Anda di halaman 1dari 78

Taksis (Ekologi Hewan Tanah)

Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya. Selain itu,


keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu
daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik
dan abiotik. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi
atas faktor fisika dan kimia. Faktor fisika antara lain ialah suhu, kadar air,
porositas, dan tekstur tanah. Faktor kimia antara lain ialah salinitas, pH,
kadar organik tanah, dan unsur-unsur mineral tanah. Faktor lingkungan
abiotik sangat menentukan struktur komunitas hewan-hewan yang
terdapat di suatu habitat.

Salah satu contoh hewan tanah yang biasa ditemui adalah cacing tanah
dan juga semut. Hewan-hewan tersebut hidup di lapisan tanah yang
terlindung. Kehidupan cacing tanah dan semut sedikit banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor abiotik yang ada di sekelilingnya, seperti suhu, cahaya,
dan lain-lain sebagaimana yang disebutkan pada paragraf sebelumnya.
Untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan abiotiknya, cacing tanah dan
semut melakukan berbagai bentuk adaptasi, salah satunya adalah taksis.

Taksis yang merupakan suatu bentuk sederhana dari tingkah laku hewan
bagi penyesuaian terhadap keadaan lingkungan, menunjukkan seperti apa
hewan akan menunjukkan suatu orientasi karena adanya rangsangan
(Suin. 1989). Suatu rangsang yang diberikan biasanya merupakan bagian
dari faktor abiotik yang menentukan keberadaan dan kepadatan populasi
hewan-hewan tanah tersebut.

Suatu rangkaian percobaan yang meliputi hydrotaksis, tygmotaksis, dan


fototaksis dilakukan untuk mengetahui respon dari dua jenis hewan tanah
yang diujicobakan. Prosedur kerjanya yang disadur dari Suin (1989)
adalah sebagai berikut:

a. Fototaksis
1. Melapisi setengah bagian cawan petri dengan kertas karbon,
kemudian menutup bagianyang dilapisi dengan papan yang juga
berwarna hitam, sebagian lainnya tetap terbuka sehingga cahaya
dapat masuk.
2. Meletakkan beberapa ekor cacing tanah yang sama jenisnya
ditengah-tengah ujung yang terang, memperhatikan arah dan
pergerakkan cacing tanah selama 30 menit.

3. Menaburi daerah yang ditempuh cacing itu dengan bedak talk, dan
membuat gambarnya serta menandai arah gerakkan cacing itu
dengan gambar panah.

4. Mengulangi percobaan ini beberapa kali


b. Hygrotaksis
1. Meletakkan NaCl pada salah satu ujung bejana, dan ujung lainnya
dengan kapas yang dibasahi air.
2. Memasukkan beberapa ekor semut ke dalam bejana kemudian
menutup bejana itu dengan plat gelas.

3. Menandai perjalanan hewan itu sejak mulai ditutupnya bejana


sampai gradiasi kelembaban di dalam bejana itu terjadi.

4. Menggambarkan arah pergerakan hewan itu setelah 10 menit


bejana itu ditutup (diperkirakan kelembaban dalam bejana itu telah
tergradiasi).

5. Membandingkan arah dan pergerakan hewan itu antara awal


percobaan sampai akhir percobaan.

6. Mengulangi percobaan ini beberapa kali dengan menggunakan


hewan yang berlainan.

7. Membuat gambar dari pergerakannya dan mendiskusikan hasilnya

c. Thygmotaksis
1. Memasukkan semut ke dalam cawan petri
2. Meletakkan cawan itu di atas kertas millimeter

3. Menyinggung semut yang sedang diam dengan kuas halus dan


memperhatikan pergerakannya dan berapa jauh pula ia berpindah

4. Menyinggung semut yang sedang diam dengan batang korek api


dan memperhatikan pergerakannya dan berapa jauh pula ia
berpindah

5. Menyinggung semut yang sedang diam dengan jarum dan


memperhatikan pergerakannya dan berapa jauh pula ia berpindah,
dari setiap percobaan, dicatat pergerakannya dan jarak yang
ditempuhnya.

6. Mengulangi percobaan ini menggunakan semut yang berbeda dan


memulai lagi percobaan itu dengan terlebih dahulu menusuknya
dengan jarum, kemudian dengan batang korek api dan terakhir
dengan kuas halus

7. Mengulang percobaan dengan menyinggung bagian tubuh yang


berbeda

8. Menarik kesimpulan dari percobaan ini, mendiskusikan apakah


semua bagian tubuh semut tersebut sama sensitifnya terhadap
rangsangan. (Suin. 1989)
Semua prosedur di atas, menunjukkan hasil yang bervariatif sebagai
berikut:
Fototaksis:

Gambar 1. Fototaksis pada Cacing Tanah (Lumbricus terestris)

Hydrotaksis:

Gambar 2. Tabel Hasil Pengamatan Percobaan Hydrotaksis pada Semut Tanah


Gambar 3. Hydrotaksis pada Semut Tanah

Thigmotaksis:

Gambar 4. Tabel Hasil Pengamatan Percobaan Thigmotaksis pada Semut Tanah

Hewan tanah sebagai bagian dari keanakaragaman fauna keberadaan dan populasinya banyak
dipengaruhi oleh lingkungan biotik dan abiotiknya. Faktor abiotik sangat menentukanstruktur
komunitas hewan-hewan yang terdapat di suatu habitat. Dalam studi ekologi hewan tanah,
pengukuran faktor lingkungan abiotik penting dilakukan karena besarnya pengaruh faktor
abiotik itu terhadap keberadaan dan kepadatan populasi kelompok hewan tanah. Dengan
dilakukannya pengukuran, diketahui faktor apa yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan
dan kepadatan populasi hewan tanah yang akan diteliti (Suin. 1989). Untuk itu, beberapa
percobaan untuk menentukan faktor fisiko-kimia maupun faktor abiotik lainnya penting
untuk dilakukan. Seperti halnya percobaan mengenai taksis ini.

Taksis adalah bawaan perilaku respon oleh organisme ke arah stimulus atau gradien
intensitas stimulus. Taksis yang merupakan suatu bentuk sederhana dari tingkah laku hewan
bagi penyesuaian terhadap keadaan lingkungan, menunjukkan seperti apa hewan akan
menunjukkan suatu orientasi karena adanya rangsangan (Suin. 1989). Suatu rangsang yang
diberikan biasanya merupakan bagian dari faktor abiotik yang menentukan keberadaan dan
kepadatan populasi hewan-hewan tanah tersebut. Taksis yang dibagi menjadi beberapa jenis
diujicobakan pada hewan tanah, hewan tanah yang dipilih pada percobaan ini adalah cacing
tanah dan semut. Taksis yang diujicobakan adalah fototaksis, hidrotaksis dan thigmotaksis.

Dari percobaan fototaksis, cacing tanah yang diletakkan di cawan petri diekspos dengan
cahaya dari senter. Sementara setengah sisi lain dari cawan petri itu ditutup dengan
menggunakan plat hitam dan bagian bawahnya dialasi dengan kertas karbon. Hasil
pengamatan yang diperoleh adalah cacing tanah bergerak menjauhi cahaya, menuju ke sisi
lain cawan petri yang ditutupi (gelap). Fototaksis yang demikian disebut fototaksis negatif.
Hal ini disebabkan karena cacing tanah merupakan hewan nocturnal, dengan
demikian ia memiliki fototaksis negatif. Nokturnal artinya aktivitas
hidupnya lebih banyak pada malam hari sedangkan pada siang harinya
lebih menghabiskan waktu dalam sarang untuk beristirahat.

Sementara pada percobaan hidrotaksis yang dilakukan selama 10 menit ini, semut tanah
cenderung menjauhi tempat yang lembab (kapas basah), dan mendekati tempat kering. Di
awal percobaan, semut-semut tersebut bergerak mendekati kapas basah, namun, di menit-
menit berikutnya ketika bejana ditutup dan kelembaban diasumsikan telah tergradiasi, semut
tanah berkerumun di sekitar NaCl. NaCl membuat lingkungan di sekitarnya jauh lebih kering
daripada keseluruhan atmosfer di dalam toples/bejana. Dari percobaan, dapat disimpulkan
bahwa semut merupakan hewan dengan hidrotaksis negatif, mereka bergerak menjauhi
tempat-tempat yang lembab dan menuju tempat yang jauh lebih kering. Jika ditinjau dari
habitat yang selama ini ditinggali semut, sebagian besar semut tinggal di habitat yang kering.

Pada thigmotaksis, rangsangan sentuhan yang diberikan berbeda-beda, pertama menggunakan


kuas halus yang permukaannya benar-benar halus, lalu dengan batang korek api yang agak
lebih kasar, dan yang terakhir dengan menggunakan jarum yang ujungnya lancip. Respon
yang diberikan semut dapat dibedakan dari jarak perpindahan yang terukur ketika ia bergerak
menjauhi sentuhan. Ketika disentuh dengan kuas halus, semut tanah bergerak sejauh 41 mm,
disentuh dengan batang korek api sejauh 206 mm, dan disentuh dengan jarum sejauh 141
mm. Lalu rangsangan sentuhan yang diberikan diubah urutannya, pertama semut disentuh
dengan menggunakan jarum, lalu batang korek api, dan terakhir kuas halus. Hasilnya adalah,
perpindahan yang ditunjukkan semut sebesar 137 mm, 129 mm, dan 54 mm. Kemudian,
dilakukan lagi percobaan yang sama seperti percobaan pertama, namun dengan menggunakan
semut yang berlainan. Jika pada percobaan pertama semut disentuh di bagian dada
(mesosome), maka pada percobaan dengan menggunakan semut berbeda ini, sentuhan
diberikan di bagian perut (metasome), dan juga kepala. Hal ini untuk mengetahui, apakah
semua bagian tubuh semut peka terhadap rangsangan. Jika diinterpretasi dari data yang ada,
semakin besar tekanan yang diberikan kepada semut, semakin besar pula respon taksis yang
ditunjukkannya. Kuas halus memiliki permukaan halus dan tekanan yang dihasilkan pun
rendah, maka respon gerak taksis yang ditunjukkan semut menghasilkan perpindahan yang
tidak begitu jauh (41 mm), sedangkan batang korek api memberikan tekanan yang jauh lebih
besar, maka respon perpindahan yang diberikannya juga jauh lebih besar (206 mm), terakhir,
dengan menggunakan jarum, luas permukaan jarum jauh lebih kecil daripada kedua benda
yang digunakan untuk menyentuh semut sebelumnya, dan ujung yang jauh lebih runcing
memberikan tekanan yang juga jauh lebih kecil daripada batang korek api, sehingga respon
taksis yang diberikan hanya sejauh 141 mm.

Kesimpulan yang dapat diperoleh adalah :

1. Taksis merupakan adalah bawaan perilaku respon oleh organisme ke


arah stimulus atau gradien intensitas stimulus dan merupakan gerakan yang terarah,
yang sifatnya mendekati atau menjauhi rangsangan
2. Fototaksis cacing tanah adalah fototaksis negatif, yaitu cacing tanah cenderung
menjauhi cahaya.

3. Semut tanah (Paraterichina longicornis) memiliki hidrotaksis negatif, yaitu menjauhi


tempat-tempat dengan kelembaban tinggi.

4. Thigmotaksis dipengaruhi oleh jenis sentuhan dan besarnya tekanan yang diberikan,
semakin besar tekanan yang diberikan, respon taksis yang muncul juga akan semakin
besar.

Ditulis dengan berbagai sumber. Artikel ini adalah saduran dari laporan praktikum Ekologi

Tanah semester 6 yang lalu. Meninggalkan komentar sebagai jejak sangat dihargai. Credit ke

blog ini juga sangat dihargai.

Sumber:

Suin. Dr. Nurdin Muhammad. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara: Jakarta

http://en.wikipedia.org . Di unduh Hari Senin, 6 Juni 2011. Pukul 20.30.


http://veryl-hiken.blogspot.com/2011/02/fototaksis-dan-pewarnaan-tubuh.html. Diunduh Hari
Senin, 06 Juni 2011. Pukul 20.30.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Cacing tanah- Copy.htm. Diunduh Hari
Senin, 6 Juni 2011. Pukul 20.43.

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas-Semut.htm. Diunduh Hari Senin, 6 Juni


2011. Pukul 21.15.
http://www.scribd.com/doc/9738964/Fauna-Tanah Diunduh hari Senin, 6 Juni 2011. Pukul
21.30

http://sriwahyono.blogspot.com/2010_07_01_archive.html/. Diunduh hari


Rabu, 9 Juni 2011 Pukul 10.34

http://dzulfmumtazah.blogspot.co.id/2013/07/taksis-ekologi-hewan-tanah.html
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah stau ciri dari makhluk hidup yaitu peka terhadap rangsang, respon makhluk
hidup terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls atau stimulus-stimulus
yang ada disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan segala sesuatu yang ada disekitar
makhluk hidup dan saling berinteraksi. Lingkungan sangat berperan penting bagi semua
makhluk hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik.
Lingkungan abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari, kelembapan, dan benda-
benda mati lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber daya seperti batu, tanah sebagai
tempat tinggal sedangkan lingkungan biotik yaitu manusia, hewan dan tumbuhan. Hewan
selain cirinya peka terhadap rangsang, juga bergerak hewan mampu bergerak, berjalan dari
satu tempat ke tempat lain. Hewan bergerak karena adanya rangsang ataupun impuls dari
lingkungan sekitarnya.
Gerak pada makhluk hidup dapat dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau
rangsang dari dalam. Salah satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang
dari luar dalam arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di lingkungannya
yaitu taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan invertebrata. Pada hewan-hewan
ivertebrata memiliki suatu reseptor yang peka terhadap rangsang disekitarnya. Adapun
rangsangan atau stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik itu dalam satu
familii atau ordo bahkan gerak yang diperlihatkan berbeda untuk setiap hewan karena ini
dapat dipengaruhi lagi dari faktor lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor
lingkungan abiotik dapat mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan cahaya matahari.
Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak berberapa meter dari
tempatnya semula, dan ada juga hewan yang tidak mampu melakukan itu karena ada yang
mempengaruhi yaitu batas toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan.
Berdasarkan uaraian diatas, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon
yang diperlihatkan hidup yang hidup ditempat gelap terhadap stimulus berupa cahaya dan
untuk mengetahui bagaimana respon yang diperlihatkan hewan-hewan di tempat yang terang
terhadap stimulus berupa cahaya.

B. Tujuan
Adapun tujian dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui respon yang diperlihatkan
yang hidup ditempat gelap terhadap stimulus berupa cahaya.Dan hewan-hewan di tempat
yang terang terhadap stimulus berupa cahaya.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu memberikan masukan kepada penulis
bahwa hewan-hewan invertebrata seperti semut rangrang dan semut hitam peka terahadap
stimulus berupa cahaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hewan adalah organisme yang bersifat motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat
ke tempat lain. Gerakannya disebabkan oleh rangsang-rangsang tertentu yang datang dari
lingkungannya.Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu lingkungan hidup
yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan atau berpindah ke tempat lain
tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali perubahan sifat-sifat fisiologisnya. Faktor-faktor
yang merangsang gerakan hewan adalah makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-
lain. Beberapa hewan mampu menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya
untuk merespon perubahan lingkungannya (Susanto, 2000:hal 12).
Lingkungan menggambarkan jumlah keseluruhan kondisi fisik dan biotik yang
memepengaruhi tanggapan makhluk. Lebih spesifik lagi, jumlah bagan hidrosfer, litosfer, dan
atmosfer yang merupakan tempat hidup mkhluk kemudian disebut biosfer. Habitat adalah
suatu perangkat kondisi fisik dan kimiawi (misalnya ruang, iklim) yang mengelilingi suatu
species tunggal, suatu kelompok species, atau suatu komunitas besar. Biotop mendefinisikan
suatu satuan menurut ruang atau topografik dengan suatu perangkat stauan yang karakteristik
mengenai kondisi fisik serta kimiawi dan mengenai kehidupan tumbuhan dan hewan. Supaya
makhluk dapat ada mereka harus memberi tanggapan dan menyesuaikan diri pada kondisi
lingkungan mereka. Makhluk memberi tanggapan perbedaan dan perubahan dalam
lingkungannya dalam empat cara mendasar adalah adaptasi morfologik, penyesuaian
fisiologik, pola-pola kelakuan, dan hubungan komunitas (Soetjipta, 1994: hal 52).
Respon terhadap stimulus merupakan salah satu ciri utama kehidupan sehingga
dengan adanya ciri ini organisme mampu untuk memberikan respon (tanggapan) terhadap
berbagai faktor lingkungan dan perubahan di sekitarnya berbagai faktor lingkungan dan
perubahan di sekitarnya. Gerakan-gerakan hewan dalam lingkungannya tidak bersifat acak
melainkan merupakan respon-respon terhadap bermacam-macam stimulus dalam
lingkungannya itu, baik secara langsing maupun tidak langsung (Lahay, 2010: hal 8).
Berbagai faktor lingkungan misalnya suhu, kelembapan, maupun cahaya matahari
merupakan faktor yang diperlukan oleh hewan, namun kadang-kadang dapat juga beroperasi
sebagai salah satu faktor pembatas. Misalnya cahaya matahari bagi hewan-hewan yang hidup
di tempat terlindung dapat dianggap sebagai suatu stimulus lain yang dapat menyebabkan
hewan tersebut berespon menghindar terhadap cahaya tersebut demikian pula sebaliknya
(Lahay, 2010: hal 9).
Suhu Lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikilotermi. Bahkan suhu
menjadi faktor pembatas bagi kebanyakan makhluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja
enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh (Dharmawan, 2004: hal 24). Suhu
juga merupakan suatu faktor lingkungan yang sering kali beroperasi sebagai faktor pembatas
dan paling mudah diatur. Variabilitas suhu mempunyai arti ekologis. Fluktuasi suhu 10-20 0C
dengan suhu rata-rata 150C, pengaruhnya terhadap hewan tidak sama dengan suhu konstant
150 C ( Dharmawan, 2005: hal 32)
Pada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya matahari,
karena energi cahaya atau foton sangat mutlak untuk fotosintesis. Tidak demikian halnya
dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan cahaya secara langsung. Namun
sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan penting khususnya bagi hewan-hewan
diurnal, yang mencari makan dan melakukan interaksi biotik lainnya secara visual atau
mempergunakan rangsang cahaya untuk melihat benda. Untuk mengetahui efek ekologis dari
cahaya matahari, yang perlu diperhatikan ialah aspek intensitasnya, kualitasnya serta lamanya
penyinaran. Tampaknya diantara intensitas dan kualitas cahaya dengan warna tubuh hewan
terdapat semacam korelasi. Hewan-hewan pelagis cenderung berwarna transparan berwarna
biru dengan punggung kehijau-hijauan atau berwarna coklat dengan bagian abdomen putih
perak. Berkaitan dengan macam sinar yang menembus hingga suatu kedalaman, pada
kedalaman 750 m di lautan daerah tropika, hampir semua jenis decapoda warna tubuhnya
merah (Dharmawan, 2004 hal: 38).
Energi cahaya dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup, warna hewan dipengaruhi
oleh cahaya. Hewan-hewan yang tinggal di goa dalam waktu lama mempunyai kulit yang
berwarna terang, karena sangat sedikit terkena cahaya. Hewan yang hidup di luar goa pada
umumnya berwarna hitam atau gelap, karena pigmen yang ada dalam kulit berubah menjadi
hitam jika terkena cahaya. Hubungan antara cahaya dengan pigmentasi kulit tubuh hewan di
daerah tropis dan daerah dingin kira-kira sama hubungan antara cahaya dengan hewan yang
hidup di dalam luar goa (Susanto, 2000: hal 26).
Spesies-spesies semut yang hidup berdampingan tersebut memiliki relung ekologis
yang berbeda-beda. Perbedaan relung ini mengurangi kompetisi antara koloni semut yang
dapat menekan populasi. Sebagai contoh, satu spesies semut memilih untuk mencari partikel
makanan berukuran kecil, spesies lain memilih partikel makanan yang besar. Ada semut yang
memilih bersarang di tanah, ada yang di celah-celah kayu, ada pula yang di antara dedaunan
pohon. Ada semut yang aktif di malam hari, ada pula yang aktif siang hari. Dengan adanya
perbedaan strategi hidup ini, spesies-spesies semut dapat berbagi sumber daya lingkungannya
(Nugroho, 2008).
Di habitat alaminya, semut memiliki peran-peran ekologis yang penting. Pada
ekosistem daratan, semut adalah pemangsa utama terhadap invertebrata kecil. Semut dapat
menggali sejumlah besar tanah sehingga menyebabkan terangkatnya nutrisi tanah. Semut
membentuk simbiosis dengan berbagai serangga, tumbuhan, dan fungi. Tanpa bersimbiosis
dengan semut, organisme tersebut akan menurun populasinya hingga punah. Selain sebagai
pemangsa, semut juga adalah mangsa yang penting bagi berbagai serangga, laba-laba, reptil,
burung, kodok, bahkan bagi tumbuhan karnivora (Nugroho, 2008).
Dominasi semut juga tercermin dalam jumlah biomasa serangga. Dalam komposisi
biomassa serangga di dunia, setidaknya sepertiganya terdiri atas semut. Jumlah tersebut
cukup besar mengingat jumlah total spesies semut kurang dari 2% jumlah total spesies
serangga. Jumlah spesies semut di dunia diperkirakan sekitar 20.000, dan 12.000 di antaranya
telah diketahui oleh sains. Di Indonesia sendiri ada sekitar 1.500 spesies yang telah
dideskripsikan, namun diperkirakan ada sekitar 500 spesies lagi yang belum ditemukan
(Nugroho, 2008)
Identifikasi spesies semut di Indonesia tergolong sulit karena masih sedikitnya
penelitian taksonomi semut di sini. Meskipun demikian, tidak perlu penelitian yang rumit
untuk mengetahui berapa spesies semut yang berkeliaran di sekitar rumah kita. Bila
dilakukan pengamatan sederhana, dapat diketahui sedikitnya 3 spesies semut berkeliaran di
rumah. Beberapa spesies yang berbeda lagi dapat ditemukan di halaman rumah (Nugroho,
2008).
Semut hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan serangga predator yang potensial
bagi pengendalian hama, Faktor lainnya yang perlu diperhatikan untuk keberadaan koloni
semut hitam adalah faktor-faktor fisik yaitu intensitas cahaya matahari, kelembaban relatif
dan suhu serta faktor biologis seperti simbiose dengan kutu putih serta perilaku semut hitam
itu sendir (Rismansyah, 2010).
Detektor cahaya yang sangat beraneka ragam lebih dievolusikan dalam kingdom
hewan, dari kelompok sederhana sel-sel yang hanya mendeteksi arah dan intesnsitas cahaya
hingga organ kompleks yang membentuk bayangan meskipun, sangat beranheka ragam
semua fotoreseptor mengandung molekul pigmen yang menyerap cahaya dan bukti-bukti
molekuler menunjukkan bahwa sebagaian besar atau semua fotoreseptor pada kingdom
hewan bisa jadi adalah homolog (Campbell, 2004: hal 238).
Faktor-faktor abiotik utama yaitu suhu lingkungan merupakan faktor penting da;am
persebaran organisme karena pengaruhnya pada proses biologis dan ketidakmampuan
sebagian besar organisme untuk mengatur suhu tubuh tepat. Sel bisa pecah jika air yang
teradapat di dalamnya membeku pada suhu bawah 0 0C dan protein pada sebagian besar
organisme akan mengalami denaturasi pada suhu di atas 45 0C. Selain itu, sejumlah organisme
dapat mempertahankan suatu metabolisme yang cukup aktif pada suhu yang sangat rendah
atau pada suhu yang sangat tinggi. Adaptasi yang luar biasa memungkinkan beberapa
organisme hidup di luar kisaran suhu rendah, suhu internal suatu organisme sesungguhnya
dipengaruhi oleh pertukaran panas dengan lingkungannya dan sebagaian besar organisme
tidak dapat mempertahankan suhu tubuhnya lebih tinggi beberapa derajat diatas atau di
bawah suhu lingkungan sekitarnya (Campbell, 2004: hal 272).
Cahaya penting bagi perkembangan dan perilakku banyak tumbuhan dan hewan yang
sensitif terhadap fotoperiode merupakan suatu indikator yang lebih dapat dipercaya
dibandingkan dengan suhu, dalam memberi petunjuk mengenai kejadian musimanm, seperti
perbungaan atau perpindahan (migrasi) (Campbell, 2004:hal 274).
Tanggapan suatu individu ektoterm terhadap suatu suhu tidak tentu, tanggapan
dipengaruhi suhu yang dialami di masa lampau. Suatu individu dikenai suhu yang nisbi tinggi
untuk beberapa hari dapat tergeser keseluruhan tanggapan terhadap suhu atas sepanjang skala
suhu, dan beberapa hari dikenai suhu nisbi rendah dapat menggeser tanggapan ini ke bawah.
Proses ini biasanya disebut aklimasi jika perubahan dilaksanakan di kondisi laboratorium dan
aklimatisasi jika terjadi di lapangan. Perubahan pada aklimatiasi yang terlalu cepat dapat
merupakan malapetaka. Di samping itu individu dalam aklimatisasi biasanya berbeda dalam
tanggapan terhadapa suhu tergantung pada stadium dalam perkembangan yang mana akan
dicapainya (Soejipta, 1994: hal 53).
Menurut Lahay (2010), adapun respon yang terorientasi terhadap cahaya dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Fototaksis positif, apabila hewan ditemukan diruangan yang dikenai cahaya yang terang.
2. Fototaksis negatif, apabila hewan temukan dalam ruangan yang tidak dikenai cahaya (gelap).
3. Fototaksis intermediet, yaitu hewan ditemukan dalam ruangan peralihan antara ruangan yang
terang dengan ruangan yang gelap.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/ Tanggal : Minggu/ 4 April 2010
Waktu : Pukul 13.00 s. d 15.30 WITA
Tempat : Halaman Laboratorium Biologi Barat FMIPA UNM
Lantai II

B. Alat dan Bahan


a. Alat:
1. Kotak percobaan fototaksis
2. Lux meter
3. Termometer
4. Botol selai
b. Bahan:
1. Kapas
2. Semut rangrang (Oecophylla smaragdigna)
3. Semut hitam (Dolichoderus bituberculatus)
C. Prosedur Kerja
Memasukkan dengan hati-hati 10 individu semut rangrang dan semut hitam secara
bergantian ke dalam tabung, pertama melakukannya pada tempat terang kemudian pada
tempat teduh. Memasang tabung gelas dengan baik hingga tanda batas. Kemudian memasang
tutup kotak hingga tanda sepertiga tabung gelas dikenai cahaya. Hewan percobaan
diaklimatisasi selama 5 menit pada lingkungan barunya. Suhu udara dalam kotak ukur dan
intensitas cahaya di atas bagian tabung gelas yang terbuka, kemudian pencatat berada di
samping kotak dengan tidak melakukan gerakan yang dapat mempengaruhi respon hewan
yang diamati. Dengan interval 2 menit tutup kotak diangkat dan dihitung jumlah hewan yang
terdapat diruang yang kena cahaya (ruang positif) dan ruang yang tidak terkena cahaya ruang
negatif serta ruang diantara keduanya. Meletakkan tutup kotak pada posisi semula dengan
segera setiap selesai perhitungan, melakukan perhitungan selam 5 kalli, posisi tutup kotak
diubah yaitu hingga bagian tabung yang tadinya tidak kena cahaya menjadi terbuka sedang
yang tadinya dikenai cahaya menjadi tertutup. Dengan interval waktu yang sama seperti
pengamatan sebelumnya, perhitungan dilakukan samapi pengamatan kesepuluh. Mencatat
hasil pada lembaran data yan g disiapkan. Memperhatikan hewan-hewan dalam tabung gelas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Pengamatan
Pengamatan Di Tempat Terang
Intensitas Cahaya: 15200 candella
Jumlah Semut Rangrang
Pengamatan Ke- Suhu
F+ F +/- F-
1. 6 0 4 340C
2. 6 1 3
3. 6 0 4
4. 4 0 6
5. 6 0 4 390C
6. 6 1 3
7. 3 3 4
8. 4 2 4
9. 6 1 3
10. 5 1 4 390C

Pengamatan Di Tempat Terang


Intensitas Cahaya: 8620 candella

Jumlah Semut Hitam


Pengamatan Ke- Suhu
F+ F +/- F-
1. 0 1 9 390C
2. 0 0 10
3. 0 0 10
4. 0 1 9
5. 0 1 9 390C
6. 0 0 10
7. 0 0 10
8. 0 1 9
9. 0 1 9
10. 0 2 8 380C
Pengamatan Di Tempat Teduh
Intensitas Cahaya: 670 candella
Jumlah Semut Rangrang
Pengamatan Ke- Suhu
F+ F +/- F-
1. 3 7 0 280C
2. 6 3 1
3. 6 3 1
4. 5 5 0
5. 6 4 0 290C
6. 8 2 0
7. 8 2 0
8. 9 1 0
9. 6 2 2
10. 8 1 1 290C

Pengamatan Di Tempat Teduh


Intensitas Cahaya: 630 candella

Jumlah Semut Hitam


Pengamatan Ke- Suhu
F+ F +/- F-
1. 1 2 7 300C
2. 0 1 9
3. 1 0 9
4. 0 1 10
5. 0 1 10 290C
6. 0 0 10
7. 0 0 10
8. 0 1 10
9. 0 1 10
10. 0 2 10 290C

B. Analisis Data
Tempat Terang (Semut Rangrang Oecophylla smaragdigna)
F.+ =
=
=
= 52%
F.+/- =
=
=
= 9%
F.- =
=
=
= 39%
Rata-rata suhu= 340C+ 390C+390C
= 112/3 = 37,30C

Tempat Terang (Semut Hitam: Dolichoderus bituberculatus)


F.+ =
=
F.+/- =
=
=
= 7%
F.- =
=
=
= 93%
Rata-rata suhu= 390C+ 390C+380C
= 116/3 = 38,670C
Tempat Teduh (Semut Rangrang: Oecophylla smaragdigna)
F.+ =
=
=
= 65%
F.+/- =
=
=
= 30%
F.- =
=
=
= 5%
Rata-rata suhu= 280C+ 290C+290C
= 86/3 = 28,670C
Tempat Teduh (Semut Hitam: Dolichoderus bituberculatus)
F.+ =
=
=
= 2%

F.+/- =
=
=
= 9%
F.- =
=
=
= 89%
Rata-rata suhu= 300C+ 290C+290C
= 88/3 = 29,30C
C. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh pada pengamatan untuk tempat terang yang
memiliki rata-rata suhu suhu 37,30C, dan intensitas cahaya sebesar 15200 candella, ini
dilakukan pada semut merah untuk mengetahui respon terhadap lingkungannya yaitu
sebanyak 52% semut Rangrang (Oecophylla smaragdigna) lebih banyak melakukan fotokasis
positif karena semut merah lebih banyak diruangan yang dikenai cahaya terang, dan sebanyak
9% pada daerah intermediet (+/-) yaitu ruangan peralihan antara ruangan yang terang dan
gelap, dan untuk tempat atau ruangan yang tidak dikenai cahaya (fototaksis negatif)
sebanyak 39%. Berarti cahaya matahari bagi semut merah memberikan stimulus supaya dapat
bergerak selain itu warna pada semut rangrang yang transparan karena adaptasi terhadap
habitatnya yang ditempat terang yang dipengaruhi oleh intensitas cahaya.
Pengamatan yang dilakukan pada semut hitam untuk tempat terang yang memiliki
rata-rata suhu 38,67% dan intensitas cahaya 8620 candella. Lebih banyak bergerak pada
ruangan terang atau lebih melakukan fototaksis negatif yaitu sebanyak 93%, dan untuk
daerah positif tidak terdapat sama sekali semut hitam, dan pada daerah intermediet yaitu
daerah peralihan antara daerah ternag dan daerah gelap terdapat sebanyak 7%. Berarti sesuai
dengan habitatnya semut merah berada pada daerah-daerah gelap, di bawah akat tumbuhan
yang telah lapuk, dan berpengaruh terhadap respon untuk bergerak, selain itu pengaruh ada
atau tidak adanya cahaya ini diadaptasikan pada warna tubuhnya yang gelap.
Pengamatan yang dilakukan ditempat teduh pada semut rangrang (Oecophylla
smaragdigna) yang memiliki suhu 28,67%, dan intesitas cahaya yang 670 candella. Semut
rangrang lebih banyak ditemukan pada daerah positif dimana lebih banyak menangkap
cahaya, yaitu sebnayak 65%, sedangkan pada daerah intermediet yaitu daerah peralihan
antara terang dan gelap sebanyak 30%, dan daerah negatif sebanyak 5 %, data tersebut
menunjukkan bahwa adaptasi semut merah itu pada daerah terang, stimulus untuk dapat
bergerak dipengaruhi oleh cahaya dan adapatasi cahaya tersebut terlihat pada warna tubuhnya
yang berwarna terang.
Pengamatan yang dilakukan ditempat teduh pada semut hitam (Dolichoderus
bituberculatus) yang memiliki suhu 28,67%, dan intesitas cahaya yang 670 candella. Data
Semut hitam pada daerah positif sebanyak 2%, sedangkan pada daerah intermediet yaitu
daerah peralihan antara terang dan gelap sebanyak 9%, dan daerah negatif sebanyak 89 %,
data tersebut menunjukkan bahwa adaptasi semut hitam itu terjadi pada daerah terang,
stimulus untuk dapat bergerak dipengaruhi oleh cahaya dan adapatasi cahaya tersebut terlihat
pada warna tubuhnya yang berwarna gelap.
Pada umumnya kehidupan tumbuhan sangat tergantung pada adanya cahaya matahari,
karena energi cahaya atau foton sangat mutlak untuk fotosintesis. Tidak demikian halnya
dengan hewan, yang seolah-olah tidak selalu membutuhkan cahaya secara langsung. Namun
sebenarnya cahaya matahari mempunyai peranan penting khususnya bagi hewan-hewan
diurnal, yang mencari makan dan melakukan interaksi biotik lainnya secara visual atau
mempergunakan rangsang cahaya untuk melihat benda. Untuk mengetahui efek ekologis dari
cahaya matahari, yang perlu diperhatikan ialah aspek intensitasnya, kualitasnya serta lamanya
penyinaran. Tampaknya diantara intensitas dan kualitas cahaya dengan warna tubuh hewan
terdapat semacam korelasi. Hewan-hewan pelagis cenderung berwarna transparan berwarna
biru dengan punggung kehijau-hijauan atau berwarna coklat dengan bagian abdomen putih
perak. Berkaitan dengan macam sinar yang menembus hingga suatu kedalaman, pada
kedalaman 750 m di lautan daerah tropika, hampir semua jenis decapoda warna tubuhnya
merah (Dharmawan, 2004 hal: 38).
Secara teori menurut Lahay (2010), adapun respon yang terorientasi terhadap cahaya
dapat dikategorikan sebagai berikut:
4. Fototaksis positif, apabila hewan ditemukan diruangan yang dikenai cahaya yang terang.
5. Fototaksis negatif, apabila hewan temukan dalam ruangan yang tidak dikenai cahaya (gelap).
6. Fototaksis intermediet, yaitu hewan ditemukan dalam ruangan peralihan antara ruangan yang
terang dengan ruangan yang gelap.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
Respon hewan yang hidup di tempat terang yaitu Semut rangrang (Oecophylla smaragdigna)
terorientasi pada fototaksis positif, faktor suhu dan cahaya yang mempengaruhi stimulus
hewan tersebut, selain itu adaptasi warna tubuh yang lebih terang karena pengaruh cahaya.
Sedangkan pada semut hitam (Dolichoderus bituberculatus) terorientasi pada fototaksis yang
negatif ini karena adaptasi dari habitat hewan tersebut yang dipengaruhi oleh faktor cahaya
dan suhu.

B. Saran
1. Laboran: Sebaiknya menyediakan alat-alat yang dapat mendukung jalannya prkatikum.
2. Asisten: Sebaiknya senantiasa membimbing praktikannya.
3. Praktikan: Sebaiknya senantiasa bekerja sama dalam praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biologi Jilid III Edisi Kelima.Jakarta: Erlangga


Dharmawan, Agus. 2004. Ekologi Hewan. Malang: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Malang.
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press
Lahay, Jutje. 2010. Penuntun Praktikum Ekologi Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM
Nugroho. 2008. Menengok Kehidupan Semut. http://multiply.com/user/join?connect=nbudianggoro.
Diakses Tanggal 5 April 2010.
Rismansyah,Erlana Ardiana.2010. Cara Pembuatan Sarang Semut Untuk Pengendalian Kakao
Helopeltis. http://erlanardianarismansyah.wordpress.com/. Diakses tanggal 5 april 2010
Soejipto. 1994. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. YogJakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Susanto,Pudyo. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta: Proyej Pengmebangan Guru Sekolah
Menengah IBRD Loan No. 3979 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.

Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisme yang hidup di alam memiliki tingkat dan jenis kepekaan yang
berbeda-beda terhadap suatu rangsangan yang dilakukan. Setiap spesies yang
satu dengan spesies yang lainnya akan memberikan respon yang berbeda-beda
terhadap suatu rangsangan, hal ini berkaitan erat dengan habitat dan kebiasaan
spesies tersebut. Adanya respon saat terjadinya suatu rangsangan ini
merupakan salah satu cara mahkluk hidup mempertahankan diri terhadap
rangsangan itu sendiri.

Pertahanan diri suatu jenis mahkluk hidup ini biasanya dilakukan dengan cara
penyesuaian diri terhadap lingkungan yang mengalami rangsangan. Taksis
merupakan salah saru respon sederhana dari tingkah laku hewan dalam proses
penyesuaian diri. Praktikum ekologi hewan percobaan Tipe Respon Hewan
dilakukan untuk melihat respon yang terjadi pada hewan tersebut saat diberikan
suatu rangsangan. Pada praktikum ini sampel hewan uji yang digunakan adalah
Pontoscolex corethurus dengan memberi rangsangan berupa fototaksis dan
geotaksis. Pengamatan dilakukan untuk melihat apakah Pontoscolex corethurus
memberikan respon neganif atau respon positif terhadap rangsangan yang
diberikan.

1.2 Permasalahn
Permasalah yang didapat pada praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon
Hewan adalah:

1. Bagaimana respon Pontoscolex corethurus terhadap rangsangan cahaya


(fototaksis) yang diberikan?

2. Bagaiman pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan


Pontoscolex corethurus?

3. Bagaimana pergerakan Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada wadah


yang memiliki zona terang dan zona gelap?

1.3 Tujuan

Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan


bertujuan:

1. Untuk mengetahui respon Pontoscolex corethurus terhadap rangsangan cahaya


(fototaksis).

2. Untuk mengetahui pengaruh suatu kemiringan tempat terhadap pergerakan


Pontoscolex corethurus.
3. Untuk mengetahui pergerakan Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada
wadah yang memiliki zona terang dan zona gelap.

1.4 Hipotesis

Praktikum ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan dengan
permasalahan yang muncul dapat di ambil hipotesis sebagai berikut:

1. Pontoscolex corethurus saat diberikan rangsangan cahaya (fototaksis) maka


yang terjadi adalah respon negatif yaitu Pontoscolex corethurus akan bergerak
menjauhi cahaya dan menuju ketempat gelap.

2. Pontoscolex corethurus saat diberikan kemiringan sudut, semakin tinggi


kemiringan maka pergerakannya akan semakin lambat.

3. Pontoscolex corethurus saat diletakkan pada wadah yang memiloki bagian


terang dan bagian gelap maka Pontoscolex corethurus akan bergerak menuju
bagian gelap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksis

Ilmu yang mempelajari tentang pola perilaku hewan disebut ethologi.


Perilaku pada hewan dapat dibagi kedalam tiga unsur yaitu tropisme, taksis,
refleksi, insting, belajar dan menalar. Taksis adalah sumber rangsangan. Misalnya
fototaksis merupakan rangsangan yang berasal dari sumber cahaya (Hasan dan
Widipanestu, 2000).

Suatu rangsangan tingkah laku (iritabilitas) suatu organisme disebut juga


daya menanggapi rangsangan. Daya ini memungkinkan organisme
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya. Pada beberapa
organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-organ yang berdiferensiasi
khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap rangsangan disebut
refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan rangsangan akan
bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan.

Taksis adalah suatu gerakan hewan menuju atau menjauhi suatu


rangsangan yang terjadi. Taksis dibagi menjadi dua berdasarkan arah orientasi
dan pergerakan, yaitu taksis positif dan taksis negatif. Taksis menurut macam
rangsangannya juga dibedakan menjadi fototaksis (rangsangan cahaya),
rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis (rangsangan terhadap
bahan kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan tempat) (Michael,
1994):

1. Fototaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan
dari sumber cahanya.

2. Rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air
pada suatu tempat.

3. Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu
tempat.

4. Kemotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya zat kimia.

Suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh
menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang
terjadi adalah menjauhi rangsangan (Virgianti, 2005).

Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor
diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, syarat diperlukan untuk
mengkoordinasikan respon dan efektor itulah yang sebenarnya melakukan aksi.
Perilaku dapat juga terjadi sebagai akibat stimulus dari dalam. Lebih sering
terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus dari luar
dan dalam (Kimball, 1992).

Taksis adalah suatu bentuk sederhana dari respon hewan terhadap stimulus
dengan bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau
pada sudut tertentu terhadapnya atau dalam proses penyesuaian diri terhadap
kondisi lingkungannya (Suin, 1989).

2.2 Cacing Tanah


Cacing tanah menyukai lingkungan yang lembab dengan bahan organik
yang berlimpahan dan banyak banyak kalsium yang tersedia. Akibatnya, cacing
tanah terdapat paling melimpah dalam tanah berstruktur halus dan kaya bahan
organik dan tidak terlalu asam. Cacing tanah pada umumnya membuat liang
dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang terdapat didalam tanah
(Nurdin, 1997).

Perilaku cacing tanah dengan membuat liang yang dangkal merupakan


respon terhadap rangsang cahaya. Kelangsungan hidup suatu mahkluk hidup
tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi rangsang dan bagaimana
organisme (cacing tanah) tersebut menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
(Odum, 1993).

Secara sistematis, cacing tanah bertubuh tanpa kerangka yang tersusun


oelh segmen-segmen (Norafiah,2005). Pontoscolex corethurus mempunyai
mukus yang dikeluarkan oleh usus sebanyak 16 % perberat kering tubuh yang
dapat menstimulasi pertumbuhan mikroflora sehingga dapat mendegradasi
materi organik tanah menjadi bentuk yang lebih sederhana dan mudah dicerna.
Berdasarkan penelitian, inokulasi cacing tanah Pontoscolex corethurus dapat
memperbaiki kondisi fisika dan kimia tanah yang ditandai dengan meningkatnya
permeabelitas, porositas serta kandungan unsur hara tanah (Adianto, 2004).

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan

Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan yang dilakukan


menggunakan alat-alat yaitu wadah dengan dua zona (zona terang dan zona
gelap), senter, kertas penutup dan alat geotaksis.

Bahan-bahan yang digunan pada praktikum Ekologi Hewan percobaan


Tipe Respon Hewan adalah Pontoscolex corethurus, kertas dan air secukupnya.

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Fototaksis
Bak (wadah) yang disediakan merupakan bak yang memiliki dua zona (zona
terang dan zona gelap), zona gelap ditutupi dengan kertas penutup, kemudian
diletakkan 5 ekor Pontoscolex corethurus secara bersamaan kemudian disinari
dengan menggunakan senter. Kemudian diamati pergerakan Pontoscolex
corethurus dan dicatat waktu yang diperlukan masing-masing Pontoscolex
corethurus untuk sampai pada zona gelap.
3.2.2 Geotaksis
Pontoscolex corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan mengarah keatas pada suatu
bidang miring (alat geotaksis), kemudian diamati pergerakan Pontoscolex
corethurus serta waktu yang diperlukan untuk masing-masing Pontoscolex
corethurus untuk sampai pada batas atas alat geotaksis. Perlakuan ini juga
diberikan dengan mengubah kemiringan sudut dari 30 o, 50o dan 70o, selain
mengarah keatas, perlakuan ini juga dilakukan dengan mengarahkan
Pontoscolex corethurus kearah bawah.
3.2.3 Pergerakan Pontoscolex corethurus
Pontoscolex corethurus sebanyak 3 ekor diletakkan kedalam wadah dengan dua
zona (zona terang dan zona gelap), Pontoscolex corethurus diletakkan dizona
terang demana sebelumnya wadah telah ditaburi tepung, diamati pergerakannya
dan digambar. Pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali dengan lama waktu setiap
percobaan 10 menit.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Fototaksis

No Pontoscolex Waktu
corethurus

1 Pontoscolex corethurus 1 : 23
1

2 Pontoscolex corethurus 1 : 29
2

3 Pontoscolex corethurus 1 : 32
3

4 Pontoscolex corethurus 3 : 12
4

5 Pontoscolex corethurus 3 : 22
5

4.1.2 Geotaksis
4.1.2.1 Geotaksis ke Arah Atas

Pontoscolex Waktu (detik)


corethurus 30o 50o 70o

1 1,45 1,24 3,09

2 1,31 1 0,79

3 6,24 1,58 5,27

4 1,99 2,59 4,55

5 0,57 2,31 3,38

6 3,97 3,75 5,1

4.1.2.2 Geotaksis ke Arah Bawah

Pontoscolex Waktu (detik)


corethurus 30o 50o 70o

1 1,33 0,37 0,31

2 0,47 0,43 0,93

3 2,40 3,1 3,59

4 2,53 1,29 1,68

5 0,45 0,51 0,36

6 1,87 2,59 1,13

4.2 Pembahasan
4.2.1 Fototaksis

Respon yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi rangsangan


cahaya yaitu negatif. Hal ini karena masing-masing Pontoscolex corethurus
bergerak menjauhi cahaya dan menuju kezona gelap. Orientasi negatif
Pontoscolex corethurus ini menunjukkan bahwa pernyataan Soetjipta (1993)
adalah sesuai, bahwa cacing tanah yang terkena cahaya menerima energi panas
secara langsung. Hal ini akan menyebabkan cacing tanah bergerak menjauhi
cahaya, oleh sebab itulah cacing tanah, dalam hal ini Pontoscolex corethurus
lebih menyukai tempat yang lembab dan terlindung dari cahaya.

Orientasi masing-masing Pontoscolex corethurus tidaklah terjadi dalam


waktu yang bersamaan. Hal ini dikarenakan meskipun telah dipilih Pontoscolex
corethurus yang memiliki ukuran yang sama ukurannya, namun kemampuan
masing-masing Pontoscolex corethurus untuk bereaksi dan bergerak tidaklah
sama. Waktu yang diperlukan masing-masing Pontoscolex corethurus yang diuju
berbeda-beda, yaitu; Pontoscolex corethurus 1 selama 1 menit 23 detik,
Pontoscolex corethurus 2 selama 1 menit 29 detik, Pontoscolex corethurus 3
selama 1 menit 32 detik, Pontoscolex corethurus 4 selama 3 menit 12 detik dan
Pontoscolex corethurus 5 selama 3 menit 22 detik. Jadi waktu rata-rata yang
diperlukan Pontoscolex corethurus adalah 2 menit 32 detik.

4.2.2 Geotaksis

Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang mengarah


keatas dilakukan dengan kemiringan sudut yang berbeda yaitu 30 o, 50o dan 70o.
Pada kemiringan 30o kecepatan rata-rata Pontoscolex corethurus untuk
mencapai puncak alat geotaksis adalah 2,535 menit. Kemiringan 50 o kecepatan
rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk mencapai puncak alat
geotaksis adalah 2,078 menit, dan terakhir pada kemiringan 70 o kecepatan rata-
rata yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk mencapai puncak alat
geotaksis adalah 4, 9 menit.

Percobaan geotaksis dengan 3 ekor Pontoscolex corethurus yang


mengarah ke bawah juga dilakukan dengan menggunakan beberapa bentuk
kemiringan sudut yaitu 30, 50 dan 70. Pada kemiringan 30 kecepatan rata-rata
yang diperlukan Pontoscolex corethurus untuk sampai kebawah adalah 1,5
menit. Kemiringan 50 kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex
corethurus untuk sampai kebawah adalah 1,38 menit. Sedangkan pada
kemiringan 70 kecepatan rata-rata yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus
untuk sampai kebawah adalah 1,26.

Dua perlakuan percobaan geotaksis ini menunjukkan beberapa respon


yang terjadi pada Pontoscolex corethurus. Pada percobaan geotaksis dengan
mengarahkan Pontoscolex corethurus kearah atas disimpulkan bahwa semakin
kecil sudut kemiringan maka Pontoscolex corethurus dapat bergerak semakin
lambat sehingga waktu yang diperlukan juga semakin lama. Hal ini juga berlaku
untuk percobaan geotaksis dengan mengarahkan Pontoscolex corethurus
kearah bawah, diketahui bahwa semakin tinggi sudut kemiringan Pontoscolex
corethurus akan semakin singkat. Kedua perlakuan ini menunjukkan bahwa
orientasi Pontoscolex corethurus lebih cepat jika sudut kemiringan kecil dan arah
pergerakan kebawah.

1.3.3 Arah Pergerakan Pontoscolex corethurus

Percobaan arah pergerakan Pontoscolex corethurus digunakan 3 ekor


Pontoscolex corethurus yang diletakkan kedalam wadah dengan dua zona, yaitu
zona terang dan zona gelap. Pontoscolex corethurus diletakkan dizona terang.
Pengamatan dilakukan selama 10 menit dengan 3 kali pengulangan. Dari ketiga
kali pengulangan percobaan yang dilakukan diketahui bahwa arah pergerakan
Pontoscolex corethurus menuju ke zona gelap. Namun waktu yang diperlukan
oleh masing-masing Pontoscolex corethurus berbeda-beda dan lebih lambat jika
dibandingkan dengan diberinya rangangan berupa cahaya.

BAB V

KESIMPULAN

Praktikum Ekologi Hewan percobaan Tipe Respon Hewan dengan sampel


uji Pontoscolex corethurus telah diberi perlakuan dengan rangsangan terhadap
cahaya (fototaksis), terhadap kemiringan tempat (geotaksis) dan arah
pergerakan, sehingga dari percobaan dapat disimpulkan:

1. Orientasi yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi rangsangan


terhadap sumber cahaya adalah negatif yaitu menjauhi rangsangan.
2. Orientasi yang terjadi pada Pontoscolex corethurus setelah diberi perlakuan
dengan kemiringan tempat adalah respon negatif dimana semakin tinggi sudut
kemiringan maka waktu yang dibutuhkan Pontoscolex corethurus untuk sampai
keatas semakin lama begitu juga sebaliknya.
3. Arah pergerakan Pontoscolex corethurus telah membuktikan bahwa
Pontoscolex corethurus lebih menyukai habitat yang gelap karena pada
percobaan Pontoscolex corethurus menuju ke zona gelap didalam wadah.
DAFTAR PUSTAKA

Adianto, 2004, Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethurus) Er Mull


Terhadap Sifat Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau
(Vigna raelata) Varietas Walet, Jurnal Matematika dan Sains, 20 oktober 2010.

Hanafiah, K., 2005, Biologi Tanah: Ekologi dan Mikrobiologi Tanah, Raja Grafindo Denada,
Jakarta.

Hasan, A. Dan I. Widipangestu, 2000, Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya
pada Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jabar,
Jurnal Ekologi dan Perikanan, 20 oktober 2010.

Kimball, J. 1983, Biologi, Edisi kelima, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Michael, P., 1994, Metode Penelitian untuk Ekologi Penelitian Ladang dan Laboratorium,
UI Press, Jakarta.

Odum, Eugene, 1993, Dasar-dasar Ekologi, Edisi ketiga, UGM, Yogyakarta

Suin, N.M., 1989, Ekologi Hewan Tanah, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati, ITB,
Bandung.

Virgianti, D.P. dan Hana A. P., 2005, Perdedahan Morsin Terhadap Perilaku Massa Prasapih
Mencit, FMIPA, Bandung

I. TUJUAN
Setelah melakukan kegiatan tentang gerak pada hewan dan tumbuhan, mahasiswa
mampu :
1. Mengenal 3 macam gerak tropis pada tumbuhan.
2. Mengenal 3 bentuk reaksi/perilaku hewan terhadap berbagai rangsangan.
3. Mengenal reaksi hewan yang bersifat phototaksis, positif dan negatif.
II. LANDASAN TEORI
Tingkah laku adalah suatu reaksi yang mengikut sertakan lebih dari reaksi satu sel
(kecuali jika individu tersebut terdiri dari satu sel) lebih dari satu organ, bahkan lebih dari
satu sistem organ. Contoh :
cahaya di arahkan kesisi tumbuhan, tumbuhan itu akan memutar daunnya dan
diarahkan ke arah cahaya tersebut.
Perilaku adalah tindakan / aksi yang mengubah hubungan antara organisme dan
lingkungannya. Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar dan dari
stimulus dari dalam.
a. Perilaku pada tumbuhan
Perilaku pada tumbuhan merupakan gerakan bawaan yang alami karena tumbuhan
tidak memiliki sistem saraf, sehingga perilaku tumbuhan hanya terbatas pada gerak tumbuh
dan gerak turgor. Gerakan tanaman antara lain adalah : membengkoknya dahan dan akar,
melipatnya daun dan perpindahan tanaman tingkat rendah.
Tropisme
Gerakan tropisme yaitu gerakan yang arahnya ditentukan oleh arah stimulus yang
mengenai tumbuhan.
Nasti
Gerakan nasti yaitu gerakan yang umum yang tidak diarahkan ke arah tertentu,
misalnya pada daun manorsa pudica.
Grafitropisme
Gerakan grtavitropisme ialah gerakan tumbuh ke bawah dan batang ke atas sebagai
responnya terhadap gravitasi.
Fototropisme
Gerakan fototropisme adalah gerakan di mana batang dan daun sering mengarahkan
dirinya menuruti berkas cahaya.
Tigmotropisme
Gerakan tigmotropisme merupakan gerakan terhadap sentuhan benda padat, yaitu
dengan merambatnya tumbuhan mengelilingi sebuah tiang atau batang tumbuhan lain.
Skototropisme
Gerakan skototropisme yaitu gerak atau respon yang mengarah ke kegelapan,
skototropisme berasdal dari bahasa yunani yang artinya kegelapan.
b. Taksis
Beberapa organisme bereaksi terhadap stimulus dengan bergerak secara otomatis
langsung mendekati atau menjauh dari sudut tertentu terhadapnya, respon ini disebut taksis.
Hal ini sama dengan tropisme pada tumbuhan kecuali bila lokomosi yang nyata dari seluruh
yang terlihat. Bahkan organisme sederhana E.coli mamperlihatkan perilaku ini. Bila tabung
kapiler seperti zat glukosa di masukkan ke medium yang berisi, E. Coli, baktri mengubah
lokomosinya sedemikian rupa sehingga mereka berkumpul di dekat sumber zat tersebut.
Respons ini dinamakan kemotaksis (Kimball. 1983 : 723-724)
c. Gerak Nasti
Daun atau anak daun pada daun majemuk sering menunjukkan gerak nasti.
Pembengkokkan ke arah atas disebut hiponasti dan ke bawah di sebut epinasti. Gerakan nasti
dibagi menjadi 3, yaitu :
Niktinasti
Adalah gerak menutup atau rebahnya tumbuhan karena pengaruh gelap atau menjelang
malam. Contoh : gerak tidur daun lamtoro pada malam hari.
Tigmonasti
Adalah gerak nasti yang disebabkan oleh rangsang mekanisme berupa sentuhan atau
tekanan.Contohnya : menutupnya daun putri malu.
Fotonasti
Adalah gerak nasti karena pengaruh rangsang cahaya. Contoh : gerak mekarnya bunga pukul
empat, bunga waru, dan bunga kupu kupu.

d. Gerak Hidrotropisme
Gerak hidrotropisme yaitu gerak pada tumbuhan / tanaman karena adanya rangsangan
air. Gerak hidrotropisme terjadi pada akar tanaman. Air sangat berpengaruh besar terhadap
tanaman karena merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman untuk kelangsungan
hidup.
Gerak akar pada tanaman selalu mencari sumber air. Maka gerak tersebut disebut
gerak hidrotropisme.
Tanaman yang hidup di tempat kering dengan tanaman yang hidup yang lembab
sangat berbeda. Jika di tempat yang lembab jumlah akarnya sangat banyak. Sedangkan
ditempat yang kering jumlah akarnya sangat sedikit. Hal ini di sebabkan karena dipengaruhi
oleh kadar air.
e. Gerak geotropisme
Gerak geotropisme yaitu gerak tumbuhan karena gaya gravitasi bumi yang umumnya
terjadi pada akar. Gerak geotropisme bergantung pada unsyr tanah dan keadaan tanah pada
suatu tempat yang menyebabkan akar selalu tumbuh ke bawah. Gerak geotropisme sangat
berpengaruh pada kesuburan tanah. Gerak tropisme biasanya terjadi pada tumbuhan dikotil
karena mempunyai akar tunggang yang selalu bergerak lurus ke bawah (Salisloury,1995:87).
f. Respon gerakan
Respon dapat dibedakan dalam 2 macam yaitu :
1. Gerak tumbuh (growth movement)
Gerak tumbuh merupakan respon terhadap rangsangan internal maupun eksternal.
Dalam hal ini rangsangan internal keadaan sebenarnya serta peranan dari faktor tumbuh
belum diketahui. Dapat dibedakan menjadi 3 respon terhadap rangsangan internal, yaitu:
Gerak nutational adalah gerak ke depan atau kebelakang ujung apikal ujung (shoot tip)
spesies tertentu.
Gerak spiral merupakan gerak rotasi dari pucuk yang bertambah panjang sepanjang axis.
Seperti gerakan melilit ( twinning).
Gerak nasti rangsangan external yang lain seperti temperatur dan cahaya.
2. Gerakan turgor
Respon dari bagian tumbuhan dimulai terutama sekali dari rangsangsan external.
Gerakan ini terjadi karena hasil perubahan dalam turgor (tekanan air) dari sel-sel itu atau dari
grup sel. Tidak seperti halnya gerakan tumbuhan yang lambat dan merupakan hal yang
permanen, gerakan turgor adalah cepat, halnya untuk waktu yang pendek dan bisa di ulang.
Gerakan turgor yang paling penting adalah gerakan pembukaan dan penutupan sel pelindung
epidermal dari daun dan batang. Gerakan turgor yang lain adalah gerakan kontak (contact
movement) dari daun pada tumbuhan carnivora yang sensitif, dan gerak tidur dari daun pada
tumbuhan tertentu (Heddy.1983:41-47).

III. ALAT DAN BAHAN


Gelas plastik
Tanah yang kering
Cacing tanah
Kacang hijau
Kotak ukuran 20 x 20 cm2
Gelas petri
Air
Tepung sagu
Kertas karbon
Pisau
IV. LANGAH PERCODBAAN
A. Gerak pada tumbuhan
Fototropisme
1. Biji kacang hijau direndam 15 biji.
2. Gelas plastik diisi dengan tanah.
3. Kotak dilubangi pada salah satu sisi.
4. Tanah kemudian dibasahi.
5. Kacang hijau sebanyak 6 biji kemudian ditanam.
6. Gelas tersebut disimpan pada kotak dan diamati pada hari ke-3, 4 dan 5.

Geotropisme
1. Biji kacang hijau kurang lebih 15 direndam.
2. Siapkan gelas plastik, kemudian gelas plastik diisi dengan tanah yang lembab.
3. 6 biji kacang hijau kemudian ditanam.
4. Setelah hari ke-2 gelas tersebut dimiringkan dengan kemiringan + 450, kemudian diamati
pada hari ke -2,3 dan 4.

Hidrotropisme
1. Gelas diisi dengan tanah basah pada sisi, kemudian setengah sisinya diisi dengan tanah
kering (untuk lebih mudahnya, sementara diberi kertas pembatas).
2. Kemudian + 6 biji kacang hijau ditanam pada sekeliling permukaan tanah.
3. Gelas percobaan akhirnya disimpan dan diamati pada hari ke-2,3, dan 4.

B. Gerak pada hewan


1. Cawan petri dan kertas karbon disediakan, dengan bentuk lingkaran
2. Cawan petri ditutup dengan kertas karbon hingga bagian menjadi gelap.
3. Seekor cacing tanah dimasukkan pada bagian cawan yang terkena cahaya.
4. Kemudian diamati bagaimana gerakan cacing tersebut.
5. Setelah cacing sampai pada bagian/tempat yang gelap, cacing tersebut diangkat, kemudian
bekas/jejak cacing tersebut ditaburi dengan sagu. Cawan petri lalu dibalikkan sehingga
tampak adanya tepung yang menempel pada petri (sebagai gambaran/jiplakkan jejak gerakan
cacing)
V. HASIL PERCOBAAN
A. Gerak pada Tumbuhan
Fototropisme
Pada hari kedua tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik, dan panjangnya 3 cm. ujung
tunas tampak menuju ke arah lubang kotak atau ke arah datangnya cahaya matahari.
Pada hari ke empat tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik juga, panjangnya 15 cm, ujung
tunas kacang hijau sudah keluar dari kotak melalui lubang yang disediakan di kotak karena
kacang hijau tumbuh ke arah datangnya cahaya matahari. Sehingga disebut Fototropisme
Positif.
Pada hari ke lima tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik juga, panjangnya 20 cm. Ujung
tunas kacang hijau sudah keluar dari kotak melalui lubang yang disediakan dikotak karena
kacang hijau tumbuh ke arah datangnya cahaya matahari. Sehingga disebut Fototropisme
Positif

Geotropisme
Pada hari ke dua tanaman kacang hijau tumbuh baik, dengan panjang 3 cm. akarnya menuju
pusat bumi.
Pada hari ke empat, setelah dimiringkan 450 tanaman kacang hijau makin panjang, panjangnya
10 cm, batang kacang hijau bergerak menuju kepusat bumi, hal ini disebabkan oleh adanya
gaya tarik bumi (gravitasi bumi). Dan akarnya juga miring atau melengkung.
Pada hari ke limat, pada ke miringkan 450 tanaman kacang hijau makin panjang, panjangnya
13 cm, batang kacang hijau bergerak menuju kepusat bumi, hal ini disebabkan oleh adanya
gaya tarik bumi (gravitasi bumi). Dan akarnya juga miring atau melengkung.
Hidrotropisme
Pada hari ke dua kacang hijau tetap tumbuh meskipun tanahnya kering dan disiram pada arah
yang berlawanan dengan tanaman. Tingginya 2 cm.
Pada hari ke empat tanaman kacang hijau tetap tumbuh disiram pada arah yang berlawanan
dengan tanaman. Akar tanaman tumbuh ke arah sumber air. Tingginya 7 cm.
Pada hari ke lima tanaman kacang hijau tetap tumbuh meskipun disiram pada arah yang
berlawanan dengan tanaman. Akar tanaman tumbuh ke arah sumber air. Tingginya 12 cm.

B. Gerak pada Hewan


Cacing tanah yang diletakkan di cawan petri ketika terkena cahaya matahari, cacing
tersebut langsung bergerak dengan cepat menuju arah yang gelap/arah yang tidak terkena
cahaya matahari, pergerakan ini disebut Fototaksis Negatif.

Percobaan 1 percobaan 2
Percobaan 3
VI. PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan tentang tingkah laku yang telah dilakukan, tanaman kacang
hijau sebagai hasil percobaan pada hari ke dua tanaman tumbuh dengan baik dengan panjang
3 cm, tanaman kacang hijau tampak menuju kearah lubang yang ada pada kotak atau menuju
kearah datangnya sinar matahari. Pada hari ke empat panjangnya mencapai 15 cm. Pada hari
ke lima tanaman kacang hijau tumbuh ke arah datangnya sinar matahari dan menuju ke luar
lubang.
Kacang hijau tumbuh dengan cepat. Sebagian batang kacang hijau sudah tampak
keluar dari kotak menuju arah datangnya sinar matahari. Maka gerakan kacang hijau ini
menuju datangnya sinar matahari dikatakan sebagai gerakan Fototropisme Positif, hal ini
disebabkan karena kacang hijau memiliki zat hijau daun untuk melakukan fotosintesis dengan
bantuan cahaya matahari, fotosintesis dilakukan tumbuhan untuk menghasilkan makanan bagi
tumbuhan itu sendiri dan menghasilkan oksigen yang digunakan manusia untuk bernafas.
Selanjutnya adalah gerak tumbuhan secara geotropisme pada kacang hijau. Pada
hari ke dua tanaman kacang hijau tumbuh dengan baik, dengan panjang 3 cm dimana yang
tampak hanya tunas, akar, batang dan daun belum terlihat dengan jelas. Pada hari keempat,
setelah dimiringkan 450 batang kacang hijau bergerak menuju ke pusat bumi dengan
ketinggian 10 cm. Pada hari ke lima tingginya mencapai 13 cm. Hal ini disebabkan oleh
adanya gaya tarik bumi (gaya gravitasi bumi). Sehingga pertumbuhan kacang hijau tersebut
membengkok dan akarnya melengkung. Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa geotropisme
merupakan gerak bagian dari tumbuhan menuju ke pusat bumi karena adanya gaya gravitasi
bumi.
Gerak pada tumbuhan secara hidrotropisme pada tanaman kacang hijau, di mana pada
satu gelas diisi dua jenis tanah, sebagian diberi air dan sebagian tanahnya tidak diberi air, Biji
kacang hijau paling baik tumbuh pada daerah yang tanah yang diberi air dari pada bagian
yang tanahnya tidak diberi air (tanah kering). Maka hal ini dapat membuktikan bahwa air
merupakan faktor utama dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mahluk hidup.
Gerak pada hewan secara Fototaksis pada cacing tanah sebagai objek untuk
mengamati tingkah laku hewan terhadap lingkungannya/terhadap rangsangan. Cacing
melakukan gerak/respon terhadap rangsangan dalam hal ini rangsangan yang diberikan
adalah sinar matahari, cacing meresponnya dengan cara menjauhi arah datangnya sinar
matahari dan menuju daerah yang gelap atau daerah yang tidak terkena cahaya matahari. Dari
reaksi cacing terhadap cahaya matahari tersebut, maka dapat dikatakan bahwa cacing
merupakan hewan yang tidak menyukai cahaya matahari. Respon cacing terhadap cahaya ini
merupakan gerak taksis yaitu gerak fototaksis negatif (menjauhi sinar matahari).
VII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan yaitu tentang pergerakan pada tumbuhan dan
hewan, dapat disimpulkan bahwa :
Pada percobaan pertama, yaitu gerakan fototaksis pada tumbuhan dapat disimpulkan bahwa
tumbuhan tumbuh ke arah datangnya sinar matahari.
Pada percobaan ke dua, yaitu gerakan geotropisme pada tumbuhan dapat disimpulkan bahwa
tumbuhan tumbuh ke arah pusat bumi, dan akarnya membengkok.
Pada percobaan ke tiga, yaitu gerakan hidrotropisme pada tumbuhan dapat disimpulkan
bahwa tumbuhan tumbuh ke arah datangnya cahaya matahari, dan akarnya menuju ke arah
datangnya sumber air.
Pada percobaan ke empat, yaitu gerakan fototaksis pada hewan dapat disimpulkan bahwa
gerakan hewan secara spontan bergerak menghindari arah datangnya rangsangan.
Pertumbuhan akar akan selalu menuju ke pusat bumi, kecuali akar-akar tumbuhan tertentu
Cahaya sangat mempengaruhi proses perkecambahan dan pertumbuhan tanaman.
VIII. JAWABAN PERTANYAAN
1. Masih adakah faktor lain selain cahaya yang dapat mempengaruhi gerakan pada hewan ?
Jelaskan !
Jawab:
Masih ada, yaitu faktor Suhu, Lingkungan, kelembaban. Faktor suhu dimana hewan itu
berada di bawah suhu normalnya maka hewan tersebut tidak bisa beraktifitas dengan
sempurna, misalnya saja pada suhu dingin hewan akan lebih banyak bergerak/berpindah
untuk mencari suhu yang hangat. Sedangkan pada saat suhu panas hewan tersebut
mengurangi gerakannya.

2. Mengapa pertumbuhan tanaman selalu mengarah pada datangnya cahaya?


Jawab:
Karena tumbuhan memiliki zat hijau daun, di mana zat hijau daun tersebut memerlukan
cahaya matahari untuk berfotosintesis sehingga tumbuhan berklorofil dapat membuat
makanannya sendiri.

3. Jelaskan perbedaan fotonasti dan fototaksis?


Jawab:
Fotonasti adalah gerak yang disebabkan karena cahaya dan juga dipengaruhi oleh suhu dan
kelembapan udara.
Fototaksis adalah gerakan yang disebabkan oleh cahaya atau rangsangan.
DAFTAR PUSTAKA
Haddy, Suwarsono. 1996. Hormon Tumbuhan. Jakarta : Raja Gratindo Parsada.
Kimball, Jhon. 1983. Biologi. Jakarta : Erlangga
Sumartini. 2004. Sains Biologi. Jakarta : Erlangga
Salisbury, Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan edisi 4. Bandung: ITB
Praktikum kali ini yaitu berjudul perilaku hewan/behavior. Behavior atau perilaku hewan
adalah suatu respon dari organism terhadap stimulus (rangsangan) yang datang dari ataupun
luar dengan respon tingkah laku berupa innate dan learned. Tujuan dari praktikum kali ini
yaitu untuk mengetahui bagaimana respon tingkah laku pada lalat buah/ Drosophila
melanogaster terhadap rangsangan yang diberikan berupa rangsangan fototaksis,
geotaksis,maupun kemotaksis.

Percobaan pertama yaitu tentang uji fototaksis, menggunakan sumber rangsangan pemicu
berupa sinar lampu senter. Perlakuan ini dilakukan selama 5 menit dengan 3 kali
pengulangan. Jumlah total keseluruhan sampel lalat buah sebanyak 15 ekor. Setelah 5 menit
pertama, 8 ekor lalat buah berada di tabung yang disinari lampu senter, sedangkan 7 ekor
lalat buah berada di tabung yang tertutup kertas karbon. Setelah 5 menit kedua, 9 ekor lalat
buah berada di tabung yang disinari lampu senter, sedangkan 6 ekor lalat buah berada di
tabung yang tertutup kertas karbon. Setelah 5 menit ketiga, 7 ekor lalat buah berada di
tabung yang disinari lampu senter, sedangkan 8 ekor lalat buah berada di tabung yang
tertutup kertas karbon. Tujuan pembalikan botol adalah untuk menguji kebenaran atau fakta
tentang perilaku hewan tersebut , serta keakuratan perlakuan . Tabung diletakkan secara
horisontal agar dalam tabung tersebut, faktor yang mempengaruhi adalah cahaya saja. Jika
tabung diletakkan secara vertikal, maka gaya gravitasi akan ikut mempengaruhi respon lalat
buah. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa lalat buah memberikan respon positif
karena mayoritas mendekati sumber rangsangan berupa sinar lampu senter. Berarti lalat buah
tersebut menunjukkan fototaksis positif.

Berdasarkan teori Drosophila melanogaster menyukai daerah cahaya karena hewan tersebut
bukanlah jenis nocturnal serta secara umum hewan ini melakukan perkawinan di siang hari
serta tidur pada malam hari.
Pada percobaan kedua yaitu tentang uji geotaksis . Dalam hal ini menggunakan sumber
rangsangan berupa gaya gravitasi bumi. Perlakuan ini dilakukan selama 5 menit dengan 3
kali pengulangan. Jumlah total keseluruhan sampel lalat buah sebanyak 20 ekor. Setelah 5
menit pertama, 5 ekor lalat buah berada di tabung yang di bawah, sedangkan 15 ekor lalat
buah berada di tabung yang di atas. Setelah 5 menit kedua, 6 ekor lalat buah berada di tabung
yang di bawah, sedangkan 12 ekor lalat buah berada di tabung yang di atas. Setelah 5 menit
ketiga, 9 ekor lalat buah berada di tabung yang di bawah , sedangkan 9 ekor lalat buah
berada di tabung yang di atas. Tujuan pembalikan botol adalah untuk menguji kebenaran
atau fakta tentang perilaku hewan tersebut , serta keakuratan perlakuan Pada peristiwa
tingkah laku orientasi ini dapat disimpulkan bahwa lalat buah melakukan respon geotaksis
negatif, karena lalat buah tadi mayoritas menjauhi sumber rangsangan berupa gaya gravitasi
bumi, dan terbang ke atas.

Hal ini bisa saja dimungkinkan bahwa lalat buah tadi memang tingkah lakunya yaitu sering
terbang bebas. Berdasarkan teori, seharusnya lalat buah tersebut berada di tabung bawah .
Lalat buah memiliki 2 sayap dan semua hewan yang terbang membutuhkan energi serta
keadaan istirahat dengan bertengger. Apabila hewan tersebut terbang secara terus menerus
maka akan merasa kelelahan akibatnya lalat buah akan menurun kan kecepatan dan
ketinggian terbang mengikuti gaya gravitasi bumi untuk mengurangi penggunaan energi
secara berlebihan.

Percobaan ketiga yaitu tentang uji kemotaksis. Pada percobaan ini menggunakan sumber
rangsangan pberupa tape singkong. Perlakuan dilakukan selama 15 menit dengan 5 menit
untuk setiap pengulangan . Jumlah total keseluruhan sampel lalat buah sebanyak 20 ekor.
Setelah 5 menit pertama, 20 ekor lalat buah mendekati tape, sedangkan 8 ekor lalat buah
menjauhi tape. Setelah 5 menit kedua, 15 ekor lalat buah mendekati tape, sedangkan 5 ekor
lalat buah menjauhi tape. Setelah 5 menit pertama, 18 ekor lalat buah mendekati tape,
sedangkan 2 ekor lalat buah menjauhi tape .Jadi dalam percobaan ini dapat disimpulkan
bahwa lalat buah tadi mengalami gerakan kemotaksis positif karena mereka mendekati
sumber rangsangan berupa tape.

Tingkah laku orientasi Drosophila melanogaster ini menunjukkan bahwa perilaku hewan ini
memang sangatlah mendasar bahwa pada setiap individu lalat buah memiliki suatu insting
untuk mencari makan, minum, cahaya, hubungan lawan jenis, interaksi dengan anggota
kelompoknya/menghindari predator. Tingkah laku Drosophila melanogaster merespon
langsung terhadap rangsangan sehingga disebut perilaku orientasi dimana hewan akan
memutar tubuhnya mendekati atau menjauhi arah sumber rangsang.

Pembawaan tubuh kearah atau jauh dari sesuatu rangsangan dinamakan taksis pada hewan.
Hewan menunjukkan beberapa jenis taksis yang berbeda; fototaksis adalah gerakkan terhadap
cahaya, dan kemotaksis merupakan gerakkan terhadap kimia. Sebagian serangga, misalnya
kupu-kupu dan lalat, menunjukkan fototaksis; serangga tersebut akan terbang terus kearah
cahaya. Selalu serangga tersebut membawa dirinya dengan mengarahkan tubuhnya hingga
cahaya mengenai ke dua matanya. Jika satu matanya buta, hewan akan bergerak dalam
bentuk berputar-putar, selalu coba mencari arah yang memungkinkan cahaya diimbangkan di
antara ke dua mata. Kemotaksis agak lazim di kalangan hewan.Serangga tertarik pada zat
kimia yang disebut feromon, yang dikeluarkan oleh anggota spesiesnya pada jumlah yang
sangat sedikit.

Zat makanan merupakan suatu rangsangan kimia karena disusun oleh senyawa kimia yaitu
karbohidrat, lemak dan protein. Semua makhluk hdup pasti membutuhkan makanan. Lalat
buah memiliki indera reseptor yang peka terhadap adanya sumber makanan. Makanan oleh
lalat buah digunakan untuk membentuk energi yang dipakai untuk melakukan aktivitas hidup
misalnya terbang, reproduksi, dan lain-lain.

V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Perilaku hewan adalah suatu respon dari organism terhadap stimulus (rangsangan) yang
datang dari ataupun luar dengan respon tingkah laku berupa innate dan learned.
2. Pada percobaan kali ini diberikan beberapa rangsangan, seperti gerak fototaksis, geotaksis,
dankemotaksis,
3. Pada percobaan fototaksis terjadi respon positif , karena beberapa lalat bergerak atau
mendekati ke sumber rangsangan berupa sinar lampu senter
4. Pada percobaan geotaksis terjadi gerakan negatif, karena ada beberapa lalat buah yang
mayoritas menjauhi gravitasi bumi, karena hewan yang bersayap cenderung bergerak ke
geotaksis negatif
5. Pada percobaan kemotaksis terjadi gerakan positif, karena beberapa lalt bergerak ke sumber
rangsanga berupa tape
6. Tingkah laku Drosophila melanogaster merespon langsung terhadap rangsangan sehingga
disebut perilaku orientasi dimana hewan akan memutar tubuhnya mendekati atau menjauhi
arah sumber rangsang.
7. Tingkah laku orientasi Drosophila melanogaster ini menunjukkan bahwa lalat buah memiliki
insting untuk mencari makan, minum, sinar/cahaya,lawan jenis, interaksi dengan anggota
kelompoknya

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil.A, dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Erlangga. Jakarta.

Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius.Yogyakarta.

Fried, George H. 2005. Biologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.

Mader, Silvia S. 1995. Biologi Evolusi, Keanekaragaman, dan Lingkungan. Kucica.Malaisya.

Nukmal, Nismah. 2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Universitas Lampung . Bandar
Lampung.

Widiastuti, Endang L. 2002. Buku Ajar Fisiologi Hewan I. Universitas Lampung. Bandar
lampung.

1. Hasil dan pembahasan

Pada perlakuan pertama cacing cacing yang berasal dari tanah yang diberi aquades berpindah
ke tempat yang diberi ekstrak hati, hal ini terjadi karena di dalam ekstrak hati kaya sekali
akan nutrisi yang merupakan sumber makanan bagi cacing tanah sehingga cacing tanah akan
cenderung untuk mendekati makanan. Pada perlakuan ini terjadi taksis positif yaitu taksis
yang mendekati arah stimulus.

Pada perlakuan yang kedua ada satu ekor cacing yang berpindah dari ekstrak humus ke
aquades, dengan adanya stimulus ekstrak humus seharusnya cacing akan berpindah ke tempat
yang kaya akan humus sebagai habitat yang sangat cocok untuk cacing namun hal ini tidak
sesuai dengan apa yang ada di teori. Ini disebabkan karena kesalahan dalam menjalankan
prosedur.

Pada perlakuan yang ke tiga ada satu ekor cacing yang berpindah tempat dari tempat yang
diberi feromon ke tempat yang yang diberi aquades hal ini terjadi karena feromon merupakan
sinyal kimiawi bagi cacing sebagai upaya untuk pertahanan diri dari bahaya yang
menyerangnya sehingga cacing yang menerima sinyal kimiawi berupa feromon akan
berpindah tempat guna untuk mengindari bahaya yang menyerangnya. Ini merpakan jenis
taksis negative yaitu gerak taksis cacing menjauhi arah rangsangan atau stimulus.jenis taksis
dari pada perlakuan ini adalah kemotaksis yang di sebabkan oleh sinyal kimia dari feromon.

Perlakuan yang keempat yaitu dengan mempengaruhi suhu tempat dimana cacing itu berada,
yaitu dengan meleetakkan di satu sisi lampu spirtus yang menyala dan di satu sisi lain
meletakkan gelas kimia yang berisi es batu. Hal ini dilakukan guna menciptakan suhu yang
berbeda antara kedua sisi tersebut dan hasilnya ternya tidak ada cacing yang berpindah
tempat baik dari suhu rendah ke suhu tinggi maupun dari suhu tinggi ke suhu rendah. Cacing
dari tempat yang diberi suhu tinggi akan berusaha menghindari suhu tersebut begitu pula
cacing yang berada pada tempat yang bersuhu rendah akan menghindari suhu tersebu
sehingga Cacing tersebut akan terkumpul di suatu tempat untuk menghindari kedua suhu
tersebut.hal ini terjadi karena suhu ideal untuk habitat cacing tanah adalah antara 15-25oC.
suhu tanah yang lebih tinggi atau lebih rendah tidak cocok untuk cacing sehingga cacing dari
kedua sisi yang berbeda tersebut akan berkumpul disuatu tempat yang suhunya antara 15-
25oC yaitu tempat yang menjauhi sisi api dan sisi es batu sehingga cacing tersebut akan
berkumpul di tengah dekat dengan pembatas pada wormery.

Perlakuan yang kelima merupakan perlaakuan control sebagai pembanding dari perlakuan
yang lainnya. Pada perlakuan ini tidak ada cacing yang berpindah tempat. Hal ini terjadi
karena tidak adanya stimulus yang merangsang cacing untuk berpindah tempat.

1. 7. Kesimpulan

berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Perlakuan pertama satu ekor cacing berpindah dari tanah+aquades ke tanah+ekstrak


hati.
2. Perlakuan kedua satu ekor cacing berpindah dari tanah+humus ke tanah+aquades hal
ini terjadi kemungkinan karena kesalahan dalam menjalankan prosedur karena
seharusnya cacing akan berpindah ke bagian yang berisi tanah +ekstrak humus.
3. Perlakuan ketiga satu ekor cacing berpindah dari tanah+feromon ke tanah+aquades.
Hal ini terjadi karena feromeon yang dihasilkan oleh cacing merupakan sinyal kimia
bagi cacing subagai upaya untuk pertahanan diri dari cekaman.
4. Perlakuan keempat tidak ada cacing yang berpindah empat dari kedua sisi yaitu sisi
yang diletakkan lampu spirtus maupun sisi yang diletakkan es batu karena kedua sisi
tersebut bukanlah suhu yang cocok untuk habitat cacing sehingga cacing berada pada
bagian yang jauh dari kedua sisi tersebut.
5. Perlakuan keempat tidak ada cacing yang berpindah karena tidak ada stimulus bagi
pergerakan cacing.
6. 8. Daftar pustaka

Putra F A. 1999. Ny Kartini Hidup bersama cacing. Jakarta: Kompas

Suin N. M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bandung: Bumi Aksara

Rukmana H. R. Budidaya Cacing Tanah. Yogyakarta: Kanisius

Odum E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta: Gajah Mada

Pertanyaan

1. Apa yang dapat disimpulkan mengenai pengamatan pada perlakuan I dan II? Gerak
taksis apakah yang dilakuakn cacing? Jelaskan kejadian tersebut dan kaitannya
dengan perilaku cacing tanah!

Jawab:

cacing tanah akan berpindah dari habitatnya yang berupa (tanah+aquadest) ke habitatnya
(tanah+ekstrak hati). Hal ini dikarenakan ekstrak hati mengandung banyak protein dan
dianggap sebagai makanannya. Seharusnya pada perlakuan II, cacing tanah dari campuran
tanah dengan aquadest berpindah ke campuran tanah dengan humus. Namun ada cacing yang
berpindah dari ekstrak humus ke bagian yang berisi campuran aquades+tanah hal ini terjadi
kemungkinan karena kandungan humus tang terlalu rendah atau karena kesalah prosedur.

2. Bagaimana dengan pengamatan perlakuan III, gerk taksis apakah yang dilakukan
cacing? Apakah fungsi feromon dalam sinyal kimiawi cacing? Jelaskan!

Jawab:

Gerak taksis yang dilakukan oleh cacing tanah adalah gerak taksis positif pada ekstrak hati,
sedangkan pada pengamatan ke III, seharusnya gerak taksis yang terjadi adalah gerak taksis
positif, akan tetap hal ini tidak terjadi dikarenakan komposisi humus terlalu rendah sehingga
atau karena kesalaha perlakuan. Pada saat diberi perlakuan dengan cara pada habitat tanah
yang diberikan feromon maka cacing akan berusaha berpindah dan menjauhi feromon tersbut.
Hal ini disebabkan karena feromon dianggap oleh cacing sebagai sinyal yang menunjukkan
adanya bahaya. Gerak taksis yang dilakukan oleh cacing adalah gerak kemotaksis yaitu jenis
taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa zat kimia. Fungsi feromon dalam sinyal
kimiawi cacing tanah yaitu untuk sinyal kimiawi pertahanan tubuhnya dari bahaya atau
cekaman yang mengancam..
3. Mengapa pada wormery IV sebagian cacing tanah berada pada posisi tertentu?
Apakah suhu cukup tinggi dapat mempengaruhi tingkah laku cacing? Bagaimana pula
pengaruh suhu rendah terhadap cacing, jelaskan!

Jawab:

Tentu sangat berpengaruh karena suhu optimal habitat cacing adalah antara 15-25oC. Pada
perlakuan Tanah+suhu tinggi terdapat 5 ekor cacing sedangakn Tanah+suhu rendah(juga
terdapat 5 ekor cacing (tidak ada perubahan). Hal ini dikarenakan cacing tersebut berkumpul
di tengah-tengah menjauhi suhu dingin dan suhu panas. Dalam hal ini, suhu cukup tinggi dan
suhu rendah dapat mempengaruhi tingkah laku cacing tanah.

Tingkatkanlah motivasi belajar anda, agar anda bisa mengerjakan tugas-tugas pekerjaan anda
dengan mudah.

Belajar adalah investasi tercerdas yang bisa anda lakukan. Karena investasi anda akan
kembali dengan jumlah yang ratusan bahkan ribuan kali lebih besar dari sebelumnya.

Untuk mendapat hasil dua kali lebih banyak, lipat tigakan investasi anda pada pembelajaran.

Mungkin saja anda mengalami kesulitan saat belajar, tapi anda akan menerima kemudahan
setelah anda memahami dan menerapkan apa yang anda telah pelajari tadi.

Jangan buang hari-hari anda tanpa mempelajari sesuatu, karena itu berarti menutup hari
dengan kegagalan.

Belajar memang tidak mudah. Tapi hidup tanpa memiliki ilmu jauh lebih berat dan
menyengsarakan.

Semakin banyak ilmu yang anda pelajari, semakin besar peluang anda untuk menerima hasil
yang lebih besar.

Waktu dan tenaga yang anda habiskan untuk belajar, akan selalu melahirkan sesuatu yang
berguna bagi kehidupan anda.

Beli masa depan anda dengan ilmu. Dan bekerjalah dalam perusahaan yang bernama belajar
agar anda mendapat gaji berupa ilmu yang melimpah.

Semakin banyak ilmu yang anda pelajari, semakin mudah bagi anda memahami ilmu yang
lainnya.

Bukan hanya kehidupan anda yang dimudahkan saat anda rajin belajar, tapi juga kehidupan
orang lain.

Belajar akan memberikan anda pemahaman baru, sehingga anda bisa bisa menghadapi
tantangan baru yang membentang di depan.

Ada sebuah mata uang yang selalu berlaku disetiap masa dan itu adalah ilmu dan
keterampilan. Jika anda tidak memiliki keduanya, maka anda tidak bisa membeli apapun.
Belajarlah hal-hal kecil setiap hari, tapi rutin terjadi setiap hari. Lakukan peningkatan kecil
setiap hari, hal tersebut akan berarti sangat banyak beberapa tahun yang akan datang.

Jika anda tidak mau bekerja keras di usia tua anda, maka belajarlah dengan keras di usia
muda, sehingga anda bisa bekerja secara cerdas di usia produktif anda.

Keberuntungan itu bisa di prediksi. Karena keberuntungan selalu mendatangi orang-orang


yang berilmu.

Jangan iri terhadap orang yang lebih sukses dari anda, jika anda tidak mau belajar sama keras
dengan mereka.

Jadikan diri anda senang dalam belajar, sehingga anda selalu termotivasi dalam belajar,
sehingga anda dimudahkan dalam belajar.

Jaga terus motivasi anda untuk belajar. Jaga seakan-akan hidup mati anda tergantung
padanya.

Kata-kata motivasi dirangkai sedemikian rupa dengan kalimat perumpamaan dan juga
kalimat yang berisi ajakan untuk selalu belajar demi tercapainya masa depan yang cerah.
Sehingga rangkaian kata tersebut dapat menyentuh hati para peserta didik dan pada akhirnya
kembali pada pribadi yang lebih baik dengan semangat belajar yang tinggi. Itulah pentingnya
kata-kata motivasi untuk para peserta didik yang dapat disampaikan ketika akan melakukan
proses pembelajaran atau dalam kesempatan lainnya. Ubah cara berpikirnya melalui cara
mudah dengan memberikan kata-kata motivasi sedini mungkin.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu ciri dari makhluk hidup yaitu peka terhadap rangsang, respon makhluk hidup
terhadap lingkungannya. Mampu merespon berbagai impuls atau stimulus-stimulus yang ada
disekitar lingkungannya. Lingkungan memberikan segala sesuatu yang ada disekitar makhluk
hidup dan saling berinteraksi. Lingkungan sangat berperan penting bagi semua makhluk
hidup. Lingkungan meliputi lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Lingkungan
abiotik itu sendiri terdiri dari suhu, cahaya matahari, kelembapan, dan benda-benda mati
lainnya yang tidak digunakan sebagai sumber daya seperti batu, tanah sebagai tempat tinggal
sedangkan lingkungan biotik yaitu manusia, hewan dan tumbuhan (Pratiwi, 2007).
Hewan adalah organisme yang bersifat motil, artinya dapat berjalan dari satu tempat
ke tempat lain. Gerakannya disebabkan oleh rangsang-rangsang tertentu yang datang dari
lingkungannya.Jenis-jenis hewan pada umumnya dapat tinggal di suatu lingkungan hidup
yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Jika hewan berjalan atau berpindah ke tempat lain
tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali perubahan sifat-sifat fisiologisnya. Faktor-faktor
yang merangsang gerakan hewan adalah makanan, air, cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-
lain. Beberapa hewan mampu menempuh jarak tempuh itu dipengaruhi batas toleransinya
untuk merespon perubahan lingkungannya (Melles, 2004).
Lingkungan menggambarkan jumlah keseluruhan kondisi fisik dan biotik yang
memepengaruhi tanggapan makhluk. Lebih spesifik lagi, jumlah bagan hidrosfer, litosfer, dan
atmosfer yang merupakan tempat hidup mkhluk kemudian disebut biosfer. Habitat adalah
suatu perangkat kondisi fisik dan kimiawi (misalnya ruang, iklim) yang mengelilingi suatu
species tunggal, suatu kelompok species, atau suatu komunitas besar. Biotop mendefinisikan
suatu satuan menurut ruang atau topografik dengan suatu perangkat stauan yang karakteristik
mengenai kondisi fisik serta kimiawi dan mengenai kehidupan tumbuhan dan hewan. Supaya
makhluk dapat ada mereka harus memberi tanggapan dan menyesuaikan diri pada kondisi
lingkungan mereka. Makhluk memberi tanggapan perbedaan dan perubahan dalam
lingkungannya dalam empat cara mendasar adalah adaptasi morfologik, penyesuaian
fisiologik, pola-pola kelakuan, dan hubungan komunitas (Adianto, 2004).
Berbagai faktor lingkungan misalnya suhu, kelembapan, maupun cahaya matahari
merupakan faktor yang diperlukan oleh hewan, namun kadang-kadang dapat juga beroperasi
sebagai salah satu faktor pembatas. Misalnya cahaya matahari bagi hewan-hewan yang hidup
di tempat terlindung dapat dianggap sebagai suatu stimulus lain yang dapat menyebabkan
hewan tersebut berespon menghindar terhadap cahaya tersebut demikian pula sebaliknya
(Pratiwi, 2007).
Gerak pada makhluk hidup dapat dipengaruhi karena adanya rangsang dari luar atau
rangsang dari dalam. Salah satu contoh gerak pada hewan yang dipengaruhi oleh rangsang
dari luar dalam arti berasal dari stimulus-stimulus makhluk hidup yang ada di lingkungannya
yaitu taksis. Taksis dapat dijumpai pada hewan-hewan invertebrata. Pada hewan-hewan
ivertebrata memiliki suatu reseptor yang peka terhadap rangsang disekitarnya. Adapun
rangsangan atau stimulus-stimulus yang diterima hewan invertebrata baik itu dalam satu
familii atau ordo bahkan gerak yang diperlihatkan berbeda untuk setiap hewan karena ini
dapat dipengaruhi lagi dari faktor lingkungan dimana hewan tersebut berada fakktor
lingkungan abiotik dapat mempengaruhi seperti suhu, kelembapan dan cahaya matahari
(Melles, 2004).
Beberapa hewan dapat berpindah dengan menempuh jarak berberapa meter dari
tempatnya semula, dan ada juga hewan yang tidak mampu melakukan itu karena ada yang
mempengaruhi yaitu batas toleransi untuk merespon suatu perubahan lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana
respon yang diperlihatkan hidup yang hidup ditempat gelap terhadap stimulus berupa cahaya
dan untuk mengetahui bagaimana respon yang diperlihatkan hewan-hewan di tempat yang
terang terhadap stimulus berupa cahaya.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Taksis adalah untuk mengetahui pergerakkan Perettima sp.
yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi, mengetahui pergerakkan Perettima sp. yang
dipengaruhi oleh cahaya, dan mengetahui pergerakkan Poecillia reticulata yang dipengaruhi
oleh arus air.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu yang mempelajari tentang pola perilaku hewan disebut ethologi. Perilaku pada hewan
dapat dibagi kedalam tiga unsur yaitu tropisme, taksis, refleksi, insting, belajar dan menalar.
Taksis adalah sumber rangsangan. Misalnya fototaksis merupakan rangsangan yang berasal
dari sumber cahaya (Hasan dan Widipanestu, 2000).
Suatu rangsangan tingkah laku (iritabilitas) suatu organisme disebut juga daya
menanggapi rangsangan. Daya ini memungkinkan organisme menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungannya. Pada beberapa organisme terdapat sel-sel, jaringan atau organ-
organ yang berdiferensiasi khusus. Pada organisme yang bergerak, tanggapan terhadap
rangsangan disebut refleks. Suatu gerak taksis pada organisme yang diberikan rangsangan
akan bergerak menjauhi atau mendekati rangsangan (Widiastuti, 2002).
Taksis adalah suatu gerakan hewan menuju atau menjauhi suatu rangsangan yang
terjadi. Taksis dibagi menjadi dua berdasarkan arah orientasi dan pergerakan, yaitu taksis
positif dan taksis negatif. Taksis menurut macam rangsangannya juga dibedakan menjadi
fototaksis (rangsangan cahaya), rheoaksis (rangsangan terhadap arus air), kemotaksis
(rangsangan terhadap bahan kimia) dan geotaksis (rangsangan terhadap kemiringan tempat),
Fototaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya rangsangan dari sumber
cahanya. Rheotaksis adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air pada
suatu tempat. Geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu
tempat. Kemotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya zat kimia (Michael,
1994). Suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh menuju atau
mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi adalah menjauhi
rangsangan (Virgianti, 2005).
Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor diperlukan
untuk mendeteksi stimulus itu, syarat diperlukan untuk mengkoordinasikan respon dan
efektor itulah yang sebenarnya melakukan aksi. Perilaku dapat juga terjadi sebagai akibat
stimulus dari dalam. Lebih sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat
gabungan stimulus dari luar dan dalam (Kimball, 1992).
Taksis adalah suatu bentuk sederhana dari respon hewan terhadap stimulus dengan
bergerak secara otomatis langsung mendekati atau menjauh dari atau pada sudut tertentu
terhadapnya atau dalam proses penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungannya (Suin,
1989).
Fototaksis adalah gerak hewan karena adanya respon terhadap cahaya, tertariknya
hewan terhadap cahaya melalui respon terhadap penglihatan dan rangsangan terhadap otak.
Hewan yang tidak tertarik atau menjauhi cahaya disebut fotophobi (Michael, 1994).
Cahaya berpengaruh besar dalam orientasi migrasi ikan. Arah migrasi dapat
berhubungan dengan cahaya matahari. Contoh ikan salmon berenan diwaktu siang hari dan
istirahat didasar lautan pada malam hari. Sedang belut laut keluar dari dasar laut diwaktu sore
hari dan malam hari, kemudian memasuki dasar lautan lagi disiang hari (Brotowijayo, 1999).
Pengaruh cahaya terhadap masing-masing perlakuan adalah berbeda. Untuk
perbedaan posisi atas dan bawah pengaruh cahaya jauh berbeda. Artinya pada posisi atas
cahaya yang diterima jauh lebih besar dibanding di bawah.
Pola ikan pada umumnya akan membentuk schooling pada saat terang dan menyebar saat
gelap dalam keadaan tersebar ikan akan lebih mudah dimangsa predator dibandingkan saat
berkelompok adanya pengaruh cahaya buatan pada malam hari akan menarik ikan kedaerah
dominansi sehingga memungkinkan mereka membentuk schooling dan lebih aman dari
predator ikan-ikan yang tergolong fototaksis positif dan akan memberikan respon dengan
mendekati sumber cahaya sedangkan ikan-ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak
menjauhi sumber cahaya (Hasan, 2000).
Pola kedatangan ikan di sekitar sumber cahaya berbeda-beda, tergantung jenis dan
keberadaan ikan di perairan. Pengamatan dengan menggunakan side scan sonar colour tidak
dapat mengetahui jenis ikan yang berada di perairan, namun pergerakan kawanan ikan yang
ada di sekitar bagan dapat diketahui. Hasil pengamatan dengan menggunakan side scan sonar
colour memperlihatkan bahwa kawanan ikan berenang mendatangi sumber cahaya dari
kedalamanan yang berbeda, yaitu ada yang berenang pada kisaran kedalaman 20-30 m dan
ada pula yang berenang pada kisaran kedalam 5- 10 m. (Adianto, 2004).
Rheotaksis adalah suatu kecenderungan dari mahkluk hidup untuk menerima
rangsangan mekanis dari arus air karena gerakan. Misalnya pada planaria, cacing ini akan
mengadakan reaksi terhadap arus air dengan reseptor yang ada pada seluruh permukaan
tubuhnya (Adianto, 2004).
Informasi mengenai kedudukan tubuh dan lender dirasakan oleh propriseptor.
Proprioseptor terdapat pada empat otot (otot lurik), pada tendon otot, pada selaput
pembungkus otot berupa ujung saraf Paccini dan pada sendi. Proprioseptor merupakan suatu
mekanoseptor. Proprioseptor penting untuk mengatur koordinasi aktifitas otot (Adianto,
2004).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Taksis ini dilakukan pada hari Senin, 23 April 2015 di Laboratorium Pendidikan
IV Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas,
Padang.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum Taksis yaitu triplek ganda ukuran kertas
HVS dengan engsel, cawan petri, kertas karbon, triplek penyangga dengan sudut 25 o, 30o,
dan 45o, senter, kertas HVS, kertas milimeter, aquarium, dan stopwatch. Bahan yang
digunakan yaitu Pherettima sp., Poecilia reticulata, tepung beras, dan air.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Rheotaksis
Disediakan aquarium dan diletakkan didekat air yang mengalir. Aquarium dimiringkan dan
diisi dengan air hingga air melimpah. Matikan kran air, kemudian Poecilia reticulata
dimasukkan sebanyak 20 ekor secara bersamaan dan hidupkan air kembali. Amati
pergerakkan dari Poecilia reticulata tersebut . lakukan tiga kali pengulangan.
3.3.2. Fototaksis
Disediakan cawan petri, senter, kertas karbon, dan dua ekor cacing dengan ukuran sama
besar. Tutup sebagian cawan petri dengan kertas karbon dan sebagiannya lagi dibiarkan
terbuka. Letakkan dua ekor cacing didalam cawan petri dengan posisi ditengah-tengah antara
bagian yang gelap dan bagian yang gelap. Berikan cahaya dari atas dengan senter. Amati arah
perpindahan cacing antara bagian yang gelap atau bagian yang terang dan catat waktu pada
saat cacing sudah berpindah tempat. Lakukan dengan tiga kali pengulangan.

3.3.3. Geotaksis
Disediakan triplek ganda dengan engsel, sudut penyangga, tepung, dan lima ekor cacing.
Letakkan sudut penyangga 25o, 30o, 45o pada triplek ganda. Tutupi permukaan triplek tersebut
dengan kertas HVS dan taburi kertas HVS dengan tepung beras secara merata. Pada
permukaan kertas yang sudah ditaburi dengan tepung beras dibagi menjadi empat kuadran.
Letakkan lima ekor Pherettima sp. ditengah-tengah kuadran. Tunggu dan catat waktu pada
saat Pherettima sp jatuh kebawah. Amati arah dan dikuadran mana Pherettima sp tersebut
jatuh. Lakukan tiga kali pengulangan pada setiap sudut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Rheotaksis
Tabel 20. Hasil Pengamatan Rheotaksis pada Poecillia reticulata
Jumlah Poecillia Waktu Arah Respom
reticulata
96 ekor 60 detik Melawan arus Rheotaksis +
1 ekor 12,3 detik Menjauhi arus Rheotaksis -
1 ekor 13,72 detik Menjauhi arus Rheotaksis -
1 ekor 14,6 detik Menjauhi arus Rheotaksis -
1 ekor 29,5 detik Menjauhi arus Rheotaksis -

Berdasarkan paraktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa pergerakan Poecilia


reticulata dipengaruhi atau dirangsang oleh arus air. Dilihat dari arah pergerakannya
diketahui bahwa Poecilia reticulata merupakan rheotaksis positif. Poecilia reticulata yang
diamati saat praktikum bergerak melawan arus air. Menurut Virgianti (2005), rheotaksis
adalah gerak taksis yang terjadi disebabkan oleh adanya arus air pada suatu tempat. Suatu
gerak taksis dikatakan taksis positif jika respon yang terjadi adalh menuju atau mendekati
rangsangan, sedangkan taksis negatif jika respon yang terjadi adalah menjauhi rangsangan.
Poecilia reticulata lebih cendrung bergerak kearah dasar air dikarenakan arus pada
dasar air lebih tenang dibandingkan dengan arus pada permukaan air. Hal ini sesuai dengan
pernytaan Hasan (2000), bahwa kecepatan arus mempengaruhi keberadaan ikan ini. Habitat
yang paling disukai Poecilia reticulata adalah perairan tawar yang arusnya tidak terlalu deras.
Organisme di perairan terbagi ke dalam tiga jenis yaitu nekton, perifiton, dan
plankton. Nekton merupakan organisme yang bisa bergerak melawan arus air, Poecilia
reticulata merupakan hewan yang termasuk ke dalam tipe nekton. Perifiton adalah organism
yang tidak memiliki kemampuan melawan arus, namun dapat menempel pada substrat untuk
mempertahankan diri, contoh perifiton yaitu lumut. Sedangkan plankton merupakan organism
yang tidak memiliki kemampuan melawan arus. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pramudiyanti (2009), pergerakan dari suatu organisme terbagi atas beberapa tipe yang
pertama yaitu peryphyton (teritip/sesil) yang organisme baik tumbuhan atau hewan yang
hidupnya menempel pada benda lain hidup atau mati (contoh lumut dan tiram). Tipe yang
kedua yaitu benthos yang merupakan organisme baik hewan atau tumbuhan yang hidup
didasar permukaan (kerang siput) epibentik tanah dasar. Tipe yang ketiga yaitu nekton (ikan)
merupakan semua organisme yang aktif bergerak dalam air.

4.2. Fototaksis
Dari praktikum fototaksis yang dilakukan pada Pherettima sp. didapatkan hasil pada tabel
berikut.
Tabel 21. Hasil pengamatan fototaksis pada Pherettima sp.

Pherettima sp Pengulangan (waktu) Keterangan


1 2
1 19 detik 4 menit Menjauhi cahaya
2 2 menit 1 menit 33 detik Menjauhi cahaya

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa Pherettima sp. 1 bergerak menjauhi cahaya dengan
rata-rata waktu 19 detik. Sedangkan Pherettima sp. 2 bergerak menjauhi cahaya dengan rata-
rata waktu 2 menit. Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa cacing tanah selalu bergerak
menjauhi cahaya, pada praktikum, cacing tanah ini selalu bergerak ke tampat yang gelap.
Perilaku cacing tanah sesuai dengan pernyataan bahwa perilaku cacing tanah dengan
membuat liang yang dangkal merupakan respon terhadap rangsang cahaya. Kelangsungan
hidup suatu mahkluk hidup tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi rangsang dan
bagaimana organisme (cacing tanah) tersebut menyesuaikan diri terhadap lingkungannya
(Odum, 1993).
Cacing tanah selalu menjauhi cahaya karena cacing tanah merupakan hewan yang
mwnyukai lingkungan yang lembab. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cacing tanah
menyukai lingkungan yang lembab dengan bahan organik yang berlimpahan dan banyak
banyak kalsium yang tersedia. Akibatnya, cacing tanah terdapat paling melimpah dalam tanah
berstruktur halus dan kaya bahan organik dan tidak terlalu asam. Cacing tanah pada
umumnya membuat liang dangkal dan hidup mencerna bahan organik yang terdapat didalam
tanah (Nukmal, 2012).

4.3. Geotaksis
Adapun hasil praktikum geotaksis yang dilakukan pada Pherettima sp adalah sebagai
berikut :
Tabel 22. Hasil pengamatan geotaksis pada Pherettima sp.
Sudut Spesies Pengulangan
Waktu Kuadran
1 2 1 2
25o 1 1:09 3:24 III III
2 1:19 3:59 III IV
3 1:57 3:35 III IV
4 2:03 4:57 III IV
5 5:09 5:51 III IV
30 o 1 4:19 4:10 IV III
2 3:55 2:45 II IV
3 4:03 3:41 I IV
4 3:47 3:55 III IV
5 4:22 4:11 IV III
45 o 1 2:00 2:27 III IV
2 3:02 3:22 III III
3 3:01 1:50 III III
4 3:00 2:40 III IV
5 4:00 5:07 IV III

Berdasarkan diketahui bahwa Pherettima sp. selalu bergerak kearah bawah, pergerakan
Pherettima sp. kearah bawah yaitu pada sudut 450, sedangkan pergerakan Pherettima sp. jatuh
kebawah yang paling lambat yaitu pada sudut 25 o. Berdasarkan hal ini diketahui bahwa
ketinggian dan gaya gravitasi mempengaruhi pergerakan Pherettima sp.. Menurut Michel
(1994), geotaksis adalah gerak taksis yang terjadi karena adanya kemiringan suatu tempat.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pergerakan Pherettima sp.
merupakan geotaksis positif karena Pherettima sp. selalu bergerak ke arah bawah atau kea rah
sumber gravitasi bumi. Pergerakan Pherettima sp. dikatakan geotaksis positif karena sesuai
dengan pernyataan Virgianti (2005), bahwa suatu gerak taksis dikatakan taksis positif jika
respon yang terjadi adalah menuju atau mendekati rangsangan, sedangkan taksis negatif jika
respon yang terjadi adalah menjauhi rangsangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tipe pergerakan dari Poecilia reticulata rheotaksis positif. Poecilia reticulata merupakan
organism yang mampu melawan arus (nekton)..
2. Pherettima sp. bergerak menjauhi cahaya dan menyukai lingkungan yang gelap. Pherettima
sp. merupakan contoh dari fototaksis negatif.
3. Pherettima sp. mengikuti arah grafitasi bumi. Pherettima sp. merupakan contoh dari
geotaksis pisitif

5.2. Saran
Pada praktikum selanjutnya diharapkan pada setiap objek percobaan dikerjakan dengan
sungguh-sungguh, dan memahami materi tentang objek yang akan dipraktikumkan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 2004. Pengaruh Inokulasi Cacing Tanah (Pontoscolex corethurus) Er Mull Terhadap Sifat
Fisika Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kacang Hijau (Vigna raelata) Varietas
Walet, Jurnal Matematika dan Sains, 20 oktober 2010.

Brotowidjoyo, M. D. 1999. Zoologi Dasar. Cetakan II. Erlangga, Jakarta.

Hasan, A. Dan I. Widipangestu, 2000. Uji Coba Penggunaan Lampu Lacuba Tenaga Surya pada
Bagan Apung Terhadap Hasil Tangkapan Ikan di Pelabuhan Ratu, Jabar, Jurnal Ekologi dan
Perikanan, 20 oktober 2010.

Kimball, J. 1983. Biologi Edisi kelima Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Michael, P. 1994. Metode Penelitian untuk Ekologi Penelitian Ladang dan Laboratorium. UI Press,
Jakarta.

Melles, M. C. Jr. 2004. Ecology Concepts and Applications. Third edition. Mc Graw Hill. New
Mexico.

Nukmal, N.2012. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Bandar Lampung.

Odum, E. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. UGM. Yogyakarta

Pramudiyanti.2009. Biologi Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Pratiwi, D.A. Sri Maryanti & Srikini. 2007. Biologi Jilid 3. Erlangga. Jakarta

Suin, N. M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Bandung

Virgianti, D.P. dan Hana A. P. 2005. Perdedahan Morsin Terhadap Perilaku Massa Prasapih Mencit.
FMIPA. Bandung.

Widiastuti, E.L. 2002. Buku Ajar Fisiologi Hewan I. Universitas Lampung. Bandar lampung.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tingkah laku adalah suatu gerakan yang di perlihatkan oleh tanaman melalui
rangsangan.
Gerak pada tumbuhan terjadi karena proses tumbuh atau karena rangsangan dari luar.
Walaupun tidak memiliki alat indra, tumbuhan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
Tumbuhan memberi tanggapan terhadap rangsangan yang berasal dari cahaya, gaya tarik
bumi, dan air. Ada pula tumbuhan yang peka terhadap sentuhan dan zat kimia. Tanggapan
tumbuhan terhadap rangsangan-rangsangan tersebut di atas disebut daya iritabilitas atau daya
peka terhadap rangsangan.
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui beberapa gerakan tanaman yang termauk gerak tropis yaitu:
fototropisme,geotropisme dan hidrotropisme
2. mampu mengetahui arah rangsangan tumbuhan dari masing-masing gerak

3. Untuk melihat prilaku hewan terhadap rangsangan cahaya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.landasan teori
Gerak pada tumbuhan terjadi karena proses tumbuh atau karena rangsangan dari luar.
Walaupun tidak memiliki alat indra, tumbuhan peka terhadap lingkungan sekitarnya.
Tumbuhan memberi tanggapan terhadap rangsangan yang berasal dari cahaya, gaya tarik
bumi, dan air. Ada pula tumbuhan yang peka terhadap sentuhan dan zat kimia. Tanggapan
tumbuhan terhadap rangsangan-rangsangan tersebut di atas disebut daya iritabilitas atau daya
peka terhadap rangsangan. Ada tiga macam gerak pada tumbuhan,yaitu:
Gerak tropisme
Gerak pada bagian tumbuhan yang arahnya dipengaruhi oleh arah datangnya rangsangan
disebut tropisme. Gerak tropisme terjadi karena gerak tumbuh tumbuhan. Berdasarkan jenis
rangsangan yang diterima oleh tumbuhan, tropisme dibedakan menjadi beberapa macam,
yaitu
a. Fototropisme
Fototropisme adalah gerak yang terjadi pada tumbuhan yang disebabkan oleh adanya
rangsangan cahaya. Bila cahaya yang datang dari atas tumbuhan, tumbuhan akan tumbuh
tegak mengarah ke atas. Hal ini dapat diamati pada tumbuhan yang hidup di alam bebas.
Tanaman pot yang diletakkan di dalam ruangan dan mendapat cahaya dari samping, ujung
batangnya akan tumbuh membengkok ke arah datangnya cahaya pada tumbuhan, bagian yang
peka terhadap rangsangan adalah bagian ujung tunas. Bila gerak tersebut mengarah ke
sumber rangsangan disebut fototropisme positif, misalnya gerak tumbuh ujung tunas ke arah
cahaya. Sedangkan gerak yang menjauhi sumber rangsangan disebut fototropisme negatif,
misalnya gerak tumbuh akar yang menjauhi cahaya.
b. Geotropisme
Gerak yang disebabkan rangasangan gaya gravitasi Akar selalu tumbuh ke arah bawah akibat
rangsangan gaya tarik bumi (gaya gravitasi). Karena gerak akar diakibatkan oleh rangsangan
gaya tarik bumi (gravitasi) dan arah gerak menuju arah datangnya rangsangan, maka gerak
tumbuh akar disebut geotropisme positif. Sebaliknya gerak organ tumbuhan lain yang
menjauhi pusat bumi di sebut geotropisme negatif.
c. Hidrotropisme
Biasanya akar tumbuh lurus ke arah bawah untuk memperoleh air dari dalam tanah. Akan
tetapi, jika pada arah ini tidak terdapat cukup air, maka akar akan tumbuh membelok ke arah
yang cukup air.Dengan demikian, arah pertumbuhan mungkin tidak searah dengan gaya tarik
bumi. Gerak akar menuju sumber air disebut hidrotropisme positif.
Gerak taksis
Taksis merupakan gerak perpindahan tempat sebagian atau seluruh tumbuhan akibat adanya
rangsangan. Gerak taksis umumnya terjadi pada tumbuhan tingkat rendah.
a. Fototaksis
Fototaksis adalah gerak taksis yang disebabkan oleh adanya rangsangan cahaya, Contohnya
pada ganggang hijau. Gerak fototaksis terjadi pada ganggang hijau Chlamydomonas yang
langsung menuju cahaya yang intensitasnya sedang. Tetapi bila intensitas cahaya meningkat,
maka akan tercapai batas tertentu dimana justru Chlamydomonas dengan tiba-tiba akan
berbalik arah dan berenang menjauhi cahaya. Dengan demikian terjadi perubahan yang
semula gerak fototaksis positif kemudian menjadi gerak fototaksis negatif.
b. kemotaksis
Kemotaksis adalah gerak yang disebabkan oleh zat kimia. Contohnya pada sel gamet
tumbuhan lumut. Gerak taksis terjadi juga pada sel gamet tumbuhan lumut. Spermatozoid
pada arkegonium juga bergerak karena tertarik oleh sukrosa atau asam malat. Pergerakan ini
terjadi karena adanya zat kimia pada sel gamet betina.

Salah satu hewan yang berperan penting bagi lingkungan dan kesejahtraan manusia
secara umum adalah cacing tanah. Hewan ini tidak asing lagi bagi masyarakat, terutama
masyarakat pedesaan yang kebanyakan adalah petani. Hewan yang tampak lemah dan
menjijikan ini, seolah-olah tidak memiliki manfaat apapun bagi manusia. Tetapi seiring
perkembangan pengetahuan dan teknologi, manusia mulai menyadari arti penting dan
peranan cacing tanah.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan
pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran
cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan.
Cacing tanah juga dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat
oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah. Disamping itu pada saat
musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara
singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur
tanah agar tetap gembur.

BAB III
METODOLOGI
3.1.Alat Dan Bahan
1. Pada tumbuhan

a. benih kacang hijau


b. kantong plastik
c. tanah
d. kotak koran
e. akua
2. pada hewan

a. cacing anah
b. cawan petri
c. kertas penutup
d. sumber cahaya/senter
3.2.Cara Kerja
1. Pada tumbuhan

a. Fototropisme
- bersihkan tanah dari kotoran kemudian isi dalam akua
- tanam biji kacang hijau dalam akua
- buatlah kotak kartun berukuran 2 kali lipat dari akua dan lubangi sebesar uang logam
- simpan akua yang telah berisi kacang ijau dalam kotak karton berlubang
- Amati pertumbuhan kacang hijau
b. Geotropisme
- bersihkan tanah dari kotoran dan isikan kedalam akua
- tanam biji kacang hijau dipinggir akuabiarkan tumbuh kurang lebih 2 hari
balikan akua sedemikian rupa sehingga ckup akar terhadap gravitasi bumi dapatdi amati
- amati apa yang terjadi setelha2 hari
c. Hidrotropisme
- bersihkan tanah dari kotoran dan masukkan kedalam akua
- tanam biji kacang hijau di pinggir akua
- siram pada bagian tanah yang kosong
- amati sikap akar pada hari berikutnya
2. Pada hewan

a. Sediakan cawan petri ukuran diameter 10 CM,dan tutplah setengah bagian dari
cawan
tersebut dengan kertas hitam dan setengah bagian yang lain biarkan terbuka
b. masukkan beberapa ekor cacing tanah kebagian yang terbuka
c. setelah selesai taburkan bedak bubuk pada cawan
d. amati arah jalan cacing dan gambar
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil

1. Jum'at
a. foto tropisme
benih sudah berkecambah.
b. Geotropisme
tinggi : 2 cm
mulai berkecambah
c. Hidrotropisme
tinnggi : 3 cm
mulai berkecambah
2. Senin
a. Fototropisme
Tinggi : 2 cm
mulai tumbuh mencari cahaya
b. geotropisme
tinggi : 4 cm
sudah tumbuh tajuk bergerak mengikuti arah gravitasi bumi
c. hidrotropisme
tinggi : 5 cm
sudah tumbuh tajuk bergerak mengtikuti arah datangnya air
3. Rabu
a. fototropisme
tinggi & cm
tanaman tumbuh mengikuti arah datangya cahaya

4.2.Pembahasan
1. Pada Tumbuhan

1. Fototropisme
Pada praktikum ini arah tumbuh tanaman tidak seperti yang diinginkan karena arah
tumbuhnya tidak mengikuti ara rangsangan dari masing-masing jenis gerak hal ini di
sebabkan karena kesalan praktikan dalam menjalankan praktikum karena tidak menanam biji
tersebut dengan benar.
Seharusnya arah tumbuh tanaman mengikuti arah datangnya cahaya karena dalam hal ini
fototropisme merupakan arah tumbuh tajuk mengikuti arah rangsangannya.
Hal-hal yang menyeabkan kegagalan dalam penanaman:
Suatu tanaman apabila disinari suatu cahaya, maka tanaman tersebut akan membengkok ke
arah datangnya sinar. Membengkoknya tanaman tersebut adalah karena terjadinya
pemanjangan sel pada bagian sel yang tidak tersinari lebih besar dibanding dengan sel yang
ada pada bagian tanaman yang tersinari. Perbedaan rangsangan (respond) tanaman terhadap
penyinaran dinamakan fototropisme
Terjadinya fototropisme ini disebabkan karena tidak samanya penyebaran auxin di bagian
tanaman yang tidak tersinari dengan bagian tanaman yang tersinari. Pada bagian tanaman
yang tidak tersinari konsentrasi auxinnya lebih tinggi dibanding dengan bagian tanaman yang
tersinari .
2. Geotropisme
Keadaan auxin dalam proses geotropisme ini, apabila suatu tanaman (celeoptile) diletakan
secara horizontal, maka akumulasi auxin akan berada di dagian bawah. Hal ini menunjukan
adanya transportasi auxin ke arah bawah sebagai akibat dari pengaruh geotropisme. Untuk
membuktikan pengaruh geotropisme terhadap akumulasi auxin, telah dibuktikan oleh Dolk
pada tahun 1936 (dalam Wareing dan Phillips 1970). Dari hasil eksperimennya diperoleh
petunjuk bahwa auxin yang terkumpul di bagian bawah memperlihatkan lebih banyak
dibanding dengan bagian atas Sel-sel tanaman terdiri dari berbagai komponen bahan cair dan
bahan padat. Dengan adanya gravitasi maka letak bahan yang bersifat cair akan berada di
atas. Sedangkan bahan yang bersifat padat berada di bagian bawah. Bahan-bahan yang
dipengaruhi gravitasi dinamakan statolith (misalnya pati) dan sel yang terpengaruh oleh
gravitasi dinamakan statocyste (termasuk statolith).

Pada gerak tropisme pergerakan yang terjadi adalah karena pengaruh hormon pertumbuhan
dalam tubuh tumbuhan yang terpengaruhi oleh rangsang, sedangkan pada gerak taksis
pergerakan yang terjadi tidak dipengaruhi oleh suatu hormon pertumbuhan.
3. Hidrotropisme
dalam hal ini tanaman bergerak mengikuti arah datangnya rangsangan yaitu air.
Kondisi akar pada gerak hidrotropisme ini menyebar karena akar mencari air ke berbagai
tempat.jika kndisi nya kering maka pertubuhan akara dan tajuk aknn terhambat.
2. Pada hewan
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ
sederhana, yang justru menyebabkan cacing tanah dapat terus beradaptasi dengan lingkungan
hidupnya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tangan, otot badannya yang
memanjang (longitudinal) dan otot badannya yang melingkar tebal (sirkuler) ternyata sangat
berguna untuk pergerakan. Kontraksi otot longitudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa
memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing
tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan
gaya gerak kedepan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian,
cacing tanah termasuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan
memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Cacing tanah dapat mendorong suatu benda
atau batu kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong,
tanah itu akan dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau
disembulkan melalui anus
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta,
fungsinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila seekor
cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karen daya
lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir pada
epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh tubuhnya, supaya
lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-
ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam
tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang.

BAB V
PENUTUP

5.1.Kesimpulan
1. Pada gerak fototropisme arah rangsangan tumbuhan selalu menuju ke arah datangnya
cahaya matahari
2. Pada gerak geotropisme arah rangsangan tumbuhan selalu menuju kearah gravitasi
bumi
3. Pada gerak hidrotropisme arah rangsangan tumbuhan selalu menuju kearah datangnya
air dan sistem perakaranny juga menyebar

4. pada hewan cacing arahnya selalu menuju kearah gelap

5.2.Saran
1. Bagi co-ass

Selalu tingkatin dan selalu menyenangkan kalau jadi co-ass upaya praktikan dapat
mendapatkan pengetahuan dengan optimal
2. Bagi praktikan

di harapkan mengkondusifkan keadaan disaat melakukan praktikum

k pada Hewan
Gerak atau tingkah laku hewan pada cacing yaitu gerak taksis yang merupakan
pergerakan suatu organism sebagai respon terhadap adanya stimulus eksternal yang
mengenainya secara langsung. Hal ini berdasarkan pada hasil pengamatan sebagai berikut:
Pada cawan petri 1 cacing membutuhkan waktu untuk bergerak ke tempat yang gelap
selama 1,23 detik. Sedangkan pada cawan petri 2 waktu yang dibutuhkan cacing untuk
bergerak selama 2,35 detik. Begitu pula pada cawan petri ke-3 cacing membutuhkan waktu
sekitar 1,15 detik untuk menjauhi rangsangan yakni sinar matahari karena habitat asli cacing
adalah di tempat lembab sehingga cacing tersebut akan menjauhi temapt panas atau
bercahaya.

KLASIFIKASI CACING TANAH

Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Order: Haplotaxida
Family: Lumbricidae
Genus: Lumbricus
Species: Lumbricus rubellus

Gerak Tropis
Tropisme adalah gerak bagian tumbuhan yang arah geraknya dipengaruhi arah
datangnya rangsangan. Tropis berasal dari bahasa Yunani, yaitu trope, yang
berarti membelok. Bagian yang bergerak itu misalnya cabang, daun, kuncup
bunga atau sulur. Gerak tropisme dapat dibedakan menjadi tropis positif apabila
gerak itu menuju sumber rangsang dan tropis negatif apabila gerak itu menjauhi
sumber rangsang. Berdasarkan dari macam sumber rangsangannya, tropis dapat
dibedakan lagi menjadi fototropisme, geotropisme, dan hydrotropisme.

Fototropisme adalah gerak tropis yang disebabkan oleh rangsangan berupa


cahaya matahari. Fototropisme disebut juga heliotropisme. Gerak bagian
tumbuhan yang menuju kearah cahaya disebut fototropisme positif. Misalnya
gerak ujung batang tumbuhan yang membelok kearah datangnya cahaya.
Fototropisme merupakan adaptasi tumbuhan untuk mengarahkan tajuknya ke
arah cahaya matahari yang sangat penting untuk berlangsungnya proses
fotosintesis.

Geotropisme yaitu akar selalu tumbuh ke arah bawah akibat rangsangan gaya
tarik bumi (gaya gravitasi). Gerak yang disebabkan rangasangan gaya gravitasi
disebut geotropisme (geo = bumi). Geotropisme disebut juga gravitropisme.
Karena gerak akar diakibatkan oleh rangsangan gaya tarik bumi (gravitasi) dan
arah gerak menuju arah datangnya rangsangan, maka gerak tumbuh akar
disebut geotropisme positif. Sebaliknya gerak organ tumbuhan lain yang
menjauhi pusat bumi disebut geotropisme negatif.

Hydrotropisme adalah gerak bagian tumbuhan karena rangsangan air


(hidro = air). Jika gerakan itu mendekati air maka disebut hidrotropisme positif.
Misalnya, akar tanaman tumbuh bergerak menuju tempat yang banyak airnya
ditanah. Jika tanaman tumbuh menjauhi air disebut hidrotropisme negatif. Misal,
gerak pucuk batang tumbuhan yang tumbuh keatas air.

c. Gerak Nasti

Nasti adalah gerak tumbuhan yang arahnya tidak dipengaruhi oleh arah
datangnya rangsangan, tetapi ditentukan oleh tumbuhan itu sendiri. Gerak nasty
dipengaruhi oleh rangsangan namun arahnya tidak dipengaruhi oleh arah
datingnya rangsangan. Kata nasty berasal dari bahasa Yunani, yaitu nastos yang
berarti dipaksa mendekat. Oleh karena itu, arah gerak dari bagian tubuh
tumbuhan yang melakukan gerak nasty ditentukan oleh tumbuhan itu sendiri.

B. Tingkah Laku Hewan

Hewan sebagai komponen biotic dari ekosistem mempunyai karakteristik


yang khas. Struktur tubuh yang sangat lentur khususnya pada hewan
invertebrate memungkinkan hewan ini memiliki kemampuan mobilitas yang
cukup tinggi. Dengan daya mobilitas yang tinggi, hewan tersebut dapat bergerak
bebas sesuai dengan kemampuan dan nalurinya, apakah untuk mencari makan,
menghindari dari predator, menjauhi keadaan lingkungan yang kurang
menguntungkan, mencari pasangan untuk kawin dan lain sebagainya.

Taksis dapat diartikan sebagai pergerakan suatu organisme sebagai respon


terhadap adanya stimulus eksternal yang mengenainya secara langsung.
Pergerakan organism ini dapat berlangsung ke arah stimulus (respon positif);
berupa respon menjauhi arah stimulus (respon negative) maupun bergerak kea
rah tertentu dengan sudut tertentu dari stimulus (Kikkawa, 1971; Gundevia,
1996). Sementara Michael (1985) mengemukakan bahwa taksis merupakan arah
dari orientasi-orientasi dan gerakan-gerakan (positif dan negative) sesuai
dengan rangsangan-rangsangan alam. Kikkawa (1971) menyebutkan bahwa
perubahan orientasi tubuh suatu organism sebagai reaksi terhadap stimulus dan
mempeertahankan posisinya sebelum melakukan pergerakan disebut respon
taksis.

Dengan demikian bias dikatakan bahwa perilaaku taksis selaalu di dahului


oleh suatu bentuk respon taksis dan dilanjutkan dengan suatu pergerakan
menuju atau menjauhi atau ke arah tertentu dari stimulus yang diterima oleh
suatu organism.Berdasarkan jenis dari stimulus yang diterima oleh suatu
organism daapat dibedakan menjadi:

a. Foto taksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa
cahaya.
b. Kemotaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh stimulus berupa zat
kimia.
c. Aerotakssis adalaah jenis taksis yang disebabkan oleh aadanya stimulus berupa
kadar O2 di udara.
d. Geotaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa
gaya gravitasi bumi.
e. Rhoeotaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa
daya tahan
f. Thermotaaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus
berupa panas.
g. Tigmotaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus berupa
sentuhan.
h. Galvanotaksis adalah jenis taksis yang disebabkan oleh adanya stimulus
berupa listrik.
Sedangkan berdasarkan arahnya (arah respon) taksisdapat dibedakan menjadi :
a. Taksis positif apabila respon arahnya mendekati rangsang/stimuli.
b. Taksis negative apabila respon arahnya menjauhi rangsang/stimuli.
C.

BAB II

METODELOGI PERCOBAAN

2.1 WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum biologi umum tentang tingkah laku tumbuhan dan hewan


dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 29 Oktober 2014. Pada pukul 08.00 WIB
sampai dengan selesai dan bertempat di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA,
Universitas Bengkulu.

2.2 ALAT DAN BAHAN

a. Gelas plastik

b. Tanah yang kering

c. Cacing tanah

d. Kacang hijau

e. Kotak ukuran 20 x 20 cm2

f. Gelas petri

g. Air

h. Tepung sagu

i. Kertas karbon

j. Pisau

2.3 LANGKAH KERJA

A. Gerak pada Tumbuhan

1. Fototropisme

a. Rendam biji kacang hijau kurang lebih 15 biji,

b. Isi gelas plastik dengan tanah,


c. Lubangi kotak pada salah satu sisi,

d. Basahi tanah,

e. Tanam 6 biji kacang hijau

f. Simpan gelas tersebut pada kotak dan amati pada hari ke-3, 4 dan 5.

2. Geotropisme

a. rendam biji kacang hijau kurang lebih 15 biji,

b. isi gelas plastic dengan tanah lembab,

c. tanam 6 biji kacang hijau,

d. setelah hari ke-2 miringkan gelas tersebut dengan kemiringan 45 derajat,


amati pada hari ke-2,3 dan 4.

3. Hdyrotropisme

a. Isi gelas dengan tanah basah pada sisi, kemudian setengah sisinya diisi
tanah kering (untuk lebih mudahnya, sementara diberi pembatas kertas).

b. Tanam biji kacang hijau 6 biji pada sekeliling permukaan tanah.

c. Simpan dan amati setelah hari ke-2, 3 dan 4.

B. Gerak pada Hewan

a. Sediakan cawan petri dan kertas karbon, berbentuk lingkaran.

b. Tutuplah cawan petri dengan kertas karbon hingga bagian menjadi gelap.

c. Masukkan seekor cacing tanah pada bagian cawan yang terkena cahaya.

d. Amati bagaimana gerakan cacing tersebut.

e. Setelah cacing sampai pada bagian/tempat yang gelap, angkatlah cacing


tersebut, kemudian taburi bekas /jejak cacing tersebut dengan sagu. Balikkan
cawan petri tersebut sehingga tampak adanya tepung yang menempel pada
petri (sebagai gambaran/jiplakan jejak gerakan cacing).
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL PENGAMATAN

A. Gerak Pada Tumbuhan

Har
i Fototropisme Geotropisme Hydrotropisme
Ke-

Pada hari kedua


pergerakan
perkecambahan pada Pada hari kedua
fototropisme mulai kecambah mulai
terlihat yaitu dengan tumbuh, daun mulai Pada hari kedua kecambah
2
tumbuhnya kacang nampak berwarna belum tumbuh
dengan batang dan hijau, akarnya belum
daun berwarna putih panjang. Lalu posisi
serta membengkok ke pot dimiringkan.
arah cahaya.

Pada hari ketiga batang Pada hari ketiga, akar


3 semakin panjang, dan mulai memanjang Pada hari ketiga kecambah
berwarna putih arah namun akarnya belum tumbuh.
pertumbuhan batang memanjang menuju
menuju lubang cahaya. kepusat bumi.

Pada hari kelima


tanaman semakin
panjang dan ada salah Pada hari kelima akar
satu tanaman yang tanaman semakin
5 keluar melalui lubang panjang dan Pada hari kelima
cahaya yang ada daun mengarah ke pusat kecambah belum tumbuh
tanaman yang keluar bumi
berwana hijau
sedangkan yang tidak
keluar berwarna putih

B. Gerak Pada Hewan


Saat cacing dimasukkan pada cawan petri yang 1/2nya di tutupi kertas
karbon, cacing bergerak kearah cawan petri yang tertutup karon selama 15
sekon.

3.2 PEMBAHASAN

A. Gerak Pada Tumuhan

Pada percobaan fototropisme yang kami lakukan selama lima hari, kami
mengetahui bahwa pengaruh sinar matahari pada pergerakan tumbuhan kacang
hijau sangatlah berpengaruh karena kacang hijau selalu tumbuh mengarah
keluar dari lubang kotak menuju kearah datangnya sinar matahari. Oleh sebab
itu, cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh
makhluk hidup di dunia. Bagi manusia dan hewan cahaya matahari adalah
penerang dunia ini. Selain itu, bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil cahaya
matahari sangat menentukan proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses
dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan
akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan
tumbuhan.

Pada percobaan kedua pergerakan geotropisme yang kami lakukan selama


lima hari pada kacang hijau terjadi pergerakan akar yang selalu tumbuh ke arah
bawah ketika aqua cup dimiringkan, gerak akar tersebut disebabkan karena
adanya rangsangan gaya tarik bumi dan arah akarbergerak menuju arah
datangnya rangsangan.

Sedangkan pada percobaan ketiga pergerakan hydrotropisme yang telah


kami lakukan selama lima hari tidak terjadi pertumuhan kecamahan. Hal ini
disebabkan kecambah kekurangan air untuk tumbuh.

Dari semua percobaan tersebut dapat kita ketahui bahwa banyak sekali
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pada tumbuhan diantaranya
yaitu, cahaya matahari, suhu atau temperatur, air, gravitasi bumi dan lain
sebagainya.

B. Gerak Pada Hewan

Pada percobaan gerak pada hewan di dapatkan cacing bergerak pada sisi
cawan petri yang tertutupi kertas karon selama 15 detik. Pergerakan tersebut
akibat adanya pengaruh cahaya. Karena cacing peka terhadap rangsang cahaya.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pergerakan Tanaman terjadi karena adanya proses pertumbuhan


dan adanya kepekaan terhadap rangsang atau iritabilitas yang dimiliki
oleh tumbuhan baik itu mendekati atau menjauhi arah rangsangan.
Pergerakan dipengaruhi oleh faktor rangsangan luar seperti cahaya,
sentuhan dan gravitasi bumi serta dalam bagian tumbuhan sendiri seperti
pergerakan sitoplasma sel. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
panjang gelombang, durasi, intensitas, dan arah datangnya sinar cahaya.
Secara fisiologis, cahaya mempengaruhi baik langsung maupun tidak
langsung bagi tubuh tanaman. Pengaruhnya pada metabolisme secara
langsung melalui fotosintesis, sedangkan pengaruh tidak langsungnya
melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang merupakan
respon metabolik dan lebih kompleks.
Cahaya mempengaruhi pergerakan hewan pergerakan hewan yang
dipengaruhi cahaya disebut foto taksis.

4.2 SARAN

Dalam melakukan percobaan, hendaknya memperhatikan kualitas kacang


hijau yang akan ditanam dan memperhatikan kondisi lingkungan yang sesuai
dengan apa yang ingin diteliti sehingga hasil percobaan itu baik dan valid.

Saat melihat pergerakan pada cacing hendaknya dengan seksama.

Anda mungkin juga menyukai