Anda di halaman 1dari 35

Tata Kelola Sektor Publik.

MIP-UMY.

TOTAL QUALITY
MANAGEMENT (TQM)
TATA KELOLA (Case Study: : Analisis Akar Masalah
SEKTOR PUBLIK Penerapan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) di Kabupaten
Purbalingga)
Isnaini Muallidin, MPA
Dosen Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Bismar Harris Satriawan
Email : isnaini_m@yahoo.com (20171040036)
Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Email : eqssatriawan@gmail.com

PROGAM STUDI MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

1
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

1. PENDAHULUAN
Suatu organisasi pelayanan publik dapat dikatakan berhasil menjalankan

fungsinya ketika publik dapat merasakan kepuasan atas pelayanan yang diberikan.

Agar semua itu dapat di capai maka organisasi publik tersebut harus melakukan

pekerjaan secara lebih baik dalam rangka menghasilkan barang atau jasa berkualitas.

Dengan kata lain, kunci untuk meningkatkan daya saing adalah kualitas. Masyarakat

saat ini semakin kritis dalam menilai suatu kualitas pelayanan publik yang diberikan

oleh suatu organisasi publik. Hal seperti ini harus menjadi suatu perhatian yang lebih

oleh organisasi publik, disuatu sisi menjadi acuan suatu organisasi untuk lebih

meningkatkan produktivitas dan mutu agar tujuan organisasi yang telah dicanangkan

dapat tercapai.

Pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan

salah satu prioritas dan tantangan yang harus dihadapi suatu organisasi publik saat

ini. Salah satu usaha organisasi publik yang diterapkan dalam pengembangan dan

peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah penerapan peran Total

Quality Management (TQM). Total Quality Management (TQM) sendiri merupakan

suatu alat pendekatan dalam menjalankan suatu pelayanan untuk memaksimalkan

kualitas organisasi melalui perbaikan yang berkesinambungan atas produk, jasa,

manusia, proses dan lingkungannya.

Menurut (Bounds, et. al, 1994), bahwa Total Quality Management (TQM)

sendiri memiliki dua sisi kualitas yaitu Hard Side Of Quality dan 
Soft Side Of

Quality. Sisi Hard Side Of Quality meliputi semua upaya perbaikan proses pelayanan

2
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

mulai dari desain produk sampai dengan penggunaan alat-alat pengendalian seperti

Quality Function Development, Just In Time dan Statistical Prosses Control, dan

perubahan organisasional lainnya (seperti struktur organisasi, budaya organisasi, dan

sebagainya), dengan upaya demikian diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas

pelayanan yang pada akhirnya nanti dapat memuaskan kebutuhan publik.

Penekanan “Soft Side Of Quality” lebih terfokus pada upaya menciptakan

kesadaran karyawan akan pentingnya arti kepuasan publik dan menumbuhkan

komitmen karyawan untuk selalu memperbaiki kualitas. Upaya tersebut dapat

dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan yang mendukung, pendekatan sistem

pengupahan yang mendukung, struktur kerja. Semua upaya ini termasuk dalam

kegiatan manajemen sumber daya manusia dan dengan menerapkan Total Quality

Management (TQM) akan berakibat pada perubahan struktur organisasional, peran

manajer, karyawan, tujuan organisasi dan sebagainya, yang pada akhirnya akan

mengubah karakteristik kerja.

Selanjutnya Total Quality Management (TQM) merupakan sistem manajemen

yang berfokus pada orang/tenaga kerja, bertujuan untuk terus meningkatkan nilai

(value) yang dapat diberikan bagi pelanggan, dengan biaya penciptaan nilai yang

lebih rendah dari nilai tersebut (Bounds, et. al, 1994). Total Quality Management

(TQM) adalah filosofi manajemen yang mempunyai tujuan utama bagi kepuasan

pelanggan terhadap barang dan jasa. Tujuan ini hanya dapat dicapai melalui

keterlibatan manajemen dalam seluruh tingkatan, perbaikan yang berkelanjutan

3
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

(continuous improvement) dari produk jasa dan proses, pendidikan dan latihan bagi

karyawan dan partisipasi dari seluruh karyawan dalam pemecahan masalah.

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu penerapan metode

kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki produk, baik dalam

penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi perusahaan, yang meliputi semua

proses dalam perusahaan pada tingkatan tertentu di mana kebutuhan pelanggan

terpenuhi sekarang dan dimasa yang akan datang. Total Quality Management (TQM)

lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan

kerja tim atau kelompoknya. Total Quality Management (TQM) menghendaki

komitmen total dari manajemen sebagai pemimpin perusahaan di mana komitmen ini

harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan pada semua level atau departemen

dalam organisasi. Total Quality Management (TQM) bukan merupakan program atau

sistem, tapi merupakan budaya yag harus dibangun, dipertahankan dan ditingkatkan

oleh seluruh anggota perusahaan bila perusahaan tersebut berorientasi pada kualitas

dan menjadikannya sebagai the way of life.

Khim dan Larry (1998), menjelaskan bahwa Total Quality Management

merupakan konsep yang menekankan pada peningkatan proses pemanufakturan

secara berkelanjutan dengan mengeliminasi pemborosan, meningkatkan kualitas,

mengembangkan keterampilan dan mengurangi biaya produksi. Young & Wolf

(1998), menunjukkan aspek tersebut sebagai proses pengawasan, suatu pendekatan

dimana kualitas produk ditentukan oleh karyawan yang bekerja dipabrik. Tresna

(1995), juga menjelaskan bahwa Total Quality Management (TQM) merupakan suatu

4
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

filosofi, suatu konsep dengan seperangkat prinsip-prinsip panduan yang merupakan

dasar bagi suatu organisasi yang secara terus menerus melakukan perbaikan dan

penyempurnaan.

Tujuan Total Quality Management (TQM) ialah untuk memberikan produk dan

jasa berkualitas yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen

berkelanjutan (sustainable satisfaction) yang pada gilirannya akan menimbulkan

pembelian berkesinambungan sehingga dapat meningkatkan produktivitas produsen

mencapai skala ekonomis yang mengakibatkan penurunan biaya produksi. Implikasi

dari hal tersebut adalah bahwa

Adapun selanjutnya di dalam tulisan ini akan membahas dan menjelaskan

terkait bagaimana perkembangan Total Quality Management (TQM), bagaimana

Total Quality Management (TQM) dalam meningkatkan kualitas dan kepuasan

publik.

2. PEMBAHASAN

Total Quality Management

Manajemen merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam

mencapai suatu tujuan. Perhatian ilmu manajemen terhadap peningkatan mutru suatu

produk dalam dua dasa warsa ini meningkat pesat. Perkembangannya dimulai dari

dunia industri dan dianggap berhasil meningkatkan efisiensi dan penjualan produk

industri itu. Keberhasilan itu merambah ke setiap kegiatan yang menggunakan

managemen untuk meningkatkan kinerja organisasi usaha atau perusahaan. Salah satu

5
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

bentuk manajemen yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas

atau mutu industri tersebut adalah total quality management (TQM) yang

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen kendali mutu ada pula

yang mengatakannya Manajemen Peningkatan Mutu (MPM).

TQM sebenarnya dikembangkan dari pemikiran sistem thingking, yang juga di

mulai dari dunia industri yang selanjutnya di jabarkan dan di aplikasikan menjadi

TQM di dunia pendidikan. Manajemen peningkatan mutu yang di kembangkan di

dunia pendidikan ini merupakan suatu model yang di aplikasikan berdasarkan prinsip

sistem Thingking yang menekankan bahwa segala sesuatu harus di lihat dalam

prespektif kebutuhan yang di padukan dengan Quality Assurance yang di

kembangkan di Australia.

Menurut Ross (1995), mendefinisikan TQM sebagai integrasi dari semua fungsi

dan proses dalam organisasi untuk memperoleh dan mencapai perbaikan serta

perbaikan peningkatan kualitas barang sebagai produk dan layanan yang

berkesinambungan. Tujuan utamanya adalah kepuasan konsumen atau pelanggan.

Karena acuannya adalah bidang ekonomi, perdagangan dan perusahaan, maka kendali

mutu merupakan hal yang sangat mendasar dalam menjamin persaingan pasar global.

Selanjutnya konsep TQM atau MPM didasarkan atas sejumlah gagasan itu berarti

bahwa memikirkan kualitas atau mutu harus dilihat dari berbagai fungsi perusahaan

yang di mulai dari proses awal sampai akhir proses yang mengintegrasikan berbagai

fungsi yang saling berhubungan pada semua tindakan.

6
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Pada dasarnya manajemen kualitas (Quality Management) atau menejemen

kualitas terpadu (TQM) didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan performasi

secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level

operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan

menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz,

2005). Sedangkan menurut Tjiptono (1995), Total Quality Management (TQM)

merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk

memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk,

jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem

manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada

kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah

untuk menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan,

serta menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan (Sallis, 2011).

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen

modern yang berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap

perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal

organisasi. Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara

terbaik agar dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan

menghasilkan kualitas yang terbaik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Total

Quality Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan

pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu

secara berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para pelanggan.

7
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Menurut Ishikawa (dalam Nasution, 2005), Total Quality Management di

artikan sebagai: “Perpaduan semua fungsi manajemen, semua bagian dari suatu

perusahaan dan semua orang ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan

konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan kepuasan pelanggan.” Menurut

Tjiptono (1995) pengertian TQM adalah : “Suatu pendekatan dalam menjalankan

usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan

terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.”

Selanjutnya menurut Woon (dalam Ariani, 2002) dalam pendekatan holistik,

TQM merupakan kerangka kerja yang mendukung manajemen pelayanan, yang

akhir-akhir ini banyak diterapkan pada industri jasa, walaupun dimulai dari industri

manufaktur. Kerangka kerja TQM tersebut ditopang oleh tujuh hal yaitu:

kepemimpinan dan budaya kualitas, penggunaan informasi dan analisis, perencanaan

strategik, pengembangan sumber daya manusia dan manajemen sumber daya

manusia, manajemen kualitas proses, kualitas dan hasil operasi, serta fokus pada

pelanggan dan kepuasan pelanggan.

Tujuan TQM ialah untuk memberikan produk dan jasa berkualitas yang

memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasar konsumen berkelanjutan (sustainable

satisfaction) yang pada gilirannya akan menimbulkan pembelian berkesinambungan

sehingga dapat meningkatkan produktivitas produsen mencapai skala ekonomis yang

mengakibatkan penurunan biaya produksi. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa

penerapan TQM harus mempunyai visi, misi dan kemampuan untuk mengembangkan

pasar yang sudah ada, maupun dapat mengantisipasi kebutuhan produk atau jasa yang

8
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

akan datang. Kreativitas dan kemampuan manajemen menciptakan pasar yang akan

datang inilah yang dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan sebagai

pemimpin atau pionir dalam pasar tersebut.

Pentingnya penerapan TQM ini sehingga untuk mengetahui tingkat

keberhasilan manajemen dalam menerapkan konsep tersebut. Menurut Powel (dalam,

Suprantiningrum, 2003) beberapa perusahaan yang telah menerapkan TQM ada yang

telah berhasil meningkatkan kinerjanya, tetapi ada juga yang belum mampu

meningkatkan kinerja mereka. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh

Kumalaningrum (2000) bahwa penerapan manajemen kualitas di Indonesia masih

parsial, hal ini dapat dibuktikannya dengan tidak seluruhnya dimensi infrastruktur

pendukung penerapan TQM berpengaruh terhadap kinerja.

Dari definisi-definisi tentang TQM di atas, Total Quality Management

merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan

berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Total Quality Management merupakan

pendekatan manajemen sistematik yang berorientasi pada organisasi, pelanggan, dan

pasar melalui kombinasi antara pencarian fakta praktis dan penyelesaian masalah

guna menciptakan peningkatan secara signifikan dalam kualitas, produktfitas dan

kinerja lain dalam perusahaan.

9
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Sejarah Perkembangan Total Quality Management

Menurut sejarah, Frederick Taylor (seorang Amerika) yang sekaligus diakui

sebagai bapak manajemen, pada tahun 1920-an, mencetuskan gerakan Total Quality

Management (TQM). Kemudian pada tahun 1950 secara gencar Jepang

mengembangkan TQM untuk memperbaiki dan membangkitkan perekonomiannya,

setelah W. Edwards Deming mengajarkan salah satu penekanan dalam TQM, yaitu

kualitas kepada para ilmuwan, insinyur dan eksekutif perusahaan Jepang. Sejak tahun

1980-an TQM mulai sangat populer di dunia bisnis. Boleh dikatakan bahwa, TQM

lahir di Amerika Serikat kemudian dibesarkan di Jepang yang selanjutnya

berkembang di Amerika Utara dan Eropa.

Jepang meyakini bahwa, kunci pokok perusahaan-perusahaannya adalah

kualitas produknya. Oleh karena itu, secara terus menerus perusahaan-perusahaan

tersebut berusaha menciptakan infrastruktur sebagai dasar tercapainya kualitas, yaitu

aspek manusia, proses dan fasilitas. Selain itu, Jepang juga mengirimkan para ahlinya

ke luar negeri. Kenyataan menunjukkan bahwa, barang-barang produk Jepang bisa

melampaui kualitas yang diproduksi oleh negara barat, sehingga volume ekspor

industri Jepang sangat drastis peningkatannya.

Total Quality Management (TQM) atau dengan terjemahannya dalam Bahasa

Indonesia “Manajemen Kualitas Terpadu”, merupakan konsep yang mengutamakan

kualitas/mutu, tidak hanya diterapkan dalam dunia bisnis atau industri, tetapi terakhir

ini juga telah diterapkan di dunia pelayanan. “Customers’ satisfaction oriented”,

melalui optimalisasi dan aspek-aspek manajemen inilah yang menjadi obsesi dalam

10
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

penerapan TQM, sehingga pelanggan (costumer) akan merasa puas dengan kualitas

produk/jasa yang dihasilkan.

TQM di Jepang

Sepanjang tahun 1950-an, “Made in Japan” adalah identik dengan produk

buatan yang buruk. Saat ini justru berarti sebaliknya. Kualitas teknologi Jepang dan

kecerdikannya sekarang yang banyak dicari oleh konsumen di seluruh dunia. Sumber

utama dari kesuksesan mereka adalah pelaksanaan total kualitas manajemen dalam

setiap jalan kehidupannya. Upaya untuk belajar kontrol kualitas di Jepang mulai

tahun 1949, ketika kelompok khusus diselenggarakan oleh Persatuan Ilmuwan dan

Insinyur Jepang, dengan tujuan memberikan program pendidikan untuk

meningkatkan kontrol kualitas di perusahaan-perusahaan Jepang. Dr W.E Deming

dari Amerika Serikat diundang pada tahun 1950 untuk memberikan ceramah tentang

pengendalian kualitas statistik (SQC). Pada tahun 1946-1950 dinyatakan sebagai

periode SQC di Jepang.

Prof. Juran mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu

pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor

produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktikkan konsep mutu dan

alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar

bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga

proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan

11
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

trilogy Juran, yaitu finance planning, financial control, financial improvement.

Adapun perincian trilogi itu sebagai berikut.

a) Quality planning, yaitu suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan

proses yang menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat

dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan

guna memuaskan pelanggan.

b) Quality control, yaitu suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan

dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para

pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya

mesin-mesin rusak segera diperbaiki.

c) Quality improvement, yaitu suatu proses dimana mekanisme yang sudah

mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai secara berkelanjutan. Hal

ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk

menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam

proyek mutu, dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk

mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.

Beberapa pertimbangan yang lebih penting dalam melaksanakan program

pengendalian mutu yang sukses diterapkan di perusahaan-perusahaan Jepang,

sebagaimana yang digariskan oleh Ishikawa adalah keterlibatan manajemen puncak,

penekanan pada pelatihan dan pendidikan, kualitas organisasi formal, penggunaan

siklus kontrol kualitas informal, memberikan penghargaan dan itu semua

membutuhkan banyak kesabaran (Lakhe dan Mohanty, 2000).

12
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Negara Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dengan tidak

meninggal kan ciri khas dan nasionalisme negara Jepang itu sendiri, meskipun orang

Jepang membuat perusahaan dan menjalankan bisnis dan perekonomian di negara

lain, tetapi nilai-nilai nasionalisme Jepang tetap dipegang teguh dan tetap

dilaksanakan dalam segala bidang yang mereka lakukan. Dalam hal pelaksanaan

ekonomi dan bisnis, orang Jepang lebih mengedepankan pada sumber daya manusia

dalam perusahaan maupun organisasi yang mereka bentuk dan mereka jalankan. Total

Quality Management yang mengikat pada perusahaan Jepang tidak terlepas dari

budaya Kaizen, sehingga Jepang lebih menerapkan prinsip Kepuasan Pelanggan,

Quality Function Development (QFD), Pemberdayaan Karyawan, Perbaikan

Berkesinambungan dalam perusahaannya.

TQM di Amerika Serikat

Saat ini bisnis Amerika berada di persimpangan jalan. Dominasi AS di pasar

Amerika dan dunia telah mengalami beberapa perubahan selama bertahun-tahun.

Juran (dalam (Lakhe dan Mohanty, 2000) mengidentifikasi pergeseran dalam awal

1960-an, dan juga potensi ancaman dari manufaktur Jepang. Ini meyakinkannya

bahwa perhatian Jepang untuk kualitas akan memimpin mereka ke garis depan di

pasar global. Pendekatan Jepang untuk pengelolaan operasi dan kontribusinya

terhadap keberhasilan mereka juga dicatat oleh Drucker. Namun, manajemen

Amerika menyadari ancaman tersebut dari perusahaan Jepang hanya di akhir 1970.

13
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Munculnya Total Quality Management (TQM) telah menjadi salah satu

perkembangan utama dalam praktik manajemen. TQM mulai diperkenalkan di AS

sekitar tahun 1980, terutama dalam menanggapi tantangan kompetitif dari perusahaan

Jepang. Pengakuan TQM sebagai keunggulan kompetitif telah meluas di seluruh

dunia. Implementasi TQM di dalam perusahaan sangatlah penting untuk mendukung

pencapaian standar kualitas dan menjaga konsistensi kualitas produk dan layanan

produk. Membuat hal-hal tersebut untuk memperoleh pertambahan pelanggan,

stabilitas profit dan percepatan pertumbuhan bisnis. Dalam upaya untuk tumbuh dan

menjaga citra perusahaan, perhatian penuh pada kualitas akan memberikan dampak

positif untuk peningkatan penjualan perusahaan

Sebuah survei yang dilakukan oleh Modarress dan Ansari dari 285 produsen AS

mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka berada dalam tahap awal

implementasi kontrol kualitas. Teknik kontrol kualitas telah digunakan secara luas

dalam proses manufaktur, namun sebagian besar perusahaan tidak menggunakan

kualitas teknik kontrol dalam desain dan rekayasa, penelitian dan pengembangan dan

daerah lainnya. Survei lain yang dilakukan oleh Embrahimpour dan Withers,

menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan Amerika Jepang dan non-tradisional

memiliki tingkat signifikan lebih tinggi dari keterlibatan pekerja dan menggunakan

alat-alat SQC sederhana ke tingkat yang lebih tinggi secara signifikan daripada

perusahaan-perusahaan Amerika tradisional. Alasan utama diidentifikasi untuk

kegagalan praktek berkualitas di perusahaan-perusahaan Amerika adalah kurangnya

partisipasi top manajemen dalam program manajemen mutu.

14
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Kunci keunggulan perusahaan Jepang adalah sangat unggul dalam persaingan

salah satu kemampuannya adalah menghilangkan pemborosan dan menghindari

berbagai kesulitan sedangkan AS sebaliknya mengalami kesulitan dalam menghemat

Sumber Daya Alam yang memang sangat melimpah bila dibandingkan Jepang

sehingga istilah perbaikan mutu secara terus menerus (Just in time) tidak berlaku bagi

manajemen Amerika tapi lebih cenderung just in case.

TQM di Eropa

Jerman, Inggris, Perancis dan Italia adalah beberapa negara Eropa yang telah

mengambil ketertarikan yang signifikan dalam mengadopsi TQM. Namun, sebuah

penelitian yang dilakukan oleh Lascelles dan Dale di industri automative UK

menunjukkan bahwa perusahaan memiliki sikap tradisional terhadap manajemen

mutu. Perubahan di pasar Eropa telah memberikan dorongan besar untuk

implementasi TQM, fokus tampaknya akan berubah untuk proses peningkatan

kualitas, pelatihan yang terkait dengan kualitas dan pertimbangan hubungan

perusahaan dengan dunia luar dalam mengejar kualitas. Meskipun industri memiliki

pendekatan tradisional terhadap hal-hal kualitas, adopsi BS 5750 dan ISO 9000 telah

memberikan dorongan baru untuk gerakan berkualitas di negara-negara, dan ini

tercermin dari komitmen top manajemen melalui investasi yang lebih baik,

penghargaan dan memperlakukan semua orang dengan cara yang sama.

15
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

TQM di Negara Berkembang

Negara-negara berkembang identik dengan produk yang berkualitas buruk.

Beberapa negara, yang berabad-abad yang lalu diakui sebagai produsen terbaik dari

barang-barang berkualitas, kini memproduksi produk buruk. Perubahan ini telah

terjadi karena kendala parah pada ekonomi mereka, kurangnya kemauan politik,

kurangnya pendidikan dan pelatihan dan kurangnya komitmen. Studi yang dilakukan

menunjukkan bahwa konsep-konsep manajemen mutu tidak dipahami oleh bisnis.

Seringkali, kualitas dianggap tambahan opsional. Sayangnya, banyak perusahaan di

negara berkembang memiliki fungsi produksi mereka terisolasi dari fungsi kualitas.

Sebagian besar organisasi di negara berkembang memeiliki kekurangan sebagai

berikut:

1. Kurangnya keterlibatan karyawan dan partisipasi dalam upaya peningkatan

kualitas.

2. Kurangnya komitmen manajemen dan motivasi.

3. Persepsi bahwa kualitas merupakan opsional tambahan dan bukan keharusan

untuk pembangunan.

4. Kepercayaan tradisional bahwa “kualitas berdasarkan uang”.

5. Kurangnya komunikasi dan kepercayaan antara pemasok, dealer, manajemen

dan serikat buruh.

6. Terorganisir dan acuh tak acuh pelanggan.

7. Kurangnya dukungan politik.

16
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

8. Kurangnya standar kualitas yang ditetapkan dan fasilitas pengujian yang

memadai.

9. Teknologi yang lama.

Bagaimanapun juga, dengan meningkatnya persaingan, perubahan di pasar

global, perubahan kebijakan ekspor-impor dan kesadaran pelanggan meningkat,

beberapa upaya yang sistematis terhadap kualitas sedang berlangsung di beberapa

negara berkembang. Perusahaan menyadari bahwa tidak hanya pertumbuhan tetapi

juga, pada dasarnya, kelangsungan hidup mereka tergantung pada hal-hal kualitas.

Oleh karena itu, beberapa perusahaan reorientasi diri mereka sendiri dan, dengan

mendapatkan bantuan kolaborator asing, berusaha untuk memberikan dorongan baru

ke drive kualitas.

Karakteristik dan Manfaat Total Quality Management (TQM)


Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menuntut komitmen jangka panjang

dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Secara sederhana,

paradigma dapat diartikan cara pandang atau cara berpikir. Secara umum menurut

Tjiptono (1995), karakteristik TQM adalah sebagai berikut:

1. Fokus pada pelanggan

2. Obsesi terhadap kualitas

3. Pendekatan ilmiah

4. Komitmen jangka panjang

17
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

5. Kerja sama tim (teamwork)

6. Perbaikan sistem secara berkesinambungan

7. Pendidikan dan pelatihan

8. Kebebasan yang terkendali

9. Kesatuan tujuan

10. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan

Selanjutnya menurut Nasution (2005), manfaat atau pengaruh Total Quality

Management dikelompokkan menjadi dua yaitu dapat memperbaiki posisi persaingan

(manfaat rute pasar) dan meningkatkan keluaran bebas dari kerusakan (manfaat rute

biaya). Manfaat dan pengaruhnya tampak pada gambar berikut:

Gambar 1. Manfaat Total Quality Management

Sumber: Nasution (2005).

18
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Berdasarkan gambar diatas, pada rute pertama (rute pasar), perusahaan dapat

memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin bear dan harga

jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan

sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Pada rute kedua (rute biaya),

perusahaan dapat meningatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya

perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang dengan

demikian laba yang diperoleh akan meningkat. Total Quality Management

memberikan jaminan bagi pelanggan, bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab

tentang kualitas dan mampu menyediakan produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan

mereka. Sebuah perusahaan yang memahami mengapa mereka memperkenalkan

Total Quality Management dapat menerapkan suatu sistem yang fleksibel yang cocok

bagi mereka sendiri dan menyadari manfaat serta keefektifan yang dihasilkan Total

Quality Management.

Manfaat lain dari penerapan TQM adalah sebagai berikut :

1. Moral kerja karyawan yang lebih tinggi

2. Proses yang lebih efisien

3. Lebih banyak waktu untuk inovasi dan berkreasi

4. Biaya yang lebih rendah

5. Kepuasan pelanggan meningkat

19
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Alat dan Langkah dalam Total Quality Management (TQM)

1. Quality Function Deployment

QFD merupakan suatu metodologi yang digunakan oleh perusahaan untuk

mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta

menggabungkan kebutuhan dan keinginan konsumen tersebut dalam produk dan jasa

yang disediakan bagi konsumen.

Menurut Akao (1990), QFD adalah suatu metodologi untuk menterjemahkan

kebutuhan dan keinginan konsumen ke dalam suatu rancangan produk yang memiliki

persyaratan teknik dan karakteristik kualitas tertentu. Adapun menurut Oakland J.S

(1995), QFD adalah suatu sistem untuk mendesain sebuah produk atau jasa yang

berdasarkan permintaan pelanggan, dengan melibatkan partisipasi fungsi-fungsi yang

terdapat dalam organisasi tertentu.

Berdasarkan definisinya, QFD merupakan praktek untuk merancang suatu

proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. QFD menterjemahkan apa

yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan oleh organisasi. QFD

memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan

tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut dan memperbaiki proses hingga

tercapainya efektifitas maksimum. QFD juga merupakan praktik menuju perbaikan

proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggan.

Manfaat QFD bagi perusahaan yang berusaha meningkatkan daya saingnya

melaui perbaikan kualitas dan produktifitasnya secara berkesinambungan adalah

sebagai berikut :

20
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

1) Fokus pada pelanggan,Organisasi TQM merupakan organisasi yang berfokus

pada pelanggan. QFD memerlukan pengumpulan masukkan dan umpan balik dari

pelanggan.

2) Efisiensi waktu,QFD dapat mengurangi waktu pengembangan produk karena

memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah

diidentifikasikan dengan jelas.

3) Orientasi kerja sama tim (Teamwork Oriented),QFD merupakan pendekatan

kerjasama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan konsensus dan dicapai

melalui diskusi mendalam dan brainstorming.

4) Orientasi pada dokumentasi,Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD

adalah dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan

segala proses yang ada dan perbandingannya dengan persyaratan pelanggan.

2. Rumah Kualitas (House Of Quality)

Menurut (Bounds, et. al, 1994), tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas

adalah sebagai berikut:

1) Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi: 1) Memutuskan siapa

pelanggan, 2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan

konsumen, 3) Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut, dan 4) Pembuatan

diagram afinitas.

2) Tahap II Matrik Perencanaan, tahap ini bertujuan untuk mengukur kebutuhan-

kebutuhan pelanggan dan menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan.

21
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

3) Tahap III Respon Teknis, pada tahap ini dilakukan transformasi dari kebutuhan-

kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang besifat teknis

guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

4) Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Konsumen.

Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis (tahap 3)

dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1).

5) Tahap V Korelasi Teknis, tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara

karakterisitik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila

suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis

lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusahakan agar tidak terjadi

bottleneck.

6) Tahap VI Benchmarking dan Penetapan Target, pada tahap ini perusahaan perlu

menentukan respon teknis mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika

dibandingkan oleh produk sejenis

3. Teknik Taguchi

Metode Taguchi dicetuskan oleh Dr. Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat

mendapatkan tugas untuk memperbaiki sistem telekomunikasi di Jepang. Metode ini

merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki

kualitas produk dan proses serta dalam dapat menekan biaya dan resources seminimal

mungkin (Ross, 1995).

22
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Definisi kualitas menurut Taguchi adalah kerugian yang diterima oleh

masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi terhadap kualitas

terdiri dari tiga buah konsep, yaitu:

1) Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.

2) Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target.

3) Produk harus didesain sehingga robust terhadap faktor lingkungan yang tidak

dapat dikontrol.

4) Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan

kerugian harus diukur pada seluruh sistem.

Metode Taguchi merupakan off-line quality control artinya pengendalian

kualitas yang preventif, sebagai desain produk atau proses sebelum sampai pada

produksi di tingkat shop floor. Off-line quality control dilakukan dilakukan pada saat

awal dalam life cycle product yaitu perbaikan pada awal untuk menghasilkan produk

(to get right first time). Kontribusi Taguchi pada kualitas adalah (Ross, 1995):

1) Loss Function: Merupakan fungsi kerugian yang ditanggung oleh masyarakat

(produsen dan konsumen) akibat kualitas yang dihasilkan. Bagi produsen yaitu

dengan timbulnya biaya kualitas sedangkan bagi konsumen adalah adanya

ketidakpuasan atau kecewa atas produk yang dibeli atau dikonsumsi karena

kualitas yang jelek.

2) Orthogonal Array: Orthogonal array digunakan untuk mendesain percobaan

yang efisisen dan digunakan untuk menganalisis data percobaan. Ortogonal array

digunakan untuk menentukan jumlah eksperimen minimal yang dapat memberi

23
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

informasi sebanyak mungkin semua faktor yang mempengaruhi parameter.

Bagian terpenting dari orthogonal array terletak pada pemilihan kombinasi level

dari variable-variabel input untuk masing-masing eksperimen.

3) Robustness: Meminimasi sensitivitas sistem terhadap sumber-sumber variasi.

Tahapan dalam Desain Produk atau Proses Menurut Taguchi

Dalam metode Taguchi tiga tahap untuk mengoptimasi desain produk atau proses

produksi yaitu (Ross, 1995):

1) System Design. Yaitu upaya dimana konsep-konsep, ide-ide, metode baru dan

lainnya dimunculkan untuk memberi peningkatan produk . Merupakan tahap

pertama dalam desain dan merupakan tahap konseptual pada pembuatan produk

baru atau inovasi proses. Konsep mungkin berasal dari dari percobaan

sebelumnya, pengetahuan alam/teknik, perubahan baru atau kombinasinya.

2) Parameter Design. Tahap ini merupakan pembuatan secara fisik atau prototipe

secara matematis berdasarkan tahap sebelumnya melalui percobaan secara

statistik. Tujuannya adalah mengidentifikasi settingparameter yang akan

memberikan performansi rata-rata pada target dan menentukan pengaruh dari

faktor gangguan pada variasi dari target.

3) Tolerance Design. Penentuan toleransi dari parameter yang berkaitan dengan

kerugian pada masyarakat akibat penyimpangan produk dari target. Pada tahap

ini, kualitas ditingkatkan dengan mengetatkan toleransi pada parameter produk

atau proses untuk mengurangi terjadinya variabilitas pada performansi produk.

24
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

4. Quality Lost Function

Quality loss function (QLF) mengidentifikasikan semua biaya yang berkaitan

dengan kualitas rendah dan menunjukan bagaimana biaya ini meningkat jika kualitas

produk semakin jauh dengan keinginan pelanggan. Biaya ini tidak hanya meliputi

ketidakpuasan pelanggan, tetapi juga biaya garansi dan jasa, biaya pemeriksaan

internal, perbaikan, scrap, dan biaya-biaya yang dianggap sebagai biaya bagi

masyarakat (Ross, 1995).

5. Bagan Pareto

Dalam perjalanan mengelola SDM, tentu anda sering menghadapi

permasalahan yang harus dicarikan solusinya. Atau bisa juga menghadapi keadaan

dimana diperlukan dalam peningkatan proses (process improvement) SDM, agar

kinerjanya semakin baik, produktif, efektif serta efisien. Misalnya pengurangan biaya

SDM, peningkatan mutu kerja proses dll. Jika menghadapi keadaan atau

permasalahan demikian, ada tool baik yang dapat digunakan, yakni menggunakan

diagram Pareto.

Diagram Pareto adalah serangkaian seri diagram batang yang menggambarkan

frekuensi atau pengaruh dari proses/keadaan/masalah. Diagram diatur mulai dari yang

paling tinggi sampai paling rendah dari kiri ke kanan. Diagram batang bagian kiri

relatif lebih penting daripada sebelah kanannya. Nama diagram Pareto diambil dari

prinsip Pareto, yang mengatakan bahwa 80% gangguan berasal dari 20% masalah

yang ada (Ross, 1995).

25
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Diagram Pareto sudah lama digunakan dalam quality management tools,

sebagai alat untuk menginvestigasi data-data masalah yang ada kemudian dipecahkan

ke dalam kategori tertentu, sehingga dapat diketahui frekuensinya untuk setiap

kejadian/proses. Dengan pareto, anda dapat mengantarkan sejumlah data ke dalam

bentuk yang lebih baik dan terbaca lebih mudah, sehingga dapat diambil kesimpulan

dan prioritas penyelesaian tugas.

6. Bagan Proses / Diagram Alur (Bagan Arus Proses)

Bagan arus proses adalah satu alat perencanaan dan analisis yang digunakan,

antara lain untuk menyusun gambar proses tahap demi tahap untuk tujuan analisis,

diskusi, atau komunikasi dan menemukan wilayah-wilayah perbaikan dalam proses

(Ross, 1995).

7. Bagan Sebab Akibat (Fishbone)

Diagram fishbone merupakan suatu alat visual untuk mengidentifikasi,

mengeksplorasi, dan secara grafik menggambarkan secara detail semua penyebab

yang berhubungan dengan suatu permasalahan. Menurut Scarvada (2004), konsep

dasar dari diagram fishbone adalah permasalahan mendasar diletakkan pada bagian

kanan dari diagram atau pada bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab

permasalahan digambarkan pada sirip dan durinya. Kategori penyebab permasalahan

yang sering digunakan sebagai start awal meliputi materials (bahan baku), machines

and equipment (mesin dan peralatan), manpower (sumber Daya manusia), methods

26
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

(metode), Mother Nature/environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran).

Keenam penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M. Penyebab

lain dari masalah selain 6M tersebut dapat dipilih jika diperlukan. Untuk mencari

penyebab dari permasalahan, baik yang berasal dari 6M seperti dijelaskan di atas

maupun penyebab yang mungkin lainnya dapat digunakan teknik brainstorming

(Pande &Holpp dalam Scarvada, 2004).

Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah

permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada bagian

kepala dari kerangka tulang ikannya. Penyebab permasalahan digambarkan pada sirip

dan durinya. Kategori penyebab permasalahan yang sering digunakan sebagai start

awal meliputi materials (bahan baku), machines and equipment (mesin dan

peralatan), manpower (sumber daya manusia), methods (metode), Mother

Nature/environment (lingkungan), dan measurement (pengukuran). Keenam

penyebab munculnya masalah ini sering disingkat dengan 6M.

Diagram fishbone ini umumnya digunakan pada tahap mengidentifikasi

permasalahan dan menentukan penyebab dari munculnya permasalahan tersebut.

Selain digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan penyebabnya,

diagram fishbone ini juga dapat digunakan pada proses perubahan.

Diagram fishbone ini dapat diperluas menjadi diagram sebab dan akibat (cause and

effect diagram). Perluasan (extension) terhadap Diagram Fishbone dapat dilakukan

dengan teknik menanyakan “Mengapa sampai lima kali (five whys)” (Pande & Holpp

dalam Scarvada, 2004).

27
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Umumnya diagram sebab akibat menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai

sebab (cause) dari suatu akibat (effect). Kelima faktor tersebut adalah man (manusia,

tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan environment

(lingkungan). Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan

dari sumbang saran. Menurut Ariani (2002), diagram sebab akibat dipergunakan

untuk kebutuhan-kebutuhan sebagai berikut:

1) Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah.

2) Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah.

3) Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta-fakta lebih lanjut.

Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat:

1) Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan

panah dengan kotak di ujung kanannya dan tulis masalah yang akan diamati atau

diperbaiki.

2) Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau

sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah

panah yang telah dibuat tadi.

3) Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang

berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-

faktor sekunder tersebut di dekat panah yang menghubungkannya dengan

penyebab utama.

4) Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab utama dengan menganalisa

data yang ada (Ariani, 2002).

28
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Analisis Akar Masalah Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)

di Kabupaten Purbalingga

Identifikasi kendala dalam penerapan TIK di kabupaten Purbalingga dilakukan

dengan metode analisis akar masalah dan digambarkan dengan menggunakan

diagram Ishikawa. Langkah-langkah analisis akar masalah dapat dijabarkan sebagai

berikut.

Langkah 1 Pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan metode survey

terhadap sejumlah responden, yaitu pegawai SKPD di Purbalingga, baik dari unsur

staff maupun pimpinan. Setelah data dikumpulkan, kemudian dilakukan analisis

dengan tim melalui metode brain storming.

Langkah 2 Menggambar bagan faktor penyebab. Hasil dari brainstorming, tim

menemui beberapa faktor kegagalan penerapan TIK di Kabupaten Purbalingga yang

terbagi menjadi komponen hardware, software, brainware (SDM), infrastruktur, data

informasi dan kelembagaan.

Gambar 1. Bagan Fishbone kesiapan Kab. Purbalingga dalam penerapan TIK

29
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Symptom (gejala) pada komponen brainware antara lain pengetahuan aplikasi

komputer kurang memadai, kemungkinan dikarenakan jumlah SDM TI kurang

sehingga pegawai yang menangani masalah TIK memiliki pengetahuan yang terbatas,

atau dikarenakan penempatan staff TI tidak tepat, misalkan pegawai dengan latar

belakang TI tidak ditempatkan sesuai bidangnya. Gejala berikutnya pada komponen

brainware adalah pengetahuan bahasa asing yang kurang memadai, hal ini

kemungkinan disebabkan karena kurangnya pelatihan. Komponen sotfware memiliki

gejala kualitas software kurang memadai, hal ini kemungkinan disebabkan karena

masih menggunakan software ilegal. Gejala yang lain adalah software belum cukup

mendukung pekerjaan, hal ini dikarenakan belum terintegrasi dengan unit kerja lain.

Komponen hardware memiliki gejala hardware tidak berfungsi dengan baik

disebabkan karena kualitas hardware yang kurang memadai, sebab yang lain karena

spesifikasi hardware yang dinilai sudah tidak mencukupi kebutuhan pengguna. Aspek

yang lain adalah belum adanya komputer server, hal ini dikarenakan jumlah komputer

yang kurang, tidak ada dana yang memadai untuk mengadakan server.

Kendala dalam kelembagaan yaitu :

 Kendala administrasi 28,21%

 Kendala kultur 32,61% 


 Kendala keuangan 39,74%

 Kendala struktural 34,62% 


30
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Langkah 3 Mengidentifikasi akar masalah. Akar masalah yang pertama adalah

kebiasaan (habit), pimpinan diharapkan menjadi teladan bagi staff dibawahnya.

Penggunaan TIK dalam bekerja oleh pimpinan akan memacu staff untuk

membiasakan diri dalam menggunakan fasilitas TIK. Sebagai contoh jika pimpinan

menggunakan fasilitas e-mail untuk meminta laporan bawahannya, maka secara

otomatis staff belajar bagaimana cara mengirim e-mail, lalu lama-lama akan terbiasa

menggunakan fasilitas tersebut, setelah terbiasa, kemudian muncul rasa butuh (need).

Akar masalah yang kedua adalah kebutuhan (need), perbedaan tingkat apresiasi

penggunaan TIK oleh pimpinan memberikan dampak pada tingkat rasa membutuhkan

TIK. Ketika tingkat apresiasi TIK seorang pimpinan kurang, maka tingkat rasa

membutuhkan (need), juga rendah. Hal ini terlihat pada kendala keuangan SKPD,

yaitu meskipun pimpinan memiliki peran dalam menentukan anggaran, namun

anggaran untuk TIK tidak diprioritaskan, atau dianggarkan namun tidak rutin, bahkan

tidak dianggarkan. Akar masalah yang ketiga adalah keberlanjutan (sustainable),

yaitu keberlanjutan pemanfaatan TIK dalam penyelesaian tugas. Gejala beberapa

SKPD menerima SIM dari Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat tidak

digunakan lagi, hal ini dikarenakan beberapa sebab yaitu tidak ada anggaran dalam

pemeliharaannya, tidak ada SDM yang memelihara, dan tidak sesuai dengan keadaan

di daerah. Akar masalah keempat adalah koordinasi, hal ini disebabkan karena belum

adanya kesatuan pandang antar instansi dalam implementasi TIK, belum/tidak adanya

acuan bersama antar instansi, dan belum/tidak tercapainya kesepakatan dalam

memecahkan masalah implementasi TIK yang timbul.

31
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Langkah 4 Rekomendasi generasi dan implementasi.

1. Rekomendasi yang ditujukan bagi Pimpinan Pemerintah Kabupaten Purbalingga.

a) Menciptakan iklim implementasi TIK dengan cara menciptakan need dan


membangun habit 


b) Menyusun arah kebijakan implementasi TIK 
Membentuk lembaga

katalisator implementasi TIK, menerbitkan payung regulasi 
implementasi

TIK, menyusun Blue print, menyusun Roadmap 


c) Mengarahkan konsolidasi antar SKPD 
Komitmen bersama seluruh SKPD,

menyepakati good governance dapat dicapai melalui bantuan implementasi

TIK, mengatasi kendala implementasi TIK antar SKPD. 


2. Rekomendasi yang ditujukan bagi Pimpinan SKPD.

Komitmen bersama internal SKPD, menyepakati good governance dapat dicapai

melalui bantuan implementasi TIK. 


32
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

3. PENUTUP

Kesimpulan

Total Quality Management (TQM) secara keseluruhan dapat dipahami sebagai

integrasi dari semua fungsi dan proses dalam organisasi untuk memperoleh dan

mencapai perbaikan serta perbaikan peningkatan kualitas barang sebagai produk dan

layanan yang berkesinambungan. Dalam implementasinya Total Quality Management

(TQM) menggunakan langkah dan alat (Tools) seperti Quality Function Deployment,

Rumah Kualitas (House Of Quality), Teknik Taguchi, Quality Lost Function, Bagan

Pareto, Bagan Proses/Diagram Alur (Bagan Arus Proses), Bagan Sebab Akibat

(Fishbone).

TQM Total Quality Management (TQM) menggunakan pendekatan manajemen

pada suatu organisasi, berfokus pada kualitas dan didasarkan atas partisipasi dari

keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang

melalui peningkatan kualitas, kepuasan pelanggan. Di dalam kasus Penerapan

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Kab. Purbalingga, alat yang

digunakan adalah Bagan Fishbone, dengan tujuan mengidentifikasi akar penyebab

dari suatu masalah, dan membantu mencari solusi suatu masalah. Secara

komprehensif dalam implementasi TQM terdapat hubungan yang erat antara kualitas,

kepuasan pelanggan dan profit.

33
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

DAFTAR PUSTAKA

Akao, Y. (1990). “Quality Function Development : Integrating Customer


Requirement into Product Design”. Cambridge, MA. Productivity Press.

Ariani, D.W. (2002). “Manajemen Kualitas:Pendekatan Sisi Kualitas”. Departemen


Pendidikan Nasional, Jakarta.

Bounds, G. (1994). “Beyond Total Quality Management Toward the Emerging


Paradigm”. New York: McGraw Hill Inc.
Gaspersz, Vincent. 2005. “Total Quality Management”. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kumalaningrum, Maria. P. (2000). “Pengaruh Penerapan Total Quality Management
Terhadap Kinerja dan Keunggulan Kompetitif Perusahaan. Tesis S2.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ling Sim, Khim and larry N. Killough. (1998). “The Performance Effects of
Complementarities between Manufacturing practice and management
Accounting system”. Journal of Management Accounting Research 10:325-
346.
Lakhe, R.R, and Mohanty, R.P, (2000). “Handbook Of Total Quality Management”.
Mumbai: Jaico Publishing House.
MN. Nasution, (2005). “Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)”.
Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oakland, J.S & Beardmore, D. (1995). “Best Practice Customer Service”. Total
Quality Management, 6, 135 – 148.

Ross, J.E. (1995). “Total Quality Management: Text, Cases and Reading”. (2nd ed.).
Singapore: S.S. Mubaruk & Brothers Fte Ltd.
Soemardi, Tresna P,. (1995). “Total Quality Management Sebagai Kunci Keunggulan
Bersaing”. Manajemen Usahawan Indonesia 11, Th XXIV, Nopember.

34
Tata Kelola Sektor Publik.
MIP-UMY.

Sallis, Edward. (2011). “Total Quality Management in Education”. Jogjakarta:


Ircisod.

Scarvada, A.J., Tatiana Bouzdine-Chameeva, Susan Meyer Goldstein, Julie M. Hays,


Arthur V. Hill. (2004). “A Review of the Causal Mapping Practice and
Research Literature”. Second World Conference on POM and 15th Annual
POM Conference, Cancun, Mexico, April 30 – May 3, 2004.

Suprantingrum dan Zulaikha. (2003). “ Pengaruh Total Quality Management


terhadap Kinerja Manajerial Dengan Sistem Pengukuran dan Sistem
Penghargaan (reward) Sebagai Variabel Moderating”. (Studi Empiris pada
Hotel di Indonesia)” Simposium Nasional Akuntansi IV.

Tjiptono & Diana. (1995). “Total Quality Management”. Edisi Pertama. Yogyakarta
: Andi Offset Yogyakarta.

Young, S.M., M. Shields, and G. Wolf. (1998). “Manufacturing Control and


Performance: An Experiment”. Accounting, Organization and Society 13 . P
607-618.

35

Anda mungkin juga menyukai