Anda di halaman 1dari 6

Laporan Praktikum Siklus Reproduksi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makhluk hidup mulai dari tingkat uniseluler sampai tingkat multiselular memiliki kemampuan
untuk mempertahankan jenisnya. Hal itu dimaksudkan agar tetap dapat mempertahankan
kelangsungan spesiesnya di muka bumi. Proses mempertahankan jenis itu dapat dikategorikan ke
dalam proses reproduksi atau perkembangbiakan. Tiap jenis hewan memiliki cara reproduksi yang
berbeda satu sama lain. Pada hewan avertebrata proses reproduksi masih sederhana, sedangkan
pada hewan vertebrata prosesnya kompleks dan melibatkan banyak tahapan. Bahkan pada hewan
golongan mamalia pun terdapat perbedaan siklus reproduksi antara mamalia primate dan non
primata. Pada mamalia primate silus reproduksinya disebut siklus menstruasi dan pada mamalia non
primate disebut siklus estrus.

Praktikum Perkembangan Hewan kali ini ialah mengenai siklus reproduksi yang dialami oleh hewan
betina dewasa yang tidak hamil, khusunya adalah hewan non primata. Dalam praktikum ini,
praktikan dapat melihat dengan jelas penampakan sel epite beserta inti, dan leukosit melalui
pengamatan mikroskop untuk tiap siklus estrus yang dialami oleh hewan betina dewasa yang tidak
hamil. Melalui berbagai kegiatan pengamatan dalam Praktikum Perkembangan Hewan ini,
diharapkan agar praktikan dapat memperluas pemahamannya terhadap siklus reproduksi khususnya
hewan nonprimata. Praktikan dapat mengetahui macam-macam siklus estrus mulai dari tahap awal
hingga tahap akhir. Pengetahuan tentang siklus reproduksi yang dialami hewan betina merupakan
pengetahuan dasar yang tentunya akan sangat membantu praktikan itu sendiri untuk masa-masa
yang akan datang. Praktikum ini memberikan kesempatan kepada praktikan untuk dapat mengamati
secara langsung tahapan siklus reproduksi.

B. Tujuan Percobaan

1. Membedakan sel-sel hasil apusan vagina

2. Menetukan tahap siklus yang sedang dialami oleh hewan betina.

C. Manfaat Percobaan

1. Mahasiswa mampu mengamati berbagai tahapan dalam siklus estrus.

2. Mahasiswa mengetahui perubahan yang terjadi dalam tiap tahapan siklus estrus

3. Mahasiswa mengetahui ciri-ciri yang dialami hewan betina dalam setiap

tahapan siklus estrus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Siklus reproduksi adalah perubahan siklis yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk,
uterus, dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan hubungan antara
satu dengan yang lainnya. Siklus reproduksi pada mamalia primata disebut siklus menstruasi.
Sedangkan siklus reproduksi pada mamalia non primata disebut siklus estrus. Siklus estrus ditandai
oleh adanya estrus (birahi). Pada saat estrus, hewan betina akan reseptif terhadap hewan jantan dan
kopulasinya kemungkinan besar akan vertil sebab di dalam ovarium sedang terjadi ovulasi dan
uterusnya berada pada fase yang tepat untuk implantasi. Dari satu estrus ke estrus berikutnya
disebut satu siklus estrus. Panjang siklus estrus pada mencit adalah 4-5 hari, pada babi, sapi, dan
kuda adalah 21 hari, dan pada marmut adalah 15 hari (Tim Pengajar, 2010).

Sebagian besar hewan memperlihatkan siklus yang jelas dan pasti dalam aktivitas reproduksi, yang
seringkali dikaitkan dengan perubahan musim. Sifat periodik reproduksi memungkinkan hewan untuk
menghemat sumber daya dan menghasilkan keturunan ketika lebih banyak energi tersedia
dibandingkan diperlukan untuk pemeliharaan kondisi dan ketika kondisi lingkungan mendukung
kelangsungan hidup keturunan. Domba betina misalnya, mempunyai siklus reproduksi selama 15 hari
dan berovulasi pada pertengahan setiap siklus. Siklus ini umumnya terjadi pada awal musim dingin,
sehingga anak domba umumnya lahir pada akhir musim dingin atau awal musim semi. Bahkan hewan
yang hidup di habitat yang hampir stabil, seperti daerah tropis atau lautan, umumnya bereproduksi
hanya pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Siklus reproduksi dikontrol oleh kombinasi
petunjuk hormon dan lingkungan, Petunjuk lingkungan meliputi faktor-faktor seperti suhu musiman,
curah hujan, panjang siang hari, dan siklus bulan purnama (Campbell, 2004).

Menurut Suarsini (2000), siklus estrus dibagi dalam empat tahap atau stadium yaitu :

1. Proestrus, pada tahap ini di ovarium tampak adanya folikel-folikel yang sedang tumbuh, sedang
di uterus dinding endometrium mulai menebal. Tahap ini berlangsung selama 12 jam.

2. Estrus awal, pada tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus dinding endometrium
akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan maksimum. Tahap ini berlangsung selama
12 jam.

3. Estrus akhir, pada tahap ini di ovarium terjadi ovulasi, sedangkan di uterus dinding endometrium
akan bergranular dan membengkak mencapai ketebalan maksimum. Tahap ini berlangsung selama
18 jam.

4. Metestrus, pada tahap ini di ovarium nampak adanya korpus luteum yang mulai berdegenerasi
dan di uterus dinding endometrium meluruh. Lama tahap ini adalah 6 jam.

5. Diestrus, pada tahap ini di ovarium terlihat banyak folikel-folikel muda, sedangkan di uterus
dinding endometrium mempunyai lapisan yang paling tipis. Lamanya tahap ini adalah 2-2,5 hari.

Menurut Adnan (1995), siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan betina
dewasa seksual yang tidak hamil dan non primata. Siklus ini terdiri atas beberapa fase yaitu :
1. Fase diestrus, yaitu fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti dalam jumlah yang
sangat sedikit dan leukosit dalam jumlah yang sangat banyak.

2. Fase proestrus, yaitu fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel berinti berbentuk bulat dan
leukosit tidak ada atau sangat sedikit.

3. Fase estrus, yaitu fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak
dan beberapa sel-sel epitel dengan inti yang berdegenerasi.

4. Fase metestrus, yaitu fase yang ditandai dengan adanya sel-sel epitel menanduk dan leukosit
yang banyak.

Pada tikus dan mencit, perubahan-perubahan yang berlangsung pada vagina meliputi perubahan
histologi epitel yang tergambar pada saat dilakukan pengamatan apusan vagina. Epitel vagina secara
siklik dirusak dan dibentuk kembali selama siklus, bervariasi dari bentuk squama berlapis hingga
kuboid rendah. Tipe-tipe epithelium mendomiansi preparat apusan vagina memberikan petunjuk
apakah epitel vagina sedang distimulasi atau tidak oleh estrogen. Perubahan yang sangat nyata
terjadi pada endometrium dan kelenjarnya. Selama fase folikuler dari siklus estrus, kelenjar estrus
sederhana dan lurus dengan sedikit cabang. Penampilan kelenjar uterus ini menandakan untuk
stimulasi estrogen. Selama fase luteal, yakni saat progesteron beraksi terhadap uterus, endometrium
bertambah tebal secara mencolok. Diamteter dan panjang kelenjar meningkat secara cepat, menjadi
bercabang-cabang dan berkelok-kelok. Puncak peristiwa siklus estrus adalah pecahnya folikel dan
terlepasnya ovum dari ovarium. Pada tikus dan mencit, panjang siklus dan saat ovulasi sangat
konstan pada setiap macam strain (Adnan, 2010).

Meski perubahan yang terjadi tidak sesignifikan di uterus dan cervix, dinding vagina juga
memperlihatkan perubahan-perubahan yang terjadi secara berkala (periodik). Pada fase folikuler di
dalam ovarium, estrogen merangsang epitel vagina aktif bermitosis dan mensintesis glikogen
sehingga lapisan mukosa vagina menjadi lebih tebal menjelang ovulasi dan lumen vagina banyak
mengandung glikogen. Penebalan epitel lapisan mukosa disertai dengan proses penandukan atau
kornifikasi dan kemudian mengelupas. Dengan ditemukannya sel epitel menanduk pada preprat apus
vagina, adalah indikator terjadinya ovulasi. Menjelang ovulasi leukosit makin banyak menerobos
lapisan mukosa vagian kemudian ke lumen. Selama masa luteal pada ovarian dengan pengaruh
hormon progesterondapat menekan pertumbuhan sel epitel vagina. Siklus estrus merupakan
sederetan aktivitas seksual dari awal hingga akhir dan terus berulang. Panjang waktu siklus estrus
pada tikus putih (Rattus norvegicus) yaitu 4 sampai 5 hari. Siklus ini dibedakan dalam 2 tingkatan
yaitu fase folikuler dan fase luteal. Fase folikuler adalah pembentukan folikel sampai masak
sedangkan fase luteal adalah setelah ovulasi sampai ulangan berikutnya dimulai (Anonim1, 2010).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap estrus adalah histologi dan fungsi hipotalamus serta
hipofisis dalam kaitannya dengan proses reproduksi, terjadinya pubertas pada hewan betina
termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi siklus estrus serta proses pembentukan sel kelamin
(gametogenesis). Selain itu terdapat faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh yaitu hormon. Hormon
progesteron dipersiapkan uterus untuk implantasi blatosis, memelihara dan mengatur organ-organ
reproduksi. Corpus luteum pada tikus merupakan sumber progesteron utama, sehingga kadar
hormon progesteron sangat erat kaitannya dengan tingkat ovulasi. Semakin tinggi ovulasi, maka
kadar hormon progesteron akan meningkat. Hormon progesteron bervariasi sesuai laju ovulasi
(jumlah corpus luteum). Kelenjar endometrium uterus berfungsi mengeluarkan zat-zat makanan yang
berupa susu uterus untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan embrio. Kelenjar - kelenjar
mensintesa susu uterus berada dibawah kontrol hormon. Pertumbuhan dan perkembangan folikel
primer dirangsang oleh hormon FSH. Pada seat tersebut sel oosit primer akan membelah dan
menghasilkan ovum yang haploid. Saat folikel berkembang menjadi folikel Graaf yang masak, folikel
ini juga menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen yang
keluar berfungsi merangsang perbaikan dinding uterus yaitu endometrium yang habis terkelupas
waktu menstruasi, selain itu estrogen menghambat pembentukan FSH dan memerintahkan hipofisis
menghasilkan LH yang berfungsi merangsang folikel Graaf yang masak untuk mengadakan ovulasi,
waktu di sekitar terjadinya ovulasi disebut fase estrus (Anonim2, 2010).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Hari/ Tanggal : Selasa/ 9 November 2010

Waktu : Pukul 09.10 s.d. 10.50 WITA

Tempat : Laboratorium Biologi Lantai III sebelah Barat

Jurusan Biologi FMIPA UNM

B. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Mikroskop

b. Pipet tetes

c. Kaca objek dan kaca penutup

2. Bahan

a. Mencit betina dewasa yang tidak hamil

b. Larutan NaCl fisiologis 0,9 %

c. Alkohol 70 %

d. Metilen blue 1%

e. Akuades

f. Kapas

C. Prosedur Kerja
1. Memasukkan pipet tetes yang sudah diusap dengan alkohol 70% dan telah

berisi larutan NaCl fisiologis 0,9% ke vagina mencit kira-kira sedalam ½ cm.

2. Memutar pipet tetes dengan hati-hati sambil menyemprot dan menyedot larutan

NaCl 0,9% berulang kali hingga cairan dalam pipet tampak keruh.

3. Meneteskan 1 tetes cairan yang keruh tersebut ke atas kaca objek. Lalu

meneteskan metilen blue 1% ke atas cairan keruh pada kaca objek.

5. Menutup kaca objek dengan kaca penutup

6. Mengamati di mikroskop gambaran sitologi sel-sel hasil apusan vagina tersebut.

7. Menggambar sel-sel yang tampak dan menentukan tahap siklus repriduksinya.

B. Pembahasan

Melalui pengamatan apusan vagina pada praktikum Perkembangan Hewan ini, dapat dibedakan
sel-sel hasil apusan vagina mencit dalam berbagai fase siklus estrus. Adapun pengamatan yang
diperoleh yaitu :

1. Fase diestrus. Pada fase ini terlihat pengamatan apusan vagina di mikroskop terdiri atas sel-sel
epitel yang berinti dengan jumlah yang sedikit dan leukosit dalam jumlah yang banyak yang
mengelilingi sel epitel berinti. Lamanya fase kurang lebih 55 jam. Diestrus adalah periode terakhir
dari estrus, pada fase ini corpus luteum berkembang dengan sempurna dan efek yang dihasilkan dari
progesteron (hormon yang dihasilkan dari corpus luteum) tampak dengan jelas pada dinding uterus
serta folikel-folikel kecil denan korpora lutea pada vagina lebih besar dari ovulasi sebelumnya.

2. Fase proestrus. Pada fase ini terlihat pengamatan apusan vagina di mikroskop terdiri atas sel-sel
epitel yang berinti berbentuk bulat dan leukosit dalam jumlah yang sedikit atau sama sekali tidak
ada. Lamanya fase kurang lebih 18 jam. Proestrus merupakan periode persiapan yang ditandai
dengan pemacuan pertumbuhan folikel oleh FSH sehingga folikel tumbuh dengan sepat . Proestrus
berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase kandungan air pada uterus meningkat dan mengandung
banyak pembuluh darah dan kelenjar-kelenjar endometrial mengalami hipertrofi.

3. Fase Estrus. Pada fase ini ditemukan adanya sel-sel epitel menanduk yang sangat banyak dan
beberapa sel epitel dengan inti berdegenerasi. Leukosit tidak terlihat pada fase ini. Lamanya fase
kurang lebih 25 jam. Estrus adalah masa keinginan kawin yang ditandai dengan keadaaan tikus tidak
tenang, keluar lendir dari dalam vulva, pada fase ini pertumbuhan folikel meningkat dengan cepa,
uterus mengalami vaskularisasi dengan maksimal, ovulasi terjadi dengan cepat, dan sel-sel epitelnya
mengalami akhir perkebangan/terjadi dengan cepat.

4. Fase Metestrus. Pada fase ini leukosit mulai terlihat lagi yang jumlahnya banyak, selain itu
terdapat pula sel epitel menanduk dalam jumlah banyak. Lamanya fase kurang lebih 18 jam.
Metestrus ditandai dengan terhentinya birahi, ovulasi terjadi dengan pecahnya folikel, rongga folikel
secara berangsur-ansur mengecil,dan pengeluaran lendir terhenti. Selain itu terjadi penurunan pada
ukuran dan vaskularitas.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2010. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

Adnan dan Halifah Pagarra. 1995. Biologi Perkemabangan I. Makassar: Jurusan Biologi

FMIPA UNM.

Anonim1. 2010. Siklus Estrus.. http://mjumani.blogspot.com/2009/04/siklus-estrus.html.

Diakses tanggal 10 November 2010.

Anonim2. 2010. Siklus Estrus. http://notneed.blogspot.com/2008/06/estrus.html

Diakses tanggal 10 November 2010.

Campbell, Reece, dan Mitchel. 2004. Biologi Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Suarsini, Endang, M.Noviar Darkuni, dan Sitoresmi. 2000. Petunjuk Praktikum

Mikrobiologi, Ekologi Hewan, dan Perkembangan Hewan. Malang: UM.

Tim Pengajar. 2010. Penuntun Praktikum Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan

Biologi FMIPA UM.

Anda mungkin juga menyukai