Anda di halaman 1dari 116

Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM I

PENCUCIAN DAN STERILISASI ALAT DAN PENGEMAS

Tujuan:

1. Mahasiswa mampu memahami fungsi pencucian alat dan pengemas sediaan steril
2. Mahasiswa mampu memahami proses sterilisasi alat dan bahan pengemas
3. Mahasiswa mampu memahami konsep sterilisasi
4. Mahasiswa mampu memahami fungsi setiap bahan yang digunakan dalam proses
sterilisasi
5. Mahasiswa mampu membandingkan efektivitas sterilisasi melalui peningkatan suhu
dan waktu

Dasar Teori:
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang
patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/ non patogen (tidak menimbulkan
penyakit). Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas
dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan
parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parenteral
merupakan jenis sediaan yang unik diantara bentuk sediaan obat terbagi-bagi, karena sediaan
ini disuntikkan melalui kulit atau membrane mukosa ke bagian tubuh yang paling efisien,
yaitu membrane kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan dari bahan-bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan
dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia,
atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007).
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menciptakan suatu keadaan yang steril. Secara
konsep, sterilisasi adalah proses menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk
patogen, nonpatogen, vegetatif maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material.
Penjaminan kualitas steril (sterile assurance level) mewajibkan proses sterilisasi untuk dapat
menjamin sterilitas objek dengan nilai 10-6 atau hanya boleh ada satu objek non steril dari
satu juta objek. Hal tersebut dapat dicapai dengan panas, penyaringan, bahan kimia, atau
dengan cara lain hingga tidak ada organisme hidup yang tertinggal (Lachman dkk., 1987).
1
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Produk steril termasuk sediaan parentral, mata dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular,
subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral dilakukan
bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila penderita tidak
dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak tahan menerima
pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara pemberian yang lain.
Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau mensuspensikan sejumlah obat ke
dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda.
Sediaan steril dapat berwujud:
1. Padat steril : merupakan obat untuk injeksi, yaitu obat kering yang disuspensikan bila
akan digunakan. Contoh: sodium ampisilin. Karena ampisilin tidak stabil dalam cairan,
maka dibuat padat. Cara pembuatannya yaitu dengaa liofilisasi pada suhu rendah dengan
pengeringan steril, kemudian didinginkan sampai -60oC untuk pembekuan. Selanutnya
dilakukan sublimasi (dengan pengurangan tekanan secra bertahap), cairan menguap,
sodium ampisilin padat tertinggal.
2. Semi padat, misal salep mata.
3. Cair, misal injeksi.
Syarat suatu sediaan steril, yakni :
1. Efikasi mencakup kemanjuran suatu obat yang dalam terapi termasuk efektivitas obat
dalam terapi.
2. Safety : keamanan ini antara lain meliputi: eamanan dosis obat dalam terapi,
memberikan efek terapi sesuai dengan yang diinginkan dan tidak memberikan efek
toksik atau efek samping yang tidak diinginkan.
3. Aceptable : maksudnya disukai oleh pasien. Jadi obat perlu dibuat sedemikian menarik
dan mudah dipakai konsumen.
4. Sediaan obat harus jernih. Jernih maksudnya tidak ada partikel yang tidak larut dalam
sediaan tersebut. Jadi, meskipun sediaan berearna, tetap terlihat jernih (tidak keruh).
5. Tidak berwarna. Maksudnya sediaan larutan bisa saja berwarna, namun warna larutan
sama dengan warna zat aktifnya sehingga tidak ada campuran warna lain dalam sediaan
itu.

2
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

6. Bebas dari partikel asing. Partikel asing; partikel yang bukan penyusun obat. Sumber
partikel bisa berasal dari: air, bahan kimia, personil yang bekerja, seratr dari alat/pakaian
personil, alat-alat, lingkungan, pengemas (gelas, plastik).
7. Keseragaman volume/berat. Terutama untuk sediaan solid steril.
8. Memenuhi uji kebocoran. Terutama untuk injeksi yang dikemas dalam ampul.
Ada beberapa metode yang umum digunakan dalam proses sterilisasi, yakni:
1. Destruksi mikroorganisme
Mikroorganisme akan rusak bila terkena panas langsung. Cara termudah adalah
menggunakan api dengan cara membakar peralatan atau wadah yang akan dipakai. Cara
lain adalah dengan mengoksidasi alat (biasanya gelas) menggunakan bahan kimia berupa
asam nitrat pekat, asam kromat, atau asam sulfat pekat.
2. Inaktivasi
Metode inaktivasi mikroorganisme merupakan metode eliminasi tanpa perlu
menghancurkan sel secara sempurna. Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk
inaktivasi adalah cara panas kering (oven), panas basah (autoklaf), radiasi (sinar UV, sinar
gamma, sinar laser), gas (etilen oksida) dan kimiawi (fenol, ammonium kuarterner,
alkohol).
3. Eradikasi secara fisik
Metode menghilangkan mikroorganisme secara fisika dengan cara penyaringan atau
filtrasi (Lukas, 2006).
Cara-Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, sebagai berikut :
1. Sterilisasi uap
Sterilisasi uap adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh
dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121°. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung
di suatu bejana yang disebut autoklaf. Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan
untuk sediaan farmasi dan bahan – bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang
dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki
akibat uap air tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar,
alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan
minyak – minyak, minyak lemak, dan sediaan – sediaan lain yang tidak dapat ditembus
oleh uap air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh.
2. Sterilisasi panas kering
3
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara
yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15°, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250°. Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa –
senyawa yang tidak efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa
tersebut meliputi minyak lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti
petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral), paraffin dan berbagai serbuk yang stabil
oleh pemanasan seperti ZnO (Ansel, 1989).
3. Sterilisasi gas
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas
inert, tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat
mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan,
terutama mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini
sebagai alternative dari sterilisasi termal.
4. Sterilisasi dengan radiasi ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop
(radiasi gamma) dan radiasi berkas electron. Pada kedua jenis ini, dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilisasi yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian
rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan disterilkan
dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad radiasi
yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dapat diterima penggunaaan dosis
yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir.
5. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya
dapat dipisahkan secara fisik. Perangkat penyaringan umumnya terdiri dari suatu matriks
berpori bertutup kedap atau dikaitkan dengan wadah yang tidak permeable. Efektivitas
penyaringan media atau penyaringan substrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya
adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme pengayakannya.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat
dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
4
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur
Chamberland, Doulton, dan Selas).
Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan
(penyaring Seitz dan Swinney).
GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
Ukuran penyaring dimana pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan
pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk
menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan
penetapan suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran.
(Anonim, 1995).
6. Sterilisasi dengan aseptic
Proses ini mencegah masuknya mikroba hidup kedalam komponen steril atau
komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau
produk ruahan atau komponennya bebas mikroba hidup.
Uji sterilitas ada beberapa metode, yakni :
Direct inoculation of culture medium : Meliputi pengujian langsung dari sampel
dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: media tioglikolat cair yang
mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu
inkubasi 30-35oC.
Soya bean casein digest medium : Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob
dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.
Membran filtrasi: Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi
filtrasi cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa
inkubasi 7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.
Introduction od concentrate culture medium: Medium yang pekat langsung
dimasukkan dalam wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan,
hanya dipakai bila ada kecurigaan akan adanya bakteri.

Proses sterilisasi dalam proses pembuatan sediaan steril dilakukan terhadap peralatan
dan pengemas yang digunakan serta terhadap sediaan yang dibuat, baik menggunakan
metode sterilisasi akhir atau metode aseptis. Sterilisasi dengan panas kering (oven) mampu
membunuh mikroorganisme dengan cara oksidasi, sedangkan panas basah (autoklaf)
5
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

membunuh mikroorganisme dengan cara koagulasi protein. Untuk peralatan yang terbuat
dari gelas, porcelain dan logam dapat digunakan metode destruksi menggunakan panas
kering, sedangkan dari plastik dapat digunakan metode panas basah.

Gambar 1. Metode sterilisasi yang umum digunakan dalam sediaan dan peralatan medis
Salah satu istilah penting dalam mengeketahui kinetika kematian mikroba dalam
proses sterilisasi adalah nilai D (D value). D value adalah waktu yang dibutuhkan oleh
paparan panas atau dosis yang dibutuhkan untuk radiasi dalam mengurangi jumlah mikroba
sebanyak 90% (1 logaritmik) dari jumlah awal. Sebagai contoh diperlukan waktu satu menit
untuk mengurangi bakteri dari 10.000 ke 1.000 atau pengurangan 90% (satu pengurangan
log). Banyak factor yang memm=engaruhi nilai D seperti suhu, jenis mikroorganisme dan
komposisi medium yang mengandung mikroorganisme. Untuk menghitung D value dapat
menggunakan persamaan (1), dimana U adalah dosis atau waktu yang dipaparkan, No adalah
jumlah mikroba mula-mula, dan Nu adalah jumlah mikroba setelah proses sterilisasi
berlangsung.

Keterangan :

U : waktu atau dosis yang diperlukan untuk mengurangi 90% mikroba dari jumlah awal

No : populasi awal

Nu : populasi setelah sterilisasi

6
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Z value adalah kenaikan atau penurunan suhu yang diperlukan untuk mengurangi atau
menambah 1 log D value. Z value digunakan untuk mengukur resistensi dari mikroorganisme
terhadap sumber sterilisasi.

Z value = (T2 – T1)


(log D1- log D2)

Keterangan :

T : suhu

D : D value

(1)Pengemas sediaan steril secara umum terbagi menjadi 3 jenis, yakni gelas/kaca, plastik
dan karet. Pengemas gelas biasanya digunakan untuk sediaan injeksi baik single dose seperti
ampul maupun multiple dose layaknya vial. Keuntungan dari pengemas berbahan gelas antara
lain adalah impermeable, mudah teramati kondisi obat di dalamnya, jarang terjadi leeching,
dan tahan terhadap berbagai macam metode sterilisasi. Bahan pengemas yang terbuat dari
plastik umumnya digunakan untuk wadah infus dan tetes mata. Keuntungan dari bahan
plastik adalah lebih fleksibel, tahan terhadap benturan mekanis dan beberapa macam jenis
plastic bersifat transparan sehingga dapat melihat kondisi obat di dalamnya. Bahan karet pada
umumnya digunakan sebagai tutup gelas pada sediaan berbentuk vial. Syarat karet yang
dapat digunakan harus bersifat fleksibel dan tidak melepaskan partikel atau zat kimia saat
kontak dengan larutan obat (Lachman dkk., 1987).

Hubungan tekanan-suhu-waktu pada sterilisasi dengan uap bertekanan, yakni :

Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap
air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686
kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini mendenaturasikan atau
mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian
mematikannya. Maka sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa
saja yang dapat ditembus uap air (minyak misalnya, tidak dapat ditembus uap air) dan
tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 110oC dan 121oC
(Hadioetomo, R. S., 1985).

7
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi
adalah selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain (Anonim, 1995).
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut (Ansel, 1989).
Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-
bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap
air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini
juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut
operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyak-minyak, minyak
lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap air atau
pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel, 1989).
Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan
suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan
karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Sebagai contoh, albumin telur dengan
kelembaban 50% menggumpal pada 56oC, sedangkan tanpa kelembaban baru
menggumpal pada suhu 160-175oC. Karena bentuk kehidupan yang paling tahan
panas, yaitu endospora bakteri, berperilaku seakan-akan tidak mengandung
kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 160-175oC untuk dapat
mematikannya. (Hadioetomo, R. S., 1985).

Alat dan Bahan


1. Alat yang disterilisasi
 Pengemas ampul (4 buah)
 Pengemas vial (2 buah)
 Peralatan gelas (beker gelas, gelas ukur, cawan porcelain, pipet kaca, gelas
pengaduk, gelas arloji, corong kaca)
 Peralatan logam dan lainnya (pinset, sendok, kertas saring, kapas)
2. Alat yang digunakan
 Oven
 Autoklaf
 Baskom

8
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

 Kompor
 Sumber Air
3. Bahan yang digunakan
 Detergen
 HCl encer
 Na2CO3
 Akuades
 Etanol 70%
 Aluminium foil

Prosedur Kerja
1. Sortasi alat berdasarkan kategorinya (gelas, plastik, karet, logam, dsb)
2. Pencucian alat gelas
Cuci dengan HCl encer  rendam dalam larutan detergen 1% dan Na2CO3 0,1% selama
15 menit  didihkan dalam air panas selama 15 menit  amati hingga air/cairan jernih 
jika belum jernih ulangi proses pendidihan  bilas dengan akuades.
Pencucian alat logam
Didihkan dalam larutan detergen 1% selama 10 menit  rendam dalam Na2CO3 5%
selama 5 menit  didihkan dalam air panas selama 15 menit  bilas dengan akuades.
Pencucian karet/plastik
Dilakukan sama dengan alat gelas namaun HCl yang digunakan adalah HRl 2% dan pada
akhirnya dibilas dengan alcohol 70%. Rendam dalam HCl 2% selama 2 hari  rendam
dalam larutan detergen 1% dan Na2CO3 0,1% selama 15 menit  amati hingga cairan
jernih  jika belum jernih lakukan perendaman di dalam detergen dan natrium bikarbonat
 didihkan dalam air panas selama 15 menit  rendam dalam etanol 70% selama 10
menit  amati hingga larutan jernih.
CATATAN: Penggunaan cairan (volumenya) disesuaikan dengan wadah dan alat yang
dicuci.
3. Alat yang tahan panas dikeringkan di dalam oven 100 – 105oC selama 10 menit dalam
kondisi yang memungkinkan cairan keluar. Alat yang tidak tahan panas dikeringkan
dengan tisu.

9
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

4. Sebelum alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf dan oven alat-alat tersebut dibungkus
menggunakan kertas perkamen atau kertas kopi. Untuk alat yang memiliki mulut harus
disumbat dahulu dengan kapas atau ditutup dengan kertas perkamen. Tiap alat dibungkus
rangkap dua pembungkus.
5. Untuk alat yang memiliki rongga tutup mulut rongga dengan kertas perkamen lalu
dikaret/ditali. Ampul dan vial ditutup dengan aluminium foil hingga rapat. Alat yang lain
dibungkus dengan kertas/kertas saring. Tiap alat dibungkus dengan rangkap dua
pembungkus.
6. Sterilisasi alat
 Alat yang tahan panas kering disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 180oC
(pastikan suhu telah mencapai 180oC) selama 30 menit.
 Alat yang tidak tahan panas kering disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu
121oC selama 15 menit.
 Sedangkan alat-alat karet disterilisasi cukup dengan direndam menggunakan alcohol
70%.
7. Jangan keluarkan alat dari pembungkusnya, simpan pada tempat yang bersih.
8. Kemudian bilas dengan WFI steril, teteskan pada media agar. Inkubasi 24 jam, lihat
pertumbuhan mikroba, bandingkan efektivitas peningkatan lama waktu sterilisasi.
9. Lakukan perhitungan nilai D value dan Z value masing-masing alat. Keterangan : terjadi
pengurangan bakteri dari 10.000 ke 1.000 atau pengurangan 90% (satu pengurangan log).

Laporan sementara
1. Catatlah waktu pencucian yang dibutuhkan untuk peralatan gelas, plastik, dan logam.
2. Catatlah waktu sterilisasi yang dilakukan baik untuk oven maupun autoklaf.
3. Catatlah hasil pencucian dan sterilisasi yang dilakukan. Adakah kejanggalan atau hal yang
tidak sesuai dengan teori selama praktikum?
Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)
1. Jelaskan fungsi masing-masing bahan dalam proses pencucian.
2. Jelaskan alasan pemilihan metode sterilisasi untuk macam alat yang berbeda.
3. Jelaskan prinsip sterilisasi menggunakan oven dan autoklaf.
4. Jelaskan alasan mengapa penting dilakukan proses pencucian dan sterilisasi untuk
formulasi sediaan steril.
10
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

5. Jelaskan macam tipe wadah gelas dan plastik yang dapat digunakan dalam pengemasan
sediaan steril.
6. Jelaskan kontrol kualitas untuk gelas, plastik dan karet.

11
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM I - PENCUCIAN DAN STERILISASI

12
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

13
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN I – PENCUCIAN DAN STERILISASI

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

14
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

15
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM II
VALIDASI

Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami cara yang dapat dilakukan untuk sterilisasi ruangan steril
2. Mahasiswa mampu memahami tahapan-tahapan dalam proses validasi metode sterilisasi

Dasar Teori
Ruangan steril adalah tempat yang disiapkan secara khusus, terbuat dari bahan-bahan
dan tata bentuk yang harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Menurut
CPOB ruangan steril dikategorikan ruang kelas A, B dan C atau disebut juga dengan white
area dengan persyaratan jumlah mikroba dan partikel yang telah ditetapkan (Gambar 2).
Ruang A merupakan ruangan di bawah aliran udara laminer, sedangkan kelas B dan C
tergolong ke dalam ruangan steril. Ruang A dan B memiliki efisiensi saringan HEPA (High
Efficiency Particulate Air) filter 99,995% pada H14 sedangkan suatu ruangan dikategorikan
tipe C jika memiliki efisiensi saringan HEPA H13 sebesar 99,95% (Lukas, 2006, BPOM RI,
2012).

Gambar 2. Kategori ruangan produksi sediaan farmasi berdasarkan CPOB 2012.


Untuk memperoleh ruangan steril dapat dilakukan beberapa jenis cara. Salah satu cara
yang paling umum dilakukan adalah menggunakan disinfektan seperti alkohol, klorin
16
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

(natrium hipoklorit), glutaraldehid, hidrogen peroksida, formaldehid, fenol, klorheksidin dan


lain-lain. Selain disinfektan proses sterilisasi dapat dilakukan dengan metode fogging atau
pengasapan. Komposisi dari cairan fogging tersebut itu sendiri umumnya mengandung
formicaldehid, didecyldimetilammoniumklorida, dan dimetikon. Cara penyinaran dengan UV
juga telah terbukti efektif dalam sterilisasi ruangan. Proses penyinaran UV umumnya
dilakukan tidak kurang dari 24 jam untuk menjamin sterilitas ruang (Lukas, 2006).
Kondisi aseptik harus dijaga selama proses pembuatan sediaan steril. Aseptik adalah
eksklusi secara kontinyu mikroorganisme patogen dan berbahaya. Teknik aseptik adalah
segala upaya yang dilakukan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme ke dalam suatu
sistem. Untuk menjamin suatu ruangan steril bersifat aseptis dan steril perlu dilakukan suatu
validasi. Makna dari validasi yakni suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
dengan tiap bahan, proses, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan
dalam produksi dan pengawasan agar senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan, atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi dan pengawasan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan dari suatu
proses validasi adalah untuk mengidentifikasi parameter proses yang kritis, menetapkan batas
toleransi yang dapat diterima, serta memberi metode pengawasan terhadap proses yang kritis.
Alasan dari suatu proses validasi adalah untuk menanamkan mutu dalam proses pembuatan
obat, efisiensi proses serta merupakan bagian dari program penjaminan mutu atau quality
assurance (QA). Terdapat beberapa manfaat dari proses validasi, yakni mengurangi problema
selama produksi, memperkecil kemungkinan kerja ulang, menjamin kualitas produk
(peningkatan mutu, konsistensi dan confidence), meningkatkan kepercayaan pelanggan,
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja serta meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
Alat dan Bahan
Alat
 Oven
 Autoklaf
 Ampul, vial, infus
 Kotak aseptis
 Peralatan gelas
Bahan
17
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

 Akuades
 Water for injection (WFI)
 Media agar

Prosedur Kerja
A. Validasi Metode Sterilisasi dengan Autoklaf
1. Infus, ampul dan vial yang telah dibersihkan diberi akuades secukupnya.
2. Masing-masing sediaan diautoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit.
3. Preparasi media agar di dalam kotak aseptis.
4. Keluarkan sediaan dari autoklaf, pastikan masih terhindar dari kontak udara luar
sampai masuk ke dalam kotak aseptis.
5. Cek sterilitas akuades di dalam sediaan dengan media agar dengan meneteskan
secukupnya pada permukaan dan meratakannya.
6. Inkubasi media yang telah diisi sampel selama 24 jam.
B. Validasi Kotak Aseptis.
Untuk udara di dalam kotak aseptis.
1. Piring Petri yang telah berisikan media diletakkan di dalam kotak aseptis dekat dengan
sumber udara masuk selama 10 menit.
2. Inkubasi media selama 24 jam dan amati ada tidaknya biakkan.
Untuk dinding kotak aseptis.
1. Buatlah media agar yang agak cembung.
2. Tempelkan bagian yang cembung pada dinding kotak septis selama kurang lebih 1 menit.
3. Inkubasi media selaam 24 jam, amati ada tidaknya biakkan.
C. Validasi Metode Sterilisai dengan Oven
1. Wadah vial dan ampul masing-masing 2 buah dibungkus dengan aluminium foil
disterilkan pada suhu 180°C selama 30 menit.
2. Masing-masing wadah dibilas dengan Water for Injection (WFI) pada bagian
dalamnya dan hasil bilasan dimasukkan dalam media agar.
3. WFI yang tidak dimasukkan ke dalam wadah digunakan sebagai kontrol.
4. Inkubasi media selama 24 jam, amati ada tidaknya biakkan.
Laporan sementara
1. Catatlah waktu preparasi media dan sampel yang dibutuhkan selama pengujian.
18
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

2. Catatlah metode pembuatan WFI yang Anda lakukan.


3. Catatlah suhu di dalam kotak aseptis, oven dan autoklaf.
4. Catatlah hasil inkubasi sebelum dan sesudah 24 jam. DOKUMENTASIKAN!
Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)
1. Berikan contoh validasi lainnya yang dilakukan dalam proses produksi sediaan steril.
2. Apa perbedaan validasi dan kalibrasi? Jelaskan.
3. Kapan perlu dilakukan proses validasi? Jelaskan.
4. Apa hasil yang diperoleh dari proses validasi? Jelaskan.

19
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM II - VALIDASI

20
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

21
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN II - VALIDASI

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

22
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

23
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM III
PEMBUATAN BEDAK TABUR

Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep sterilisasi dalam pembuatan sediaan steril
2. Mahasiswa mampu memahami kegunaan zat aktif dan eksipien dalam sediaan bedak
tabur steril.
3. Mahasiswa mampu memahami prosedur kerja dalam pembuatan sediaan bedak tabur
steril.
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi sediaan bedak tabor steril yang dihasilkan.
5. Mahasiswa mapu menginterpretasikan hasil analisis sediaan yang didapatkan.

Dasar Teori
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan, karena
mempunyai luas permukaan yang luas, serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut dari
pada bentuk sediaan yang dipadatkan. (FI III : 23). Serbuk diracik dengan cara
mencampurkan bahan obat satu persatu, sedikit demi sedikit dan dimulai dari bahan obat
yang jumlahnya sedikit. Dalam mencampur serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan
jaga agar jangan ada bagian yang menempel pada dinding mortir. Terutama untuk serbuk
yang berkhasiat keras dan dalam jumlah kecil.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat serbuk :
a. Obat yang berbentuk Kristal / bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.
b. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat penambah
(konstituen ) dalam mortir.
c. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah homogen.
d. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan terlebih dahulu.
e. Obat yang volumenya kecil dimasukkan terlebih dahulu
(FI III 23, Ilmu Resep Teori jilid I).
Derajat kehalusan serbuk dinyatakan dengan nomor pengayak yang digunakan. Jika
derajat kehalusan suatu serbuk dinyatakan dengan 1 nomor, artinya adalah semua serbuk
dapat melewati pengayakan dengan nomor tersebut. Jika derajat kehalusan suatu serbuk
tersebut dinyatakan dengan 2 nomor maka artinya yaitu semua serbuk dapat melalui
24
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

pengayakan dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% serbuk tersebut melewati
pengayakan dengan nomor tertinggi. Contoh : serbuk 40/60, artinya serbuk
dapat melalui pengayak no 40 seluruhnya dan tidak lebih dari 40 % melalui pengayak nomor
60.

Simplisia nabati dan simplisia hewani

Nomor nominal serbuk Nomor nominal Batas derajat halus


serbuk
% Nomor pengayak

Sangat kasar 8 20 60

Kasar 10 40 60

Setengah kasar 40 40 80

Halus 60 40 100

Sangat halus 80 100 80

Bahan kimia

Nomor nominal serbuk Batas derajat halus

% Nomor pengayak

20 60 40

40 60 60

80 60 120

120 100 120

Serbuk tabur adalah serbuk ringan untuk penggunaan topical, dapat dikemas dalam

25
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

wadah yang bagian atasnya berlubang halus, untuk memudahkan penggunaan pada
kulit. Umumnya harus lewat ayakan 100 mesh agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian
yang peka (1 mesh = dalam setiap panjang 1 inchi ada 100 lubang). Seluruh serbuk harus
terayak semuanya, yang tertinggal diayakan dihaluskan lagi sampai seluruhnya terayak.
Setelah semua serbuk terayak, dicampur dan diaduk lagi. Jangan digunakan serbuk sebelum
tercampur homogen seluruhnya. (FI III 23, FI IV 14, IMO 47)
Aturan pembuatan serbuk tabur yaitu :

 Serbuk tabur yang mengandung lemak diayak dengan ayakan No. 44


 Serbuk tabur yang tidak mengandung lemak diayak dengan ayakan No. 100
 Seluruh serbuk harus terayak semuanya.

Serbuk tabur harus bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat luar. Talk,
kaolin dan bahan mineral lain yang digunakan untuk serbuk tabur harus bebas dari bakteri
Clostridium tetani dan Clostridium welchii dan Bacillus anthracis. Cara sterilisasi serbuk tadi
ialah dengan pemanasan kering pada suhu 150o C selama 1 jam. Serbuk tabur tidak boleh
digunakan untuk luka terbuka karena akan menyebabkan luka yang terkena bedak menjadi
keras (Ansel, 2005).

Cara membuat serbuk tabur yang mengandung :

 Adeps lanae, vaselin, emplastrum oxydipumblici dengan cara dilarutkan dalam eter atau
aseton kemudian dikeringkan dengan baik.
 Ichytyol dengan cara diencerkan dengan eter cum spiritus atau etanol 96 % kemudian
dikeringkan dengan talk.
 Parafin cair, minyak jarak, dibuat dengan cara dicampur dengan talk sama banyak
kemudian sisa talk ditambahkan sedikit demi sedikit.
 Kamfer, menthol, timol, asam salisilat, balsam peru, dibuat dengan cara dilarutkan dengan
eter atau etanol 96 %
 Larutan formaldehid, dibuat dengan cara jika dalam jumlah kecil dicampur terakhir dan
jika jumlah banyak dibuat dengan mengganti dengan para formaldehid padat 1/3 x
bobotnya.
 Minyak atsiri dibuat dengan cara campur terakhir ke dalam campuran serbuk yang telah
diayak (Syamsuni, 2007).
26
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Keuntungan serbuk :

 Sebagai campuran bahan obat sesuai kebutuhan


 Dosis lebih tepat, lebih stabil daipada sediaan cair
 Memberikan disolusi lebih cepat.

Kekurangan serbuk ;

 Kurang baik untuk bahan obat yang mudah rusak/terurai dengan adanya
kelembaban/kontak dengan udara.
 Bahan obat yang pahit akan sukar tertutupi rasanya.
 Peracikannya cukup lama.

Syarat bahan untuk pembuatan serbuk tabur :


 Bahan serbuk bersifat menyerap air. Tidak boleh dignakan pada luka terbuka dan berair
karena akan mengeras.
 Bahan yang hidrofob akan mencegah kehilangan air dari kulit dan tidak mengeras pada
luka terbuka.
 Talkum atau bahan tambahana lain yang akan digunakan unuk luka terbuka harus
disterilkan dahulu untuk mencegah infeksi.

Bahan - bahan bedak tabur :

1. Bahan dasar:
a. Golongan silikat:
 Talcum : serbuk halusyang bersifat licin namun kemampuan menutupi rendah.
 Kaolin : kekuatan /kemampuan menutupi baik, daya adhesi baik, dalam jumlah
maksimum 25 % dapat mengurangi sifat mengkilat talcum.

b. Golongan karbonat :
 Magnesium karbonat sifatnya dapat mengabsorsi pewangi, mendistribusi pewangi,
dan dalam jumlah banyak menyebabkan kulit menjadi kering

27
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

 CaCO3 sifatnya mengurangi sifat mengkilat talcum, mempunyai daya menutup, dapat
mengabsorsi pewangi, dapat mengaborsi keringat, jika jumlah banyak kulit dapat
menjadi kering.

c. Golongan oksida logam :


 ZnO, sifatnya : Daya menutupi baik, mempunyai daya terapeutik dan memutihkan
kulit, sedikit adesif, dipakai 25 % (jika lebih kulit menjadi kering).
 TiO2 : daya menutupinya baik (3 – 5 kali ZnO) dan kurang adesif
 Golongan polisakarida : pati beras (jarang digunakan karena mudah dirusak bakteri).
 Golongan garam logam asam organik : Mg stearat, Zn stearat, sifatnya : adesif, tahan
air, pemakaian berlebih memberikan bau tak enak dan kulit berbintik bintik, biasa
dipakai 4-15%.

2. Bahan pengkilat gunanya untuk memberi efek mengkilat bagi / pada pemakaiannya
Contohnya : Guanine ( senyawa alam ), Bismut oksi klorida ( sintetis ), Serbuk mutiara

3. Bahan Pewarna
Sesuai dengan yanga diizinkan Badan POM . Jumlahnya 1-5%.

4. Bahan Pewangi
Syarat :
 Tidak merangsang kulit
 Stabil pada media yang sedikit alkali
 Tidak teroksidasi
 Tidak mudah menguap
 Kadar 0,2-1 %
Komposisi bedak tabur pada umumnya ialah sebagai berikut:
a. Talk
Secara kimiawi, talk adalah magnesium silikat (3MgO. 4SiO2.H2O). ini merupakan bahan
dasar dari segala macam formulasi bedak modern sifat yang sangat luar biasa adalah mudah
menyebar dan kekuatan menutupi yang rendah. Untuk bedak wajah talk harus putih dan tidak

28
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

berbau dengan rasa halus. Tentu saja sifat mudah menyebar yang sangat baik ini adalah yang
paling dibutuhkan.
Ukuran partikel dari talk adalah salah satu kriteria untuk standar kualitasnya. Paling tidak
98% harus dapat melewati ayakan 200 mesh ( tidak lebih besar dari 74 mikro ) talk
termikronisasi sekarang sudah tersedia di mana ukuran partikel dapat dikurangi menjadi
beberapa mikron. Penggunaan dari talk termikronisasi dalam ukuran partikel dan nilai massa
besar yang diinginkan. Padatan dari massa besar adalah sangat penting dalam talk, karena
variasi sangat mempengaruhi kualitas sekaligus pengepakan dari produk akhir.

b. Kaolin
Warna dari kaolin yang digunakan harus secerah mungkin. Bahan dasar harus dimurnikan
secara baik untuk memindahkan keseluruhan bahan tidak murni dan partikel kasar. Tidak
semua aluminium silikat dapat diklasifikasikan sebagai kaolin, namun 3 kelompok di bawah
ini secara khusus memiliki formula yang sama ( Al2O3. 2SiO2.2H2O) dan dapat disebut kaolin
: nacrite, dickite, dan kaolinite. Karena kaolin higroskopis penggunaannya pada bedak wajah
umumnya tidak melebihi 25%.

c. Kapur (Kalsium Karbonat)


Kalsium karbonat digunakan untuk mengurangi cahaya dari talk dan memiliki kekuatan
melapisi yang baik. Ini membantu untuk absorpsi parfum dan juga tahan lemak. Dan
menyerap keringat. Kapur juga sangat baik untuk memberikan efek berseri-seri ketika bedak
wajah digunakan.
Kapur adalah basa lemah, putih, serbuk mikrokristal tak berbau ; tidak mengkilap, dan
memiliki rasa kapur. Ketika bahan dasar ini digunakan secara berlebihan, bedak dapat
memberikan rasa kering, tapi penggunaan yang layak adalah sangat membantu dalam formula
bedak wajah.

d. Magnesium karbonat
Sifat yang baik dari magnesium karbonat membuatnya umum digunakan dalam bahan
penyusun bedak. Magnesium karbonat memiliki sifat absorben yang baik dan terbukti
memiliki sifat mendistribusi parfum yang baik. Kerapatannya adalah bagian dari lapisan

29
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

magnesium karbonat, kualitas yang mana memberikan perkembangan pada tipe kehalusan
dari bedak.

e. Logam stearat
Zink dan magnesium stearat sejauh ini merupakan bahan yang paling sering digunakan
dari logam stearat. Untuk bedak wajah, stearat harus memiliki kualitas yang tinggi untuk
mencegah timbulnya keasaman, bau yang tidak diinginkan. Sifat yang paling penting dari
zink dan magnesium stearat adalah sifat adhesif dan anti air.
Zink stearat, yang paling sering digunakan juga memiliki efek menenangkan. Penggunaan
yang berlebihan, stearat dapat menyebabkan noda dan efek jerawat pada kulit. Dalam jumlah
yang cukup (4-15%) zink stearat memberikan sifat adheren pada bedak wajah.

f. Zink Oksida, Titanium oksida


Terdapat 2 bahan pengopak yang biasa digunakan dalam formulasi bedak wajah : zink
oksida dan titanium dioksida. Terlalu banyak digunakan bahan ini dapat menghasilkan efek
seperti topeng yang mana tidak diinginkan ; terlalu sedikit membuat bedak tidak dapat
menempel pada tubuh. Diketahui bahwa zink oksida memiliki beberapa sifat terapeutik dan
membantu menghilangkan kecacatan pada kulit. Namun, penggunaan yang berlebihan dapat
menyebabkan kulit kering.

g. Pati beras
Bahan ini sering digunakan dalam face powders. Bahan yang paling sering digunakan
adalah pati beras. Bahan ini dianggap dapat memberikan sifat “peach like”pada wajah.
Karena partikel sperisnya memberikan rasa lembut pada kulit. Bahan ini memiliki sifat
absorpsi dan memiliki sifat menutupi yang baik. Dengan penambahan air dapat menjadi cake,
dan menempel pada wajah, memberikan tampilan yang kurang menyenangkan. Bahan ini
juga dapat menjadi lengket. Pati jagung juga sering digunakan dan memiliki sifat yang sama
pada pati beras. Pati singkong dapat memberikan kelembutan pada produk.
Penggunaan dari amilum telah memberikan masalah mudahnya terdekomposisi oleh
bakteri, karena mengandung nutrisi yang cocok untuk bakteri. Sifat mencerahkan dan
menjerap adalah yang diberikan dari amilum yang mana sekarang juga dapat diberikan oleh
kalsium karbonat dan senyawa lain dalam formula bedak wajah.
30
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

h. Silika dan Silikat


Silika dan Silikat dapat berguna dalam bedak wajah untuk menjaga sifat mengalir bebas,
walaupun dengan kelembaban yang tinggi. Silikat dapat juga berfungsi sebagai pembawa
parfum. Penggunaan dari silikat halus seperti magnesium trisilikat membantu dalam bedak
karena mereka memiliki sifat menyerap yang sangat baik terhadap air dan minyak.

i. Pengharum
Pemilihan parfum yang cocok dan sifat efisiennya yang digunakan dalam bedak wajah
adalah sangat penting, karena bau dari bedak memiliki peranan yang penting dalam
kemampuan penjualan dari produk. Penggunaan parfum yang cocok bukan merupakan
prosedur yang mudah, karena permukaan yang sangat luas dari padatan bedak dan
kemungkinan reaksi dari parfum dengan bahan-bahan dasar lainnya. Jika bahan dasar
merupakan bahan-bahan yang halus, wangi yang dipilih akan lebih sedikit daripada masalah
dalam penyelesaian formulasi bedak wajah. Hal ini sangat penting bahwa parfum yang
digunakan harus tidak mengiritasi, stabil pada kondisi basa lemah dan tidak mengalami
oksidasi atau menguap dengan cepat. Pengharum harus tercampurkan dengan semua bahan
penyusun bedak karena masalah dengan keasaman, heterogen dari bau dan diskolorasi dapat
terjadi dari pemilihan bau yang tidak cocok.

k. Modified starch (pati yang dimodifikasi)


Kini terdapat modified starch yang sangat berguna dalam produk bedak. Pati ini tidak
berbau dan tidak menggumpal jika dalam keadaan lembap namun memilliki sifat absorptive
untuk air dan minyak. Bahan ini dapat dijadikan sebagai pengganti talc pada produk yang
sama., juga bahan ini meningkatkan estetis pada formula dan berepran dalam absorbs minyak
pada kulit. Namun, kedua pati baik ini maupun yang dimodifikasi merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan mikrobiologi sehingga tahap sterilisasi merupakan hal yang penting;
dan diperlukan kondisi pembuatan yang sebersih mungkin untuk mencegah kontaminasi
bakteri dan jumlah zat pengawet yang sesuai dalam formulasi.

Cara sterilisasi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produk steril, yaitu:
1. Terminal Sterilization (Sterilisasi Akhir)
31
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Metode sterilisasi akhir dibagi menjadi dua, yakni overkill method dan bioburden
sterilization. Overkill method adalah metode sterilisasi menggunakan pemanasan dengan
uap panas pada suhu 121oC selama 15 menit (autoklaf) yang mampu memberikan minimal
reduksi setingkat log 12 dari berbagai mikroorganisme yang memiliki nilai D minimal 1
menit. Metode sterilisasi ini dapat digunakan untuk bahan yang tahan panas seperti zat
anorganik. Metode ini merupakan pilihan utama karena memiliki beberapa kelebihan
seperti lebih efisien, cepat dan aman.
Metode yang kedua adalah bioburden sterilization yang memerlukan monitoring
ketat dan terkontrol terhadap beban mikroba sekecil mungkin di jalur produksi sebelum
memasuki tahap sterilisasi yang dispersyaratkan 10-6. Metode ini umum digunakan pada
bahan yang dapat terdegradasi dengan suhu tinggi seperti dekstrosa yang dapat menjadi
hidro metil furfural yang berakibat toksik pada hati. Perbedaan kedua metode tersebut
terletak pada titik awal. Sterilisasi akhir tetap menjadi pilihan utama dalam pembuatan
sediaan steril dengan bahan yang tahan panas (Lukas, 2006).
2. Aseptic Processing (Proses Aseptis)
Proses aseptis adalah metode pembuatan produk steril menggunakan saringan (filter)
yang dilakukan dalam kondisi terkontrol. Suplai udara, material, peralatan, dan petugas
telah terkontrol sedemikian rupa sehingga kontaminasi mikroba tetap berada pada level
yang dapat diterima dalam area bersih (clean zone). Penanganan material minimal
dilakukan dalam kelas D, sedangkan proses filtrasi harus dilakukan dalam area A atau B.
Pengisian produk ke dalam pengemas juga harus dilakukan di dalam area A atau B (Lukas,
2006).
Bedak tabur atau yang disebut juga dengan pulvis adspersorius adalah serbuk ringan,
bebas butiran kasar dimaksudkan untuk pemakaian luar, umumnya dikemas dalam wadah
yang bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan. Talk, kaolin, dan
bahan mineral yang digunakan untuk serbuk tabur harus bebas dari bakteri Clostridium
tetani, Clostridium welchii, dan Bacillus antrachis. Bedak tabur tidak boleh dipakai pada luka
terbuka karena akan menyebabkan luka yang terkena bedak menjadi keras (Ansel, 2005).

Analisis Sediaan Bedak Tabur Steril


1. Evaluasi Organoleptis
Diamati organoleptisnya berupa warna, bau, dan kehalusan serbuk lalu dicatat.
32
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

2. Keseragaman Ukuran
Sediaan diayak pada ayakan mesh 20, lalu timbang dancatat bobot serbuk tabur yang terayak.
3. Homogenitas Partikel
Sediaan diayak dengan ayakan yang telah ditentukan, Semua serbuk tersebut harus dapat
melewati ayakan tersebut.
4. Sifat Alir Bedak
Uji dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh sejumlah tertentu zat untuk
mengalir melalui lubang-lubang corong.
5. Luas Permukaan
1 g serbuk disuspensikan dengan 1 ml air, teterskan sampel diatas preparat lalu dikeringkan.
Amati preparat dibawah mikroskop. Hitung diameter dan luas permukan.
6. Uji Pengemas Kaleng/Plastik
Uji dilakukan dengan menganalisis kebocoran pada tube salep yang digunakan. Aquadest
yang volumenya telah dicatat dimasukkan ¾ bejana, lalu ditambahkan metilen blue 1%.
Pengemas dicelupan kedalamnya, diamkan selama 30 menit dan amati ada atau tidaknya
perubahan warna kebiruan pada sediaan.
7. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Sediaan
Lakukan telaah literature mengenai cara pengujian kualitatif dan kuantitatif dari zat aktif
yang anda gunakan.
8. Uji Sterilitas
Menggunakan medium agar NA dan PDA. Tuang cairan agar NA (bakteri) dan PDA (jamur)
pada dua cawan petri yang berbeda. Biarkan mengeras. Bagi media plat menjjadi 2 bagian
area dan tandai dengan spidol marker. Buatlah sumur pada media agar NA dan PDA. Lalu
letakkan sediaan pada sumur tersebut. Inkubasi selama 3-4 hari. Media NA pada suhu 35-
37OC dan PDA pada suhu 20-25oC. Hitung jumlah bakteri/jamur yang terdapat pada media
agar menggunakan perhitungan ALT.
Berdasarkan formula dibawah ini adakah permasalahan yang terjadi? Bagaimana solusi nya?
Formula 1 Formula 2
Asam salisilat ???% Menthol ???%
Balsam peru .....% Lanolin ....%
Adeps lanae .....% ZnO ...%
ZnO .....% Kaolin ....%
33
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

MnO ....% Talkum ad 50 gr


Talkum ad 50 gr

Formula 3 Formula 4
Cetirizine ?????% Calamine ??????%
Lanolin ......% ZnO ..........%
Champor ......% Champor .........%
Talkum ad 50 gr Menthol ...........%
Talkum ad 50 gr

Formula 5 Formula 6
Neomisin ????% ZnO ??? mg
Champor .....% Lanolin .....%
Mg Stearat ......% Mg Stearat .......%
Talkum ad 50 gr Talkum ad 50 gr

Prosedur Kerja
1. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
2. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
3. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.
4. Lakukan analisis dari sediaan bedak tabur yang telah dibuat.
5. Tulis dan interpretasikan hasil analisis yang didapatkan.

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, titik lebur, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Jelaskan alasan pemilihan persentase kadar eksipien dan zat aktif yang anda gunakan.
3. Jelaskan metode sterilisasi yang akan dilakukan.
4. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan bedak tabur steril.
5. Catat waktu yang dibutuhkan untuk proses formulasi dan sterilisasi.
6. Tuliskanlah hasil evaluasi sediaan bedak tabur yang anda lakukan.
34
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Jelaskan alasan mengapa bedak tabur steril yang digunakan secara topikal pada kulit harus
tetap dijaga sterilitasnya!
2. Jelaskan indikasi dari asam salisilat, cetirizine, calamine, ZnO, sulfanilamide, dan
klotrimazole, nikotinamid serta penggunaannya dalam sediaan lainnya selain bedak tabur!
3. Sebutkan dan jelaskan kontrol kualitas yang dapat dilakukan untuk sediaan bedak tabur
steril!
4. Berikan contoh sediaan bedak tabur steril lainnya selain zinc oxide, asam salisilat dan
calamine!
5. Boleh atau tidak bedak tabur diberikan pengawet? Jelaskan alasannya!

35
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM III - BEDAK TABUR

36
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

37
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN III – BEDAK TABUR

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

38
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

39
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM IV
PEMBUATAN SALEP MATA STERIL
Tujuan:
1. Mahasiswa mampu memahami pengaruh bahan aktif dan eksipien dalam penentuan
metode sterilisasi yang digunakan untuk formulasi steril.
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan salep mata dengan metode sterilisasi yang sesuai.

Dasar Teori
Salep mata (oculenta) adalah salep steril untuk pengobatan mata menggunakan dasar
salep yang cocok dan yang telah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta
memenuhi syarat uji sterilitas. Obat mata berdasarkan aksi farmakologisnya dapat dibedakan
menjadi miotic, mydriatic, cycloplegic, anti-inflamasi, antibiotik, anti glaukoma, agen
diagnostic dan anestesi. Cara pembuatannya bahan obat dapat ditambahkan sebagai larutan
steril atau sebagai serbuk steril termikronisasi pada bahan dasar (basis) salep steril, hasil akhir
dimasukkan secara aseptik dalam tube steril. Bahan obat dan dasar salep disterilkan dengan
cara yang cocok (tidak merusak zat aktif), sedangkan tube disterilkan dalam autoklaf pada
suhu antara 115°C sampai 116°C selama tidak kurang dari 30 menit. Menurut European
Pharmacopeia tahun 2001 salep mata memiliki batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10 µg zat
aktif tidak boleh memiliki partikel >90 nm serta tidak boleh lebih dari 2 partikel > 50 nm
(Lukas, 2006; Felton, 2012).
Mata merupakan salah satu organ manusia yang paling pela, sehingga sediaan yang
ditujukan untuk aplikasi pada mata harus efektif, bebas rasa nyeri dan tidak merangsang. Ada
beberapa syarat salep mata steril yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Homogenitas, tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba.
b. Sterilitas, Farmakope modern mensyaratkan sterilitas kuman bagi sediaan ophthalmika
harus memiliki angka kuman nol. Pada umumnya pembuatan optalmika dilakukan pada
kondisi aseptic bukan sterilisasi akhir.
c. Basis yang digunakan tidak mengiritasi mata, membiarkan difusi obat melalui pencucian
sekresi mata dan mempertahankan aktivitas obat pada jangka waktu tertentu pada kondisi
penyimpanan yang sesuai.
d. Salep mata harus mengandung bahan yang sesuai atau campuran bahan untuk mencegah
pertumbuhan atau menghancurkan mikroorganisme yang berbahaya ketika wadah terbuka
40
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

selama penggunaan. Bahan antimikroba yang biasa digunakan adalah klorbutanol (Lukas,
2006)
Formula 1 Formula 2
Tetrasiklin HCl ???% Hidrokortison ???%
Eksipien ....% Eksipien .....%
Basis salep ad 10 g Basis salep ad 10 g
Formula 3 Formula 4
Betametason ???% Dexametason ???%
Eksipien .....% Eksipien ....%
Basis salep ad 10 g Basis salep ad 10 g
Formula 5 Formula 6
Gentamisin ???% Kloramfenikol ???%
Eksipien ....% Eksipien ....%
Basis salep ad 10 g Basis salep ad 10 g
Prosedur Kerja
1. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
2. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
3. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, titik lebur, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Jelaskan alasan pemilihan persentase kadar eksipien.
3. Jelaskan alasan pemilihan basis.
4. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan salep mata.
5. Catat waktu yang dibutuhkan untuk proses formulasi dan sterilisasi.

Pertanyaan/Tugas
1. Jelaskan keuntungan metode sterilisasi yang Anda pilih.
2. Jelaskan titik kritis steril dalam pembuatan salep mata yang Anda lakukan.
3. Jelaskan alasan pemilihan eksipien yang dipilih.
41
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

4. Jelaskan pengaruh kestabilan serta karakteristik zat aktif dan eksipien terhadap metode
formulasi yang dianggap paling tepat.

42
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM IV - SALEP MATA

43
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

44
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN IV - SALEP MATA

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

45
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

46
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM V
UJI ALKALINITAS GELAS

Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui ketahanan gelas terhadap serangan kimiawi preparat
farmasi yang disimpan dalam botol gelas
2. Mahasiswa mampu memahami pengujian kualitas gelas
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tipe gelas yang dipakai dalam formulasi sediaan steril.
4. Mahasiwa mampu menganalisis hasil yang didapatkan dari hasil pengujian kualitas kaca.
5. Mahasiswa mampu menentukan kualitas kaca yang akan digunakan dari hasil percobaan.

Dasar Teori
Pengemas adalah salah satu komponen yang penting untuk sediaan farmasi, karena
ketidaksesuaian pengemas akan mempengaruhi obat secara keseluruhan termasuk kestabilan
dan efek terapi obat. Menurut USP, pengemas adalah alat untuk menampung suatu obat, atau
mungkin dalam hubungan langsung dengan obat tersebut. Pengemas diartikan sebagai wadah,
tutup, dan selubung sebelah luar, artinya keseluruhan bahan kemas, dengannya obat
ditransportasikan dan/atau disimpan. Kemasan adalah penyatuan dari bahan yang dikemas
(bahan yang diisikan) dan pengemas. Bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang
dikemas, dinyatakan sebagai bahan kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya
seperti kotak terlipat, karton dan sebagainya dinamakan bahan kemas sekunder.
Pembagian wadah untuk injeksi dibagi menjadi dua macam yaitu:
1. Wadah dosis tunggal, adalah suatu wadah yang kedap udara yang mempertahankan jumlah
obat steril yang dimaksudkan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila
dibuka tidak dapat ditutup rapat kembali yang dengan jaminan tetap steril. Contoh: ampul.
2. Wadah dosis ganda, adalah wadah kedap udara yang memungkinkan pengambilan isinya
perbagian berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kaulitas atau kemurnian bagian
yang tertinggal. Contoh vial atau botol serum.

Dalam industri farmasi, kemasan yang terpilih harus cukup melindungi kelengkapan
suatu produk. Karenanya seleksi kemasan dimulai dengan penetuan sifat-sifat fisika dan

47
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

kimia dari produk itu, keperluan melindunginya, dan tuntutan pemasarannya. Secara umum,
hal-hal penting yang harus diperhatikan dari wadah adalah:

 Harus cukup kuat untuk menjaga isi wadah dari kerusakan


 Bahan yang digunakan untuk membuat wadah tidak bereaksi dengan isi wadah
 Penutup wadah harus bisa mencegah isi:
a. Kehilangan yang tidak diinginkan dari kandungan isi wadah
b. Kontaminasi produk oleh kotoran yang masuk seperti mikroorganisme atau uap
yang akan mempengaruhi penampilan dan bau produk.
 Untuk sediaan jenis tertentu harus dapat melindungi isi wadah dari cahaya
 Bahan aktif atau komponen obat lainnya tidak boleh diadsorpsi oleh bahan pembuat
wadah dan penutupnya, wadah dan penutup harus mencegah terjadinya difusi melalui
dinding wadah serta wadah tidak boleh melepaskan partikel asing ke dalam isi wadah
 Menunjukkan penampilan sediaan farmasi yang menarik

Berdasarkan pertimbangan tentang kondisi penutupan dalam Farmakope Indonesia,


penyimpan obat dikelompokkan :

 Wadah tertutup baik, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari zat padat dari luar
dan dari hilangnya obat pada kondisi pengangkutan, pengapalan, penyimpanan dan
distribusi yang lazim.
 Wadah tertutup baik terlindung dari cahaya
 Wadah tertutup rapat, yaitu wadah yang dapat melindungi isinya dari kontaminasi
cairan-cairan, zat padat atau uap dari luar, dari hilangnya obat tersebut, dan dari
pengembangan, pencairan, atau penguapan pada kondisi pengangkutan, pengapalan,
penyimpanan, dan distribusi yang lazim. Suatu wadah tertutup rapat ditutup kembali
sehingga kemampuan yang sama seperti sebelum dibuka.
 Wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya
 Bahan kemas yang kontak langsung dengan bahan yang dikemas, dinyatakan dengan
bahan kemas primer, sebaliknya pembungkus selanjutnya, seperti kotak terlipat, karton
dan sebagainya dinamakan sebagai bahan kemas sekunder. Untuk menjamin stabilitas
produk, harus ditetapkan syarat yang sangat tegas terhadap bahan kemas primer, yang

48
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

seringkali menyatu dengan seluruh bahan yang diisikan baik berupa cairan dan semi
padatan. Bahan kemas sekunder pada umumnya tidak berpengaruh terhadap stabilitas.

Jenis kemasan primer dalam sediaan steril terdapat wadah gelas, wadah plastik, wadah
metal, wadah karet. Pengemas steril yang terbuat dari gelas umumnya dalam bentuk vial dan
ampul. Pengemas tidak boleh berinteraksi dengan sediaan baik secara fisik maupun kimia
karena akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Wadah yang terbuat dari gelas harus
dapat dilihat isi untuk pemeriksaan sediaan, sehingga harus bersifat jernih. Secara fisika gelas
dapat didefinisikan sebagai cairan yang lewat dingin (supercolled liquid), tidak mempunyai
titik lebur tertentu dan mempunyai viskositasyang tinggi (> 103 Poise) untuk mencegah
kristalisasi. Secara kimia gelas didefinisikan sebagai hasil peleburan berbagai oksida
anorganik yang tidak mudah menguap yang berasal dari peruraian senyawa-senyawa kimia
dimana struktur atomnya tidak menentu. Gelas umumnya digunakan untuk kemasan dalam
farmasi, karena memiliki mutu perlindungan yang unggul, ekonomis, dan wadah tersedia
dalam berbagai ukuran dan bentuk. Gelas pada dasarnya bersifat inert secara kimiawi, tidak
permeable, kuat, keras dan disetujui FDA. Gelas tidak menurun mutunya pada penyimpanan,
dan dengan sistem penutupan seperlunya dapat menjadi penghalang yang sangat baik
terhadap hampir setiap unsur, kecuali sinar. Gelas berwarna dapat memberi pelindungan
terhadap cahaya bila diperlukan. Kekurangan utama dari gelas sebagai kemasan adalah
karena mudah pecah dan berat.

Komposisi gelas
Gelas terutama tersusun dari pasir (silica yang hampir murni), soda abu (natrium
karbonat), batu kapur (kalsium karbonat), dan cullet (pecahan gelas yang dicampur
dengan batch pembuatan dan berfungsi sebagai bahan penyatu untuk seluruh
campuran). Kation yang paling umum didapatkan dalam bahan gelas farmasi adalah silicon,
alumunium, boron, natrium, kalium, kalsium, magnesium, zink, dan barium. Satu-satunya
anion yang penting adalah oksigen. Boron oksida ditambahkan untuk membantu proses
pencairan. Timah dalam jumlah kecil membuat gelas jernih dan berkilau. Alumina
(Alumunium oksida) sering digunakan menambah kekerasan dan keawetan serta menambah
ketahanan terhadap reaksi kimia. Gelas terdiri dari komponen silikon (Si) yang di alam
umumnya terdapat dalam bentuk silika (silikon dioksida) atau silikat (campuran silikon,

49
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

oksigen, dan satu atau lebih atom metal). Struktur utama dari gelas terbentuk dari tetrahedron
silikon dioksida (Lukas, 2006; Akers, 2010).

Gambar 3. Struktur silikon oksida tetrahedron.


Warna gelas dapat diatur dengan menambahkan sejumlah kecil oksida-oksida logam seperti
Cr, Co dan Fe. Sifat semi opaq diberikan dengan penambahan florin. Wadah gelas kedap
terhadap semua gas sehingga menguntungkan bagi minuman berkarbonasi karena kecepatan
difusinya sama dengan 0. Wadah gelas barrier terhadap benda padat, cair dan gas sehingga
baik sebagai pelindung terhadap kontaminasi bau dan cita rasa. Sifat-sifat ketahanan gelas
dapat diawetkan dengan cara memberi lapisan yang tidak bereaksi dengan gelas, misalnya
minyak silikon, oksida logam, lilin. Resin, belerang, polietilen. Gelas bukan benda padat, tapi
benda cair dengan kekentalan yang sangat tinggi dan bersifat termoplastis. Sifat fluida gelas
bervariasi menurut suhu. Titik lebur dan titik beku tidak diketahui, dan ini merupakan
keadaan kaca. Walaupun mudah pecah tetapi gelas mempunyai kekuatan mekanik yang
tinggi. Wadah gelas lebih tahan terhadap kompresi dari dalam dibandingkan tekanan dari
luar. Sifat seperti ini penting untuk pembotolan minuman berkarbonasi. Daya tahan gelas
dapat mencapai 1,5 x 105 kg/cm2. Daya tahan ini dipengaruhi oleh komposisi, ketebalan dan
bentuk dari wadah gelas.
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan
nilai pH larutan. Sama halnya dengan larutan buffer, alkalinitas merupakan pertahanan air
terhadap pengasaman. Alkalinitas adalah hasil reaksi-reaksi terpisah dalam larutan hingga
merupakan sebuah analisa “makro” yang menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam
air disebabkan oleh ion-ion karbonat (CO32- ), bikarbonat (HCO3- ), hidroksida (OH-)
dan borat (BO33-), fosfat (PO43-), dan sebagainya.
Pengujian yang umumnya dilakukan ntuk menguji kualitas gelas adalah uji powdered
glass yang dilakukan untuk gelas Tipe I, III, dan NP serta watter attack yang dilakukan untuk

50
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

gelas tipe II. Pengujian alakalinitas bertujuan untuk menguji gelas terhadap serangan kimiawi
preparat farmasi yang disimpan di dalam botol gelas.

Uji Wadah Kaca- Tahan Bahan Kimia dan Serbuk Kaca

Uji berikut ini dirancang untuk menetapkan daya tahan wadah kaca baru yang belum
pernah digunakan terhadap air. Sedangkan pengujian serbuk kaca dilakukan untuk
mengetahui ketahanan pengemas kaca terhadap kekuatan mekanik. Tingkat ketahanan
ditentukan dari jumlah alkali yang terlepas dari kaca karena pengaruh media pada kondisi
yang telah ditentukan. Jumlah alkali sangat kecil jika kaca lebih tahan, sehingga perlu
diberikan perhatian terhadap semua rincian uji dan perlu digunakan alat dengan mutu dan
ketelitian tinggi. Pengujian harus dilakukan di ruangan yang relatif bebas dari asap dan debu
berlebih. Umumnya digunakan metil merah sebagai indikator.

Menurut United States Pharmacopeia (USP) terdapat empat macam tipe gelas yang
biasa digunakan dalam sediaan farmasi, yakni (Akers, 2010):
1. Tipe I (Borosilicate glass)
Tipe I adalah gelas yang mempunyai ketahanan kimiawi yang sempurna sehingga
tidak mempengaruhi sediaan parenteral yang sangat peka. Terdiri dari 81% silikon
dioksida, 13% borat oksida, serta sedikit natrium dan aluminium oksida. Tipe I memiliki
leachability yang sangat kecil serta koefisien ekspansi termal yang kecil sehingga tahan
terhadap panas.
2. Tipe II (Treated soda lime glass)
Merupakan jenis gelas soda kapur silikat yang telah di aplikasikan senyawa kimia
untuk mengurangi pengotor yang sifatnya alkali. Tipe II memiliki kandungan kalsium oksida
8% dan natrium oksida 14%. Jika dibandingkan dengan tipe I maka tipe II kurang tahan
panas dan memiliki koefisien ekspansi panas yang lebih besar. Untuk menghilangkang
leachables yang sifatnya alkali, tipe II dipapari dengan dealkalizers seperti sulfur dioksida.
Pemaparan kaca terhadap proses sterilisasi yang berulang serta senyawa detergen yang
bersifat alkali dapat merusak lapisan dealkilasi.
3. Tipe III (Soda lime glass)
Gelas tipe III memiliki kadar oksida yang dapat bermigrasi dalam jumlah yang lebih
besar dibandingkan tipe II dan I sehingga memiliki kualitas yang lebih rendah. Kandungan

51
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

yang terdapat di dalam tipe III serupa dengan gelas tipe II. Umumnya tipe III tidak
diperbolehkan penggunaannya untuk sediaan parenteral, selain jika terdapat data pendukung
mengenai uji stabilitas yang telah dilakukan terhadap senyawa aktif dan interaksi dengan
gelas tipe III.

4. NP (Soda lime non parenteral/general purposes)


Tipe NP terbuat dari soda kapur namun penggunaannya tidak diindikasikan untuk
sediaan parenteral hanya untuk sediaan oral atau topikal. Pengujian yang umumnya
dilakukan untuk menguji kualitas gelas adalah uji powdered glass yang dilakukan untuk
gelas tipe I, III, dan NP serta water attack yang dilakukan untuk gelas tipe II. Pengujian
alkalinitas bertujuan untuk menguji gelas terhadap serangan kimiawi preparata farmasi yang
disimpan di dalam botol gelas.
Tabel 1. Persayaratan hasil uji alkalinitas untuk setiap tipe gelas
Tipe Ukuran isi Pengujian Maks mL Penggunaan Umum
Gelas (mL) H2SO4
0,02N
I Semua Sampel dijadikan 1 Untuk sediaan injeksi,
serbuk baik yang didapar maupun
tidak
II < 100 Sampel diisi akuades 0,7 Sediaan dengan pH
dibawah 7, larutan
minyak, dan serbuk
kering.
II > 100 Sampel diisi akuades 0,2 Sediaan dengan pH
dibawah 7, larutan
minyak, dan serbuk
kering.
III Semua Sampel dijadikan 8,5 Serbuk kering, larutan
serbuk minyak
NP Semua Sampel dijadikan 15 Bukan untuk sedian
serbuk parenteral, untuk tablet,

52
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

larutan oral, dan suspensi


oral, salep dan cairan
untuk obat luar.

Kelebihan gelas dapat dilihat dari sifat-sifatnya yaitu :

 Sifat Kedap Gas dan Pelapisan Gelas : Wadah gelas kedap terhadap semua gas
sehingga menguntungkan bagi sediaan berkarbonasi seperti saturasi karena kecepatan
difusinya sama dengan 0. Wadah gelas barrier terhadap benda padat, cair dan gas
sehingga baik sebagai pelindung terhadap kontaminasi bau dan cita rasa. Sifat-sifat
ketahanan gelas dapat diawetkan dengan cara memberi lapisan yang tidak bereaksi
dengan gelas, misalnya minyak silikon, oksida logam, lilin. Resin, belerang,
polietilen.
 Sifat Tahan Panas : Gelas bukan benda padat, tapi benda cair dengan kekentalan
yang sangat tinggi dan bersifat termoplastis. Sifat fluida gelas bervariasi menurut
suhu. Titik lebur dan titik beku tidak diketahui, dan ini merupakan keadaan kaca.
Gelas jenis pyrex tahan terhadap suhu tinggi. Umumnya perbedaan antara suhu bagian
luar dan bagian dalam gelas tidak boleh lebih dari 27oC, sehingga pemanasan botol
harus dilakukan perlahan-lahan. Konduktivitas panas gelas 30 kali lebih kecil dari
pada konduktivitas panas besi.
 Sifat Mekanis : Walaupun mudah pecah tetapi gelas mempunyai kekuatan mekanik
yang tinggi. Wadah gelas lebih tahan terhadap kompresi dari dalam dibandingkan
tekanan dari luar. Sifat seperti ini penting untuk pembotolan minuman berkarbonasi.
Daya tahan gelas dapat mencapai 1,5 x 105 kg/cm2. Daya tahan ini dipengaruhi oleh
komposisi, ketebalan dan bentuk dari wadah gelas.

Kelemahan kemasan gelas :

 Berat sehingga biaya transportasi mahal


 Resistensi terhadap pecah dan mempunyai thermal shock yang rendah
 Dimensinya bervariasi

53
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

 Berpotensi menimbulkan bahaya yaitu dari pecahan kaca

Alat dan Bahan


Alat
 Autoklaf
 Lumpang dan alu
 Pengayak no.12 dan 14
 Alat-alat gelas

Bahan
 WFI
 Metil merah
 H2SO4 0,02 N
 Aseton

Prosedur Kerja
A. Uji serbuk kaca
1. Pilih secara acak 6 atau lebih wadah kaca, bilas dengan WFI, keringkan
2. Tumbuk kaca, hancurkan sehingga bisa lewat ayakan no.12
3. Haluskan kembali kaca yang terlewat dengan ayakan no.14, hingga diperoleh serbuk yang
lolos sebanyak 20 gram
4. Masukkan serbuk ke dalam Erlenmeyer 250 mL, cuci dengan 6 x 5 mL aseton selama 30
detik tiap kali pencucian
5. Keringkan serbuk pada suhu 140°C selama 60 menit
6. Timbang seksama 10 gram serbuk yang telah kering dan masukkan ke dalam Erlenmeyer
250 mL
7. Tambahkan 50 mL WFI, tutup dengan rapat
8. Masukkan ke dalam autoklaf, sterilisasi pada suhu 121°C selama 30 menit.
9. Dinginkan labu lalu enap tuangkan air dalam labu, tampung
10. Sisa serbuk dibilas dengan 4 x 15 mL WFI, kumpulkan hasil bilasan
11. Tambahkan 5 tetes metil merah dan titrasi segera dengan H2SO4 0,02 N

54
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

B. Uji ketahanan kaca terhadap air pada suhu 121°C


1. Pilih secara acak 3 atau lebih wadah yang telah dibilas 2x dengan WFI
2. Isi wadah dengan WFI hingga 90% kapasitas penuh
3. Masukkan ke dalam autoklaf, sterilisasi pada suhu 121°C selama 60 menit
4. Tuangkan isi wadah ke dalam Erlenmeyer hingga volume 100 mL
5. Tambahkan 5 tetes metil merah dan titrasi dalam keadaan hangat dengan H2SO4 0,02N
6. Lakukan titrasi blanko menggunakan 100 mL WFI pada suhu dan indikator yang sama.

Laporan sementara
1. Catatlah waktu preparasi sampel dan analisis yang dibutuhkan selama pengujian.
2. Catatlah suhu larutan titrasi.
3. Catatlah dan hitunglah hasil titrasi.
4. Simpulkan hasil titrasi yang diperoleh terhadap kualitas kaca yang digunakan.

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Apa perbedaan uji serbuk kaca dengan uji ketahanan kaca?
2. Kapan digunakan kedua metode tersebut?
3. Apa fungsi uji serbuk kaca dan ketahanan kaca?
4. Jelaskan batas persyaratan uji serbuk kaca dan ketahanan kaca pada tiap tipe gelas!
Jelaskan apakah gelas Anda memenuhi persyaratan atau tidak!
5. Berikan contoh sediaan/produk dari tiap tipe kaca.
6. Jelaskan alasan mengapa hanya gelas tipe II yang dilakukan uji water attack?
7. Boleh/tidak gelas tipe II dilakukan uji serbuk kaca? Jelaskan alasannya!
8. Mengapa volume H2SO4 yang digunakan pada tipe gelas NP paling banyak dibandingkan
dengan tipe gelas lainnya?
9. Mengapa gelas tipe NP tidak dibolehkan sebagai pengemas sediaan injeksi?
10. Apa fungsi metode titrasi dan indicator metil merah terhadap pengujian kaca?

55
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM V - UJI ALKALINITAS GELAS

56
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

57
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN V - UJI ALKALINITAS GELAS

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

58
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

59
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM VI
PEMBUATAN INJEKSI (PENGEMAS AMPUL DAN VIAL)

Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan isotonisitas dengan 3 macam metode yang
berbeda
2. Mahasiswa mampu memilih eksipien yang sesuai dengan zat aktif dan bentuk sediaan
yang diformulasikan.
3. Mahasiswa mampu membuat sediaan injeksi dengan pengemas ampul dan vial

Dasar Teori
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau
melalui kulit atau melalui membran mukosa (Depkes RI, 1979). Pembuatan sediaan yang
akan digunakan untuk injeksi harus dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindari
kontaminasi mikroba dan bahan asing. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang
memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus
bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki
kemurnian yang dapat diterima. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mensyaratkan
bahwa tiap wadah akhir injeksi harus diamati satu per satu secara fisik untuk pemastian
kualitas (Lukas, 2006).
Sediaan injeksi dibagi dalam beberapa klasifikasi berdasarkan bentuk obat dan
pembawanya, yakni (Lukas, 2006):
 Larutan sejati dengan pembawa air (contoh: injeksi vitamin C)
 Larutan sejati dengan pembawa minyak (contoh: injeksi kamfer)
 Larutan sejati dengan pembawa campuran (contoh: injeksi fenobarbital)
 Suspensi steril dengan pembawa air (contoh: injeksi Calciferol)
 Suspensi steril dengan pembawa minyak (contoh: injeksi prokain penisilin)
 Emulsi steril (umunya untuk LVP, contoh: infus Ivelip)
 Serbuk kering/injeksi terekonstitusi (contoh: injeksi solumedrol)

60
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Dari beberapa literatur lainnya, sediaan injeksi dibagi menjadi: larutan jadi, larutan
terkonstitusi, suspensi jadi, suspensi terkonstitusi, emulsi, dan cairan kental yang perlu
diencerkan (Felton, 2012).
Pembuatan sediaan injeksi baik dalam bentuk ampul atau vial membutuhkan volume
penambahan untuk mencegah terjadinya pengurangan volume cairan. Untuk bentuk ampul
persamaan yang dapat digunakan adalah persamaan (2), sedangkan untuk vial menggunakan
persamaan (3) (Gennaro, 2001).
V = (n + 2) V’ (2)
V = (V’ + a) n (3)
Keterangan:
V : volume akhir yang dibuat
V’ : volume yang tertera pada etiket
a : volume penambahan sesuai dengan Farmakope Indonesia (dapat dilihat pada Tabel
1)
n : jumlah ampul yang diminta
Tabel 2. Volume penambahan yang dianjurkan (Depkes RI, 1994)
Volume pada etiket (mL) Cairan encer (mL) Cairan kental (mL)
0,5 0,10 0,12
1,0 0,10 0,15
2,0 0,15 0,25
5,0 0,30 0,30
10,0 0,50 0,70
20,0 0,60 0,90
30,0 0,80 1,20
≥50,0 2% v/v 3%

Untuk mengukur tonisitas suatu larutan dapat digunakan alat osmometer yang cukup
mudah untuk digunakan dan akurat. Dalam membuat sediaan parenteral faktor isotonisitas
sangat diperhatikan untuk menghindari efek samping seperti gangguan pada sel dan rasa
nyeri yang amat sangat. Metode perhitungan isotonisitas ada beberapa macam seperti metode
penurunan titike beku, ekivalensi dengan natrium klorida dan metode faktor disoasi. Selain
tonisitas faktor pH (isohidris) juga perlu diperhatikan sehingga dapat dilakukan proses
61
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

euhidris, yakni usaha pendekatan pH laruatn suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologis
tubuh terhadap zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkaloid dan vitamin C.
Untuk menjaga kondisi pH agar tetap stabil dapat digunakan bantuan larutan dapar. Beberapa
contoh larutan dapar dapat dilihat di Lampiran 1. Fungsi dapar itu sendiri adalah untuk
meningkatkan stabilitas obat, mengurangi rasa nyeri dan iritasi, menghambat pertumbuhan
bakteri serta meningkatkan aktivitas fisiologis obat (Lukas, 2006).
Ampul adalah wadah berbentuk silindris yang terbuat dari gelas yang memiliki ujung
runcing (leher) dan bidang dasar datar. Ukuran nominalnya adalah 1, 2, 5, 10, 20, 25 atau 30
mL. Ampul adalah wadah takaran tunggal (single dose), oleh karena total jumlah cairannya
ditentukan pemakaian dalam satu kali pemakaiannya untuk satu kali injeksi. Menurut
peraturan ampul dibuat dari gelas tidak berwarna, akan tetapi untuk bahan obat peka cahaya
dapat dibuat dari bahan gelas berwarna coklat tua (Aulton, 1994).

Gambar 4. Pengemas primer sediaan injeksi


Dalam pembuatan ampul terdapat dua cara penutupan sediaan ampul, yakni:
1. Tarik Putus
Teknik ini dilakukan dengan cara leher ampul dipanaskan sampai meleleh dan dapat
dibentuk, kemudian bagian atas leher ampul ditarik dari badan ampul hingga putus.
2. Tutup Ujung
Teknik ini dilakukan dengan cara leher ampul diputar dan bagian puncak dari leher
dipanaskan sampai leher ampul menutup pada saat pendinginan.

62
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

CPOB menyarankan untuk menggunakan metode Tarik Putus, namun metode apapun
yang dipilih, kualitas produk akhir ampul tetap harus diperiksa seperti uji kebocoran (Ansel,
1999; BPOM, 2012).
Vial adalah salah satu wadah dari bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan
pada dosis ganda, namun terkadang juga digunakan sebagai wadah dosis tunggal. Pada
umumnya bentuk vial atau flakon digunakan untuk menampung volume sebesar 2 – 20 mL,
sedangkan bentuk botol atau kolf menampung 50 – 1000 mL. Tutup vial terbuat dari karet,
baik itu berasal dari karet alam, silicon, neoprene atau polyisoprene. Botol ini ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan
injeksi (Ansel, 1994).
Hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi dalam wadah vial (takaran ganda):
1. Perlu pengawet karena digunakan berulang kali sehingga kemungkinan adanya kontak
dengan lingkungan luar yang ada mikroorganismenya
2. Tidak perlu isotonis, kecuali untuk subkutan dan intravena harus dihitung isotonisitasnya.
3. Perlu dapar sesuai pH stabilitasnya
4. Zat pengawet keculai dinyatakan lain, adalah zat pengawet yang cocok yang dapat
ditambahkan ke dalam injeksi yang diisikan dalam wadah ganda/injeksi yang dibuat secara
aseptik, dan untuk zat yang mepunyai bakterisida tidak perlu ditambahkan pengawet
5. Tutup vial menggunakan Alucap (aluminium) perak yang bertuliskan/cap nama pabrk serta
terdapat security hologram 3 dimensi bentuk bulat dengan tulisan ‘original’ (Swarbrick
dan Boylan, 1990).
Syarat wadah obat suntik antara lain adalah tidak boleh berekasi dengan bahan obat,
harus jernih dan tidak berwarna, harus memungkinkan dilakukannya pemeriksaan isi, untuk
ampul kaca harus dapat melebur dan tertutup rapat, memenuhi persyaratan pemeriksaan
kualitas pengemas, serta tutup wadah dosis ganda harus memungkinkan pengambilan isi
tanpa merusak tutup, mudah ditusuk jarum suntuk dan dapat menutup kembali (Lukas, 2006).
Untuk spesifikasi kemasan dan etiket untuk sediaan injeksi secara umum terbagi
menjadi kotak (folding box) dan etiket pada wadah primer. Pada kotak harus disertakan
penggolongan obat (keras, narkotik, dsb), nama dagang, isi kandungan zat aktif, dosis,
indikasi, kontraindikasi, efek samping, peringatan, interaksi obat, nomor batch, tanggal
kadaluwarsa dan tanggal produksi. Untuk etiket vial biasanya terdapat hologram segi empat

63
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

1x1 cm dengan nama pabrik, tulisan nama dagang dengan huruf kapital dan golongan obat di
bagian kanan atau kiri atas (Lukas, 2006).
Eksipien dalam sediaan parenteral bertujuan untuk:
1. Menjaga kelarutan obat
2. Menjaga stabilitas, baik secara kimia atau fisika bahan obat
3. Menjaga sterilitas larutan (terutama untuk dosis ganda)
4. Mengurangi rasa nyeri dan iritasi pada saat penyuntikkan (Lukas, 2006)
Beberapa daftar eksipien yang umum digunakan dalam sediaan parenteral dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Formula Ampul
Formula 1 Formula 2
Thiamine HCl .....% Aminofilin ...... %
Eksipien .....% Eksipien .....%
Pelarut yang sesuai ad 1 mL Pelarut yang sesuai ad 1 mL
Formulasikan untuk 4 ampul Formulasikan untuk 4 ampul
Formula 3 Formula 4
Teofilin .... % Deksametason ...%
Eksipien ....% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 1 mL Pelarut yang sesuai ad 1 mL
Formulasikan untuk 4 ampul Formulasikan untuk 4 ampul
Formula Vial
Formula 1 Formula 2
Ammonium Chloride .....% Asam askorbat ....%
Eksipien .....% Eksipien .....%
Pelarut yang sesuai ad 15 mL Pelarut yang sesuai ad 15 mL
Formulasikan untuk 4 vial Formulasikan untuk 4 vial
Formula 3 Formul 4
Difenhidramin .....% Isoniazid ....%
Eksipien ....% Eksipien .....%
Pelarut yang sesuai ad 15 mL Pelarut yang sesuai ad 15 ml
Formulasikan untuk 4 vial Formulasikan untuk 4 vial
64
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Prosedur Kerja
1. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
2. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
3. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, kelarutan, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Hitunglah isotonisitas larutan dan berapa jumlah zat pengisotonis yang dibutuhkan untuk
membuat larutan tersebut isotonis dengan metode ekivalensi, penurunan titik beku dan
faktor disosiasi.
3. Hitunglah volume yang dibutuhkan untuk pembuatan ke empat ampul tersebut. Hitunglah
volume akhir pembuatan yang akan dibuat untuk 2 vial
4. Buatlah prosedur kerja pembuatan aqua pro injections (API).
5. Jelaskan metode sterilisasi yang akan dilakukan.
6. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan injeksi.
7. Catat waktu sterilisasi dan formulasi yang dilakukan.
8. Buatlah rancangan kasar kemasan yang akan digunakan.

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Jelaskan pentingnya preformulasi dalam pembuatan sediaan injeksi.
2. Jelaskan fungsi API dan proses pembuatan API dalam skala industri.
3. Jelaskan indikasi dari zat aktif dan eksipien yang digunakan.
4. Jelaskan alasan pemilihan eksipien yang digunakan.
5. Jelaskan fungsi eksipien yang Anda gunakan dalam formulasi yang dibuat.
6. Jelaskan perbedaan wadah dosis tunggal dan dosis ganda dalam sediaan parenteral.
Bagaimana Anda menentukan obat tersebut lebih cocok untuk dosis tunggal atau ganda?
7. Jelaskan konsep atau makna dari kemasan yang Anda buat. Apakah keuntungan kemasan
yang diciptakan?
8. Bagaimana pengemas primer, sekunder dan tersier dapat meningkatkan kualitas sediaan?

65
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM VI - INJEKSI (AMPUL DAN VIAL)

66
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

67
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN VI – INJEKSI AMPUL DAN VIAL

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

68
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

69
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM VII

KONTROL KUALITAS SEDIAAN INJEKSI

Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami proses kontrol kualitas sediaan injeksi

2. Mahasiswa mampu menganalisis tujuan dan fungsi kontrol kualitas sediaan injeksi

3. Mahasiswa setelah melakukan pengujian kontrol kualitas dapat menyimpulkan sediaan


injeksi memenuhi persyaratan kualitas atau tidak.

Dasar Teori

Menurut FDA (Food and Drug Administration) ada 6 sistem control dalam
pembuatan obat suntik agar mendapatkan obat suntik dengan kualitas yang baik, yaitu:

1. Sistem dan dokumen yang berkualitas serta petugas yang pandai dan memiliki
kemampuan

2. Sarana dan prasarana yang terkontrol dengan baik

3. Material dasar yang bermutu

4. Sistem dan prosedur produksi yang baik

5. Sistem pengemasanan dan distribusi yang baik

6. Laboratorium pengujian (quality control) yang baik (Banker dan Rhodes, 2002)

Tabel 3. Jumlah sampel obat suntuk yang diuji dari total produksi serta hasil yang
diperbolehkan rusak

Jumlah produksi Jumlah sampel Jumlah sampel (maksimum) yang


diperbolehkan rusak

151 – 280 32 1

281 – 500 50 2

70
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

501 – 1200 80 3

1201 – 3200 125 5

3201 – 10000 200 7

10000 – 35000 315 10

35001 - 150000 500 14

Sediaan injeksi yang diproduksi memerlukan pengujian kualitas untuk menjamin


bahwa hasil produksi memenuhi persyaratan dan memiliki mutu yang baik. Pengujian untuk
sediaan parenteral khususnya injeksi antara lain adalah:

1. Kebocoran (leaker test)

Sediaan injeksi merupakan sediaan yang didesain untuk berupa hermetically sealed atau
tertutup rapat. Hal ini bertujuan untuk mencegah sediaan yang telah diproduksi dengan
desain sterilitas tinggi terkontaminasi oleh adanya pori atau celah pada kemasan.
Pengujiannya adalah dengan menggunakan wadah yang dapat divakumkan, kemudian
ampul dan vial dimasukkan ke dalam bak yang telah berisi larutan dengan dye metilen biru
0,5 – 1,0% untuk kemudian divakumkan. Jika setelah 15-30 menit kondisi vakum kondisi
larutan didalam ampul tidak berubah warna (menjadi biru) maka sediaan tersebut lolos uji
kebocoran.

2. Kejernihan (clarity test)

Pengotor dapat berasal dari material penyaring, pengemas primer yang belum bersih
ataupun proses formulasi yang tidak benar. Cara pengujian adalah dengan mengamati
sediaan injeksi di depan lampu yang terang atau dengan latar belakang gelap.

3. Keseragaman kadar

Uji kadar penting dilakukan untuk menjamin bahwa kadar yang tertera pada etiket sesuain
dengan yang ada di dalam sediaan. Pengujian kadar biasanya menggunakan metode
spektrofotometri atau HPLC tergantung metode analisis zat aktif.

71
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

4. Uji sterilitas

Pengujian sterilitas sediaan menggunakan metode yang tercantum pada Farmakope


Indonesia. Pada umumnya menggunakan metode inokulasi ke dalam media, dengan
jumlah produk yang diuji tergantung dari jenis sediaan.

5. Uji Pirogenitas

Uji pirogenitas dapat dilakukan dengan metode tes kenaikan suhu pada kelinci dan tes
LAL (Limulus Amebocyte Lysate). Metode LAL lebih singkat untuk dilakukan dan tidak
menggunakan hewan uji sehingga lebih sering digunakan.

6. Pengujian volume

Volume yang terkandung dalam setiap sediaan harus sedikit lebih banyak (sesuai dengan
Tabel 1).

7. Keseragaman bobot

Uji ini menggunakan 10 sediaan yang telah dihilangkan etiketnya, cuci bagian luar wadah
dan keringkan kemudian timbang satu per satu sediaan. Setelah itu keluarkan isi (cairan)
dari dalam sediaan, cuci dengan air dan etanol 95% dan keringkan pada suhu 1050C
hingga bobot tetap. Untuk bobot etiket <120 mg penyimpangan tidak boleh melebihi 10%,
untuk bobot 120-300 mg tidak boleh lebih dari 7,8% dan untuk >300 mg tidak boleh
menyimpang di atas 5%.

8. pH

Uji dilakukan dengan menggunkan kertas pH dengan indikator untuk rentang 1-14 atau pH
meter.

Untuk uji zat aktif baru perlu dilakukan uji toksisitas dengan menggunakan larva udang dan
mengamati nilai LD50nya (Lachman dkk., 1987, Aulton, 1994; Lukas, 2006; Felton, 2012).

Prosedur Kerja

Uji Kejernihan

1. Ambil 4 ampul dan 4 vial


72
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

2. Amati di dekat lampu 50 watt. Putar sediaan 360o dan goncang perlahan.

3. Catat adakah partikel mengambang

Uji Kebocoran

1. Siapkan bejana dengan memasukkan akuades hingga memenuhi ¾ bejana. Catat volume
akuades yang digunakan.

2. Masukkan cairan metilen biru dengan kadar 1%. Aduk hingga merata.

3. Ambil 3 buah ampul dan 3 buah vial dan masukkan ke dalam bejana. Jika mengapung
gunakan pemberat.

4. Setelah 30 menit keluarkan ampul dan vial, amati cairan di dalam sediaan.

Uji Volume

1. Buka penutup vial dan patahkan leher ampul (1 buah)

2. Dengan menggunakan spuit injeksi, sedot cairan dari dalam wadah.

3. Catat berapa volume yang ada di dalam sediaan.

Uji pH

1. Untuk ampul, dari hasil pengujian volume, sedot 0,5 – 1 mL cairan.

2. Teteskan pada kertas pH Merck®

3. Bandingkan dengan indikator, catat pH.

4. Untuk vial, gunakan semua cairan (25 mL), masukkan ke gelas beker kecil yang telah
dibersihkan sebelumnya.

5. Hidupkan pH meter dan celupkan stick pH meter di dalam larutan injeksi.

6. Catat pH yang teramati

Uji Sterilitas

Telaah pustaka.
73
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Uji Pirogenitas

Telaah pustaka. Hewan uji diganti tikus

Laporan sementara (prosedur kerja untuk uji sterilitas dan pirogenitas harus sudah di
acc sebelum bisa memulai)

1. Cari prosedur pengujian sterilitas dan pirogenitas. Harus sudah ditulis dalam laporan
sementara dan dipaparkan saat pre-test serta telah disetujui sebelum praktikum dimulai.

2. Catat semua hasil pengujian.

3. Buatlah prosedur kerja yang Anda lakukan.

Pertanyaan/Tugas (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)

1. Jelaskan fungsi control kualitas dalam formulasi sediaan steril dan injeksi secara khusus.

2. Jelaskan pengujian apa saja yang paling penting untuk dilakukan.

3. Jelaskan perbedaan uji sterilitas dengan metode inokulasi dan filtrasi membran. Mana
yang lebih efektif?

4. Jelaskan alasan pemilihan bakteri dalam uji sterilitas.

5. Jelaskan perbedaan uji pirogenitas dengan metode rabbit test dan metode LAL.

6. Jelaskan hasil pengamatan dalam percobaan kontrol kualitas yang Anda lakukan. Dari
hasil pengamatan apakah sediaan Anda memenuhis syarat?

Jika ada pengujian yang tidak memenuhi syarat, jelaskan metode penanggulangannya

74
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM VII – KONTROL KUALITAS

75
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

76
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN VII – KONTROL KUALITAS

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

77
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

78
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM VIII
PEMBUATAN INFUS

Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami perbedaan infus dan sediaan parenteral lainnya
2. Mahasiswa mampu memahami konsep isotonisitas pada sediaan infus
3. Mahasiswa mampu memilih eksipien yang digunakan dalam pembuatan sediaan infus
4. Mahasiswa mampu melakukan formulasi sediaan infus

Dasar Teori
Infus adalah larutan dalam jumlah besar dan biasanya digolongkan ke dalam LVP
(large volume parenterals) dan dimasukkan ke dalam tubuh layaknya injeksi intra vena
(Depkes RI, 1994). Infus dapat dikategorikan menjadi beberapa macam berdasarkan
komposisi dan kegunaannya, yakni:
a. Infus Elektrolit

Infus elektrolit biasanya terbagi menjadi dua, yakni infus yang berisi cairan fisiologis
manusia dan infus yang digunakan untuk mengatasi perbedaan ion atau penyimpangan
jumlah normal elektrolit di dalam darah. Infus elektrolit golongan kedua ini biasanya
digunakan untuk mengatasi gangguan seperti asidosis (plasma darah terlalu asam karena
terlalu banyak ion klorida) dan alkalosis (plasma darah terlalu basa karena terlalu banyak
ion natrium, kalium dan kalsium).
Contoh infus elektrolit: infus Asering dari Otsuka Pharmaceuticals
b. Infus Karbohidrat

Infus karbohidrat adalah infus yang mengandung glukosa atau dekstrosa yang cocok untuk
sumber kalori dan umumnya digunaan untuk pasien yang mengalami kondisi hipoglikemi
atau untuk memenuhi kebutuhan glikogen otot rangka. Infus karbohidrat juga dapat
digunakan dalam terapi cerebral hemorrhage atau pendarahan otak. Hal ini disebabkan
infus karbohidrat yang bersifat hipertonis dapat menarik cairan keluar dari dalam sel yang
mengalami edema. Infus karbohidrat dengan kadar 5% berfungsi sebagai zat pengisotonis,
kadar 20% untuk diuretika dan 30-50% sebagai osmoterapi pendarahan otak.
Contoh infus karbohidrat: infus manitol 15-20%
79
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

c. Larutan Irigasi

Larutan irigasi adalah larutan steril dalam jumlah besar (3 L) yang tidak digunakan secara
intravena namum digunakan di luar sistem peredaran. Larutan ini digunakan untuk
merendam atau mencui luka pada saat pembedahan atau pada jaringan tubuh yang luka.
Persayaratn larutan irigasi antara lain adalah isotonic, steril, tidak diabsorpsi, bukan
larutan elektrolik, tidak mengalami metabolism, cepat diekskresi, dan mempunyai tekanan
osmotic diuretik.
Contoh larutan irigasi: larutan asam asetat 0,25% dalam 1 L air.
d. Larutan Dialisis Peritoneal

Larutan ini diinjeksikan secara intraperitoneal dan digunakan untuk menghilangkan


senyawa toksik yang secara normal diekskresikan oleh ginjal. Volume larutan dialysis
peritoneal cukup besar yakni 2 liter dan umumnya digunakan dalam kasus keracunan atau
gagal ginjal. Persyaratan larutan dialysis peritoneal adalah hipertonis, steril dan dapat
menarik toksin dari ruang peritoneal.
Contoh larutan dialisis peritoneal: larutan Dianeal 1,5%
e. Infus Penambah Darah

Infus ini adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma
darah yang hilang akibat pendarahan, luka bakar, operasi atau penyebab kehilangan darah
yang lain. Terdapat 6 macam infus penambah darah yakni bentuk whole blood (darah
lengkap), human albumin, plasma protein, larutan dekstran, larutan gelatin dan infus asam
amino (Ansel, 1999; Lukas, 2006).
Tipe-tipe dari sediaan infus adalah
1. Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke
jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah keosmolaritas
tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialysis) dalam terapi
diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis
diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah sel, menyebabkan kolaps

80
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa


orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagiancair dari komponen darah), sehingga terus berada di osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga
terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit
gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL),
dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan Hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5% +
NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin. (Perry & Potter., 2005).

Syarat-Syarat Infus
1. Aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek toksis.
2. Jernih, berarti tidak ada partikel padat.
3. Tidak berwarna, kecuali obatnya memang berwarna.
4. Sedapat mungkin isohidris, pH larutan sama dengan darah dan cairan tubuh lain yakni
7,4.
5. Sedapat mungkin isotonis, artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan
darah atau cairan tubuh yang lain tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air
mata, cairan lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9 %.
6. Harus steril, suatu bahan dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme
hidup dan patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam
bentuk tidak vegetatif (spora).
Bebas pirogen, karena cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.
Menurut Co Tui, pirogen adalah senyawa kompleks polisakarida dimana mengandung

81
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

7. radikal yang ada unsur N, dan P. Selama radikal masih terikat, selama itu dapat
menimbulkan demam dan pirogen bersifat termostabil.

Keuntungan Sediaan Infus


1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Biovaibilitas obat dalam traktus gastrointenstinalis dapat dihindarkan.
4. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau dalam keadaan koma.
5. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan.

Kerugian Sediaan Infus


1. Rasa nyeri saat disuntikkan apalagi kalau harus diberikan berulang kali.
2. Memberikan efek fisikologis pada penderita yang takut suntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hapir tidak mungkin diperbaiki terutama
sesudah pemberian intravena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktek
dokter oleh perawat yang kompeten.
5. Lebih mahal dari bentuk sediaan non steril dikarenakan ketatnya persyaratan yang
harus dipenuhi (steril, bebas pirogen, jernih, praktis dan bebas partikel).

Fungsi Pemberian Infus


1. Dasar nutrisi, kebutuhan kalori untuk pasien dirumah sakit harus disuplai via
intravenous. Intravenous seperti protein dan karbohidrat.
2. Keseimbangan elektrolit digunakan pada pasien yang shock, diare, mual, muntah,
membutuhkann cairan inrravenous.
3. Pengganti cairan tubuh seperti dehidrasi.
4. Pembawa obat obat. Contohnya seperti antibiotik (Voight., 1995).

Formula 1 Formula 2
R/ NaCl ???% R/ Glukosa ???%
Eksipien ...% Ekspien .....%

82
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Pelarut yang sesuai ad 500 ml Pelarut yang sesuai ad 500 ml

Formula 3 Formula 4
R/ CaCl2 ....% R/ Na Bicarbonat ....%
Eksipien ....% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 500 ml Pelarut yang sesuai ad 500 ml

Formula 5 Formula 6
R/ KCl ....% R/ Amonium Klorida ...%
Eksipin ....% Eksipien ....%
Pelarut yang sesuai ad 500 ml Pelarut yang sesuai ad 500 ml

Prosedur Kerja
1. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
2. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
3. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan. #

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, kelarutan, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Hitunglah isotonisitas larutan dan berapa jumlah zat pengisotonis yang dibutuhkan untuk
membuat larutan tersebut isotonis dengan metode ekivalensi, penurunan titik beku dan faktor
disosiasi.
3. Hitunglah volume akhir pembuatan yang akan dibuat
4. Hitunglah mEq tiap ion yang terkandung di dalam sediaan infus.
5. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan infus.
6. Jelaskan metode sterilisasi yang akan dilakukan.
7. Catat waktu sterilisasi dan formulasi yang dilakukan.
8. Buatlah keterangan etiket yang akan digunakan.

83
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Jelaskan perbedaan infus dengan injeksi.
2. Jelaskan infus yang dibuat masuk ke dalam golongan apa.
3. Jelaskan indikasi infus yang telah dibuat.
4. Jelaskan berapa lama batasan waktu infus dapat digunakan untuk pasien.
5. Jelaskan pengaruh tonisitas pada sediaan infus. Mengapa ada obat/larutan yang boleh
diberikan walaupun sifatnya yang tidak isotonis?
6. Jelaskan konsep kontrol kualitas yang dilakukan untuk sediaan infus.
7. Bagaimana menurut Anda penggabungan obat ke dalam larutan infus? Apa saja yang
menjadi faktor penentu?

84
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM VIII - INFUS

85
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

86
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
VIII – INFUS

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

87
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

88
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM IX
PEMBUATAN TETES MATA

Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami konsep formulasi sediaan tetes mata
2. Mahasiswa mampu memahami cara kerja sediaan optalmik
3. Mahasiswa mampu memilih eksipien yang digunakan dalam pembuatan sediaan tetes
mata
4. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan eksipien dan tonisitas untuk sediaan tetes
mata
5. Mahasiswa mampu melakukan formulasi sediaan tetes mata serta memilih metode
sterilisasi yang tepat.
Dasar Teori
Tetes mata merupakan sediaan mata berupa larutan suspense atau larutan berminyak
dari alkaloid, garam-garam alkaloid, antibiotic, atau bahan-bahan lain yang di tujukan untuk
penggunaan mata dengan cara meneteskan obat ke dalam selaput lender mata disekitar
kelopak mata dan bola mata yang diformulasi dengan pertimbangan tonisitas dengan
pertimbangan tonisitas, pH, viskositas, sterilisasi, bahan antimikroba dan pengemas yang baik
(Dirjen POM, 1979: 10). Tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi
yang ditujukan untuk dimasukkan kedalam succos konjungtival.
Obat tetes mata adalah obat dalam bentuk larutan yang diaplikasikan dengan cara
diteteskan ke dalam lekuk mata atau ke permukaan selaput bening mata. Tetes mata
walaupun bukan suatu sediaan parenteral namun memiliki persyaratan dan karakteristik yang
sama dengan sediaan parenteral. Obat tetes mata pada umumnya membutuhkan eksipien
pengawet, tonicity adjuster dan dapar agar dapat stabil. Dikarenakan kebanayak obat tetes
mata merupakan sediaan bentuk dosis ganda maka penambahan pengawet sangat penting dan
memilih pengawet yang tepat adalah salah satu hal yang diutamakan (Lachman dkk., 1987).
Pada pembuatan obat tetes mata dengan pelarut air ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan karena dapat mempengaruhi produk akhir, yakni:
a. Sterilitas
Farmakope mensyaratkan obat tetes mata tidak boleh mengandung mikroba dan umumnya
diformulasikan dengan metode aseptis.
89
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

b. Kejernihan
Obat tetes mata tidak boleh mengandung partikel dengan ukuran yang besar, dikarenakan
dapat merangsang iritasi pada mata. Sebagai penyaring umumnya digunakan leburan kaca
(glass wool) seperti Jenaer Fritten dengan pri G3-G5.
c. Bahan pengawet
Pengawet yang umum digunakan untuk tetes mata antara lain adalah thiomersal 0,002%,
garam fenilmerkuri 0,002%, garam alkonium dan benzalkonium 0,002-0,01% dalam
kombinasinya dengan natrium edetat 0,1%, klorheksidin 0,005-0,01%, klorbutanol 0,5%
dan benzil alkohol 0,5-1%.
d. Tonisitas
Cairan mata memiliki tekanan osmotic yang sama dengan darah dan cairan fisiologis,
karena memiliki kandungan elektrolit dan koloid di dalamnya. Larutan hipertonis secara
umum lebih dapat diterima dibandingkan hipotonis, namun untuk mata yang sensitive
(pasca operasi atau terjadi laserasi) harus menggunakan larutan isotonis. Pada larutan yang
mengandung perak, gunakan garam nitrat 1,2-1,6%.
e. Stabilitas
Hal ini berhungan dengan pendaparan serta viskositas dan aktivitas permukaan. Cairan
mata memiliki pH 7,4 sehingga sediaan tetes mata diharapkan isohidris dengan cairan
mata untuk menghindari rasa nyeri saat penggunaan dan iritasi. Larutan dapar yang umum
digunakan antara lain adalah natrium asetat-asam borat dan dapar fosfat. Peningkat
viskositas seperti polivinilpirolidon (PVP) dan metilselulosa sering digunakan sebagai
peningkat viskositas. Sebagai solubilizer juga dapat digunakan Tween 80, stearate,
polioksietilen 40 dan benzalkonium klorida.

Tetes mata harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, yaitu : steril, sedapat
mungkin isohidris, dan sedapat mungkin isotonis. Bila obatnya tidak tahan pemanasan, maka
sterilisasi dicapai dengan menggunakan pelarut steril, dilarutkan obatnya secara aseptis, dan
menggunakan penambahan zat pengawet dan botol atau wadah yang steril. Isotonis dan pH
yang dikehendaki diperoleh dengan menggunakan pelarut yang cocok (Moh. Anief, 2004).
Penggolongan Obat Mata Berdasarkan Farmakologi :
1. Obat mata sebagai anti-infektif dan antiseptik
Contohnya : Albucetine eye drop 5 ml, 10 ml, 15 ml, dan oint 3,5 g
90
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

2. Obat mata mengandung corticosteroid


Contohnya : Celestone eye drop 5 ml
3. Obat mata sebagai antiseptik dengam corticosteroid
Contohnya : Cendo Xitrol 5 ml dan 10 ml
4. Obat mata mempunyai efek midriatik
Contohnya : Cendo Tropine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
5. Obat mata mempunyai efek miotik
Contohnya : Cendo Carpine 5 ml, 10 ml dan 15 ml
6. Obat mata mempunyai efek glaukoma
Contohnya : Isotic Adretor 5 ml
7. Obat mata mempunyai efek lain
Contohnya : Catarlent eye drop 15 ml

Formula 1 Formula 4
R/ Polivinil alcohol ....% R/ Tetrasiklin HCl ...%
Eksipien ...% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 10 ml Pelarut yang sesuai ad 10 ml

Formula 2 Formula 5
R/ Dexametason ...% R/Gentamisin ...%
Eksipien ...% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 10 ml Pelarut yang sesuai ad 10 ml

Formula 3 Formula 6
R/ Kloramfenikol ....% R/ Hidrokortison ....%
Eksipien ...% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 10 ml Pelarut yang sesuai ad 10 ml

Prosedur Kerja
1. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
2. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
3. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.
91
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Analisis Sediaan
1. Analisis Fisik
a. Uji kejernihan (FI IV, hal 998)
b. Penentuan bobot jenis (FI IV, 1030)
c. Penentuan pH (FI IV, hal 1039)
d. Penentuan bahan partikulat (FI IV, hal 981)
e. Penentuan volume terpindahkan (FI IV, hal 1089)
Volume tambahan yang dianjurkan
Volume pada etiket (ml)
Cairan encer (ml) Cairan kental (ml)

0,9 0,1 0,12

1,0 0,1 0,15

2,0 0,15 0,25

5,0 0,30 0,50

10,0 0,50 0,70

f. Penentuan viskositas dan aliran (diktat praktikum farmasi fisika hal 9, 10, 14)
g. Stabilitas zat aktif
Zat harus stabil selama proses pembuatan terutama saat sterilisasi dan stabilitas pada
waktu penyimpanan sampai waktu tertentu.
2. Analisis Kimia
a. Penetapan kadar
b. Penentuan potensi (untuk antibiotic)
3. Analisis Biologi
a. Uji sterilitas
Memenuhi uji sterilisasi seperti yang tertera pada uji keamanan hayati (FI edisi III)
c. Uji efektivitas pengawet (FI IV, hal 854-855)

92
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, kelarutan, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Hitunglah isotonisitas larutan dan berapa jumlah zat pengisotonis yang dibutuhkan untuk
membuat larutan tersebut isotonis dengan metode ekivalensi, penurunan titik beku dan
faktor disosiasi.
3. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan tetes mata.
4. Jelaskan metode sterilisasi yang akan dilakukan.
5. Catat waktu sterilisasi dan formulasi yang dilakukan.

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Jelaskan keuntungan dan kerugian tetes mata dibandingkan salep mata.
2. Jelaskan pengaruh tonisitas tetes mata pada keamanan dan kenyamanan penggunaan tetes
mata.
3. Jelaskan alasan pemilihan eksipien yang digunakan.
4. Jelaskan indikasi polivinil alkohol dalam sediaan tetes mata.
5. Jelaskan alasan pemilihan metode sterilisasi yang digunakan.
6. Jelaskan pengemas yang sesuai dalam pembuatan tetes mata.
7. Jelaskan pengaturan dosis/penggunaan tetes mata dan korelasinya dengan bentuk
pengemas.

93
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM IX - TETES MATA

94
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

95
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN IX - TETES MATA

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

96
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

97
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

PRAKTIKUM X
PEMBUATAN GEL HAND SANITIZER DAN SABUN STERIL
Tujuan:
1. Mahasiswa mampu memahami dan memilih eksipien yang sesuai dengan zat aktif dan
bentuk
sediaan yang digunakan untuk formulasi steril.
2. Mahasiswa mampu membuat sediaan gel Hand sanitizer dan sabun steril dengan metode
sterilisasi yang sesuai.
Dasar Teori
Sediaan Hand sanitizer pada umumnya berbentuk gel yang memiliki kemampuan sebagai
antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri. Gel merupakan sistem semipadat
terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh
cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel
terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini dikelompokkan
dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat
gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta
bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus
karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu
prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel (Lachman,dkk, 1994).
Hand sanitizer merupakan cairan pembersih tangan berbahan dasar alkohol yang
digunakan untuk membunuh mikroorganisme dengan cara pemakaian tanpa dibilas dengan
air. Cairan dengan berbagai kandungan yang sangat cepat membunuh mikroorganisme yang
ada di kulit tangan. Hand sanitizer mengandung bahan antiseptik seperti alkohol atau
isopropanol, serta pelembab untuk meminimalisir terjadi nya iritasi pada kulit. Hand sanitizer
digunakan untuk membersihkan tangan pada keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mencuci tangan (Simonne, 2005).
Hand sanitizer mudah dibawa dan bisa cepat digunakan tanpa perlu menggunakan air.
Hand sanitizer sering digunakan ketika dalam keadaan darurat dimana kita tidak bisa
menemukan air. Kelebihan ini diutarakan menurut US FDA (Food and Drug Administration)
dapat membunuh kuman dalam waktu 30 detik. Hand sanitizer memiliki banyak keunggulan
98
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

yang disukai seperti waktu aplikasi yang singkat, kerja yang efektif, nyaman, dan meningkat
nya kepatuhan pengguna (Traore dkk, 2007). Bakteri yang ada ditangan dibagi menjadi dua
jenis yaitu bakteri resident dan bakteri transient. Hand sanitizer bekerja membunuh
mikroorganisme transient yang hidup dipermukaan tangan dan menjaga bakteri resident
untuk hidup setelah penggunaan (WHO, 2005).
Mekanisme kerja dari Hand sanitizer adalah bahan kimia yang mematikan bakteri
disebut bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang menghambat pertumbuhan disebut
bakteriostatik. Bahan antimicrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah,
namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. Dalam menghambat aktivitas mikroba,
alkohol 50-70% berperan sebagai pendenaturasi dan pengkoagulasi protein, denaturasi dan
koagulasi protein akan merusak enzim sehingga mikroba tidak dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dan akhirnya aktivitasnya terhenti.
Keuntungan dari sediaan sediaan gel adalah sebagai berikut: kemampuan penyebarannya
baik pada kulit, memberi efek dingin yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit,
tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan air
yang baik, pelepasan obatnya baik, tidak lengket, gel mempunyai aliran tiksotropik dan
pseudoplatik yaitu gel membentuk padat saat disimpan dan akan segera mencair bila dikocok,
konsentrasi bahan pembentuk gel yang dibutuhkan hanya sedikit untuk membentuk massa gel
yang baik, dan viskositas gel tidak mengalami perubahan yang berarti pada suhu
penyimpanan (Voight,1994 ; Lieberman et al., 1989).
Sabun adalah suatu sediaan yang digunakan oleh masyarakat sebagai pencuci pakaian dan
pembersih kulit. Berbagai jenis sabun yang beredar di pasaran dalam bentuk yang bervariasi,
mulai dari sabun cuci, sabun mandi, sabun tangan, sabun pembersih peralatan rumah tangga
dalam bentuk krim, padatan atau batangan, bubuk dan bentuk cair (Mitsui,1997). Sabun
secara umum didefinisikan sebagai garam alkali dari asam lemak rantai panjang. Saat lemak
atau minyak disaponifikasi terbentuk garam natrium atau kalium dari asam lemak rantai
panjang yang disebut sabun. Sabun dihasilkan dari dua bahan utama yaitu alkali dan
trigliserida (lemak atau minyak) (Anggraini D. 2012). Sabun cair adalah sediaan pembersih
kulit yang dibuat dari bahan dasar sabun dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan
digunakan untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair merupakan produk
yang lebih banyak disukai dibandingkan sabun padat oleh masyarakat sekarang ini, karena

99
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

sabun cair lebih higienis dalam penyimpanannya dan lebih praktis dibawa kemana-mana
(Depkes RI, 1996).
Sabun dapat digunakan untuk mengobati penyakit, seperti mengobati penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri dan jamur. Dengan kata lain sabun dapat digunakan sebagai obat
yakni dengan membersihkan tubuh dan lingkungan sehingga kemungkinan terserang penyakit
akan berkurang. Sabun mandi merupakan senyawa natrium dengan asam lemak yang
digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, busa, dengan atau tanpa
penambahan lain serta tidak menimbulkan iritasi pada kulit.
Pemanfaatan sabun saat ini tidak hanya sebatas sebagai kosmetika saja, tetapi telah
berkembang menjadi salah satu produk kesehatan berupa sabun antibakteri untuk
menghilangkan jerawat. Jerawat atau yang sering dikenal dengan istilah acne vulgaris terjadi
akibat adanya suatu peradangan pada kelenjar pilosebasea yang ada di kulit. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya infeksi beberapa bakteri, salah satunya bakteri Staphylococcus
epidermidis (S. epidermidis) pada kulit (Suparman et al., 2010). Salah satu parameter penting
yang perlu diperhatikan dalam penentuan mutu sabun mandi adalah banyaknya busa yang
dihasilkan. Busa mempunyai peranan penting dalam proses pembersihan kulit dan
menghantarkan wangi dari sabun (Hernani et al., 2010). Surfaktan diperlukan untuk
meningkatkan kualitas busa pada sabun (Wijana et al., 2005)
Pembuatan sabun melibatkan reaksi asam lemak dengan alkali kuat menghasilkan garam
asam lemak yaitu sabun dan gliserol. Reaksi saponifikasi ini dilakukan pada suhu 80-100° C.
Kandungan gliserin berfungsi sebagai humektan, emolient dan sebagai komponen pembentuk
transparan bersama dengan sukrosa dan alkohol 96%. Sifat sabun yang dihasilkan bergantung
pada jenis asam lemak yang digunakan untuk memformulasi sabun tersebut (Hambali, 2005)
Formulasi Gel Hand sanitizer
Formula 1 Formula 2
Alkohol 96% ???% Ekstrak Aloe vera ???%
Eksipien ....% Eksipien ...%
Pelarut yang sesuai ad 100 mL Pelarut yang sesuai ad 100 mL
Formula 3
Eksrak daun pepaya Carica papaya ??? %
Eksipien ....%
Pelarut yang sesuai ad 100 mL
100
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Formulasi Sabun Steril


Formula 1 Formula 2
Sari Beras Oryza sativa ???% Triklosan ???%
Eksipien ....% Eksipien ....%
Pelarut yang sesuai ad 100 mL Pelarut yang sesuai ad 100 mL
Formula 3
Ekstrak Aloe vera ???%
Ekspien ...%
Pelarut yang sesuai ad 100 mL

Prosedur Kerja
1. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
2. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.
3. Tentukan apakah akan menggunakan metode sterilisasi akhir atau metode aseptis.
4. Sterilisasikan alat (dan bahan jika prosedur yang dipilih aseptis).
5. Buatlah sediaan sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditentukan.

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, titik lebur, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Jelaskan alasan pemilihan persentase kadar eksipien.
3. Jelaskan alasan pemilihan basis.
4. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan gel Hand sanitizer dan
sabun steril.
5. Catat waktu yang dibutuhkan untuk proses formulasi dan sterilisasi.

Pertanyaan/Tugas
1. Jelaskan keuntungan metode sterilisasi yang Anda pilih.
2. Jelaskan titik kritis steril dalam pembuatan gel Hand sanitizer dan sabun steril yang Anda
lakukan.
3. Jelaskan alasan pemilihan eksipien yang dipilih.
101
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

4. Jelaskan pengaruh kestabilan serta karakteristik zat aktif dan eksipien terhadap metode
formulasi yang dianggap paling tepat.

Laporan sementara (prosedur kerja harus disetujui oleh dosen/asisten sebelum


membuat sediaan)
1. Buatlah data preformulasi berisikan minimal data pemerian, kelarutan, pKa, stabilitas,
bobot jenis dan lain-lain.
2. Hitunglah jumlah bahan yang akan digunakan.
3. Buatlah prosedur kerja pembuatan aqua pro injections (API).
4. Jelaskan metode sterilisasi yang akan dilakukan.
5. Buatlah prosedur kerja yang akan digunakan dalam pembuatan gel Hand sanitizer dan
sabun steril.
6. Catat waktu sterilisasi dan formulasi yang dilakukan.

Pertanyaan (dijawab di dalam pembahasan laporan akhir)


1. Jelaskan pentingnya preformulasi dalam pembuatan gel Hand sanitizer dan sabun steril.
2. Jelaskan fungsi API dan proses pembuatan API dalam skala industri.
3. Jelaskan indikasi alkohol, etil alkohol, dan isopropil alkohol dan perbedaan
biofarmasetikanya.
4. Jelaskan alasan pemilihan eksipien yang digunakan

102
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

Nama praktikan :
Tanggal pembuatan resume :
RESUME
PRAKTIKUM X – GEL HAND SANITIZER DAN SABUN STERIL

103
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

104
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN X – GEL HAND SANITIZER DAN SABUN STERIL

Nama Praktikan :
Hari/Tanggal Praktikum :
No Perihal Acc Dosen/Asisten

105
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

No Perihal Acc Dosen/Asisten

106
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAMPIRAN 1

Eksipien dalam formulasi sediaan steril (Lachman dkk., 1987)

107
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

108
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

109
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAMPIRAN 2

METODE PERHITUNGAN TONISITAS

Sumber: Martin, 1993

1. Metode Kelas 1
A. Metode Krioskopik
Merupakan metode yang menggunakan penurunan titik beku suatu senyawa sebagai
pertimbangan. Penentuan titik beku dapat dilakukan secara eksperimental maupun teoritis.
Data penurunan titik beku dapat dilihat pada Tabel Larutan Isotonik di dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1236.
Contoh soal:
Berapa banyak NaCl yang harus ditambahkan untuk menjadikan 100 mL 1% Apomorfin
HCl isotonis dengan cairan darah?
Jawab:
Pada Tabel Larutan Isotonik FI IV diketahui bahwa penurunan titik beku Apomorfin HCl
1% adalah 0,08°. Selanjutnya diketahui bahwa dari tabel yang sama penurunan titik beku
NaCl pada kondisi isoosmotik adalah 0,52°. Hal ini menunjukkan bahwa cairan 1%
Apomorfin HCl bersifat hipotonis jika dibandingkan darah (NaCl 0,9%). Maka kekurangan
yang harus ditutupi harus dihitung dengan cara sebagai berikut:
- Penurunan titik beku (ΔTf) adalah = 0,52 - 0,08 = 0,44
- Lampiran 3 menunjukkan bahwa NaCl 1% dapat menurunkan titik beku hingga 0,58°.
- Kekurangan dihitung menggunakan prinsip proporsi:
1% (𝑁𝑎𝐶𝑙) 0,58
𝑋
= 0,44  X = 0,76%

Maka jumlah NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan tersebut isotonis adalah
0,76%. Jadi, 1 g Apomorfin HCl dicampur dengan 0,76 g NaCl di dalam 100 mL pelarut.
B. Metode Ekivalensi NaCl
Metode ekivalensi NaCl dikembangkan oleh Mellen dan Seltzer merupakan suatu
metode yang menyatakan seberapa banyak NaCl yang dibutuhkan agar setara dengan 1 g
obat yang akan diformulasikan. Data penurunan titik beku dapat dilihat pada Tabel Larutan
Isotonik di dalam Farmakope Indonesia edisi IV halaman 1236 dan Lampiran 3. Metode
ekivalensi NaCl sering dinyatakan dalam satuan E dengan rumus:

110
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

𝐿𝑖𝑠𝑜
𝐸 = 17 ; BM merupakan berat molekul dan Liso dapat dilihat pada Lampiran 4.
𝐵𝑀

Contoh soal:
Tentukan ekivalensi NaCl untuk senyawa Amfetamin HCl (BM 187). Tentukan pula
jumlah NaCl yang harus ditambahkan jika akan dibuat Amfetamin HCl 2% sebanyak 15
mL menjadi isotonis dengan cairan darah.
Jawab :
Pertama yang harus diperhatikan adalah jenis/valensi dari obat. Amfetamin HCl merupakan
suatu senyawa univalent sehingga memiliki nilai Liso sebesar 3,4.
Maka nilai E Amfetamin HCl adalah:
3,4
𝐸 = 17 187 = 0,31

Untuk cara mudah nilai E dapat dilihat langsung pada Tabel Larutan Isotonik.
Agar dapat menentukan jumlah NaCl yang dibutuhkan, maka:
- Bobot Amfetamin HCl 2% = 2% x 15 mL = 0,3 g
- 1 g Amfetamin HCl setara dengan 0,31 NaCl
Jumlah NaCl untuk 0,3 g = 0,3 x 0,31 = 0,093 g
- Larutan 15 mL memerlukan NaCl 0,9% = 0,9% x 15 mL = 0,135 g
- NaCl yang dibutuhkan = 0,135 – 0,093 = 0,042 g

2. Metode Kelas II
A. Metode White Vincent
Metode ini melibatkan penambahan air dalam larutan obat agar diperoleh larutan
yang isotonis, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan isotonis atau dapar
isotonis yang bersifat mengencerkan hingga mendapatkan volume akhir. Dalam
perhitungannya diperlukan nilai E, yang dapat dilihat pada literatur atau dihitung
menggunakan metode ekuivalensi NaCl.
Contoh soal:
Berapakah jumlah NaCl yang dibutuhkan untuk 30 mL larutan kokain HCl 1%
(E = 0,16) 0,3 gram agar dapat isotonis dengan serum darah?
Jawab:
- Kalikan berat obat dengan E = 0,3 g x 0,16 = 0,048 g
- Larutan isotonis adalah 0,9% NaCl, sehingga

111
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

0,9 𝑔 0,048 𝑔
= ; 𝑋 = 5, 3 𝑚𝐿
100 𝑚𝐿 𝑋 𝑚𝐿
- Jumlah air yang dibutuhkan adalah 5, 3 mL.
- Jumlah NaCl 0,9% yang dibutuhkan adalah 30 mL – 5,3 mL = 24,7 mL
B. Metode Sprowls
Sprowls mengasumsikan berat obat sebesar 0,3 gram. Volume, v, larutan isotonis
yang dibuat dengan mencampurkan 0,3 gram obat dengan air secukupnya biasa
digunakan untuk obat mata dan berbagai larutan parenteral. Harga v dapat dilihat
pada Lampiran 3.
Contoh soal:
Berapa NaCl yang dibutuhkan agar 500 mL larutan injeksi yang mengandung
morfin HCl (BM = 376 g/mol dan Liso = 3,3) 3 gram dan nikotinamida (BM =
122 g/mol dan Liso = 1,9) 10 gram dapat isotonis dengan serum darah?
Jawab:
- Hitung ΔTf morfin dan nikotinamida
- Morfin:
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000 0,3 1000
ΔTf = 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑥 𝑐 = 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑥 𝑥 = 3,3 𝑥 376 𝑥 = 0,52
𝐵𝑀 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

Volume = 5,07 mL
- Nikotinamida
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000 0,3 1000
ΔTf = 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑥 𝑐 = 𝐿𝑖𝑠𝑜 𝑥 𝑥 = 1,9 𝑥 122 𝑥 = 0,52
𝐵𝑀 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒

Volume = 8,98 mL
- 0,3 g morfin HCl agar isotonis volumenya 5,07 mL, formula 3 g maka
volumenya 50,7 mL
- 0,3 g nikotinamida supaya isotonis volumenya 8,98 ml, formula 10 g maka
volumenya 299,3 mL
- Maka volume larutan obat isotonis adalah 350 ml, kadar obat belum sesuai
yang diinginkan, maka perlu diencerkan dengan NaCl 0,9 % sampai 500 mL.
- Pengerjaan formula menjadi: morfin HCl 3 gram, nikotinamida 10 gram,
dilarutkan dalam air sampai 350 mL (didapat larutan obat isotonis dengan
kadar terlalu tinggi), kemudian larutan ini diencerkan dengan NaCl 0,9 %
sampai volume 500 mL.

112
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

LAMPIRAN 3

113
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

114
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

DAFTAR PUSTAKA

Akers, M.J. 2010, Sterile Drug Products: Formulation, Packaging, Manufacturing, and
Quality, Informa Healthcare, New York.

Anggraini D, Wiwik SR, Masril M. 2012. Formulasi Sabun Cair dari Ekstrak Batang Nanas
(Ananascomosus. L) untuk Mengatasi Jamur Candida albicans. Jurnal Penelitian
Farmasi Indonesia 1(1), September 2012.
Ansel, H.C. 1999, Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery System, William &
Wilkins, Parkway PA.

Ansel, Howard C. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems

9𝑡ℎ editiion. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.


Aulton, M.E. 1994, Pharmaceutics, The Science of Dosage Forms Design, ELBS., Edinburg

Banker, G.S. dan Rhodes, C.T. 2002, Modern Pharmaceutics, 4th Ed., Marcel Dekker Inc.,
New York.

BPOM RI, 2012, Cara Pembuatan Obat Yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan,
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994, Farmakope Indonesia Edisi III,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996, Farmakope Indonesia Edisi IV,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Felton, L. 2012, Remington: Essentials of Pharmaceutics, Pharmaceutical Press, Philadelphia
USA

Gennaro, A.R. 2001, Remington: The Science and Practice of Pharmacy 20th edition,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia

Hambali, E., Suryani, A., & RivaM., 2005, Sabun Transparan untuk Gift & Kecantikan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Lachmann, L., Liebermann, H. dan Kanig, J. 1987, The Theory and Practice of Indutrial
Pharmacy, Lea and Febigher, Philadelphia

Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J. L., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri,

115
Penuntun Praktikum Teknologi Farmasi III - Steril 2017

edisi III, Diterjemahkan Oleh Suyatmi, S., Universitas Indonesia Press, Jakarta

Lukas, S. 2006, Formulasi Steril edisi revisi, Penerbit Andi, Yogyakarta

Martin, A. 1993. Physical Pharmacy: Physical Chemical Principles in the Pharmaceutical


Sciences. Waverly International, Maryland USA.

Mitsui, T,. 1997, New Cosmetic Science. Amsterdam-Netherlands: Elsevier Sciences B.V.
Simonne, A., 2005, Hand Hygene and Hand Sanitizers, IFAS Extension University of
Florida, 2-3
Suparman, Ika Yuni Astuti, dan Fitri Amalia. 2010. Formulasi Gel Kurkuminoid Sebagai
Antijerawat dan aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus. Dalam
prosiding seminar eight star performance pharmacist. Yogyakarta
Swarbrick, J. dan Boylan, J. C. 1990, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, Marcel
Dekker Inc., New York.

Traore, O., Huggonet,S., Lubbe, J., Griffiths, W.,Pittet, D., 2007, Liquid versus Gel Handrub
Formulation: a Prospective Intervention Study, Critical Care, 11(3),1-8
Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soewandhi, S.N.,
dan Widianto, M.B., Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Wijana, S., Mustaniroh, S.A., dan Wahyuningrum, I., 2005, Pemanfaatan Minyak Goreng
Bekas untuk Pembuatan Sabun: Kajian Lama Penyabunan dan Konsentrasi Dekstrin,
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 6 (3), 193-202.
World Health Organization, 2005, Guidelines for Hand Hygiene in Health-Care, Global
Patient Safety Challenge, USA, 12-23

116

Anda mungkin juga menyukai