Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Kelompok 1
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Syok Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat
akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling
sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut
ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal
adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen.
Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah
dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan
cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari
keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat
perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun
1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip
penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon
merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga
penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid
dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani
pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa
perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan
intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan
pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip
lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok
hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan
garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara
penanganan syok hemoragik yang paling optimal.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok,
patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock , manifestasi kllinis syock,
jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock
bab II
tinjauan teori
A. Pengertian
Keadaan kritis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan
oksigen baik dari segi pasokan & pemakaian untuk metabolisme selular jaringan
tubuh sehingga terjadi defisiensi akut oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S,
2005)
Suatu bentuk sindroma dinamik yang akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan
sebab substrat yang diperlukan untuk metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler
dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuatoleh aliran darah yang sangat sedikit
atau aliran maldistribusi (Candido, 1996)
1. Kompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolisme anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan karbonat intrasel.
Hal ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi
pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat
adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana
terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi
klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem
multiorgan, cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir
kematian walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak
teraba, kesadaran (koma), anuria.
C. Patofisiologi Terjadinya Syok
E. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat,
bingung, coma tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat,
takipneu, Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi
klinis lain yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi
F. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan
cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi
yang tidak adekuat. Syok hipovolemik ini paling sering timbul setelah terjadi
perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma
tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2
penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa
terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya terjadi
pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri,
pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya
cairan di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat
dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak.
Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah
gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini
adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan
pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah
memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan
resusitasi syok hemoragik.
b. Patofisiologi
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan cara
mengaktifkan 4 sistem major fisiologi tubuh: sistem hematologi, sistem
kardiovaskular, sistem renal dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon
kepada perdarahan hebat yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade
pembekuan darah dan mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan
thromboxane A2 lokal) dan membentuk sumbatan immatur pada sumber
perdarahan. Pembuluh darah yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya,
yang secara subsekuen akan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari
subatan yang dibentuk. Kurang lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan
sumbatan fibrin yang sempurna dan formasi matur.
Patofisiology dari hipovolemik syok lebih banyak lagi dari pada yang telah
disebutkan . untuk mengexplore lebih dalam mengenai patofisiology, referensi pada
bibliography bias menjadi acuan. Mekanisme yang telah dipaparkan cukup efektif
untuk menjaga perfusi pada organ vital akibat kehilangan darah yang banyak. Tanpa
adanya resusitasi cairan dan darah serta koreksi pada penyebab hemoragik syok,
kardiak perfusi biasanya gagal dan terjadi kegagalan multiple organ
2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali.
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang
tidak adekua, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner, disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner disebabkan
oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
mengklasifikasikan penyebab syok kardiogenik sebagai berikut :
Penyakit jantung iskemik (IHD)
Obat-obatan yang mendepresi jantung
Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium
akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis
vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen miokardium. Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
Pernapasan cheyne stokes
Batuk-batuk
Sianosis
Suara serak
Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
BMR mungkin naik
Kelainan pada foto rontgen
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah
ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang
pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan
jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta
kulit yang dingin dan lembab.
3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau
oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan
pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla
spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap penisilin,
reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti imunosupresif, usia
yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok
pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma pada medula spinalis
akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus simpatis. Gambaran klasik dari
syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer.
b) Etiologi
Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada
fraktur tulang.
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
c) Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien
menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan
darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat
berwarna kemerahan.
2) Syock anafilaktik
a) Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan).
Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi
umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi,
kutan dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului
dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok
anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi
dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Syock anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang
sebelumnya sudah membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami
reaksi anti gen- anti bodi sistemik
b) Patofisiologi
Oleh Coomb dan Gell (1963), anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe
1 atau reaksi tipesegera (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui
beberapa fase :
Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Alergen yang
masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di tangkap oleh
Makrofag.
Makrofag segera mempresen-tasikan antigen tersebut kepada Limfosit T, dimana ia
akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang menginduksi Limfosit B berproliferasi
menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig
E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.
Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang
sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang . Pada kesempatan lain masuk alergen
yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik
dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain
histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang
di sebut dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari
membran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed mediators.
Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin
yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
3) Syok Septik
a) Pengertian
Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan
praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptik yang cermat, melakukan
debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan
peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh
b) Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon
imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang
mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan permeabilitas
kapiler, yang engarah pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi adalah
dua efek tersebut.
c) Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat
bakteriemia menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan
perfusi jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme gram-
negative. Pada orang dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama
terjadinya infeksi. Di rumah sakit kemungkinan sumber infeksi adalah luka dan
kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering menyebabkan sepsis
adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp
A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
a. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c. Tekanan ventrikel kiri peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
d. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
e. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
f. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis
, peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
g. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
h. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
i. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
j. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
k. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
l. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
m. Sangat kehausan
n. Mual, muntah
o. Status ginjal haluaran urine di bawah 20 ml/jam, kreatinin serum meningkat,
nitrogen urea serum meningkat
p. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
q. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan den
gan penurunan curah jantung.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload
dan kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas ka
piler pulmonal
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan den
gan penurunan curah jantung
1) Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
o Tekanan darah dalam batas normal
o Haluaran urine normal
o Kulit hangat dan kering
o Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
2) Rencana tindakan
o Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremitas
memudahkan sirkulasi
o Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah
lengkap, plasmanat, tambahan volume
o Ukur intake dan output setiap jam
o Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter bila
haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
o Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda
toksisitas
o Pertahankan klien hangat dan kering
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload
dan kontraktilitas miokard)
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
o Tanda-tanda vital dalam batas normal
o Curah jantung dalam batas normal
o Perbaikan mental
2) Rencana tindakan
o Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
o Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
o Pantau EKG secara kontinu
o Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
o Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
o Berikan oksigen sesuai dengan terapi
o Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
o Pertahankan klien hangat dan kering
o Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
o Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
o Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler pulmonal
1) Tujuan
Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
o Klien bernafas tanpa kesulitan
o Paru-paru bersih
o Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
2) Rencana tindakan
o Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
o Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
o Pantau seri AGDA
o Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
o Lakukan penghisapan bila ada indikasi
o Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
1) Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
o Klien mengungkapkan penurunan ansietas
o Klien tenang dan relaks
o Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Rencana tindakan
o Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
o Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas
bila klien tidak memahaminya
o Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
o Antisipasi kebutuhan klien
o Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
o Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika kondisi
klien memungkinkan
o Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
o Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
bab IV
penutup
A. Kesimpulan
1. Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas
dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2. Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah
yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi
jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau
perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)
B. Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi
seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala
ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan
pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course
for Physicians. USA, 1993 ; 75 - 94
Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care.
London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic
G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application.
USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 - 499.
Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku:
Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia,
1989 ; 993 - 1002.
Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia,
August 30 - September 1, 1996 ; 1 - 4.
Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of
Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine,
1997.