FARMAKOLOGI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga buku Farmakologi dapat diselesaikan . Buku ini dibuat
untuk menunjang pengetahuan dan pemahaman mahasiswa dalam mempelajari
mata kuliah farmakologi. Bagi mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah
farmakologi, buku ini memberikan pengetahuan mengenai sejarah perkembangan
ilmu farmakologi hingga toksikologi.
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara senyawa
kimia atau obat dengan system biologi (manusia, hewan). Farmakologi menjadi
dasar pengetahuan bagi ilmu-ilmu dalam bidang farmasi. Seiring berkembangnya
ilmu dan tuntutan zaman, ilmu farmakologi kemudian berkembang menjadi
beberapa cabang, atar lain farmakokinetika, farmakodinamika, toksikologi,
bioanalisis, farmakologi klinik, farmakokinetika klinik, toksikologi klinik,
farmakoterapi, farmakoekonomi, farmakoepidermiologi, farmakogenomik, dan
farmakogenetik.
Dalam buku ini disajikan materi yang meliputi : sejarah perkembangan
ilmu farmakologi, prinsip kerja obat, konsep farmakokinetika, konsep
farmakodinamika dan interaksi obat, efek terapi dan efek yang tidak diinginkan,
dan toksikologi dan uji-uji toksikologi.
Akhirnya, buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca
yang budiman. Kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan guna
penyempurnaan buku ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii
BAB 1. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU FARMAKOLOGI .................................. 1
A.PERKEMBANGAN ILMU FARMAKOLOGI .................................................. 1
A.1 Periode kuno (sebelum tahun 1700) ................................................................. 1
A.2 Periode modern ................................................................................................. 3
B.PENGERTIAN DAN CABANG-CABANG FARMAKOLOGI ........................ 4
B.1Pengertian Farmakologi ..................................................................................... 4
B.2 Cabang-cabang Ilmu Farmakologi .................................................................... 5
BAB 2. PRINSIP KERJA OBAT ....................................................................................... 9
A.Mekanisme Kerja Obat ........................................................................................ 9
B.HUBUNGAN DOSIS DAN RESPON .............................................................. 11
BAB 3. KONSEP FARMAKOKINETIKA ...................................................................... 13
A.PENGERTIAN FARMAKOKINETIKA .......................................................... 13
A.1Absorpsi ........................................................................................................... 13
A.2Distribusi ......................................................................................................... 14
A.3Metabolisme .................................................................................................... 15
A.4Ekskresi ........................................................................................................... 16
BAB 4. KONSEP FARMAKODINAMIKA DAN INTERAKSI OBAT ......................... 20
A.PENGERTIAN FARMAKODINAMIK ........................................................... 20
B.INTERAKSI OBAT DAN RESEPTOR ............................................................ 20
B.1 TEORI INTERAKSI OBAT-RESEPTOR ..................................................... 21
B.2 AGONIS ......................................................................................................... 22
B.3 ANTAGONIS ................................................................................................. 23
B.4 SINERGISME ............................................................................................... 25
B.5INTERAKSI FARMAKOKINETIKA ............................................................ 26
B.6 INTERAKSI FARMAKODINAMIKA .......................................................... 28
iii
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu menjelaskan sejarah perkembangan ilmu farmakologi
Mampu mendefinisikan farmakologi beserta cabang-cabangnya.
dan hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari
obat-obat baru.
Sejak tahun 1945 ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang
pesat (misal sintesa kimia, fermentasi, teknologi rekombinan DNA) dan
hal ini menguntungkan sekali bagi penelitian sistematis obat-obat baru.
Beribu-ribu zat sintetis telah ditemukan, rata-rata 500 zat setahunnya yang
mengakibatkan perkembangan yang revolusioner di bidang farmakoterapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan dan diganti dengan obat mutakhir.
Akan tetapi, begitu banyak diantaranya tidak lama “masa hidupnya”
karena terdesak obat yang lebih baru dan lebih baik khasiatnya. Namun
lebih kurang 80% dari semua obat yang kini digunakan merupakan
penemuan dari 3 dasawarsa terakhir.
Gambar 1.6 Skema proses pengolahan obat sampai dapat digunakan oleh
pasien
a. Farmakognosi
Farmakognosi mempelajari pengetahuan dan pengenalan
obat yang berasal dari tanaman dan zat – zat aktifnya, begitu pula
yang berasal dari mineral dan hewan. Pada zaman obat sintetis
seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat
berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai
sumber untuk obat–obat baru berdasarkan penggunaannya secara
empiris telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika
baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman),
misalnya tinctura echinaceae (meningkatkan imunitas tubuh),
ekstrak Ginkoa biloba (meningkatkan daya ingat), bawang putih
(antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew
(Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
b. Biofarmasi
Biofarmasi meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek
terapeutiknya. Dengan kata lain dalam bentuk sediaan apa obat
harus dibuat agar menghasilkan efek yang optimal. Ketersediaan
hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan untuk melakukan
efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability).
Begitu pula kesetaraan terapeutis dari sediaan yang mengandung
zat aktif sama (therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai
berkembang pada akhir tahun 1950an dan erat hubungannya
dengan farmakokinetika.
c. Farmakokinetika
Farmakokinetika meneliti perjalanan obat mulai dari saat
pemberiannya, bagaimana absorpsi dari usus, transpor dalam darah
dan distribusinya ke tempat kerjanya dan jaringan lain. Begitu pula
bagaimana perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya
ekskresinya oleh ginjal. Singkatnya farmakokinetika mempelajari
segala sesuatu tindakan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
7
d. Farmakodinamika
Farmakodinamika mempelajari kegiatan obat terhadap
organisme hidup terutama cara dan mekanisme kerjanya, reaksi
fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya. Singkatnya
farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat
terhadap tubuh.
e. Toksikologi
Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari
obat terhadap tubuh dan sebetulnya termasuk pula dalam kelompok
farmakodinamika, karena efek terapi obat berhubungan erat dengan
efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang
cukup tinggi dapat bekerja sebagai racun dan merusak organisme.
“Sola dosis facit venenum” : hanya dosis membuat racun racun,
Paracelsus).
f. Farmakoterapi
Farmakoterapi mempelajari penggunaan obat untuk
mengobati penyakit atau gejalanya. Penggunaan ini berdasarkan
atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat obat dan sifat
fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak
lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama
(dasar empiris). Phytoterapi menggunakan zat–zat dari tanaman
untuk mengobati penyakit.
g. Farmakogenetik / Farmakogenomik
Farmakogenetik adalah ilmu yang mempelajari efek dari
variasi genetik pada gen tunggal terhadap respon obat sedangkan
farmakogenomik adalah ilmu yang mempelajari efek dari variasi
genetik pada keseluruhan gen (genom) terhadap respon obat.
h. Farmakovigilans (Pharmacovigilance)
Pharmacovigilance adalah suatu proses yang terstruktur
untuk memantau dan mencari efek samping obat (adverse drugs
reaction) dari obat yang telah dipasarkan. Data-data diperoleh dari
8
RANGKUMAN :
1. Perkembangan ilmu farmakologi dibagi menjadi 2 yaitu periode kuno
dan periode modern
2. Pada periode kuno terdapat 5 ilmuwan yaitu Dioscorides (Pedanius),
Claudius Galen, Paracelsus, dan Johann Jakon Wepfer.
3. Pada periode modern terdapat 3 ilmuwan, yaitu Rudolf Buchheim,
Oswald Schmiedeberg, dan John J. Abel
4. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat didalam
tubuh.
5. Cabang ilmu farmakologi yaitu farmakognosi, biofarmasi,
farmakokinetika, farmakodinamika, toksikologi, farmakologi,
farmakogenetik/farmakogenomik, farmakovigilans.
LATIHAN SOAL :
1. Sebutkan 2 periode perkembangan ilmu farmakologi!
2. Apa arti dari farmakologi?
3. Sebutkan cabang-cabang ilmu farmakologi!
9
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu menjelaskan mekanisme kerja obat
Mampu menjelaskan hubungan antara dosis dan respon obat
sampai pada reseptor, dan afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan
obat dengan reseptornya.
1. Fase Farmasetik
Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi antara lain
oleh cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan
yang digunakan. Sediaan obat yang banyak dipakai adalah sediaan
padat atau cair. Untuk dapat diabsorpsi obat harus dapat melarut
dalam tempat absorpsinya . Sediaan tablet merupakan bentuk sediaan
farmasi yang paling banyak tantangan dalam mendesain dan
membuatnya untuk memperoleh bioavailabilitas (ketersediaan
hayati) obat penuh dan dapat dipercaya serta kekompakan kohesi
yang baik dari zat amorf atau gumpalan. Walaupun obat telah baik
proses pengempaannya, melarutnya, dan tidak mempunyai masalah
dengan bioavailabilitas obat, masih banyak hal lain yang harus
diperhatikan dalam proses farmasetik obat, mulai dari penampilan
obat, pembubukan, atau pengelupasan dalam botol selama
pengempakan atau penanganan. Penambahan pengikat, perekat atau
peningkatan tekanan kempa dapat mempengaruhi waktu hancur
tablet, kecepatan melarut tablet, dan mungkin bioavailabilitas obat.
2. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik mempelajari proses absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat dari dalam tubuh atau ilmu yang
mempelajari pengaruh tubuh terhadap obat. Proses farmakokinetik
tersebut menentukan berapa cepatnya, berapa konsentrasinya, dan
untuk berapa lama obat tersebut berada pada organ target.
11
RANGKUMAN :
1. Efek obat terjadi karena adanya interaksi fisiko-kimiawi antara obat atau
metabolit aktif dengan reseptor atau bagian tertentu dari tubuh.
2. Banyak proses yang harus dilalui obat untuk dapat mencapai tempat
kerjanya. Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase
farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.
3. Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi oleh cara pembuatan
obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan. Fase
selanjutnya yaitu fase farmakokinetika, merupakan proses kerja obat pada
tubuh.
4. Dosis berbanding lurus dengan respon.
12
LATIHAN SOAL :
1. Jelaskan secara singkat mekanisme kerja obat!
2. Sebutkan proses yang harus dilalui obat untuk dapat mencapai tempat
kerjanya!
3. Jelaskan tentang hubungan dosis dan respon obat!
13
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu mendefinisikan dan menjelaskan peristiwa absorpsi obat
Mampu mendefinisikan dan menjelaskan peristiwa distribusi obat
Mampu mendefinisikan dan menjelaskan peristiwa metabolisme obat
Mampu mendefinisikan dan menjelaskan peristiwa ekskresi obat
A. PENGERTIAN FARMAKOKINETIKA
Farmakokinetika mempelajari proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi obat dari dalam tubuh atau ilmu yang mempelajari pengaruh
tubuh terhadap obat. Proses farmakokinetik tersebut menentukan berapa
cepatnya, berapa konsentrasinya, dan untuk berapa lama obat tersebut berada
pada organ target.
A.1 Absorpsi
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian
ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya melalui saluran
cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.
Cara pemberian obat per oral akan diabsorpsi melalui usus halus.
Kecepatan absorpsi obat tergantung dari kecepatan obat melarut pada
tempat absorpsi, derajat ionisasi, pH tempat absorpsi, dan sirkulasi
darah di tempat obat melarut. Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat
melarut atau dalam bentuk yang sudah terlarut sehingga kecepatan
melarut akan sangat menentukan kecepatan absorpsi. Untuk itu,
sediaan obat padat sebaiknya diminum dengan cairan yang cukup
untuk membantu mempercepat kelarutan obat. pH adalah derajat
keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. Obat
yang terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non-ion relatif
14
A.2 Distribusi
Di dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan
berbagai ikatan lemah, lalu akan disebar ke jaringan atau tempat
kerjanya. Obat bebas akan keluar dari jaringan ke tempat kerja obat, ke
jaringan tempat depotnya, ke hati (obat mengalami metabolisme
menjadi metabolit yang dikeluarkan melalui empedu atau masuk
kembali ke darah), dan ke ginjal, dimana obat/metabolitnya diekskresi
ke dalam urin. Hanya obat bebas (tidak terikat) yang dapat mencapai
sasaran dan mengalami metabolisme sehingga lebih mudah
diekskresikan. Berkurangnya obat bebas dalam tubuh karena ekskresi
akan menyebabkan pelepasan obat yang terikat oleh protein. Terjadi
keseimbangan yang dinamis antara obat bebas dengan obat yang
terikat. Perbandingan antara obat terikat dan obat bebas akan
menentukan lama kerja (durasi) obat.
Faktor fisiologi seperti blood brain barrier atau sawar darah otak
yang terdapat di lapisan kapiler serebral dapat menghalangi distribusi
obat ke jaringan otak. Sel-sel endotel pembuluh darah kapiler di otak
membentuk tight junction (tidak ada lagi celah diantara sel-sel endotel
tersebut) dan pembuluh darah kapiler ini dibalut oleh astrosit otak yang
merupakan lapisan-lapisan membran sel. Sawar uri (placental barrier)
terdiri dari satu lapis sel vili dan satu lapis sel endotel kapiler dari
fetus. Karena itu obat yang dapat diabsorpsi melalui pemberian oral
15
juga dapat masuk ke fetus melalui sawar uri. Akan tetapi obat larut
lemak yang merupakan substrat P-gp atau MRP (Multidrug-Resistance
Protein) akan dikeluarkan oleh P-gp atau MRP yang terdapat pada
membran sel endotel pembuluh kapiler otak. Dengan demikian P-gp
menunjang fungsi sawar darah otak dan sawar uri untuk melindungi
otak dan fetus dari obat yang efeknya merugikan.
A.3 Metabolisme
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat
kimia dalam jaringan biologis yang dikatalisis oleh enzim menjadi
metabolitnya. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang
nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi
melalui ginjal atau empedu. Perubahan ini obat aktif umumnya diubah
menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif (jika asalnya
prodrug), kurang aktif, atau menjadi toksik.
Proses metabolisme terdiri dari reaksi fase I dan reaksi fase II.
Reaksi fase I terdiri dari terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis,
yang mengubah obat menjadi lebih polar, dengan akibat menjadi
inaktif, lebih aktif atau kurang. Reaksi fase II merupakan reaksi
konjugasi dengan substrat endogen : asam glukoronat, asam sulfat,
asam asetat, atau asam amino dan hasilnya menjadi sangat polar,
dengan demikian hampir selalu tidak aktif. Obat dapat mengalami
reaksi fase I saja, atau reaksi fase II saja, atau reaksi fase I dan diikuti
dengan reaksi fase II. Hasil reaksi fase I dapat juga sudah cukup polar
untuk langsung diekskresi lewat ginjal tanpa harus melalui fase II lebih
dulu.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytochrome P450 (CYP), yang disebut juga enzim mono-oksigenase,
atau MFO (mixed-function oxidase), dalam endoplasmic reticulum
(mikrosom hati). Beberapa enzim yang penting untuk metabolisme
dalam hati antara lain : CYP3A4/5, CYP2D6, CYP2C9, CYP1A1/2,
16
A.4 Ekskresi
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Tempat
ekskresi obat lainnya adalah intestinal (melalui feses), paru-paru, kulit,
keringat, air liur, dan air susu. Obat dieksresi melalui ginjal dalam
bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi melalui ginjal
melibatkan tiga proses, yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif di
tubulus proksimal, dan reabsorpsi pasif di sepanjang tubulus. Obat
yang tidak terikat protein (bentuk bebas) akan mengalami filtrasi
glomerulus masuk ke tubulus. Filtrasi glomerulus menghasilkan
ultrafiltrat, yakni minus plasma protein, jadi semua obat bebas akan
keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terikat protein akan tetap
tinggal dalam darah. Kelarutan dan pH tidak berpengaruh pada
kecepatan filtrasi glomerulus, yang berpengaruh adalah ukuran
partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomerulus.
Obat yang tidak mengalami filtrasi glomerulus dapat masuk ke
tubulus melalui sekresi di tubulus proksimal. Sekresi tubulus proksimal
merupakan proses transport aktif, jadi memerlukan carrier (pembawa)
dan energi. Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal
terjadi melalui transporter membran P-glikoprotein (P-gp) dan MRP
(Multidrug-Resistance Protein) yang terdapat di membran sel epitel
dengan selektivitas berbeda. Setelah obat sampai di tubulus,
kebanyakan akan mengalami reabsorpsi kembali ke sirkulasi sistemik.
Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk non-ion
obat yang larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada
17
satu atau dianggap 100% masuk ke dalam tubuh. Untuk obat yang
diberikan peroral, bioavailabilitas dapat berkurang 100% karena
absorpsi yang tidak lengkap dan mengalami eliminasi first-pass .
RANGKUMAN :
1. Farmakokinetika mempelajari proses absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi obat dari dalam tubuh atau ilmu yang mempelajari
pengaruh tubuh terhadap obat.
2. Proses farmakokinetik tersebut menentukan berapa cepatnya, berapa
konsentrasinya, dan untuk berapa lama obat tersebut berada pada organ
target.
3. Absorpsi obat merupakan proses masuknya obat dari tempat
pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya
melalui saluran cerna (mulut sampai dengan rektum), kulit, paru, otot,
dan lain-lain.
4. Di dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah, lalu akan disebar ke jaringan atau tempat kerjanya.
5. Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia
dalam jaringan biologis yang dikatalisis oleh enzim menjadi
metabolitnya. Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang
nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi
melalui ginjal atau empedu.
6. Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Tempat ekskresi
obat lainnya adalah intestinal (melalui feses), paru-paru, kulit,
keringat, air liur, dan air susu.
LATIHAN SOAL :
1. Apa arti dari farmakokinetika?
2. Sebutkan 4 proses dari farmakokinetika!
3. Jelaskan prinsip dari absorbs obat!
4. Jelaskan prinsip dari distribusi obat!
19
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu menjelaskan interaksi obat dengan reseptor
Mampu menjelaskan interaksi non reseptor
Mampu menyebutkan contoh-contoh interaksi
Mampu menjelaskan interaksi farmakokinetika dan efek yang
ditimbulkan
Mampu menjelaskan interaksi farmakodinamik dan efek yang
ditimbulkan
A. PENGERTIAN FARMAKODINAMIK
Dalam farmakologi mencakup informasi mengenai pengaruh obat
terhadap sistem biologi (tubuh), dan sebaliknya pengaruh tubuh terhadap
obat. Ilmu yang mengkaji pengaruh obat terhadap tubuh dinamakan
farmakodinamika. Definisi lain, farmakodinamika adalah studi hubungan
konsentrasi obat dengan efek biologi (fisiologi dan biokimia) yang
ditimbulkan. Aspek disiplin ilmu ini mencakup aksi obat, mekanisme aksi
obat dan target aksi obat baik pada organ, jaringan, maupun sel. Target
kebanyakan obat dalam tubuh adalah reseptor. Reseptor merupakan suatu
makromolekul dalam membran sel atau dalam sel dimana obat berinteraksi
untuk menghasilkan efek.
1. Teori Klasik
Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat
konsep sederhana tentang interaksi antara obat-reseptor, dimana obat
tidak akan dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor. Interaksi
yang terjadi antara struktur dalam tubuh (sisi reseptor) dengan
molekul asing yang sesuai (obat) yang saling mengisi akan
menimbulkan suatu respon biologis.
2. Teori Pendudukan
Dikemukakan oleh Clark pada tahun 1926. Teori ini
memperkirakan satu molekul obat akan menempati satu sisi reseptor.
Obat harus diberikan dalam jumlah 5 berlebih agar tetap efektif
selama proses pembentukan kompleks. Besar efek biologis yang
terjadi sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yang diduduki molekul
obat yang juga sebanding dengan banyak kompleks obat-reseptor
yang terbentuk. Setiap struktur molekul obat harus mengandung
bagian yang secara bebas dapat menunjang afinitas interaksi obat
dengan reseptor dan mempunyai efisiensi untuk menimbulkan respon
biologis akibat kompleks obat–reseptor. Jadi respon biologis
merupakan fungsi dari jumlah kompleks obat-reseptor. Respon
biologis yang terjadi dapat merupakan rangsangan aktivitas (efek
agonis) dan pengurangan aktivitas (efek antagonis).
3. Teori Kecepatan
Croxatto dan Huidobro (1956), memberikan postulat bahwa
obat hanya efisien pada saat berinteraksi dengan reseptor. Kemudian
22
B.2 AGONIS
Agonis (A) berikatan dengan reseptor (R) dan energi kimia yang
dilepaskan pada ikatan menginduksi perubahan konformasi yang
melepaskan rangkaian kejadian biokima di dalam sel, menyebabkan
adanya respon (AR*). Persamannya adalah sebagai berikut :
23
A + R → AR → AR*
Dimana : (1) afinitas dan (2) efikasi
Agonis parsial tidak dapat membawa respons maksimum yang
sama dengan agonis penuh, bahkan jika afinitasnya pada reseptor sama.
Kemampuan agonis, sekali berikatan, mengaktivasi reseptor dinamakan
efikasi, yaitu :
a. Agonis penuh yang memiliki efikasi tinggi dan dapat menghasilkan
respon maksimum ketika menduduki persentase kecil reseptor yang
tersedia.
b. Agonis parsial yang memiliki efikasi rendah dan tidak dapat
menimbulkan respon maksimum bahkan jika menempati seluruh
reseptor yang tersedia.
B.3 ANTAGONIS
2. Antagonism Non-Kompetatif
Antagonis ini adalah suatu keadaan ketika obat antagonis
memblokade suatu tempat tertentu dari rangkaian kejadian yang
diperlukan untuk menghasilkan respon suatu agonis. Hambatan efek
agonis oleh antagonis nonkompetitif tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar agonis. Akibatnya, efek maksimal yang dicapai akan
berkurang, tetapi afinitas agonis terhadap reseptornya tidak berubah.
a. Antagonis kimiawi
Antagonisme yang terjadi pada 2 senyawa yang mengalami
reaksi kimia pada suatu larutan atau media sehingga mengakibatkan
efek obat berkurang. Contohmya, tetrasiklin mengikat secara kelat
logam-logam bervalensi 2 dan 3 (Ca, Mg, Al) sehingga efek obat
berkurang.
b. Antagonisme farmakokinetik
Antagonisme ini terjadi jika suatu senyawa secara efektif
menurunkan konsentrasi obat dalam bentuk aktifnya pada sisi aktif
reseptor. Contohnya, fenobarbital bekerja dengan induksi enzim
pemetabolisme warfarin sehingga konsentrasi warfarin berkurang
yang mengakibatkan efek berkurang.
c. Antagonism non-kompetitif
25
B.4 SINERGISME
Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah
sinergisme antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim
yang sama dengan efek farmakologi yang sama. Semua obat yang
mempunyai fungsi depresi pada susunan saraf pusat- sebagai contoh,
etanol, antihistamin, benzodiazepin (diazepam, lorazepam, prazepam,
estazolam, bromazepam, alprazolam), fenotiazin (klorpromazina,
tioridazina, flufenazina, perfenazina, proklorperazina, trifluoperazina),
metildopa, klonidina- dapat meningkatkan efek sedasi.
Mekanisme sinergisme
1. Sinergisme pada tempat yang sama
Interkasi di mana efek dua obat yang bekerja pada tempat yang
sama saling memperkuat. Walaupun banyak contoh interaksi yang
merugikan dengan mekanisme ini tetapi banyak pula interaksi yang
menguntungkan secara terapetik. Contohnya yaitu :
a. Efek obat pelemas otot depolarisasi (depolarizing muscle
relaxants) akan diperkuat/diperberat oleh antibiotika
aminoglikosida, kolistin dan polimiksin karena keduanya bekerja
pada tempat yang sama yakni pada motor end plate otot seran
lintang.
b. Kombinasi obat beta-blocker dan Ca++-channel blocker seperti
verapamil dapat menyebabkanaritmia/asistole. Keduanya bekerja
pada jaringan konduksi otot jantung yang sama.
2. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau
hampir sama.
26
b. Perubahan pH
a. Hambatan metabolisme
b. Induktor enzim
c. Perubahan pH urin
RANGKUMAN :
1. Farmakodinamika adalah studi hubungan konsentrasi obat dengan efek
biologi (fisiologi dan biokimia) yang ditimbulkan.
2. Interaksi obat dan reseptor dapat membentuk komplek obat-reseptor yang
merangsang timbulnya respon biologis, baik respon antagonis maupun
agonis.
3. Teori interaksi obat dan reseptor ada 3, yaitu teori klasik, teori
pendudukan, dan teori kecepatan.
4. Agonis berikatan dengan reseptor dan energi kimia yang dilepaskan pada
ikatan menginduksi perubahan konformasi yang melepaskan rangkaian
kejadian biokima di dalam sel, menyebabkan adanya respon
5. Antagonis berikatan pada reseptor namun tidak mengaktivasinya
6. Interaksi farmakodinamik yang paling umum terjadi adalah sinergisme
antara dua obat yang bekerja pada sistem, organ, sel, enzim yang sama
dengan efek farmakologi yang sama
7. Interaksi farmakokinetik ada 4, yaitu interaksi pada proses absorpsi,
distribusi, metabolism, dan eliminasi.
8. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat
yang mempunyai efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau
yang berlawanan.
LATIHAN SOAL :
1. Apa yang dimaksud farmakodinamik?
2. Jelaskan prinsip dari interaksi obat dan reseptor!
3. Sebutkan 3 teori interaksi obat dan reseptor!
4. Apa yang dimaksud dengan agonis dan antagonis?
5. Sebutkan 2 tipe antagonis!
6. Apa yang dimaksud sinergisme?
7. Sebutkan 4 interaksi farmakokinetik!
8. Apa yang dimaksud interaksi farmakodinamik!
30
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu mmenjelaskan dan membedakan antara efek terapi dan efek yang
tidak diinginkan
Mampu menjelaskan faktor yang mempengaruhi efek obat
A. PENGERTIAN EFEK
Efek adalah perubahan fungsi struktur atau proses sebagai akibat
dari kerja obat. Ada 2 macam efek, yaitu efek normal dan efek abnormal.
1. Efek normal adalah efek yang timbul pada sebagian besar individu.
Obat dalam dosis terapi dapat menimbulkan lebih dari 1 macam
efek yang dibedakan menjadi :
a. Efek primer, merupakan efek yang sesuai dengan tujuan
pengobatan.
b. Efek samping, merupakan efek yang tidak menjadi tujuan
utama pengobatan. Efek ini dapat menguntungkan dan
merugikan, tergantung pada kondisi dan situasi pasien.
2. Efek Abnormal adalah efek yang timbul pada sebagian kecil
individu/ kelompok tertentu. Kedua macam efek tersebut, dapat
terjadi pada dosis lazim yang dipergunakan pada terapi. Efek
abnormal dapat berupa toleransi dan intoleransi. Toleransi
merupakan peristiwa yang terjadi jika dibutuhkan dosis yang lebih
tinggi untuk menimbulkan efek yang sama dengan yang dihasilkan
oleh dosis normal sedangkan intoleransi adalah suatu
penyimpangan respon terhadap dosis obat tertentu.
31
3. Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukan suatu kejadian
efek samping yang tidak lazim, tidak di harapkan atau aneh, yang tidak
dapat diterangkan atau di perkirakan mengapa bisa terjadi. Reaksi
idiosinkratik ini relatif sangat jarang terjadi, beberapa contoh
diantaranya :
35
RANGKUMAN :
1. Efek adalah perubahan fungsi struktur atau proses sebagai akibat
dari kerja obat.
2. Efek samping obat dapat dibagi menjadi 2 yaitu efek samping yang
dapat diperkirakan dan efek samping yang tidak berupa efek
farmakologik utama
3. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan yaitu reaksi alergi,
reaksi karena factor genetic, reaksi idiosinkratik
LATIHAN SOAL :
1. Apa yang dimaksud dengan efek?
2. Jelaskan perbedaan dari efek normal dan efek abnormal!
3. Berikan contoh dari efek samping yang dapat diperkirakan!
4. Berikan contoh dari efek samping yang tidak berupa efek
farmakologik utama!
36
Objektif
Setelah membaca Bab ini, Mahasiswa akan :
Mampu menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas
Mampu menunjukkan parameter-parameter toksisitas
Mampu melakukan pengujian toksisitas
A. TOKSIKOLOGI
Toksikologi merupakan suatu ilmu farmakologi yang berhubungan
dengan efek samping atau sifat toksik suatu senyawa kimia. Toksikologi
tidak hanya berkaitan dengan aspek toksik obat yang digunakan dalam
proses terapi namun juga aspek toksik senyawa kimia lainnya (misalnya
polutan, racun, dll) dalam skala rumah tangga, industry, maupun
lingkungan. Ilmu toksikologi berkembang menjadi beberapa ilmu
diantaranya toksikologi forensik dan toksikologi klinik. Toksikologi
forensic menitikberatkan pada aspek medikolegal penggunaan senyawa
kimia yang berbahaya terhadap manusia atau hewan. Toksikologi klinik
berkaitan dengan kejadian toksisitas yang dipicu oleh penggunaan obat
pada pasien.
Disamping hal yang disebutkan di atas, toksikologi juga mengkaji
efek samping obat atau reaksi obat yang merugikan. Hampir semua obat
mempunyai efek toksik karena sebenarnya obat itu adalah racun. Obat
berfungsi sebagai obat jika digunakan pada dosis tertentu, namun jika
berlebihan (over dosis) akan berpotensi menghasilkan toksisitas dan jika
dosisnya rendah tidak akan memberikan efek yang diharapkan. Pada
dosis terapi, obat juga dapat memberikan efek samping. Contoh efek
samping atau reaksi obat yang merugikan antara lain : reaksi alergi,
37
C. ANALISIS TOKSISITAS
LD50 digunakan untuk perlakuan secara percobaan toksisitas
dalam media air. Pengujian efek toksik dengan larva Artemia salina,
dihitung dengan metode LD50 yang mana kematian setelah 6 jam
pemaparan dimasukkan kedalam kategori LD50 akut dan pemaparan
setelah 24 jam digolongkan LD50 kronis, akan tetapi dalam
pengerjaannya biasanya digunakan perhitungan LD50 setelah 24 jam
mengingat kelarutan ekstrak yang sukar larut membutuhkan waktu yang
39
Sehingga:
5 = 1,7914𝑥 + 2,145.
1,7914𝑥 = 5 −2,145
𝑥 = 1,594082
Metode graphical
Metode Grafis adalah prosedur matematika untuk menghitung
LC50. Prosedur memperkirakan LC50 dengan interpolasi linier antara titik-
titik plot kematian persentase yang diamati versus logaritma konsentrasi 10
logaritma (log10) persen. Penggunaan Metode Grafis hanya disarankan bila
tidak ada mortalitas parsial. Satu-satunya persyaratan untuk Metode Grafis
adalah bahwa persen mortalitas persen yang teramati 50%.
Metode spearman-karber
Metode probit
Metode Probit adalah prosedur statistik parametrik untuk
memperkirakan LC50 dan interval kepercayaan 95% terkait. Analisis ini
terdiri dari transformasi proporsi kematian yang diamati dengan transformasi
probit, dan mengubah konsentrasi efluen ke log10. Mengingat asumsi
normalitas untuk log10 dari toleransi, hubungan antara variabel-variabel yang
ditransformasikan yang disebutkan di atas adalah kurang linear. Hubungan ini
memungkinkan estimasi parameter regresi linier, menggunakan pendekatan
iteratif. Estimasi LC50 dan interval keyakinan terkait dihitung dari estimasi
parameter regresi linier.
46
D. UJI-UJI KETOKSIKAN
1. UJI TOKSISITAS AKUT ORAL
Uji toksisitas akut oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi
efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan
uji yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal, atau dosis berulang
yang diberikan dalam waktu 24 jam. Prinsip uji toksisitas akut oral yaitu,
sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada beberapa
kelompok hewan uji dengan satu dosis per kelompok, kemudian
dilakukan pengamatan terhadap adanya efek toksik dan kematian.
Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup sampai akhir
percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas.
Tujuan uji toksisitas akut oral adalah untuk mendeteksi toksisitas
intrinsic suatu zat, menentukan organ sasaran, kepekaan spesies,
memperoleh informasi bahaya setelah pemaparan suatu zat secara akut,
memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan
tingkat dosis, merancang uji toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai
LD50 suatu bahan/ sediaan, serta penentuan penggolongan bahan/
sediaan dan pelabelan.
D. UJI TERATOGENISITAS
Uji teratogenisitas adalah suatu pengujian untuk memperoleh
informasi adanya abnormalitas fetus yang terjadi karena pemberian
sediaan uji selama masa pembentukan organ fetus (masa organogenesis).
48
sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute dermal. Prinsip uji
toksisitas akut dermal adalah beberapa kelompok hewan uji menggunakan
satu jenis kelamin dipapar dengan sediaan uji dengan dosis tertentu, dosis
awal dipilih berdasarkan hasil uji pendahuluan. Selanjutnya dipilih dosis
yang memberikan gejala toksisitas tetapi yang tidak menyebabkan gejala
toksik berat atau kematian. Tujuan uji toksisitas akut dermal adalah untuk
mendeteksi toksisitas intrinsik suatu zat, memperoleh informasi bahaya
setelah pemaparan suatu zat melalui kulit secara akut dan untuk
memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan
tingkat dosis dan merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk
menetapkan nilai LD50 suatu zat, penentuan penggolongan zat,
menetapkan informasi pada label dan informasi absorbsi pada kulit.
RANGKUMAN :
1. Toksikologi merupakan suatu ilmu farmakologi yang berhubungan
dengan efek samping atau sifat toksik suatu senyawa kimia
2. Faktor-faktor yang terkait dengan pemaparan : jenis, durasi, frekuensi
pemaparan dan konsentrasi bahan kimia.
3. Faktor-faktor yang terkait dengan organisme : laju dan pola
metabolisme dan ekskresi, faktor genetis, bahan makanan, serta status
kesehatan dan nutrisi/gizi organisme, usia atau stadia perkembangan
organisme
4. Faktor-faktor lingkungan eksternal : DO, pH, pE, suhu dan bahan padat
terlarut.
5. Faktor-faktor yang terkait dengan bahan kimia : Ketidak-murnian
(impurities) dari bahan kimia
6. Uji –uji ketoksikan : uji toksisitas akut oral, uji toksisitas subkronis
oral, uji toksisitas kronis oral, uji teratogenisitas, uji sensitisasi kulit, uji
iritasi mata, uji iritasi akut dermal, uji iritasi mukosa vagina, uji
toksisitas akut dermal, uji toksisitas subkronik dermal
LATIHAN SOAL :
DAFTAR PUSTAKA
Aras TR. 2013. Uji toksisitas ekstrak Teripang Holothuria scabra terhadap
Artemia salina. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Kelautan, Univesritas
Hasanuddin.
EPA. 2002. Methods for Measuring the Acute Toxicity of Effluents and Receiving
Waters to Freshwater and Marine Organisms. Washington.
ISO Indonesia; Volume 48; Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia; FT. AKA; Jakarta;
2014
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik; Edisi keenam. Jakarta
: EGC
Kooijman SALM, Bedaux JJM. 1996. The analysis of aquatik toxicity data.
Amsterdam : University Press.
Lubis MY. Lamek M. Pandapotan n. Simanjuntak P. 2016. Uji fenolik dan Uji
toksisitas Ekstrak Metanol Kulit Jengkol ( Archidendron Jiringa).
Chempublish Journal Volume. 1 (2): 42- 51.
Mansjoer, Arif, dkk; Kaplta Selekta Kedokteran; Edisi ketiga; Jilid 1; Media
Aesculapius, FK UI; Jakarta; 1999
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat, Edisi Kelima. Bandung : Penerbit ITB
54
Rahayu MR, James S, Swantara IM. 2013. Uji toksisitas dan identifikasi Ekstrak
Etanol Spons Callyspora aerizusa terhadap larva Artemia salina L. Jurnal
Cakra Kimia Indonesia. 1 910: 1-7.
.
BIODATA PENULIS
Cireundeu, tahun lulus 2003, (b) SMPN 85 Jakarta, lulus tahun 2006, (c)
SMAN 34 Jakarta, lulus tahun 2008, (d) Universitas Islam Negeri Syarif
Indonesia Profesi Apoteker, lulus tahun 2015, dan (f) Universitas Indonesia
Jurusan Magister Farmasi, tahun lulus 2017. Pengalaman kerja : (a) RSUPN