Dengan hormat,
Perkenankanlah Kami, Para Advokat dan Konsultan Hukum BADAN ADVOKASI DAN
PERLINDUNGAN HUKUM DEWAN PIMPINAN PUSAT BALADHIKA KARYA, beralamat di
Jalan Utan Kayu Raya Nomor 68-C Lantai 4, RT.013/RW.006, Kelurahan Utan Kayu Utara,
Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bermaterai cukup
tertanggal 16 Mei 2019 dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan (terlampir), untuk selanjutnya disebut Penggugat.
1. PT. SARANA PERSADA GROUP, yang beralamat di SME Tower Lantai 10 Kav. 94,
Jalan Jenderal Gatot Subroto Jakarta Selatan 12780
Adapun dasar dan alasan diajukan Gugatan ini adalah sebagai berikut:
1. Bahwa Penggugat dan Tergugat telah membuat serta menandatangani Surat
Perjanjian Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20 Maret
2018, dimana Penggugat menyewa kapal milik Tergugat, yaitu TB. Hector 103
dan BG. PMS 202 (270 FT) untuk mengangkut barang milik Penggugat berupa
batu scrop dengan jumlah muatan 2.803,13 M3 (dua ribu delapan ratus tiga
koma tiga belas meter kubik) dari Pelabuhan Jetty Teluk Banten Merak, dengan
tujuan Pelabuhan Muara Jelay Sukamara Kalimantan Tengah, sehingga antara
Penggugat dengan Tergugat telah terikat suatu perikatan berupa sewa-menyewa
angkutan di perairan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234 dan Pasal
1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1 angka 3 serta Pasal 38 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu,
atau untuk tidak berbuat sesuatu”
Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :
“Sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran
sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi
pembayarannya”
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 :
“Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
3. Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.
Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 :
(1) Perusahaan angkutan di perairan wajib mengangkut penumpang dan/atau
barang tertutama angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian
pengangkutan.
3. Bahwa mengacu kepada batas minimum volume muatan sesuai dengan draft
aman, sebagaimana dalam Surat Perjanjian Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-
TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018, maka pada tanggal 21 Maret 2018,
Penggugat mengirimkan Surat Nomor : 13/JKT/X/2017 kepada Tergugat,
Perihal Shipping Instruction untuk dapat dilakukannya pengangkutan barang
milik Penggugat ke kapal milik Tergugat, yang di dalam surat tersebut, memuat
keterangan, sebagai berikut :
a. Pengirim barang adalah PT. Trisakti Land (Penggugat) dan penerima barang
adalah PT. Bumi Sawit Sejahtera sebagai Pihak Pembeli.
b. Pelabuhan muat di Jetty Teluk Banten Merak dengan pelabuhan bongkar di
Muara Jelay Sukamara Kalteng.
c. Barang yang dimuat adalah berupa batu scrop dengan jumlah kargo sesuai
dengan draft aman Pelabuhan Sukamara, yaitu 3.0 Meter. d. Kapal
pengangkut, yaitu TB. Hector 103 dan BG. PMS 202.
4. Bahwa pada tanggal 23 Maret 2018, telah dilakukan pemuatan batu scrop milik
Penggugat ke dalam kapal milik Tergugat, yaitu Tongkang PMS 202 dan Tug
Boat Hector 103, draft selesai muat pada bagian depan adalah 3.0 Meter dan
bagian belakang 3.4 Meter, dengan tujuan Kuala Jelay Sukamara Kalteng,
sebagaimana dalam Berita Acara Bongkar Muat tanggal 27 Maret 2018.
5. Bahwa dari Berita Acara Bongkar Muat tertanggal 27 Maret 2018, diketahui
draft selesai muat bagian belakang adalah 3.4 Meter, sedangkan berdasarkan
Surat Perjanjian Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20
Maret 2018, Surat Nomor : 13/JKT/X/2017 tanggal 21 Maret 2018 Perihal
Shipping Instruction, dan note (catatan) dalam Berita Acara Bongkar Muat
tanggal 27 Maret 2018, secara tegas telah disepakati bahwa minimum volume
muatan batu scrop milik Penggugat yang diangkut adalah 3.0 Meter, sesuai
dengan draft aman di Pelabuhan Muara Jelay Sukamara Kalimantan Tengah,
namun Tergugat tetap melakukan pengangkutan barang milik Penggugat dan
berangkat dari Pelabuhan oJetty Teluk Banten Merak menuju Pelabuhan Muara
Jelay Sukamara Kalimantan Tengah.
6. Bahwa tindakan Tergugat yang tetap memuat barang milik Penggugat dengan
melebihi draft aman yang telah disepakati oleh Para Pihak dalam Surat
Perjanjian Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPGTSL/III/2018 tanggal 20 Maret
2018 dan sebagaimana yang diinstruksikan oleh Penggugat dalam Surat Nomor :
13/JKT/X/2017 tanggal 21 Maret 2018 Perihal Shipping Instruction, telah
menunjukkan bahwa Tergugat tidak mematuhi kelaiklautan kapal, sebagaimana
yang diatur dengan tegas dalam Pasal 1 angka 33 dan Pasal 117 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Pasal 1 angka 33 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 :
“Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
33. Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan
keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan,
garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang,
status hukum kapal, manajemen keselamatan dan dan pencegahan pencemaran
dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Pasal 117 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 :
(2) Kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib
dipenuhi setiap kapal sesuai dengan daerah-pelayarannya yang meliputi :
a. keselamatan kapal;
b. pencegahan pencemaran dari kapal;
c. pengawakan kapal;
d. garis muat kapal dan pemuatan;
e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
f. status hukum kapal;
g. manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan
h. manajemen keamanan kapal.
7. Bahwa diketahui juga adanya fakta, dimana setelah batu scrop barang milik
Penggugat selesai dimuat ke dalam kapal milik Tergugat pada tanggal 23 Maret
2018, kapal Tergugat tidak langsung berangkat menuju pelabuhan tujuan, dan
masih bersandar di Pelabuhan Jetty Teluk Banten Merak selama dua hari,
dimana selama dua hari tersebut, Tergugat tidak pernah menyampaikan
informasi ataupun keberatan kepada Penggugat mengenai adanya kelebihan
pada draft aman.
8. Bahwa pada tanggal 4 April 2018, Penggugat menerima surat dari Tergugat
Nomor : 003/SP/SPG/IV/2018 Perihal Surat Pemberitahuan ke-1, yang
menginformasikan bahwa kapal yang mengangkut barang Penggugat telah tiba
di Muara Jelai pada tanggal 3 April 2018, pukul 01.30 WIB, namun kapal tidak
melanjutkan perjalanan memasuki pelabuhan tujuan, dengan alasan ketinggian
air yang tidak memungkinkan untuk dilewati karena membahayakan kapal, dan
Tergugat meminta kepada Penggugat untuk melangsir barang, serta dikenakan
denda keterlambatan yang berlaku sejak kapal tiba di Muara Jelai pada tanggal 3
April 2018, dan segala beban atau biaya yang timbul akibat pembongkaran
material tersebut menjadi beban dan tanggungjawab Penggugat.
9. Bahwa berdasarkan fakta dalam Berita Acara Bongkar Muat tertanggal 27 Maret
2018, diketahui draft selesai muat bagian belakang kapal adalah 3.4 Meter,
sedangkan berdasarkan Surat Perjanjian Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-
TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018, Surat Nomor : 13/JKT/X/2017 tanggal 21
Maret 2018 Perihal Shipping Instruction, dan note (catatan) dalam Berita Acara
Bongkar Muat tanggal 27 Maret 2018, Penggugat telah menegaskan bahwa
minimum muatan barang yang harus diangkut adalah 3.0 Meter, yang
merupakan draft aman kapal untuk dapat memasuki Pelabuhan Muara Jelay
Sukamara, namun Tergugat tetap memberangkatkan kapal, sehingga mengalami
permasalahan dan tidak dapat melewati ketinggian air di pelabuhan tujuan.
10. Bahwa alasan Tergugat yang menyatakan kapal tidak dapat memasuki
pelabuhan karena ketinggian air yang tidak dapat dilewati, serta meminta
kepada Tergugat untuk menyiapkan kapal lain guna melangsir barang, adalah
dalil yang sangat bertentangan, karena apabila memang kapal Tergugat tidak
dimungkinkan masuk ke pelabuhan tujuan karena kondisi ketinggian air, maka
kapal yang harus disiapkan oleh Penggugat untuk melangsir barang, juga tidak
memungkinkan untuk dapat memasuki pelabuhan tujuan.
11. Bahwa kapal Tergugat yang tidak dapat memasuki pelabuhan tujuan adalah
murni karena kelalaian dari Tergugat karena telah memberangkatkan kapal
dengan membawa barang melebihi draft aman, sedangkan dari pihak Penggugat
telah menyampaikan secara tegas, agar barang diangkut sesuai dengan draft
aman, yaitu 3.0 Meter, sehingga sudah berdasarkan hukum jika Tergugat
bertanggung jawab secara penuh atas barang milik Penggugat dan
mengantarkan barang-barang tersebut ke pelabuhan tujuan, sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, dan Pasal 480 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 :
(1) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
(2) Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan
kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen
muatan dan/atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah
disepakati.
Pasal 480 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang:
1. Bila kapal karena keadaan setempat tidak mencapai atau tidak dapat
mencapai tempat tujuannya dalam waktu yang layak, pengangkut wajib
berusaha atas biayanya mengantarkan barang-barang ke tempat tujuannya
dengan tongkang atau dengan jalan lain.
12. Bahwa atas alasan sebagaimana dalam angka 8 di atas, Tergugat tidak
mengantarkan barang milik Penggugat ke pelabuhan tujuan, sebagaimana sesuai
dengan yang telah disepakati di dalam Surat Perjanjian Angkutan Laut No.
028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018, dan sampai dengan saat
diajukannya gugatan ini, Penggugat tidak mengetahui dimana keberadaan
barang milik Penggugat pada saat ini, sehingga Tergugat telah tidak
melaksanakan kewajibannya dan telah melakukan tindakan ingkar janji
(wanprestasi) sebagaimana sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh
Prof. Subekti, S.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Perjanjian, Cetakan XII,
Penerbit PT. Intermasa, halaman 45, yang menyatakan, “Apabila si berutang
(debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan
“wanprestasi”.Ia alpa atau “lalai” atau ingkar janji. Wanprestasi (kelalaian atau
kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat macam : a) tidak melakukan apa
yang disanggupi akan dilakukannya; b) melaksanakan apa yang dijanjikannya,
tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; c) melakukan apa yang dijanjikannya tetapi
terlambat; dan d) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya”.
13. Bahwa Penggugat sebagai pihak penyewa, telah melaksanakan kewajibannya
dalam melakukan pembayaran ke rekening yang ditunjuk oleh Tergugat dengan
mekanisme pembayaran sesuai dengan yang diatur dalam Surat Perjanjian
Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018, yaitu
sebagai berikut :
14. Bahwa berdasarkan ketentuan yang termuat dalam Pasal 22 Surat Perjanjian
Angkutan Laut No. 028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018,
Penggugat dan Tergugat telah sepakat, dalam hal terjadi suatu perselisihan,
maka akan diselesaikan bersama secara musyawarah mufakat terlebih dahulu,
namun apabila tidak terdapat kesepakatan, maka kedua belah pihak setuju
untuk diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat.
15. Bahwa mengacu kepada bunyi ketentuan Pasal 22 Surat Perjanjian Angkutan
Laut No. 028/SPAL/SPG-TSL/III/2018 tanggal 20 Maret 2018 mengenai
Pengadilan Negeri setempat, maka berdasarkan asas “Actor Sequitur Forum Rei”
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 118 ayat 1 HIR/142 ayat 1 RBg, gugatan
yang diajukan oleh Penggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang
meliputi wilayah domisili Tergugat adalah berdasarkan hukum, sehingga
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memiliki kewenangan untuk memeriksa dan
memutus perkara ini
17. Bahwa kerugian yang dialami oleh Penggugat, terdiri dari kerugian materiil dan
immateriil, sebagaimana yang disebutkan dalam peraturan-peraturan pada
angka 14 di atas, terdiri dari rincian, sebagai berikut :
a. Kerugian materiil: biaya sewa kapal yang sudah dibayarkan sebesar Rp.
297.750.000,- (dua ratus sembilan puluh tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu)
dan nilai batu scroop milik Penggugat sebesar Rp. 168.187.200,- (seratus enam
puluh delapan juta seratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus rupiah), total
jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp. 465.937.200,- (empat ratus enam puluh
lima juta sembilan ratus tiga puluh tujuh ribu dua ratus rupiah)
b. Kerugian immateriil: penjualan batu scrop sebesar Rp. 742.826.800,- (tujuh
ratus empat puluh dua juta delapan ratus dua puluh enam ribu delapan ratus
rupiah).
19. Bahwa untuk menjamin kepastian hukum, agar Tergugat melaksanakan putusan
dalam perkara ini secara sukarela, maka Penggugat mohon kepada Majelis
Hakim, agar memerintahkan Tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per hari, dalam hal Tergugat lalai
menjalankan putusan dalam perkara ini.
20. Bahwa mengingat Gugatan Penggugat diajukan atas dasar alat bukti yang sah
dan kuat, maka Penggugat memohon kepada Majelis Hakim, agar berkenan
menyatakan putusan dalam perkara ini, dapat dilaksanakan terlebih dahulu,
meskipun ada Bantahan, Banding dan/atau Kasasi (Uitvoerbaar bij voorad)
A t a u, apabila Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim yang memeriksa
dan memutus perkara aquo berpendapat lain, mohon agar diberikan putusan yang seadil-
adilnya berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (ex aequo et bono).
Hormat Kami,
BADAN ADVOKASI DAN PERLINDUNGAN HUKUM DEWAN PIMPINAN PUSAT BALADHIKA
KARYA Selaku Kuasa Hukum Penggugat