Anda di halaman 1dari 9

Bidang Kekhususan Psikologi Klinis: Psikofarmakologi

Kelas:

A-3 Psikologi

Anggota Kelompok:

Irvina Firadila 185120300111012


Nur Alizzah 185120300111036
Anggi Dianing Ratri 185120301111003
Faradilla Adzanta Lorensia 185120301111005
Risa Sa’idatul Azizah 185120301111008

PROGRAM STUDI S1 PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2019
Kajian Teori

1. Sejarah Psikofarmakologi

Perkembangan ilmu farmakologi dapat ibagi menjadi dua periode yaitu :

a. Periode kuno (sebelum tahun 1700)

Periode ini ditandai dengan observasi empirik oleh manusia terhadap


penggunaan obat. Bukit atau pencatatannya dapat dilihat di Materia Medika yang
disusun oleh Dioscorides (Pedanius). Sebelumnya, catatan tertua dijumpai pada
pengobatan Cina dan Mesir.

Dioscorides (Pedanius)

Claudius Galen (129–200 A.D.) adalah orang pertama yg mengenalkan


bahwa teori dan pengalaman empirik berkontribusi seimbang dalam penggunaan
obat.

Claudius Galen
Theophrastus von Hohenheim (1493–1541 A.D.), atau Paracelsus , adalah
pionir penggunaan senyawa kimia dan mineral, yang dikenal juga dengan bapak
toksikolog.

Paracelsus

Johann Jakob Wepfer (1620–1695), peneliti pertama yang melibatkan


hewan percobaan dalam ilmu farmakologi dan toksikologi.

Johann Jakob Wepfer

b. Periode modern

Pada abad 18-19, mulai dilakukan penelitian eksperimental tentang nasib


obat, tempat dan cara kerja obat, pada tingkat organ dan jaringan :

 Rudolf Buchheim (1820–1879) , mendirikan Institute of Pharmacology pertama


di The University of Dorpat (Tartu, Estonia) tahun 1847.
 Oswald Schmiedeberg (1838–1921), bersama seorang internist, Bernhard
Naunyn (1839–1925), menerbitkan jurnal farmakologi pertama
 John J. Abel (1857–1938), The “Father of American Pharmacology”
Pada permulaan abad XX mulailah dibuat obat – obat sintesis, misalnya
asetosal, disusul kemudian dengan sejumlah zat-zat lainnya. Pendobrakan sejati
baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan obat-obat kemoterapeutik
sulfanilamid (1935) dan penisillin (1940). Sejak tahun 1945 ilmu kimia, sika dan
kedokteran berkembang dengan pesat dan hal ini menguntungkan sekali bagi
penyelidikan yang sistematis dari obat-obat baru.

Sejak tahun 1945 ilmu kimia, sika dan kedokteran berkembang pesat (misal
sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan hal ini menguntungkan
sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru. Beribu-ribu zat sintetis telah
ditemukan, rata-rata 500 zat setahunnya yang mengakibatkan perkembangan yang
revolusioner di bidang farmakoterapi. Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan
diganti dengan obat mutakhir. Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama
“masa hidupnya” karena terdesak obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya.
Namun lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan merupakan
penemuan dari 3 dasawarsa terakhir.

2. Definisi Psikofarmakologi

Farmakologi berasal dari Kata “Farmakon” Yang berarti : “obat” dalam arti sempit,
dan dalam makna luas adalah : “Semua zat selain makanan yg dapat mengakibatkan
perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh”. Logos yaitu : ilmu. Singkatnya
Farmakologi ialah : Ilmu yang mempelajari cara kerja obat didalam tubuh.Banyak
definisi tentang farmakologi yang dirumuskan olah para ahli, antara lain :
a. Farmakologi dapat dirumuskan sebagai kajian terhadap bahan-bahan yang
berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya melalui
pengikatan molekul-molekul regulator yang mengaktifkan/ menghambat proses-proses
tubuh yang normal (Betran G. Katzung).
b. Ilmu yg mempelajari hal ihwal mengenai obat, mencakup sejarah, sumber, sifat
kimia & fisik, komponen; efek fisiologi & biokimia, mekanisme kerja, absorpsi,
distribusi, biotransformasi, ekskresi & penggunaan obat. (Farmakologi & Terapi UI)
c. Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat
dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi,
resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk menyelidiki semua interaksi
antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaannya pada pengobatan
penyakit disebut farmakologi klinis.

Sedangkan Psikofarmakologi sendiri berasal dari dua kata “Psikologi dan


Farmakologi” dimana difinisi Psikofarmakologi merupakan ilmu yang mempelajari efek
obat pada perilaku manusia dan bagaimana efek itu terjadi melalui perubahan aktifitas
neoral (saraf). Psikolofarmakologi mempelajari obat-obatan khusus yang dinamakan
obat psikotropik, obat yang memiliki efek pada otak dan memiliki dampat terapeotik
langsung pada proses mental.

Peran Psikologi Klinis dalam Bidang Psikofarmakologi

1. Mengidentifikasi adanya gangguan psikologis pada individu yang disebabkan oleh


perubahan aktivitas neural (saraf).
2. Melakukan proses asesment untuk menetapkan jenis obat dan dosis obat yang
akan diberikan kepada klien. Psikolog mendapatkan pelatihan psikofarmakologi
dan pengalaman klinis yang baik untuk dapat meresepkan obat dengan kompeten.
3. Menyampaikan hasil asesment dengan menggunakan kalimat yang mudah
dipahami
4. Memberikan gambaran atau prediksi mengenai efek samping yang akan
ditimbulkan setelah mengkonsumsi obat tersebut
5. Melakukan pendekatan terhadap pasien yang sulit mengkonsumsi obat
6. Melakukan pendekatan psikososial dan psikofarmakologi untuk pengobatan
berbagai gangguan pada kliennya.

Psikologi klinis dalam praktik pribadi dapat mengembangkan keahlian


dalam pengobatan alternatif, telehealth, psikofarmakologi, atau pembinaan.
Pengobatan psikofarmakologi sebagai tambahan pilihan untuk perawatan
psikososial.
Pada tahun 1993, Satuan Tugas Ad Hoc di Psikofarmakologi Psikologi
Amerika Asosiasi menerbitkan rekomendasinya mengenai kriteria kompetensi
untuk psikolog pelatihan untuk memberikan layanan kepada individu yang
menerima pengobatan psikotropika (Smyer et al.,1993).
a. Level 1: Pelatihan Farmakologi Dasar. Kompetensi pada tingkat ini akan
mencakup pengetahuan tentang dasar biologis neuropsikofarmakologi dan
penguasaan kelas pengobatan yang digunakan untuk pengobatan serta
pengetahuan tentang zat itu disalahgunakan (mis., alkohol atau kokain).
Untuk mencapai tingkat pelatihan ini, kursus survei satu semester dalam
psikofarmakologi direkomendasikan.
b. Level 2: Praktik Kolaboratif. Kompetensi di tingkat ini, pada dasarnya
memungkinkan seseorang untuk berfungsi sebagai konsultan
psikofarmakologi, akan melibatkan pengetahuan psikofarmakologi yang
lebih mendalam dan penyalahgunaan obat-obatan; kompetensi dalam
diagnostik penilaian, penilaian fisik, interaksi obat, dan efek samping obat;
dan praktis (praktis) pelatihan dalam psikofarmakologi. Secara khusus,
panitia merekomendasikan kursus di daerah tersebut hanya disebutkan dan
praktis diawasi pengalaman.
c. Level 3: Hak Istimewa Resep. Kompetensi harus diperlihatkan pada tingkat
ini untuk berlatih secara mandiri sebagai psikolog resep. Panitia
merekomendasikan latar belakang sarjana yang kuat dalam ilmu biologi
(termasuk berbagai kursus di Indonesia) biologi, kimia, matematika, dan
farmakologi), 2 tahun pelatihan pascasarjana di bidang psikofarmakologi
(26 jam kredit), dan pascadoktoral residensi psikofarmakologi.
Daftar Pustaka

Trull, T.J., Prinstein, M.J. (2013). Clinical Psychology : Eighth Edition. USA: Wadsworth
Cengage Learning.

Ardani, T.A., Rahayu, I.T., Sholichatun, Y. (2007). Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Slamet, S., Markam, S. (2008). Psikologi Klinis. Jakarta: UI-Press.

Sulanjani, I., Andini, M.D., Halim, M. (2013). Dasar-Dasar Farmakologi 1. Jakarta:


Direktorat Pembinaan SMK.

Novitayani, S. (2018). Terapi psikofarmaka pada pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa
Aceh. Psychopharmacology Therapy on Outpatients in the Aceh Psychiatric Hospital.
IX(1). ISSN: 2087-2879, E-ISSN: 2580-2445.
Lampiran

Metode : Film dokumenter

Lokasi Pengambilan Video : Kamar Kos, Ruang Tamu Kos, Ruang Belajar Kos

Waktu Pengambilan Video : Senin – Rabu (30 – 2 Oktober 2019).

Alat/Properti : Kamera Canon 700D, Laptop, Obat.

Peran dalam Film:

- Nur Alizzah : Chaca


- Irvina Firadila : Irvina
- Anggi Dianing R. : Psikolog
- Risa Sa’idatul A. : Tetangga Kamar Kos
- Faradilla Adzanta L. : Pemeriksa TKP

Garis Besar Cerita:

Seorang remaja (Chaca), berusia 17 tahun memberikan obat anticemas (


Phenobarbital ) dengan dosis berlebih kepada teman dekatnya (Irvina), di kos.
Phenobarbital adalah salah satu obat anticemas yang dapat menetralkan rasa cemas
berlebih pada seseorang dengan dosis yang sesuai dengan kondisi tubuh. Chaca,
menempati fase neglected alias tidak mempunyai teman dan tidak dipedulikan. Setelah
bertemu dengan Irvina, Chaca merasa nyaman berteman dengannya. Chaca merasa
bahwa Irvina adalah satu-satunya teman yang ia punya. Chaca pun berusaha untuk
membuat Irvina nyaman, agar tidak meninggalkannya. Chaca memberikan obat tersebut
untuk pertama kalinya ketika Irvina mengalami trauma akan seseorang di sekitarnya.
Irvina memiliki pengalaman yang buruk, yakni menjadi korban penculikan beberapa hari.
Dan setelah kejadian tersebut, Irvina mengalami gangguan kecemasan secara berlebih,
ketakutan, mudah panik dan stress. Irvina dikabarkan pernah pergi menemui psikolog
untuk membatu menangani trauma parahnya, dan ia mendapatkan anjuran pergi ke
psikiater agar mendapatkan obat. Pada akhirnya, Irvina mengkonsumsi obat yang telah
dianjurkan psikiater tersebut. Namun, ketika mengetahui kondisi Irvina akan segera
membaik, Chaca merasakan kecemasan. Dia berfikir bahwa setelah Irvina sembuh dan
dapat menjalani hidupnya dengan normal, maka Irvina tidak akan berteman lagi dengan
Chaca, Irvina akan menjauhi Chaca karena berhasil mendapatkan kehidupannya kembali.
Dikarenakan terdapat pikiran negatiif yang telah mengelabuhi Chaca, Chaca pun
menjalankan rencana jahatnya.

Anda mungkin juga menyukai