NEONATUS
Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari)
sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia
28 hari. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi
berusia 8-28 hari. (Wafi Nur Muslihatun, 2010). Anamnesa pada bayi di lakukan
melalui ibu nya. Pada anamnesa tanyakan bagaimana keadaan bayinya.
A. pengkajian data
1. Umur ibu
2. Masa Gestasi
3. Riwayat Kesehatan
4. Pengaruh obat
5. Keadaan ibu
6. Lama persalinan.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pengumpulan Data
a) Pernafasan
a. Riwayat Kesehatan
c. Riwayat Immunisasi
e. Riwayat Nutrisi
f. Riwayat Psikososial
h. Reaksi Hospitalisasi
j. Istirahat tidur
b) Pemeriksaan Fisik
5. riwayat psikososial
Kehamilan terjadi setelah pertemuan antara sel ovum dan spermatozoa yang dimulai
dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal 280 hari atau 40 minggu,
dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT).
Dalam fase ini ada tiga periode penting pertumbuhan dimulai dari periode germinal
sampai periode terbentuknya fetus.
Proses pembuahan telur oleh sperma yang terjadi pada minggu kedua dari HPHT. Telur
yang telah dibuahi sel sperma bergerak dari tuba fallopi dan menempel ke dinding uterus
(endometrium).
Proses dimana sistem saraf pusat, organ-organ utama, dan struktur anatomi mulai
terbentuk seperti mata, mulut, dan lidah mulai terbentuk, sedangkan hati mulai memproduksi sel
darah. Janin mulai berubah dari blastosis menjadi embrio berukuran 1,3 cm dengan kepala yang
besar.
Periode dimana semua organ penting terus bertumbuh dengan cepat dan saling berkaitan
dan aktivitas otak sangat tinggi.
Dalam trimester ini semua organ tubuh tumbuh dengan sempurna. Janin menunjukkan
aktivitas motorikyang terkoordinasi seperti menendang dan menonjok serta dia sudah memiliki
periode tidur dan bangun. Masa tidurnya jauh lebih lama dibandingkan masa bangun. Paru-paru
berkembang pesat menjadi sempurna.
Pada bulan ke 9 ini janin mengambil posisi kepala dibawah dan siap untuk melahirkan.
Berat bayi lahir berkisar antara 3-3,5 kg dengan panjang 50 cm.
a. Trimester I
Perubahan fisik :
Pembesaran payudara
Konstipasi/sembelit
Sakit kepala/pusing
Kram perut
Meludah
Peningkatan berat badan
Perubahan psikologis:
Ibu merasa tidak sehat dan kadang merasa benci dengan kehamilannya
Kadang muncul penolakan, kecemasan, dan kesedihan. Bahkan kadang berharap agar
dirinya tidak hamil saja.
Ibu akan selalu mencari tanda-tanda apakah ia benar-benar hamil. Hal ini dilakukan
sekedar untuk meyakinkan dirinya.
Setiap perubahan yang terjadi dalam dirinya akan selalu mendapat perhatian dengan
seksama.
Kehamilan merupakan rahasia seseorang yang mungkin akan diberitahukan pada orang
lain atau bahkan merahasiakannya.
b. Trimester II
Perubahan fisik :
Pusing
Perubahan kulit
payudara membesar
sedikit pembengkakan (wajah dan kaki)
Perubahan psikologis:
Ibu merasa sehat, tubuh ibu sudah mulai terbiasa dengan kadar hormon yang tinggi
Libido meningkat
Hubungan sosial meningkat dengan wanita hamil lainnya atau pada orang yang baru
menjadi ibu.
Ketertarikan dan aktivitasnya terfokus pada kehamilan, kelahiran dan persiapan untuk
peran baru
c. Trimester III
Perubahan fisik :
Konstipasi
Pernapasan meningkat
Sering BAK
Varises
Kontraksi perut
Bengkak
Perubahan psikologis:
Rasa tidak nyaman timbul kembali, merasa dirinya jelek, aneh, dan tidak menarik
Takut akan rasa sakit dan bahaya fisik yang timbul pada saat melahirkan, khawatir akan
keselamatannya
a. Pengawasan kesehatan Ibu, Deteksi dini penyakit penyerta & komplikasi kehamilan,
menetapkan dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap resiko kehamilan
(tinggi, meragukan dan rendah)
a. Tanda-tanda vital
b. Sistem kardiovaskuler
- Bendungan vena
Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian darahpada ekstrimitas akibat
perpindahan cairan intravaskular ke ruang intersitial. Ketika dilakukan penekanan
dengan jari/jempol menyebabkan terjadinya bekas tekanan, keadaan ini disebut
pitting edema.
c. Sistem muskuskeletal
- Postur
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisaa terjadi selama kehamilan. Keadaan ini
mengakibatkan regangan pada otot punggung dan tungkai.
Berat badan awal kunjungnan dibutuhkan sebagai data dasar untuk dapat menentukan
kenaikan berat badan selama kehamilan. Berat badan sebelum konsepsikurang dari 45
kg dan tinggi badan kurang dari 150 cm ibu beresiko melahirkan bayi prematur dan
BBLR. BB lebih dari 90 kg dapat menyebabkan diabetes pada kehamilan, hipertensi,
persalinan sectio caesarea, dan infeksi post partum.
- Pengukuran pelvis
Tulang pelvis diperiksa pada awal kehamilan untuk menentukan diameternya yang
berguna untuk persalinan pervaginam.
- Abdomen
Kontur, ukuran, dan tonus ototabdomen perlu dikaji. Tinggi fundus diukur jika fundus
bisa dipalpasidiatas simpisis pubis. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum
pemeriksaan dilakukan untuk menetukan keakuratannya. Pengukuran metode mac
donal dengan posisi ibu berbaring.
d. Sistem neurologi
Pemeriksaan neurologi lengkap tidak diperlukan jika ibu tidak memiliki tanda dan gejala
yang mengindikasikan adanya masalah. Pemeriksaan refleks tendon sebaiknya dilakukan
karna hiperfleksi menendakan adanya komplikasi kehamilan.
e. Sistem integumen
Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. Pucat menandakan anemis, jaundice
menandakan hepar, lesi hiperpigmentasi seperti cloasma gravidarum, serta linea nigra
berkaitan dengan kehamilan dan strie perlu dicatat. Penampang kuku berwarna merah
muda menandakan pengisian kapiler baik.
f. Sistem endokrin
Pada trimester kedua kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang berlebihan menandakan
hipertiroid dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
g. Sistem gastrointestinal
- Mulut
Membran mukosa berwarna merah muda dan lembut. Bibir besar dari ulserasi, gusi
berwarna kemerahan, serta edema akibat efek peningkatan estrogen yang
menyebabkan hiperplasia. Gigi terawat dengan baik, ibu dapat dianjurkan ke dokter
gigi secara teratur karena penyakit periodontal menyebabkan infeksi yang memicu
terjadinya persalinan prematur.
- Usus
Stetoskop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih nyaman untuk ibu hamil.
Bising usus bisa berkurang karna efek progesteron pada otot polos, sehingga
menyebabkan konstipasi. Peningkatan bising usus terjadi ketika diare.
h. Sistem urinarius
- Protein
Protein seharusnya tidak ada dalam urin. Jika ada, hal ini menandakan adanya
kontaminasi sekret vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi pada kehamilan.
- Glukosa
Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urin bisa dikatakan normal pada ibu hamil.
Glukosa dalam jumlah yang besar membutuhkan pemeriksaan gula darah.
- Keton
Keton ditemukan dalam urin setelah melakukan aktivitas yang berat atau pemasukan
cairan dan makanan yang tidak adekuat.
- Bakteri
Peningkatan bakteri dalam urin berkaitan dengan infeksi saluran kemih yang biasa
terjadi pada ibu hamil.
i. Sistem reproduksi
5. Geriatric
berupa: nama pasen, jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, alamat, nomer
telepon, pekerjaaan, kegian sekarang, nama orang terdekat, orang yang tinggal
serumah,
3. pemeriksaan fisik
Bagi Perawat :
1. Merasakan bahwa keahliannya di terima dan dapat di gunakan
2. Menerima informasi kunci setiap waktu
3. Memahami perannya dalam sistem
4. Dapat mengembangkan ketrampilan dalam prosedur baru
5. Memiliki kesempatan untuk bekerja dalam setting yang berbeda dan cara yang
berbeda
6. Bekerja dalam suatu sistem dengan efektif
7. Sebagai bahan pendokumentasian dalam keperawatan
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan didasarkan pada pengkajian discharge planning,
dikembangkan untuk mengetahui kebutuhan klien dan keluarga. Keluarga sebagai
unit perawatan memberi dampak terhadap anggota keluarga yang membutuhkan
perawatan. Keluarga penting untuk menentukan apakah masalah tersebut aktual
atau potensial.
Keadaan terminal adalah Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal
sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu
dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Sedangkan Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan
mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan
merupakan suatu kehilangan. Adapun Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang
ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
2) Pada Fase Denial Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
3) Pada Fase Marah Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila
kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras
aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu
pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
4) Pada Fase MenawarPada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut
yang tidak masuk akal.
5) Pada Fase Depresi Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk
dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
6) Pada Fase Penerimaan Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada
keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya
dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk
menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Mengontrol Rasa Sakit Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien
dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai
dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra
Vena dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah
menurun.
3. Membebaskan Jalan Nafas Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih
baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang
drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
4. Bergerak Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti:
turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara
periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus
otot sudah menurun.
5. Nutrisi Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta
pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan
makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Invus.
6. Eliminasi Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien
dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang
diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar
perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat mendengar,
tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan
tidak berbisik-bisik.
Bantuan Memenuhi Kebutuhan SosialKlien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi,
dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
1. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
2. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
3. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman
terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri
4. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan
membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
1. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.
2. Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun
social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi secret, nadi ireguler. Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas
memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi
konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca
Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi
penyakit mis gagal ginjal. Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun,
peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan
menurun.Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier
komunikasi. Perubahan Sosial-Spiritual ; klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat
kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian,
atau mengalami penderitaan sepanjang hidup
1. Faktor Fisik Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai
masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor PsikologisPerubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat
harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa
mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan
harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi
pada klien terminal.
3. Faktor SosialPerawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda
klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman
dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang
merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the
Study of Pain)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik
adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering
sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.1
ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
i. Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
ii. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa
terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
iii. Pola penjalaran / penyebaran nyeri
iv. Durasi dan lokasi nyeri
v. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan,
mual/muntah, atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
vi. Faktor yang memperberat dan memperingan
vii. Kronisitas
viii. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons
terapi
ix. Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
x. Penggunaan alat bantu
xi. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living)
xii. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya
fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang
berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
c. Riwayat psiko-sosial
i. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
ii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
iii. Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
iv. Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas
penggantinya.
v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien
dengan program penanganan / manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien
dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi /
psikofarmaka.
vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien / keluarga.
d. Riwayat pekerjaan
i. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar; merupakan
pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung.
f. Riwayat keluarga
i. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
2. Asesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang
dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang
dirasakannya.
ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)3
Numeric Rating Scale3
c. COMFORT scale
i. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar operasi
/ ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating
Scale Wong-Baker FACES Pain Scale.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, dengan
skor total antara 9 – 45.
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah basal
Denyut jantung basal
COMFORT Scale5
Kategori Skor Tanggal / waktu
d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen
dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi
tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien
ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani
prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang
dari rumah sakit.
iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
iv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.6
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat
operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
iv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi
otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada
harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal /
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya
limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di
bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick),
getaran, dan suhu.
iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan
lesi upper motor neuron)
iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan
melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-
ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes keseimbangan (Romberg dan
Romberg modifikasi).
g. Pemeriksaan khusus
i. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda
ini ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi.
ii. Kelima tanda ini adalah:
Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan
nyeri.
Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-pindah) saat
gerakan yang sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi)
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi:
i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
ii. pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
iii. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi.
iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
v. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan karakteristik
nyeri.
i. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)
ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus,
stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi
tulang belakang, infeksi)
iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal.
iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang)
7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial
3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat dikombinasikan
dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa dapat
diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, anti-
piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal, peningkatan
enzim hati.
d. Ketorolak:
i. merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif
untuk nyeri sedang-berat
ii. bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan
dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek
samping opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat
baik untuk terapi multi-analgesik.
6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping: somnolen,
gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali perhari). Mulai
dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik.
Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis: 100-4800 mg/hari (3-4
kali sehari).
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS.
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam
24 jam.
f. Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap
pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian
secara infus, opioid long acting
Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin,
antiemetik tertentu)
Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial.
Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten
ii. Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
0 = sadar penuh
1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah
dibangunkan
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
S = tidur normal
f. Pemberian Oral:
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
g. Injeksi intramuscular:
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak
dapat diandalkan.
iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena:
i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui
infus).
iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai
dosis.
j. Injeksi supraspinal:
i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG).
ii. Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada
pasien kanker.
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):
i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu
dorsalis spinal.
ii. Sangat efektif sebagai analgesik.
iii. Harus dipantau dengan ketat
l. Injeksi Perifer
i. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek
anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi2
b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika
terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi,
bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot
polos, distensi organ berongga / lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat.
c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.
ya
tidak
Saat dosis telah diberikan, lakukan Apakah diresepkan opioid IV? Minta untuk diresepkan
monitor setiap 5 menit selama
minimal 20 menit.
Tunggu hingga 30 menit dari Gunakan spuit 10ml
pemberian dosis terakhir sebelum Ambil 10mg morfin sulfat dan
mengulangi siklus. ya
campur dengan NaCl 0,9%
Dokter mungkin perlu untuk hingga 10ml (1mg/ml)
meresepkan dosis ulangan Berikan label pada spuit
Siapkan NaCl ATAU
Ya, tetapi Gunakan spuit 10ml
Ambil 100mg petidin dan
telah
campur dengan NaCl 0,9%
diberikan Observasi rutin
ya hingga 10ml (10mg/ml)
dosis total Berikan label pada spuit
tidak
ya
Nyeri Skor sedasi 0 atau 1? Minta saran ke dokter senior
Tunda dosis hingga skor sedasi <2 dan
ya tidak kecepatan pernapasan > 8 kali/menit.
Pertimbangkan nalokson IV (100ug)
Kecepatan pernapasan >
8 kali/menit?
ya
ya
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak nyeri 0 = sadar penuh Jika tekanan darah sistolik
1-3 = nyeri ringan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah < 100mmHg: haruslah
4-6 = nyeri sedang dibangunkan dalam rentang 30% tekanan
7-10 = nyeri berat 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, darah sistolik normal
mudah dibangunkan pasien (jika diketahui), atau
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan carilah saran/bantuan.
S = tidur normal
6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.
ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien
iii. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika memiliki
pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri
(termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal
control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
tidak
Lihat manajemen nyeri
ya kronik.
Apakah nyeri berlangsung > 6
Pertimbangkan untuk
minggu?
merujuk ke spesialis yang
sesuai
tidak
Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
tumpul spesifik.
Algoritma Manajemen Nyeri Akut7
tidak
Edukasi pasien
Lihat manajemen ya Terapi farmakologi
nyeri kronik. Konsultasi (jika perlu)
Pertimbangkan Apakah nyeri > Prosedur pembedahan
untuk merujuk ke 6 minggu? Non-farmakologi
spesialis yang
sesuai
ya
tidak
Kembali ke kotak Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan nyeri sesuai?
tidak
mekanisme nyeri’ ya
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
10. Pasien dengan gangguan emosionalatau pasien psikiatri
Adapun assesme pada pasien dengan gangguan emosional atau pasien psikiatri
antara lain sebagai berikut:
1. Identitas pasien
Terdiri dari nama pasien, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
suku bangsa, agama status,pekerjaan, pendidikan dan MRS tanggal
2. Keluhan utama
Mengapa pasien datang ke RS atau mengapa di bawa keRS dan oleh siap saja
Harus singkat dan jelas
Psikotik, keluhan utama dari yang mengantar
3. Autoanamnesa
4. Heteroanamnesa
Dari……… hubungannya…………………………..mendapatkan data yang tidak
dapat diberikan oleh pasien, konfirmasi/ cross-check data yang didapat dari pasien
5. Riwayat
Riwayat penyakit dahulu atau RPDPenyakit fisik dan mental yang cukup berat
yang pernah diderita oleh pasien
Factor organic:penyakit fisik yang diderita oleh pasien
Keturunan: Gangguan jiwa yang diderita oleh keluarga pasien
Riwayat kelahiran:
6. Premorbid
Pola perilaku dna pola rspon emosional, yang ditunjukan oleh pasien sejak
sebelum mengalami gejala(psikopatologi)
7. Pemeriksaan:internistik, neurologis
Pemeriksaan interistik meliputi:vital sign (tekanan darah, nadi, pernafasan,
suhu), kesadaran/ anemia/icterus/dyspnoe/cyanosis. Kepala atau leher:thorak,
abdomen, ekstermitas
a. Sekrening
b. Assesmen
2.Meningkatkan kesadaran ttg besar & dalamnya masalah yg dihadapi klien terkait
penggunaan Napza
3.Mengkaji masalah medis & kondisi lain yg perlu menjadi perhatian khusus
4.Menegakkan diagnosis
Pemeriksaan fisik
Tanggal asesmen Jangan lupa untuk selalu menulis tanggal asesmen setiap
selesai mengisi domain. Tanggal asesmen tidak selalu sama dengan tanggal
kedatangan awal klien.Tanggal Kedatangan: Nomor rekam medik: Nama:
(sesuai KTP /SIM)
Bagian kepala kuesioner
Riwayat medis
1.Riwayat rawat inap yang tidak terkait masalah Narkotika:
3.Saat ini sedang menjalani terapi medis? Cantumkan bila pasien saat ini
dalam program terapi tertentu, terkait kondisi medis apa dan jenis terapi medis
yang dijalani saat ini, misalnya pengobatan insulin karena kondisi diabetis. 4.
Status kesehatan: Apabila pasien tidak keberatan, tanyakan bagaimana hasil
tes-tes tersebut
Asesor perlu bertanya atas kemungkinan zat2 lain yg tdk masuk dlm golongan
di atas, tetapi lbh sebagai prekursor spt dekstro, triheksipenidil, katinona
Penggunaan sepanjang hidup Ditulis dlm satuan tahun Penggunaan 6 bulan ke atas
dibulatkan jd 1 tahun Mencatat periode penggunaan tetap zat tertentu
•Frekuensi 3 X atau lebih / minggu
•Hanya 2 hari / minggu atau tdk tentu tapi selalu problematik
•Binge drinking in one sitting
Kesimpulan
Rencana Terapi
Pengkajian pada pada pasien dengan penyakit menular atau infeksius berupa
b. Identitas pasien: dimana identitas diri ini berupa nama pasien, tempat tanggal
lahir, alamat, agama, pekerjaan, nomer hp serta Identitas
penanggung jawab: nama orang tua, alamat,nomer hp,
pekerjaan
c. Pengkajian keperawatan: keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita,
riwayat oprasi, riwayat penyakit keluaga, alergi obat,
apakah didalam keluarga mmepunya penyakit menular atau
tidak seperti hepatitis, hiv penyait saluran pernafasan
seperti pneumonia,tuberculosis.
d. Pemeriksaan fisik: dimana dalam melakukan pemeriksaan fisik dilakukan head
to toe dimana dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kita
juga harus mengkaji keadan umumpasien, tada-tanda vital
seperti tekanan darah, nadi, respirasi, suhu apakah ada
ketidak saan dengan yang lain.
e. Pengetahuan dan informasi : apakah pasien dan keluaga telah menegtahui
tentang penyakit yang sedang diderita oleh pasien bahwa
menular dan penyakit infeksius yang sedang diderita
anngota keluarganya dan apakah sudah di jelaskan
bagaimana cara pencegahan supaya anggota keluarganya
tidak tertular dengan penyakit yang dideritanya.
f. Koping dan stress: bagaiman pasien dan keluarga pasien dalam menyikapai
penyakit yang diderita anggota keluarganya.
g. Social: bagai mana persepsi pasien denagan keadaan sekarang dengan
penyakitnya
1) Identitas pasien
2) Pengkajain keperawatan: keluhan utama, riwayar kemoterapi sebelumnya,
riwayat oprasi, riwayat penyakit dahulu(keluarga), riwayat alergi obat
3) Pemeriksaan fisik:
Riwayatjatuhtidaktermasuk Tidak 0
kecelakaankerjadanlalulinta Ya
s 25
Tidak 0
Diagnose Sekunder
Ya 15
Tidakada/Bedrest/Dibantuperawat 0
Kruk/ tongkat 15
Menggunakanalat bantu
Alatsekitarmis : dinding, kursi, meja
30
(perabot)
Normal/ Bedrest/ kursiroda 0
Gaya Berjalan Lemah 10
Terganggu 20
Menyadarikemampuan
0
Status mental
Dimensia (lupa)/agitasi/konfius
20
(gelisah)
Menggunakan Tidak
infuse/heparin 0
(pengencerdarah
Ya
20
Sedative 10
Post anestesiumumatau regional
dalam 24 jam terakhir
Medikasi
20
Kurang 3 tahun 4
3 – 7 tahun 3
Usia
7 – 13 tahun 2
Lebih 13 tahun 1
Laki – laki
2
Janis kelamin
Perempuan
1
Diagnosaneurolaogi 4
Perubahanoksigenasi (respiratorik, dehidrasi, anemia,
3
anoreksia, sinkop, pusing )
Diagnosa
Gangguanperilaku/psikiatri 2
Diagnosa lain
1
Tidakmenyadariketerbatasandirinya 3
Gangguankoknitif Lupaakanketerbatasan 2
Orientasibaikterhadapdirisendiri 1
Riwayatjatuhdaritempattidur
4
Factor
Alat bantu/diletakkanditempattidur (perabot) 3
Lingkungan
Diletakkan di tempattidur 2
Area di luarrumahsakit 1
Dalam 24 jam 3
Responterhadappe
mbedahan/sedasi/a Dalam 48 jam 2
nestesi
Kurang 48 jam atautidakmenjalanipembedahan 1
TOTAL SKOR
5. ASESMEN NYERI
6. Assesmen nutrisi
Total Skor
70-80 Ada keluhan tetapi masih aktif dan dapat mengurus diri
sendiri
PasiendapatdilakukankhemoterapibilaSkalaKarnofsky> 60
b. Sistem Integumen
Bengkak Pigmentasi kulit
Ulkus Stomatitis
Kemerahan Gatal
c. Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah Frekuensi ..................... mulai : Durasi : Berat /Ringan *
Diare Jaundice
d. Sistem hematopoeic
Infeksi Batuk produktif Trombositopenia
Vertigo
Dispneu Ronkhi
Hasil ECG :
f. Sistem Neuromuskular
Parestesia Gangguan pendengaran
Menyeret kaki
g. Sistem Genitourinari
BAK Frekuensi : Bau : Warna : Kekeruhan :
Hematuri
Oliguri Anuri
h. Psikologis
Takut terhadap terapi/ tindakan / Cema Marah / tegang
lingkungan s
Sedih Menangis Senag Tidak mampu menahan
diri
Rendah diri Gelisah Tenan Mudah tersinggung
g
Pengkajian pada pasien dengn gangguan imun terganggu perlu dilakukan dengn
teliti, sistematik, serta memahami dengan baik fisiologis dari setiap organ system
hematologi.hal ini perlu dilakukan agar kemungkinan adanya kesulitan dikarenakan
gambaran klinis atau tanda serta gejala yang hamper sama antara gangguan
hematologi , primer dan sekunder dapat fiminimalkan, informasi dilakukan baik dari
klien maupun keluarga tentang riwayat penyakit dan kesehatan dapat dilakukan
dengan anamnesaataupun dengan pemeriksaan fisik.
a. Wawancara
c. pengkajian
1. identitas
V. Pemeriksaan fisik