIF (jika ada)
 MGIT (jika ada)
Gambar 1. Contoh Denah laboratorium sederhana untuk biakan dan uji
kepekaan M. Tuberculosis

Keterangan:
A : Vestibule weather
B : Anteroom
C : Ruang Kerja Utama
W : Wastafel
AC: Air Condition
EXT: Exhaust fan
PT: Pass Through

1. Meja spesimen/spesimen
2. Lemari penyimpanan BHP (bahan habis pakai)
3. Refrigerator untuk reagen dan media steril (bersih)
4. Lemari penyimpanan mikroskop
5. Meja pemeriksaan mikroskopis
6. Lemari dokumen peralatan dan hasil pemeriksaan
7. Bak pewarnaan
8. Deep Freezer -70°C
9. Sentrifus
10.BSC
11.Timbangan untuk uji kepekaan LJ
12.BSC
13.Otoklaf
14.Refrigerator tempat spesimen
15.Inkubator
16.Inkubator
17.Eye washer
18.Meja kerja pembacaan pembacaan biakan dan uji kepekaan
19.Xpert MTB/RIF
20.MGIT

Untuk laboratorium pemeriksa biakan, otoklaf dapat diletakkan di luar


ruang laboratroium, namun harus memperhatikan akses transportasi
pembuangan limbah (wadah tertutup dan aman selama transportasi
dari laboratorium menuju otoklaf).

Sedangkan pada laboratorium uji kepekaan, peletakan otoklaf harus di


dalam ruang laboratorium.

Catatan: Perlu ada pembatasan akses keluar masuk ruang laboratorium


pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis.

Dengan bagan tata ruang seperti di atas diharapkan kegiatan di laboratorium


biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis dilaksanakan dengan mudah dan
menjamin keselamatan dan kerja. Jika petugas laboratorium kidal, pengaturan
dapat ditata seperti bayangan kaca.

Pembagian ruangan laboratorium yang berbentuk memanjang dapat dilakukan


seperti contoh berikut:
Gambar 2. Contoh Denah laboratorium biakan dan uji kepekaan dengan
bentuk memanjang

Keterangan:
A : Vestibule weather
B : Anteroom
C : Area bersih
D : Area kotor

Catatan: Modifikasi rancangan ruang laboratorium dapat saja dilakukan


sepanjang kaidah-kaidah keselamatan dan kerja di laboratorium diperhatikan.
2. Ventilasi

Infeksi oleh M. tuberculosis bersifat airborne, maka pengaturan aliran


udara menjadi sangat penting. Udara harus mengalir dari tempat yang
paling bersih dan dikeluarkan dari tempat paling kotor/tercemar.

Udara yang dikeluarkan dari laboratorium ke lingkungan sebaiknya telah


melalui filter bakteri dengan arah menjauhi tempat berkumpul orang
banyak, pemukiman dan lalu lalang. Sirkulasi udara di laboratorium
harus dilakukan melalui pertukaran udara minimal 6 - 12 kali per jam,
dengan cara ini 99% partikel akan dibuang dalam 30 - 45 menit.

Jika menggunakan AC dianjurkan tetap menggunakan exhaust fan yang


mempunyai kapasitas minimal 23,6 liter per detik.

Penempatan AC harus memperhatikan aliran udara yang keluar dari AC,


agar tidak mengganggu tirai udara yang terdapat dalam BSC.

3. Infrastruktur
Ketersediaan dan ketentuan infrastruktur sesuai dengan pedoman K3.
Tersedia air bersih mengalir, listrik, sanitasi dan pengolahan limbah dan
penyediaan peralatan yang diperlukan dalam laboratorium TB, termasuk
alokasi sumber daya listrik.
Bak cuci tangan diletakkan dekat pintu keluar dari ruang laboratorium
dan tidak boleh dipakai untuk pembuangan limbah infeksius dan
pencucian alat.

Ruang laboratorium biakan dan uji kepekaan TB harus memenuhi syarat


sebagai berikut:
1. Lantai
Tidak mempunyai sambungan, dengan demikian tidak memakai bahan
keramik. Sebaiknya memakai bahan epoksi yang tahan asam dan basa
kuat. Pertemuan lantai dan dinding tidak bersudut.

2. Dinding
Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, permukaan rata, cat
dinding berwarna terang, tidak mengkilat. Pertemuan antar dinding
tidak bersudut agar mudah dibersihkan.

3. Pintu
Dilengkapi dengan alat yang dapat otomatis menutup pintu, dibuat dari
bahan yang mudah dibersihkan dan tidak boleh terbuat dari kayu.
Letak pintu harus mempertimbangkan kemudahan evakuasi dalam
keadaan darurat.

Ukuran pintu dibuat dengan memperhatikan kemudahan memasukkan


alat-alat laboratorium, ± 2,5 x 1,5 m2.

Pintu yang membatasi vestibule weather, anteroom dan ruang kerja


utama dibuat dengan sistem interlocking, sehingga hanya satu pintu
yang dapat terbuka pada waktu bersamaan.
4. Tangga
Bila ruang laboratorium TB terletak di lantai atas, maka tangga harus
aman untuk dilalui orang (pegangan pada kedua sisi, tidak licin, ruang
tangga terang dan dapat dilalui paling sedikit oleh 2 orang secara
berdampingan).

5. Bak cuci alat


Bak ini harus cukup besar dan dalam untuk menampung alat-alat yang
sedang dicuci (panjang 1 m, lebar 75 cm, dalam 50 cm), dibuat dari
bahan yang kuat agar tidak mudah bocor (porselin, stainless),
permukaan rata dan mudah dibersihkan.

6. Bak pewarnaan
Bak ini khusus dipakai untuk proses pewarnaan sediaan BTA dari
spesimen langsung dan sediaan dari isolat untuk identifikasi M.
tuberculosis.
Kedalaman bak 30-50 cm, sehingga mencegah percikan air keluar.
Dibuat dari bahan yang tidak mudah bocor, kuat dan mudah
dibersihkan dengan permukaaan yang rata tanpa sambungan dan tidak
bersudut.

7. Eye washer
Alat ini harus ditempatkan di dalam ruang kerja laboratorium TB,
digunakan untuk melakukan netralisasi bila terjadi kecelakaan kerja
berupa percikan larutan asam atau basa kuat dan bahan infeksius pada
mata.

8. Meja kerja
Dibuat permanen dari beton, lebar 80 cm, tinggi 75 cm dari lantai,
permukaan rata, tidak mempunyai sambungan, tidak menyerap air atau
tumpahan, sebaiknya dibuat dari epoksi.

9. Kursi
Rangka terbuat dari bahan logam yang tidak mudah berkarat dan
dudukan dari bahan yang mudah dibersihkan dan tidak menyerap
cairan (plastik/ kulit), bersifat ergonomik.

10.Lemari penyimpan bahan media dan reagensia


Diletakkan di area bersih, terbuat dari logam yang tidak mudah berkarat
dan kaca.

C. PERALATAN DAN BAHAN HABIS PAKAI


Peralatan yang penting untuk laboratorium biakan yang menggunakan
media padat dengan beban kerja 6000 bahan per tahun tertera dalam tabel
berikut ini:

Tabel 3. Peralatan laboratorium biakan dan uji kepekaan dengan media


padat untuk beban kerja 6000 uji/tahun (dihitung berdasarkan beban kerja
maksimal 1 petugas = 20 pemeriksaan per hari, 20 hari kerja per bulan
dalam 1 tahun)

No Alat Spesifikasi/ penggunaan Jumlah


No Alat Spesifikasi/ penggunaan Jumlah

1 Biological Safety Cabinet Kelas II dan sesuai standar 1


internasional
2 Dessicator Untuk menyimpan bahan 2
higroskopis
3 Destilator/water purifier Destilator tidak menggunakan 1
“metal type “. Sumber air
memenuhi persyaratan.
4 Disposable
5 Dry sterilizer Suhu mencapai 200oC. Tidak 1
mutlak ada
6 Freezer -20oC 1
7 Freezer -70oC 1
8 Homogenizer Untuk homogenisasi telur, alat 1
dapat diotoklaf/ disterilkan
9 Inkubator Rak dari alumunium atau stainless 1
steel. Jika beban kerja tinggi maka
digunakan “ walk in incubator “ ( walk in
dengan kipas pengatur udara incubator)
10 Inspisator/hot oven Pengatur suhu pada 80-85oC 1
double blower Kapasitas tergantung beban kerja,
11 Laminary airflow Untuk membuat media 1
12 Magnetic stirrer Untuk mempermudah pelarutan 2
13 Mikroskop Binokuler, pembesaran total 1000 1
kali. Dianjurkan menggunakan
lensa anti jamur dan kondensor
bukan plastik. Sediaan lampu
cadangan
14 Otoklaf “mixed load pressure cooker type“ 1
atau “gravity displacement type “
dengan pembuangan uap otomatik
15 Penangas air Dilengkapi dengan termometer dan 2
termostat
16 Refrigerator Suhu 2-8oC 1
17 Sentrifus Biocontained type ( rotor miring, 1
bertutup rapat ) dengan daya endap
minimal 3000 g. Lebih disukai yang

“ refrigerated “
18 Timbangan teknis Top loading, untuk membuat media 1
19 Timbangan analitik Kepekaan mencapai minimal 0,1 1
mg (4 desimal)
20 Vortex 3

Tabel 4. Alat pendukung dan Bahan Habis Pakai

No Alat Spesifikasi/penggunaan Jumlah

1 Batang pengaduk Gelas 5


2 Botol Mc Cartney 30 ml, diameter 28 mm 9000
3 Botol pewarna Gelas berwarna gelap 3
4 Botol reagensia Kapasitas 50-1000 ml @ 25
5 Corong Gelas, 45-60 mm dan 90-125 mm @2
garis tengahnya
6 Electric pipet Kultur dan DST @2
7 Forsep Stainless steel, 15 cm 2
8 Gelas objek frosted end 700
9 Gelas ukur 25,100,250 dan 1000 ml @2
10 Glass beads Diameter 1,5 - 3 mm 500 g
11 Gunting Stainless steel, 25 cm 4
12 Kaca pembesar 1
13 Keranjang Stainless steel 2
14 Kotak pipet Tempat sterilisasi pipet 5
15 Kotak sediaan 20
16 Labu 100,250,500,1000 ml @5
17 Labu aspirator 5-10 L untuk aquadest 1
18 Labu erlenmeyer 250 dan 500 ml @2
19 Mangkok gerusan 30 x 50 cm 4
20 Nampan limbah Stainless steel atau polipropilen 3
21 Ose 15 cm, garis tengah 5 mm, 500
nichrome
22 Pencuci pipet 1
23 Pipet Pasteur 500
24 Pipet Volume 1,5 dan 10 ml @ 10
25 Rak botol biakan Kapasitas 50 botol 10
26 Rak gelas objek Plastik, kapasitas 25 slide 4
27 Rak pewarnaan 2
28 Rak tabung Kapasitas 48 tabung, polipropilen 5
atau metal
29 Rak untuk inspisasi 10
30 Spatula Stainless steel 4
31 Stopwatch 0-60 menit 2
32 Tabung reaksi Gelas, 16 x 152 mm 200
33 Tabung sentrifus Tutup ulir bukan logam, 15 ml dan @ 7000
50 ml
34 Termometer Air raksa (refrigerator, incubator, 5
inspisator, Hot Air Oven, water bath)
35 Tutup tabung Alumunium/ acrilic, berulir 600
horizontal di dalam dan vertikal
pada bagian di luar (untuk
memudahkan membuka)
36 Alas kaki Tertutup, bahan karet
37 Baju lab Bagian depan tertutup, bukaan di 2 per
belakang, panjang di bawah lutut, orang
lengan panjang dengan manset
karet/ elastis
38 Buku register 2-4
39 Cotton wool Absorben 2 kg
40 Desinfektan Lisol 5% atau hipoklorit 5% 40 l
41 Formulir laporan 7000
42 Formulir permintaan 7000
pemeriksaan
43 Kertas aluminium Yang kuat (heavy duty) 8 gulung
44 Kertas indikator otoklaf 12 gulung
45 Kertas lensa Untuk membersihkan lensa 1 kotak
mikroskop
46 Kertas saring Diameter 15 mm, Whatman no 4, @ 4 kotak
no1.
47 Kertas tisu 2 gulung
48 Label Untuk pot dahak 7000
49 Masker N95 untuk pemakaian maksimal 2 400
jam, harus dilakukan fitting test
50 Pot dahak Bening, diameter minimal 5 cm, 6000
bertutup ulir
51 Sarung tangan Sekali pakai, bahan latex 400
52 Wadah limbah Tahan tusuk, tidak mudah bocor, 2
bertutup
53 Rifampisin Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
54 Isoniazid Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
55 Ethambutol Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
56 Streptomycin Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
57 Kanamycin Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
58 Ofloxacin Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol
59 Amikacin Khusus untuk uji kepekaan in vitro 1 botol

Khusus untuk peralatan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan metode cair
(MGIT), diperlukan ruangan dengan suhu 16 – 20°C selama 24 jam.

Spesifikasi dan jumlah pemakaian bahan habis pakai untuk laboratorium


biakan dan uji kepekaan dengan media cair mengikuti petunjuk
penggunaan alat MGIT (Mycobacteria Growth Indicator Tube).

D. METODE PEMERIKSAAN

Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis sangat


bergantung pada kualitas spesimen yang diterima oleh laboratorium. Mutu
spesimen harus diperhatikan mulai dari pengambilan, pengemasan,
pengiriman sampai spesimen diterima laboratorium. Pengiriman harus
mampu mempertahankan mutu spesimen, dengan menggunakan rantai
dingin. Sebaiknya tidak memakai pengawet CPC lagi karena sulit didapat,
proses pengawetannya tidak mudah dan pengelolaan spesimen yang
diawetkam dengan CPC memerlukan keahlian khusus.

Dahak dan spesimen lainnya harus sampai di laboratorium secepatnya.


Jika diperkirakan akan terjadi penundaan pemeriksaan, dahak disimpan
pada suhu 4oC. Spesimen dahak untuk pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan harus sesegera mungkin sampai di laboratorioum dengan suhu
dingin (2ºC – 10ºC).

Pemberian pengawet pada dahak hanya boleh untuk pemeriksaan biakan


pada media padat Lowenstein Jensen (LJ), tidak diperbolehkan untuk
pemeriksaan biakan media cair (MGIT).

Identifikasi M. tuberculosis pada pemeriksaan biakan dengan media padat


LJ, minimal dilakukan dengan pemeriksaan makroskopis, mikroskopis
(pewarnaan ZN), tes niacin dan tes PNB, namun bagi laboratorium yang
mampu menyediakan tes MPT64, dapat menggunakan tes MPT64 untuk
menggantikan tes PNB yang memerlukan waktu terlalu lama untuk
mengeluarkan hasil. Identifikasi M. tuberculosis pada biakan cair (MGIT)
diawali dengan konfirmasi menggunakan pewarnaan ZN kemudian
dilakukan uji identifikasi minimal dengan dua tes diantara: tes niacin
(diambil dari biakan dengan media padat LJ), tes PNB (MGIT), tes MPT64.
Pemeriksaan uji kepekaan dilakukan dengan metode proporsional pada
media Lowenstein Jensen (LJ), atau dengan metode proporsional
menggunakan media cair (MGIT).

E. PENANGANAN LIMBAH

1. Limbah infeksius dan tidak infeksius, baik padat maupun cair harus
dikumpulkan pada tempat terpisah dalam wadah yang tidak bocor.
Wadah untuk limbah tajam harus kuat terhadap tusukan.
2. Aplikator bambu, lidi lancip, wadah dahak dan tutupnya, kaca sediaan
yang sudah tak terpakai dan limbah padat lain harus direndam dalam
larutan hipoklorit 1% atau desinfektan lain selama minimal 12 jam.
3. Untuk sterilisasi dengan otoklaf dibutuhkan suhu 121ºC dengan
tekanan udara 1,5 - 2 atmosfer selama 20 menit (perhitungan waktu
dimulai saat suhu dan tekanan udara tersebut tercapai; jangan
membuka otoklaf jika belum dingin benar dan jangan mengisi air
berlebihan). Jika menggunakan pemanasan kering, lakukan pada suhu
160ºC selama minimal 30 menit. Jika belum ada otoklaf, dapat
digunakan pressure cooker pada suhu didih selama 20 menit.
4. Limbah cair dibuang melalui sistem IPAL.
5. Insinerasi merupakan pembuangan limbah akhir setelah melalui proses
sterilisasi dengan cara mengolah limbah dengan pembakaran pada
temperatur sangat tinggi (>800ºC). Insinerasi idealnya dilakukan pada
alat dengan dua ruang bakar, di mana pada ruang bakar pertama suhu
mencapai 800ºC dan pada ruang bakar kedua mencapai 1000ºC. Waktu
retensi gas dalam ruang bakar kedua minimal 0,5 detik. Insinerator
yang hanya memiliki satu ruang bakar kurang efektif untuk menangani
bahan infektif. Jika memakai carbonizer pakailah sesuai petunjuk
pemakaian.
6. Untuk membuang limbah tabung media cair, dimasukkan ke dalam
kantong plastik khusus otoklaf, kemudian diotoklaf dan selanjutnya
dihancurkan dalam insinerator.
7. Untuk membersihkan tumpahan dahak, petugas harus memakai sarung
tangan dan selanjutnya tutupi dahak dan wadah yang pecah tersebut
dengan kain atau kertas. Tuang larutan hipoklorit 1% fresh sampai
membasahi semua kertas/kain dan biarkan selama 10 -15 menit dalam
keadaan basah. Setelah itu, kumpulkan wadah yang pecah, tempatkan
dalam wadah tertutup dan sterilkan. Selanjutnya pel lantai dengan
desinfektan. Jika percikan terjadi dalam biosafety cabinet, jangan
matikan blower-nya. Biarkan tetap menyala agar filter HEPA dapat
membantu mengurangi cemaran dan tindakan desinfeksi dilakukan
seperti di atas.
8. Bila terjadi tumpahan atau tabung pecah dalam alat pemeriksaan
biakan media cair (MGIT), segera matikan alat, kosongkan ruangan dari
petugas selama 1 jam dan beri tulisan “SPILL” di alat dan pintu
ruangan, kemudian bersihkan tumpahan dengan desinfektan setelah
berkonsultasi dengan teknisi alat MGIT dari perusahaan resmi.
F. PEMANTAPAN MUTU

Kebijakan mutu pelayanan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB


dilakukan dengan pemantapan mutu internal dan eksternal.

1. Pemantapan Mutu Internal (PMI) pada pemeriksaan biakan dan uji


kepekaan TB media padat dilakukan mulai dari persiapan penderita,
pengambilan dan penanganan spesimen sampai selesai:
a. penyusunan protap
b. pengujian kualitas reagen/media (uji visual, uji sterilitas dan uji
kesuburan dengan M. fortuitum)
c. penggunaan kuman kontrol untuk pemeriksaan uji kepekaan
d. pencatatan dan pelaporan sesuai standar
e. melakukan pendatan dan menganalisis indikator kinerja

Persentase kontaminasi pemeriksaan biakan media padat LJ yang dapat


diterima adalah 3 - 5%. Jika kurang dari 3% berarti proses
dekontaminasi berlebihan sehingga banyak biakan yang tidak tumbuh.
Jika kontaminasi lebih dari 5% berarti proses dekontaminasi tidak baik.

2. Pemantapan Mutu Internal (PMI) pada pemeriksaan biakan dan uji


kepekaan TB media cair:

1. Penanganan spesimen (pengambilan, pengiriman dan penyimpanan)


2. SPO (Pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan, Pencatatan dan
Pelaporan, dan Keselamatan Kerja, Pengelolahan Limbah)
3. Kontrol reagen (larutan NaOH-NALC, larutan buffer)
4. Positivity Rate, Contamination Rate, TTD (Time To Detection)
5. Menggunakan kuman kontrol setiap melakukan uji kepekaan
6. melakukan pendataan dan menganalisis indikator kinerja

Persentase kontaminasi pemeriksaan biakan media cair (MGIT) yang


dapat diterima adalah 5 - 8%. Jika kurang dari 5% berarti proses
dekontaminasi berlebihan sehingga banyak biakan yang tidak tumbuh.
Jika kontaminasi lebih dari 8% berarti proses dekontaminasi tidak baik.

Pemantapan mutu eksternal untuk biakan dan uji kepekaan pada dasarnya
sama dengan pemantapan mutu eksternal pemeriksaan mikroskopis
langsung.

PME biakan dan uji kepekaan diselenggarakan oleh Laboratorium Rujukan


TB Nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB.

1. Uji panel untuk menyatakan kelulusan dengan galur yang pola


resistensinya telah dibakukan.
2. Uji silang rutin untuk menjaga mutu.
Yang diutamakan adalah galur resisten. Total isolat 10% dari jumlah
pemeriksaan.
3. Supervisi jika ketidaksesuaian hasil INH dan rifampisin masing-masing
>10% dan/atau etambutol dan streptomisin masing-masing >15%.
Uji kepekaan TB hanya boleh dilakukan oleh laboratorium yang sudah
tersertifikasi melalui proses tes panel uji kepekaan TB.
VI. STANDAR PELAYANAN LABORATORIUM BIOMOLEKULER TB

Pada bulan Desember 2010, WHO merekomendasikan penggunaan alat yang


menggunakan metode nucleic acid amplification test (NAAT) untuk deteksi
Tuberkulosis (TB) serta sifat resistensinya terhadap rifampisin yang disebut
Xpert MTB/RIF. Alat tes tersebut dapat meningkatkan pelayanan dan
pengendalian TB dengan memberikan diagnosis yang akurat bagi pasien dalam
waktu sekitar 100 menit, dibandingkan dengan uji kepekaan menggunakan
metode konvensional yang membutuhkan waktu hingga tiga bulan sampai
memperoleh hasil.

Berdasarkan rekomendasi dari dokumen pra publikasi WHO yang diterbitkan


pada Oktober 2013, Xpert MTB/RIF memiliki sensitivitas 95% dan spesifisitas
98% dalam mendeteksi sifat resistensi MTB terhadap rifampisin serta
sensitivitas 79% dan spesifisitas 86% dalam mendeteksi TB pada ODHA jika
dibandingkan dengan biakan dan uji kepekaan sebagai gold standard.

Sistem Xpert MTB/RIF adalah sistem real-time PCR (Polymerase Chain


Reaction) otomatis yang mendeteksi DNA kompleks MTB pada sputum dengan
hasil mikroskopis BTA positif dan negatif. Secara bersamaan mengidentifikasi
mutasi pada gen rpoB yang berhubungan dengan resistensi terhadap
rifampisin. Sistem Xpert MTB/RIF terdiri dari mesin Xpert, komputer, barcode
scanner dan memakai cartridge Xpert MTB/RIF tunggal sekali pakai yang berisi
reagen.

Secara umum, cara kerja Xpert MTB/RIF adalah memurnikan dan


mengkonsentrasikan basil MTB dari spesimen dahak, mengisolasi materi
genetik melalui sonikasi dan memperbanyak genom DNA dengan cara PCR.
Identifikasi sifat resisten dilakukan dengan menggunakan penanda floresens
yang disebut “molecular beacons”. Sistem Xpert MTB/RIF didukung oleh
perangkat lunak yang secara otomatis bekerja pada seluruh tahapan termasuk
pengolahan spesimen, amplifikasi asam nukleat, deteksi target sekuen sampai
pada tahap interpretasi hasil. Pemeriksaan menggunakan Xpert MTB/RIF
tidak membedakan antara bakteri hidup dan mati sehingga hanya dapat
digunakan untuk diagnosis, tidak dapat digunakan untuk follow-up. Sistem
Xpert MTB/RIF dapat dijalankan pada tingkat biohazard yang rendah
setingkat dengan pemeriksaan mikroskpis dan hanya membutuhkan pelatihan
teknis sederhana untuk dapat mengoperasikan alat.

A. KETENAGAAN
1. Petugas teknis adalah analis kesehatan yang telah terlatih
melaksanakan pemeriksaan Xpert MTB/RIF, jumlah tenaga disesuaikan
dengan beban kerja.
2. Petugas teknis dapat merangkap sebagai petugas pencatatan dan
pelaporan hasil pemeriksaan Xpert MTB/RIF.

B. SARANA DAN PRASARANA

Tata Ruang
1. Lokasi

Laboratorium Xpert MTB/RIF dapat diletakkan pada ruang kerja utama


laboratorium TB, apabila hal itu tidak dimungkinkan setidaknya tersedia
area khusus untuk pengolahan spesimen dan penempatan instrumen
Xpert MTB/RIF.

2. Ventilasi

Ruang pengolahan spesimen pada laboratorium pemeriksaan Xpert


MTB/RIF mempunyai ventilasi baik yang memiliki exhaust fan untuk
mencegah tertularnya petugas laboratorium dari droplet nuclei di udara.
Letak jendela/lubang angin tidak menyebabkan turbulensi aliran udara
di dalam ruangan, tetapi angin yang masuk langsung membawa udara
ke luar.

3. Infrastruktur

Ruang penempatan instrumen amplifikasi harus dilengkapi dengan air


conditioning (AC), memiliki pasokan listrik yang stabil dan didukung
dengan adanya generator/genset. Tersedia air bersih mengalir, sanitasi
dan pengolahan limbah dan penyediaan peralatan yang diperlukan
dalam laboratorium TB.

4. Jenis ruangan laboratorium pemeriksaan Xpert MTB/RIF :

a. Ruangan pengambilan dahak

Pengambilan dahak atau tindakan induksi dahak untuk pasien-


pasien dengan risiko tinggi sebaiknya dilakukan di tempat khusus
(sputum booth) atau ruang terbuka jauh dari lalu lalang orang.
Sebaiknya mendapat sinar matahari langsung pada jam-jam
pengambilan spesimen dahak. Disediakan pula sarana cuci tangan
dengan pasokan air mengalir yang cukup, sabun cair pencuci tangan
dan tempat sampah yang telah dipakai.

b. Ruang pemeriksaan Xpert MTB/RIF ditata sebagai berikut :


1) Area pengolahan spesimen
- Memiliki sistem pengendalian infeksi yang baik (mengacu pada
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis).
- Memiliki pencahayaan yang baik

2) Area penempatan instrumen ampilifikasi asam nukleat


- Mesin tidak secara langsung berada dibawah AC atau jendela
(tidak terkena matahari langsung).
- Ditempatkan pada meja kerja yang stabil, tidak terdapat
sentrifugasi di dekat mesin Xpert MTB/RIF.
- Jarak antara instrumen dan tembok 10-15 cm.
- Instrumen diletakkan dekat dengan sumber listrik.
- Temperatur ruang terkontrol (15-25ºC).

3) Area penyimpanan reagen


Reagen disimpan pada suhu 2-28ºC.
Tabel 5. Persyaratan minimal bangunan laboratorium Xpert MTB/RIF

NO JENIS KELENGKAPAN SYARAT MINIMAL


1 Gedung Permanen
2 Ventilasi 1/3 x luas lantai
3 Listrik dan generator Ada
4 Air mengalir bersih Ada
5 Air conditioning (AC) Ada
6 Tata Ruang/ Area :

Area pengolahan spesimen Ada

Area penempatan instrumen Ada

Area penyimpanan reagen Ada


7 Tempat penampungan/pengolahan Ada
sementara limbah cair/padat

C. PERALATAN DAN BAHAN HABIS PAKAI

Peralatan dan bahan habis pakai yang diperlukan dalam melakukan


pemeriksaan Xpert MTB/RIF:
1. Instrumen Xpert MTB/RIF
2. Tabung dahak standar, steril
3. Sarung tangan sekali pakai
4. Masker
5. Wadah limbah infeksius dan non infeksius
6. Pencatat waktu (timer)
7. Larutan desinfektan
8. Label atau spidol permanen
9. Kit Xpert MTB/RIF

D. METODE PEMERIKSAAN
1. Spesimen

Setiap spesimen harus diberi identitas dengan benar. Identitas ini harus
dicatat pada formulir permintaan dan register laboratorium terkait.

a. Kriteria spesimen
- Dahak dengan volume minimal 1 ml.
- Spesimen yang mengandung makanan atau partikel padat yang
lain harus diperhatikan benar pengolahannya supaya partikel
tidak masuk ke dalam cartridge. Partikel sisa makanan dapat
menggangguu proses deteksi.

b. Penyimpanan spesimen
Bila proses uji tidak dapat segera dilakukan, spesimen dapat
disimpan pada suhu ruang (dapat bertahan selama 3 hari) atau pada
suhu 4C (dapat bertahan selama 4-10 hari).

2. Penyimpanan dan perlakuan terhadap alat dan bahan


a. Simpan cartridge dan reagen pada suhu 2–28ºC.
b. Jangan gunakan reagen atau cartridge yang kadaluarsa.
c. Jangan gunakan cartridge yang basah.
d. Cartridge stabil sampai 7 hari setelah kemasan dibuka.
3. Pembacaan Hasil Pemeriksaan

Pembacaan hasil pemeriksaan dilakukan secara otomatis oleh mesin.

Tabel 6. Pembacaan hasil pemeriksaan Xpert MTB/RIF

Pembacaan Interpretasi
MTB NOT DETECTED Negatif
MTB DETECTED, RIF RESISTANCE NOT DETECTED Rifampisin sensitif
MTB DETECTED, RIF RESISTANCE DETECTED Rifampisin resisten
Rifampisin
indeterminate (sifat
MTB DETECTED, RIF RESISTANCE INDETERMINATED
resistensi tidak dapat
ditentukan)
INVALID Invalid
ERROR Error
NO RESULT No Result

E. PENCATATAN DAN PELAPORAN

1. Hasil pemeriksaan dituliskan pada register laboratorium (TB 04).


2. Hasil pemeriksaan dituliskan pada form TB 05 dalam kolom yang sesuai
sebagai bahan untuk pelaporan.

F. PENGELOLAAN LIMBAH

1. Setiap hari pada akhir jam kerja, kantong penampung alat/bahan


infeksius (pot dahak, pipet dan cartridge) disegel dan diinsenerasi
sesegera mungkin.
2. Kantong berisi limbah infeksius dalam wadah sampah yang aman,
tertutup sampai saat pemusnahan.
3. Di laboratorium yang memiliki otoklaf, limbah infeksius dikumpulkan
dalam kantong yang dapat disterilisasi dengan otoklaf sebelum
dilakukan insenerasi.
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEROLOGI TB

A. Pemeriksaan Antibodi terhadap M. tuberculosis

M. tuberculosis membawa berbagai jenis antigen. Ada antigen yang sama


atau hampir sama dengan spesies Mycobacterium lain, ada pula antigen
yang spesifik untuk beberapa spesies bahkan ada yang spesifik untuk
spesies tertentu.

Infeksi oleh M. tuberculosis secara teoritis akan merangsang pembentukan


antibodi terhadap antigen tersebut. Respon pembentukan antibodi pada
infeksi M. tuberculosis terjadi lambat. Kadar antibodi akan mencapai
maksimum setelah beberapa bulan. Khusus antibodi dari kelas IgM,
umumnya kadarnya sangat rendah. Respon antibodi juga bervariasi antar
individu, tidak semua penderita TB mempunyai profil antibodi yang yang
sama terhadap antigen M. tuberculosis.

Di samping itu kinetika pembentukan antibodi terhadap antigen M.


tuberculosis juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya ko-infeksi
dengan HIV, paparan terhadap antigen NTM/MOTT, sistim HLA populasi
dan sebagainya. Karena itu sebaiknya validitas pemeriksaan serologi juga
dilakukan pada berbagai etnis/geografi yang berbeda.

Karena itu sensitivitas pemeriksaan dipengaruhi antara lain oleh lamanya


infeksi, respon individual, ko-morbid, paparan terhadap NTM/MOTT.
Sedangkan spesifisitasnya dipengaruhi oleh jenis antigen dan tingkat
kemurnian antigen yang dipakai serta karakteristik “captured antibody”
yang dipakai dalam kit pemeriksaan.

Kajian meta analisis terhadap berbagai kit deteksi komersial yang luas
telah dilakukan. Di antaranya oleh Steingardt pada tahun 2007, yang
menganalisis 68 hasil penelitian. Sebagai pembanding dipakai
pemeriksaan BTA mikroskopis dan atau biakan. Di antaranya kit: Anda
(memakai antigen 60), ICT (antigen 28 kda), Mycodots (antigen LAM), P
Plus (antigen 38 kda dan antigen 16 kda), TbiG (antigen Kp-90) dan TBGL
(antigen glikolipid). Fakta yang didapat adalah :

1. Kinerja keseluruhan kit komersial sangat bervariasi.


2. Sensitivitasnya lebih tinggi pada kasus BTA mikroskopis positif
dibandingkan kasus BTA mikroskopis negatif.
3. Spesifisitasnya lebih tinggi pada orang sehat/bukan penderita TB.
4. Akurasinya untuk kasus BTA mikroskopis negatif, anak-anak dan
kasus HIV tidak mencukupi untuk dianalisis dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi.
5. Kit komersial yang diuji tidak mempunyai peran untuk diagnosis TB
ekstra pulmonal.

Kajian lain dilakukan oleh WHO dan mencakup kit dari 19 perusahaan, di
antaranya kit Mycodots 9 Easy Step, TB Rapid Screen Test, TB-STAT PAK
II, Immune Sure TB Plus, SD TB Tapid test, TB-Spot Versi 2.0, TB Rapid
test, dBest One Step TB Test, BIOLINE Tuberkulosis test, dan sebagainya.
Bahan pemeriksaan diambil dari kasus TB(+) HIV(+); TB(+) HIV(-); TB(-)
HIV(+); TB(-) HIV(-) dan berasal dari daerah endemis serta non endemis.
Yang dianalisis adalah sensitivitas, spesifisitas, tingkat reprodusibilitas,
dan sebagainya. Hasilnya menunjukkan :

1. Sensitivitas keseluruhan bervariasi antara 1% sampai 60% dan lebih


tinggi pada kasus dengan BTA mikroskopis positif.
2. Sebagian besar produk mempunyai spesifisitas rendah (< 80%) jika
digunakan pada bahan yang berasal dari daerah endemis. Kit yang
mempunyai spesifisitas tinggi (> 90%), hanya mampu mendeteksi
kurang dari 30% kasus TB paru.
3. Infeksi HIV menurunkan kinerja kit.
4. Beberapa kit menunjukkan tingkat keberulangan buruk, baik untuk
tingkat keberulangan antara lot yang berbeda (lot to lot variation),
kejadian pemeriksaan yang berbeda (run to run variation), pemeriksa
yang berbeda (operator to operator variation), pembaca yang berbeda
(inter reader variation).

Dan disimpulkan bahwa tidak satu pun kit yang diuji dapat menggantikan
pemeriksaan BTA mikroskopis. Kombinasi antara pemeriksaan BTA
mikroskopis dengan serologi juga tidak dapat dipakai, mengingat tingkat
positif palsunya yang tinggi (mencapai 42%). Sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan metode serologi untuk tujuan diagnosis
TB paru dan ekstra paru.

B. Pemeriksaan Interferon

Interferon-Gamma Release Assays (IGRAs) merupakan tes darah untuk


diagnosis infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tes tersebut tidak dapat
membedakan infeksi TB laten dari infeksi TB yang aktif.

Prinsip kerja IGRA yaitu, pengukuran reaktivitas imun penderita terhadap


M. tuberculosis. Sel darah putih dari hampir seluruh penderita yang telah
terinfeksi oleh M. tuberculosis akan melepaskan interferon-gamma (IFN-
γ) saat dicampurkan dengan antigen yang berasal dari M. tuberculosis.
Tes dilakukan dengan cara mencampurkan spesimen darah segar pasien
dengan antigen dan kontrol.

Interferon dapat diukur kadarnya dengan 2 cara:

1. Cara langsung

Kadar interferon langsung diukur dari serum penderita.


serum dapat diinduksi oleh berbagai infeksi termasuk infeksi TB.

2. Cara tidak langsung

Sel T terlebih dahulu diisolasi dari darah tepi dan selanjutnya


dipaparkan pada antigen.

Upaya mengkorelasikan infeksi M. tuberculosis dan kadar interferon serum


gagal karena sangat dipengaruhi oleh berbagai infeksi lainnya. Upaya
pengukuran kadar interferon kemudian diarahkan pada pengukuran kadar
interferon dari sel T yang diisolasi dari darah tepi dan dipaparkan terhadap
antigen M. tuberculosis.

Kadar interferon yang dihasilkan sangat bergantung kepada:

1. Jenis antigen yang dipakai

Agar dapat diinterpretasikan dengan baik, induksi harus dilakukan


dengan antigen yang hanya dimiliki oleh M. tuberculosis dan tidak
dimiliki oleh mycobacterium non TB atau kuman lain.

2. Endemisitas infeksi TB di wilayah tersebut

Pada wilayah dengan endemisitas TB tinggi, kadar interferon akan


lebih tinggi daripada pada wilayah dengan endemisitas lebih rendah.

Yang perlu diperhatikan adalah antigen yang dipakai sebagai perangsang


pembentukan interferon tersebut. Antigen yang berupa PPD (Purified
Protein Derivates) juga dimiliki oleh vaksin BCG dan banyak spesies NTM.
Terdapat pula kit yang berisi antigen yang tidak dimiliki oleh BCG dan
sebagian besar NTM.

Pada saat ini telah beredar berbagai jenis kit komersial untuk itu. Terdapat
dua jenis IGRA yang telah diakui oleh U.S Food and Drug
Administration (FDA), yaitu Quanti FERON– TB dan Gold In-Tube test
(QFT-GIT) dan SPOT TB test (T-Spot) (Centers for Disease Control and
Prevention, 2011).

Keunggulan dan Kelemahan IGRA


Secara umum, penggunaan IGRA dalam mendiagnosis infeksi TB
memiliki
beberapa keunggulan, antara lain:

 Hanya membutuhkan satu kali kunjungan pasien untuk menjalankan
tes.
 Hasil tes dapat ditentukan dalam waktu 24 jam.
 Vaksinasi dengan BCG (Bacille Calmette-Guerin) tidak
menyebabkan hasil positif palsu (false-positive) tes IGRA.
(Centers for Disease Control and Prevention, 2011; James dkk., 2013)

Namun, tes IGRA juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:


 Spesimen darah harus segera diproses dalam waktu 8-30 jam
setelah pengambilan darah, selama lekosit masih dapat dideteksi.
 Kesalahan dalam mengambil atau memindahkan spesimen darah atau
dalam menjalankan dan menginterpretasi hasil uji dapat
menurunkan akurasi hasil IGRA.
 Tidak dapat membedakan antara infeksi laten dan penyakit TB.
 Sedikitnya data tentang penggunaan IGRA untuk memprediksi
progres pengeliminasian infeksi TB di waktu yang akan datang
(data penggunaan IGRA pada anak-anak dibawah usia 5 tahun,
individu yang baru terpapar oleh M. tuberculosis, individu dengan
sistem imun yang lemah, dan data pengujian berseri).
 Biaya yang dibutuhkan untuk pengujian masih cukup tinggi.
(Centers for Disease Control and Prevention, 2011)

Jadi metode pemeriksaan laboratorium TB yang diperbolehkan adalah:


mikroskopis BTA, biakan dan uji kepekaan, Xpert MTB/RIF dengan metode
CBNAAT.
VII. PENUTUP

Standar Pelayanan Laboratorium Tuberkulosis ini diharapkan bermanfaat dan


digunakan sebagai acuan pelaksanaan peningkatan dan pengendalian mutu
pelayanan laboratorium TB di setiap fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
menjamin pelaksanaan pemeriksaan laboratorium yang bermutu.
DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Sjahrurachman, Modul Kultur dan Uji Kepekaan M. tuberculosis


Terhadap Obat Anti Tuberkulosis Lini Pertama, Depkes, 2008.

2. CDC, Recommendation on the Use of Nucleic Acid Amplification Test for


Diagnosis of Tuberculosis, 2009.

3. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1267/Menkes/SK/XII/2004, Standar Pelayanan Laboratorium Dinas
Kabupaten/ Kota, 2007.

4. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1333/Menkes/SK/XII/1999, Standar Pelayanan Rumah Sakit, edisi ke-2,
cetakan ke-5, 1999.

5. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1647/Menkes/SK/XII/2005, Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium
Kesehatan, 2006.

6. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009,


Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis, 2009.
7. Depkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 831/Menkes/SK/IX/2009,
Standar Reagen Ziehl Neelsen, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik,
2009.

8. Depkes RI, Pedoman Jejaring Laboratorium TB dan Pemantapan Mutu


(Quality Assurance) Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis, 2008.

9. Depkes RI, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan di Rumah Sakit, 2008.

10. Depkes RI, Pedoman Sistem Pengkajian Mutu Eksternal (External Quality
Assessment System) Laboratorium Mikroskopis TBC di Indonesia, 2002.

11. Kementerian Kesehatan RI, Pedoman Manajerial Pelayanan Tuberkulosis


Dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit, 2010.

12. Post Graduate Medical Journal, 2007.

13. Quick Reference Guide Tuberculosis, National Institute for Health and Clinical
Excellence, UK, 2006.

14. WHO, Evaluation of Serological Assays, 2008.

15. WHO, Improving Diagnosis of Smear Negative Pulmonary and Extrapulmonary


Tuberculosis, 2007.

16. WHO, Policy Statement on Molecular Line Probe Assay for Rapid Screening of
Patients at Risk of MDR TB, 2008.

Anda mungkin juga menyukai