Anda di halaman 1dari 15

B.

2
URAIAN PENDEKATAN METODOLOGI
DAN RENCANA KERJA

2.1 METODOLOGI
2.1.1 Tinjauan Umum
Pembahasan metodologi meliputi uraian tahapan pelaksanaan studi dan uraian
perencanaan yang digunakan. Adapun tahapan yang dilakukan dalam studi ini meliputi tahap
identifikasi masalah dan inventarisasi kebutuhan data, survey dan pengumpulan data,
pengolahan data, identifikasi karakteristik jalan, identifikasi data tanah, analisis data, analisis
pemilihan alternatif struktur, analisis perancangan detail teknis, gambar rencana, RKS, RAB.
Metodologi penelitian ini dapat dilihat pada Gambar berikut:
Bagan Alir Metodologi

B.2-2
2.2 PRINSIP PERENCANAAN SARPRAS JARINGAN PEJALAN KAKI
Prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki secara umum berfungsi untuk memfasilitasi
pergerakan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah, lancar, aman,
nyaman, dan mandiri termasuk bagi pejalan kaki dengan keterbatasan fisik. Fungsi
prasarana dan sarana pejalan kaki yaitu sebagai berikut:
a. jalur penghubung antarpusat kegiatan, blok ke blok, dan persil ke persil di kawasan
perkotaan;
b. bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pergantian moda pergerakan lainnya;
c. ruang interaksi sosial;
d. pendukung keindahan dan kenyamanan kota; dan
e. jalur evakuasi bencana.
Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan kaki selain
bermanfaat untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki untuk berjalan kaki
dari suatu tempat ke tempat yang lain juga bermanfaat untuk:
a. mendukung upaya revitalisasi kawasan perkotaan;
b. merangsang berbagai kegiatan ekonomi untuk mendukung perkembangan kawasan
bisnis yang menarik;
c. menghadirkan suasana dan lingkungan yang khas, unik, dan dinamis;
d. menumbuhkan kegiatan yang positif sehingga mengurangi kerawanan lingkungan
termasuk kriminalitas;
e. menurunkan pencemaran udara dan suara;
f. melestarikan kawasan dan bangunan bersejarah;
g. mengendalikan tingkat pelayanan jalan; dan
h. mengurangi kemacetan lalu lintas.
Kriteria prasarana jaringan pejalan kaki yang ideal berdasarkan berbagai pertimbangan
terutama kepekaan pejalan kaki yaitu sebagai berikut:
a. menghindarkan kemungkinan kontak fisik dengan pejalan kaki lain dan
berbenturan/beradu fisik dengan kendaraan bermotor;
b. menghindari adanya jebakan seperti lubang yang dapat menimbulkan bahaya;
c. mempunyai lintasan langsung dengan jarak tempuh terpendek;
d. menerus dan tidak ada rintangan;
e. memiliki fasilitas penunjang, antara lain bangku untuk melepas lelah dan lampu
penerangan;
f. melindungi pejalan kaki dari panas, hujan, angin, serta polusi udara dan suara;
g. meminimalisasi kesempatan orang untuk melakukan tindak kriminal; dan
h. mengharuskan dapat diakses oleh seluruh pengguna, termasuk pejalan kaki dengan
berbagai keterbatasan fisik, antara lain menggunakan perencanaan dan desain
universal.
Kriteria prasarana jaringan pejalan kaki tersebut penting diterapkan di seluruh kota
atau karakter wilayah berdasarkan aspek-aspek normatif, antara lain keamanan,
kenyamanan, dan keselamatan.
Prinsip perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki yaitu sebagai berikut:
a. memudahkan pejalan kaki mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin;
b. menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan adanya konektivitas dan
kontinuitas;

B.2-3
c. menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan bangunan dan lingkungan,
aksesilibitas antarlingkungan dan kawasan, maupun sistem transportasi;
d. mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna termasuk pejalan
kaki dengan berbagai keterbatasan fisik;
e. mempunyai kemiringan yang cukup landai dan permukaan jalan rata tidak naik
turun;
f. memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan mudah untuk digunakan
secara mandiri;
g. mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan bagi
pejalan kaki;
h. mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas sosial, seperti
olahraga, interaksi sosial, dan rekreasi; dan
i. menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya setempat, seperti
kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, serta warisan dan nilai yang dianut
terhadap lingkungan.
Prinsip perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki tersebut menekankan aspek
kontekstual dengan kawasan yang direncanakan yang dapat berbeda antara satu kota
dengan kota lainnya.
Dalam menerapkan perencanaan prasarana jaringan pejalan kaki perlu memperhatikan
kebutuhan ruang jalur pejalan kaki, antara lain berdasarkan dimensi tubuh manusia, ruang
jalur pejalan kaki berkebutuhan khusus, ruang bebas jalur pejalan kaki, jarak minimum jalur
pejalan kaki dengan bangunan, dan kemiringan jalur pejalan kaki.

2.2.1 Kebutuhan Ruang Pejalan Kaki Berdasarkan Dimensi Tubuh Manusia


Kebutuhan ruang jalur pejalan kaki untuk berdiri dan berjalan dihitung berdasarkan dimensi
tubuh manusia. Dimensi tubuh yang lengkap berpakaian adalah 45 cm untuk tebal tubuh
sebagai sisi pendeknya dan 60 cm untuk lebar bahu sebagai sisi panjangnya. Berdasarkan
perhitungan dimensi tubuh manusia, kebutuhan ruang minimum pejalan kaki:
1) tanpa membawa barang dan keadaan diam yaitu 0,27 m2;
2) tanpa membawa barang dan keadaan bergerak yaitu 1,08 m2; dan
3) membawa barang dan keadaan bergerak yaitu antara 1,35 m2 -1,62 m2.
Kebutuhan ruang minimum untuk berdiri, bergerak, dan membawa barang dapat dilihat
pada Tabel 2.1 berikut.

B.2-4
Kebutuhan ruang gerak minimum tersebut di atas harus memperhatikan kondisi
perilaku pejalan kaki dalam melakukan pergerakan, baik pada saat membawa barang,
maupun berjalan bersama (berombongan) dengan pelaku pejalan kaki lainnya, dalam
kondisi diam maupun bergerak sebagaimana gambar berikut ini.

B.2-5
jalur pejalan kaki dengan ketentuan kelandaian yaitu sebagai berikut:
a) tingkat kelandaian tidak melebihi dari 8% (1 banding 12);
b) jalur yang landai harus memiliki pegangan tangan setidaknya untuk satu sisi
(disarankan untuk kedua sisi). Pada akhir landai setidaknya panjang pegangan
tangan mempunyai kelebihan sekitar 0,3 meter;
c) pegangan tangan harus dibuat dengan ketinggian 0.8 meter diukur dari
permukaan tanah dan panjangnya harus melebihi anak tangga terakhir;
d) seluruh pegangan tangan tidak diwajibkan memiliki permukaan yang licin; dan
e) area landai harus memiliki penerangan yang cukup.
Ketentuan untuk fasilitas bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus yaitu sebagai
berikut:
1) ramp diletakan di setiap persimpangan, prasarana ruang pejalan kaki yang
memasuki pintu keluar masuk bangunan atau kaveling, dan titik-titik penyeberangan;
2) jalur difabel diletakkan di sepanjang prasarana jaringan pejalan kaki; dan
3) pemandu atau tanda-tanda bagi pejalan kaki yang antara lain meliputi: tanda-
tanda pejalan kaki yang dapat diakses, sinyal suara yang dapat didengar, pesan-

B.2-6
pesan verbal, informasi lewat getaran, dan tekstur ubin sebagai pengarah dan
peringatan.
Ketentuan mengenai standar penyediaan jalur pejalan kaki berkebutuhan khusus
secara lebih rinci mengacu pada pedoman mengenai teknis fasilitas dan aksesibilitas pada
bangunan gedung dan lingkungan.

2.2.2 Jarak Minimum Jalur Pejalan Kaki dengan Bangunan


Jaringan pejalan kaki di perkotaan dapat berfungsi untuk berbagai tujuan yang beragam.
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa secara umum ruas pejalan kaki di depan gedung terdiri
dari jalur bagian depan gedung, jalur pejalan kaki, dan jalur perabot jalan. Jaringan pejalan
kaki memiliki perbedaan ketinggian baik dengan jalur kendaraan bermotor ataupun dengan
jalur perabot jalan. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan
bermotor adalah 0,2 meter, sementara perbedaan ketinggian dengan jalur hijau 0,15 meter.

2.3 IDENTIFIKASI MASALAH DAN INVENTARISASI DATA


Selama mengidentifikasi masalah dan menginventarisasi kebutuhan data diperlukan kajian
pustaka. Kajian pustaka adalah suatu pembahasan berdasarkan bahan baku referensi yang

B.2-7
bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan
rumus-rumus tertentu dalam desain suatu struktur.
Identifikasi masalah itu sendiri yaitu mencakup segala hal yang menjadi alasan
peningkatan jalan Letjend Suprapto. Diantara identifikasi masalah yang terjadi yaitu:
1. Jumlah Kendaraan.
2. Kapasitas Jalan.
Sedangkan inventarisasi kebutuhan data adalah data yang dibutuhkan dalam
perancangan jalan Letjend Suprapto , baik data yang didapat dengan survey langsung
dilapangan maupun data dari instansi yang terkait. Data-data yang diperlukan pada
perencanaan jalan Letjend Suprapto adalah sebagai berikut:

Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait yang meliputi data LHR, data
tanah, data kondisi perkerasan, data jumlah penduduk, data tata guna lahan, data RUTRK,
data curah hujan bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Data LHR
a. Sumber : Survei langsung dilokasi
b. Fungsi : - Mengetahui angka pertumbuhan lalu lintas;
- Mengetahui LHR dan komposisi lalu lintas;
- Menentukan kapasitas jalan.
2. Data Tanah
a. Sumber : Bina Marga, Propinsi Jawa Tengah
b. Fungsi : - Mengetahui daya dukung tanah;
- Menentukan lapisan perkerasan jalan;
- Menentukan kedalaman pondasi
- Menentukan jenis struktur pondasi yang digunakan.
3. Data Kondisi Perkerasan
a. Sumber : SNVT Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Jawa Tengah;
b. Fungsi : - Mengetahui perkerasan existing;
- Untuk merencanakan perkerasan jalan.

5. Data Jumlah Penduduk


a. Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Jawa Tengah;
b. Fungsi : Untuk menghitung kapasitas jalan.
6. Data Tata Guna Lahan

B.2-8
a. Sumber : Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
Banjarnegara
b. Fungsi : - Mengetahui tata guna lahan Kabupaten Banjarnegara
- Memberikan arahan dan dasar penggunaan suatu lahan.
7. Data RUTRK
a. Sumber : Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
Banjarnegara.
b. Fungsi : Mengetahui Master plan Kabupaten Banjarnegara.
8. Data Curah Hujan
a. Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Provinsi Jawa Tengah;
b. Fungsi : Untuk menghitung debit air hujan.

Data Primer
Data primer pada ruas perlintasan jalan Letjend Suprapto dengan melakukan pengamatan
langsung di lapangan.
1. Data Geometri Jalan
a. Lokasi : Ruas jalan; jalan Letjend Suprapto
b. Sumber : Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten
c. Tujuan : - Mengetahui akses jalan;
- Mengetahui tata guna lahan;
- Mengetahui jarak bangunan terhadap jalan.
2. Data LHR
a. Sumber : Survei langsung dilokasi
b. Fungsi : - Mengetahui angka pertumbuhan lalu lintas;
- Mengetahui LHR dan komposisi lalu lintas;
- Menentukan kapasitas jalan.

3 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS DATA


Pengolahan data dilakukan berdasarkan data-data yang dibutuhkan, selanjutnya
dikelompokkan sesuai identifikasi jenis permasalahan sehingga diperoleh analisis pemecahan

B.2-9
masalah yang efektif dan terarah. Pengelompokkannya terdiri dari identifikasi karakteristik jalan
dan identifikasi data tanah. Setelah pengolahan data, maka dilakukan analisis data sebagai berikut:

1. Analisis lalu-lintas dan pergerakan lalu lintas (standart yang digunakan MKJI)
a. Analisis pergerakan lalu lintas, terdiri dari:
- Volume lalu-lintas;
- Pertumbuhan lalu-lintas;
- Kinerja jalan (kapasitas jalan, kecepatan arus bebas, derajad kejenuhan, kecepatan
tempuh)
b. Analisis pergerakan lalu lintas.

2. Analisis geometri jalan (standart yang digunakan Perencanaan Geometri Jalan), meliputi:
- Alinyemen horisontal;
- Alinyemen vertikal.
3. Analisis kondisi perkerasan (standart yang digunakan Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya).
4. Analisis lendutan jalan (Benklemen Beam )
5. Analisis data tanah (standart yang digunakan Mekanika Tanah), meliputi:
- CBR lapangan
- CBR laborat

5.3.1 ANALISIS PEMILIHAN ALTERNATIF STRUKTUR


Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data maka tahap selanjutnya adalah analisis
pemilihan alternatif struktur perkerasan lentur (flexible pavement). Analisis ini dihasilkan dari
pengolahan data yang diperoleh serta dengan melihat spesifikasi-spesifikasi yang ada di Bab II.
Pemilihan alternatif ini terdiri dari:
1. Alternatif konstruksi Lapis pondasi bawah (subbase course);
2. Alternatif konstruksi Lapis pondasi atas (base course);
3. Alternatif konstruksi Lapis permukaan (surface course).
Dengan melihat data-data dan berbagai alternatif yang ada, maka dapat dilakukan pemilihan salah
satu dari alternatif struktur perkerasan lentur (flexible pavement).

5.3.2 ANALISIS PERANCANGAN DETAIL TEKNIS


Apabila pemilihan salah satu dari alternatif struktur perkerasan lentur (flexible pavement)
sudah didapat, maka tahap perancangan detail teknis dapat dilaksanakan. Dalam tahap
perancangan detail teknis ini dilakukan perhitungan elemen-elemen struktural pembentuk
konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) secara keseluruhan. Perhitungan dimaksudkan
agar konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) dapat dibangun sesuai dengan rancangan
awal baik dari segi mutu (kualitas) bangunan, umur rencana, keamanan, kestabilan struktur dan
alokasi biaya pembangunan konstruksi tersebut. Perancangan tersebut sesuai dengan urutannya
meliputi:

B.2-10
1. Perancangan bangunan atas perkerasan lentur (flexible pavement)
2. Perancangan bangunan bawah perkerasan lentur (flexible pavement)
3. Perancangan pondasi perkerasan lentur (flexible pavement)
4. Perancangan Lapis permukaan perkerasan lentur (flexible pavement).

5.3.3 GAMBAR RENCANA, RKS, RAB


Apabila perancangan detail teknis sudah dilakukan maka tahap selanjutnya adalah:
a) Gambar Rencana
Dari hasil perhitungan maka bisa digambar detail dari perancangan struktur perkerasan
lentur (flexible pavement). Maksud dari penggambaran ini adalah agar lebih mudah dalam
pengerjaannya nanti.
b) Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
RKS merupakan peraturan-peraturan yang harus dijadikan pedoman dalam perancangan
proyek. RKS ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Syarat-syarat umum
Yaitu peraturan-peraturan mengenai tata cara dalam penyelenggaraan
pelaksanaan pembangunan.
2. Syarat-syarat teknis
Yaitu peraturan-peraturan teknis mengenai spesifikasi bahan dan
pelaksanaan pekerjaan.
c) Rencana Anggaran Biaya (RAB)
RAB disusun untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan dalam perancangan proyek.
Penyusunan RAB ini juga berfungsi sebagai pertimbangan dalam menentukan
pemenang pelelangan dan juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pemilik proyek mengenai besarnya dana yang harus disediakan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan perjanjian kontrak yang telah dilakukan.

A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANJARNEGARA


 Keadaan Geografis
Kabupaten Banjarnegara terletak antara 7º12’–7º31’ Lintang Selatan dan 109º29’-
109º45’50” Bujur Timur. Berada pada jalur pegunungan di bagian tengah Provinsi Jawa
Tengah sebelah barat yang membujur dari arah barat ke timur. Adapun batas-batas
wilayah administrasi Kabupaten Banjarnegara adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang
Sebelah Timur : Kabupaten Wonosobo
Sebelah Selatan : Kabupaten Kebumen
Sebelah Barat : Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Banyumas
Wilayah Kabupaten Banjarnegara memiliki luas 1.070 Km2 dan terbagi dalam 20
kecamatan yang terdiri dari 266 desa dan 12 kelurahan.

B.2-11
Tabel Kedudukan Ibu Kota Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan dan Jarak Ke
Ibukota Kabupaten Banjarnegara

Jaral Ke Banyaknya
Ibukota
No. Kecamatan Ibukota Keluraha
Kecamatan Desa Total
Kab (km) n
1. Susukan Susukan 36 15 15
Purworejo
2. Klampok 30 8 8
Klampok
3. Mandiraja Mandiraja Kulon 23 16 16
4. Purwonegoro Purwonegoro 15 13 13
5. Bawang Manktrianom 6 18 18
6. Banjarnegara Kutabanjarnegara 0 4 9 13
7. Pagedongan Pagedongan 7 9 9
8. Sigaluh Gembongan 8 14 1 15
9. Madukara Kutayasa 8 18 2 20
10. Banjarmangu Banjarmangu 6 17 17
11. Wanadadi Wanadadi 14 11 11
12. Rakit Rakit 24 11 11
13. Punggelan Punggelan 20 17 17
14. Karangkobar Leksana 26 13 13
15. Pagentan Pagentan 27 16 16
16. Pejawaran Panusupan 34 17 17
17. Batur Batur 45 8 8
18. Wanayasa Wanayasa 30 17 17
19. Kalibening Kalibening 47 16 16
20. Pandanarum Beji 58 8 8
Jumlah 266 12 278
Sumber: Kabupaten Banjarnegara Dalam Angka 2018

Sedangkan luas wilayah Kabupaten Banjarnegara menurut kecamatan dapat dilihat


pada Tabel berikut:

Tabel Luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara Menurut Kecamatan Tahun 2017

Prosentase
Jumlah Desa/
No. Kecamatan Luas (Ha) Terhadap
Kelurahan
Luas Kabupaten
1. Susukan 15 5.265,6 4,92%
2. Purworejo Klampok 8 7
2.186,6 2,04%
3. Mandiraja 16 7
5.261,5 4,92%
4. Purwonegoro 13 8
7.386,5 6,90%
5. Bawang 18 3
5.520,6 5,16%
6. Banjarnegara 13 4
2.624,2 2,45%
7. Pagedongan 9 8055,240 7,53%
8. Sigaluh 15 3.955,9 3,70%
9. Madukara 20 5
4.820,1 4,51%
10. Banjarmangu 17 5
4.635,6 4,33%
11. Wanadadi 11 1
2.827,4 2,64%
1

B.2-12
Prosentase
Jumlah Desa/
No. Kecamatan Luas (Ha) Terhadap
Kelurahan
Luas Kabupaten
12. Rakit 11 3.244,6 3,03%
13. Punggelan 17 2
10.284, 9,61%
14. Karangkobar 13 01
3.906,9 3,65%
15. Pagentan 16 4
4.618,9 4,32%
16. Pejawaran 17 8
5.224,9 4,88%
17. Batur 8 7
4.717,1 4,41%
18. Wanayasa 17 0
8.201,1 7,67%
19. Kalibening 16 3
8.377,5 7,83%
20. Pandanarum 8 6
5.856,0 5,47%
Jumlah 278 106.9715 100,00%
Sumber: Kabupaten Banjarnegara Dalam Angka, 2018

B.2-13
 Kondsi Sosial
a. Pendidikan
Pada tahun 2017, rasio guru terhadap sekolahnegeri masing-masing sebesar: SD
(6,78), SMP (21,24). Sedangkan rasio guruterhadap sekolah swasta adalah sebesar: SD
(13,83), SMP (10,14).
Rasio murid terhadap sekolah negeri,masing -masing sebanyak SD 114,12), SMP
(357,11). Sedangkan rasio murid terhadap sekolah swasta masing -masing sebesar: SD
(258,83), SMP (133,59). Rasio guru terhadap sekolah SMA (33,31). Sedangkan Rasio
murid terhadap sekolah SMA (521,38) Angka Partisipasi Kasar (APK) tahun 2017 untuk
tingkat SD sebesar 104, 59 persen, SLTP sebesar 91,56 persen Sedangkan Angka
Partisipasi Murni (APM) tahun 2017 untuk SD sebesar 101,37 persen, SLTP sebesar 88,61
persen. Banyaknya Pondok Pesantren di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 sejumlah
117 pesantren yang tersebar di 19 kecamatan, dengan total santri sebanyak 13.266 orang.

B.2-14
b. Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 yaitu : Rumah
Sakit Pemerintah 1 unit, Rumah Sakit Swasta sebanyak 2 unit, Klinik Swasta sejumlah 11
unit. Klinik merupakan gabungan antara Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin.
Puskesmas yang ada di kabupaten Banjarnegara ada sejumlah 35 unit, 15 unit diantaranya
memiliki fasilitas rawat inap, sedangkan 20 unit tidak memiliki fasilitas rawat inap.
Sedangkan Puskesmas pembantu di wilayah Kabupaten Banjarnegara ada sejumlah 40
unit, Puskesmas Keliling sebanyak 35 unit, Toko Obat sebanyak 6 unit, Laboratorium
pemerintah sebanyak 1 unit dan Apotik sejumlah 57 unit.
Posyandu yang ada di Kabupaten Banjarnegara tahun 2017 sejumlah 1.621 unit, dan
Pondok Bersalin sebanyak 187 unit. Banyaknya tenaga medis pada tahun 2017 yang
bertugas di wilayah kabupaten Banjarnegara yaitu Dokter sebanyak 134 orang, Bidan
sebanyak 499 orang dan Paramedis lain sebanyak 724 orang.

B.2-15

Anda mungkin juga menyukai