Anda di halaman 1dari 15

PENGAWETAN MAKANAN MELALUI PEMBUATAN

BREM DAN TAPE

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikrobiologi Pangan
yang dibina oleh Prof. Dr. Utami Sri Hastuti, M. Pd., dan
Agung Witjoro, S. Pd., M. Kes.

Oleh
Kelompok 6
Wahyu Wulandari 100342404643 (HB)
Septi Kurniama Sari 100342404947 (HB)
Eka Yunia Asti 100342400919 (GB)
Naailatu Nur Azizah 100342400925 (GB)
Dwi Nur A. 209341420883 (AA)
Angga Hermawan B. 109341417214 (AA)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
Januari 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makanan adalah bahan yang berasal dari hewan atau tumbuhan yang
dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan
yang dibutuhkan manusia biasanya dibuat melalui bertani atau berkebun yang
meliputi sumber daya hewan dan tumbuhan. Beberapa orang menolak untuk
memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur dan lain-lain. Mereka yang
tidak suka memakan daging dan sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang
hanya memakan sayuran sebagai makanan pokok.
Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa
seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen dan lain-lain.
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup
akan sulit mengerjakan aktivitasnya sehari-hari. Makanan dapat membantu
manusia dalam mendapatkan energi, membantu pertumbuhan badan dan otak.
Memakan makanan yang bergizi akan membantu pertumbuhan manusia, baik otak
maupun badan. Setiap makanan mempunyai kandungan gizi dan fungsi yang
berbeda.
Karbohidrat merupakan sumber tenaga sehari-hari. Salah satu contoh
makanan yang mengandung karbohidrat adalah nasi. Protein digunakan oleh
tubuh untuk membantu pertumbuhan, baik otak maupun tubuh. Lemak digunakan
oleh tubuh sebagai cadangan makanan dan sebagai cadangan energi. Lemak akan
digunakan saat tubuh kekurangan karbohidrat, dan lemak akan memecah menjadi
glukosa yang sangat berguna bagi tubuh saat membutuhkan energi.
Makanan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air
yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan
itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar
kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal
(metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. Kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas dikonsumsi,
secara tepat sulit dijelaskan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial
ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus bebas
polusi pada setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari
perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat
menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Seiring dengan perkembangan teknologi, berawal dari masalah yang
diakibatkan oleh cepat rusaknya makanan dan untuk lebih meningkatkan kwalitas
makanan, maka muncullah pemikiran baru mengenai teknik pengawetan
makanan. Teknik pengawetan makanan tersebut bertujuan agar bahan pangan
yang dibutuhkan tidak mudah rusak terkena kontaminasi mikroorganisme. Teknik
pengawetan makanan secara umum terdiri atas tiga cara yaitu secara fisik yang
terdiri atas proses pengawetan dengan cara pendinginan, pengeringan,
pengasapan, pengalengan, dan pengentalan. Cara yang kedua yaitu pengawetan
secara biologis yang terdiri atas proses fermentasi dan penambahan enzim. Cara
yang terakhir yaitu dengan pengawetan secara kimiawi. Berdasarkan hal tersebut,
maka perlu dikaji lebih lanjut tentang proses pengawetan makan baik secara fisik,
biologis dan kimiawi. Namun dalam batasan topik yang diberikan, maka penulis
hanya mengkaji pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan brem dan
secara biologi melalui pembuatan tape.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teknik pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan
brem?
2. Bagaimana proses pengolahan pengawetan makanan secara fisik melalui
pembuatan brem ?
3. Bagaimana teknik pengawetan makanan secara biologis melalui pembuatan
tape ?
4. Bagaimana proses pengolahan pengawetan makanan secara biologis melalui
pembuatan tape ?
C. Tujuan
1. Mengetahui teknik pengawetan makanan secara fisik melalui pembuatan
brem.
2. Mengetahui proses pengolahan pengawetan makanan secara fisik melalui
pembuatan brem .
3. Mengetahui teknik pengawetan makanan secara biologis melalui
pembuatan tape.
4. Mengetahui proses pengolahan pengawetan makanan secara biologis
melalui pembuatan tape.

D. Batasan Masalah
1. Proses dan teknik pengawetan makanan yang akan dibahas adalah secara
fisik melalui pembuatan brem.
2. Proses dan teknik pengawetan makanan yang akan dibahas adalah secara
biologis melalui pembuatan tape.
BAB II

A. Pembuatan Brem
1. Pengertian Brem
Brem merupakan produk hasil pengolahan lebih lanjut dari hasil
fermentasi serealia atau bahan makanan lain yang banyak mengandung gula.
Serealia yang umumnya digunakan adalah beras ketan dan difermentasikan
dengan starter Saccharomyces cereviseae. Brem padat banyak diusahakan di
daerah Jawa Timur, khususnya Madiun. Eksistensi brem padat di daerah Madiun
telah menjadi suatu produk unggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan
yang hingga kini mampu menyangga perekonomian masyarakat (Hapsari,dkk.
2004).
Brem padat memiliki rasa yang khas, yaitu rasa manis dan sedikit asam.
Ketika pertama kali dimakan akan langsung terasa lumer dimulut dan ada sensasi
dinginnya. Brem dipercaya memiliki manfaat khusus antara lain untuk kesehatan
kulit, sebagai makanan suplemen alternative, dapat menghangatkan badan, serta
meningkatkan nafsu makan.

2. Bahan Dasar Brem


Bahan dasar utama dari brem adalah beras ketan putih. Namun sat ini
banyak sekali pengembangan pengolahan bahan dasar lain yang digunakan untuk
membuat brem. Keterbatasan persediaan beras ketan putih menyebabkan adanya
usaha penganekaragaman pangan untuk mengatasi ketergantungan pada satu jenis
bahan pangan saja. Oleh sebab itu ada alternatif pembuatan brem dengan bahan
baku lainnya, namun kualitas yang dihasilkan cukup tinggi. Ketan hitam
merupakan salah satu bahan baku yang sangat potensial sebagai bahan pengganti
dalam pembuatan brem padat karena ketan hitam mempunyai kandungan pati
mirip ketan putih. Selama ini penggunaan ketan hitam sebagai bahan makanan
belum seluas ketan putih, dengan dijadikannya ketan hitam sebagai bahan
subtsitusi brem padat, maka diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan beras
ketan hitam dan nilai ekonomisnya (Hapsari,dkk. 2004).
Selain adanya variasi bahan dasar dari brem, saat ini pengembangan roduk
brem pada dapat dilakukan dengan membuat brem padat aneka rasa. Pembuatan
brem aneka rasa ini dapat dilakukan dengan menambahkan flavor buah. Flavor
adalah suatu zt atau komponen yang dapat memberikan rasa dan aroma tertentu
pada bahan makanan. Menurut Tranggono (1990), flavor mempunyai beberapa
fungsi dalam bahan makanan sehingga dapat memperbaiki, membuat lebih
bernilai atau lebih diterima dan lebih menarik. Dengan pembuatan brem padat
aneka rasa ini (misalnya brem rasa stroberi, moka, coklat) diharapkan dapat
memberikan alternatif pilihan kepada konsumen yang kurang menyukai rasa brem
padat yang berasa sedikit asam dan terasa alkoholnya.

3. Proses Pembuatan Brem


Bahan dasar dari brem adalah beras ketan. Menurut Wignyanto (2008),
proses pembuatan brem padat pada umumnya yaitu terdiri atas:
1. Tahap Perendaman dan Pencucian
Beras ketan direndam dengan air bersih pada baskom atau wadah yang
sesuai dengan kapasitas beras ketan yang akan diolah. Selain direndam, beras
ketan juga dicuci dengan air bersih kemudian direndam lagi dengan air bersih
selama beberapa kali.
2. Tahap Pengukusan
Beras ketan yang sudah direndam dan dicuci bersih kemudian dimasukkan
ke dalam kukusan. Pengukusan pertama dilakukan selama ± 60 menit.
Pengukusan dilakukan dengan menggunakan alat kukusan (dandang).
3. Tahap Pengaruan
Pada proses ini dilakukan penambahan air dan pengadukan agar proses
pemasakan dapat berjalan merata. Setelah dilakukan pengaruan ini dilanjutkan
lagi pada proses pengukusan agar bahan baku menjadi lebih matang.
4. Tahap Pendinginan
Setelah dikukus, beras ketan yang sudah matang kemudian ditiriskan
dan didinginkan sebelum dilakukan peragian. Hal ini dilakukan karena bahan
yang masih terlalu panas dapat merusak kerja mikroba yang digunakan sehingga
tidak dapat bekerja secara optimum, bahkan mikroba bisa mati jika bahan terlalu
panas.
5. Tahap Peragian
Peragian adalah proses pemberian ragi pada bahan baku yang sudah dingin
sebelum dilakukan fermentasi. Ragi yang digunakan adalah 0,5% dari berat bahan
baku dengan waktu fermentasi ±7 hari dengan tujuan diperoleh air tape yang
cukup banyak.
6. Tahap fermentasi
Fermentasi adalah proses perombakan molekul kompleks menjadi molekul
yang lebih sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Proses ini berlangsung ±7
hari dalam kondisi anaerob.
Ragi yang digunakan sama dengan ragi yang digunakan untuk membuat
tape. Menurut Dwidjoseputro (1984) dalam Tarigan (1988:278) menyatakan
bahwa ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-
spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri
Acetobacter. Genus-genus tersebut hidup bersama secara sinergetik. Aspergillus
dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida,
Hansenulla dapat menguraikan gula menjadi alkohol. Acetobacter dapat
merombak alkohol menjadi asam.
Fermentasi dalam pembuatan brem berlangsung dalam 2 tahap, yaitu tahap
fermentasi gula, yaitu perombakan pati menjadi gula sederhana dan tahap
fermentasi alkohol. Berikut ini adalah diagram skematis prosesnya,
Pertama-tama pati ketan dirombak oleh Aspergillus oryzae menjadi
amilase
maltosa dengan reaksi: 2(C6H10O5)n + n(H2O) n(C12H22O11). Kemudian
maltosa akan dirombak menjadi glukosa oleh ragi dengan reaksi: C12H22O11 +
maltase
H2O 2C6H12O6. Tahap berikutnya adalah fermentasi alkohol oleh ragi
zymase
dengan reaksi: C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP.
7. Tahap Pengepresan
Pengepresan bertujuan mendapatkan air/sari tape. Pengepresan dilakukan
dengan alat pres.
8. Tahap Pemasakan/Pemekatan
Proses pemekatan bertujuan untuk mengurangi sebagian air yang ada.
Pemekatan dilakukan dengan pemanasan sampai didapatkan konsentrasi tertentu.
Proses pemekatan dilakukan dengan pemanasan pada suhu ±90˚ C selama 1 jam.
9. Tahap Pengadukan
Proses pengadukan dilakukan dengan menggunakan mixer setelah adonan
yang telah dipekatkan bersuhu ±35˚ C. Hal ini dimaksudkan agar Kristal gula
dapat terbentuk dengan baik. Lama pengadukan dengan menggunakan mixer
adalah 30 menit.
10. Tahap Pencetakan
Pencetakan bertujuan untuk memperoleh bentuk produk brem yang
disesuaikan dengan kebutuhan. Proses pencetakan dapat menggunakan Loyang
atau wadah lainnya.
11. Tahap Pendinginan
Adonan brem yang sudah dicetak dalam Loyang disusun diatas meja
kemudian adonan didiamkan semalam agar mengeras.
12. Tahap Pemotongan dan Pengemasan
Adonan brem yang telah mengeras dikeluarkan dari Loyang kemudian
dipotong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki kemudian dilakukan
pengemasan.

Gambar 1 : Brem
B. Pembuatan Tape
1. Pengertian Tape
Tape adalah kudapan yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan pangan
berkarbohidrat sebagai substrat oleh ragi. Tape dapat dibuat dari bahan dasar
singkong, beras ketan putih maupun beras ketan hitam. Pada prinsipnya, tape
dibuat dengan menggunakan starter yang berisi campuran mikroba yang dikenal
dengan sebutan ragi. Produk ini mempunyai cita rasa dan aroma yang khas, yaitu
gabungan antara rasa manis, sedikit asam, dan cita rasa alkohol.

2. Pembuatan starter/ragi tape & Mikroorganisme pada Tape


Starter tape atau ragi tape dapat dibuat dengan bahan baku yang cukup
sederhana seperti laos, bawang putih, gula pasir atau tebu kuning, ubi kayu dan
jeruk nipis. Setelah bahan tersebut dikupas dan dicuci, kemudian dihaluskan
kemudian dicampur dengan tepung beras atau malt dan ditambah sedikit air
sampai terbentuk adonan. Adonan kemudian didiamkan selama 3 hari pada suhu
kamar dalam keadaan terbuka, baru kemudian dipisahkan kotorannya dan diperas
untuk mengurangi airnya. Setelah proses tersebut adonan dibuat bulatan-bulatan
kecil lalu dikeringkan (Pusbangtepa, 1981).
Selama tiga hari adonan akan ditumbuhi ragi dan kapang secara alami.
Untuk mempercepat pertumbuhan kapang dapat ditambahkan ragi pasar. Selain
sebagai pembangkit aroma, pemberian laos dan bawang putih dimaksudkan untuk
mencegah pertumbuhan mikroba lain yang tidak diharapkan dan merangsang atau
menstimulir pertumbuhan ragi dan kapang yang diinginkan.
Menurut beberapa penelitian ragi untuk fermentasi tape merupakan
campuran dari beberapa mikroorganisme, mikroba pada ragi pasar meliputi
kapang dan khamir dari berbagai jenis. Sebagai contoh terdapat Amylomyces,
Mucor, Rihzophus, Aspergillus untuk jenis kapang amilolitik dan untuk jenis
khamir amilolitik dijumpai Endomycopsis dan untuk yang bersifat non amilolitik
dijumpai khamir seperti Candida, Saccharomyces, Endomycopsis dan lain-lain.
Mikroba yang diduga paling berperanan dalam fermentasi tape adalah
Amylomyces rouxii, Endomycopsis burtonii dan Saccharomyces serevisiae. Selain
itu dijumpai pula bakteri asam laktat (Pediococcus) dan bakteri amilolitik
(Bacillus). Tape hasil fermentasi dengan ragi yang didominasi S. cerevisiae
umumnya berbentuk semi-cair, lunak, berasa manis keasaman, mengandung
alkohol, dan memiliki tekstur lengket.
Tape mengandung berbagai macam bakteri “baik” yang aman dikonsumsi
dan tergolong sebagai sumber probiotik bagi tubuh. Selain meningkatkan
kandungan Vitamin B1(tiamin) hingga tiga kali lipat, cairan pada tape dan tape
ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu juta per mililiter
atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek
menyehatkan tubuh, terutama sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah
bakteri dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tape
adalah kemampuannya tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh.
Aflaktosin merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang,
terutama Aspergillus flavus.

Gambar 2 : Aspergillus, Saccharomyces

3. Proses pembuatan tape

Bahan dasar pembuatan tape yaitu beras ketan hitam atau ketan putih dan
singkong. Menurut Rahmat (2008), proses pembuatan tape ketan pada umumnya
sebagai berikut :

1. Cuci bersih semua peralatan yang akan digunakan, kemudian ditiriskan.


2. Bersihkan beras ketan yang akan digunakan dari abhan-bahan lain yang
tercampur, seperti pasir, gabah atau kotoran lainnya.
3. Cucilah beras ketan dengan air bersih, kemudian ditiriskan.
4. Rendamlah beras ketan yang telah dicuci tersebut dalam air dingin selama 12-
18 jam.
5. Setelah 12-18 jam dalam rendaman, angkat beras ketan tersebut kemudian bilas
beberapa kali hingga merata.
6. Tiriskan beras ketan yang telah dibilas, kemudian kukus hingga matang.
7. Angkat beras ketan yang telah matang dan letakan dalam tampah yang telah
disediakan, kemudian dinginkan dengan cara mengipasinya.
8. Setelah dingin, campurkan ragi yang telah dihaluskan dan aduklah hingga
merata.
9. Bungkuslah ketan yang telah dicampur ragi dengan daun pisang atau masukkan
ke dalam kantong plastik atau keler yang bersih.
10. Simpan di tempat yang aman selama 3-4 hari.

Gambar 3: Tape Beras Ketan

4. Mikroba yang digunakan


Saccharomyces cerevisiae adalah Jamur yang banyak berperan dalam
proses fermentasi dan dimanfaatkan untuk pembuatan tape, roti dan minuman
beralkohol. Tape dibuat dari singkong atau beras ketan. Dalam pembuatan tape,
mikroba berperan untuk mengubah pati menjadi gula sehingga pada awal
fermentasi tape berasa manis. Glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling
sederhana , melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH).
Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat
pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis
fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati
menjadi tape dengan gula sederhana (glukosa). Adanya gula menyebabkan
mikroba yang menggunakan sumber karbon gula mampu tumbuh dan
menghasilkan alkohol. Keberadaan alkohol juga memacu tumbuhnya bakteri
pengoksidasi alkohol yaitu Acetobacter aceti yang mengubah alkohol menjadi
asam asetat dan menyebabkan rasa masam pada tape yang dihasilkan (Hidayat,
2008). Selain alkohol, proses fermentasi karbohidrat juga akan menghasilkan
asam-asam organik, seperti asam asetat, asam laktat, asam suksinat, dan asam
malat.
Pada proses pembuatan tape, jamur ragi akan merombak glukosa yang ada
di dalam bahan baku (singkong atau ketan) sebagai makanan untuk
pertumbuhannya, sehingga singkong akan menjadi lunak. Selain itu jamur
tersebut juga akan merubah glukosa menjadi alkohol. Dalam pembuatan tape,
ragi (Saccharomyces cereviceae) mengeluarkan enzim yang dapat memecah
karbohidrat pada singkong menjadi gula yang lebih sederhana. Oleh karena itu,
tape terasa manis apabila sudah matang walaupun tanpa diberi gula sebelumnya.
Saccharomyces cereviceae merupakan bakteri anaerob, sehingga bila terdapat
udara pada proses metabolismenya, akan mengganggu dan menyebabkan
kegagalan dalam proses pembuatan tape dikarenakan enzim pada ragi
Saccharomyces cereviceae tidak pecah (Haris, 2010). Mikroorganisme dri
kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan
memecahkan amilum pada bahan dasar gula-gula yang lebih sederhana
(disakarida dan monosakarida) dan proses ini disebut sakarifikasi.

Gambar 4: Saccharomyces cereviceae

5. Tape Dapat Mengawetkan Makanan


Fermentasi adalah salah satu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi
yang menghasilkan energi, dimana senyawa organik berperan sebagai donor dan
akseptor elektron (Winarno dan Fardiaz, 1984). Menurut Steinkraus (1989),
perubahan biokimiawi yang utama adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan
glukosa, karena adanya aktifitas kapang amilolitik Amylomyces rouxii dan
khamir Endomycopsis burtonii. Selanjutnya glukosa akan difermentasi menjadi
etanol dan asam-asam organik yang menimbulkan aroma dan flavor yang khas
pada tape.
Proses pembentukan tape adalah proses fermentasi yang bersifat
heterofermentatif karena menggunakan lebih dari satu jenis mikroba dan spesies
yang berbeda-beda (Hesseltine, 1979). Menurut Winarno et al., (1980), proses
fermentasi tape adalah mengubah rasa, aroma, nilai gizi, dan palabilitas. Proses
fermentasi yang berlangsung selama pembuatan tape terdiri dari empat tahap
penguraian, yaitu (1) molekul-molekul pati akan dipecah menjadi dekstrin dan
gula-gula sederhana, merupakan proses hidrolisis enzimatik, (2) gula-gula yang
terbentuk akan diubah menjadi alkohol, (3) alkohol akan diubah menjadi asam-
asam organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter melalui proses oksidasi
alkohol, (4) sebagian asam organik akan bereaksi dengan alkohol membentuk
citarasa tape yaitu ester (Hesseltine, 1979).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ada berbagai macam proses pengawetan makanan, contohnya seperti
proses pembutan tape dan pembutan brem. Mikroba yang didigunakan saat
pembuatan brem dan tapai sama, yaitu ragi campuran yang terdiri atas spesies-
spesies genus Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri
Acetobacter. Kedua cara pengawetan ini menggunakan proses fermentasi.

B. Saran
1. Makalah ini belum sepenuhnya sempurna, perlu disunting dan di lengkapi
kembali.
2. Pada proses pembuatan tape dan brem banyak sedikitnya ragi harus
disesuaikan dengan bahan yang digunakan.
DAFTAR RUJUKAN

Anonymous. 1981. Ragi Tape. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengmbangan


Teknologi Pangan IPB.

Hapsari, M, dkk. 2004. Pembuatan Brem Padat neka Rasa dan Analisis
Finansialnya (Kajian Proporsi Air Tape Ketan Hitam dan Ketan Putih) dan
Penambahan Flavor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Malang:
Universitas Brawijaya.

Haris. 2010. Cara Pembuatan tape Singkong, (online),


(http://www.carapembuatantapaisingkong/2010/haris.ajah.html),diakses 28
januari 2013.

Hesseltine, C. W. 1979. Microorganisme Involves in Food Fermentation in


Tropical Asia. Proc. Inter. Symp on Mic Aspects of Food Storage Process
and Fermentation in Tropical Asia. Food Technology and Development
Centre. 10-13 Desember 1979. Bogor.

Hidayat, Nur. 2008. Fermentasi dan Mikroorganisme yang Terlibat. J. Teknol. dan
Industri Pangan, 19 (2).

Kemdiknas, Pustekkom. 2010. Mikroba Untuk Makanan dan Minuman, (online),


(http://belajar.kemdiknas.go.id.html), diakses 28 Januari 2013.

Rahmat, Adi. 2008. Bioteknologi Bahan Bakar (Bioteknologi Energi). Bandung:


Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Bandung.

Steinkraus, K. H. 1989. Handbook of Indigenous Fermented Foods. Marcel


Dekker Inc, New York.

Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Direktorat Jendral


Perguruan Tinggi.

Tranggono. 1990. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Pusat antar


Universitas-Pangan dan Gizi. Univesitas Gadjah Mada. h. 191-192.

Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein.


Angkasa, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai