Anda di halaman 1dari 39

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kacang tanah merupakan salah satu jenis produk pertanian Indonesia yang

banyak dikonsumsi sebagai sumber protein dan nabati. Kacang tanah dimanfaatkan

sebagai bahan pangan konsumsi langsung atau campuran makanan seperti roti,

bumbu dapur, bahan baku industri, dan pakan ternak, sehingga kebutuhan kacang

tanah terus meningkat setiap tahunnya di Indonesia (Balikatbi, 2018).

Peningkatan akan kebutuhan kacang tanah, harus diiringi dengan produksi

pertanian kacang tanah. BPS Sulawesi Tenggara (2018) mencatat produksi kacang

tanah di Sulawesi Tenggara tahun 2015 sebesar 3.470 ton dengan luas panen 4.862

ha. Rata-rata produksi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi

nasional sebesar 605.449 ton dengan luas panen 454.347 ha dan beberapa daerah

lainnya seperti jawa tengah sebesar 109.204 ton dengan luas panen 81.1395 ha (BPS

Nasional, 2018).

Mengetahui rendahnya produksi dari kacang tanah di Sulawesi Tenggara

maka diperlukan perhatian khusus untuk meningkatkan produktivitas dari kacang

tanah. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kacang tanah yang

berkelanjutan yakni menggunakan pupuk organik. Bahan organik merupakan bahan

yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan, seperti pupuk kandang, kompos, pupuk

hijau, jerami, dan bahan lain yang dapat berperan memperbaiki sifat fisik, kimia dan

biologi tanah.

Rahmad (2009) menjelaskan pupuk kandang merupakan pupuk organik yang

dapat menambah tersedianya bahan makanan (unsur hara) bagi tanaman yang
2

dapat diserapnya dari dalam tanah. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai

kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehingga menjadi faktor-faktor

yang menjamin kesuburan tanah. Pupuk kandang dianggap sebagai pupuk lengkap

karena selain menimbulkan tersedianya unsur hara bagi tanaman, juga

mengembangkan kehidupan jasad renik (mikroorganisme) di dalam tanah

dikarenakan kotoran sapi tersebut sudah mengalami fermentasi dan penguraian lanjut

dalam perut sapi sehingga kotorannya halus dan memiliki struktur yang lunak yang

sangat baik untuk keberlangsungan hidup jasad renik. Jasad renik sangat penting

bagi kesuburan tanah dan sisa-sisa tanaman yang dapat diubahnya menjadi humus,

senyawa-senyawa tertentu disintesisnya menjadi bahan-bahan yang berguna bagi

tanaman.

Selain pupuk kandang, penggunaan pupuk organik juga bisa menggunakan

agen hayati yang banyak terdapat di alam seperti mikoriza. Mikoriza merupakan

jenis cendawan tanah yang keberadaannya dalam tanah sangat mempunyai banyak

manfaat. Hal ini disebabkan karena mikroiza dapat meningkatkan ketersediaan dan

pengambilan unsur fosfor, air, dan nutrisi lainnya, serta untuk pengendalian penyakit

yang disebabkan oleh pathogen tular tanah Talanca (2010). Commented [A1]: Kemukakan tentang keberadaan dan atau
kelimpahan mikoriza arbuscula pada media tanam, dan kenapa
harus mengaplikasikan pupuk kandang, kemukakan efek nya
Penggunaan pupuk kandang dan keberadaan mikoriza pada media tanam terhadap tanaman pada keadaan bermikoriza tanpa pupuk
kandang/bahan organic dan bermikoriza dengan kehadiran bahan
organic, masukkan rujukan pendukungnya
kacang tanah diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan hasil tanaman secara
Commented [A2]: Cara penulisan sesuaikan dgn panduan

cepat namun juga mempertahankan kesuburan tanahnya. Sehingga berdasarkan

uraian tersebut maka penggunaan bahan organik berupa penggunan pupuk kandang

pada tanah bermikoriza perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena itu penting dilakukan

penelitian ini.
3

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

kacang tanah serta perkembangan spora insitu. Commented [A3]: Tuliskan sporanya apa/siapa
Commented [A4]: Dijawab pada hypothesis apakah ada
2. Seberapa besar perlakuan pupuk kotoran sapi memberikan pengaruh terhadap laju pengaruh atau tdk

pertumbuhan dan hasil kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu? Commented [A5]: Dijawab pada hypothesis berapa besar
kemungkinan peningkatan pertumbuhan dan hsl tan. Mis. Dapt
menigkatkan pertumbuhan dan hsl … % (jawaban disesuaikan dgn
3. Bagaimana pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap laju pertumbuhan dan hasil hsl penelitian terdahulu terkait liti yg akan dilakukan

tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu dalam meningkatkan serapan N

dan P. Commented [A6]: Jika berat utk dijawab pada hipotesis,


hilangkan saja rm “3” ini
Commented [A7]: hilangkan
1.3 Tujuan Penelitian Commented [A8]: sesuaikan dengan RM setelah diedit

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu.

2. Untuk menganalisis seberapa besar perlakuan ampas sagu memberikan pengaruh

terhadap laju pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza

insitu.

3. Untuk mengkaji bagaimana pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap laju

pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu dalam

meningkatkan mekanisme serapan N dan P di dalam jaringan kacang tanah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi peneliti

selanjutnya tentang kajian pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan

produksi kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu.


4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Karateristik Tanaman Kacang Tanah

Menurut Adisarwanto (2004), tanaman kacang tanah suku Papilionaceae.

Kedudukan tanaman kacang tanah taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas : Dicotyledon (biji berkeping dua)

Ordo : Leguminoceae (kacang-kacangan)

Genus : Arachis

Spesies : Arachis hypogeae L.

Penyebaran kacang tanah di Indonesia mulai ditanam pada awal abad ke-

17, masuknya kacang tanah ke wilayah Nusantara dibawa oleh pedagang Cina dan

Portugis. Sentra produksi kacang tanah pada mulanya terpusat di Pulau Jawa,

selanjutnya menyebar ke berbagai daerah, terutama Sumatera Utara dan Sulawesi

Selatan. Sekarang kacang tanah telah ditanam di seluruh Indonesia

(Adisarwanto, 2004).

Sumber genetik (gern palsm) kacang tanah berasal dari Brasilia.

Penanaman kacang tanah pertama kali dilakukan oleh orang Indian. Setelah

Benua Amerika ditemukan, tanaman ini ditanam oleh pendatang dari Eropa,

daerah pusat penyebarannya mula-mula terkonsentrasi di India, Cina, Nigeria,


5

Amerika Serikat, dan Gambia, kemudian meluas ke berbagai negara di dunia

(Rukmana, 1998).

 Akar (radix)

Akar tanaman kacang tanah bersimbiosis dengan bakteri rhizobium

radicicola. Bakteri ini terdapat pada bintil-bintil (nodula-nodula) akar tanaman

kacang tanah dan bersimbosis saling menguntungkan. Tanaman kacang tanah

tidak dapat menambat nitrogen bebas (N2) dari udara tanpa bakteri rhizobium.

Sebaliknya bakteri rhizobium tidak dapat mengikat nitrogen tanpa bantuan

tanaman kacang tanah. Pada bintil-bitil akar teradapat unsur nitrogen yang

berguna untuk pertumbuhan tanaman dan ketersedian unsur N dalam tanah

(Rukmana, 1998).

Perakaran tanaman kacang tanah terdiri dari atas lembaga (radicula), akar

tunggang (radix primaria), dan akar cabang (radix lateralis). Pertumbuhan akar

menyebar kesemua arah sedalam lebih kurang 30cm dari permukaan tanah. Akar

berfungsi sebagai organ penghisap unsur hara dan air untuk pertumbuhan

tanaman. Fungsi tersebut dapat terganggu bila tanah beraerasi buruk, kadar airnya

kurang, kandungan senyawa AI dan Mn tinggi, serta derajat keasaman (pH) tanah

tinggi (Rukmana, 1998).

 Batang (Caulis)

Batang tanaman kacang tanah berukuran pendek, berbuku-buku, dengan

tipe pertubuhan tegak atau mendatar. Pada mulanya batang tumbuh tunggal,

lambat laun bercabang banyak seolah-olah merumpun. Panjang batang berkisar

antara 30- 50cm atau lebih, tergantung jenis atau varietas kacang tanah dan

Kesuburan tanah. Ruas-ruas batang yang terletak didalam tanah merupakan tempat
6

melekat akar, bunga, dan buah. Ruas-ruas batang yang berada di atas permukaan

tanah merupakan tempat tumbuh tangkai daun (Rukmana, 1998).

 Daun (Folium)

Daun pada tanaman kacang tanah berbentuk lonjong, terletak

berpasangan, dan bersirip genap. Tiap tangkai daun terdiri atas empat helai daun.

Daun muda berwarna hijau kekuning-kungan, setelah tua menjadi hijau tua.

Daun-daun tua akan menguning dan berguguran mulai dari bawah keatas

bersamaan dengan stadium polong tua. Helaian daun bersifat nititropic, yakni

mampu menyerap cahaya matahari sebanyak-banyaknya. Permukaan daunnya

memiliki bulu yang berfungsi sebagai panahan atau penyimpan debu (Rukmana,

1998).

 Bunga (Flos)

Bunga pada tanaman kacang tanah berbentuk kupu-kupu, berwarna

kuning dan bertangkai panjang yang tumbuh dari ketiak daun. Fase berbunga

biasanya berlangsung setelah taman berumur 4-6 minggu. Bunga pada kacang

tanah juga menyerbuk sendiri (self pollination) pada malam hari. Dari semua

bunga yang tumbuh, hanya 70%-75% yang membentuk bakal polong (ginofora).

Bunga mekar selama seitar 24 jam, kemudian layu, dan gugur. Ujung tangkai

bunga akan berubah bentuk menjadi bakal polong, tumbuh membengkok ke

bawah, memanjang, dan masuk kedalam tanah (Rukmana, 1998).

 Buah (Fructus)

Buah kacang tanah berbentuk polong dan dibentuk di dalam tanah. Polong

kacang tanah berkulit keras, dan berwarna putih kecokelat-cokelatan. Tiap polong
7

berisi satu sampai tiga biji atau lebih. Ukuran polong barvariasi, tergantung jenis

atau varietasnya dan tingkat kesuburan tanah. Polong berukuran besar biasanya

mencapai panjang 6cm dengan diameter 1,5cm (Rukmana, 1998).

 Biji (semen)

Biji kacang tanah berbentuk agak bulat sampai lonjong, terbungkus kulit

biji tipis berwarna putih, merah, atau ungu. Inti biji (nucleus seminis) terdiri atas

lembaga (embrio), dan putih telur (albumen). Biji kacang tanah yang

berkeping dua bahan makanan. Ukuran biji kacang tanah bervariasi, mulai dari

kecil sampai besar. Biji kecil beratnya antara 250g - 400g per 1.000 butir,

sedangkan biji besar lebih kurang 500g per 1.000 butir (Rukmana, 1998).

2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Tanah

2.1.2.1 Jenis dan Varietas

Kacang tanah yang dibudidayakan di Indonesia dibedakan atas dua

golongan, berdasarkan tipe pertumbuhan dan umur tanaman. Berdasarkan tipe

pertumbuhannya tanaman kacang tanah dibedakan menjadi dua tipe berikut :

Secara umum, kacang tanah mempunyai dua tipe yaitu tipe tegak (bunch type)

dan menjalar (runner type). Tipe tegak banyak disukai karena umur panennya

lebih pendek, 100-120 hari. Buahnya hanya pada ruas-ruas pada pangkal utama

dan cabangnya. Tiap polong berbiji antara 2-4 butir sehingga masaknya bisa

bersamaan. Kacang tanah tipe menjalar cabang-cabangnya tumbuh ke

samping, tetapi ujung-ujungnya mengarah ke atas. Panjang batang utamanya

antara 33-66 cm dengan umur antara 150-200 hari. Tiap ruas yang berdekatan

dengan tanah akan menghasilkan buah sehingga masaknya tidak bersamaan

(Marzuki, 2007).
8

Kacang tanah mulai berbunga kira-kira pada umur 4-5 minggu.

Bunga keluar pada ketiak daun. Mahkota bunga (corolla) berwarna kuning.

Bendera dari mahkota bunga bergaris-garis merah pada pangkalnya. Umur

bunganya hanya satu hari, mekar di pagi hari dan layu disore hari. Bunga kacang

tanah 99,5% melakukan penyerbukan sendiri dan hanya 0,5% melakukan

penyerbukan silang secara alami (Marzuki, 2007).

Tanaman kacang tanah menghasilkan buah dalam bentuk polong di dalam

tanah yang terbentuk setelah terjadi pembuahan. Setelah terjadi pembuahan, bakal

buah tumbuh memanjang, inilah yang disebut ginofor yang nantinya akan

menjadi tangkai polong. Polong kacang tanah berkulit keras dan berwarna

kecoklat- coklatan. Ukuran dari polong ini bermacam-macam tergantung jenis

dan varietasnya dan juga tidak lepas dari kesuburan tanah dari tanaman tersebut

(Adisarwanto, 2004).

Polong yang berukuran besar panjangnya mencapai 6 cm dengan

diameter 1,5cm. Tiap polong berisi satu sampai tiga biji yaitu kacang tanah tipe

Virginia yang biasa ditanam dan tumbuh didaerah subtropis, dan kacang tanah

yang memiliki 3-4 biji adalah tipe Valencia yang biasa tumbuh di daerah tropis.

Biji kacang tanah berbentuk agak bulat sampai lonjong dan terbungkus kulit biji

yang tipis berwarna putih, merah, atau ungu. Inti biji (nucleus seminis) terdiri dari

lembaga (embrio), dan putih telur (albumen) (Adisarwanto, 2004).

Kacang tanah berakar tunggang dengan akar cabang yang tumbuh tegak

lurus. Akar cabang ini mempunyai bulu akar yang bersifat sementara dan

berfungsi sebagai alat penyerap hara. Akar samping atau akar serabut tanaman

kacang terdapat bintil-bintil atau nodul yang berisi bakteri yang disebut dengan
9

rhizobium sp. Bakteri ini mampu mengikat nitrogen bebas dari udara. Pemberian

pupuk nitrogen, seperti urea pada tanaman kacang tanah dapat menyebabkan

bakteri malas mengikat nitrogen sehingga produksi polong tidak akan meningkat

(Marzuki, 2007).

2.1.2.2. Faktor Klimatik

Menurut Adisarwanto (2004), faktor iklim sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan hasil kacang tanah. Iklim yang dmaksud adalah suhu,

cahaya, dan curah hujan.

a. Suhu

Suhu tanah merupakan faktor penentu dalam perkecambahan biji dan

pertumbuhan awal tanaman. Pada suhu tanah kurang dari 18 0C, kecepatan

berkecambah akan lambat. Suhu tanah di atas 400C justru akan mematikan benih

yang baru ditanam. Suhu tanah maksimum untuk perkembangan ginofor

adalah 30-340C. Suhu optimum untuk perkecambahan benih kacang tanah

terletak antara 20-300C. Selain suhu tanah, suhu udara juga berpengaruh terutama

pada periode pembungaan. Pada fase generatif suhu udara optimum adalah 24-

270C (Adisarwanto, 2004).

b. Cahaya

Faktor iklim yang lain adalah cahaya. Cahaya mempengaruhi terhadap

fotosintesis dan respirasi pada tanaman. Kacang tanah termasuk tanaman

hari pendek sedangkan pembungaan tidak tergantung pada fotoperiode.

Terbukanya bunga dan jumlah bunga yang terbentuk sangat tergantung pada

cahaya. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan
10

mengurangi jumlah ginofor. Rendahnya intensitas penyinaran pada saat

pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta akan

menambah jumlah polong hampa (Adisarwanto, 2004).

c. Curah Hujan

Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh

atau dapat menjadi kendala terhadap pertumbuhan dan pencapaian hasil kacang

tanah. Total curah hujan optimum adalah 300-350mm sampai panen. Curah hujan

sangat ideal bila terbagi merata selama pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang

cukup sangat dibutuhkan oleh tanaman agar tanaman dapat berkecambah dengan

baik (Adisarwanto, 2004).

Curah hujan yang terlalu banyak pada awal tumbuh akan menekan

pertumbuhan dan dapat menurunkan hasil. Curah hujan yang tinggi pada periode

pemasakan polong maka polong akan pecah dan biji akan berkecambah karena

penundaan saat panen. Kelembaban tanah yang cukup pada periode awal tumbuh,

saat berbunga, serta saat pembentukan dan pengisian polong sangat penting untuk

memperoleh hasil polong yang tinggi (Adisarwanto, 2004).

2.1.2.3. Faktor Edafik

a. Tanah

Jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir atau lempung liat berpasir

sangat cocok untuk tanaman kacang tanah. Kemasaman (pH) tanah yang

cocok untuk kacang tanah 6,5-7,0. PH tanah 7,5-8,0 daun akan menguning dan

terjadi bercak hitam pada polong. Kacang tanah masih cukup tumbuh dengan

baik bila tumbuh pada tanah masam (pH < 5,0) tetapi peka terhadap tanah
11

basa. Tanah yang basa hasil polong akan berkurang karena ukuran dan

jumlah polong menurun (Adisarwanto, 2004).

b. Air

Air sangat penting bagi pertumbuhan tanaman kacang tanah, fungsi air

antara lain membantu penyerapan unsur hara (makanan) dari tanah oleh akar

tanaman, pengangkutan hasil fotosintesis dari daun keseluruh tanaman serta

melancarkan aerase udara dan oksigen di dalam tanah. Air dalam tanah harus

diperlihatkan dengan mempertimbangkan lokasi tanam. Pada awal fase

pertumbuhan, tanaman kacang tanah memerlukan pengairan yang memadai,

terutama pada musim kemarau (Soemarno,1991).

2.1.2.4. Faktor Biotik

Penanaman kacang tanah dapat dilakukan di lahan tegalan atau

lahan bekas sawah. Hama utama pada kacang tanah antara lain sebagai berikut

wereng kacang tanah (Empoasca fasialin), penggerek daun (Stmopteryx

subsecivella), ulat jengkal (Plusia Chalcites) dan ulat grayak (Prodenia

litura), ulat penggulung daun (Lamprosema indicata). Penyakit utama kacang

tanah antara lain layu bakteri (Pseudomonas solanacearum), bercak daun

(Cercospora sp.), penyakit karat (Puccinia arachidis) (Adisarwanto, 2004).

2.1.3 Pupuk Organik

Pupuk organik adalah pupuk yang berbentuk padat atau cair yang

berasal berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan (pupuk kandang), pupuk hijau,

kompos dan sebagainya. Penambahan bahan organik kedalam tanah sebagai

teknologi produksi untuk meningkatkan produksi tanaman dan dapat memperbaiki


12

kesuburan tanah yang berujung pada sistem pertanian berkelanjutan yang dapat

menjamin kelestarian usaha tani. Tanah yang subur dan banyak mengandung bahan

organik dapat memberikan produktivitas yang optimal bagi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman (Sutanto, 2002).

Penambahan pupuk organik kedalam tanah dapat mempengaruhi ketersediaan

fosfat melalui hasil dekomposisi bahan tersebut yang menghasilkan asam-asam

organik. Asam-asam organik ini berupa asam malonat, asam oksalat, asam tatrat

akan menghasilkan anion organik. Senyawa-senyawa organik termasuk asam humat

mampu membentuk kompleks dengan ion-ion logam sehingga mampu melepaskan

ikatan fosfat (Pasaribu et al., 2013).

Menurut Hardjowigeno (2003), bahwa ada beberapa manfaat bahan organik

terhadap sifat-sifat tanah yaitu dapat memperbaiki struktur tanah, menambah

kemampuan tanah untuk menahan air, sumber unsur hara N, P, S dan unsur-unsur

mikro, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (kapasitas

tukar kation tanah menjadi tinggi) dan sumber energi bagi mikroorganisme.

Bahan organik mengandung serat yang dapat membentuk agregat tanah

sehingga struktur tanah menjadi lebih baik, akar mudah menembus tanah dan lebih

efisien dalam menyerap unsur hara. Bahan organik juga dapat meningkatkan daya

serap tanah serta memperbaiki aerase dan drainase tanah. Bahan organik akan

memperbaiki struktur tanah dan menambah kemampuan tanah menahan unsur hara,

sehingga ketersediaan unsur hara yang akan diserap oleh tanaman semakin

meningkat (Hardjowigeno, 2003).

Pupuk organik berperan dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan

biologi tanah serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik (Wiwik et al.,


13

2015). Afandi et al., (2015) turut mempertegas bahwa melalui pemberian bahan

organik dapat meningkatkan pH tanah, C-organik, N, P dan K tersedia. Selain itu,

pemberian bahan organik dapat meningkatkan sumber makanan mikroorganisme

tanah, sehingga keberadaan bahan organik dalam tanah akan memacu kegiatan

mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan

meningkatkan reaksi-reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme misalnya

pelarutan P dan fiksasi N

Pupuk organik memasok berbagai macam hara terutama berupa senyawa

organik berkonsentrasi rendah dan dapat memperbaiki siklus hara. Pasokan bahan

organik dapat menyehatkan kehidupan flora dan fauna tanah, yang pada gilirannya

dapat meningkatkan dan memelihara produktivitas tanah. Terkait dengan tanah

mineral masam seperti ultisol, bahan organik yang diberikan pada tanah tersebut

dapat sekaligus mengurangi keracunan Al, Fe, Mn, memperbaiki daya tanah

menyimpan lengas, meningkatkan derajat agregasi debu, lempung dan meningkatkan

kemantapan agregat tanah (Tufaila et al., 2014).

Nugroho (2012), menyatakan bahwa manfaat pupuk organik bagi tanaman

yaitu menggantikan atau mengefektifkan penggunaan pupuk anorganik,

menyediakan unsur hara, meningkatkan mikroba tanah, mempermudah pengolahan

tanah karena membaiknya struktur tanah, memperbaiki pH tanah, meningkatkan

daya tahan tanah terhadap erosi, meningkatkan produksi 10-30%, dan berfungsi

untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan berbagai keunggulan tersebut

maka dengan penambahan bahan organik dapat meningkatkan produktivitas

tanaman.
14

2.1.4. Potensi Pupuk Kotoran Sapi dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan


Hasil Tanaman

Pupuk merupakan bahan tambahan bagi tanaman agar kebutuhan nutrisi

tanaman tercukupi. Ada 2 macam pupuk yaitu, pupuk organik/ pupuk kompos dan

pupuk anorganik/ buatan. Pupuk organik / kompos adalah hasil penguraian

parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat

secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan

yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (J.H. Crawford, 2003).

Fungsi utama pupuk yakni membantu pemenuhan kebutuhan tumbuhan akan

unsur hara. Tujuanya agar unsur makro dan mikro dari makhluk hidup, khususnya

tumbuhan, bisa seimbang. Serta mengaktikan produktifitas dari tanaman, selain itu

juga mempunyai aspek pelestarian lingkungan. Menurut Tarmeji et al., (2018) bahan

bahan organik mempengaruhi ketersediaan jumlah fauna tanah yang ada pada setiap

umur lahan rehabilitasi pasca tambang.

Pupuk organik memiliki keuntungan mampu meningkatkan keadaan fisika,

kimia, dan biologi pada suatu tanah. Penggunaan pupuk organik selain diaplikasikan

secara mandiri dapat juga diaplikasikan bersama mikoriza. Penambahan mikoriza

pada budidaya tanaman memberikan manfaat yang tinggi. Penggunaan mikoriza

mampu meningkatkan produksi tanaman pada lingkungan cekaman (Wicaksono et

al, 2014).

Menurut Bernhard (2008) Kotoran sapi yang baru dikeluarkan sangat

potensial memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dan mengandung bakteri Bacillus

sp yang sangat berguna sehingga perlu dimanfaatkan. Selain itu kotoran sapi tersebut

sudah mengalami fermentasi dan penguraian lanjut dalam perut sapi sehingga
15

kotorannya halus memiliki struktur yang lunak. Kandungan unsur hara makro

kotoran ternak sapi adalah N; P;K; Mg dan Ca masing-masing 1,2-1,9%; 0.2-0.5%;

0.5-1.1%; 0.5-0.6% dan 1.3-1.8%; sedangkan kandungan hara mikro adalah Fe; Mn;

Cu; Zn, dan B masing-masing 690-151.8; 167-369; 24-40; 128-183 dan 13-30 ppm

(mg/kg) (Bernhard, 2008).

Solomon et al (2012) mengungkapkan bahwa pupuk kotoran sapi dapat

digunakan sebagai pengganti NPK dengan harga yang terjangkau dan memiliki efek

yang ramah lingkungan. Atman et al (2018) dalam jurnalnya mengungkapkan

bahwa pemberian pupuk organik seperti pupuk kotoran sapi memberikan efek yang

signifikan pada warna daun padi saat 56 Hari MST, jumlah produksi, tinggi tanaman,

jumlah butir dan berat 1000 butir.

Pada tanaman kacang hijau, kandungan Nitrogen, Potasium dan Sulfur

tertinggi tercatat melalui pemberian pupuk kotoran sapi sebanyak 10 ton ha-1 yang

apabila dibandingkan dengan kontrol menghasilkan kandungan unsur yang sangat

rendah (Mahabub et al, 2016). Pada tanaman Lili Prancis, pertumbuhan optimal yang

ditunjukkan dengan tinggi, jumlah cabang yang banyak, daun yang besar

dipengaruhi oleh pemberian pupuk kotoran sapi sebanyak 9,0 t ha-1 (Garjila et al,

2017).

Kotoran sapi yang diaplikasikan pada Okra sebanyak 20 t ha-1 menghasilkan

tanaman yang lebih tinggi, daun dan buah yang lebih banyak dibandingkan tanpa

pemberian (Gudugi,2013). Mohammadi et al (2015) juga membuktikan bahwa

dengan menambahkan pupuk kandang pada kebun Strelitzia dapat memungkinkan

tanaman tersebut tumbuh dengan tingkat salinitas tinggi.


16

2.1.5 Kelimpahan Fungi Mikoriza pada Rizosfer dan Infeksinya terhadap


Tanaman

Mikoriza berasal dari bahasa yunani asal kata mykes yaitu fungi, dan rhiza

yang berarti akar. Banyak definisi yang dikemukakan berkaitan dengan fungi

mikoriza arbuskula salah satunya definisi mikoriza secara luas dikemukakan oleh

Brundrett (2004), yang mencakup seluruh keragaman mikoriza sebagai suatu asosiasi

simbiotik yang esensial bagi satu atau kedalam mitra, antara suatu fungi mikoriza

(terspesialisasi untuk hidup dalam tanah dan tumbuhan) dan akar terutama

bertanggung jawab untuk transper hara. Mikoriza terjadi dalam suatu organ

tumbuhan yang terspesialisasi dan dimana hubungan kontak dekat berasal dari

perkembangan fungi dan tumbuhan yang tersinkronisasi. Simbiosis yang terjadi

saling menguntungkan, fungi memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lain

dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberikan keuntungan kepada tanaman

dalam menyerap unsur hara terutama P (Smith and Read, 2008).

Fungi Mikoriza Arbuskula adalah suatu bentuk hubungan simbiosis

mutualisme antara fungi dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Simbiosis yang

terjadi saling menguntungkan, fungi memperoleh karbohidrat dan faktor

pertumbuhan lain dari tanaman inang, sebaliknya fungi memberi keuntungan kepada

tanaman inang dengan cara membantu tanaman dalam menyerap unsur hara terutama

P (Harley and Smith 1983; Harley 1989 dalam Brundrett et al., 1996).

Dalam bukunya Smith and Read (2008) menuliskan bahwa mikoriza terbagi

atas 2 (dua) golongan besar yaitu Endomikoriza dan Ektomikoriza. Secara umum

endomikoriza terbagi atas 6 (enam) sub tipe yaitu mikoriza arbuskula (FMA),
17

ektomikoriza, ektendomkoriza, arbutoid mikoriza, monotropoid mikoriza, ericoid

mikoriza dan orchid mikoriza.

Fungi mikoriza arbuskula dapat bersimbosis pada semua perakaran tanaman

pertanian. Sasvari et al. (2012), melaporkan bahwa terdapat berbagai jenis jenis

fungi mikoriza yang berasosiasi dengan perakaran tanaman. Husin et al. (2017)

terdapat berbagai fungi mikoriza yang ditemukan rizosfer jagung, gaharu dan kakao

yang tumbuh di pertambangan batubara. Jenis fungi mikoriza yang ditemukan yaitu

A. spinosa, A. scrobiculata, A. tuberculata, G. claroideum, G. etunicatum, G.

fistulosum, G. luteum, G. versiforme. Hasid et al. (2014) dan Halim et al., (2014)

melaporkan juga bahwa jenis spora yang dirizosfer tanaman terdiri dari Glomus,

Gigasphora, Acaulospora, Entrophospora, dan Paraglomus.

Adanya keragaman fungi mikoriza arbuskula dapat dibedakan berdasarkan

bentuk permukaan spora, hiasan spora dan ukuran spora. Setiap jenis fungi mikoriza

yang ditemukan memiliki ciri yang berbeda sehingga kemampuan untuk beradaptasi

pada lingkungan dan tumbuhan inang juga berbeda. Perbedaan sifat adaptasi tersebut

dapat mempengaruhi oleh jumlah spora, sifat fisik, pH tanah serta kemampuan

menginfeksi akar tumbuhan inang (Sun et al.,2016).

Jenis fungi mikoriza Acaulospora sp toleran terhadap tanah-tanah masam dan

aluminium tinggi, namun fungi mikoriza Acaulospora sp lebih banyak dijumpai

pada tanah-tanah masam. Sedangkan jenis fungi mikoriza lain seperti Glomus sp

lebih banyak ditemukan pada tanah-tanah alkalis dan populasinya ditemukan lebih

sedikit pada tanah-tanah yang masam. Adanya tingkat keragaman spora yang

ditemukan maka dapat digunakan sebagai teknologi pemupukan untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman jagung. Hasid et al., (2014) menyatakan bahwa daya dukung
18

fungi mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah dengan adanya

infeksi fungi mikoriza arbuskula sebesar 56,67-86,67% dan jumlah spora berkisar

antara 359 hingga 401 per 100 g tanah.

Infeksi fungi mikoriza arbuskula pada akar tanaman ditandai dengan adanya

hifa, vesikula dan arbsukula yang berada dalam jaringan tanaman jagung. Infeksi

fungi mikoriza arbuskula dapat diketahui dengan adanya hifa, vesikula, arbuskula,

maupun spora (Setiadi dan Setiawan, 2011; Halim et al., 2014; Halim et al., 2016).

Nainggolan et al. (2014), bahwa hifa merupakan salah satu struktur dari

FMA berbentuk seperti benang-benang halus yang berfungsi sebagai penyerap unsur

hara dari luar. Arbuskula adalah unit kolonisasi yang telah mencapai sel korteks

yang lebih dalam letaknya dan menembus dinding sel serta membentuk sistem

percabangan hifa yang kompleks seperti pohon yang mempunyai cabang-cabang

dan sebagai pertukaran nutrisi dalam tanaman. Infeksi mikoriza juga ditandai dengan

adanya struktur berbentuk bulat yang disebut vesikula. Vesikula ini berperan sebagai

penopang nutrisi bagi fungi mikoriza arbuskula.

Sumber inokulum FMA yang biasa dipakai adalah spora, akar yang terifeksi

dan potongan hifa fungi mikoriza (Mansur, 2003). Dikemukakan pula bahwa dari

ketiga sumber inokulum FMA tersebut, spora merupakan sumber inokulum yang

paling penting karena ketahananya terhadap pengaruh lingkungan, daya hidup lama,

bahan utama pembiakan FMA dengan identitas yang jelas serta propagul ini dapat

dijadikan sebagai bahan identifikasi FMA sampai pada tingkat spesies. Oleh karena

itu spora menjadi perhatian utama dalam mengisolasi, menetukan distribusi dan

mengembangkan dalam kultur pot untuk eksperimen maupun identifikasi.


19

Hasid et al. (2015) melaporkan bahwa inokulum yang berasal rizosfer alang-

alang yang dicobakan pada tanaman jagung dapat menginfeksi perakaran tanaman.

Infeksi dan jumlah spora meningkat seiring bertambahnya usia tanaman hingga usia

60 hari setelah inokulasi, baik pada jagung maupun di alang-alang. Halim et al.

(2016) juga melaporkan bahwa penambahan dosis fungi mikoriza dapat

meningkatkan infeksi fungi mikoriza pada tanaman jagung dibandingkan dengan

kontrol. Infeksi fungi mikoriza yang rendah atau tinggi sangat ditentukan oleh

kecocokan fungi mikoriza dengan tanaman, faktor lingkungan beserta interaksi serta

senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan tanaman.

Beberapa manfaat dari keberadaan FMA yaitu dapat meningkatkan

penyerapan air (Auge, 2001) dan unsur hara, khususnya P (Smith and Read, 2008),

meningkatkan tolerasi tanaman terhadap logam berat (Zhang et al. 2004), dan

salinitas (Delvian, 2003). Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap

kekeringan dari pada yang tidak bermikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat

kekeringan dan matinya akar tidak akan permanen pengaruhnya pada akar yang

bermikoriza. Setelah periode kekurangan air (water stress), akar yang bermikoriza

akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa fungi mampu menyerap

air yang ada pada pori-pori tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air.

Penyebaran hifa sangat luas di dalam tanah menyebabkan jumlah air yang diambil

meningkat (Pratama, 2010).

Hasil penelitian Chen et al., (2014) melaporkan bahwa perlakuan fungi

mikoriza arbusukula dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Halim et al., (2017)

dan Shrestha, et al. (2009) melaporkan juga bahwa perlakuan fungi mikoriza

meningkatkan pertumbuhan jagung. Hal ini disebabkan oleh adanya infeksi fungi
20

mikoriza yang bersimbiosis dengan perakaran tanaman. Adanya simbiosis fungi

mikoriza arbuskula dapat mengubah kondisi disekitar perakaran tanaman. Salah

satunya adalah adanya perubahan sifat kimia tanah. Anozie dan Orluchukwu, (2018)

melaporkan bahwa penggunaan fungi mikoriza dapat memperbaiki sifat kimia tanah.

Hasil analisis tanah pra-tanam menunjukkan bahwa tanah rendah kalsium (0,78

Cmolkg), Magnesium (1,30 Cmol / kg), Kalium (0,79 Cmol / kg) dan Sodium (0,80

Cmolkg) di bawah tingkat kritis. Hasil analisis tanah pada akhir percobaan yang

ditanami jagung menunjukkan peningkatan Karbon organik, Nitrogen, Fosfor,

Kalium, Kalsium, Magnesium dan Sodium di tanah yang diinfeksi AMF. Hal ini

menunjukkan bahwa penanaman jagung dengan inokulasi mikoriza dapat

meningkatkan bahan organik tanah dan unsur hara. Inokulasi AMF secara signifikan

meningkatkan pertumbuhan jagung dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza.

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Oyetunji et al.,

(2009) dan Olawuyi et al., (2010) yang melaporkan bahwa inokulasi fungi mikoriza

arbuskula ke jagung secara signifikan meningkatkan pertumbuhan dan hasil jagung

dibandingkan dengan jagung non-mikoriza.

Selain peningkatan unsur hara, fungi mikoriza juga dapat menembus sel

tanaman dengan membentuk jaringan hifa untuk mineralisasi nutrisi. Prasasti et al

(2013) mengemukakan pemberian mikoriza efektif dalam mengoptimalkan

pertumbuhan tanaman kacang tanah. Hal ini disebabkan karena mikoriza yang

menginfeksi perakaran tanaman akan memproduksi jaringan hifa eksternal yang

tumbuh secara ekspansif, sehingga meningkatkan kapasitas akar dalam penyerapan

air dan unsur hara, terutama fosfat (P).


21

Tingginya air dan unsur hara yang terserap oleh tanaman membuat

pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik, dimana ditunjukkan dengan pertumbuhan

tinggi tanaman yang optimal. Mikoriza juga berperan dalam menstimulus

pembentukan hormon-hormon pertumbuhan tanaman, seperti sitokinin dan auksin.

Hormon sitokinin dan auksin ini berperan dalam pembelahan dan pemanjangan sel,

sehingga menyebabkan peningkatan tinggi tanaman (Talanca, 2010).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dibuat berdasarkan acuan dan keterkaitan teori dari penelitian-

penelitian terdahulu seperti dalam Akbari et al. (2011) yang melaporkan peningkatan

hasil kacang tanah dengan penggunaan pupuk hayati dan pupuk organik. Ola et al

(2013) melaporkan bahwa terjadi peningkatan hasil terhadap produksi kacang tanah

pada perlakuan pupuk organik dengan tambahan rhizobium. Dengan adanya

rhizobium pada tanaman kacang tanah membuktikan bahwa seperti kacang-kacangan

lainnya membentuk hubungan simbiosis dengan rhizobia memperbaiki nitrogen dan

memainkan peran penting dalam mempertahankan produktivitas tanaman dan

menjaga kesuburan tanah semi-kering (Kulkarni et al, 2018).

Dalam penelitian Silitonga et al, (2018) yang menganalisa pertumbuhan dan

produksi kacang tanah terhadap dosisi pemberian pupuk kotoran sapi dan pupuk

Fosfor pada tanah Ultisol. Dan hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis kotoran

sapi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.

Walaupun dosis pupuk fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel

pengamatan kecuali terhadap berat biji. Musa dan Ajit (2015) juga menuliskan
22

bahwa aplikasi kotoran sapi pada tingkat 15 t ha-1 merupakan perlakuan paling

optimal untuk produksi kacang tanah di wilayah studi pada saat musim hujan.

Kotoran sapi merupakan salah satu bahan organik yang dapat memperbaiki

struktur tanah, menambah bahan organik tanah dan sebagai sumber nitrogen dan zat

fosfor yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pengembangan tanaman (Farizaldi,

2014), memiliki kandungan serat tinggi seperti selulosa (Silitonga et al, 2018) dan

terbukti mengandung nutrisi Nitrogen (2,0%), Fosfor (1,5%) dan Kalium (2,2%)

(Hartatik dan Widowati, 2010).

Pupuk kotoran sapi juga mampu meningkatkan kandungan N, P, K, Ca dan

Mg pada daun merica terutama pada perlakuan 10 t ha-1 (Ewulo et al, 2015),

menghasilkan tanaman yang lebih tinggi, daun dan buah yang lebih banyak pada

tanaman Okra sebanyak 20 t ha-1 (Gudugi, 2013), serta mampu meningkatkan

produksi akar hingga kedalaman 61-80 cm (Baldi dan Toselli, 2013). Selain itu,

Mahadi et al (2013) turut membuktikan bahwa dengna pengaplikasian

Atrazine+Metolachor 4 kg ha-1 dan pupuk kotoran sapi sebanyak 12 t ha-1 mampu

mengontrol rerumputan yang tumbuh serta meningkatkan kualitas protein tanaman

jagung.

Namun, tanaman kacang tanah yang secara alami bersimbiosis dengan bakteri

Rhizobium mampu membentuk nodul akar diperakarannya. Adanya bakteri pemacu

pertumbuhan tanaman dengan pupuk fosfor meningkatkan kesuburan tanah dan

pertumbuhan kacang tanah. Pemupukan meningkatkan pertumbuhan tanaman inang

dengan memberikan efek spesifik pada pertumbuhan rhizobial atau pada

pembentukan nodul akar (Badar, 2015). Namun, pengkombinasian rhizobium dan

agen hayati lainnya dapat meningkatkan kualitas benih kacang tanah karena
23

peningkatan ketersediaan nutrisi, meningkatkan penyerapan nutrisi dan aktivitas

agen mikroba (Kamdi et al, 2014)

Pemberian mikoriza dapat meningkatkan serapan hara P tanaman, sedangkan

pupuk dapat menyuburkan tanah. Penggunaan Pupuk Organik mempunyai banyak

manfaat apabila diaplikasikan dalam pemupukan lahan tanaman pertanian seperti

kacang tanah. Adapun penekanan pemakaian pupuk organik secara kontinu dan

berkesinambungan akan memberikan keuntungan dan manfaat dalam pemakaian

jangka panjang (Hariani et al, 2016).

Yasir et al (2019) mengemukakan bahwa dari pengaplikasian beberapa jenis

mikoriza pada tanaman kacang tanah, penerapan Gigaspora gigantea mempengaruhi

serapan P dan biomassa bobot segar, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap

parameter lainnya. Aplikasi Glomus sp dipengaruhi secara signifikan untuk semua

parameter. Mate dan Saidanshiv (2018) juga menjelaskan bahwa kombinasi semua

jamur VAM menunjukkan peningkatan hasil yang signifikan dan menunjukkan lebih

banyak produksi dibandingkan dengan kontrol.


24

III. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pikir

Produksi kacang tanah yang cukup rendah terutama pada jenis tanah marginal

yang berada di Sulawesi Tenggara. Dalam meningkatkan produksinya, diperlukan

beberapa upaya dengan memanfaatkan bahan organik yang jumlahnya cukup banyak

di alam seperti pupuk kotoran sapi. Pupuk kotoran sapi mengandung unsur hara yang

lengkap untuk tanaman (Silitonga et al, 2018) seperti Nitrogen (2%), Fosfor (1,5%),

dan Kalium (2,2%) (Hartatik dan Widowati,2010). Namun, selain memanfaatkan

pupuk kandang, juga diperlukan pemanfaatan sumber daya hayati lainnya seperti

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Uko et al (2018) melaporkan bahwa FMA

mampu meningkatkan kemampuan tanaman inang dalam menyerap P. Dengan

adanya kombinasi pupuk kotoran sapi dan mikoriza ini bertujuan mampu

meningkatkan pertumbuhan dan produksi kacang tanah.

Bagan alur kerangka pikir dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
25

Produksi kacang tanah


rendah

Tanah marginal

Perlu upaya pengelolaan


Pupuk Kotoran Sapi Spora FMA insitu
Tanah Marginal

Mengandung Unsur - Meningkatkan serapan P


Nitrogen, Fosfor - Melarutkan Fosfat
dan Kalium

Pertumbuhan dan produksi tanaman


kacang tanah meningkat

Gambar 1. Bagan alur kerangka pikir penelitian

3.2 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

kacang tanah serta perkembangan spora insitu.

2. Terdapat perlakuan pupuk kotoran sapi yang memberikan pengaruh terbaik terhadap

laju pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu. Commented [A9]: Belum menjawab rumusan masalah 2

3. Terdapat pengaruh pupuk kotoran sapi terhadap peningkatan laju pertumbuhan dan

hasil tanaman kacang tanah pada lahan bermikoriza insitu dalam meningkatkan

mekanisme serapan N dan P di dalam jaringan kacang tanah. Commented [A10]: Belum menjawab rumusan masalah 3
26

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Fakultas

Pertanian dan Laboratorium Agroteknologi Unit Agronomi Fakultas Pertanian

Universitas Halu Oleo, pada bulan ……………2019 sampai dengan bulan

………….2 0 1 9 .

4.2. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan adalah benih kacang tanah, ampas sagu, pupuk

kandang sapi, dedak, gula pasir, gula merah, label perlakuan, terpal, tugal, aquades,

nenas, bayam, pepaya, larutan KOH 10%, HCl 2%, H2O2 10% dan aniline blue

0,05%. Alat-alat yang dibutuhkan adalah cangkul, parang, skopang, meteran,

timbangan, oven, mistar, gembor, gunting, pinset, cawan petri, gelas ukur, kaca

objek, mikroskop, erlen meyer, saringan bertingkat dengan ukuran lubang 355 µm,

125 µm dan 15 µm, gelas kimia, pipet mikro, pipet tetes, hygrometer, lux meter,

kamera dan alat tulis.

4.3. Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada lahan sub optimal bermikoriza insitu

dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan pupuk

kotoran sapi yang terdiri dari 13 taraf yaitu tanpa pupuk (A0), menggunakan pupuk

kotoran sapi 5 t.ha-1 (A1), pupuk kotoran sapi 10 t.ha-1 (A2), pupuk kotoran sapi 5

t.ha-1 (A3), pupuk kotoran sapi 20 t.ha-1 (A4), pupuk kotoran sapi + ampas sagu 5

t.ha-1 (A5), pupuk kotoran sapi + ampas sagu 10 t.ha-1 (A6), pupuk kotoran sapi +
27

ampas sagu 15 t.ha-1 (A7), pupuk kotoran sapi + ampas sagu 20 t.ha-1 (A8), pupuk

kotoran sapi + ampas sagu dikomposkan + 5 t.ha-1 (A9), pupuk kotoran sapi + ampas

sagu dikomposkan 10 t.ha-1 (A10), pupuk kotoran sapi + ampas sagu dikomposkan 15

t.ha-1 (A11), pupuk kotoran sapi + ampas sagu dikomposkan 20 t.ha-1 (A12).

Perlakuan ini diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 39 Commented [A11]: + seluruhnya

unit percobaan. sesuai dengan denah penelitian disajikan pada lampiran 1. Commented [A12]: Tambahkan kata: denah penelitian
disajikan pada Lampiran …(sesuaikan no. lampiran yg ada)

4.4. Prosedur Penelitian

4.4.1. Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah

Persiapan lahan dalam penelitian ini yaitu membersihkan gulma pada lahan

yang akan digunakan dalam penelitian. Setelah lahan tersebut dibersihkan maka

dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak dua kali yaitu

pengolahan menggunakan traktor untuk membalikkan tanah. Setelah dilakukan

pembalikan tanah, maka langkah kedua adalah menggemburkan tanah dengan

menggunakan pacul. Setelah digemburkan kemudian membuat petakan kelompok

dengan jarak 50 cm, di dalam kelompok dibuat petak perlakuan dengan jarak 30

cm.

4.4.2. Pemupukan

Pemupukan dapat dilakukan dengan memberikan pupuk kotoran sapi yang

diaplikasikan 1 minggu sebelum penanaman dan dengan takaran disesuaikan Commented [A13]: Berapa lama sebelum penanaman
Commented [A14]: Dengan takaran
dengan denah percobaan dan perlakuan sebagaimana diuraikan pada rancangan Commented [A15]: … perlakuan sebagaimana diuraikan pada
rancangan penelitian
penelitian yang diberikan.

4.4.3. Penanaman
28

Penanaman dilakukan dengan menanam benih kacang tanah dalam lubang

yang dibuat dengan cara tugal. Jarak tanam yang digunakan yaitu 30 cm x 20 cm.

Setelah itu, biji kacang tanah yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam lubang Commented [A16]: kurang tepat

tanam yang telah dibuat, sebanyak satu biji tiap lubang tanam.

4.4.4. Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang tidak tumbuh atau

mati. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah tanam (HST).

4.4.5. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan dalam penelitian ini meliputi penyiraman,

pembumbunan, penyiangan gulma, dan penyemprotan hama penyakit. Penyiangan

dapat dilakukan dengan mencabut atau membersihkan gulma yang tumbuh dipetak

percobaan, agar tidak terjadi kompetisi serapan hara dan tidak terdapat pengaruh

gulma dengan tanaman kacang tanah. Penyiraman dapat dilakukan sesuai kapasitas

lapangan. Pembumbunan dilakukan pada saat umur tanaman menjelang 28 HST.

4.4.6. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu:

1. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Pengamatan pertumbuhan dapat dilakukan pada umur 14, 28, 42, 56 dan

70 HST dan pengamatan produksi tanaman dapat dilakukan sesuai dengan variable

pengamatan.

2. Perhitungan Jumlah Spora FMA


29

Isolasi spora FMA dilakukan dengan metode penyaringan basah (wet sieving)

secara bertingkat (Shamini dan Amutha, 2014). Isolasi dan identifikasi FMA Commented [A17]: tambahkan klmt: merujuk pada Shamini
dan Amutha (2014)

dilakukan dengan menimbang tanah sebanyak 100 gram, tanah dimasukkan dalam Commented [A18]: +++ … merujuk pada …., dengan prosedur
kerja terlampir (Lampiran …)

gelas beaker 1000 ml dan ditambah air sampai volume 500 ml. Suspensi tanah

diaduk selama ±1 menit sampai homogen. Suspensi tersebut didiamkan selama ± 10

detik sampai partikel yang besar mengendap (Pacioni, 1992). Setelah itu cairan

supernata tersebut dituang ke dalam saringan bertingkat dengan ukuran saringan

lubang 355 µm, 125 µm dan 15 µm. Setelah cairan supernata tersebut dituang dalam

saringan bertingkat, dilakukan pembilasan dengan air kran untuk menjamin bahwa

semua partikel yang kecil sudah terbawa oleh air. Hasil saringan tersebut dituang

kedalam tabung reaksi dengan bantuan botol semprot. Setelah itu hasil saringan

dituang kedalam cawan petri kemudian dilakukan pengamatan spora dengan

menggunakan mikroskop stereo (Nainggolan et al., 2014) Commented [A19]: = coment A19

3. Analisis Tanah

Analisis tanah dapat dilakukan dengan mengambil sampel tanah sebelum Commented [A20]: Ganti dengan kata akan

aplikasi pupuk organik dan kemudian dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Commented [A21]: double

Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo. Commented [A22]: Prosedur analisis merujuk pada …..
(tuliskan referensinya)

4. Analisis Pupuk Organik

Analisis kimia kompos ampas sagu (N, P, K, Ca, Mg). Analisis kompos

ampas dapat dilakukan dengan mengambil sampel kompos ampas sagu hasil

penelitian yang kemudian dianalisis di Labarotorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Halu Oleo. Commented [A23]: =Coment A23

5. Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Kompos Ampas Sagu


30

Jumlah koloni bakteri yang hidup dan berkembang dikompos ampas sagu

diamati sesudah pengomposan selama 14 hari. Kompos ampas sagu 1 g diencerkan

dengan aquades steril sampai 10-7. Selanjutnya biakan bakteri kompos ampas sagu

tersebut diambil 10-5, 10-6 dan 10 -7 disebar pada media TSA 100%. Selanjutnya

biakan bakteri tersebut diamati 3 hari setelah disebar di media TSA dan dihitung

jumlah koloni bakterinya. Commented [A24]: = coment A23

4.5. Variabel Pengamatan

4.5.1. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman

Pertumbuhan tanaman diukur pada umur 14, 28, 42, 56 dan 70 HST

dengan variabel sebagai berikut:

1. Tinggi tanaman. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan alat ukur (mistar)

yaitu mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman.

2. Jumlah cabang. Jumlah cabang dihitung berdasarkan jumlah kemunculan

tangkai

3. Jumlah daun (helai). Jumlah daun diamati dengan cara menghitung semua daun

yang terdapat pada satu tanaman.

4. Indeks luas daun. Indeks luas daun dihitung dengan menggunakan persamaan:

ILD = LD/LA

LD = Luas daun (cm2), dihitung melalui persamaan:

LD = P x L x P

P = Panjang daun (cm)

L = Lebar daun (cm)

C (Konstanta = 0,53) (Baharsjah, 1983).


31

LA = Luas areal yang ditanami (cm2).

5. Indeks luas daun (ILD), yaitu nisbah antara total luas daun tanaman dengan

luas tegakan tanaman yang diduduki oleh tanaman, menggambarkan

kemampuan tanaman menyerap radiasi matahari untuk proses fotosintesis

Indeks luas daun dihitung dengan rumus :

𝐴
ILD = (Salisbury, 1996)
𝑃

Keterangan :
A = total luas daun tanaman
P = luas tegakan tanaman

6. Berat kering tanaman (g) diukur dengan menimbang berat tanaman yang sudah Commented [A25]: Bobot

di Oven dengan suhu 700C selama 2x 24 jam Commented [A26]: 2x24 jam ???

7. Laju tumbuh relatif tanaman (LTR), yaitu peningkatan bobot kering tiap satuan

waktu pengamatan, dinyatakan secara matematik (Salisbury, 1996) :

(lnm2− lnm1)
LTR = (g. m−1 hari−1 )
(t 2 − t1)

Keterangan : lnm1 = Logaritma berat kering pada pengamatan 1


lnm2 = Logaritma berat kering pada pengamatan 2
t1 = Waktu pengamatan 1
t2 = Waktu pengamatan 2

8. Laju Asimilasi Bersih (LAB), yaitu peningkatan laju penambahan bobobt kering

total tanaman (g) per satuan luas lahan (m) tiap satuan waktu pengamatan (t),

dinyatakan secara matematik :

(m2− m1) (ln a2− ln a1) (Salisbury, 1996)


LAB = x (g. m−1 hari−1 )
(a2 − a1) (t 2 −t1)

Keterangan : m1 = Berat kering pada pengamatan 1


m2 = Berat kering pada pengamatan 2
a1 = Luas daun pengamatan 1
a2 = Luas daun pengamatan 2
t1 = Waktu pengamatan 1
32

t2 = Waktu pengamatan 2

9. Berat kering tanaman (biomassa). Berat kering tanaman diukur dengan

mengambil sampel pada masing perlakuan dan diovenkan pada suhu 700C

selama 2 x 24 jam dan kemudian menimbang tanaman yang telah dioven

tersebut. Pengukuran berat dilakukan pada umur 14, 28 dan 42 HST.

10. Laju Pertumbuhan Absolut atau Absolute Growth Rate (AGR) (g hari-1),

dihitung dengan menggunakan rumus :

(m2− m1) (Salisbury, 1996)


LAB = (g. hari−1 )
(t 2 − t1)

m1 = Berat Awal
m2 = Berat Akhir
t2 – t1 = Interval Waktu t2 = waktu pengamatan ke-2,
t1 = waktu pengamatan ke 1.

11. Nisbah Luas Daun (NLD) atau Leaf Area Ratio (LAR) m2g-1 adalah

perbandingan luas daun terhadap bobot kering tanaman yang ada. Rumus yang

digunakan adalah (Sitompul dan Guritno, 1995):

(LD)
NLD =
(W)

Keterangan: NLD = Nisbah luas daun


LD = Luas daun
W = Berat kering tanaman

4.5.2. Produksi Tanaman

1. Jumlah polong, dihitung dengan menghitung jumlah polong sesudah panen pada

3 sampel yang diamati.

2. Jumlah polong isi dan polong hampa, dihitung dengan menghitung jumlah

polong sesudah panen pada 3 sampel yang diamati.


33

3. Berat polong, dihitung dengan menimbang polong sesudah panen pada 3 sampel

yang diamati.

4. Berat biji, dihitung dengan menimbang polong sesudah panen pada 3 sampel

yang diamati.

5. Bobot (kering) 100 biji. Pengamatan dilakukan pada saat panen dengan

menimbang 100 biji kering yang telah diovenkan dengan suhu 600C selama 2 x

24 jam pada masing-masing perlakuan.

6. Produktivitas (ton ha-1). Produktivitas dihitung dengan menggunakan rumus:

Luas 1 Hektar x Berat Biji Pertanaman


Produktivitas =
Jarak Tanaman 1.000.000

7. Indeks Panen (IP). Indeks panen adalah perbandingan hasil panen dengan

biomassa total, dapat dihitung menggunakan rumus:

Hasil Panen
IP = (Salisbury, 1996)
Biomassa Total
Keterangan :

IP = Indeks panen
Biomaas Total = Hasil panen + Bobot kering

8. Kadar air biji, dilakukan dengan metode oven suhu tinggi konstan (1030C

selama 1 x24 jam) menggunakan 5 g benih dari masing- masing perlakuan.

Perhitungan kadar air benih dinyatakan dengan rumus:

(M2 − M3)
KA =
(M2 − M1)

Keterangan: KA = Kadar air biji


M1 = Bobot cawan
M2 = Bobot Basah (Biji + cawan sebelum dioven)
M3 = Bobot Basah (Biji + cawan setelah dioven)
34

4.5.3 Serapan Hara N dan P

Serapan hara tanaman yang akan dianalisis adalah serapan hara N dan P.

Bahan tanaman yang digunakan sebagai bahan analisis adalah daun tanaman yang

diambil pada saat tanaman mencapai pertumbuhan vegetatif maksimum. Commented [A27]: Tuliskan rujukan prosedur pengukuran

4.5.4. Produksi Bintil Akar, Spora dan Infeksi FMA

1. Bintil akar. Bintil akar dihitung pada setiap pengamatan pertumbuhan tanaman.

2. Spora FMA. Spora FMA dapat dihitung sebelum perlakuan dan sesudah

perlakuan umur 30 HST.

3. Infeksi Akar. Infeksi akar FMA dapat dihitung sebelum perlakuan dan sesudah

perlakuan umur 30 HST. Perhitungan persentase infeksi fungi mikoriza dengan

menggunakan rumus (Schenk, 1982) :

Jumlah akar yang terinfeksi


Persentase infeksi = x 100%
Jumlah akar yang diamati

4.5.5. Analisis Tanah dan Pupuk Kotoran Sapi

Analisis tanah dapat dilakukan dengan mengambil tanah sampel penelitian.

Sampel tanah diambil sebelum dan sesudah aplikasi pupuk organik dengan Unsur N

dan P. Sedangkan Analisis sampel pupuk organik dapat dilakukan dengan

mengambil sampel pupuk organik dengan unsur N, P, K, Ca, Mg.

4.5.6. Kondisi Iklim

Kondisi iklim akan diamati dari awal sampai akhir penelitian dengan

parameter, suhu tanah, kelembaban tanah, suhu mikro, kelembaban mikro dan

intensitas cahaya.
35

4.6. Analisis Data

Data hasil pengamatan akan dianalisis menggunakan sidik ragam, jika F-

hitung menunjukan pengaruh nyata atau sangat nyata dilanjutkan dengan Uji Jarak

Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%. Untuk melihat hubungan

pupuk organik, spora fungi mikoriza terhadap produksi kacang tanah maka

dilanjutkan dengan uji Regresi sederhana menggunakan program Excel.


36

DAFTAR PUSTAKA Commented [A28]: Cara penulisan merujuk pada Panduan PPs

Adisarwanto. T. 2004. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah Di Lahan Sawah dan


lahan Kering. Penebar Swadaya. Jakarta.

Akbari LF, Butani BM, Naria JN, Golakiya BA. Effect of integrated nutrient
management on groundnut-wheat cropping sequence. Asian Journal of Soil
Science. 2011; 6:14-18.

Atman, B. Bakrie, R. Indrasti. 2018. Effect of Cow Manure Dosages as Organic


Fertilizer on the Productivity of Organic Rice in West Sumatra, Indonesia.
International Journal of Environment, Agriculture and Biotechnology (IJEAB)
Vol-3, Issue-2.

Auge RM., 2001. Water Relations, Drought and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal


Symbiosis, Mycorrhizal. Vol. 11:3-42.

Baldi, E. dan M. Toselli, 2013. Root Growth And Survivorship In Cow Manure And
Compost Amended Soils. Plant Soil Environ. Vol. 59, 2013, No. 5: 221–226

Balitkabi, Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi. 2018. Teknologi


Budidaya Kacang Tanah Di Lahan Kering Iklim Kering Sumba Timur NTT.
Malang (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian
Pertanian.

Bernhard, Maliangkay R. 2008. Pengaruh Pupuk Organik kotoran sapi terhadap


pertumbuhan bibit kelapa. Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain.
Jurnal Litbang Pertanian No. 34 (2008).

Brundrett, M, Bougher, N, Dell, B, Gove, T, and Majozuk, N., 1996. Working With
Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. Australian Centre for International
Agricultural Research Canbera. Australia.

Crawford. J.H. 2003. Composting of Agricultural Waste. in Biotechnology Applications


and Research, Paul N., Cheremisinoff and R. P.Ouellette (ed). p. 68-77.

Delvian, 2003. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) di Hutan


Pantai dan Potensi Pemanfaatannya. Studi Kasus Di Hutan Cagar Alam
Leuweung Sancang Kabupaten Garut, Jawa Barat. Disertasi. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.
37

Ewulo B.S., Hasan K.O, dan Ojeniyi, S.O, 2015. Comparative effect of cowdung manure
on soil and leaf nutrient and Yield of pepper. International Journal of
Agricultural Research.

Farizaldi. 2014. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Dan Abu Sabut Kelapa Terhadap
Pertumbuhan Sentro (Centrosema pubescens) Pada Ultisol. Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains. 16(1):71-76

Garjila Y.A, J. O. Shiyam, R. John. 2017. Effect of Cowdung Compost Manure Rates of
Application on the Growth and Leaf Yield of Spider Plant (Cleome gynandra L.
Briq) in Jalingo, Taraba State, Nigeria. Archives of Current Research
International 7(2): 1-6, 2017; Article no.ACRI.3270.

Gudugi I.A.S., 2013. Effect Of Cow Dung And Variety On The Growth And Yield Of
Okra (Abelmoschus esculentus (L.) European Journal of Experimental Biology,
2013, 3(2):495-498

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta : Akademika


Pressindo. 250 hal.

Hariani, Farida dan Erlita, 2016. Granting Mycorrhizal And Sludge To Increase
Production Plant Of Peanut (Arachis hypogaea L). Agrium. April 2016 Volume
20 No.1.

Hartatik, W. dan L. R. Widowati. 2010. Pupuk Kandang. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor

Kulkarni MV, Patel KC, Patil DD and Madhuri Pathak. 2018. Effect of organic and
inorganic fertilizers on yield and yield attributes of groundnut and wheat.
International Journal of Chemical Studies 2018; 6(2): 87-90.

Mahabub,S. Tarik, Md. Shahjalal Hossain Khan, H. E. M. Khairul Mazed, Srabantika


Sarker, and Md. Hassan Tareque. 2016. Effect of Cow Manure on Growth, Yield
and Nutrient Content of Mungbean. Asian Research Journal of Agriculture 2(1):
1-6, 2016, Article no.ARJA.29297

Mahadi, M.A., S.A. Dadari, B. Tanimu, N.C. Kuchinda, A.I. Sharifai and M.S. Bature.
2013. Effects of Weed Control and Cow Dung Manure on Growth Performance
of Quality Protein Maize in Samaru, Zaria, Nigeria. Nigerian Journal of Basic
and Applied Science (June, 2013), 21(2): 85-9.

Marzuki R.2009. Bertanam Kacang Tanah. Penebar Swadaya.Jakarta.


38

Mate HT and Saindanshiv SE. 2018. Application of VAM Fungi to increase Groundnut
(Arachis hypogea L.) production. Int. Res. J. of Science & Engineering, 2018;
Special Issue A4:107-109.

Mohammadi, A. Torkashvand, H. Khanjani, S. Sedaghat Hoor. 2015. The Effect Of


Cow Manure Compost In Cultivation Bed And Irrigation Water Salinity On The
Growth Of Strelitzia Reginae.Trakia Journal of Sciences, No 2, pp 137-142,
2015

Musa M dan Ijat Singh, 2015. Influence of Cow Dung Application on the Yield and Yield
Components of Two Groundnut (Arachis hypogaea L.) Varieties in Sokoto, Semi-
arid Zone of Nigeria. Agricultura Tropica Et Subtropica, 48/3-4, 75-81, 2015.

Ola BL, Pareek BL, Rathore PS, Kumawat A. Effect of integrated nutrient management
on productivity of groundnut (Arachis hypogaea l.) in arid Western Rajasthan.
Agriculture for Sustainable Development. 2013; 1(1):13-15.

Pasaribu, S., Amelia, F., Ali, M. 2013. Mebendazole vs Mebendozole-Pyrantel Pamoate


for soil-transmitted helminthiasis infection in children. Pediatrica Indonesiana;
53: 209-13.

Prasasti O.H, Kristanti Indah Purwani, dan Sri Nurhatika. 2013. Pengaruh Mikoriza
Glomus fasciculatum Terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Tanah
yang Terinfeksi Patogen Sclerotium rolfsii. Jurnal Sains Dan Seni Pomits Vol. 2,
No.2, (2013) 2337-3520

Rahmad Budiono, 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Nitrogen terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kangkung Darat. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Jawa Timur. Surabaya.

Rukmana, R, 1998. Kacang Tanah. Kanisius. Yogyakarta.

Silitonga, L., Edhi Turmudi, Widodo. 2018. Growth and Yield Response of Peanut
(Arachis hypogaea L.) to Cow Manure Dosage and Phosphorus Fertilizer on
Ultisol. A Akta Agrosia. 2018. 21(1):11-18.

Solomon, Wisdom G.O, Ndana R.W and Abdulrahim Y. 2012. The Comparative study
of the effect of organic manure cow dung and inorganic fertilizer N.P.K on the
growth rate of maize (Zea Mays L). International Research Journal of
Agricultural Science and Soil Science Vol. 2(12) pp. 516519.

Sumarno,2004. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru. Bandung.

Sutanto, R, 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta


39

Syakur, A, et al. 2011. Analisis Iklim Mikro Didalam Rumah Tanaman Untuk
Memprediksi Waktu Pembungaan Dan Matang Fisiologis Tanaman Tomat
Dengan Menggunakan Metode Artificial Neutral Network. Jurnal Agroscientiae,
Yogyakarta

Talanca, Haris. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) Pada
Tanaman. Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Sulawesi Selatan.

J. Tanimu, E.O. Uyovbisere, S.W.J. Lyocks and Y. Tanimu. 2013. Effects of Cow Dung
on the Growth and Development of Maize Crop. Greener Journal of Agricultural
Scinces. Vol. 3 (5), pp. 371-383, May 2013.

Tarmeji, A., R. Shanti, dan Patmawati, 2018. Hubungan Bahan Organik dengan
Keberadaan Fauna Tanah pada Umur Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang yang
Berbeda, Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 1 (1) : 1-10.

Uko, A. Effiong, Idorenyin Asukwo Udo dan Emmanuel Bassey Effa. 2018. Growth and
yield responses of groundnut (Arachis hypogaea L.) to arbuscular mycorrhizal
fungi inoculation in Calabar, Nigeria. Asian J. Crop Sci., 11: 8-16.

Wicaksono,M. Imam, Mujirahayu, Samahudi. 2014. Pengaruh Pemberian Mikoriza


Dan Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan Bawang Putih. Caraka Tani –
Jurnal Ilmu Pertanian Vol. XXIX No. 1 Maret 2014.

Y. Zhang., L.D. Guo., and R.J. Liu., 2004. Survey of Arbuscula Mycorrhizal Fungi in
Deforested and Natural Forest Land in the Subtropical Region of Dujiangyan,
Southwest China. Plant and Soil 261 : 257-263 Kluwer Academic Publishers.
China.

Yasier, I., Syakur and Helmi, 2019. Research Article. International Journal Of
Advanced Research (IJAR). Int. J. Adv. Res. 7(2), 771-777.

Anda mungkin juga menyukai