TENTANG
KODE ETIK OKUPASI TERAPIS
Ketua Umum,
1. Menjadi pedoman untuk memandu anggota terhadap etika tindakan dalam perannya
sebagai profesional dan atau relawan, dan
2. Menjadi prinsip dan standar perilaku yang berlaku untuk anggota IOTI.
Kode etik ini memberikan panduan dan menentukan parameter dalam pengambilan
keputusan, etika bertindak sesuai prinsip dan standar perilaku serta merupakan manifestasi
dari karakter moral dan refleksi sadar sebagai komitmen yang saling menguntungkan,
memiliki dasar etika dan ilmu pengetahuan, mencerminkan perilaku benar dan baik, serta
tindakan yang berani dan tepat. Mengenali dan menyelesaikan masalah etika adalah proses
sistematis yang mencakup analisis dinamika kompleks dari sebuah situasi, pertimbangan
terhadap konsekuensi, pengambilan keputusan yang beralasan, pengambilan tindakan, dan
perenungan hasil. Okupasi terapis, termasuk mahasiswa di program okupasi terapi,
diharapkan untuk mematuhi prinsip dan standar perilaku dalam Kode Etik ini.
Proses untuk menangani pelanggaran etika oleh anggota IOTI diuraikan dalam Prosedur
Penegakan Kode Etik sesuai kaidah dan perundangan yang berlaku.
Meskipun Kode Etik dapat digunakan dalam hubungannya dengan peraturan hukum yang
memandu standar praktek okupasi terapis, Kode Etik ini dimaksudkan untuk menjadi
dokumen yang berdiri bebas, membimbing dimensi etika perilaku profesional, tanggung
jawab profesi, dan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan okupasi terapi.
Core Values
Nilai-nilai yang menjadi inti pelayanan Okupasi Terapi adalah:
Tujuh Nilai Inti ini memberikan landasan untuk membimbing okupasi terapis dalam
interaksi mereka dengan orang lain.
2. Nonmaleficence
Okupasi terapis diharapkan mampu menahan diri dari tindakan yang
membahayakan klien. Nonmaleficence "mewajibkan kita untuk menjauhkan diri dari
hal yang menyebabkan kerugian bagi orang lain". Prinsip nonmaleficence juga
mencakup kewajiban untuk tidak memaksakan layanan dalam bentuk aktivitas yang
memiliki potensi bahaya baik disengaja maupun tidak disengaja. Misalnya, dalam
praktek okupasi terapi, terjadi situasi di mana klien mungkin akan merasa sakit atau
tidak nyaman dari intervensi okupasi terapi sehingga penjelasan yang berbasis bukti
mutlak disampaikan terhadap klien sebelum memulai intervensi.
Standar perilaku okupasi terapis untuk prinsip nonmaleficence adalah:
A. Hindari menimbulkan kerugian atau cedera kepada klien, siswa, peserta
penelitian.
B. Hindari meninggalkan klien dengan cara memfasilitasi transisi yang tepat ketika
tidak mampu menyediakan layanan okupasi terapi dengan alasan apapun.
C. Kenali dan mengambil tindakan yang tepat untuk memperbaiki masalah pribadi
dan keterbatasan yang mungkin membahayakan klien, rekan kerja, siswa, peserta
penelitian.
D. Hindari pengaruh yang tidak semestinya yang dapat mengganggu latihan,
keamanan dan kompetensi penyediaan layanan terapi, pendidikan, atau penelitian.
E. Menjelaskan gangguan dalam praktek okupasi terapi dan bila perlu memberikan
laporan kepada pihak yang berwenang.
F. Hindari hubungan ganda, konflik kepentingan, dan situasi di mana seorang
praktisi, pendidik, siswa, peneliti, atau klien tidak dapat mempertahankan batas-
batas profesional yang jelas atau bersifat objektif.
G. Hindari terlibat dalam aktivitas seksual dengan klien, termasuk keluarga klien atau
orang penting lainnya, siswa, peserta penelitian dan atau rekan kerja, sementara
terjadi hubungan profesional dalam pelayanan okupasi terapi.
H. Hindari mengorbankan hak atau kesejahteraan orang lain berdasarkan arahan yang
sewenang-wenang (misalnya, memberi harapan produktivitas yang tidak realistis,
pemalsuan dokumentasi, coding tidak akurat) dengan melatih penilaian
profesional dan analisis kritis.
I. Hindari mengeksploitasi segala hubungan dalam posisinya sebagai okupasi terapis
klinis, pendidik, atau peneliti lebih jauh secara fisik, emosional, finansial, politik,
atau kepentingan bisnis seseorang dengan mengorbankan klien, siswa, peserta
penelitian dan atau rekan kerja.
J. Hindari barter untuk layanan ketika ada potensi eksploitasi dan konflik
kepentingan.
3. Otonomi,
Okupasi terapis harus menghormati hak individu untuk menentukan nasib sendiri,
privasi, kerahasiaan, dan persetujuan.
F. Mejaga mandat yang diperlukan untuk layanan okupasi terapi yang mereka
berikan di bidang klinis, akademik, penelitian dan atau bidang lainnya.
G. Memberikan pengawasan yang tepat sesuai dengan hukum, peraturan, kebijakan,
prosedur, standar, dan pedoman organisasi.
H. Mendapatkan semua persetujuan yang diperlukan sebelum memulai kegiatan
penelitian.
I. Menahan diri dari menerima hadiah yang mungkin akan mempengaruhi hubungan
terapeutik atau memiliki potensi untuk mengaburkan batas-batas profesional.
J. Memberikan laporan kepada pihak yang berwenang setiap tindakan dalam
praktek, pendidikan, dan penelitian yang tidak etis atau ilegal.
K. Berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam merumuskan kebijakan dan prosedur
sesuai dengan standar hukum, peraturan, dan etika serta bekerja untuk
menyelesaikan setiap konflik atau inkonsistensi.
L. Memberikan tarif dan biaya dengan cara yang adil, wajar, dan sepadan dengan
layanan yang diberikan.
M. Memastikan kepatuhan dengan hukum dan mendorong transparansi ketika
berpartisipasi dalam perjanjian bisnis sebagai pemilik, pemegang saham, mitra
dan atau karyawan.
N. Memastikan dokumentasi sesuai dengan hukum yang berlaku, pedoman, dan
peraturan organisasi.
O. Menahan diri dari berpartisipasi dalam tindakan apapun yang mengakibatkan
akses tidak sah ke konten pendidikan atau ujian (termasuk namun tidak terbatas
pada berbagi pertanyaan tes, penggunaan yang tidak sah atau akses ke konten atau
kode, atau menjual akses atau otorisasi kode).
5. Kejujuran
Okupasi terapis akan memberikan informasi lengkap, akurat, dan objektif ketika
mewakili profesi. Prinsip kejujuran mengacu pada penyampaian informasi yang
komprehensif, akurat, dan objektif. Dalam berkomunikasi dengan orang lain, okupasi
terapis secara implisit berjanji untuk jujur dan tidak menipu. Ketika memasuki
hubungan terapeutik atau penelitian, klien atau peserta penelitian memiliki hak untuk
memperoleh informasi yang akurat.
Konsep kejujuran harus seimbang secara etika, keyakinan budaya, dan kebijakan
organisasi. Kebenaran akhirnya dinilai sebagai sarana untuk membangun kepercayaan
dan memperkuat hubungan profesional. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap prinsip
kejujuran juga memerlukan analisis mendalam tentang bagaimana penyampaian
informasi dapat mempengaruhi hasil.
Standar perilaku okupasi terapis untuk prinsip kejujuran adalah:
6. Fidelity, Kesetiaan
Okupasi terapis akan memperlakukan klien, kolega, dan profesional lainnya
dengan rasa hormat, keadilan, kebijaksanaan, dan integritas. Dalam profesi kesehatan,
komitmen ini mengacu pada janji-janji yang dibuat antara penyedia dan klien atau
pasien berdasarkan harapan, bekerjasama dengan klien dalam waktu sesuai
kebutuhan, dan sesuai dengan kode etik. Janji-janji ini dapat tersirat atau eksplisit.
Mengungkapkan informasi yang berpotensi memiliki makna dalam pengambilan
keputusan adalah salah satu kewajiban dari kontrak moral antara okupasi terapis dan
klien.
Hubungan profesional sangat dipengaruhi oleh kompleksitas lingkungan di mana
okupasi terapis bekerja. Praktisi, pendidik, dan peneliti harus konsisten
menyeimbangkan tugas mereka untuk klien, siswa, peserta penelitian, dan profesional
lainnya serta organisasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dan
praktek profesional.