Anda di halaman 1dari 307

TDE – 07: PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN

PELATIHAN
AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

KATA PENGANTAR

Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang usaha yang telah
berkembang pesat di Indonesia, baik dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai
badan usaha skala kecil, menengah dan besar. Untuk itu perlu diimbangi dengan kualitas
pelayanannya. Pada kenyataannya saat ini bahwa mutu produk, ketepatan waktu
penyelesaian, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya relatif masih rendah dari yang
diharapkan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ketersediaan tenaga
ahli/ terampil dan penguasaan manajemen yang efisien, kecukupan permodalan serta
penguasaan teknologi.

Masyarakat sebagai pemakai produk jasa konstruksi semakin sadar akan kebutuhan
terhadap produk dengan kualitas yang memenuhi standar mutu yang dipersyaratkan.
Untuk memenuhi kebutuhan terhadap produk sesuai kualitas standar tersebut, perlu
dilakukan berbagai upaya, mulai dari peningkatan kualitas SDM, standar mutu, metode kerja
dan lain-lain.

Salah satu upaya untuk memperoleh produk konstruksi dengan kualitas yang diinginkan
adalah dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menggeluti
perencanaan baik untuk bidang pekerjaan jalan dan jembatan, pekerjaan sumber daya air
maupun untuk pekerjaan dibidang bangunan gedung.

Kegiatan inventarisasi dan analisa jabatan kerja dibidang sumber daya air, telah
menghasilkan sekitar 130 (seratus Tiga Puluh) Jabatan Kerja, dimana Jabatan Kerja AHLI
DESAIN TEROWONGAN SDA merupakan salah satu jabatan kerja yang diprioritaskan
untuk disusun materi pelatihannya mengingat kebutuhan yang sangat mendesak dalam
pembinaan tenaga kerja yang berkiprah dalam perencanaan konstruksi bidang sumber daya
air.

Materi pelatihan pada Jabatan Kerja AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA ini terdiri dari 9
(Sembilan) modul yang merupakan satu kesatuan yang utuh yang diperlukan dalam melatih
tenaga kerja yang menggeluti Ahli Desain Terowongan SDA.

Namun penulis menyadari bahwa materi pelatihan ini masih banyak kekurangan khususnya
untuk modul Perhitungan Desain Terowongan pekerjaan konstruksi Sumber Daya Air.

Untuk itu dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran dan masukkan
guna perbaikan dan penyempurnaan modul ini.

Jakarta, Desember 2005

Tim Penyusun

i
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

TUJUAN PELATIHAN
A. Tujuan Umum Pelatihan
Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :
Melakukan kegiatan Desain Terowongan, memeriksa dan mengarahkan asisten
perencanaan dan juru gambar dalam melakukan kegiatan Desain Terowongan
sesuai tahapan desain, metode desain dan spesifikasi yang ada dalam kontrak.

B. Tujuan Khusus Pelatihan


Setelah mengikuti pelatihan mampu:
1. Menetapkan Rencana Trase Terowongan
2. Mengkaji dan Menerapkan Data Survai dan Investigasi (Primer & Sekunder)
3. Menentukan Bentuk Bahan Konstruksi dan Dimensi Terowongan dan Bangunan
Pelengkapnya
4. Menyiapkan Gambar Desain Terowongan yang Mengacu Pada Hasil Uji Model
Hidrolis Yang Diperlukan

ii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

NOMOR MODUL : TDE. 07


JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah selesai mempelajari modul ini peserta mampu menjelaskan dan melakukan
Perhitungan Desain Terowongan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah modul ini diajarkan peserta mampu :
1. Menerapkan hasil perhitungan hidrologi (debit rencana saluran dan debit banjir rencana)
2. Menganalisis perhitungan hidrolika (dimensi terowongan)
3. Menganalisis perhitungan struktur (perhitungan stabilitas dan beton/ baja)

iii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
LEMBAR TUJUAN......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iv
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA .......................................................................... xi
DAFTAR MODUL.......................................................................................................... xii
PANDUAN PEMBELAJARAN ..................................................................................... xiii
MATERI SERAHAN ..................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1-1

BAB II PERHITUNGAN HIDROLOGI. ...................................................................... 2-1


2.1 Debit Rencana Saluran Irigasi ............................................................. 2-1
2.2 Debit Banjir Rencana ........................................................................... 2-3
2.2.1 Periode Ulang (Return Period) ................................................ 2-3
2.2.2 Metode Perhitungan ................................................................ 2-3
2.2.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit).. 2-7
2.2.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel dan lain-lain ......................... 2 - 22
2.2.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan
Unit Hidrograf (UH) .................................................................. 2 - 44

BAB III PERHITUNGAN HIDROLIKA ...................................................................... 3-1


3.1 Dimensi Saluran.................................................................................... 3-1
3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter ................. 3-1
3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer .............. 3-4
3.2 Muka Air Maksimum (Tinggi Air Banjir Rencana) di Sungai ............... 3 - 19
3.3 Perhitungan Ukuran Terowongan Untuk Tenaga Listrik Yang
Ekonomis ............................................................................................. 3 - 21
3.4 Perhitungan Hidrolika Terowongan ..................................................... 3 – 26
3.5 Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak ................................................ 3 – 32
3.6 Analisa Hidrolika Untuk Power Waterway ........................................... 3 – 45
3.7 Analisa Hidrolika Portal ....................................................................... 3 – 49

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR........................................................................ 4-1


4.1 Desain Sistem Penyangga Baja ........................................................... 4-1
4.2 Desain Sistem Penyangga Shotcrete ................................................. 4 - 10

iv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.3 Desain Lining Terowongan .................................................................. 4 - 18


4.4 Desain Penutup Terowongan (Plug) ................................................... 4 - 28
4.5 Stabilitas Lereng Tanggul .................................................................... 4 - 33
4.6 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut) .... 4 - 36
4.7 Perhitungan Beton .............................................................................. 4 - 49
4.8 Analisa Struktur Bangunan Pengelak ................................................. 3 – 54
4.9 Analisa Struktural Untuk Power Waterway ......................................... 3 – 77

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA

v
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Polygon Thiessen ................................................................................ 2-8


Gambar 3.2 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt) ........................................... 2 - 11
Gambar 3.3 Grafik untuk menentukan nA atau nF ................................................. 2 - 12
Gambar 2.4 Grafik hubungan luas daerah pengaliran, kemiringan sungai dan
meteran debit (Weison) ....................................................................... 2 - 16
Gambar 2.5 Contoh Polygon Thiessen ................................................................... 2 - 21
Gambar 2.6 Cara mendapatkan besarnya a dan b, cara Melchior ......................... 2 - 24
Gambar 2.7 Catchment area ................................................................................... 2 - 43
Gambar 2.8 Grafik Unit Hidrograf ............................................................................ 2 - 47
Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa
pasangan (k = 35, m = 1) .................................................................... 3-3
Gambar 3.2 Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1) ................ 3-3
Gambar 3.3 Flowchart pengecekan kecepatan dasar rencana Vbd ...................... 3 - 10
Gambar 3.4 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS) .................. 3 - 11
Gambar 3.5 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS) ..................... 3 - 12
Gambar 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR / USCE ...... 3 - 16
Gambar 3.7 Grafik perencanaan saluran dengan garis-garis A dan B

(grafik antar Q, I, I R , Vbd) ............................................................... 3 - 18


Gambar 3.8 Sketsa kemiringan sungai ................................................................... 3 - 20
Gambar 3.9 Grafik antara pengeluaran tahunan dan diameter .............................. 3 - 25
Gambar 3.10 Nomogram untuk menghitung harga K ............................................... 3 - 31
Gambar 3.11 Prinsip penelusuran banjir untuk perhitungan dimensi terowongan
pengelak .............................................................................................. 3 - 32
Gambar 3.12 Grafik Penelusuran Banjir lewat terowongan pengelak ...................... 3 - 33
Gambar 3.13 Kondisi aliran yang lewat didalam terowongan ................................... 3 - 34
Gambar 3.14 Debit yang lewat didalam terowongan dalam kondisi aliran
Terbuka dan tertekan .......................................................................... 3 - 34
Gambar 3.15 Nilai koefisien pada bentuk inlet .......................................................... 3 - 35
Gambar 3.16 Hidrograph banjir kala ulang 100 tahun .............................................. 3 - 44
Gambar 3.17 Head loss terhadap discharge ............................................................. 3 - 49
Gambar 3.18 Gambar potongan portal ...................................................................... 3 - 50
Gambar 3.19 Potongan memanjang dan denah terowongan ................................... 3 - 55
Gambar 3.20 Potngan melintang terowongan ........................................................... 3 - 55
Gambar 4.1 Beban batuan ....................................................................................... 4-2
Gambar 4.2 Jarak blok dan sudut ,  ..................................................................... 4-2

vi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.3 Arah beban .......................................................................................... 4-3


Gambar 4.4 Detail penyangga baja ......................................................................... 4-5
Gambar 4.5 Detail blok atau pasak ......................................................................... 4-6
Gambar 4.6 Jarak blok dan sudut ,  ..................................................................... 4-7
Gambar 4.7 Arah beban ......................................................................................... 4-8
Gambar 4.8 Tebal beton dan overbreak .................................................................. 4 - 12
Gambar 4.9 Bebab batuan ....................................................................................... 4 - 13
Gambar 4.10 Stabilising effect of Anchoring and shotcreting ................................... 4 - 17
Gambar 4.11 Terowongan bulat dan tapal kuda ....................................................... 4 - 21
Gambar 4.12 Terowongan beton dan beton bertulang ............................................. 4 - 27
Gambar 4.13 Detail plug ............................................................................................ 4 - 28
Gambar 4.14 Potongan plug ...................................................................................... 4 - 32
Gambar 4.15 Metode irisan untuk perhitungan stability lereng ................................ 4 - 33
Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0) ......................................... 4 - 35
Gambar 4.17 Tipe ulir ................................................................................................ 4 - 39
Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu .................................................................. 4 - 42
Gambar 4.19 Pintu sorong ......................................................................................... 4 - 43

vii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Reduced Mean Yn .................................................................................. 2-5


Tabel 2.2 Reduced Standard Deviation Sn ............................................................ 2-5
Tabel 2.3 Reduced Variate Yt ................................................................................. 2-5
Tabel 2.4 Data debit maksimum tahunan ............................................................... 2-6
Tabel 2.5 Penentuan simpangan baku ................................................................... 2-6
Tabel 2.6 Nilai m n/m p untuk return period tertentu ................................................. 2 - 14
Tabel 2.7 Koefisien Kekasaran (f) .......................................................................... 2 - 17
Tabel 2.8 Curah hujan absolute maksimum .......................................................... 2 - 17
Tabel 2.9 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum ..................................... 2 - 18
Tabel 2.10 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan ............................. 2 - 19
Tabel 2.11 Nilai R, W dan jumlah koefesien (k) untuk R 70 ....................................... 2 - 20
Tabel 2.12 Nilai R, W dan R70 rata-rata .................................................................... 2 - 22
Tabel 2.13 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100 km 2 .... 2 - 25
Tabel 2.14 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa .................................. 2 - 27
Tabel 2.15 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe ................................ 2 - 28
Tabel 2.16 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen ................................................. 2 - 29
Tabel 2.17 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen ..................................................... 2 - 29
Tabel 2.18 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen ...................................................... 2 - 30
Tabel 2.19 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Weduwen ............................ 2 - 31
Tabel 2.20 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Haspers ............................... 2 - 31
Tabel 2.21 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Gumbel ................................ 2 - 31
Tabel 2.22 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen ............................ 2 - 33
Tabel 2.23 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Harpers ............................... 2 - 33
Tabel 2.24 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel ............................... 2 - 33
Tabel 2.25 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.52 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34
Tabel 2.26 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.62 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34
Tabel 2.27 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.75 untuk A > 100 km 2 ....... 2 - 34
Tabel 2.28 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A < 100 km 2 .... 2 - 35
Tabel 2.29 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa .................................. 2 - 36
Tabel 2.30 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Weduwen .......................... 2 - 38
Tabel 2.31 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Haspers ............................. 2 - 38
Tabel 2.32 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Gumbel ............................. 2 - 38
Tabel 2.33 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen ............................ 2 - 40
Tabel 2.34 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Haspers ............................... 2 - 40
Tabel 2.35 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel ............................... 2 - 40

viii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.36 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.52 untuk A < 100 km 2 ..... 2 - 41
Tabel 2.37 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.62 untuk A < 100 km 2 ....... 2 - 41
Tabel 2.38 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.75 untuk A < 100 km 2 ....... 2 - 41
Tabel 2.39 R100 cara aritmatik ................................................................................... 2 - 42
Tabel 2.40 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen ........................................... 2 - 42
Tabel 2.41 Water Discharge Proportional to Maximum Discharge .......................... 2 - 45
Tabel 2.42 Perhitungan Unit Hidrograf ..................................................................... 2 - 46
Tabel 2.43 Hasil Perhitungan Hidrograf Banjir ......................................................... 2 - 48
Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan ................. 3-2
Tabel 3.2 Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana .......................... 3-7
Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran ....................................................... 3 - 13
Tabel 3.4 Data profil saluran garis A3-10 ............................................................... 3 - 14
Tabel 3.5 Data profil saluran garis B3-11 ............................................................... 3 - 15
Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE3-13.... 3 - 17
Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.7. ........................ 3 - 19
Tabel 3.8 Daftar debit effektif .................................................................................. 3 - 22
Tabel 3.9 Daftar biaya konstruksi dan pengeluaran tahunan bangunan
Terowongan ............................................................................................ 3 - 24
Tabel 3.10 Tipe standar tapal kuda (Horse Shoe) ................................................... 3 - 28
Tabel 3.11 Tabel 1/n, 8/3 ........................................................................................... 3 - 29
Tabel 3.12 Tabel n/, 1/2 ........................................................................................... 3 - 30
Tabel 3.13 Hubungan antara nilai tinggi air debit dan tampungan (H, Q, S) ........... 3 - 39
Tabel 3.14 Hasil penelusuran banjir dengan berbagai diameter terowongan ......... 3 - 40
Tabel 3.15 Hubungan H, Q, S,  dan  .................................................................... 3 - 42
Tabel 3.16 Penelusuran banjir terowongan pengelak .............................................. 3 - 44
Tabel 3.17 Kehilangan tinggi energi pada belokan .................................................. 3 - 45
Tabel 3.18 Hubungan antara Q dan HL ................................................................... 3 - 48
Tabel 3.19 Hubungan antara open guide vanc dan Rates Pt .................................. 3 - 48
Tabel 3.20 Transisi saluran terbuka ......................................................................... 3 - 51
Tabel 3.21 Transisi portal ......................................................................................... 3 - 51
Tabel 3.22 Tabel perhitungan klasifikasi .................................................................. 3 - 56
Tabel 3.23 Krakteristik Hidrolik terowongan ............................................................. 4 - 56
Tabel 4.1 Baja H ..................................................................................................... 4-1
Tabel 4.2 Data percobaan geser batuan ................................................................ 4 - 11
Tabel 4.3 Metode bishop tabel perhitungan ........................................................... 4 - 35
Tabel 4.4 Harga-harga koefisien gesekan f ........................................................... 4 - 38

ix
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.5 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm² untuk lebar
Plat 100 cm ............................................................................................. 4 - 53
Tabel 4.6 Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam
1 baris (diameter 8 jam) .......................................................................... 4 - 53
Tabel 4.7 Daftar Besi Bulat ..................................................................................... 4 - 54

x
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL


PELATIHAN AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja AHLI DESAIN TEROWONGAN
SDA (Tunnel Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kompetensi, elemen
kompetensi, dan kriteria unjuk kerja sehingga dalam Pelatihan AHLI DESAIN
TEROWONGAN SDA unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
2. Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-masing Unit
Kompetensi, Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang menghasilkan kebutuhan
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari setiap Elemen Kompetensi yang
dituangkan dalam bentuk suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang
diperlukan untuk memenuhi tuntutan kompetensi tersebut.
3. Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus pelatihan tersebut, maka berdasarkan
Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun seperangkat modul pelatihan
(seperti tercantum dalam Daftar Modul) yang harus menjadi bahan pengajaran dalam
pelatihan AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA.

xi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DAFTAR MODUL

MODUL NOMOR : TDE. 07


JUDUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN

Merupakan salah satu modul dari :

NO. KODE JUDUL

1. TDE. 01 Etika Profesi, Etos Kerja, UU Jasa Konstruksi Dan UU SDA

2. TDE. 02 Sistem Manajemen K3 Dan RKL, RPL

3. TDE. 03 Pengenalan Survai Dan Investigasi

4. TDE. 04 Pengenalan Dokumen Tender Dan Dokumen Kontrak

5. TDE. 05 Pengenalan Manual O & P

6. TDE. 06 Kriteria Desain Terowongan

7. TDE. 07 Perhitungan Desain Terowongan

8. TDE. 08 Metode Menggambar Teknis

9. TDE. 09 Dasar-Dasar Manajemen Proyek

xii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

PANDUAN PEMBELAJARAN

PELATIHAN : AHLI DESAIN TEROWONGAN SDA

JUDUL MODUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN KETERANGAN

KODE MODUL : TDE. 07

DESKRIPSI : Materi ini terutama membahas : perhitungan


desain terowongan pada pekerjaan desain di
bidang sumber daya air, yang meliputi ;
perhitungan hidrologi debit rencana saluran
pembawa, debit banjir rencana.
Perhitungan hidrolika (dimensi saluran,
perhitungan ukuran terowongan untuk TL yang
ekonomis dan perhitungan hidrolika terowongan).
Perhitungan struktur Desain Sistem Penyangga
Baja, Desain Sistem Penyangga Shotcrete,
Desain Lining Terowongan, Desain Penutup
Terowongan (Plug), Portal, Stabilitas Lereng
Tanggul Pengenalan Hidromekanikal, Perhitungan
Beton.
Bangunan Pengelak, Power Waterway.

TEMPAT KEGIATAN : Dalam ruang kelas lengkap dengan


fasilitasnya

WAKTU KEGIATAN : 12 jam pelajaran (1 JP = 45 menit)

xiii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

1. CERAMAH : PEMBUKAAN
 Menjelaskan Tujuan  Mengikuti penjelasan TIU OHT
Instruksional (TIU & TIK) dan TIK dengan tekun dan No. 4
 Merangsang motivasi peserta aktif
dengan pertanyaan atau  Mengajukan pertanyaan
pengalamannya dalam apabila kurang jelas
penerapan Perhitungan
Desain Terowongan

Waktu : 5 menit
Bahan : Lembar tujuan

2. CERAMAH : PENDAHULUAN
 Gambaran perhitungan  Mengikuti penjelasan
OHT
hidrologi, hidrolika dan instruktur dengan tekun No. 7 - 8
struktur. dan aktif
 Mencatat hal-hal yang
perlu
 Mengajukan pertanyaan
bila perlu

Waktu : 10 menit
Bahan : Materi serahan
(Bab 1 Pendahuluan)

xiv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

3. CERAMAH : Perhitungan
Hidrologi OHT
 Debit rencana saluran  Mengikuti penjelasan No. 9 - 32
 Debit rencana banjir instruktur dengan tekun
 Menjelaskan perhitungan dan aktif
debit rencana saluran, debit  Mencatat hal-hal yang
rencana banjir. perlu
 Mengajukan pertanyaan
bila perlu

Waktu : 90 menit
Bahan : Materi serahan (Bab 2
Perhitungan Hidrologi)

4. CERAMAH : Perhitungan
Hidrolika
 Menjelaskan dimensi saluran  Mengikuti penjelasan OHT
 Menjelaskan perhitungan instruktur dengan tekun No. 33 - 43
ukuran terowongan untuk dan aktif
tenaga listrik yang ekonomis  Mencatat hal-hal yang
 Menjelaskan perhitungan perlu
hidrolika terowongan  Mengajukan pertanyaan
bila perlu

Waktu : 170 menit


Bahan : Materi serahan
(Bab 3 Perhitungan Hidrolika)

xv
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

5. CERAMAH : Perhitungan Struktur OHT


 Menjelaskan desain sistem  Mengikuti penjelasan No. 44 - 86
penyangga baja, desain instruktur dengan tekun
sistem penyangga shotcrete, dan aktif
desain lining terowongan,
desain penutup terowongan  Mencatat hal-hal yang
(plug), portal, perhitungan perlu
stabilitas lereng tebing dan  Mengajukan pertanyaan
pengenalan hidromekanikal. bila perlu
 perhitungan bangunan
pengelak, power waterway,

Waktu : 265 menit


Bahan : Materi serahan
(Bab 4 Perhitungan Struktur)

xvi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

MATERI SERAHAN

xvii
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

BAB I
PENDAHULUAN

Perhitungan desain terowongan ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai pedoman atau
contoh dalam melaksanakan pekerjaan desain terowongan, khususnya dalam bagian
perhitungannya. Tetapi tidak menutup kemungkinan contoh dari luar modul ini akan lebih
baik.

Perhitungan desain terowongan ini terdiri dari ;


1. Perhitungan hidrologi
2. Perhitungan hidrolika dan
3. Perhitungan struktur

Perhitungan hidrologi ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan yang mana
akan dilakukan oleh ahli hidrologi tetapi sebagai Ahli Desain Terowongan SDA juga harus
mengetahui karena hasil perhitungan hidrologi ini dipakai sebagai dasar perhitungan
hidrolika.

Perhitungan ini terdiri dari perhitungan debit rencana saluran dan debit banjir rencana.

Perhitungan hidrolika ini dimaksudkan untuk menghitung dimensi saluran dan bangunan air
serta perhitungan elevasi muka air.

Sedangkan perhitungan struktur ini dimaksudkan hanya sebagai pengetahuan tambahan


yang mana akan dilakukan oleh ahli struktur. Perhitungan yang dimaksud dalam modul ini
terdiri dari contoh perhitungan stabilitas lereng tanggul, perhitungan hidromekanikal dan
perhitungan beton dan baja.

1-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

BAB II
PERHITUNGAN HIDROLOGI

Dalam desain terowongan perhitungan hidrologi yang sering dilakukan adalah perhitungan
mengenai debit rencana saluran atau terowongan, debit banjir atau debit banjir rencana.

2.1 Debit Rencana Saluran Irigasi


Yang dimaksud dengan Debit Rencana Saluran Irigasi adalah debit maksimum yang
direncanakan untuk melalui saluran, kapasitas saluran = debit rencana saluran = Q.
Besarnya tergantung dari ;
• Luas daerah yang diairi = (A)
• Kebutuhan bersih air disawah = (NFR)
• Efisiensi (e)
• Koefisien pengurangan (C)

C.NFR. A
Q
e

a). Luas daerah yang diairi adalah sama dengan 0.90 x luas hasil planimeter dari petak
tersier atau jumlah dari peta-petak tersier dengan satuan ha.
b). Kebutuhan bersih air di sawah = NFR adalah didapat dari perhitungan kebutuhan
air dimana dipilih yang paling besar luasnya pada bulan masa pengolahan lahan
dengan satuan l/d/ha.
c). Efisiensi = e adalah angka akibat adanya kebocoran-kebocoran di saluran dan
bangunan
Untuk ;
• Tersier kebocoran (15 - 22,5) % et = (0.85 – 0.775)
• Sekunder kebocoran (7.5 - 12.5)% es = (0.925 – 0.875)
• Primer kebocoran (7.5 - 12.5)% ep = (0.925 – 0.875)

3 3 1 1 1
1 2 2 1

2 2 1
1 1 1

2-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

C.NFR.A
Q1 
et
C.NFR.A
Q2 
e t .e s
C.NFR.A
Q3 
e t .e s .e p

• Koefisien pengurangan = C adalah pengurangan debit akibat dari perbedaan


menanam. Waktu menanam ada bermacam ;

1) Cara serentak yaitu dimana waktu pengolahan tanah dikerjakan pada waktu
yang sama, ini baru bisa dilaksanakan bila tenaga penggarap banyak atau
dengan menggunakan traktor. Dalam hal ini koefisien pengurangan C = 1
untuk saluran tersier sekunder maupun primer.

2) Cara Golongan yaitu dimana waktu pengolahan tanah atau waktu tanam
dilakukan secara teratur bergilir, biasanya berbeda waktu 0,5 bulan. Cara
golongan ada 3 macam;

a) Golongan pada daerah irigasi


Saluran tersier C = 1
Saluran sekunder C = 1
Saluran Primer C < 1  C = 0,80

b) Golongan pada daerah sekunder


Saluran tersier C = 1
Saluran sekunder C < 1  C = 0,80
Saluran Primer C < 1  C = 0,80

c) Golongan pada daerah tersier


Saluran tersier C < 1  C = 0,80
Saluran sekunder C < 1  C = 0,80
Saluran Primer C < 1  C = 0,80

2-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3) Cara tradisional karena dengan kurang maka pengolahan tanah dilakukan


secara bergilir, besarnya C = lengkung tegal. Jadi untuk mendapatkan
besarnya debit saluran harus ditentukan dulu hal-hal tersebut diatas.

2.2 Debit Banjir Rencana


Yang dimaksud dengan debit banjir rencana (design flood) adalah besarnya debit yang
direncanakan untuk melewati terowongan. Hal ini hendaknya dibedakan pengertiannya
dengan banjir terbesar. Banjir terbesar akan terjadi kapan saja (tidak tertentu
waktunya) dan tidak akan ada banjir yang lebih besar dari banjir terbesar ini. Debit
banjir rencana (design flood) tidak sebesar banjir terbesar.

2.2.1 Periode Ulang (Return Period)


Debit banjir rencana (design flood) direncanakan sebagai debit banjir (flood)
yang diharapkan akan terjadi pada waktu/ jangka waktu tertentu. Artinya pada
suatu jangka waktu (periode) tersebut, banjir ini akan terjadi lagi. Misalnya
banjir 50 tahun adalah banjir yang akan terjadi pada tiap-tiap 50 tahun sekali.
Demikian pula banjir 100 tahun akan terjadi pada tiap 100 tahun sekali. Angka
50 tahun dan 100 tahun diatas disebut periode ulang (return period). Banjir
dengan periode ulang 50 tahun disebut Q 50, untuk periode ulang 100 tahun
disebut Q100 dan seterusnya.
Jadi kalau suatu bendung direncanakan dengan debit banjir rencana Q 50,
artinya bendung itu akan mampu dilewati oleh banjir yang datangnya tiap 50
tahun sekali.
Biasanya untuk bendung direncanakan dengan design flood antara Q50 sampai
Q100, tergantung dari besar kecilnya bendung dan penting tidaknya bendung
serta penting tidaknya daerah sebelah hilir bendung.

2.2.2 Metode Perhitungan


Untuk mencari besarnya design flood dengan return period tertentu, bisa
menggunakan data-data debit sungai atau dapat pula data-data curah hujan.
Analisis untuk mencari harga suatu besaran dengan suatu periode ulang
tertentu disebut Frequency Analisis.
Beberapa cara frequency analisis yang telah di kenal dan dipakai antara lain
cara gumbel, cara huspers dan lain-lain. Disini hanya akan kita pelajari
bagaimana penggunaan cara tersebut dan bukan teorinya.

2-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

a). Cara Gumbel


Data-data untuk metode ini yang harus tersedia adalah debit musiman
tahunan atau curah hujan maksimum tahunan dengan pengamatan
minimum 10 tahun.

Xt = Xa + k . Sx

dimana ;

Xt = besaran yang diharapan terjadi dalam t tahun


T = return period
Xa = harga pengamatan rata-rata selama n tahun (automatic) selama
n tahun
k = frequency factor
Sx = standar deviasi

Harga frequency factor k tergantung dari banyaknya data yang teranalisis


dan tergantung dari return period yang dikehendaki, sehingga didapat ;
Yt  Yn
K
Sn

Yt  Yn
Xt  Xa  Sx
Sn

dimana ;

Yt = reduced periode (untuk ini ada tabel hubungan antara Yt dan t


(lihat tabel 2.3)
Yn = reduced mean (ada tabel hubungan antara Yn dan n, dimana n
adalah banyaknya pengamatan (lihat tabel 2.1)
Sn = reduced standard deviation (ada berhubungan antara Sn dan n)
lihat tabel 2.2)

Harga standar deviasi = Sn ada dua rumus ;

 Xi  Xa   Xi   Xa  Xi
2 2

Sn  atau Sn 
n 1 n 1

2-4
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.1 Reduced Mean Yn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5182 0.5202 0.5120
20 0.5236 0.5252 0.5260 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5468 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5522 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
100 0.5600

Tabel 2.2 Reduced Standard Deviation Sn

n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9697 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0812 1.0864 1.0915 1.0961 1.1044 1.1047 1.1086
30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 1.1413 1.1436 1.1458 1.1480 1.1499 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 1.1607 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734
60 1.1747 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1824 1.1844
70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1890 1.1898 1.1903 1.1915 1.1923 1.1930
80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1962 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001
90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2032 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060
100 1.2065

Tabel 2.3 Reduced Variate Yt


Return Period Reduced
(year) = T Variate = Yt
2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
20 2.9702
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001
200 5.2958

2-5
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana ;
Xi = harga besaran pada pengamatan
n = banyaknya data pengamatan
Xa = harga besaran rata-rata

b). Contoh Cara Gumbel


Data debit maksimum tahunan suatu sungai dalam m 3/det adalah sebagai
berikut ;

Tabel 2.4 Data debit maksimum tahunan

Tahun Q (m3/dt)
1950 37
1951 20
1952 32
1953 60
1954 25
1955 52
1956 46
1957 70
1958 92
1959 48
1960 24

Harus dicari debit terbesar yang terjadi tiap 100 tahun sekali atau Q 100.
untuk menyelesaikan soal ini agar praktis dibuat daftar seperti dibawah ini ;

Tabel 2. 5 Penentuan simpangan baku.

Tahun Xi (Xi)2 Xi-Xa (Xi-Xa)2


1950 37 1369 -9 81
1951 20 400 -26 676
1952 32 1024 -14 196
1953 60 3600 14 196
1954 25 625 -21 441
1955 52 2704 6 36
1956 46 2116 0 0
1957 70 4900 24 576
1958 92 8464 46 2116
1959 48 2304 2 4
1960 24 576 -22 484
Total 506 28082 0 4806

2-6
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

 Xi 506
Xa    46
n 11
Dari tabel 2.30 ; untuk n = 11  maka Sn = 0.9697
Dari tabel 2.29 ; untuk n = 11  maka Yn = 0,4996
Dari tabel 2.31 ; untuk t = 100  maka Yt = 4.6001

 Xi  Xa 
2
4806
Sx    21.9
n 1 10

Yt  Yn
Xt  Xa   Sx
Sn

4.6001  0.4996
Xt  46  x21.9  138.61
0.9697

Jadi Q100 = 139 m 3/det

2.2.3 Bila Data yang ada Data Curah Hujan (tidak ada data debit)
Terlebih dahulu dibedakan antara curah hujan yang jatuh di daerah aliran dan
yang jatuh di daerah yang akan diairi.
Pengamatan curah hujan dari stasiun yang terletak di daerah aliran
dipergunakan untuk mencari debit sungai. Sedangkan curah hujan dari stasiun
di daerah yang akan diairi digunakan untuk menghitung banyaknya air sebagai
sumbangan terhadap supply air dari saluran irigasi.

2.2.3.1 Stasiun Hujan


Untuk mencari debit sungai, terlebih dahulu ditentukan stasiun hujan yang
mewakili daerah alirannya, yakni stasiun yang terletak di dalam daerah aliran
yang bersangkutan. Jika tidak ada stasiun yang dimaksud maka kita memakai
stasiun hujan yang terdekat dengan daerah aliran tersebut.
Hal ini sebetulnya tidak benar menurut prosedur yang semestinya. Tetapi
dilakukan hanya sekedar daripada tidak ada data sama sekali, sedangkan kita
harus mengerjakannya. Sudah barang tentu kwalitas data ini kurang baik. Jika
kita memakai data semacam itu sebaiknya kita imbangi dengan faktor
keamanan yang layak.
Letak stasiun hujan yang telah dipilih kemudian diplot dalam gambar catchment
areanya.

2-7
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.3.2 Curah Hujan Rata-rata


a). Aritmatic
Rata-rata aritmatic curah hujan adalah jumlah besarnya curah hujan dibagi
banyaknya bilangan penjumlahan. Misalnya stasiun A = 200 mm, B = 300
mm dan C = 100 mm maka rata-ratanya = 1/3 (200 + 300 + 100) = 200 mm

b). Thiessen Metode


Cara ini disebut pula thiessen polygon karena akan digunakan polygon-
polygon. Setelah letak stasiun-stasiun hujan diplot dalam gambar
catchment area, maka dibuatlah sumbu-sumbu garis-garis penghubung
stasiun-stasiun hujan tersebut.

Garis-garis sumbu ini akan membagi-bagi catchment area, yang akan


diwakili oleh tiap-tiap stasiun.

Gambar 2.1 Polygon Thiessen

Stasiun A mewakili daerah antara catchment area dan sumbu 1 dan 2. Stasiun C
antara catchment area, sumbu 3 dan 1. Jika Ra = curah hujan stasiun A dan La =
luas daerah A, begitu pula Rb dan Lb untuk stasiun B, serta Rc dan Lc untuk
stasiun C maka ;

Ra.La  Rb.Lb  Rc.Lc


R rata rata 
La  Lb  Lc
Sudah barang tentu metode ini mempunyai batas-batas berlakunya, yakni pada
kondisi bagaimana metode ini paling baik dipakai, atau sebaliknya. Hal ini lebih
lanjut dapat dipelajari pada ilmu hidrologi. Juga cara-cara lain untuk mencari
harga rata-rata dapat dipelajari pada ilmu hydrologi.

2-8
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.3.3 Metode Melchior


Metode ini adalah metode yang sudah lama dipakai di Indonesia. Rumus yang
dipakai adalah ;

R max
Q max  .A.q.
200
dimana ;
Qmax = debit max yang diharapkan terjadi (m 3/det)
 = koefisien pengaliran
A = luas catchment area (km2)
q = debit tiap km2 (m3/det/km2)
Rmax = curah hujan harian absolut max rata-rata dari stasiun yang mewakili
(mm)

Harga  dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor antara lain ; kondisi tanah,


kondisi tumbuh-tumbuhan, kemiringan terrain, kelembaban dan sebagainya.
Pada tanah yang lebih porous harga  makin kecil kondisi tumbuh-tumbuhan
yang lebat harga  kecil. Makin miring permukaan tanah, makin besar harga .
Karena itu adalah sukar sekali untuk memastikan harga  pada suatu kondisi
tertentu sekalipun. Namun demikian secara praktis dapatlah harga  diambil
antara 0,62 dan 0,75. Demikianlah yang telah sering dipakai dan menghasilkan
harga Qmax yang tidak jauh meleset.
Apabila harga-harga , A dan Rmax telah ditentukan atau didapat dari data-data
yang ada, maka tinggal harga Q yang perlu dicari. Untuk memudahkan
perhitungan maka rumusnya telah dijadikan grafik dan tabel. Pada hakekatnya
pencarian harga q ini adalah coba-coba.

Prosedur pemakaian cara melchior adalah sebagai berikut ;


a). Dibuat ellips pada gambar catchment area. Ellips ini bersifat meliputi
catchment area dengan ketentuan ;
a = 2/3.b,
kalau a = sumbu pendek ellips
b = sumbu panjang ellips
Luas ellips = 1/4..a.b (km 2).= 2A

2-9
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H
b). Miring sungai rata-rata, i 
l
Kalau l = panjang teoritis sungai
 H = perbedaan tinggi antara tempat rencana bendung
dan tempat mulainya teoritis sungai
L = 9/10.L, kalau L = panjang sungai

c). Panjang sungai L yang diambil adalah panjang antara sumber anak sungai
sampai ke tempat rencana bendung, harga L ini diambil yang terpanjang
diantara anak-anak sungai yang ada. Apabila akan dihasilkan L yang sama
diantara beberapa anak sungai, maka diambil anak sungai dengan sumber
yang elevasinya tertinggi.
d). Luas catchment area = A diukur dari gambar catchment area (dalam km2)
e). Kita mulai mencoba dengan sesuatu harga q tertentu. Untuk percobaan ini
supaya tidak terlalu jauh meleset hasilnya maka digunakan daftar 1 pada
pada gambar 2.3. Untuk nA tertentu akan didapat harga q (m 3/dt/km 2).
Namakanlah q ini adalah q1.

v  1.31 Aqi 2
f). Dengan harga A.q1 dan i, dengan rumus ; , atau dengan grafik
pada gambar 2.2 didapat harga v (m/dt). Perlu diperhatikan bahwa harga
kemiringan dalam grafik tersebut adalah 104 i dan bukan i
L
g). Time of concentration T  , T ini dinyatakan dalam menit.
V
h). Dengan harga T dan nA maka dari grafik pada gambar 2.3 didapat harga q
(m3/dt/km2). Pada grafik tersebut harga T dalam jam dan nA dalam km2.
Harga q ini namakan sebagai q2
i). Apabila harga q2 ini tidak sama dengan harga q1 (yang dicoba tadi) maka
prosedur f s/d h di atas diulang-ulang terus sampai didapatkan harga q yang
sama. Namakanlah harga q yang telah sama ini sebagai q.
j). Harga q ini harus ditambah dengan prosentase tertentu tergantung dari harga
T yang bersangkutan, sebagai koreksi. Hubungan antara T dan prosentase ini
bisa didapat pada daftar 2 pada gambar 2.3. Harga q yang telah dikoreksi
inilah yang akan dipakai pada rumus Q diatas. Dengan demikian harga Q max
akan didapat.

2 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 2.2 Grafik untuk menentukan V (dalam m/dt)

2 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 2.3 Grafik untuk menentukan nF

2 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.3.4 Metode Weduwen


Metode ini digunakan untuk catchment area yang kurang dari 100 km 2. Weduwen
mengembangkan metode ini di Jakarta dengan menggunakan data pengamatan
hujan selama 70 tahun. Data hujan yang akan digunakan dalam cara Weduwen
ini berbeda dengan data yang dipakai untuk cara Melchior. Sebagaimana
diketahui untuk cara Melchior digunakan data curah hujan harian absolut
maximum dan menghasilkan suatu debit tanpa return period tertentu. Sedangkan
pada cara Weduwen dipakai cara curah hujan maksimum kedua selama masa
pengamatan tertentu, dan menghasilkan suatu debit untuk return period tertentu.

Curah hujan maksimum kedua adalah curah hujan setingkat dibawah absolut
maksimum. Cara Weduwen menggunakan salah satu rumus dari ;

R 70
Qn  q x A xk atau Qn   q x A x mn x
240

dimana ;
Qn = debit max. dalam suatu return period tertentu (m 3/dt)
n = return period
q = debit pada tiap km 2 pada curah hujan harian 240 mm (m 2/dt/km 2)
mn = koefisien (untuk suatu return period tertentu)
R70 = curah hujan dengan return period 70 th.

Data yang diperlukan dalam cara Weduwen ini adalah ;


a). Data curah hujan harian maximum kedua (R) dan lama waktu pengamatanya
(P)
b). Luas catchment area (A)
c). Kemiringan medan tebas (i)
d). Return period yang kita kehendaki (n)

Persamaan (a)
a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.4 didapat harga q
b). Dengan harga R dan P , dari nomogram dalam tabel 2.6 didapat harga R70.
c). Dengan harga R70 dan return period yang kita kehendaki (n) dari tabel yang
terdapat dalam tabel 2.6 didapat harga k
d). Dengan persamaan (a) didapat harga Qn

2 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Persamaan (b)
a). Dengan harga A dan i, dari gambar 2.4 didapat harga q .
b). Dengan harga P, dari tabel 2.6 dalam halaman didapat harga mp, yaitu suatu
koefisien untuk R70 berhubungan dengan lamanya waktu pengamatan (P).
R
c). R70 = dimana R adalah curah hujan max. kedua selama pengamatan N
Mp
tahun.
d). Dengan retun period yang kita kehendaki (n) dari tabel (seperti b) didapat
harga mn, suatu koefisien berhubungan dengan return period.
e). Dengan persamaan (b) didapat harga Qn.

Pada hakekatnya mn dan mp adalah sama. Bedanya index n menunjukkan


sebagai return period dan index p menunjukkan lamanya waktu pengamatan.
Jika karena satu dan lain hal harga R (maksimum kedua) tidak diketahui tetapi
harga absolut max. (M) diketahui, maka sebagai pendekatan dapat diambil ;

5
R M
6

Perhitungan curah hujan pada return period tertentu


Contoh perhitungan cara Weduwen
Tabel 2.6 Nilai m n/m p untuk return period tertentu

n/p (tahun) mn /mp n/p (tahun) mn /mp


1/5 0.238 20 0.811
1/4 0.262 25 0.845
1/3 0.291 30 0.875
1/2 0.336 40 0.915
1 0.410 50 0.948
2 0.492 60 0.975
3 0.541 70 1.00
4 0.579 80 1.02
5 0.602 90 1.03
10 0.705 100 1.05
15 0.766 125 1.08

mn
Rn  x Rp
mp
dimana:
p = lama pengamatan
n = return period
mp = koefesien faktor
2 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

mn = koefesien faktor
Rp = hujan max selama p tahun
Rn = hujan max pada return period n tahun

Contoh :
Rp = 150 mm
p = 15 tahun
dari tabel 2.6 didapat m p = 0.766
1.05
R100  x 150  206
0.766

0.948
R 50  x 150  186
0.766

0.845
R 25  x 150  165
0.766
Perhitungan Desain Banjir
Metode Weduwen
♦ A = Luas daerah aliran = ......km 2
♦ L = Panjang sungai = ......km
♦ i = 9/10 L = ........km = .........m
♦ Elevasi dasar sungai di hulu + ........
♦ Elevasi dasar sungai dekat bendung + ......
♦ h = perbedaan elevasi = ......m
h
♦ i= = kemiringan sungai = ......
l

♦ Hubungan A dan i akan didapat nilai q = ... (m 3/det/km 2) berdasarkan Gambar


2.4.
♦ R100 =
R100
♦ Q100 = q x A x =
240
♦ R.....=
R......
♦ Q….= q x A x =
240

2 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

A < 100 km 2
A < 1 km 2 dibulatkan = 1 km 2
(untuk mendapatkan q)

Gambar 2.4 Grafik hubungan luas daerah pengaliran, kemiringan sungai dan
koefisien debit (Weduwen).

2 - 16
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.7 Koefisien Kekasaran (f)

Material Koefesien (f)


Batuan kompak, tak berurutan Batuan 0.80
sedikit pecah-pecah 0.70
Koral dan pasir kasar 0.40
Pasir 0.30
Lumpur dan Lempung (Perlu penyelidikan)

2.2.3.5 Contoh Perhitungan Debit Maksimum dengan Metode Melchior


Data-data ;
a). Daerah aliran : sungai Cilangla
b). Luas catchment area = A = 212 km 2
c). Panjang seluruh sungai = L = 37.50 km
d). Peil di tempat 9/10 panjang sungai = + 775
e). Peil di tempat rencana bendung = + 225
f). Stasiun-stasiun hujan yang berpengaruh dan besarnya curah hujan absolut
maximum adalah ;

Tabel 2.8 Curah hujan absolute maksimum

No. Stasiun Stasiun R. Absolut Max (mm)


221 Sodonghilir 343
235 Cisegel 298
236 Madur 303
240 Cikancung 330
242 Nagrak 326

Ditanyakan ; debit maximum untuk sungai tersebut di tempat rencana bendung.

Penyelesaian ;

a). Stasiun hujan diplot pada catchment areanya, kemudian dibuat polygon
thiessen. (gambar terlampir)
b). Harga rata-rata curah hujan absolut maximum dicari sebagai berikut ;

2 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.9 Harga rata-rata curah hujan absolut maximum

No. Stasiun Area Koefesien Thiessen Abs Max. R (4) x (5)


1 2 3 4 5 6
221 b Sodonghilir 74,20 0,35 343 120,05
235 Cisegel 33,90 0,16 298 47,68
236 Madur 80,60 0,38 303 115,14
240 Cikancung 21,20 0,10 330 33,00
242 Nagrak 2,10 0,01 326 3,26
Jumlah 212,00 1,00 1600 319,13

c). Dibuat ellips yang melingkupi catchment area dan didapatkan sumbu panjang
ellips = a = 27.30 km. Sumbu pendek ellips = b = 2/3.a = 18.20 km. Luas
ellips = nA = 1/4 x  x a x b = 390 km 2
d). Miring sungai rata-rata =
l  9 / 10 x37.50 km  33.75 km
H  ( 775)  ( 225)  500 m
 500
i   0.016
l 33750
e). Percobaan (1)
Daftar 1 pada gambar 2.3
nA = 390 km 2, didapat q1 = 3.20 m 3/dt/km 2
A x q1 = 212 x 3.20 = 680, i = 0.016. Dari gambar 2.2 didapat v = 0.92
m/det

L 37500
T   680menit  11.33 jam
V 60 x0.92

T = 11,33 jam dan nA = 390 km 2, dari gambar 2.3 didapat q2 = 3.10 m 3/dt/km 2.
q2  q1.

f). Percobaan (2)


A x q2 = 2121 x 3.10 = 658 km 2 dan i = 0.016 dari gambar 2.2 didapat v = 0.91
m/det

L 37500
T   686menit  11.43 jam
V 60 x0.91

T = 11.43 jam dan nA = 390 km 2, dari gambar 2.3 didapat q3 = 3.10 m 3/dt/km 2.
q3 = q2.

2 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

g). Jadi didapat q’ = 3.10 m 3/dt/km 2 dan dengan T = 686 menit, dari daftar-daftar
pada lembaran gambar 2.3 didapat harga p = 10%.
Jadi q = 3.10 + 0.31 = 3.41 m 3/dt/km 2

Daerah tersebut terletak di Jawa Barat dimana sudah banyak kampung-


kampung dan hutannya tidak lebat lagi, disamping itu daerahnya bergunung-
gunung curam.
Maka  diambil = 0.75
8
Q max =  x A x q x
200
319 .13
= 0.75 x 212 x 3.41 x  865 m 3 / dt
200

2.2.3.6 Contoh Perhitungan Design Flood dengan Metode Weduwen


Data-data ;
a). Daerah aliran sungai Cipalu
b). Luas catchment area = A = 48.30 km 2
c). Panjang seluruh sungai = L = 21 km
d). Peil ditempat 9/10 panjang sungai = + 720
e). Peil ditempat rencana bendung = + 270
f). Stasiun hujan yang berpengaruh, besarnya curah hujan maksimum kedua
serta lamanya pengamatan adalah ;

Tabel 2.10 Curah hujan maksimum dan lamanya pengamatan

No Stasiun R Max. Kedua Pengawasan (th)


190a Cikupa 189 24
221b Sodonghilir 204 25
235 Cisegel 237 27
237 Bantankalong 276 35

Ditanyakan ; debit maksimum untuk sungai tersebut ditempat rencana bendung


yang terjadi sekali dalam 100 tahun.
Penyelesaian ;
l  9 / 10 x L  9 / 10 x 21km  18,90 km
  ( 720)  ( 270)  450
 450
i   0.024
l 18900

2 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Stasiun-stasiun hujan diplot dalam catchment areanya, kemudian dibuat polygon


thiessen dan dicari koefisiennya (lihat gambar 2.5).

Dengan persamaan (a) Qn  qxFxk ;

• Dengan A = 48.30 km 2 dan i = 0,024 dari gambar 2.4 didapat


q  7.80m 3 / dt / km 2
• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan harga R dan Pnya, dari nomogram pada tabel
2.6 didapat R70.
• Untuk tiap-tiap stasiun, dengan R70nya dan return period 100 tahun, dari
tabel 2.6 didapat harga k
• Hasil-hasil dari No 2 dan 3 diatas seperti tabel dibawah;

Tabel 2.11 Nilai R, P dan jumlah koefesien (k) untuk R70

Stasiun R P R70 k Koefesien Thiessen k (5) x (6)


1 2 3 4 5 6 7
Cikupa 189 24 226 0.99 0.48 0.48
Sodonghilir 204 25 241 1.05 0.13 0.14
Cisegel 237 27 276 1.21 0.12 0.15
Bantarkalong 276 35 308 1.35 0.27 0.36
Jumlah 1.12

Jadi Qn =  q x A x k  7.80 x 48.30 x 1.12  422 m 3 / dt

R 70
Dengan persamaan (b) Qn   q x A x mn 
240
Dengan A = 48.30 km 2 dan i = 0,024 dari gambar 2.4 didapat
 q  7.80 m 3 / dt / km 2

R 70
Pada hakekatnya harga mnx disini adalah sama dengan harga k pada
240
R 70
persamaan (a). Harga mnx untuk tiap-tiap stasiun dicari, kemudian dirata-
240
ratakan dengan cara Thiessen.

Misalnya untuk stasiun Cikupa. Dengan P = 24 dapat dari Tabel 2.6, Mp = 0.838
R 189
R 70    226 . Dengan return period (n) = 100, maka mn = 1.05
Mp 0.838

2 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Hasil-hasil untuk tiap-tiap stasiun seperti pada tabel dibawah ini ;

Tabel 2.12 Nilai R, P dan R70 rata-rata

Stasiun R P Mp R70 Koefesien Thiessen R70 (5) x (6)


1 2 3 4 5 6 7
Cikupa 189 24 0.838 226 0.48 108.26
Sodonghilir 204 25 0.845 241 0.13 31.38
Cisegel 237 27 0.857 276 0.12 33.12
Bantarkalong 276 35 0.895 308 0.27 83.26
Jumlah 256.025

R 70 256 .025
Jadi Qn   q x A x mn x  7.80 x 48 .30 x 1.05 x  422 m 3 / dt
240 240

Gambar 2.5 Contoh Polygon Thiesen

2 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.4 Kombinasi Melchior dan Gumbel dan lain-lain


Oleh karena dengan cara Melchior didapatkan debit tanpa suatu return period
tertentu, maka sementara perencanaan mengadakan kombinasi antara cara
Melchior dan Gumbel.

R max
Melchior : Q max = Fxqx
200

Harga R max disini diganti dengan harga Rn, yaitu curah hujan yang akan
terjadi pada return period n tahun. Rn bisa dicari dengan metode Gumbel,
dengan menganggap data-data curah hujan max tahunan sebagai rata-rata
pengamatan (xi). Jadi data curah hujan yang dipakai disini bukan absolut
maximum, tetapi data-data maximum tahunan.

Dibawah ini diberikan contoh perhitungan kombinasi antara Melchior-Weduwen,


Melchior Hoopers, Melchior-Gumbel, Rational Weduwen, Rational Haspers dan
Rational Gumbel untuk luas catchment lebih besar dari 100 km 2. Sedangkan
untuk luas catchment lebih kecil dari 100 km 2, kombinasi antara Weduwen-
Weduwen, Weduwen Harpers, Weduwen Gumbel, Rational-Weduwen, Rational
Haspers dan Rational Gumbel.
Sebagai tambahan juga diberikan contoh perhitungan banjir dengan metode
unit hydrograf.

2.2.4.1 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A > 100 km2
I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 256 km 2
♦ A > 100 km 2 dipakai metode Melchior
♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 33.20 km
l = 9/10 x L = 9/10 x 33.2 = 29.88 km = 29880 m
♦ Sumbu ellips; a = 31.50 km (Lihat Gambar 2.6)
b = 2/3 a = 2/3 x 31.50 = 21.00 km
nA = 1/4. .a.b
= 1/4 x 3.14 x 31.50 x 21.00 = 519.278 km 2
♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 1900
♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H = 1699
♦ i = H/l = 1699/29880 = 0.05686
2 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

♦ Daftar I pada gambar 2.3


nA = 504 km 2 q = 2.85
nA = 576 km 2 q = 2.65
nA = 72 km q = 0.20

 15.3 
Untuk nA = 519.278 km 2 q  2.85   x 0.20   2.8075
 72 
q = 2.81
A.q = 256 x 2.84 = 719.36

♣ Untuk A.q = 719.36 dan i = 0.05686


Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.54
1000L 33200
T   359.307 menit  5.96 jam
60V 92.4
untuk T = 359.307 dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4
A.q = 4 x 256 = 1024

♣ Untuk A.q = 1024 dan i = 0.05686


Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.66
1000L 33200
T   333.33 menit  5.56 jam
60V 99.60
untuk T = 5.56 jam dan nA = 519.278

2 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 2.6 Cara mendapatkan besarnya a dan b (Melchior)

Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.3


A.q = 4.3 x 256 = 1100.8

♣ Untuk A.q = 1100.8 dan i = 0.05686


Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.67

2 - 24
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1000L 33200
T   331.34 menit  5.52 jam
60V 100.20
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.4
A.q = 4.4 x 256 = 1126.4

♣ Untuk A.q = 1126.4 dan i = 0.05686


Menurut gambar 2.2 terdapat V = 1.67
1000L 33200
T   331.34 menit  5.52 jam
60V 100.20
untuk T = 5.52 jam dan nA = 519.278
Menurut gambar 2.3 terdapat q = 4.4
A.q = 4.4 x 256 = 1126.4

karena V dan T dalam percobaan ke 3 dan 4 sama maka didapat :


q = 4.4
T = 331.34 menit

menurut daftar 2 pada gambar 2.3 untuk T = 331.34 terdapat P = 6 %


q’ = q + 6% q = 4.4 + (6/100) x 4.4 = 4.4 + 0.264
q’ = 4.664

I. Perhitungan curah hujan (R)


1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan
Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka
ada 2 stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :
- No. stasiun 382 Taripa
- No. stasiun 384 Koekoe

a. Cara Weduwen dengan Abs.Max. II

Tabel 2.13 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk A > 100

No. Nama Lama Abs. R50 R100


Stasiun Stasiun Penyelidikan Max II
382 Taripa 27 159 (0.948/0.857) x (1.05/0.857) x
159 = 175.9 159 = 194.8

384 Koekoe 25 187 (0.948/0.845) x (1.05/0.845) x


187 = 209.8 187 = 232.4

2 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

b. Cara Haspers

- Stasiun Hujan Taripa (382)


• R abs max I = M1 = 161
• R abs max II = M2 = 159

• R rata-rata max = M = 140


• Lama penyelidikan = 27 th = n

Rain Fall Rank Return Period Standard Variable


R(M) m T=(n+1)/m 
161 1 28 2.19
159 2 14 1.57

MM
Standar deviasi S 

 M  M M2  M 
S  1/ 2 1    1/ 2 161  140  159  140 
     2.19 1.57 

 1/ 29.589  12.102
= 10.846

M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 x 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827

M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 x 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202

- Stasiun Hujan Koekoe (384)


• R abs max I = M1 = 187
• R abs max II = M2 = 137

• R rata-rata max = M = 142


• Lama penyelidikan = 25 th = n

Rain Fall Rank Return Period Standard Variable


R(M) m T=(n+1)/m 
187 1 26 2.13
137 2 13 1.50

MM
Standar deviasi S 

2 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

 M  M M2  M 
S  1/ 2 1    1/ 2 187  142  137  142 
     2.13 1.50 

 1/ 2 21.127  3.333
= 8.897

M50 = R50 = M + S. 50 = 142 + 8.897x 2.75 = 142 + 24.467= 166.467

M100 = R100 = M + S. 100 = 142 + 8.897 x 3.43 = 142 + 30.5167 = 172.517

c. Cara Gumbel
Stasiun Hujan Taripa (382)

Tabel 2.14 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa

Tahun x x2 Tahun x x2
1917 75 5625 1929 113 12769
1918 78 6084 1930 90 8100
1919 98 9604 1931 130 16900
1920 161 25921 1932 85 7225
1921 81 6561 1933 63 3969
1922 125 15625 1934 87 7569
1923 81 6561 1935 105 11025
1924 159 25281 1936 117 13689
1925 66 4356 1937 84 7056
1926 104 10816 1938 137 18769
1927 88 7744 1939 78 6084
1928 76 5776 1940 49 2401
24 2330 245510

Diketahui :
n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
x 2330
x   97.083
n 24
untuk n = 24, maka didapat :
• Yn = 0.5296 (tabel 2.29)
• Sn = 1.0864 (tabel 2.30)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)

2 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Sehingga :

x 2  x(x ) 245510  97.083 2330 


Sx    839 .3841  28.972
n 1 24  1
YTR  Yn
X TR  x  . Sx
Sn
3.9019  0.5268
R 50  X TR  97.083  x 28.972  187.016
1.0754
4.6001  0.5268
R100  X TR  97.083  x 28.972  205.635
1.0754

Stasiun Hujan Koekoe (384)

Tabel 2.15 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Koekoe

Tahun x x2 Tahun x x2
1917 108 11664 1928 76 5776
1918 92 8464 1929 101 10201
1919 81 6561 1930 117 13689
1920 57 3249 1931 100 10000
1921 81 6561 1932 80 6400
1922 121 14641 1933 100 10000
1923 91 8281 1934 60 3600
1924 90 8100 1935 100 10000
1925 125 15625 1936 80 6400
1926 90 8100 1937 91 8281
1927 80 6400 1938 100 10000
24 2021 191993

Diketahui :
n = 22 ; Σx = 2021 ; Σx2=191993
x 2021
x   91.864
n 22
untuk n = 22, maka didapat :
• Yn = 0.5268 (tabel 2.29)
• Sn = 1.0754 (tabel 2.30)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.31)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.31)

2 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Sehingga :

x 2  xx  191993  91.864 2021


Sx    301 .707  17.695
n 1 22  1
YTR  Yn
X TR  x  . Sx
Sn
3.9019  0.5268
R 50  X TR  91.864  x 17.695  147.400
1.0754
4.6001  0.5268
R100  X TR  91.864  x 17.695  158.887
1.0754

2. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran


a. Cara Weduwen Thiessen

Tabel 2.16 R50 dan R100 Cara Weduwen Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211.5 175.9 194.8 37202.85 41200.20
384 Koekoe 44.5 209.8 232.4 9336.10 10341.80
Jumlah 256 385.7 427.2 46538.95 51542.00

46538.95
R 50   181.793
256
51542
R100   201.336
256

b. Cara Haspers Thiessen

Tabel 2.17 R50 dan R100 Cara Haspers Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211,5 169,8 177,2 35912,70 37477,80
384 Koekoe 44,5 166,5 172,5 7409,25 7676,25
Jumlah 256 336,3 349,7 43321,95 45154,05

43321.95
R 50   169.226
256
2 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

45154
R100   176.383
256

c. Cara Gumbel Thiessen

Tabel 2.18 R50 dan R100 Cara Gumbel Thiessen

No. St. Nama St. Luas (km2) R50 R100 (3) x (4) (3) x (5)
1 2 3 4 5 6 7
382 Taripa 211.5 187.0 205.6 39553.88 43491.80
384 Koekoe 44.5 147.4 158.9 6559.30 7071.05
Jumlah 256 334.416 364.535 46113.18 50562.85

46113.18
R 50   180.130
256
50562.85
R100   197.511
256

II. Perhitungan Design Flood


a. Melchior
R
Q  A. q'.
200
A = 256 km 2
q’ = 4.664
R Weduwen Thiessen : R50 = 181.793 ; R100 = 201.336
Haspers Thiessen : R50 = 169.226 ; R100 = 176.383
Gumbel Thiessen : R50 = 180.130 ; R100 = 197.511

2 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.19 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Melchior Weduwen

No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/200 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 181.793 0.909 564.350
2 Q50 0.62 256 4.664 181.793 0.909 672.879
3 Q50 0.75 256 4.664 181.793 0.909 813.966
4 Q100 0.52 256 4.664 201.336 1.007 625.019
5 Q100 0.62 256 4.664 201.336 1.007 745.215
6 Q100 0.75 256 4.664 201.336 1.007 901.470

Tabel 2.20 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Haspers

No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/200 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 169.226 0.846 525.339
2 Q50 0.62 256 4.664 169.226 0.846 626.366
3 Q50 0.75 256 4.664 169.226 0.846 757.701
4 Q100 0.52 256 4.664 176.383 0.882 547.556
5 Q100 0.62 256 4.664 176.383 0.882 652.855
6 Q100 0.75 256 4.664 176.383 0.882 789.744

Tabel 2.21 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Melchior Gumbel

No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/200 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 256 4.664 180.130 0.901 559.187
2 Q50 0.62 256 4.664 180.130 0.901 666.723
3 Q50 0.75 256 4.664 180.130 0.901 806.520
4 Q100 0.52 256 4.664 197.511 0.988 613.145
5 Q100 0.62 256 4.664 197.511 0.988 731.058
6 Q100 0.75 256 4.664 197.511 0.988 884.344

b. Rasional metode dari Mononobe


Mencari V dengan rumus Bayerr :

V = 72 (H/L)0.6 km/jam

dimana :
H = beda tinggi (km)
L = 9/10 L’ (km)

2 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Dari metode Melchior sudah didapat :


♦ H = 1699 m
♦ L’ = 33.20 km, sehingga L = 9/10 L’ = 9/10 x 33.20 = 29.88 km
♦ V = 72 (1.699/29.88)0.6 = 12.889 km/jam
29.88
T  2.318 jam
12.889
2/3
R  24 
r  24  
24  T 

a). Hasil Weduwen Thiessen


R50 = 181.8 ; R100 = 201.3
2/3
181.8  24 
Jadi r50     35.989
24  2.318 
2/3
201.3  24 
r100     39.851
24  2.318 

b). Hasil Haspers Thiesen


R50 = 169.2 ; R100 = 176.4
2/3
169.2  24 
Jadi r50     33.495
24  2.318 
2/3
176.4  24 
r100     34.920
24  2.318 

c). Hasil Gumbel Thiessen


R50 = 180.1 ; R100 = 197.5
2/3
180.1  24 
Jadi r50     35.648
24  2.318 
2/3
197.5  24 
r100     39.092
24  2.318 

Besarnya Design Flood


Rumus Mononobe :
1
Q ..r.A
3. 6
dimana :
A = 256 km 2

2 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.22 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 35.989 256 1330.793
2 Q50 0.62 35.989 256 1586.715
3 Q50 0.75 35.989 256 1919.413
4 Q100 0.52 39.851 256 1473.601
5 Q100 0.62 39.851 256 1756.986
6 Q100 0.75 39.851 256 2125.387

Tabel 2.23 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Harpers

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 33.495 256 1238.571
2 Q50 0.62 33.495 256 1476.757
3 Q50 0.75 33.495 256 1786.400
4 Q100 0.52 34.920 256 1291.264
5 Q100 0.62 34.920 256 1539.584
6 Q100 0.75 34.920 256 1862.400

Tabel 2.24 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Rasional Gumbel

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 35.648 256 1318.184
2 Q50 0.62 35.648 256 1571.681
3 Q50 0.75 35.648 256 1901.227
4 Q100 0.52 39.092 256 1445.535
5 Q100 0.62 39.092 256 1723.523
6 Q100 0.75 39.092 256 2084.907

2 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Resume

Tabel 2.25 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.52 untuk A > 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 564.350 625.019
2 Melchior Harpers 525.339 547.556
3 Melchior Gumbel 559.187 613.145
4 Rasional Weduwen 1330.793 1473.601
5 Rasional Harpers 1238.571 1291.264
6 Rasional Gumbel 1318.184 1445.535

Tabel 2.26 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.62 untuk A > 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 672.879 745.215
2 Melchior Harpers 626.366 652.855
3 Melchior Gumbel 666.723 731.058
4 Rasional Weduwen 1586.715 1756.986
5 Rasional Harpers 1476.757 1539.584
6 Rasional Gumbel 1571.681 1723.523

Tabel 2.27 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.75 untuk A > 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Melchior Weduwen 813.966 901.470
2 Melchior Harpers 757.701 789.744
3 Melchior Gumbel 806.520 884.344
4 Rasional Weduwen 1919.413 2125.387
5 Rasional Harpers 1786.400 1862.400
6 Rasional Gumbel 1901.227 2084.907

2 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.4.2 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2
A. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
♦ Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km 2
♦ A < 100 km 2 dipakai metode Weduwen
♦ Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km
l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m
♦ Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850
♦ Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H = 649
♦ i = H/l = 649/4770 = 0.1360
♦ Untuk A = 20 km 2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.

B. Perhitungan Curah Hujan (R)


1. Menghitung R50 dan R100 dari masing-masing stasiun hujan
Dari poligon thiessen ternyata bahwa dari ke 5 stasiun hujan yang ada maka ada 2
stasiun hujan yang mempengaruhi catchment area yaitu :
- No. stasiun 382 Taripa
a. Cara Weduwen dengan hujan Abs.Max. II

Tabel 2.28 R50 dan R100 Cara Weduwen dengan Abs Max II untuk F < 100 km 2

No. Nama Lama Abs. R50 R100


Stasiun Stasiun Penyelidikan Max II
382 Taripa 27 159 (0.948/0.857) x (1.05/0.857) x
159 = 175.9 159 = 194.8

b. Cara Haspers
- Stasiun Hujan Taripa (382)
• R abs max I = M1 = 161
• R abs max II = M2 = 159

• R rata-rata max = M = 140


• Lama penyelidikan = 27 th = n

Rain Fall Rank Return Period Standard Variable


R(M) m T=(n+1)/m 
161 1 28 2.19
159 2 14 1.57

2 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

MM
Standar deviasi S 

 M  M M2  M 
S  1/ 2 1    1/ 2 161  140  159  140 
     2.19 1.57 

 1/ 29.589  12.102
= 10.846

M50 = R50 = M + S. 50 = 140 + 10.846 + 2.75 = 140 + 29.827 = 169.827

M100 = R100 = M + S. 100 = 140 + 10.846 + 3.43 = 140 + 37.202 = 177.202

c. Cara Gumbel

Stasiun Hujan Taripa (382)

Tabel 2.29 Analisis curah hujan untuk Stasiun Hujan Taripa

Tahun x x2 Tahun x x2
1917 75 5625 1929 113 12769
1918 78 6084 1930 90 8100
1919 98 9604 1931 130 16900
1920 161 25921 1932 85 7225
1921 81 6561 1933 63 3969
1922 125 15625 1934 87 7569
1923 81 6561 1935 105 11025
1924 159 25281 1936 117 13689
1925 66 4356 1937 84 7056
1926 104 10816 1938 137 18769
1927 88 7744 1939 78 6084
1928 76 5776 1940 49 2401
24 2330 245510

Diketahui :
n = 24 ; Σx = 2330 ; Σx2= 245510
x 2330
x   97.083
n 24
untuk n = 24, maka didapat :
• Yn = 0.5296 (tabel 2.28)
• Sn = 1.0864 (tabel 2.29)
• YTR = 3.9019, untuk periode 50 th (tabel 2.30)
• YTR = 4.6001, untuk periode 100 th (tabel 2.30)

2 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Sehingga :

x 2  x(x ) 245510  97.083 2330 


Sx    839 .3841  28.972
n 1 24  1
YTR  Yn
X TR  x  . Sx
Sn
3.9019  0.5268
R 50  X TR  97.083  x 28.972  187.016
1.0754
4.6001  0.5268
R100  X TR  97.083  x 28.972  205.635
1.0754

i. Menghitung R50 dan R100 daerah pengaliran


Berhubung hanya 1 stasiun yang berpengaruh terhadap catchment area maka
hasilnya sama dengan di atas.
a. Cara Weduwen Thiessen
R50 = 175.9
R100 = 194.8
b. Cara Haspers Thiessen
R50 = 169.8
R100 = 177.2
c. Cara Gumbel Thiessen
R50 = 187.0
R100 = 205.6

a. Perhitungan Design Flood


a.) Weduwen
R
Q  A. q'.
240
A = 20 km 2
q’ = 16

R Weduwen Thiessen : R50 = 175.9 ; R100 = 194.8


Haspers Thiessen : R50 = 169.8 ; R100 = 177.2
Gumbel Thiessen : R50 = 187.0 ; R100 = 205.6

2 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.30 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Weduwen

No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/240 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 175.9 0.733 121.957
2 Q50 0.62 20 16 175.9 0.733 145.411
3 Q50 0.75 20 16 175.9 0.733 175.900
4 Q100 0.52 20 16 194.8 0.812 135.061
5 Q100 0.62 20 16 194.8 0.812 161.035
6 Q100 0.75 20 16 194.8 0.812 194.800

Tabel 2.31 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Haspers

No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/240 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 169.800 0.708 117.728
2 Q50 0.62 20 16 169.800 0.708 140.368
3 Q50 0.75 20 16 169.800 0.708 169.800
4 Q100 0.52 20 16 177.200 0.738 122.859
5 Q100 0.62 20 16 177.200 0.738 146.485
6 Q100 0.75 20 16 177.200 0.738 177.200

Tabel 2.32 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Weduwen Gumbel


No. Periode Ulang  A (km2) q' R R/240 Q (m3/det)
1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 Q50 0.52 20 16 187.016 0.779 129.664
2 Q50 0.62 20 16 187.016 0.779 154.600
3 Q50 0.75 20 16 187.016 0.779 187.016
4 Q100 0.52 20 16 205.635 0.857 142.574
5 Q100 0.62 20 16 205.635 0.857 169.992
6 Q100 0.75 20 16 205.635 0.857 205.635

b.) Rational Metode dari Mononobe


Mencari V dengan rumus Bayerr :

V = 72 (H/L)0.6 km/jam
dimana :
H = beda tinggi (km)
L = 9/10 L’ (km)
Dari metode Melchior sudah didapat :
♦ H = 0.649 km
♦ L = 4.77 km
♦ V = 72 (0.649/4.77)0.6 = 21.74976 km/jam
2 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.77
T  0.219 jam
21.74976
2/3
R  24 
r  24  
24  T 

a). Hasil Weduwen Thiessen


R50 = 175.9 ; R100 = 194.8
2/3
175.9  24 
Jadi r50     167.838
24  0.219 
2/3
194.8  24 
r100     185.883
24  0.219 

b). Hasil Haspers Thiesen


R50 = 169.8 ; R100 = 177.2
2/3
169.8  24 
Jadi r50     162.021
24  0.219 
2/3
177.2  24 
r100     169.074
24  0.219 

c). Hasil Gumbel Thiessen


R50 = 187.0 ; R100 = 205.6
2/3
187.0  24 
Jadi r50     178.433
24  0.219 
2/3
205.6  24 
r100     196.181
24  0.219 

Besarnya Design Flood


Rumus Mononobe :
1
Q ..r.A
3. 6
dimana :
A = 20 km 2

2 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.33 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Weduwen

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q 50 0.52 167.838 20 484.865
2 Q50 0.62 167.838 20 578.109
3 Q50 0.75 167.838 20 699.325
4 Q100 0.52 185.883 20 536.995
5 Q100 0.62 185.883 20 640.264
6 Q100 0.75 185.883 20 774.513

Tabel 2.34 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Haspers

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q 50 0.52 162.021 20 468.061
2 Q 50 0.62 162.021 20 558.072
3 Q50 0.75 162.021 20 675.088
4 Q100 0.52 169.074 20 488.436
5 Q100 0.62 169.074 20 582.366
6 Q100 0.75 169.074 20 704.475

Tabel 2.35 Perhitungan Debit Banjir (Q banjir) Rasional Gumbel

No. Periode Ulang  r A (km2) Q (m3/det)


1 2 3 4 5 (1/3.6) x (3) x (4) x (5)
1 Q50 0.52 178.433 20 515.473
2 Q50 0.62 178.433 20 614.603
3 Q50 0.75 178.433 20 743.471
4 Q100 0.52 196.181 20 566.745
5 Q100 0.62 196.181 20 675.735
6 Q100 0.75 196.181 20 817.421

2 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Resume

Tabel 2.36 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.52 untuk A < 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 121.957 135.061
2 Weduwen Harpers 117.728 122.859
3 Weduwen Gumbel 129.664 142.574
4 Rasional Weduwen 484.865 536.995
5 Rasional Harpers 468.061 488.436
6 Rasional Gumbel 515.473 566.745

Tabel 2.37 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.62 untuk A < 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 145.411 161.035
2 Weduwen Harpers 140.368 146.485
3 Weduwen Gumbel 154.600 169.992
4 Rasional Weduwen 578.109 640.264
5 Rasional Harpers 558.072 582.366
6 Rasional Gumbel 614.603 675.735

Tabel 2.38 Resume Debit Banjir (Q banjir) dengan  = 0.75 untuk A < 100 km 2

No. Metode Q50 (m3/det) Q100 (m3/det)


1 2 3 4
1 Weduwen Weduwen 175.900 194.800
2 Weduwen Harpers 169.800 177.200
3 Weduwen Gumbel 187.016 205.635
4 Rasional Weduwen 699.325 774.513
5 Rasional Harpers 675.088 704.475
6 Rasional Gumbel 743.471 817.421

2.2.4.3 Contoh Lain Perhitungan Debit Banjir Rencana Kombinasi Untuk A < 100 km2
I. Perhitungan Debit Pengaliran tiap km2 dalam 24 jam (q)
b. Luas daerah aliran sampai rencana bendung = A = 20 km 2
c. A < 100 km 2 dipakai metode Weduwen
d. Panjang sungai dari hulu sampai bendung = L = 5.30 km

2 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

l = 9/10 x L = 9/10 x 5.30 = 4.77 km = 4770 m


e. Peil dasar sungai pada 1/10 L dari hulu = + 850
f. Peil dasar sungai pada rencana bendung = + 201
H= 649
g. i = H/l = 649/4770 = 0.1360
h. Untuk A = 20 km 2 dan i = 0.1360, maka didapat q = 16 pada gambar 2.5.

II. Perhitungan Curah Hujan


Cara Aritmatik

Tabel 2.39 R100 Cara Aritmatik

Nama Lama R100


No. Sta Max I Max II Rata-rata mn Mp
Stasiun Penyelidikan
381 Tomata 26 233 168 162.4 1.05 0.851 207.3
382 Taripa 27 161 159 140.0 1.05 0.857 194.8
383 Tentena 28 245 186 100.4 1.05 0.863 226.3
384 Koekoe 25 187 137 142.0 1.05 0.845 170.2
385 Poso 45 165 165 132.7 1.05 0.932 186.0
Jumlah 991 815 677.5 984.6
Rata-rata 198 163 135.5 197

III. Perhitungan Debit


Rumus Weduwen
R
Q   . A. q'.
240

Tabel 2.40 Perhitungan Debit Banjir (Qbanjir) Weduwen

No. R  A (km2) q' R R/240 Q (m3/det)


1 2 3 4 5 6 7 (3) x (4) x (5) x (7)
1 0.52 20 16 198 0.826 137.419
2 RMax I rata-rata 0.62 20 16 198 0.826 163.845
3 0.75 20 16 198 0.826 198.200

4 0.52 20 16 163 0.679 113.013


5 RMax II rata-rata 0.62 20 16 163 0.679 134.747
6 0.75 20 16 163 0.679 163.000

7 0.52 20 16 135.5 0.565 93.947


8 R rata-rata 0.62 20 16 135.5 0.565 112.013
9 0.75 20 16 135.5 0.565 135.500

10 0.52 20 16 196.9 0.821 136.534


11 R100 rata-rata 0.62 20 16 196.9 0.821 162.791
12 0.75 20 16 196.9 0.821 196.925

2 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 2.7 Catchment area

2 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

2.2.5 Contoh Perhitungan Debit Banjir Rencana Dengan Unit Hidrograf (UH)
a). Perhitungan Unit Hidrograf
Perhitungan
1. Luas Catchment A = 2.05 km 2
2. Panjang sungai L = 2.2 km
3. Jarak titik berat dengan Lg = 1.1 km
lokasi
4. tp = 1.4 (L x Lg)0.3 = 1.825 jam
5. te = tp/ 5.5 = 0.332 jam
6. tr = lihat tabel = 1.1 jam
7. Cek ( te < tr ) = ok
8. Waktu banjir Tp = tp + 0.5 x tr = 2.375 jam
9. cp = lihat tabel = 0.69
10. qp = 275 x cp/tp = 103.970
11. Debit banjir/ maksimum Qp = qp x (25.4/1000) x A = 5.414 m 3/det
12. W = 1000 x 25.4 x A = 52070
13. V = Qp x Tp x 3600/ W = 0.889

Catchment Area tr Cp

0 – 50 1.1 0.69
50 – 300 1.25 0.63
> 300 1.4 0.56

Menghitung t dan Q
♦ X = tentukan
♦ V = 0.889
♦ Y = lihat tabel tergantung dari besarnya X dan V
♦ Tp = 2.375 jam
♦ t = X . Tp
♦ Qp = 5.414 m 3/dt
♦ Q = Y . Qp

2 - 44
Tabel 2.41 Water Discharge in Proportion to Maximum Discharge
V
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.1
No.
X = T/Tp
Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp Y = q/qp

1 0.1 0.000 0.000 0.000


2 0.2 0.030 0.014 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000
3 0.3 0.180 0.100 0.050 0.020 0.010 0.003 0.003 0.000 0.000 0.000 0.000
4 0.4 0.390 0.280 0.190 0.120 0.080 0.040 0.020 0.010 0.006 0.003 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
5 0.5 0.590 0.490 0.400 0.310 0.240 0.180 0.130 0.100 0.060 0.040 0.020 0.010 0.010 0.005 0.003 0.002 0.001
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA

6 0.6 0.750 0.690 0.610 0.540 0.470 0.390 0.330 0.270 0.220 0.180 0.140 0.110 0.100 0.070 0.050 0.040 0.030
7 0.7 0.870 0.830 0.790 0.690 0.640 0.640 0.590 0.540 0.480 0.430 0.390 0.340 0.300 0.260 0.220 0.190 0.160
8 0.8 0.950 0.930 0.910 0.890 0.870 0.840 0.810 0.780 0.750 0.720 0.690 0.660 0.620 0.590 0.550 0.520 0.490
9 0.9 0.990 0.980 0.980 0.980 0.970 0.960 0.960 0.950 0.940 0.930 0.920 0.910 0.900 0.890 0.880 0.870 0.850
10 1.0 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
11 1.1 0.990 0.990 0.980 0.980 0.970 0.970 0.960 0.960 0.950 0.940 0.930 0.930 0.920 0.910 0.900 0.890 0.880
12 1.2 0.960 0.940 0.950 0.920 0.910 0.890 0.870 0.850 0.830 0.800 0.780 0.750 0.730 0.700 0.680 0.650 0.620
13 1.3 0.930 0.910 0.880 0.850 0.820 0.780 0.750 0.710 0.680 0.640 0.600 0.560 0.520 0.480 0.440 0.410 0.370
14 1.4 0.890 0.850 0.810 0.770 0.720 0.570 0.620 0.570 0.520 0.448 0.430 0.380 0.340 0.300 0.260 0.230 0.200
15 1.5 0.840 0.790 0.740 0.680 0.620 0.560 0.500 0.440 0.390 0.340 0.290 0.250 0.210 0.170 0.140 0.120 0.090
16 1.6 0.790 0.730 0.660 0.590 0.520 0.460 0.390 0.340 0.280 0.223 0.190 0.150 0.120 0.090 0.070 0.050 0.040
17 1.7 0.740 0.660 0.590 0.510 0.440 0.370 0.300 0.250 0.200 0.115 0.120 0.090 0.070 0.050 0.030 0.020 0.020
18 1.8 0.690 0.600 0.520 0.440 0.360 0.290 0.230 0.180 0.140 0.100 0.070 0.050 0.030 0.020 0.020 0.010 0.010
19 1.9 0.640 0.550 0.460 0.370 0.290 0.230 0.170 0.130 0.090 0.060 0.040 0.030 0.020 0.010 0.010 0.004 0.002
20 2.0 0.590 0.490 0.400 0.310 0.240 0.180 0.150 0.090 0.060 0.040 0.020 0.020 0.008 0.005 0.003 0.001 0.001
21 2.2 0.500 0.400 0.300 0.210 0.150 0.100 0.070 0.040 0.020 0.010 0.010 0.005 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000
22 2.4 0.420 0.320 0.220 0.150 0.100 0.060 0.030 0.020 0.010 0.005 0.002 0.001 0.000
23 2.6 0.350 0.250 0.160 0.100 0.060 0.030 0.020 0.010 0.004 0.002 0.001 0.000
24 2.8 0.290 0.190 0.120 0.070 0.040 0.020 0.010 0.004 0.001 0.001 0.000
25 3.0 0.240 0.150 0.090 0.040 0.020 0.010 0.004 0.002 0.000 0.000
26 3.5 0.150 0.080 0.040 0.020 0.010 0.002 0.000 0.000
27 4.0 0.090 0.040 0.020 0.010 0.002 0.000
28 4.5 0.060 0.020 0.010 0.002 0.000
29 5.0 0.030 0.010 0.003 0.000
30 6.0 0.010 0.003 0.000
31 7.0 0.006 0.001 0.000
32 8.0 0.002 0.000
Perhitungan Desain Terowongan

2 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 2.42 Perhitungan unit hidrograf

No. X=T/Tp V Y=q/qp Tp t=XxTp Qp Q=YxQp


1 2 3 4 5 5 7 6

1 0.000 0.889 0.000 2.375 0.000 5.414 0.000


2 0.100 0.889 0.000 2.375 0.238 5.414 0.000
3 0.200 0.889 0.004 2.375 0.475 5.414 0.022
4 0.300 0.889 0.010 2.375 0.713 5.414 0.054
5 0.400 0.889 0.080 2.375 0.950 5.414 0.433
6 0.500 0.889 0.240 2.375 1.188 5.414 1.299
7 0.600 0.889 0.470 2.375 1.425 5.414 2.544
8 0.700 0.889 0.640 2.375 1.663 5.414 3.465
9 0.800 0.889 0.970 2.375 1.900 5.414 5.251
10 0.900 0.889 1.000 2.375 2.138 5.414 5.414
11 1.000 0.889 0.970 2.375 2.375 5.414 5.251
12 1.100 0.889 0.910 2.375 2.613 5.414 4.926
13 1.200 0.889 0.820 2.375 2.850 5.414 4.439
14 1.300 0.889 0.720 2.375 3.088 5.414 3.898
15 1.400 0.889 0.620 2.375 3.325 5.414 3.357
16 1.500 0.889 0.520 2.375 3.563 5.414 2.815
17 1.600 0.889 0.440 2.375 3.800 5.414 2.382
18 1.700 0.889 0.360 2.375 4.038 5.414 1.949
19 1.800 0.889 0.290 2.375 4.275 5.414 1.570
20 1.900 0.889 0.240 2.375 4.513 5.414 1.299
21 2.000 0.889 0.205 2.375 4.750 5.414 1.110
22 2.100 0.889 0.150 2.375 4.988 5.414 0.812
23 2.200 0.889 0.125 2.375 5.225 5.414 0.677
24 2.300 0.889 0.100 2.375 5.463 5.414 0.541
25 2.400 0.889 0.080 2.375 5.700 5.414 0.433
26 2.500 0.889 0.060 2.375 5.938 5.414 0.325
27 2.600 0.889 0.050 2.375 6.175 5.414 0.271
28 2.700 0.889 0.040 2.375 6.413 5.414 0.217
29 2.800 0.889 0.030 2.375 6.650 5.414 0.162
30 2.900 0.889 0.020 2.375 6.888 5.414 0.108
31 3.000 0.889 0.018 2.375 7.125 5.414 0.097
32 3.100 0.889 0.016 2.375 7.363 5.414 0.087
33 3.200 0.889 0.014 2.375 7.600 5.414 0.076
34 3.300 0.889 0.012 2.375 7.838 5.414 0.065
35 3.400 0.889 0.010 2.375 8.075 5.414 0.054
36 3.500 0.889 0.008 2.375 8.313 5.414 0.045
37 3.600 0.889 0.007 2.375 8.550 5.414 0.037
38 3.700 0.889 0.005 2.375 8.788 5.414 0.028
39 3.800 0.889 0.004 2.375 9.025 5.414 0.019
40 3.900 0.889 0.002 2.375 9.263 5.414 0.011
41 4.000 0.889 0.002 2.375 9.500 5.414 0.009
42 4.100 0.889 0.001 2.375 9.738 5.414 0.006
43 4.200 0.889 0.001 2.375 9.975 5.414 0.004
44 4.300 0.889 0.000 2.375 10.213 5.414 0.002
45 4.400 0.889 0.000 2.375 10.450 5.414 0.000
46 4.500 0.889 0.000 2.375 10.688 5.414 0.000
47 4.600 0.889 0.000 2.375 10.925 5.414 0.000
48 4.700 0.889 0.000 2.375 11.163 5.414 0.000
49 4.800 0.889 0.000 2.375 11.400 5.414 0.000
50 4.900 0.889 0.000 2.375 11.638 5.414 0.000
51 5.000 0.889 0.000 2.375 11.875 5.414 0.000
52 5.100 0.889 0.000 2.375 12.113 5.414 0.000
53 5.200 0.889 0.000 2.375 12.350 5.414 0.000
54 5.300 0.889 0.000 2.375 12.588 5.414 0.000
55 5.400 0.889 0.000 2.375 12.825 5.414 0.000
56 5.500 0.889 0.000 2.375 13.063 5.414 0.000
57 5.600 0.889 0.000 2.375 13.300 5.414 0.000
58 5.700 0.889 0.000 2.375 13.538 5.414 0.000
59 5.800 0.889 0.000 2.375 13.775 5.414 0.000
60 5.900 0.889 0.000 2.375 14.013 5.414 0.000

2 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Grafik Unit Hidrograf

4
Debit (m /det)
3

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Waktu (jam)

Gambar 2.8 Grafik Unit Hidrograf

2 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

b). Hasil perhitungan hidrograf banjir

Tabel 2.43 Hasil Perhitungan Hidrograf Banjir


Q Distribusi Hujan 290 mm selama 6 jam
Unit Q Q Q Q Q Q Q Q
Hydrograf Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Dari Jam Inflow Inflow
No. Waktu ( 1 inchi ) Ke. 1 Ke. 2 Ke. 3 Ke. 4 Ke. 5 Ke. 6 Hydrograf Hydrograf
Jam Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi ( 6 jam ) ( 1 jam )
Run off Run off Run off Run off Run off Run off tersebar
(25.4 mm) (0 mm) (0 mm) (33 mm) (156 mm) (27 mm) (14 mm) (230 mm) (313 mm)
% 6.2 7.9 14.1 55.2 10.7 5.9 100
Hujan mm 18 23 41 160 31 17 290
Hilang mm -30 -12 -7 -4 -4 -3 -60
Run off mm 0 0 33 156 27 14 230

(jam) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt) (m3/dt)

1 0 0.000 0.000 0.000 0.000


2 1 0.615 0.000 0.000 0.000 7.579
3 2 4.938 0.000 0.000 0.000 0.000 60.850
4 3 4.617 0.000 0.000 0.799 0.000 0.799 56.895
5 4 2.449 0.000 0.000 6.416 3.777 0.000 10.193 30.179
6 5 1.043 0.000 0.000 5.998 30.328 0.654 0.000 36.980 12.853
7 6 0.404 0.000 0.000 3.182 28.356 5.249 0.339 37.126 4.978
8 7 0.137 0.000 0.000 1.355 15.041 4.908 2.722 24.026 1.688
9 8 0.068 0.000 0.000 0.525 6.406 2.603 2.545 12.079 0.838
10 9 0.029 0.000 0.000 0.178 2.481 1.109 1.350 5.118 0.357
11 10 0.006 0.000 0.000 0.088 0.841 0.429 0.575 1.934 0.074
12 11 0.000 0.000 0.000 0.038 0.418 0.146 0.223 0.824 0.000
13 12 0.000 0.008 0.178 0.072 0.076 0.334
14 13 0.000 0.037 0.031 0.037 0.105
15 14 0.000 0.006 0.016 0.022
16 15 0.000 0.003 0.003
17 16 0.000 0.000

2 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

BAB III
PERHITUNGAN HIDROLIKA

Dalam mendesain terowongan perhitungan hidrolika yang sering dilakukan adalah


perhitungan mengenai ;
a. Dimensi saluran
b. Perhitungan diameter yang ekonomis
c. Perhitungan hidrolika terowongan

3.1 Dimensi Saluran


Dalam mendesain terowongan perhitungan dimensi saluran ada dua macam ;
a). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran tersier dan kuarter
b). Perhitungan dimensi saluran untuk saluran sekunder dan primer

3.1.1 Perhitungan Dimensi Saluran Tersier dan Kuarter


Setelah debit rencana ditentukan dimensi saluran dapat dihitung dengan rumus
strickler berikut ;

V = k . R 2/3 . I1/2

A
R
P
A  (b  mh )h
P  b  2h m 2  1
Q  VA
b
n 
h

dimana ;
Q = debit saluran m 3/dt
V = kecepatanaliran m/dt
A = potongan melintang m 2 (luas penampang)
R = jari-jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
n = perbandingan lebar dan dalam, b = nh

3-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

I = kemiringan saluran
k = koefisien kekerasan strickler, m 1/3/dt
m = kemiringan talut hor/ vert (m : 1)

Disini dianjurkan untuk merencanakan saluran irigasi dengan kriteria yang dirinci
pada tabel 3.1. dalam lampiran 1 diberikan grafik dimana dimensi saluran dapat
langsung dibaca dengan masukan (input) debit dan kemiringan rencana saluran.
Karena digunakan saluran-saluran berukuran kecil nilai b/h adalah satu. Dalam
grafik-grafik itu juga diberikan harga-harga kecepatan maksimum yang diizinkan.
Untuk tujuan yang sama dalam buku petunjuk perencanaan jaringan irigasi tabel-
tabel dengan contoh-contoh perhitungan.

Tabel 3.1 Kriteria perencanaan untuk saluran irigasi tanpa pasangan.

Karakteristik Saluran Saluran


Satuan
Perencanaan Tersier Kuarter
Kecepatan maksimum m/det sesuai dengan grafik perencanaan
Kecepatan minimum m/det 0.20 0.20
1/3
Harga k m /det 35 30
Lebar minimum dasar saluran m 0.30 0.30
Kemiringan talud 1:1 1:1
Lebar minimum mercu m 0.50 0.40
Tinggi minimum jagaan m 0.30 0.20

Catatan ;
• Lebar dasar saluran akan sama dengan kedalaman air (b/h =1)
• Lebar tanggul akan lebih lebar daripada lebar minimum jika tanggul juga
dipakai sebagai jalan petani atau inspeksi.

3-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.1 Grafik Perencanaan untuk saluran tersier tanpa pasangan (k = 35, m = 1)

Gambar 3.2 Grafik Perencanaan untuk saluran kuarter (k = 30, m = 1)

3-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.1.2 Perhitungan Dimensi Saluran Sekunder dan Primer


A. Langkah-langkah perhitungan dimensi saluran (setiap ruas saluran)
a). Luas sawah dan kebutuhan air / ha  Q = ? (data)
Medan (kemiringan) I=? (diperlukan tinggi muka air rencana)

b). Plot Q dan I pada gambar 3.7  I R


c). Keadaan sidemen  < 1000 ppm atau > 20000 ppm
Keadaan tanah :
 lempung  CL simpul
 indek plastik  PI
jari  jarilengkung
 nilai banding tangga  * dalamair
lebarpermu kaan
Untuk mendapatkan nilai Vb maka menggunakan gambar 3.4, dan yang perlu
diketahui adalah :
- < 1000 ppm
- PI
- CL

Untuk mendapatkan faktor koreksi maka menggunakan gambar 3.5,


 Faktor koreksi A, data yang perlu diketahui adalah :
- CL
- Nilai banding rongga
 Faktor koreksi B, data yang perlu diketahui adalah :
- kedalaman air (h)
 Faktor koreksi C, data yang perlu diketahui adalah :
Jari lengkung (P) P

lebar permukaan (b  2mh) (b  2mh)

d). Q menurun : - I R membesar – dasar saluran  tidak ada pengendapan

- I R mengecil – dasar saluran  ada pengendapan

e). Bila : - Vba > Vbd  tidak ada erosi,


- Vba < Vbd  mudah tererosi

dimana Vbd adalah kecepatan dasar rencana, Vbd = 0.70

3-4
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

f). Buat tabel : Q, n, k, I, h, b, V, I R dan Vbd


Tentukan besarnya Q. Tentukan besarnya, m, n dan k  (berdasarkan Tabel
3.5. Tentukan besarnya I berdasarkan Ploting Q dan I. Hitung h, b dan V dan

I R dengan rumus Strickler.

g). Hitung Vbd


Dari data h didapat faktor koreksi B (gambar 3.4.c)
V
Vbd 
B
Vmax  Vb x A x B x C
Vba  Vb x A

dimana:
V = kecepatan
Vmax = kecepatan max yang diizikan
Vb = kecepatan dasar
Vba = kecepatan dasar yang diizinkan
Vbd = kecepatan dasar rencana

h). Menghitung Dimensi Saluran dengan dasar Vbd, Q, m, n, k, h, b dan I

Langkah-langkah Perhitungan Dimensi Saluran (setiap jenis tanah dasar)


I. Kapasitas Saluran

C.NFR. A
Q
e
Effisien (e) :
 Tersier (15-22) % = et = 0.78 – 0.85
 Sekunder (7.5-12,5) % = es = 0.875 – 0.925
 Primer (7.5-12,5) % = ep = 0.875 – 0.925

sehingga :
e = et x es x ep = (0.59 – 0.73) %
3 3 1 1 1
1 2 2 2

2 2 1
1 1 1

3-5
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

C.NFR.A
Q1  untuk saluran tersier
et

C.NFR.A
Q2  untuk saluran sekunder
e t .e s

C.NFR.A
Q3  untuk saluran primer
e t .e s .ep

Koefisien Pengurangan (C) :


 Serentak  C = 1
 Golongan pada DI
a. tersier C=1
b. sekunder C=1
c. primer  C < 1  C = 0.80

 Golongan pada sekunder


a. tersier C=1
b. sekunder  C < 1  C = 0.80
c. primer  C < 1  C = 0.80

 Golongan pada tersier


a. tersier  C < 1  C = 0.80
b. sekunder  C < 1  C = 0.80
c. primer  C < 1  C = 0.80

Luas daerah yang diairi (A) :


A = 0.90 x uas hasil planimeter

Kebutuhan Bersih Air disawah (NFR) :


NFR = kebutuhan air maksimum selama umur tanaman

II. Perencanaan Dimensi Saluran


Q = V.A
R = A/P

P = b+2h 1  m 2
V = k. R2/3 .I1/2
A = (b + mh) h ; b =nh ; d = h+w

3-6
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.2 Nilai k berdasarkan jenis saluran dan atau Q rencana

Jenis/Q Rencana k
1. Saluran beton 70
2. Saluran pasangan 60
3. Saluran tanah dengan :
• Q > 10 m 3/det 45
• 5 < Q < 10 42.5
• 1<Q<5 40
• Q < 1 m 3/det 35

2 / 3
 n
Pi 
k P 2/3 
  k i 
1.5
 1

III. Kemiringan Saluran


Diambil dari kemiringan medan yang dilalui as saluran. Hitung kemiringan
medan setiap ruas saluran atau setiap penampang melintang.

IV. Keadaan Sedimen


Banyak sedimen yang dikandung oleh air yang mengalir ke saluran (sungai
dekat rencana bendung) = …. ppm. Grafik a) > 20.000 ppm dan grafik b) <
1.000 ppm

V. Keadaan Tanah Dasar Saluran


Nama jenis tanah : ……………
Simbol kelompok : …………… (tabel 3.6)
Batas cair = W L = …... (25 x hentakan) pecah
Batas plastik = W P = …… (diameter 1/8 inchi) 4 cm (digiling)
Indek plastis = PI = WL – WP =
Volume tanah jenuh = VJ =
Volume air = Va =
Va
Nilai banding rongga = a=
Vj

3-7
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

VI. Kecepatan Dasar yang diizinkan (Vba)


Vba = Vb x A

Nilai kecepatan dasar (Vb) didapat dari grafik 3.3 berdasarkan :


▪ Sedimen : ppm
▪ Simbol :
▪ PI :

Nilai faktor koreksi (A) didapat dari grafik 3.4 berdasarkan :


▪ Simbol :
▪ Rongga :

Kontrol :
a). Pengendapan

Q mengecil  I R membesar  tidak terjadi pengendapan


b). Erosi
Vbd < 0.70 m/dt (kecepatan dasar rencana)
Vbd < Vba  tidak terjadi erosi

VII. Kemiringan Medan

C . NFR . A
Q
e t .es .ep

dimana:
NFR = kebutuhan air netto
et = efisiensi di saluran tersier
es = efisiensi di saluran sekunder
ep = efisiensi di saluran primer
A = luas yang diairi
C = koefisien akibat golongan
EL. hulu  EL. hilir
I =
jarak

3-8
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

B. Urutan perhitungan dimensi saluran primer dan sekunder


1. Ambil skema saluran irigasi (hasil perencanaan)
2. Tentukan saluran dari bendung sampai dengan saluran sekunder ruas
terakhir, kemudian sekunder lainnya.
3. Hitung debit rencana saluran primer Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)
4. Hitung debit rencana saluran sekunder Qd = (A x NFR)/ (et x es x ep)
5. Tentukan kemiringan saluran I dari keadaan medan as saluran dengan tabel
3.2
6. Tentukan n, m dan k dengan melihat Qd dan tabel 3.7
7. Hitung lebar saluran b dan dalam air di saluran h dengan rumus di bawah ini
dan tabel 3.3 dan 3.4
Q = AxV
V = k.R2/3.I1/2
A = (n + m)h = ah2

P = (n + 2 1 m2 )h = ph
R = A/P = (a/p) h = ch
Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2
ah2 . (ch)2/3 = Q/k . I1/2
h6/3 . h2/3 = Q/a . c 2/3 . k . I1/2

h8/3 = Q/a . c2/3 . k . I1/2

8. Hitung lagi V = Qd/ (b.h + mh2)

9. Hitung I R
10. Dari data h tentukan faktor koreksi B dengan melihat gambar 3.5
11. Hitung Vbd = V/B
12. Lakukan pengecekan dasar recana Vbd dengan Vbd
13. Bila Vbd > Vba saluran akan tererosi jadi V harus dikurangi atau i dilandaikan

3-9
Kandungan < 1000 ppm
sedimen > 20.000 ppm Lihat gambar 3.3
Kecepatan
Vb
dasar
Plastik Indek PI

Kecepatan dasar = Vb x A
Vba
Jenis warna yang diizinkan
Lempung
tanah dasar
CL Lihat gambar 3.4
saluran
Faktor koreksi A
Nilai banding
Kecepatan max = Vb x A x B x C
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA

rongga Vmax
yang diizinkan
Lihat gambar 3.4

Dalam air di Faktor koreksi B


h
saluran

Jari-jari
R = A/P Lihat gambar 3.4
hidrolis Kecepatan dasar = V/B
Vbd
R/(b+2mh) rencana
Faktor koreksi C
Lebar
permukaan (b+2mh)
air

Qd/A V

Bila Vbd > Vba maka kecepatan V dikurangi atau


kemiringan I dilandaikan

Gambar 3.3 Flowchart Pengecekan Kecepatan Dasar Rencana Vbd


Gambar 3.7 Flowchart Pengecekan kecepatan Dasar Rencna Vbd
Perhitungan Desain Terowongan

3 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.4 Kecepatan-kecepatan dasar untuk tanah koheren (SCS)

3 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.5 Faktor-faktor koreksi terhadap kecepatan dasar (SCS)

V maks = Vb x A x B x C

dimana ;
Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan m/dt
Vb = kecepatan dasar m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung dan kecepatan dasar yagn diizinkan
Vba = Vb x A

3 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.3 Form Perhitungan Dimensi Saluran

A Q EL. Hulu EL. Hilir Jarak


No. Nama Saluran I Keterangan
(ha) (m3/det) (m) (m) (m)

A = ah2 = (n + m)h2

P = ph = (n + 2 m2  1 )h

a
R = ch =  h
p
Q
h8 / 3 
a . C . k . I1 / 2
2/3

Q=A.V
V = k . R2/3 . I1/2
Q = ah2 . k . (ch)2/3 . I1/2
Q
ah2 . (ch)2/3 =
k . I1 / 2

Q
h6 / 3 .h2 / 3  2/3
ac . k . I1/ 2

3 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.4 Data profil saluran garis A


Q k I h b v I(R)1/2 vbd
m n
(m3/dt) (m1/3/det) (10-3) m m m/dt (10-4) m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.30 1.0 1.0 35 0.56 0.62 0.62 0.39 3.19 0.42
0.50 1.0 1.2 35 0.50 0.73 0.88 0.42 3.16 0.44
0.75 1.5 1.3 35 0.46 0.78 1.02 0.44 3.07 0.46

1.5 1.5 1.8 40 0.39 0.92 1.66 0.54 2.92 0.55


3.0 1.5 2.3 40 0.32 1.16 2.66 0.59 2.76 0.57
4.5 1.5 2.7 40 0.28 1.32 3.57 0.61 2.63 0.58

6.0 1.5 3.1 42.5 0.25 1.41 4.37 0.66 2.46 0.61
7.5 1.5 3.5 42.5 0.23 1.5 5.25 0.67 2.36 0.62
9.0 1.5 3.7 42.5 0.21 1.6 5.93 0.67 2.24 0.61

11.0 2.0 4.2 45 0.20 1.6 6.71 0.70 5 0.64


15.0 2.0 4.9 45 0.17 1.76 8.64 0.70 1.94 0.63
25.0 2.0 6.5 45 0.15 2 12.98 0.74 1.87 0.64
40.0 2.0 9.0 45 0.13 2.19 19.73 0.74 1.79 0.65

3 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.5 Data profil saluran garis B

Q k I h b v I(R)1/2 vbd
3
m n 1/3 -3 -4
(m /dt) (m /det) (10 ) m m m/dt (10 ) m/dt
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0.30 1.0 1.0 35 0.44 0.65 0.65 0.36 2.56 0.39
0.50 1.0 1.2 35 0.38 0.77 0.92 0.38 2.46 0.40
0.75 1.5 1.3 35 0.35 0.82 1.07 0.40 2.4 0.41

1.5 1.5 1.8 40 0.30 0.97 1.74 0.49 2.3 0.49


3.0 1.5 2.3 40 0.25 1.21 2.79 0.54 2.21 0.52
4.5 1.5 2.7 40 0.225 1.38 3.71 0.57 2.51 0.53

6.0 1.5 3.1 42.5 0.20 1.47 4.55 0.60 2.01 0.56
7.5 1.5 3.5 42.5 0.19 1.55 5.44 0.62 1.99 0.57
9.0 1.5 3.7 42.5 0.175 1.66 6.14 0.63 1.9 0.57

11.0 2.0 4.2 45 0.16 1.67 7.00 0.64 1.75 0.58


15.0 2.0 4.9 45 0.145 1.82 8.91 0.66 1.68 0.59
25.0 2.0 6.5 45 0.13 2.05 13.34 0.70 1.64 0.61
40.0 2.0 9.0 45 0.12 2.23 20.03 0.73 1.62 0.62

3 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratorium dari USBR/ USCE
INFORMASI YANG DIPERLUKAN UNTUK MENJELASKAN TANAH KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIS
Berikan nama jenis, tunjukkan perkiraan persentase

persentase bahan halus (fraksi yang lebih kecil dari ayak no. 200), tanah berbutir kasar
D10
pasir dan kerikil, ukuran maks; persikuan,kondisi cu  lebih besar dari 4

Yang terletak di garis batas memerlukan


D60

Tentukan persentase kerikil dan pasir dari kurve ukuran butir. Bergantung kepada
permukaan dan kekasaran butir; nama setempat atau
geologis dan informasi deskriptif yang relevan lainnya;
cc 
D30 antara satudan 3
2

Gunakan kurve ukuran butir dalam mengidentifikasi fraksi yang diberikan menurut identifikasi lapangan
dan simbol dalam tanda kurung ( ).
D10 x D60
Tidak memenuhi semua pernyataan gradasi untuk
GW
Untuk tanah tak terganggu tambahkan informasi
mengenai perlaisan, tingkat kepadatan, sementasi, Batas Atterberg di bawah Di atas garis "A"

GW, GP, SW, SP

GM, GC, SM, SC


kondisi kelembapan dan karakteristik pembuangan garis "A" atau PI kurang dengan PI antara 4
(drainase) dari 4 dan 7 berarti ada di

dua simbol
garis batas dan
Batas Atterberg di atas memerlukan dua
garis "A" dengan PI lebih simbol.
Contoh : dari 7
Pasir lanauan, kerikilan; kurang lebih 20% keras. D60
Partikel kerikil bersiku, ukuran maks.1/2 inci; partikel cu  lebihbesar dari 6
pasir bulat dan kasar sampai halus; sekitar 15%
D10
bahan halus nonplastis dengan kekuatan kering
cc 
D10 antarasatu dan 3
2

rendah; padat dan lembab di tempat; pasir aluvial; D10 x D60

5% sampai 12%
diklasifikasi sebagai berikut :

Kurang dari 5%
(SM)

Lebih dari 12%


Tidak memenuhi semua persyaratan untuk SW
Batas Atterberg di bawah Di atas garis "A"
garis "A" atau PI kurang dengan PI antara 4
dari A dan 7 berarti ada di
Batas Atterberg di atas garis batas dan
garis "A" dengan PI lebih memerlukan dua
besar dari 7 simbol.

Berikan nama jenis; tunjukkan tingkat dan sifat


besarnya plastisitas dan ukuran maks. butir kasar;
warna dalam kondisi basah, bau (kalau berbau),
nama setempat atau geologis, dan informasi deskriptif
yang relevan lainnya; dan simbol dalam tanda kurung.

Untuk tanah tidak terganggu, tambahkan informasi


mengenai struktur, perlapisan konsistensi dalam
keadaan tak terganggu, kondisi kelembapan dan
drainase.

Contoh :
Lumpur lanauan coklat, agak plastis; persentase pasir
halusnya rendah; terdapat lubnag-lubang akar
vertikal; kuat dan kering di tempat, lus; (ML)

3 - 16
Tabel 3.6 Kriteria klasifikasi tanah secara laboratoris dari USBR/ USCE (lanjutan)
PROSEDUR IDENTIFIKASI LAPANGAN SIMBOL
(Tidak termasuk partikel-partikel yang lebih besar dari 3 inci dan mendasarkan fraksi pada berat KELOMPOK NAMA JENIS
perkiraan) 1)

Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran GW


Kerikil gradasi, baik campuran kerikil-pasir,
KERIKIL BERSIH
sedang dalam jumlah besar. dengan sedikit atau tanpa bahan halus
(dengan sedikit/ tanpa
bahan halus) Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan GP kerikil gradasi jelek, campuran kerikil-pasir,
beberapa ukuran sedang hilang. dengan sedikit/ tak berbahan halus
KERIKIL DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat GM Kerikil lanauan, campuran kerikil-pasir lanau

KERIKIL
BAHAN HALUS ML di bawah ini). bergradasi jelek
(bahan halus cukup Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL GC Kerikil lumpuran, campuran kerikil-pasir lanau
banyak) di bawah ini) bergradasi jelek

kasar lebih besar dari


ukuran ayak No. 4
Bermacam-macam ukuran butir dan partikel berukuran SW Pasir gradasi baik, pasir kerikilan, dengan
PASIR BERSIH sedang dalam jumlah besar. sedikit atau tanpa bahan halus
(dengan sedikit/ tanpa
Ada satu ukuran dominan, atau berbagai ukuran dengan SP Pasir gradasi jelek, pasir kerikilan; dengan
bahan halus)
beberapa ukuran sedang hilang. sedikit/ tanpa bahan halus
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA

TANAH BERBUTIR KASAR


PASIR DENGAN Bahan halus nonplastis (untuk prosedur identifikasi lihat SM Pasir lanauan, campuran pasir-lanau

PASIR
BAHAN HALUS ML di bawah ini). bergradasi jelek
(bahan halus cukup Bahan halus plastis (untuk prosedur identifikasi lihat CL SC Pasir lempungan, campuran pasir lempung
banyak) di bawah ini)

Lebih dari separoh bahan lebih besar dari ukuran


ayak No. 200
Lebih separoh dari fraksi Lebih separoh dari fraksi
kasar lebih kecil dari
ukuran ayak No. 4
(Untuk klasifikasi visual, ukuran 1/4 dapat
dianggap sama dengan ukuran ayak No. 4)
bergradasi jelek
PROSEDUR IDENTIFIKASI BUTIR YANG LEBIH KECIL DARI UKURAN AYAK NO. 40
KEKUATAN DILANTASI KEKERASAN
KERING (REAKSI (KEKENTALAN
(KARAKTERISTIK TERHADAP MENDEKATI
PECAH) GETARAN) BATAS PLASTIS)
ML Lanau inorganik dan pasir, batu tumbuk yang
Cepat sampai
Nol sampai rendah Nol amat halus, pasir lanauan atau halus, plastisitas
lambat
LANAU DAN LEMPUNG rendah
Batas cair kurang dari 50 CL Lempung liat inorganik dengan plastisitas
Sedang sampai Nol sampai
Sedang rendah sampai sedang, lempung lanauan
tinggi sangat lambat
pasiran, kerikilan, dan lempung kurus
Rendah sampai OL Lanau organik dan lanau-lempung dengan
Lambat Rendah
sedang plastisitas rendah
Rendah sampai Lambat sampai Rendah sampai MH Lanau inorganik, pasir halus bermika/ diatomea

TANAH BERBUTIR HALUS


LANAU DAN LEMPUNG sedang Nol sedang atau tanah lanauan, lanau elastis

(Ayak No. 200 sebesar kurang dari partikel terkecil yang bisa dilihat dengan mata telanjang)
Batas cair lebih dari 50 Tinggi sampai CH Lanau inorganik dengan plastisitas tinggi,
Nol Tinggi
sangat tinggi lempung gemuk
Sedang sampai Nol sampai Rendah sampai OH Lempung organik dengan plastisitas sedang
tinggi sangat lambat sedang sampai tinggi

Lebih dari separoh bahan lebih kecil dari ukuran ayak No.
200
Mudah dikenali lewat warna , bau, empuk spt spon, dan Pt
Tanah gambut dan jenis-jenis tanah organik
TANAH ORGANIK TINGGI
sering lewat jaringannya yang tampak seperti serat tinggi yang lain
1. Klasifikasi menurut kebulatan : tanah-tanah yang memiliki karakteristik dua kelompok ditunjukkan dengan dua simbol
kelompok, misalnya GW - GC, campuran kerikil-pasir halus dengan pengikat lempung
2. Ukuran-ukuran ayak dalam tabel ini menurut standar Amerika.

DISADUR OLEH US CORPS OF ENGINEER AND US BUREAU OF RECLAMATION, JANUARI 1952


Perhitungan Desain Terowongan

3 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.7 Grafik perencanaan saluran dengan garis-garis A dan B


(grafik antara Q, I, I, Vbd)

3 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.7 Karakteristik saluran yang dipakai dengan gambar 3.7.

Debit Kemiringan talud Perbandingan b/h Faktor


3
(m /dt) 1:m n kekasaran k
0.15 - 0.30 1.0 1.0 35
0.30 - 0.50 1.0 1.0 - 1.2 35
0.50 - 0.75 1.0 1.2 - 1.3 35
0.75 - 1.00 1.0 1.3 - 1.5 35

1.00 - 1.50 1.0 1.5 - 1.8 40


1.50 - 3.00 1.5 1.8 - 2.3 40
3.00 - 4.50 1.5 2.3 - 2.7 40
4.50 - 5.00 1.5 2.7 - 2.9 40

5.00 - 6.00 1.5 2.9 - 3.1 42.5


6.00 - 7.50 1.5 3.1 - 3.5 42.5
7.50 - 9.00 1.5 3.5 - 3.7 42.5
9.00 - 10.00 1.5 3.7 - 3.9 42.5

10.00 - 11.00 2.0 3.9 - 4.2 45


11.00 - 15.00 2.0 4.2 - 4.9 45
15.00 - 25.00 2.0 4.9 - 6.5 45
25.00 - 40.00 2.0 6.5 - 9.0 45

3.2 Muka Air Maksimum (Tinggi Air Banjir Rencana) di Sungai


Muka Air Maksimum di Sungai
Yang dimaksud adalah tinggi air banjir di sungai sebelum ada bendung. Ini akan
sama dengan tingginya air banjir di hilir bendung setelah adanya bendung, karena
profil sungai disitu tidak dirubah.

a. Miring sungai rata-rata


Dari profil memanjang sungai dicari kemiringan sungai rata-rata. Garis miring
sungai rata-rata digambar pada potongan memanjang sungai, sehingga bagian
atas dan bagian bawah yang terpotong mempunyai jumlah luas yang kira-kira
sama.

3 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.8 Sketsa kemiringan sungai

b. Profil melintang
Dipilih beberapa profil melintang yang baik untuk mengetahui tingginya air untuk
debit tertentu. Yang dimaksud dengan profil melintang yang baik adalah profil
dititik potong antara garis miring sungai rata-rata dan garis profil memanjang.
Pada profil-profil melintang ini digambarkan sesuatu tinggi air dan akan didapat
luas penampang basah serta keliling basahnya. Harga-harga ini dirata-ratakan
sehingga hanya didapat satu angka untuk luas penampang basah dan satu harga
keliling basah. Minimum diambil 3 profil melintang, misalnya profil 1,2 dan 3
(gambar diatas).

c. Rumus pengaliran
Rumus-rumus yang dipergunakan dalam perhitungan ini ialah ;

De Chezy : V  C RI

87 A
Bazin :C R= dan Q  V.A
 P
1
R
dimana ;
Q = debit sungai (m 3/det)
V = kecepatan (m/det)
A = luas penampang basah (m 2)
C = koef. kecepatan, (fungsi dari bentuk profil dan kekasarannya)
R = jari-jari hydraulis (m)
I = miring sungai rata-rata
P = keliling basah (m)
 = koef. kekerasan

Untuk sungai harga  dapat diambil antara 1.50 dan 1.75. Dari rumus-rumus di
atas dapat dilihat bahwa nilai-nilai R, C, A dan P adalah fungsi dari h (tinggi air di
sungai). Jadi Q adalah fungsi dari h pula.

3 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Apa yang hendak kita ketahui adalah pada tinggi berapa atau pada peil muka air
berapa Q desain terjadi. Karenanya setelah didapat harga-harga rata-rata dari A
dan P pada profil melintang yang telah dipilih, berarti didapat pula harga R rata-
rata maka dengan menggunakan rumus-rumus diatas akan kita ketahui harga Q
pada tiap-tiap harga h tertentu.
Dengan memilih harga-harga h akan didapatkan beberapa hubungan antara h
dan Q. Titik-titik ini digambarkan dalam suatu grafik dan disebut grafik langsung
debit. Dan dengan perantaraan grafik tersebut akan didapatkan harga h untuk
pada P desain, cara ini dilakukan, karena dengan menggunakan secara langsung
rumus-rumus diatas akan sukar, berhubung kita akan menjumpai persamaan
pangkat 3/2.

3.3 Perhitungan Ukuran Terowongan Untuk Tenaga Listrik Yang Ekonomis


Contoh Perhitungan diameter yang ekonomis dari terowongan bertekanan tipe bulat

Soal. 1
Hitung diameter yang ekonomis dari terowongan bertekanan tipe bulat / lingkaran yang
mempunyai data sebagai berikut
Panjang = 10,000 meter
Capasitas instalasi = 4 x 30 = 120 MW
Total tinggi tekan = 70 meter
Debit air

a) Musim hujan (dari tanggal 16 juni s/d 15 Oktober) 210 m3/dt


b) Musim Kemarau
Debit puncak 4 jam 230 m3/dt
Sisanya 20 jam
(dari tgl 16 Okt s/d 15 Des) 105 m3/dt
(dari tgl 16 Des s/d 15 Peb) 105 m3/dt
(dari tgl 16 Peb s/d 15 Apr) 105 m3/dt
(dari tgl 16 Apr s/d 15 Juni) 105 m3/dt
Rata-rata tebal lining concrete (tidak termasuk
kelebihan galian) 30 cm
Rata-rata kelebihan galian (over break) 25 cm
Harga listrik per kwh 50 Rp/kwh
Biaya penggalian termasuk penyangga 175.000 Rp/m3
Biaya lining concrete termasuk tulangan 330.000 Rp/m3
Biaya grouting keliling terowongan 5%

3 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Contingensi 150.000 Rp/m2


Biaya supervisi (termasuk biaya tak terduga) 10 %
Masa befungsi tenaga listrik 100 tahun
Rate of interest dari modal 5%
Koefisien Regosity 0,013
Biaya O & P 1%
Catatan : Data yang sangat diperlukan dapat diperkirakan

Penyelesaian :
1. Debit efektif

Tabel 3.8 Daftar Debit Efektif.

Q Q3 T Q3.T
No.
M3/dt (m 3/dt) (jam) (m 3/dt)3.jam
1. 210 9261000 4 x 30 x 4 2880 26671680000
2. 230 12167000 8 x 30 x 4 960 11680320000
3. 105 1157625 2 x 30 x 20 1200 1389150000
4. 50 125000 2 x 30 x 20 1200 150000000
5. 110 1331000 2 x 30 x 20 1200 1597200000
6. 200 8000000 2 x 30 x 20 1200 9600000000
Jumlah 8640 51088350000

Q = ((Q3.T) / (.T)) 1/3 = (51088350000/8640)1/3 = 180,829

2. Simbol-simbol, Harga Satuan dan Nilai lainnya

E = Harga satuan rata-rata pengalian terowongan (termasuk penyangga)


Rp. 175.000,- / m3
L = Harga satuan rata-rata lining concrete (termasuk penulangannya)
Rp. 330.000,- / m3
G = Harga satuan rata-rata grouting (sekeliling terowongan) Rp. 150.000,- / m3
d = Tebal lining rata-rata termasuk kelebihan penggalian (over break)
0,30 + 0,25 = 0,55 m
c = Contingensi 5% = 0,05 (terhadap biaya pekerjaan)
s = Biaya supervisi termasuk biaya tak terduga 10% = 0,10
Y = Masa berfungsi terowongan/ PLTA = 100 tahun
P = Faktor deprisiasi 1/Y = 0,01
N = Faktor interes = 5 % = 0,05

3 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

O = Biaya O dan P = 1% = 0,01


n = Koefisien kekasaran Manning = 0,013
Q = Debit efektif = 180,83 m3/dt
T = Waktu operasi per tahun = 8640 jam
u = Harga satuan listrik per kwh = 500,- / kwh
e = Efisiensi keseluruhan rencana = 80 % = 0,80

3. Biaya Konstruksi Dan Pengeluaran Tahunan

a) Biaya penggalian terowongan = 22/7 (E/4 (D+2d)2


= 3,14 x 175.0000/4 x (D+1,10)2
= 137375 (D+1,10)2

b) Biaya lining termasuk penyangga = 22/7 (L/4 x (D + 2d)2 – D2)


= 3,14 x 330.000/4 ((D+1,10)2 – D²)
= 259050 x ((D+1,10)2 – D²)

c) Biaya grouting sekeliling terowongan = 22/7 x G x (D + 2d)


= 3,14 x 150.000 (D+1,10)
= 471000 x (D+1,10)

d) Biaya total = A = biaya penggalian + Biaya linning + Biaya grouting


A = 22/7 (ED² /4 + D (Ed + Ld + G) + Ed² + Ld² + 2 Gd)

e) Biaya keseluruhan (Overall Cost)= A (1+c) (1+s)


= A (1 + 0,05) x (1 + 0,1) = 1,155 A

f) Pengeluaran Tahunan (Annual Charge) = A (1+c) (1+s) (P+H)


= 1,155 A (0,01+0,05)
= 0,0693 A

g) Biaya O & P Tahunan (Annual O&M Cost) = A (1+c) (1+s) (O)


= 1,155 A (0,01)
= 0,01155 A

h) Biaya Kehilangan Tenaga Tahunan (Cost of Annual Power Loss)


= 100 . n² . Q 3 . T . u . e. D-16/3
= 100 x 0,0132 x 180,833 x 8640 x 500 x 0,80 x D -16/3
-16/3
= 3,45359880453659000E+11 D

i) Biaya / pengeluaran total tahunan (Total Annuall Cost) = f (D)


= A (1+c).(1+s).(P+H) + A (1+c).(1+s).(O) + 100.n².Q 3.T.u.e.D -16/3

3 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

TABEL 3.9. Daftar Biaya Konstruksi Dan Pengeluaran Tahunan Bangunan Terowongan

TOTAL BIAYA D -16/3 KEHILANGAN TOTAL


BIAYA BIAYA TOTAL BIAYA PENGELUIARAN BIAYA O&P
D BIAYA LINING KONSTRUKSI BIAYA TENAGA PENGELUARAN
PENGGALIAN GROUTING KESELURUHAN TAHUNAN TAHUNAN
A TAHUNAN TAHUNAN

137375 (D+1,1)² 259050(2,2D+1,21) 471000(D+1,1) (2)+(3)+(4) 1,155 A 0,0693.A 0,01155A (1) -16/3 3,4536x1011D-16/3 (8)+(7)+(10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

4.0 3,573,123.75 2593090.50 2402100.00 8568314.25 9896402.96 593784.18 98964.03 0.00061520 212464030.17 213156778.38
4.5 4,308,080.00 2878045.50 2637600.00 9823725.50 11346402.95 680784.18 113464.03 0.00032825 113363164.91 114157413.12
5.0 5,111,723.75 3163000.50 2873100.00 11147824.25 12875737.01 772544.22 128757.37 0.00018714 64629681.03 65530982.62
5.5 5,984,055.00 3447955.50 3108600.00 12540610.50 14484405.13 869064.31 144844.05 0.00011256 38875055.76 39888964.12
6.0 6,925,073.75 3732910.50 3344100.00 14002084.25 16172407.31 970344.44 161724.07 0.00007077 24441735.14 25573803.65
6.5 7,934,780.00 4017865.50 3579600.00 15532245.50 17939743.55 1076384.61 179397.44 0.00004618 15949024.81 17204806.86
7.0 9,013,173.75 4302820.50 3815100.00 17131094.25 19786413.86 1187184.83 197864.14 0.00003110 10741934.23 12126983.20
7.5 10,160,255.00 4587775.50 4050600.00 18798630.50 21712418.23 1302745.09 217124.18 0.00002153 7434959.91 8954829.18
8.0 11,376,023.75 4872730.50 4286100.00 20534854.25 23717756.66 1423065.40 237177.57 0.00001526 5269775.39 6930018.36
8.5 12,660,480.00 5157685.50 4521600.00 22339765.50 25802429.15 1548145.75 258024.29 0.00001104 3813915.78 5620085.82
9.0 14,013,623.75 5442640.50 4757100.00 24213364.25 27966435.71 1677986.14 279664.36 0.00000814 2811762.61 4769413.11
9.5 15,435,455.00 5727595.50 4992600.00 26155650.50 30209776.33 1812586.58 302097.76 0.00000610 2107395.95 4222080.29
10.0 16,925,973.75 6012550.50 5228100.00 28166624.25 32532451.01 1951947.06 325324.51 0.00000464 1603019.12 3880290.69
10.5 18,485,180.00 6297505.50 5463600.00 30246285.50 34934459.75 2096067.59 349344.60 0.00000358 1235745.70 3681157.88
11.0 20,113,073.75 6582460.50 5699100.00 32394634.25 37415802.56 2244948.15 374158.03 0.00000279 964223.51 3583329.69
11.5 21,809,655.00 6867415.50 5934600.00 34611670.50 39976479.43 2398588.77 399764.79 0.00000220 760706.08 3559059.64
12.0 23,574,923.75 7152370.50 6170100.00 36897394.25 42616490.36 2556989.42 426164.90 0.00000176 606231.81 3589386.14
12.5 25,408,880.00 7437325.50 6405600.00 39251805.50 45335835.35 2720150.12 453358.35 0.00000141 487624.25 3661132.73
13.0 27,311,523.75 7722280.50 6641100.00 41674904.25 48134514.41 2888070.86 481345.14 0.00000115 395585.92 3765001.93
13.5 29,282,855.00 8007235.50 6876600.00 44166690.50 51012527.53 3060751.65 510125.28 0.00000094 323463.49 3894340.42
14.0 31,322,873.75 8292190.50 7112100.00 46727164.25 53969874.71 3238192.48 539698.75 0.00000077 266433.71 4044324.94
14.5 33,431,580.00 8577145.50 7347600.00 49356325.50 57006555.95 3420393.36 570065.56 0.00000064 220957.81 4211416.73
15.0 35,608,973.75 8862100.50 7583100.00 52054174.25 60122571.26 3607354.28 601225.71 0.00000053 184410.36 4392990.35
15.5 37,855,055.00 9147055.50 7818600.00 54820710.50 63317920.63 3799075.24 633179.21 0.00000045 154823.30 4587077.74
16.0 40,169,823.75 9432010.50 8054100.00 57655934.25 66592604.06 3995556.24 665926.04 0.00000038 130706.98 4792189.27
16.5 42,553,280.00 9716965.50 8289600.00 60559845.50 69946621.55 4196797.29 699466.22 0.00000032 110923.70 5007187.20

3 - 24
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

220
215
210
205
200 Grafik antara pengeluaran tahunan dan diameter
195
190 Hasil Diameter Termurah
185 D = 11.5 meter
180 Pengeluaran Tahunan Rp. 3.560.000,-
175
170
165
160
155
150
Pengeluaran Tahunan dalam Rp. Juta

145
140
135
130
125
120
115
110
105
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

DIAMETER TEROWONGAN DALAM (m)

Gambar 3.9 Grafik Antara Pengeluaran Tahunan Dan Diameter

3 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.4 Perhitungan Hidrolik Terowongan

Ukuran dan tipe terowongan harus dipilih / dihitung terhadap kapasitas yang
dibutuhkan dan berdasarkan perhitungan ekonomis, harga pelaksanaan tergantung
dari tersedianya peralatan pembangunan dan panjangnya terowongan.
Lebar minimum 1.20 meter dan tinggi terowongan minimum 1.50 meter, agar selama
pembangunan dengan menggunakan peralatan masih mempunyai ruang yang cukup.
Kecepatan yang diijinkan 2 m/dt untuk batuan keras dan untuk beton kecepatan
alirannya kurang dari 4 m/dt
Bentuk bulat (lingkaran) baik untuk terowongan dengan tinggi tekan hidrolis atau tinggi
tekan tanah atasnya.
Tetapi dalam pelaksanaannya terowongan bentuk bulat sangat sulit.
Terowongan bentuk tapal kuda (horse shoe) cocok digunakan untuk terowongan yang
besar.
Mengenai tebal tanah yang menutupi terowongan dan keadaan hidrolis akan dibahas
dihalaman selanjutnya.

3.4.1 Kemiringan Terowongan


Kemiringan memanjang terowongan dihitung/ ditentukan berdasarkan besarnya
debit, koefisien kekasaran dan panjangnya terowongan.
Dianjurkan bahwa :
Kemiringan 1 : 500 – 1 : 1.500 untuk ukuran kecil
(D = 1,80 meter)
Kemiringan 1 : 1.200 – 1 : 3.000 untuk ukuran besar
(D = 5,50 meter)
Standar kemiringan terowongan bentuk tapal kuda besarnya tergantung dari
besarnya r = jari-jari terowongan
Umumnya kemiringan maksimum 1 : 0,45 r dan minimum 1 : 1,5 r
(Hand Book Of Agricultural Engineering P.762 Japan)

3.4.2 Tinggi Jagaan dan dalamnya air


Tinggi jagaan didalam terowongan ditentukan lebih besar dari 0,2 H (dimana
H = tinggi terowongan)
Tinggi jagaan minimum 0,46 meter dan dalamnya air di terowongan maksimum
0,82 H (dimana H = tinggi terowongan) (USBR)
Metode lain untuk menentukan tinggi jagaan dan dalamnya air adalah dengan
menggunakan rasio antara dalamnya air dan diameter terowongan d / D
dimana : d = dalamnya air diterowongan
D = Diameter terowongan

3 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1. Terowongan dari baja Q>28 m3/dt d/D = 0,84


2. Terowongan dari bahan lain Q>28 m3/dt d/D = 0,84
3. Tanpa debit bajir Q>28 m3/dt d/D = 0,80
Di Jepang biasa dipakai d /D = 0,80
USBR dipakai d/D = 0,82 (sama dengan gorong-gorong)

3.4.3 Kecepatan Aliran


Biasanya rumus kutter dan manning digunakan untuk menghitung kecepatan
aliran di terowongan
Rumus Manning :
V = 1 / n . R 2/3 . I 1/2

Dimana : A = luas penampang = @ . r²


R = jari-jari hidrolis = B . r
V = kecepatan aliran
n = koefisien kekasaran
I = kemiringan memanjang
Q=A.V
Q = (@.r²) x 1/n (B.r)2/3 x I 1/2
Q.n 2

1 8
@ .B 3
I .r
2 3

Dimana harga @ dan B tergantung dari bahan harga H/r (dapat dilihat pada
tabel 3.10)
Didalam Tabel 3.10 tersebut dapat dicari harga H/r dengan mencari harga
@.B2/3 terlebih dahulu.
Karena harga r diketahui maka harga H dapat dicari begitu juga harga @.B 2/3
dapat dicari dengan gambar 3.4.

Contoh 1 :
Terowongan dengan tipe tapal kuda yang mempunyai jari-jari puncak = r = 2,50
meter, jari-jari dinding dan jari-jari dasar terowongan = D = 2.r = 5,00 meter
serta debit = Q = 42 m3/dt.
Hitung dalamnya air = H (bila aliran uniform kemiringan terowongan = I = 1:200
dan koefisien kekasaran = n = 0,015)
Penyelesaian : 1
Q.n 2

Rumus 1 8
@ .B 3
I .r
2 3

Dari tabel 3.12 Untuk n = 0,015 dan I = 1 : 1.200 = 0,005


Didapat n / I1/2 = 0,5198

3 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Dari tabel 3.11 Untuk r = 2,50 meter


Didapat I / r 8/3 = 0,0869
Dari rumus diatas didapat @.B2/3 = Q . n/I1/2 . I/r 8/3

= 42 x 0,519 x 0,0869
= 1,894
Dari tabel 3.10 Untuk @.B2/3 = 1,894
Didapat H/r = antara 1,5 dan 1,4
Dengan jalan interpolasi didapat :
x = (1,894 – 1,790) / (1,938 – 1,790) x (1,5 – 1,4)
x = 0,0702
Jadi H / r = 1,4 + 0,0702 = 1,4702
H = 1,4702 x r = 1,4702 x 2,5 = 3,675 m
Tinggi Jagaan = f = D – H = 5 – 3,675 = 1,325 m

Tabel 3.10 Tipe Standar Tapal Kuda (Horse Shoe) (D = 2r)

H /r @= A/ r P/r B=R/r @ . B 2/3


2,0 3.317 6,533 0,507 2,106
1,9 3,258 5,631 0,578 2,258
1,8 3,158 5,247 0,600 2,242
1,7 3,021 4,943 0,611 2,175
1,6 2,870 4,679 0,613 2,069
1,5 2,703 4,439 0,608 1,938
1,4 2,504 4,215 0,598 1,790
1,3 2,337 4,001 0,584 1,634
1,2 2,143 3,794 0,564 1,459
1,1 1,946 3,592 0,541 1,290
1,0 1,746 3,392 0,514 1,119
0,9 1,546 3,192 0,484 0,912
0,8 1,348 2,992 0,450 0,791
0,7 1,150 2,789 0,412 0,636
0,6 0,957 2,586 0,370 0,493
0,5 0,767 2,381 0,322 0,360
0,4 0,583 2,174 0,268 0,242
0,3 0,404 1,962 0,205 0,140
0,2 0,233 1,745 0,133 0,061
0,177 0,196 1,696 0,115 0,046

3 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel. 3.11 (Tabel 1 / r 8/3)

r 1 / r 8/3 r 1 / r 8/3 r 1 / r 8/3


0,50 6,350 1,20 0,6150 1,90 0,1806
0,55 4,925 1,25 0,5515 1,95 0,1685
0,60 3,905 1,30 0,4968 2,00 0,1575
0,65 3,154 1,35 0,4492 2,05 0,1475
0,70 2,539 1,40 0,4077 2,10 0,1383
0,75 2,154 1,45 0,3715 2,15 0,1299
0,80 1,813 1,50 0,3392 2,20 0,1222
0,85 1,593 1,55 0,3108 2,25 0,1151
0,90 1,324 1,60 0,2856 2,30 0,1110
0,95 1,147 1,65 0,2631 2,35 0,1025
1,00 1,000 1,70 0,2429 2,40 0,0969
1,05 0,878 1,75 0,2248 2,45 0,0917
1,10 0,775 1,80 0,2086 2,50 0,0869
1,15 0,689 1,85 0,1939

3 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 3.12 (Tabel n / I 1/2)

n
I
0.01 0.12 0.13 0.15 0.017 0.03 0.035

1 : 100 0.1 0.12 0.13 0.15 0.17 0.3 0.353


1 : 200 0.142 0.17 0.184 0.212 0.241 0.425 0.495
1 : 300 0.173 0.208 0.225 0.26 0.295 0.52 0.607
1 : 400 0.2 0.24 0.26 0.3 0.34 0.6 0.7
1 : 500 0.224 0.268 0.291 0.335 0.38 0.671 0.782
1 : 600 0.245 0.94 0.319 0.368 0.417 0.735 0.858
1 : 700 0.265 0.317 0.344 0.397 0.45 0.794 0.926
1 : 800 0.283 0.339 0.368 0.424 0.481 0.848 0.99
1 : 900 0.3 0.36 0.381 0.449 0.509 0.899 1.049
1 : 1000 0.31 0.372 0.403 0.465 0.527 0.931 1.086
1 : 1100 0.332 0.398 0.431 0.498 0.564 0.995 1.161
1 : 1200 0.347 0.416 0.451 0.52 0.589 1.04 1.213
1 : 1300 0.361 0.433 0.469 0.541 0.613 1.082 1.262
1 : 1400 0.374 0.449 0.487 0.561 0.636 1.123 1.31
1 : 1500 0.387 0.465 0.504 0.581 0.658 1.162 1.356
1 : 1600 0.4 0.48 0.52 0.6 0.68 1.2 1.4
1 : 1700 0.412 0.495 0.536 0.618 0.701 1.236 1.442
1 : 1800 0.424 0.509 0.552 0.637 0.722 1.273 1.485
1 : 1900 0.436 0.523 0.567 0.654 0.741 1.308 1.526
1 : 2000 0.447 0.536 0.581 0.67 0.76 1.341 1.564
1 : 2200 0.469 0.563 0.61 0.704 0.797 1.407 1.642
1 : 2400 0.49 0.588 0.637 0.735 0.833 1.47 1.715
1 : 2600 0.51 0.612 0.663 0.765 0.867 1.529 1.784
1 : 2800 0.529 0.635 0.688 0.794 0.9 1.587 1.852
1 : 3000 0.548 0.658 0.712 0.821 0.932 1.644 1.918

Contoh 2.

Cari harga K = @.B 2/3 = Q.n / I 1/2 . r 8/3


Bila : Q = 5,00 m 3/dt, n = 0,015, r = 2,00 m, I = 1/500
Penyelesaian :
Dengan menggunakan gambar 3.10
Tarik garis dari (Q = 5,0) ke n = 0,015, didapat titik p
Tarik garis dari titik p ke r = 2,0 didapat titik q
Dengan menarik garis lurus dari q ke I = 1/500 didapat K = @.B2/3 = (Qn) / (I 2/3 .
r 8/3) = 0,264
Dari tabel 3.10 : untuk @. B 2/3 = 0,264, didapat H/r antara 0,4 dan 0,5
0,264  0,242
Dengan Interpolasi didapat H/r = 0,4 + x0,1  0,402
0,360  0,242
H = 0,402 , r = 0,804

3 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.10. Nomogram untuk menghitung harga K = Q.n / I1/2. R8/3

3 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.5 Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak

A. Penelusuran Banjir
Kondisi topografi lokasi terowongan pengelak dibagian inlet dan outlet seperti
dalam Gambar, sehingga elevasi dasar inlet terowongan direncanakan pada elv.
164.00 m, dan dibagian outlet pada elv.154,50 m.
Dalam perhitungan penelusuran banjir untuk menentukan diameter terowongan
digunakan debit rencana Q 100 sebesar 3200 m 3/dt, hidrograph Q 100 lihat Gambar.
Penelusuran banjir lewat terowongan dilakukan dengan prinsip debit air yang
masuk ke dalam tampungan Cofferdam sebagian tertahan (menggenang) dan
sebagian lainnya mengalir keluar melewati terowongan pengelak. Dengan demikian
perhitungan dengan penelusuran banjir ini merupakan keseimbangan antara (inflow
= storage + outflow). Dalam hal ini tinggi cofferdam ditetapkan 40 m, dengan
puncak pada elv. 204,00 m.
Prinsip penelusuran banjir diilustrasikan pada gambar 3.11, pada prinsipnya
penelusuran banjir berdasarkan persamaan kontinuitas sebagai berikut (Hidrologi
Soemarto, 1987 : 176) :

Gambar 3.11. Prinsip Penelusuran Banjir Untuk Perhitungan Dimensi Terowongan


Pengelak

Perumusan yang digunakan untuk perhitungan penelusuran banjir sebagai berikut :

ds
1 Q 
dt

Perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan dimulai dari as saluran


terowongan di bagian inlet. Grafik penelusuran banjir lewat terowongan pengelak
ditunjukkan pada gambar 3.12.

3 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.12 Grafik penelusuran banjir lewat terowongan pengelak

B. Analisa Hidrolika Bangunan Pengelak


Kondisi topografi lokasi terowongan pengelak dibagian inlet dan outlet Aliran air
yang lewat di terowongan diperhitungkan terhadap dua macam keadaan yaitu :
1. Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air sehingga
masih berupa aliran terbuka (open channel flow)
Dalam hal ini digunakan rumus
Q = AxV
2 1
V = (1 / n) x R 3 x 1 2

Dimana :
Q = Debit yang lewat melalui terowongan (m3/dt)
V = Kecepatan aliran didalam terowongan (m/dt)
n = Angka Kekasaran
R = Jari-jari hidrolik (m)
I = Kemiringan terowongan
2. Pada saat seluruh panjang terowongan penampang atau alirannya terisi penuh
oleh air, sehingga terjadi aliran tekan. Dalam hal ini kecepatan airnya ditentukan
oleh perbedaan tinggi tekan, sehingga menggunakan rumus sebagai berikut :

V  2 gH
f

Q  Ax 2 gH
f

Dimana :
Q = Debit beraliran tekan (m3/dt)
g = Percepatan grafitasi (m/dt2)
H = Tinggi tekan (m)
 f = Jumlah koefisien tinggi tekan

3 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Kondisi aliran terbuka dan tertekan yang lewat di dalam terowongan ditunjukkan
dalam gambar dibawah ini

Gambar 3.13 Kondisi aliran yang lewat di dalam terowongan

Gambar 3.14 Debit yang lewat di dalam terowongan dalam kondisi aliran terbuka
dan tertekan

3. Kehilangan tekanan diperhitungkan dalam aliran didalam terowongan, besaran


kehilangan tekanan yang dimaksud antara lain :
a. Kehilangan tekan pada saat masuk didalam bangunan inlet (he)
Rumus he = fe . V 2 / 2g
Dimana :
V = Kecepatan aliran (m/dt)
g = Percepatan grafitasi (m/dt2)
fe = Koefisien kehilangan tekan pada saat masuk

3 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Nilai (fe) tergantung bentuk bangunan inlet, besarnya seperti ditunjukkan dalam
gambar dibawah ini :

Gambar 3.15 Nilai koefisien pada bentuk inlet

b. Kehilangan tekan akibat gesekan disepanjang terowongan (hf)


Rumus hf = 124,5 . n2 / D1/3 x L/D x V2/2g
Dimana :
n = Koefisien kekasaran
L = Panjang terowongan (m)
D = Diameter terowongan (m/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
G = Percepatan grafitasi (m/dt2)
c. Kehilangan tekan akibat belokan (hb)
Rumus hb = fb1 . fb2 . V2/2g

fb1 = 0,131 + 0.1632 x (D/R)7/2

fb2 = ( / 90) 1/2


Dimana :
fb1 = Koefisien belokan akibat diameter dan jari-jari lengkung

fb2 = Koefsien belokan akibat dari sudut lengkung

D = Diameter Terowongan (m)

R = Jari-jari lengkung belokan

 = Sudut lengkung belokan

V = Kecepatan aliran (m/dt)

g = Percepatan grafitasi (m/dt)

d. Kehilangan tekan pada saat masuk di dalam bangunan inlet (he)

Rumus he = fo . V2/2g

3 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/dt)

g = Percepatan grafitasi (m/dt)

fo = Koefisien kehilangan tekan pada saat keluar

A. Penentuan Diameter Terowongan Pengelak

Diketahui data teknis :


- Diameter terowongan = 10,00 . (dicoba)
- Elevasi main cofferdam = 204,00 (direncanakan)
- Elev. Dasar dibagian inlet = 164,00
- Elev. Dasar dibagian outlet = 154,50
- Panjang terowongan = 729,50 m
- Kemiringan terowongan ( I ) = 0.0130
- Angka kekasaran (n) = 0.012

1. Perhitungan debit yang lewat terowongan.

a. Kondisi aliran terbuka (open channel flow)


Dihitung pada elevasi 166,00
H = elv.166,00 – elv.164,00 = 2,00 m
H/D = 2,00 / 10,00 = 0,20
A/D2 = 0,1118 A = 0,1118 x 100 = 11,18 m2
R/D = 0,1206 R = 0,1206 x 10 = 1,206 m
(nilai (A/D2) dan (R/D) dari buku small dam

V = l/n x R 2/3 x l 1/2


= l/0,012 x 1,466 2/3 x 0,0130 ½

= 12,27 m/dt

Q = VxA
= 12,27 x 15,35 = 188,38 m 3/dt

b. Kondisi Aliran Tertekan (pressure flow)


Dihitung pada elevasi 184,00
Penampang basah A = ¼ x  x D2
= 0,25 x 3,1415 x 10,002
= 78,54 m2
V = (2 x g x H / F)1/2

3 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Koefisien kehilangan tekanan F dihitung sebagai berikut :


- akibat inlet (Fi) = 0,25
- Gesekan (Ft) = f L / D
(Ff) = ((124,5 x n²)/D1/3) x (729,50/10,00)
= ((124,5 x 0,012²)/10,001/3) x 72,95
= 0,607

- Belokan (Fb) = fb1 x fb2


fb1 = 0,131 + 0,1632 . (D/R)7/2
= 0,131 + 0,1632 . (10,00/300,00)7/2
= 0,1310
fb2 = ( / 90)1/2
= (32,417/90,00)1/2
= 0,6001
(Fb) = 0,1310 x 0,6001 = 0,079

- outlet (Fo) = 0,25

f = Fi + Ff + Fb + Fo
= 0,25 + 0,607 + 0,079 + 0,25 = 1,186
V = (2 x g x H / f)1/2
H = Elv.muka air diwaduk – Elv.dasar dibagian hilir – ½ Diameter)
= 184,00 – 154,50 – (0,50 x 10,00)
= 24,50 m
V = (2x9,81x24,50/1,186)1/2
= 20,13 m/dt
Q = VxA
= 20,13 x 78,54 = 1581,81 m 3/dt

Pada elevasi 184,50

Penampang basah A = 78,54 m2

Koefisien kehilangan tekanan f

 F = Fi + Ff + Fb + Fo
= 0,25 + 0,607 + 0,079 + 0,25 = 1,186
V = (2 x g x H / F)1/2
H = Elv.muka air diwaduk – Elv.dasar dibagian hilir – ½ Diameter)
= 184,50 – 154,50 – (0,50 x 10,00)
= 25,00 m.

3 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

V = (2 x 9,81 x 25,00 / 1,186)1/2


= 20,336 m/dt
Q = VxA
= 20,336 x 78,54 = 1597,23 m 4/dt
Hasil perhitungan debit yang lewat terowongan, secara lengkap dapat dilihat
dalam tabel 3.12.

2. Perhitungan nilai ksi () dan psi () terowongan


Sebelum melakukan perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan, terlebih
dahulu dicari nilai ksi () dan psi () yaitu sebagai berikut :
() = S / t – Q / 2 (nilai ksi)
() = S / t + Q / 2 (nilai psi)
Dihitung pada elevasi 166,00 dan 166,50 untuk aliran terbuka dan elevasi 184,00
dan 184,50 untuk aliran tekan.
Elevasi 166,00 (aliran terbuka)
Besarnya nilai tumpangan (S) = 0,060 x 106 m3
Debit yang lewat terowongan (Q) = 120,46 m3/dt
Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik)
() = 0,060 x 106 / 3600 – 120,46 / 2 =
() = 0,060 x 106 / 3600 + 120,46 / 2 =
Elevasi 166,50 (aliran terbuka)
Besarnya nilai tampungan (S) = 0,065 x 106 m 3
Debit yang lewat terowongan (Q) = 188,38 m 3/dt
() = 0,060 x 106 / 3600 – 188,38 / 2 =
() = 0,060 x 106 / 3600 + 188,38 / 2 =
Elevasi 184,00 (aliran tekan)
Besarnya nilai tampungan (S) = 3,30 x 106 m 3
Debit yang lewat terowongan (Q) = 1581,18 m 3/dt
Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik)
() = 3,30 x 106 / 3600 – 1581,18 / 2 =
() = 3,30 x 106 / 3600 + 1581,18 / 2 =
Elevasi 184,50 (aliran tekan)
Besarnya nilai tampungan (S) = 3,55 x 106 m 3
Debit yang lewat terowongan (Q) = 1597,23 m 3/dt
Periode penelusuran t = 1 jam (=3600 detik)
() = 3,35 x 106 / 3600 – 1597,23 / 2 =

3 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

() = 3,35 x 106 / 3600 + 1597,23 / 2 =


Hasil perhitungan seperti diatas selanjutnya disajikan dalam tabel hubungan H –
Q – S sebagai berikut :

Tabel 3.13. Hubungan Antara Nilai Tinggi Air, Debit dan Tampungan (H-Q-S)

H Q Q/2 S S / t
Elev.   Keterangan
(m) (m3/dt) (m3/dt) x 106.m3 x 106.m3
164,00 0,0 0,00 0,00 0,000 12,50 0,00 0,00 Aliran
164,50 0,5 6,61 3,30 0,045 13,89 9,20 15,80 Terbuka
165,00 1,0 28,73 14,37 0,050 15,28 -0,48 28,26
165,50 1,5 66,91 33,45 0,055 16,67 -18,18 48,73
166,00 2,0 120,46 60,23 0,060 18,06 -43,56 76,90
166,50 2,5 188,38 94,19 0,065 19,44 -76,13 112,25
......... ......... ......... ......... ......... ......... ......... .........
184,00 20,0 1595,61 797,80 3,30 916,67 118,86 1714,47 Aliran

184,50 20,5 1611,81 805,90 3,55 987,11 180,21 1792,01 Tekan

185,00 21,0 1627,84 813,92 3,80 1055,56 241,63 1869,48

3. Perhitungan Penelusuran banjir lewat terowongan.


Diketahui data teknis :
- Debit puncak Q100 = 3200 m3/dt
- Hydrograp banir kala ulang 100 tahun, terdapat dalam gambar 3.16.
- Elevasi sumbu terowongan = Elv.dasar inlet + (1/2 x Diameter)
= Elv.164,00 + (1/2 x 10,00)
= Elv.169,00
Mula-mula nilai inflow = outflow ( = 0,00)
Untuk mencari nilai  , diinterpolasi terhadap nilai H
H = 0,00 nilai  = 0
(I1 + I2) / 2 +  = 
(0 + 192,00) / 2 + 0 = 96,00
Nilai Qout, diinterpolasi terhadap nilai  karena  = 96,00 terletak diantara 1
= 76,90 dan 2 = 112,25 (lihat tabel 3.15 hubungan H-Q-S) maka :
1 = 76,90 Q1 = 120,46 m 3/dt
2 = 112,25 Q2 = 188,38 m 3/dt
Sehingga nilai Qout = 157,17 m3/dt

3 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Nilai H diinterpolasi terhadap Qout, karena nilai Qout = 157,17 m 3/dt, terletak
diantara nilai Qout 1 = 120,46 m 3/dt, dan Qout 2 = 188,38 m 3/dt, maka :
Q1 = 120,46 m 3/dt H1 = 2,00 m
Q2 = 188,38 m 3/dt H2 = 2,50 m
Sehingga nilai H = 2,27 m
Dari nilai H tersebut elevasi muka air menunjukkan = 169,00 + 2,27 = 171,27
Nilai diinterpolasi tersebut elevasi muka air menunjukkan = 169,00 + 2,27 =
171,27
Nilai  diinterpolasi terhadap H, karena nilai H = 2,27 m, terletak diantara nilai
H1 = 2,00 m, dan H2 = 2,50m, maka :
H1 = 2,00 1 = 2,00 m
H2 = 2,50 2 = 2,50 m
Sehingga nilai = - 61,17 m3/dt

Untuk mencari nilai  menggunakan rumus sebagai berikut :


(I1 + I2) / 2 -  = 
(192,00 + 2560,00) / 2 – 61,17 = 
 = 1376 – 61,17 = 1314,83 m 3/dt
Demikian seterusnya perhitungan penelusuran banjir lewat terowongan, dari
hasil perhitungan seperti diatas dapat diketahui tinggi air maksimum yaitu =
202,33 m, dengan diameter terowongan  = 10,00 m.
Untuk mendapatkan tinggi dan elevasi air waduk maksimum dengan berbagai
diameter yaitu  1 = 9,00 m,  2 = 9,50 m,  3 = 10,00 m, dan  4 = 10,50 m ,
maka dihitung dengan cara yang sama seperti diatas dan hasilnya dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.14. Hasil Penelusuran Banjir dengan berbagai Diameter Terowongan

No. Diameter Elevasi as Tinggi air Elevasi air


Terowongan Terowongan maksimum maksimum

1. 9,00 168,50 37,04 205,54

2. 9,50 168,75 35,14 203,89

3. 10,00 169,00 33,33 202,33

4. 10,50 169,25 31,20 200,45

3 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Karena main cofferdam direncanakan dengan elevasi 204,00 m, maka


saluran pengelak berupa terowongan dipilih diameter 10,00 m, dengan tinggi
jagaan 1,67 m.

3 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

TABEL 3.15. HUBUNGAN H, Q, S,  DAN 


Data Teknis
Diameter Terowongan = 10.00 m 100
Elev.dsr. Bagian hulu = 164.00 m 894.4544
Elev.dsr. Bagian hilir = 154.50 m
Panjang Terowongan = 729.50 m
Slope Terowongan = 0.0130

H Q Q/2 S S/t  
Elevasi
(m) m3/dt m3/dt 106.m3 m3/dt m3/dt m3/dt

164.00 0.00 0.00 0.00 0.000 0.00 0.00 0.00


164.50 0.50 6.61 3.31 0.045 12.50 9.20 15.8
165.00 1.00 28.73 14.37 0.050 13.89 -0.48 28.26
165.50 1.50 66.91 33.46 0.055 15.28 -18.18 48.73
166.00 2.00 120.46 60.23 0.060 16.67 -43.56 76.9
166.50 2.50 188.38 94.19 0.065 18.06 -76.13 112.25
167.00 3.00 269.42 134.71 0.070 19.44 -115.27 154.16
167.50 3.50 361.79 180.90 0.075 20.83 -160.06 201.73
168.00 4.00 463.63 231.82 0.080 22.22 -209.59 254.04
168.50 4.50 573.11 286.56 0.085 23.61 -262.94 310.17
169.00 5.00 687.89 343.95 0.090 25 -318.95 368.95
169.50 5.50 805.81 402.91 0.095 26.39 -376.52 429.3
170.00 6.00 924.16 462.08 0.100 27.78 -434.30 489.86
170.50 6.50 1040.75 520.38 0.120 33.33 -487.04 553.71
171.00 7.00 1151.71 575.86 0.140 38.89 -536.97 614.75
171.50 7.50 1254.68 627.34 0.160 44.44 -582.90 671.78
172.00 8.00 1344.86 672.43 0.180 50 -622.43 722.43
172.50 8.50 1417.72 708.86 0.200 55.56 -653.31 764.42
173.00 9.00 1466.14 733.07 0.220 61.11 -671.96 794.18
173.50 9.50 1478.44 739.22 0.240 66.67 -672.55 805.89
174.00 10.00 1375.79 687.90 0.260 72.22 -615.67 760.12
174.50 10.50 1237.38 618.69 0.280 77.78 -540.91 696.47
175.00 11.00 1257.84 628.92 0.300 83.33 -545.59 712.25
175.50 11.50 1277.96 638.98 0.400 111.11 -527.87 750.09
176.00 12.00 1297.78 648.89 0.500 138.89 -510.00 787.78
176.50 12.50 1317.29 658.65 0.600 166.67 -491.98 825.31
177.00 13.00 1336.53 668.27 0.700 194.44 -473.82 862.71
177.50 13.50 1355.48 677.74 0.800 222.22 -455.52 899.96
178.00 14.00 1374.18 687.09 0.900 250 -437.09 937.09
178.50 14.50 1392.63 696.32 1.000 277.78 -418.54 974.09
179.00 15.00 1410.83 705.42 1.100 305.56 -399.86 1010.97
179.50 15.50 1428.81 714.41 1.200 333.33 -381.07 1047.74
180.00 16.00 1446.56 723.28 1.300 361.11 -362.17 1084.39
180.50 16.50 1464.09 732.05 1.550 430.56 -301.49 1162.6
181.00 17.00 1481.42 740.71 1.800 500 -240.71 1240.71
181.50 17.50 1498.54 749.27 2.050 569.44 -179.83 1318.72
182.00 18.00 1515.48 757.74 2.300 638.89 -118.85 1396.63
182.50 18.50 1532.22 766.11 2.550 708.33 -57.78 1474.45
183.00 19.00 1548.79 774.40 2.800 777.78 3.38 1552.17
183.50 19.50 1565.18 782.59 3.050 847.22 64.63 1629.81
184.00 20.00 1581.40 790.70 3.300 916.67 125.97 1707.37
184.50 20.50 1597.45 798.73 3.550 986.11 187.38 1862.23
185.00 21.00 1613.35 806.68 3.800 1055.56 248.88 1972.88

3 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H Q Q/2 S S/t  
Elevasi
(m) m3/dt m3/dt 106.m3 m3/dt m3/dt m3/dt

185.50 21.50 1629.09 814.55 4.170 1158.33 343.79 1972.88


186.00 22.00 1644.68 822.34 4.540 1261.11 438.77 2083.45
186.50 22.50 1660.12 830.06 4.910 1363.89 533.83 2193.95
187.00 23.00 1675.42 837.71 5.280 1466.67 628.95 2304.38
187.50 23.50 1690.59 845.30 5.650 1569.44 724.15 2414.74
188.00 24.00 1705.61 852.81 6.020 1672.22 819.42 2525.03
188.50 24.50 1720.51 860.26 6.390 1775.00 914.74 2635.26
189.00 25.00 1735.28 867.64 6.760 1877.78 1010.14 2745.42
189.50 25.50 1749.92 874.96 7.130 1980.56 1105.59 2855.52
190.00 26.00 1764.45 882.23 7.500 2083.33 1201.11 2965.56
190.50 26.50 1778.85 889.43 8.000 2222.22 1332.80 3111.65
191.00 27.00 1793.14 896.57 8.500 2361.11 1464.54 3257.68
191.50 27.50 1807.31 903.66 9.000 2500.00 1596.34 3403.66
192.00 28.00 1821.38 910.69 9.500 2638.89 1728.20 3549.58
192.50 28.50 1835.34 917.67 10.000 2777.78 1860.11 3695.45
193.00 29.00 1849.19 924.60 10.500 2916.67 1992.07 3841.26
193.50 29.50 1862.94 931.47 11.000 3055.56 2124.09 3987.02
194.00 30.00 1876.58 938.29 11.500 3194.44 2256.15 4132.74
194.50 30.50 1890.13 945.07 12.000 3333.33 2388.27 4278.40
195.00 31.00 1903.59 951.80 12.500 3472.22 2520.43 4424.02
195.50 31.50 1916.95 958.48 13.190 3663.89 2705.42 4622.36
196.00 32.00 1930.21 965.11 13.880 3855.56 2890.45 4820.66
196.50 32.50 1943.39 971.70 14.570 4047.22 3075.53 5018.92
197.00 33.00 1956.47 978.24 15.260 4238.89 3260.65 5217.13
197.50 33.50 1969.47 984.74 15.950 4430.56 3445.82 5415.29
198.00 34.00 1982.39 991.20 16.640 4622.22 3631.03 5613.42
198.50 34.50 1995.22 997.61 17.330 4813.89 3816.28 5811.50
199.00 35.00 2007.97 1003.99 18.020 5005.56 4001.57 6009.54
199.50 35.50 2020.64 1010.32 18.710 5197.22 4186.90 6207.54
200.00 36.00 2033.23 1016.62 19.400 5388.89 4372.28 6405.50
200.50 36.50 2045.74 1022.87 20.420 5672.22 4649.35 6695.09
201.00 37.00 2058.18 1029.09 21.440 5955.56 4926.47 6984.64
201.50 37.50 2070.54 1035.27 22.460 6238.89 5203.62 7274.16
202.00 38.00 2082.83 1041.42 23.480 6522.22 5480.81 7563.63
202.50 38.50 2095.04 1047.52 24.500 6805.56 5758.03 7853.08
203.00 39.00 2107.19 1053.60 25.520 7088.89 6035.30 8142.48
203.50 39.50 2119.26 1059.63 26.540 7372.22 6312.59 8431.85
204.00 40.00 2131.27 1065.64 27.560 7655.56 6589.92 8721.19
204.50 40.50 2143.21 1071.61 28.580 7938.89 6867.28 9010.49
205.00 41.00 2155.08 1077.54 29.600 8222.22 7144.68 9299.76
205.50 41.50 2166.89 1083.45 31.060 8627.78 7544.33 9711.22
206.00 42.00 2178.64 1089.32 32.520 9033.33 7944.01 10122.65
206.50 42.50 2190.32 1095.16 33.980 9438.89 8343.73 10534.05
207.00 43.00 2201.94 1100.97 35.440 9844.44 8743.48 10945.41
207.50 43.50 2213.5 1106.75 36.900 10250.00 9143.25 11356.75
208.00 44.00 2225 1112.50 38.360 10655.56 9543.06 11768.05
208.50 44.50 2236.44 1118.22 39.820 11061.11 9942.89 12179.33
209.00 45.00 2247.82 1123.91 41.280 11466.67 10342.76 12590.58
209.50 45.50 2259.14 1129.57 42.740 11872.22 10742.65 13001.79
210.00 46.00 2270.41 1135.21 44.200 12277.78 11142.57 13412.98

3 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

TABEL 3.16. PENELUSURAN BANJIR TEROWONGAN PENGELAK

T Inflow I1 + I2   Outflow H Elev.


(jam) (m3/dt) 2 m3/dt m3/dt m3/dt m3/dt (m)

0 0.00 0 0 169.00
1 192.00 96.00 0.00 96.00 157.17 2.27 171.27
2 2,560.00 1,376.00 -61.17 1,314.83 1,497.69 17.48 186.48
3 3,200.00 2,880.00 -182.86 2,697.14 1,728.81 24.78 193.78
4 3,008.00 3,104.00 968.33 4,072.33 1,870.93 29.79 198.79
5 2,560.00 2,784.00 2201.41 4,985.41 1,941.16 32.42 201.42
6 2,048.00 2,304.00 3044.25 5,348.25 1,965.08 33.33 202.33
7 1,536.00 1,792.00 3383.17 5,175.17 1,953.70 32.89 201.89
8 1,184.00 1,360.00 3221.47 4,581.47 1,914.19 31.4 200.40
9 928.00 1,056.00 2667.28 3,723.28 1,838.00 28.6 197.60
10 736.00 832.00 1885.28 2,717.28 1,731.60 24.87 193.87
11 544.00 640.00 985.68 1,625.68 1,564.46 19.47 188.47
12 384.00 464.00 61.23 525.23 993.28 6.29 175.29
13 316.80 350.40 -468.05 -117.65 0.00 0.54 169.54
14 262.40 289.60 0.00 0.00 0.00
15 230.40 246.40 0.00 0.00 0.00
16 204.80 217.60 0.00 0.00 0.00
17 179.20 192.00 0.00 0.00 0.00
18 153.60 166.40 0.00 0.00 0.00
19 128.00 140.80 0.00 0.00 0.00
20 102.40 115.20 0.00 0.00 0.00
21 76.80 89.60 0.00 0.00 0.00
22 51.20 64.00 0.00 0.00 0.00
23 25.60 38.40 0.00 0.00 0.00
24 0.00 12.80 0.00 0.00 0.00

Gambar 3.16. Hidrograph Banjir Kala Ulang 100 Tahun

3 - 44
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.6 Analisa Hidrolika Untuk Power Waterway


- Elevasi banjir maksimum (MFL) = 263,00 m
- Full Supply level (FSL) = 260,00 m
- Minimum Operating Level (MOL) = 230,00 m
Elevasi rata-rata = 2/3 x (Elv.260,00 – 230,00) + 230,00 = 250,00 m

A. Terowongan Headrace
- Diameter Terowongan beton = 4,50 m
- Panjang Terowongan L = 2.350,00 m

Kehilangan tinggi enersi pada :


- Trashrack = 0,004 x V²/2g
- Entrance = 0,25 x V²/2g
- Belokan, hb = Kb x V²/2g
Kb = fb1 x fb2
fb1 = 0,131 + 0,1632 x (D/r)7/2
fb2 = ( / 90)1/2

Tabel 3.17 Kehilangan Tinggi Energi Pada Belahan

No. Uraian Dia. R  fb1 fb2 Kb


o
1. Belokan 1 4,50 200,00 22,42 0,131 0,499 0,065
o
2. Belokan 2 4,50 200,00 29,25 0,131 0,570 0,075
o
3. Belokan 3 4,50 200,00 45,33 0,131 0,710 0,093
0,233

Hb = 0,233 x V² / 2g
- Gesekan S = V² x n² x R -4/3
Q = 73,00 m3/dt
A = ¼ x  x 4,50² = 15,90 m²
V = 73,00 / 15,90 = 4,59 m/dt
V²/2g = 4,59² / (2x9,81) = 1,07 m
R = 0,25 x 4,50 = 1,13 m
n = 0,012
S = 4,59² x 0,012² x 1,13-4/3
= 0,00259
kf = SxL
= 0,00259 x 2.350,00 = 6,093 m
hf = 5,671 x V²/2g

3 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Total kehilangan tinggi enersi pada headrace tunnel


= (0,004 + 0,25 + 0,233 + 5,671) x V² / 2 g
= 6,158 x 1,07 = 6,616 m

B. Terowongan Penstock
- Diameter terowongan beton = 4,50 m
- Elv. Hulu = 160,00
- Elv. Hilir = 89,75
- Panjang terowongan vertikal = (Elv.160,00 – 89,75) = 70,25 m
- Kemiringan terowongan dibagian hulu S = 0,00259

a. Kehilangan tinggi enersi beton vertikal hf = 0,00259 x 70,25 = 0,182 m

b. Kehilangan tinggi enersi belokan hb = 0,10 x 1,074 = 0,107 m

c. Kehilangan tinggi enersi bagian pipa baja


(diameter = 4,0 m ; panjang = 693,0 m ; Q = 73,00 m3/dt)
A = ¼ x  x 4,0² = 12,57 m2
V = 73,00 / 12,57 = 5,81 m/dt
V²/2g = 5,81² / (2 x 9,81) = 1,72 m
R = 0,25 x 4,0 = 1,0 m
n = 0,010
S = 5,81² x 0,010² x 1,00-4/3
= 0,00337
hf = SxL
= 0,00337 x 693,00 = 2,339 m

d. Kehilangan tinggi enersi akibat percabangan Hp = 0,10 x 1,074 = 0,107 m

e. Kehilangan tinggi enersi dari percabangan ke pintu inlet


Q = 36,50 m3/dt
A = ¼ x  x 2,5² = 4,91 m2 (dia. = 2,50 m)
V = 37,50 / 4,91 = 7,44 m/dt
V²/2g = 7,44² / (2 x 9,81) = 2,82 m
R = 0,25 x 0,25 = 0,63 m
n = 0,010
S = 7,44² x 0,010² x 0,63-4/3
= 0,01035
hf = 0,01035 x L
= 0, 01035 x 35,00 = 0,362 m

3 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

f. Kehilangan tinggi enersi Transisi ke pintu Valve


Q = 36,50 m3/dt
A = ¼ x  x 2,5² = 4,91 m2 (dia. = 2,50 m)
V = 36,50 / 4,91 = 7,44 m/dt
V²/2g = 7,44² / (2 x 9,81) = 2,82 m
0,05 x V²/2g = 0,05 x 2,82 = 0,141 m

g. Kehilangan tinggi enersi Transisi ke pintu valve


0,05 x V²/2g = 0,05 x 2,82 = 0,141 m
Total kehilangan tinggi enersi pada penstock
= 0,182 + 0,107 + 2,339 + 0,172 + 0,362 + 0,141 + 0,141
= 3,444 m

C. Terowongan Trailrace
- Diameter terowongan beton = 4,50 m
- Panjang terowongan L = 1.091 m
- Kemiringan terowongan S = 0,00259
Q = 73,00 m3/dt
A = ¼ x  x 2,5² = 4,91 m2 (dia. = 4,50 m)
V = 73,00 / 15,904 = 4,59 m/dt
V²/2g = 4,59² / (2 x 9,81) = 1,074 m
R = 0,25 x 4,50 = 1,125 m
n = 0,010
S = 4,59² x 0,0102² x 1,125-4/3
= 0,00259
hf = 0,00259 x L
= 0, 00259 x 1.091 = 2,829 m
kf = 2,633 x V²/2g

- Kehilangan tinggi enersi akibat pengeluaran = 1,0 x V²/2g


- Kehilangan tinggi enersi akibat belokan = 0,050 x V²/2g

Total kehilangan tinggi enersi pada trailrace tunnel


= (2,633 + 1,0 + 0,05) x V²/2g
= 3,683 x 1,074 = 3,957 m
Total kehilangan tinggi enersi pada power water way  HL 

 HL  = HL . (headrace + penstock + trailrace)


= 6,616 + 3,444 + 3,957
= 14,02 meter

3 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Kehilangan tinggi enersi sebanding dengan debit kwadrat (Q²)


 HL  = K x Q²
14,02 = K x 73,00²
K = 0,00263
Sehingga persamaan  HL  = 0,00263 x Q²
Dari persamaan diatas dapat dibuat tabel hubungan antara kehilangan tinggi enersi
dengan debit.

Tabel 3.18 Hubungan antara Q dab HL

Q (m3/dt) HL (m)
0,00 0,00
20,00 1,052
40,00 4,209
60,00 9,470
80,00 16,835
100,00 26,305

Dari persamaan dan tabel diatas dapat dicari nilai rated power turbin pada berbagai
bukaan guide vane. Dan ditunjukkan dalam grafik.

Tabel 3.19 Hubungan antara Open guide vane dan rated Pt.

Q HL
Open Guide vane Rated Pt
(m3/dt) (m)
100 % 91,25 21,903 125 %
80 % 73,00 14,018 100 %
60 % 54,75 7,885 75 %
40 % 36,50 3,504 50 %

3 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.17 Head Loss terhadap Discarge

Head Loss thd. Discharge


30
21.903
25
Head Loss (m)

20 14.018
15
7.885
10 3.504
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Disharge (m3/dt)

3.7 Analisa Hidrolika Portal

Terowongan bentuk portal biasanya diletakkan pada bagian pengeluaran dan bagian
pemasukan. Tebal tanah/ batuan diatas portal = dua kali diameter terowongan atau
minimum 6 meter untuk batuan keras dan tiga kali diameter terowongan atau minimum
9,10 meter untuk tanah biasa (USBR Canal Structure).

Bagian pemasukan dan bagian pengeluaran dengan bentuk portal dihubungkan oleh
terowongan atau gorong-gorong.

Dianjurkan kemiringan bagian pemasukkan dan pengeluaran bentuk portal dibuat


cukup datar.

Portal tidak biasa dibangun untuk saluran drainase.

Transisi untuk terowongan dengan aliran bebas biasanya dibagi dalam 2 tahap

Tahap Pertama : Dari saluran terbuka ke portal (bentuk segi empat)

Tahap Kedua : Dari portal (bentuk segi empat) ke terowongan.

3 - 49
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.7.1 Gambar, Rumus dan Dimensi untuk portal dan Transisi


A. Gambar

Gambar 3.18 Potongan Portal

Denah Lantai
A. Rumus
a = R – ½ (4.R² - D²)1/2 R1 = (4.h² + D²) / 8 b
b = a + (D/2 – a) I/L R2 = (D² + C²)1/2
c = ((L – I) / L) h R3 = ((D/2 + d)² . Xi²)1/2
d = g – I/L (0,0886 . D) X1 = (R2/3 – d² - ½.D)1/2
g = h + (D/2 – h) I / L X2 = (R 2/3 – (g + D /2)²)1/2

B. Dimensi
R = Jari-jari bagian atas portal
D = Diameter terowongan tipe tapal kuda (horse shoe)
a = Tinggi jagaan pada portal
b = Tinggi jagaan pada jarak I dari portal
h = Jarak vertikal dari dasar ke as terowongan pada portal
C1, C2, C3 = Jarak vertikal dari dasar ke as terowongan pada jarak I1, I2,
I3 dari portal
L = Panjang transisi dari portal ke terowongan
I = Jarak dari portal ke titik yang diinginkan
R1 = Jari jari bagian atas transisi pada jarak I1 dari portal

3 - 50
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

R2 = Jari jari bagian atas transisi pada jarak I2 dari portal


R3 = Jari jari bagian atas transisi pada jarak I3 dari portal
x1, x2 = Jarak horisontal lantai yang datar terhadap as terowongan pada
jarak I1, I2 dari portal

3.7.2 Transisi

Transisi biasanya dibagi menjadi 2 tahap

Tahap pertama dari saluran terbuka ke terowongan pemasukkan berbentuk


segi empat (portal)

Tahap kedua dari pemasukkan berbentuk segi empat ke terowongan berbentuk


tapal kuda (horse shoe)

Transisi saluran terbuka pada tahap pertama direncanakan seperti sipon dan
mengikuti Tabel 3.20 yang dibuat dimana harga panjang transisi tergantung
dari harga debit.

Tabel 3.20 Transisi saluran terbuka

Panjang Panjang
Debit Debit
Transisi Transisi
(m3/dt) (m3/dt)
(m) (m)
30 14 12 9
28 13 9 8
22 11 5,5 7
16,5 10 5 6

Transisi portal pada tahap kedua direncanakan mengikuti Tabel 3.21

Tabel 3.21 Transisi Portal

Panjang
Debit
Transisi
(m3/dt)
(m)
30 - 16,5 5
12 – 9 4
5,5 – 3 3

3 - 51
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.7.3 Kehilangan energi pada transisi portal dan gesekan terowongan


Lebar portal bentuk segi empat sama dengan diameter terowongan dan
dalamnya air adalah harga penampang basah aliran di terowongan dibagi
diameterterowongan

Contoh 1
Diameter terowongan D = 4,70 m ; H/D = 0,84 ; H = 4,70 x 0,84 = 3,948 m
Penampang basah aliran ( A ) = 16,68 m2 Tinggi air di Portal = A/D = 16,68 /
4,70 = 3,548 m Pada keadaan ini lantai dasar di portal 40 cm lebih tinggi dari
lantai dasar terowongan tapal kudaKemiringan permukaan air pada potongan
memanjang hampir sama untuk portal dan terowongan, sebab penampang
basah dan kecepatan alirannya hampir sama, oleh karena itu kehilangan energi
pada portal dihitung sama dengan kehilangan energi pada terowongan.
Contoh 2
Hitung penampang basah aliran pada contoh 1
Penyelesaian 2
Dalam air di terowongan = H = 3,948 m
Diameter = D = 2.r = 4,70 m ; Jari jari terowongan = r = 4,70 / 2 = 2,35 m
H / r = 3,948 / 2,35 = 1,68 = 1,70 m
Dari Tabel. 1 untuk H / r = 1,70 m
didapat @ = A / r2 = 3,021
Jadi A = 3,021 x 2,352 = 16,68 m2
Kemiringan permukaan air dan kemiringan dasar terowongan sama untuk aliran
yang seragam/ uniform
Jadi untuk menghitung penampang dan kemiringan dasar terowongan (untuk air
irigasi saja) mudah karena alirannya seragam/ uniform, sehingga kemiringan
muka air dan kemiringan dasar terowongan sama.
Tetapi bila hal tersebut untuk aliran air banjir dimana alirannya tidak seragam/
uniform maka kemiringan dasar terowongan lebih curam dari kemiringan muka
air.
Khusus mengenai muka air dihulu terowongan dan dihilir terowongan harus
dihitung tersendiri.
Begitu juga mengenai kehilangan tekanan/ energi dihulu terowongan dan dihilir
terowongan.
Hal tersebut tergantung dari debit nya tetap atau berubah-ubah tergantung dari
mana pemberian air atau waktu dari air banjir.

3 - 52
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Contoh. 3

1. Kehilangan energi/ tekanan pada terowongan tipe horse shoe/ tapal kuda
D = 2.r ; r=D/2
r = 0,80 m ; Q = 0,94 m3/dt ; n = 0,015
H = 0,64 m ( diambil/ dtentukan )
H/r = 0,64 / r = 0,64 / 0,8 = 0,8
Dari Tabel . 1 untuk H / r = 0,8
a) didapat @ = 1,348
A = @.r2 = 1,348 x 0,8 x 0,8 = 0,8627
b) didapat B = 0,450
R = B.r = 0,450 x 0,8 = 0,360
R2/3 = 0,506
1/n = 1/0,015 = 66,666
Q = A.V ; V = Q/A = 0,94 / 0,8627 = 1,09
hv = V2 / 2g = 1,092 / 19,6 = 0,0606
I = n2 . V2 / R2/3 = ( ( 0,015 x 1,09 ) / ( 0,506 ) )2 = 0,001044 = 1/1000

2. Kehilangan energi / tekanan di transisi


fo = 0,30 ( divergence ) pelebaran
fo' = 0,25 ( convergence ) penyempitan

a) Dari pemasukan ke gorong gorong


Kehilangan akibat gesekan (I sal = 0,00025 ; I gor = 0,001024)
Ah = L1 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,00025 + 0,001024)
Ah = 0,002548
Kehilangan tekanan akibat penyempitan (hv sal=0,0083;hv gor=0,0638)
Ah1 = fo' ( hv2 - hv1 )
Ah1 = 0,25 ( 0,0638 - 0,0083 ) = 0,01387
Sub total kehilangan tekanan = 0,016

b) Dari pemasukan ke terowongan


Kehilangan akibat gesekan ( I gor = 0,001024 ; I terow = 0,001044 )
Ah = L1 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,001024 + 0,001044)
Ah = 0,004
Kehilangan tekanan akibat pelebaran (hv gor = 0,0638 ; hv ter = 0,0606)
Ah1 = fo ( hv2 - hv1 )
Ah1 = 0,30 ( 0,0638 - 0,00606 ) = 0,001
Sub total kehilangan tekanan = 0,005

3 - 53
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

c) Dari terowongan ke pengeluaran


Kehilangan akibat gesekan ( I terow = 0,001044 ; I gor = 0,001024 )
Ah = L2 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,001024 + 0,001044)
Ah = 0,004
Kehilangan tekanan akibat penyempitan ( hv ter = 0,0606 ; hv gor =
0,0638 )
Ah1 = fo' ( hv2 - hv1 )
Ah1 = 0,25 ( 0,0638 - 0,0606 ) = 0,001
Sub total kehilangan tekanan = 0,005

d) Dari gorong gorong ke pengeluaran


Kehilangan akibat gesekan ( I gor = 0,001044 ; I sal = 0,00025 )
Ah = L2 x 1/2 . ( I1 + I2 ) = 4,0 x 1/2 (0,00025 + 0,001024)
Ah = 0,002548
Kehilangan tekanan akibat pelebaran
Ah1 = fo ( hv2 - hv1 )
Ah1 = 0,30 ( 0,0638 - 0,0083 ) = 0,017
Sub total kehilangan tekanan = 0,0195
Total kehilangan tekanan = 0,04558
Menentukan panjang transisi
L1 = 1/2 ( B1 - B2 ) / tg O L2 = 1/2 ( B1 - B2 ) / tg O*

Dimana L1 = Panjang transisi pemasukan


L2 = Panjang transisi pengeluaran
B1 = Lebar dasar saluran tanah
B2 = lebar dasar terowongan atau gorong gorong
Sudut O* adalah antara 12* 30' - 25* biasanya 23* pada pemasukan
dan 20* pada pengeluaran

Contoh . 4
Terowongan tipe tapal kuda dengan D = 0,8 m ; r = 0,4 m ;2r =0,8 m dan
L=4m
Rencanakan potongan portal transisi pada jarak l = 2,00 m
Penyelesaian . 4
Rumus untuk transisi portal dapat dilihat pada gambar 2
Perhitungan dapat dilihat pada gambar 3a dan 3b

3 - 54
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 3.19 Potongan Memanjang Dan Denah Terowongan

Gambar 3.20 Potongan Melintang Terowongan

3 - 55
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel . 3.22 Tabel Perhitungan Klasifikasi

Klasifi Saluran bagian Gorong 2 Terowo Gorong 2 Kete


kasi hulu dan hilir Pemasukan ngan Pengeluaran rangan

A 2.319 0.84 0.8627 0.84


P 4.527 2.6 - 2.6
R 0.512 0.378 0.36 0.378
R2/3 0.64 0.521 0.506 0.521
n 0.025 0.015 0.015 0.015
I1/2 0.0158 0.032 0.0323 0.032
R4/3 0.4096 0.271 0.256 0.271
V 0.4045 1.119 1.09 1.119
hv 0.0083 0.0638 0.0606 0.0638
I 0.00025 0.001024 0.001044 0.001024
Q 0.94 0.94 0.94 0.94

3.7.4 Karakteristik Terowongan

Tabel 3.23 berikut ini digunakan untuk karakteristik terowongan yang umum

Tabel 3.23 Karakterisitik Hidrolik Terowongan


Saluran
Dari
Stasion Ke
Q
Tipe
Karakteristik Ukuran
d
s
Terowongan A
V
Tipe Pendukung
Pema Tipe
Inlet & sukan L
Outlet Penge Tipe
luaran L
Inlet
Kehilangan Outlet
Tekanan Gesekan
Total
Keterangan

1) Tipe : Tipe Bulat / Lingkaran , Tipe Horse Shoe dsb


2) Ukuran : Tinggi terowongan ditentukan dalam keadaan sedang kerja
3) Tipe pendukung : Penyangga sementara ( galian batu )
4) Tipe Pemasukan & Pengeluaran serta transisi : Transisi di bangun untuk
menghubungkan potongan & Pengeluaran yang berbeda, pada titik mulai
atau titik akhir terowongan dan titik akhir atau titik mulai saluran. Perubahan
secara tidak mendadak (smood) harus dibangun pada pemasukan

3 - 56
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

keterowongan dimana aliran air dari penampang besar ke penampang kecil


terowongan.
5) Kehilangan Tekanan : Kehilangan tekanan akibat gesekan pada transisi
dan terowongan, kehilangan tekanan akibat pelebaran dan penyempitan
pada pemasukan dan pengeluaran dan kehilangan tekanan pada belokan
dan sebagainya , kehilangan tekanan di portal dihitung seperti pada
terowongan.

3 - 57
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

BAB 4
PERHITUNGAN STRUKTUR

4.1 Desain Sistem Penyangga Baja


4.1.1 Soal
1. Rencanakan bingkai penyangga baja yang cocok untuk terowongan
pengelak dengan lining beton bentuk tapal kuda yang mempunyai
diameter lobang selesai dilining 8,75 m, tebal lining beton 40 cm (dari
pinggir lobang selesai lining pinggi luar penyaga)
Kelebihan galian rata-rata (overbreak) yang disarankan 20 cm terzaghi,
Beban batuan bervariasi antara 0,35 sampai 0,45 pada diameter lobang
hasil galian (dengan sudut Q = 400) Protodyakonov, faktor tegangan
antara 3 dan 4 dengan tidak ada tekanan samping, berat jenis batuan
= 2,65 ton/m3.
Jarak blok dengan blok / pasak 75 cm
Pilih penampang penyangga yang cocok dan hitung jarak penyangga
untuk keadaan pembebanan yang ekstrim.
Gambar sket yang diperlukan untuk memperlihatkan bingkai penyangga,
sambungan, balok penyangga pasak dan sebagainya.
Tegangan baja yang diijinkan U-1700 kg/cm2
Penggalian dianggap penuh (sesuai rencana)

Tabel 4.1 Baja H

Berat Modulus Luas


Permeter Penampang Penampang
RSJ Baja / Flen
(kg/m’) (m3) (cm2)
Wt Z A
150x150 mm (ringan) 27,1 194,1 34,48
150x150 mm (berat) 34,6 218,1 44,08
200x200 mm 40 372,2 50,94

2. Bagaimana bila jarak perangkat baja sistem penyangga diatas dirubah.


a. Bagaimana bila jarak blok / pasak dikurangi menjdi 60 cm
b. Bila dipasang penyangga yang menerus

4 - 65
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.1.2 Penyelesaian 1
Desain penyangga baja yang cocok

* Beban batuan cara Terzaghi


Beban batuan minimum Hp1 = 0,35 x D = 0,35 x 9,95 = 3,48
Beban batuan minimum Hp2 = 0,45 x D = 0,45 x 9,95 = 4,48
Jari-jari lobang galian batuan = 4,975
Jari-jari blocking / pasak (Rib luas) = 4,775
Jari-jari lobang terowongan selesai dilining = 4,375

* Beban batuan cara Prodya Knowl


B
B 2 .B.h
h  Hp  3
h
2. f b
dimana : 
m
Hp = Beban batuan
h = Tinggi beban batuan
b
 = Faktor tegangan antara 3 dan 4
f = (sudut geser) = 400 Gambar 4.1 Beban Batuan
b = m = diameter lubang galian
b = 2 x 4,975 = 9,95
B = b + 2 (tg.400 x b)
B = 9,95 + 2 (0,726 x 9,95) = 9,95 + 14,458 = 24,408
B 24,408
f1 = 3  h1 = = = 4,068
2f 6
2 B.h 2 x 4,068 x 24,408 66,194
hp1 = 3
= 3
  6,653
b 9,95 9,95
B 24,408
f2 = 4  h2 = = = 3,051
2f 8
2 B.h 2 x 24,408 x3,051 49,646
hp2 = 3
= 3
  4,989
b 9,95 9,95

* Perhitungan untuk mendapatkan sudut  dan  L 

Jarak block / pasak = l = 75 cm 


d = Tebal beton lining = 40 cm
D = Diameter lubang = 8,75
8,75
R  0,40  4,775 Gambar 4.2 Jarak Blok sudut f dan q
2

4 - 66
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

0,75
 radial = 0,1570 radial
4,775
 = 90
Jumlah pasak untuk sudut 90 = 900 / 90 = 10
 = 900 – (10 x 90) = 00

* Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (Bm)


Wr = Berat jenis batuan = 2,65 ton/ m3
S = Jarak bingkai penyangga
H = Beban batuan
R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai As dari bingkai penyangga
 =  +   
Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga
Ambil baja I 150x150 mm (berat)
D  BajaI 
R  d  
2  2 

8,75  0,15 
R   0,40   4,735  0,40  0,075 4,700
2  2 

* Gaya Yang Bekerja Pada Pasak dekat puncak terowongan


W
Beban jarak batuan (W) :
W
W  Wr .S.H R sin   1 2 R sin     R sin   F

W 1
2 WR.S .H .RSin    Sin  400
Ft

W  WR.S .HR.Sin   2 . 2

Gaya Tangensial (T)


Gambar 4.3 Arah Beban
T ' cos  W sin   T cos. 2
T '  T cos 2 / cos  W sin  / cos

Beban Batuan Vertikal (W) :


W  WR.S.H R sin   1 2 R sin     R sin  
W  WR.S.H R sin   1 2 R sin     1 2 R sin  
W  WR.S.H 1 2 .R sin   1 2 R sin    
W 1
2 .WR.S.H R sin     R sin  
WRSHR 1 2 sin     sin  

4 - 67
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

W  WR..S.H .R sin    2 . cos  2

Hasil Penyelesaian Gaya Tangensial


W cos  T ' sin   T sin  2

T  2 sin  . cos  2 W sin 2  W cos 2 


=   T sin  2 
cos Cos cos

T (cos 2 sin   sin  2 cos ) W sin 2  W cos 2 


=  
cos Cos cos



T sin      W cos 2   sin 2   W 
 2
Tos(cos 2 sin   sin  2 . cos)  W .(sin ²  cos ² )

 
T sin      WR ..S .H .R cos  2
 2
T  WR.SHR cos 2
Tmak = 2,65 . S . H . 4,70 . cos 40 30’
Tmak = 12,455 . S . H . 0,9969
Tmak = 12,416 . SH

Momen Maksimum :
Mmak  0,86.T .h
h = kenaikan maksimum puncak antara titik pasak yang
berdekatan.
h = R (1 – cos 
h = 4,70 (1 – cos 40 30’) = 4,70 x 0,0038
h = 0,0145
Tmak = 12,416 S.H
Mmak = 0,86 x 12,416 . SH x 0,0145
Mmak = 0,155 SH

Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150 mm x 150 mm


Tegangan tekan yang diijinkan f = 1700 kg/cm 2 = 17 x 103 t/m2
-4
Luas penampang profil baja A = 44,08 cm2 = 44,08 x 10 m2
Modulus penampang Z = 218,1 cm3 = 218,1 x 10-6 m3

Rumus tegangan yang dijinkan :


T M
f  
A Z

4 - 68
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana : T = 12,416 S.H


M = 0,155 SH
12.416.SH 0.155.SH
17.10 3  4

44.08x10 218.1x10 6
12.416.SHx10 0.155.SH .10 3
17  
44.08 218.1
17  2.817.SH  0.74.SH
17  3.528.SH
17 4.818
S 
3.5284 H

Gambar 4.4 Detail Penyangga Baja

4 - 69
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.5 Detail Blok / Pasak

Jadi jarak antara penyangga (S) adalah :


Hasil dan Rumus Terzaghi
4.818
Hp = 3,48  S  1.384
3.48
4.818
Hp = 4,48  S  1.075
4.48
Hasil dan Rumus Protodyakonov
4.818
Hp = 3,10  S  1.554
3.10
4.818
Hp = 4,13  S  1.166
4.13

4 - 70
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

* Kesimpulan jarak putar penyangga ditetapkan 1,05 m

4.1.3 Penyelesaian 2.

a). Perhitungan Gaya Dorong


e 
Perhitungan sudut dan 

D 
R  d  4.375  0.40  4.775
2
l  0.60
0.60
  0.1256.Radial
4.775 Gambar 4.6 Jarak Blok dan Sudut  dan 
  7 12
0 1

90 0
Banyaknya pasak per 900 =  12.5 ~ 12
7.121
  90 0  (12 x7 0121 )  3.36
  3 0 361

Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (BM)


WR = Berat Jenis Batuan 2,65

S = Jarak Bingkai Penyangga


H = Beban Batuan
d = Tebal beton lining = 0,40 m
D = diameter lubang terowongan selesai = 8,75 m
R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai as dari bingkai penyangga
      7 0121  30 361  10 0 481

Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga baja I 150 x 150 mm

D  H Pr ofil 
R   d  
2  2 
8.75  0.15 
R   0.40    4.375  (0.40  0.075)  4.700
2  2 

* Gaya yang bekerja pada pusat terdekat terhadap puncak terowongan

Beban vertikal batuan


W  WR.S .H .R. sin    2 cos. 2
* Gaya Tangensial (T’)
T 1  T cos  2 / cos  W sin  / cos

4 - 71
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

* Gaya Radial (W.cos.


W cos  T ' sin   T sin  2 W

W
* Hasil Subtitusi dari ketiga rumus diatas didapat : F
T  WR.S.H .R. cos  2 Ft
400
Maksimum gaya dorong (Tmax)
Tmak  WR.S.H .R. cos 2
Tmak = 2,65 x S x H x 4,70 x cos.30.361
Gambar 4.7 Arah Beban
Tmak = 12,455. SH x 0,9980
Tmak = 12,43 . SH

Momen Maksimum (Mmak)


Mmak  0,86.Th
h = Kenaikan maksimum puncak anatara titik pusat yang berdekatan
h  R1  cos. 2 
 
h  4.70. 1  cos 30 361  4.70 x0.002  0.0094
Tmak  12.43.SH
Mmak  0.86x12.43.SHx0.0094
Mmak  0.1004.SH

Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150x150 mm


Tegangan Tekan Yang diijinkan f  1700 kg / cm 2  17 x10 3 ton / m 2

Luas penampang Profil Baja A  44.08cm 2  44.08x10 4 m 2


Modulus penampang Z  218.1cm 2  218.10 x10 6 m3

Rumus Tegangan yang diijinkan :


I M
f   Dimana : T = 12.43 . SH
A Z
M = 0.1004 . SH
12,43.SH 0,1004.SH
17.10 3  4

44,08 x10 218,10 x10 6

12,43.SH 0,1004.SHx10 3
17  
44,08 218,10
17  2,820.SH  0,4603.SH
17  3,2803.SH

4 - 72
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

17 5,182.
S 
3,2803.SH H

Jadi Jarak Antar Penyangga (S) adalah :

Hasil dari Rumus Terzaghi


5,182
Hp  3,48  S   1,489
3,48
5,182
Hp  4,48  S   1,157
4,48

Hasil Dari Rumus Protodyakonov


5,182
Hp  3,10  S   1,672
3,10
5,182
Hp  4,13  S   1,255
4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.15 m

b. Bila Penyangga Menerus Dipasang

 0
Tekanan Radial :
Tmak  WR.S.H .R. cos 2
dimana : WR = 2.65
R = 4.70
 0
Tmak =2.65 x SH x 4.70 x cos 00
Tmak = 12.455 . SH
Momen :
Mmak (BM) = 0.86 x Th
Dimana : h  R.(1  cos 2)
h  4,70.(1  cos 0 0 )  4,70.(1  1)  0
h  4.70
T  Tmak  12,455.SH
Mmak (BM) = 0,86 x 12,455 . SH x 0 = 0
Rumus Tegangan yang diijinkan dan baja
I M
f  
A Z

4 - 73
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tegangan Tekan Yang diijinkan f  1700 kg / cm 2  17 x10 3 ton / m 2

Luas penampang Profil Baja A  44.08cm 2  44.08x10 4 m 2


Modulus penampang Z  218.1cm 2  218.10 x10 6 m3
T = 12.43 . SH
M =0
12,445.SH 0
17.10 3  4

44,08 x10 218,10 x10 6
12,445.SHx10
17   2,8255.SH
44,08
17 6,566
S 
2,589.H H

Hasil dari Rumus Terzaghi


6,0166
Hp  3,48  S1   1,7289
3,48
3,48
Hp  4,48  S 2   1,3429
4,48

Hasil Dari Rumus Protodyakonov


6,0166
Hp  3,10  S1   1,9408
3,10
6,0166
Hp  4,13  S 2   1,456
4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.30 m

4.2 Desain Sistem Penyangga Shortcrete

4.2.1 Soal
Tentukan :
Terowongan dibatuan lunak
Diameter selesai 10 m
Rata-rata tebal kelebihan galian 20 cm
Tegangan yang diijinkan dari shotcrete setelah 28 hari dilapangan = 300
kg/cm²
Tegangan geser yang diijinkan dari shotcrete 1/5 x tegangan kubus
Rasio Modulus Es/ Ec = 13
Berat jenis dari batuan = 2,3 ton/ m3 = W

4 - 74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tinggi batuan diatas terowongan 400 m


Q = 300
r/ R =1/3
@ (shotcrete) = 300
Tekanan yang diijinkan pada angker 2500 kg/cm2
Tipe dari karakteristik batuan ditentukan dengan data percobaan geser
sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data Percobaan Geser Batuan

r t
Kg/cm2 Kg/cm2
0 3,2
1,3 6,7
4,9 14,10
7,0 17,50

pi minimum yang diperlukan dihitung dari rumus Fesmer – Talobre – Kastner


dengan menghilangkan C
Rencana pi diambil lebih besar dari 30%
Rencanakan :
1. Lining Shotcrete tanpa tulangan
2. Lining Shotcrete dengan luas tulangan untuk menahan geser 6 cm2/
meter panjang
3. Shotcrete dengan tulangan dengan sistem anchoring/ angker diameter
25 mm, angker (anchor) 1,30 m sebagian pada kedua arah dengan
panjang 3 m

4.2.2 Penyelesaian :

1. Mendesain lining shotcrete tanpa tulangan

a) Untuk menghitung besarnya b (tinggi kerucut geser)


b 2   Cos
 30
  0 / 2  d  Overbreak
Over break = 0,20 m
Diperkirakan d = 0,30 m

4 - 75
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

D = 10
10
   0,30  0,20  5,50 m
2
b/2 = 5,50 Cos 30º = 5,50 x 0,8660 = 4,763 m
b = 2 x 4,763 = 9,526

0,20

b/2 R D/2 0,30


b/2

Gambar 4.8 Tebal beton dan Over break

b) Untuk mengitung besarnya Pi (Tekanan radial yang mendesak lining)


2 sin 
Pi  Po(1  sin  )( R )
1  sin 
Po = W.H
W = Berat Jenis Batuan = 2,6 ton/m 3
H = Tinggi lapisan tanah = 400 m
P = 400 x 2,6 = 1040 ton/m 2
Q = 30º Sin 30º = 0.5
Untuk mengitung d (ketebalan dari Shotcrete)
 
  1
3
R
2 sin 30

Pi  1040 1  sin 30 0 . 13 .  1  sin 30
 1040 0,5
. 13 
2 x0,5
1  0,5
Pi = 590 x (1/3)2 = 520 x 1/9 = 57,78 ton/m 2 = 5m, 778 log/cm 2
130
Pi  x 5,778  7,511. log/ cm 2
100

4 - 76
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H = 400 m
Po

B
Pi

Gambar 4.9 Beban Batuan

c. Untuk menghitung d (ketebalan dan shotcrete)


d .Te
Pi 
Sin  b / 2
Pi . b / 2  sin 
d
Tc
Tc = Tegangan geser yang diijinkan
Shotcrete = 1/5 x 300 kg/cm 2 = 60 kg/cm 2
  30 0  sin   0,5
b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm
Pi = 7,511 kg/Cm 2
7,511 476,3  0,5 1788,74
d   29,8 Cm  30 Cm
60 60
Perkiraan d = 30 Cm Cocok
2. Mendesain Lining Shotcrete dengan Tulangan
As. (k 1) Tc
Pi s 
b / 2 Sin 

Pi S  Beban radial yang dapat dipikul oleh besi pada beton bertulang
  30 
 Sin   0,5

Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 = 60 Kg/cm 2


b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm
(d = 30 Cm (perkiraan) ), D/2 = 5,00 m, Overbreak = 20 Cm
Es
K=  13
Ec

4 - 77
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

As = Luas penampang tulangan yang menahan geser = 6 cm 2/m ~ 0,06


cm 2
0,06 (13  1) 60 43,2
pi s    0,181 kg / cm 2
476,30 x 0,5 238,1

Pi  7,511 kg / cm 2
d . Tc
Pi c  = Beban radial yang dapat dipikul oleh beton pada
b / 2 Sin 
beton bertulang
Pi  Pi c  Pi s

d .Tc
7,511   0,181
b / 2 Sin
d .60
 7,330
476,3 x 0,5

7,330 x 238,1 1745,27


d   2908  29 Cm
60 60
Perkiraan d = 30 Cm > 29 Cm
Bila d = 29 Cm
10
 + 0,29 + 0,20 = 5,49 m
2
b/2 = 475,4 Cm
b = 950,8 Cm
0,06(13  1) 60 43,2
Pi s    0,182 kg / Cm 2
475,4 x 0,5 237,7

Pi  7,511 kg / Cm 2
d .Tc
Pi c 
b / 2 Cos 

Pi  Pc  Pi s
d .60
7,511   0,182
475,4 x 0,5

7,329 x 237,7 17421,0


d   29,03  29 Cm
60 60
d perkiraan 29 = 29 cm. Cocok
3. Merencana Chotcrete dengan Tulangan Dengan Sistim Angker
(Anchoring)

4 - 78
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

a. Menghitung T  pi c  pi s  pi A  Pi

pi c  Beban yang dapat dipikul oleh beton

pi s  Beban yang dapat dipikul oleh baja

pi A  Beban yang dapat dipikul oleh ang ker


pi  Tekanan radial yang mendesak terowongan
Diperkirakan d (Tabel Shotcrete) = 25 Cm
d .t c
Pi c 
b / 2 Sin
keterangan :
Pi c  beban yang dapat dipikul oleh beton
d  25 Cm
Tc  60 kg / Cm 2
  30  Sin   0,5
10 0,25
   5,125
2 2
  30 
Cos  = 0,866
b/2 =  Cos   5,45x 0,866  4,438
25 x 60 1500
Pi c    6,759
443,8 x 0,5 221,9
As (k  1)Tc
Pi s 
b / 2 Sin 
Keterangan :
Pi s  beban yang dapat diperberat p oleh baja
  30  Sin  0,5
b/2 = 4,438
Tc = 60 kg/Cm 2
K = Es/Ec = 13
As = 0,06 Cm 2 / Cm
0,06 x (13  1) x 60 43,2
Pi s    0,195 kg / cm 2
4,438 x 0,5 221,9

4 - 79
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

A Fs
Pi A 
C .t
keterangan :
Pi A  Beban yang dapat dipikul oleh ang ker
A = Luas penampang batang angker  1/ 4 d
d = 25 mm = 2,5 cm
Fs = Tegangan yang diizinkan angker = 2500 Kg/Cm 2
t = c = 1,3 m = 130 Cm
4,912 x 2500 12280
Pi A    0,726 kg / cm 2
130 x 130 16900

T  pi c  pi s  pi A  6,759  0,195  0,726  7,680 Kg / Cm 2


Dari Amplop mohril (Moler’s Envelope) dan gambar angker berita acara
mendapatkan :
1. T  7,680

2. Tt 
3. Tn 

4. T 

Tt  Tn
5. Tg  1 
T
6.  1 

7.   0  d
2 2

4 - 80
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.10 Stabilishing Effect Of Anchoring and Shotcreting

4 - 81
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.3 Desain Linning Terowongan


4.3.1 Soal

A. Tentukan lining beton tanpa tulangan dengan aliran bebas mempunyai


tebal beton = d = 20 cm tipe beton K-250
Injeksi semen untuk mengisi rongga dan pembuatan lobang drainasi
pada bagian lengkungan diatas muka air maksimum yang telah
ditentukan.
Lining telah dikerjakan dengan cukup baik, setelah penggalian untuk
sebagian besar beban diambil oleh sistem penyangga.
Walaupun begitu beberapa tambahan tegangan batuan seperti timbul
setelah ketentuan lining

Selesaikan latihan untuk keadaan berikut (mampu myiapkan penyangga


dan tambahan lining)
1. Terowongan bulat dengan diameter selesai 9 meter K = 1
(hidrostatis) dan K 0,9
2. terowongan tapal kuda standar mempunyai jari-jari selesai untuk
setengah bagian atas = 4,50 meter K = 1 (hidrostatis) dan K = 0,9
Harga berikut mungkin dibolehkan untuk beton M-250 @ = 300
Tegangan tekan yang diijinkan = 60 kg/ cm2
Tegangan geser yang diijinkan = 8 kg/ cm2

B. Desain lining beton (tanpa tulangan dan dengan tulangan) untuk


terowongan bulat bertekanan mempunyai gambaran sebagai berikut :
1. Tipe batuan Slates, Limestone, Sandstone dan Claystone dari
kualitas cukup / sedang
Penyangga terowongan dewngan perangkat baja, mor dan baut dan
baeton semprot sesuai kebutuhan lining dikerjakan setelah lebih dari
6 bulan digali / penggalian.
Selimut batuan cukup, waktu perubahan bentuk batuan yang
dicantumkan dalam grafik lengkung tidak ada tambahan beban
bantuan seperti timbul setelah 6 bulan.
2. Diameter terowongan selesai 9 meter
3. Tekanan air keluar diambil sama dengan tekanan air kedalam pada
keadaan operasi normal
4. Tinggi tekanan air kedalam
Saat operasi normal = 50 m

4 - 82
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Saat diam yang ekstrim = 70 m


5. Tekanan injeksi = dua kali tekanan air normal kedalam
6. Angka poison batuan = 6
Modulus perubahan bentuk batuan (setelah injeksi) = 0,9 x 105 kg/
cm2
7. Beton
Tingkat beton (ISS) K-250
Rasio Poison Beton 0,20
Modulus Elastis Beton 2,25x105 kg/cm2
Tegangan tarik yang diijinkan beton 18 kg/cm2
Tegangan geser yang diijinkan
Tekanan air keluar 18 kg/cm2
Tekanan Injeksi 175 kg/ cm2
8. Baja
Tegangan yang diijinkan 2110 kg/ cm2
Modulus elastis baja 21,0x105 kg/cm2
Angka poison baja 3,33
Tekanan yang diijinkan
Operasi Normal 60% tegangan yang diijinkan
Ekstrim diam 80% tegangan yang diijinkan

4.3.2 Penyelesaian :
A. 1. Terowongan Bulat

c.(b 2  a 2 )
k 1 P 
2b 2
Dimana : P  Tambahan tegangan
D9m
d = 20 cm

b  D  d  9  0,20  4.70 m
2 2

a  D  9  4,50 m
2 2
 c  60 kg / cm 2

p

60 4.70 2  4.5 2


6022.09  20.55
2
2 x 4.7 2 x 22.09

4 - 83
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

110.40
p  2.499  2.50 kg / cm 2
44.18
d e
k  0,9  p 
2 sin 
b

Dimana : P  Tambahan tegangan


 c  8 kg / cm 2

  30 0  sin   0,50
cos  0,866
  D 2  4,5 m
b   . cos  4,5 x 0,8211 ~ 0,82 kg / cm 2
2
d = 20
0,20 x 8 1,60
p   0,8211 ~ 082 kg / cm 2
3,897 x 0,50 1.9485

A.2. Terowongan Tapal Kuda Standar

c.(b 2  a 2 )
k 1 P 
2b 2
Dimana : P  Tambahan tegangan
D9m
d = 20 cm
  D 2  4,5 m
a  1,15  1.15 x 4.50  5,175 m
b  a  d  5.175  0.20  5.375 m
 c  60 kg / cm 2

p

60 5.375 2  5.175 2


60 28.891  26.781
2
2 x 5.37 2 x 28.891
126.60
p  2.191 kg / cm 2
57.732
d e
k  0,9  p 
b sin 
2

Dimana : P  Tambahan tegangan


 c  8 kg / cm 2

4 - 84
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

  30 0  sin   0,50
cos  0,866
a = 5,175
b  a cos  5,175 x 0,866  4,4815 kg / cm 2
2
0,20 x 8 1,60
p   0,714 kg / cm 2
4,4815 x 0,50 2.2407

Gambar 4.11 Terowongan Bulat dan Tapal Kuda

4 - 85
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

B. 1. Perhitungan Beton Tanpa Tulangan


mr
E
P  t
2 2

mr  1 x b  a  b  a / mc
2 2
  
mc 2 c.b 2
Ec 2
mc  1
dimana : mr = 6
mc = 5
Er = 0.9 x 105 kg/cm 2
Ec = 2.25 x 105 kg/cm 2
D = 9.00 m
a = D/2 = 4.50 m
 t  18 kg / cm 2
6
Pr  18
0.9 x10 5 2 2

6  1 x b  4.5  b  4.5 / 5
2 2
  
25 2.b 2
2.25 x10 5
25  1

Pr  18
  
0.7713 x10 5 5. b 2  20.25  b 2  20.25
x

2.3435 x10 5 10.b 2
6.b 2  81
Pr  5.9239 x
10.b 2
35.5434.b 2  479.8359
Pr 
10.b 2
 t (b 2  a 2 )
Pc 
(b 2  a 2 )
dimana :  t  18 kg / cm 2

a  D  4,50 m
2
18 (b 2  4,50 2 ) 18.b 2  364.5
Pc   2
(b 2  4,50 2 ) b  20,25

10 3
P  70 metres  70 ton / m 2  70 x kg / cm 2  7 kg / cm 2
10 4
Pc  P  Pr
18.b 2  364.5 35.5434.b 2  479.8359
 7 
b 2  20.25 10.b 2

18.b 2  364.5  7.b 2  141.75 


35.5434.b 2

 479.8359 b 2  20.25 
10.b 2

4 - 86
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

180.b 4  3645.b 2  70.b 4  1417,56 2  35,5434.b 4  719.75386.b 2  479.8359.b 2  9716.670

145.5434.b 4  3862.9103.b 2  9716.6769  0


b 4  26.54.b 2  66.76  0
Anggapan Bahwa :
 = b2
 - 26.54 + 66.76 = 0

26.54  704.3716  267.04


 12 
2

26.54  437.3316 26,54  20.92


 12  
2 2
1  23.73  2  2.81

b  1  23.73  4.87
Jadi tebal beton tanpa tulangan
d = 4.87 – 4.50 = 0.37 m
d ~ 0.40 m = 40 cm
Kontrol untuk :
1. tekanan air  c  80 kg / cm 2
2. tekanan injeksi  c  175 kg / cm 2

 t (b 2  a 2 )
Pw 
2.b 2
dimana :  c  80 kg / cm 2

a  D  4,50 m
2

b  D  0,40  4,50  0,40  4.90 m


2
80 (4.90 2  4.50 2 ) 80(24.01  20.25)
Pw  
2 x 4.90 2 48.02
80 (3.76)
Pw   6.264 kg / cm 2
48.02
 t (b 2  a 2 )
Pq 
2.b 2
dimana :  c  175 kg / cm 2
a  4,50 m

4 - 87
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

b  4,90 m

175 (4.90 2  4.50 2 ) 175 (24.01  20.25)


Pq  
2 x 4.90 2 48.02
175 (3.76)
Pq   13.703 kg / cm 2
48.02 2

35.5434.b 2  479.8359
Pr 
10.b 2
b  4,90 m
b 2  24,01 m 2
35.5x24.01  479.8 725.2  479.8
Pr  
240.1 240.1
Pr  5.02 kg / cm 2
18.b²  364.5
Pc 
b 2  20.25
18x24.01  364.5 67.68
Pc    1.5291 kg / cm²
24.01  20.25 44.26
P  70meter  7 kg / cm 2
Pw  P  Pr Pc
6.264  7  5.02  1.53  13.55
Pq  Pw  Pr  Pc
13.703  6.264  5.02  1.53
7.439  6.55

B. 2. Perhitungan Beton Dengan Tulangan

I t b 2  a 2 m  1
 x 
Ast at b 2  a 2 b  a
Dimana ditaksir : d = 30 cm
a = D/2 = 4.50 m
b = d/2 + d = 4.50 + 0.30 = 4.80 m
m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38
st = 2110 kg/cm²  60 %
t = 18 kg/cm²
1 0.6 x 2110 4.8 2  4.5 2 9.38  1
 x 
Ast 4.58 x18 4.8 2  4.5 2 4.8  4.5

4 - 88
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1 1266 23.04  20.25 8.38


 x 
Ast 81 23.04  20.25 0.3
1 43.29
 25.6296 x  27.933
Ast 2.79
1
 242.5108  27.9333  214.5775
Ast
1
Ast   0.00466m 2 / m  0.466 cm 2 / cm
214.58

 t '   t.
b  a   (m  1. Ast )
(b  a)
a = D/2 = 4.50 m
b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m
m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38
t = 18 kg/cm²
Ast = 0.500 cm/cm² = 0.005 m²/ m

t '  18
4.80  4.50  (9.38  1).005
4.80  4.50
0.30  8.38 x0.005 0.30  0.0417
t '  18 
0.30 0.30
t '  18 x1.139  20.502 kg / cm²
Ast.st
Pc 
a
0.50 x2110
Pc   2.344 kg / cm²
450

mr
Pr  t '
Er 2 2

m  1 x b  a  (b  a ) / mc
2 2

mc 2 2.b 2
Ec 2
mc  1
dimana : mr² = 6
mr =5
Er = 0.9 x 105 kg/ cm²
Ec = 2.25 x 105 kg/cm2
a = 4.50 m
b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m
t = 20.502 kg/cm²

4 - 89
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

6
Pr  20.502
0.9  10 5
 2 2
 
6  1 x 4.80  4.50  4.80  4.50 / 5
2 2

25 2 x 4.80 2
2.25 x10 5
25  1
0.7713 x10 5 23.04  20.25  23.04  20.25 / 5
Pr  20.502 x
2.3436 x10 5 2 x 23.04
2.79
43.29 
Pr  6.7473 x 5
46.08
Pr = 6,7473 x 0,9515 = 6,42 kg/cm²
Internal water-water pressure head in normal condition
10 3
P = 50 meter = 50 ton/ m² = 50 4 kg / cm 2  5 kg / cm ²
10
P  Pr  60%
S  6.42  60% x 2.344
S  6.42  1.406
S  7.826

4 - 90
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.12 Terowongan Beton dan Beton Bertulang

4 - 91
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.4 Desain Penutup Terowongan (Plug)

4.4.1 Soal
Terowongan Pengelak Bulat
Diameter selesai = 8 m
Tebal lining inti = 30 cm
Tinggi tekan rencana = 100 m
Tegangan yang bekerja
Geser Tekan
(kg/cm2) (kg/cm2)
Batuan 1,40 10
Beton 1,60 20

Hitung panjang tembok penyumbat. Banyaknya knci dan dalamnya kunci


Gambarkan sket tembok penyumbat terowongan yang diperlukan

4.4.2 Penyelesaian
Gambar ukuran plug (tembok penyumbat)

Gambar 4.13 Detail Plug

D = diameter terowongan selesai = 8 m = 800 cm


t = tebal lining inti = 30 cm
Ditaksir : d1 = dalamnya kunci ke batuan = 40 cm
D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm
Ditaksir : d2 = dalamnya kunci ke batuan = 10 cm
D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm
D1 = D + 2t = 800 + 60 =860 cm

4 - 92
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1. Panjang Plug (Dinding Penyumbat)

a. Gaya yang bekerja pada plug


 .D3 2
F xWxh
4
dimana : D3 = 900 cm
W = Berat jenis air = 1 ton/ m3 = 10-3 kg/cm3
h = Tinggi tekan / energi = 100 m = 104 cm

 .900 2 254,34 x10 4


F x10 3 x10 4  x10
4 4
F  63,585 x10 5 kg ~ 6358500 kg

b. Gaya geser yang dapat ditahan


(antara batuan dan beton)
F ' D3.L.r
dimana :
D3 = 900 cm
L = Panjang plug
r = tegangan geser yang diijinkan = 1.4 kg/ cm2
F '   .900.L.1.4
F ' 3956,4 xL 
c. Panjang plug = L
Gaya geser yang dapat ditahan = Gaya yang bekerja pada plug
F’ = F
3956,4 . L = 6358500
L = 1607,14 cm ~ 16.10 m

d. Kontrol keamanan beton


(antara beton lama dan beton baru)
Gaya geser yang bekerja < gaya geser yang dapat ditahan
 .D 2 2
xWxh   .D 2.L.c
4
dimana :
D2 = 810 cm
W = 10-3 kg/cm3
h = 104 cm
L = 1610 cm

4 - 93
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

c = Tegangan geser beton yang diijinkan = 1.60 kg/cm2

 x 810 2
x 10 3 x 10 4   x 810 x 1610 x 1.60
4
20601.54 x10 2
x10  6551798.40
4
5150.38x103  6551798.40
5.15 x 10 6  6.55 x 10 6
5.15  6.55  Aman

2. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Batuan


 x D32
a. Tekanan Plug = F xW x h
4
dimana :
W = 10-3 kg/cm²
h = 104 cm
ditaksir d1 = dalamnya kunci pada batuan = 40 cm
D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm
 x 900 2
F x 10 3 x 10 4  6358500 kg
4
c. Tekanan Perlawanan (pada pertemuan antara batuan dan beton)
= F   x D3 x d1 x n x  r
dimana : D3 = 900 mm
d1 = Lebar kunci batuan = 40 cm
n = Jumlah kunci batuan
sr = Tegangan stress batuan = 10 kg/ cm²
F   x 900 x 400 x n x10
F  1130400.n
d. Jumlah Kunci Pada Batuan = n
Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
1130400 .n  6358500
n  5.62 ~ 6

3. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Beton


 x D2 2
a. Tekanan Plug F xW x h
4
dimana :

4 - 94
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

W = 10-3 kg/cm²
h = 104 cm
ditaksir d1 = dalamnya kunci pada beton = 10 cm
D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm

 x 810 2
F x 10 3 x 10 4  5150380 kg
4
b. Tekanan Perlawanan
= F   x D2 x d 2 x n x  c
dimana : D2 = 810 cm
d2 = 10 cm
n = Jumlah kunci batuan
c = Tegangan stress beton = 20 kg/ cm²
F   x 810 x10 x n x 20
F  508680.n
c. Jumlah Kunci Pada Beton = n
Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
508680 . n  5150380
n  10.12
n  11
L 16.10
  1.46 m
11 11

4 - 95
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.14 Potongan Plug

4 - 96
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.5 Stabilitas Lereng Tanggul


Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip
harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan
yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga
faktor keamanannya minimum.
Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip,
dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)

Gambar 4.11 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng

Masing-masing irisan pada gambar 4.15 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah
seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.15.

Gaya-gaya yang dimaksud ialah ;

a. Berat irisan, W =  h l cos ;


dimana;
W = berat irisan, kN
 = berat volume tanah kN/m 3
h = tinggi irisan, m
l = Lebar irisan, m (l = b/cos  = b sec )
 = sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip.

b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’
ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori.
c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada
permukaan slip.

4 - 97
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

c ' l  N' tan 


T
F
dimana ;
c’ = tegangan kohesif efektif kN/m 2
l = lebar irisan, m
N’ = tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m 2
F = faktor keamanan
’ = Sudut efektif gesekan dalam
d. dan e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1

Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal dan
konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari
satu persen.
Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ;
W = N cos  + T sin 
dan
T = s /F
dimana ;
S = tegangan geser, kN/m 2
l = lebar irisan, m
F = faktor keamanan

Tekanan normal pada muka irisan adalah ;


N W s tan 
  
 b F
ini mengacu kepada persamaan berikut ;

cb  W tan  sec    X



1
F
R W sin  1  tan  tan  / F R W sin 

Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-turut.


Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk tabel (lihat
tabel 4.10)

4 - 98
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Contoh ;
Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.16), terdiri
dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda.

Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada
titik O.
Jawab ;
♦ Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain
♦ Andaikan F = 2.00
♦ Hitung W sind dan X dengan tabel 4.3
♦ Hitung F = X/W sin 

Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0)

Tabel 4.3 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976)


(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Irisan Sin  Tinggi Berat W c.b + W tan 1  (tan . tan ) / F f
sec . x
kN kN Sin  g
kN
1 -0.075 0.80 33.1 -2.5 75.8 0.984 77.0
2 0.108 2.20 91 9.9 96.9 1.104 95.6
3 0.296 3.20 138.5 41.0 117.1 1.009 116.1
4 0.488 3.80 164.5 80.2 126.6 0.873 145.0
5 0.650 3.30 99.3 64.5 82.5 0.878 94.0
6 0.792 1.25 38.8 30.7 28.4 0.680 41.8
 W Sin   X = 569.5

4 - 99
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

X 569.5
F   2.54
W sin  223.8
Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik
O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis.

4.6 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkut)


4.6.1. Pendahuluan
Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan
transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi
itu bisa berupa satu atau dua stang.

Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat
ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi.
Gaya angkat adalah jumlah :
 berat pintu (beban mati)
 gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan
 gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).

Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak


pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem.
Hal ini bisa terjadi:
1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus
disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak
melebihi harga-harga kekuatan nominal.
2. Di bawah kondisi luar biasa:
a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam
alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu
akan terblokir.
b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut
dibawah pintu;
c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan.

4.6.2 Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi


A. Tegangan Yang Dizinkan
Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut
harus dipertimbangkan:
1. Kondisi normal (tidak terblokir)
 harus dipakai tegangan yang diizinkan,

4 - 100
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

 persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan


sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi
2. Kondisi luar biasa
 tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.

B. Beban Maksimum
Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor
keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu
orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat.
Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N =
800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30
menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang
mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8

Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar
sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan
dengan as tegak atau datar sama saja.

Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan
transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi
1.6 kali harga-harga untuk satu orang.

Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus
dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang
mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas.

C. Koefisien Gesekan
Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien
gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat
(square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan
dua stang.
Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut

4 - 101
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.4 Harga-harga koefisien gesekan f

Koefisien gesekan f
Bergerak Tak bergerak
Bahan yang dipakai
Sedikit Sedikit
kering basah kering basah
dilumasi dilumasi
Besi tuang pada besi tuang 0.5 0.3 0.15 - - 0.2
Besi tuang pada baja 0.2 - - 0.25 - -
Besi tuang pada perunggu 0.2 - - - - -
Baja pada baja 0.15 - 0.1 0.2 - 0.15
Baja pada perunggu 0.11 - 0.1 0.13 - -
Perunggu pada perunggu 0.2 - 0.1 - - 0.12
Kayu pada logam 0.5 0.3 0.2 0.7 0.6 -
Kayu pada kayu 0.4 - 0.1 0.5 - 0.2
Baja pada batu - - - 0.5 - -
Kayu pada batu - - - 0.6 - -

Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan


sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk
berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk
pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk
gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan
stang dan gir.
Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak).
D. Perhitungan Untuk Stang
Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan :
1. Menemukan beban tarik T pada stang.
a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah :
T = (G + W)

b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah :


T maks = n.T = n(G + W)

dimana:
G = berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)
W = beban gesekan vertikal di dalam alur
W = fH
f = koefisien gesekan

4 - 102
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H = beban gesekan maksimum pada pintu


n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan
nominal )

Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3
dari nominal maupun dari vertikal maksimum.

2. Gaya tekan as pada stang:


a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah :
P = (W-G)

b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum P maks adalah :
tan maks   
Pmaks  n.(G  W ).
tan min   

3. Puntiran pada stang:


Mw = (G+W).tan (max + ).rg
dimana:
Mw = puntiran, Nm
d = diameter bagian luar stang, m
dk = (d - 2t) diameter bagian tengah stang, m
rg = jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk ), m
s = ulir
s
 = sudut ulir (tan  = )
dk

 = sudut gesekan
maks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
min = sudut gesekan minimum (diberi pelumas)

Gambar 4.17 Tipe ulir

4 - 103
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal :


Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg

5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan


memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran
maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan
maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa
dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung.

Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan:


a. Tekanan:
 2E.I
Pk  2
: kondisi Pk ≥ P maks
lk

b. Puntiran
2..EI
Mk  : kondisi Mk ≥ Mw maks
lk
c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran :
 M 2

w maks 
 Pk 1    
*
Pk
  Mk  
 
1/ 2
 P 
 Mk 1  maks 
*
Mk
 Mk 

dimana:
Pmaks = gaya desak maksimim pada stang, N
Mw maks = puntiran maksimum pada stang,Nm
lk = panjang tekukan, m
E = modulus elastisitas, N/m 2
I = 1/64  d4 (momon lembam), m 4
dk = diameter teras stang, m

E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi


a. Satu stang.
Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk
pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan
transmisi dapat direncana sebagai berikut :

4 - 104
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat


pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:
 momen nominal untukmengangkat pintu:
M1 = (G+W) tan ( max + ).rg

 momen gesekan antara mur dan dudukan :


Mw = (G+W).tan  2 *rn

dimana:
tan 2 = koefisien gesekan antara mur dan dudukan
rn = jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.

Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh


operator pintu :
M=PxR

dimana:
R = jari-jari roda tangan (m)
P = gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)
Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran
pekerjaan transmisi sudah diketahui.
b. Dua stang
Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah :
M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg
Momen gesekan bergantung pada :
 Gaya tarik nominal
 Koefisien gesekan
 Jarak dari beban gesek ke as stang.

Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah:


Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn

Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2


Momen dorong adalah :
M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P

4 - 105
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana :
P = gaya maksimum 1 orang N
R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan m
0,9 = efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0.8 = pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang

Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir.
Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter
roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai
banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.
n1 D1
i   6 sampai 7
n2 D2
Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir
menjadi :
i = i1+ i2

Nilai banding gir itu didapat dari :


jumlah momen ulir 2 x M s
i 
kopel dorong M

Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu

c. Waktu Pengangkatan
Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu
bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir
membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai
banding gir i dan jumlahnya i x h/s.
Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali
putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu
2.R
putaran roda tangan memerlukan  3 .0 s
0.63

4 - 106
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20


Waktu angkat maksimum:
ixh
t
20 x s

4.6.3 Contoh Perhitungan


Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar
1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar
saluran peralihan adalah 1.80 m

A. Perhitungan berat mati dan beban statis


Beban yang harus diperhitungkan adalah:
G = berat mati pintu
H = beban horisontal maksimum pada pintu
W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T = gaya tarik pada stang
P = gaya tekan pada stang

Gambar 4.19 Pintu sorong

4 - 107
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gaya-
gaya dibawah kondisi normal.
Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan
mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi
ini ialah :
fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8)

dan koefisien gesekan minimum :


fmin = tan min = 0.09 (min = 5)

Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm,


r = s/2 = 4 mm  dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm
rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm
hilir 8
tan  =   0.053 dan   3.0
2 .rg 2x 24

Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah
adalah 0.40.

Berat total pintu, termasuk stangnya adalah :

1. Pelat 1,86*1,50*0,012*7,8*104 2.610 N


2. Baja alur 2*10,60*1,65*10 350 N
3. Baja alur 1*10,60*1,80*10 190 N
4. Baja siku 2*8,62*1,30*10 220 N
5. Baja siku 1*13,4*1,80*10 240 N
6. Stang 2*2,70*1/4*0,052*7,8*104 830 N
G = 4,400 N

Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :


1.80  0.30
H *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N
2

Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan


koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah :
f = 0.40 (baja pada baja)
W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N

4 - 108
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari :


W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N W = 11.360 N
G = weight of gate = 4.400 N G = 4.400 N
W + G = 15.800 N W–G = 6.920 N

Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N


Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N

Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban
maksimum.
Gaya tarik nominal : T = 2/3*15.800 = 10.530 N
Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N

Gaya tekan nominal adalah :


P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N

Gaya tekan maksimum didapat dari :


P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + ))
P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N
Puntiran dibawah kondisi abnormal adalah juga 8 kali puntiran selama
pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah:
MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg
= 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3
= 49,1 Nm

Momen maksimum adalah :


MW = 8*49,1 = 393.1 Nm

Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam
keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : l k =1,70
m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m 2. Diameter teras dk
= 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari :
I = .dk 4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m 4)

untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan
berikut harus diperhitungkan :
 2 EI
a. Tekanan : Pk 
l2

4 - 109
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3,14 2 * 210 *10 9 *184 *10 9



1,7 2
= 132*103 N
Persyaratan : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103

2. .EI
b. Puntiran : Mk 
lk

2 * 3,14 * 210 *10 9 *184 *10 9



1,7
= 143*103 Nm
Persyaratan : Mk ≥ Mw maks 143*103 ≥ 393,1*103

c. Kombinasi tekanan dan puntiran :


 M 2

3 w maks 
Pk *  132 * 10 1    
  Mk  
 

  393,1  2 
 132.10 1  
3
3 
 143 *10  
= 132*103
1/ 2
 P 
Mk *  Mk 1  maks 
 Pk 
1/ 2
 116,5 *10 3 
 143 *10 1  3

 132 *10 3 
= 49,0*103 Nm

Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah :


Pk * ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103
Mk * ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1

Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi,


maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk
beban-beban tarik, tekanan dan puntiran.

Tegangan-tegangan yang harus dicek :


Tegangan tarik nominal :

4 - 110
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

T

1/ 4..dk
2

10.530


1/ 4 * 44 *10 3 
2

  6,93 *10 6 N / m 2

Tegangan tarik maksimum :


Tmaks
 maks 
1 / 4..d k
2

84 .270


1 / 4 *  * 44 * 10 3 
2

= 55,4*106 n/m 2

Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh


untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm 2 atau 290*106 N/m 2. Tegangan tarik nominal
yang dijinkan adalah 193*106 N/m 2.
Perhitungan ulir dan diameter stang
Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk ), dimana d adalah diameter bagian luar
dan dk adalah teras stang.
Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk , jadi rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4
(dk + t).
Andaikan t = n*d dan s= 2*t
Persyaratan sudut ulir adalah a < w min, dimana w adalah sudut gesekan.
Sudut puncak stang diperoleh dari :
s
tan   atau
2rg

2t
tan  
2 * 1/ 2(dk  t )

2.n.dk
tan    tan  min
2 * 1 / 2dk  n.dk 

karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan
t bisa dinyatakan sebagai :

2n
 f
 (1  n)

4 - 111
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

atau
f
n
2 . f

Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk ** f/(2 - .f)
Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter
teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm.

Sudut ulir didapat dari tan  =


s

8
  3, dan sudut puncak
2 .rg 2 * 24

stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5)


Pekerjaan transmisi :
Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal :
M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg
= ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3)
= 36,9 Nm per stang.
Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien
gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru
dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi:
M2 = r.1/2 ( W + G)*f =
= 0,00525*1/2*15.800*0,002 =
= 0,83 Nm

Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah :


Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83
= 37,7 Nm per stang.

Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan
diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu
orang (T = 100 N) adalah :
= 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm

Nilai banding gir i harus paling tidak :


2 * M s 2 * 37.7
i   3,1 ambil saja 4
M 24,30

Waktu angkat didapatkan dari :

4 - 112
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

h *i 1,50 * 4
t  =37.5 menit
20 * s 20 * (8 *10 3 )

Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit
dan ulir 8 mm.
Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran
bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang.

4.7 Perhitungan Beton


4.7.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan
A. Data
Lebar bentang l = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis l+d = m

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang


Berat beban berguna = kg/m
Berat sendiri plat x 2400 = kg/m
q = kg/m
Mq = 1/8.q.l2
Rq = 1/8.q.l

C. Perhitungan tulangan
Dipergunakan beton k 125  b = 40 kg/cm 2
baja U 22  a = 1250 kg/cm 2
n = 30
a
0 
b x n

h=d-3=
h
Ca 
n.M
b. a

dari tabel didapat  =


100.n.w =
’ =
Tulangan tarik

4 - 113
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

100 .n.w
A .b.h  ....cm 2
100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm 2
Dipakai Hw =  A= cm 2

Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm 2
Dipakai Vw =  A= cm 2

Tulangan miring
Ra
 = .................. = ............ kg/cm 2
100 x 7 / 8 x h

  ..... kg/cm 2 > 

4.7.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong


A. Data
Lebar bentang L’ = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis L = m
Tebal tanah diatas gorong-gorong = m
kelas jalan P = kg

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang


I. Dibawah saluran
Berat air = ton/m
Berat pasangan = ton/m
Berat sendiri plat = ton/m
q1 = ton/m
2
Mq1 = 1/8.q1.l =
Rq1 = 1/2 .q1 .l =

II. Dibawah tanggul


Beban berguna = 0,08 x p = ton/m
Berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
Berat plat x 2400 = ton/m
q2 = ton/m
Mq2 = 1/8.q2.l2 =

4 - 114
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Rq2 = 1/2 .q2 .l =

III. Dibawah jalan inspeksi


a. Akibat beban mati.
berat beban berguna = ton/m
berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
berat plat x 2400 = ton/m
q3 = ton/m

Mq3 = 1/8.q3.l2 =
Rq3 = 1/2 .q3 .l =

b. Akibat beban hidup


1. Roda depan wals.
p1 =P = ton
Mp1 = 1/4 . p1.l =
Rp1 = p1 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
..........
Mp1 = 
B
..........
Rp1 = 
B

2. Roda belakang wals.


p2 = 3/2 .P =
Mp2 = 1/4 .P2.L =
Rp2 = P2 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
..........
Mp2 = 
B

4 - 115
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

..........
Rp2 = 
B
q
Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5. =
q  Rp2
C=
Mmax = Mq3 + C.Mp2 =
Dmax = Rg3 + C.Rp2 =

c. Perhitungan tulangan
Mmax =
Dmax =
Dipergunakan beton K 125 b = 40 kg/cm 2
baja U 22 a = 1250 kg/cm 2
n = 30
a
0 
b x n
h = ht – 3 =
δ
h
Ca   didapat  =
n.M
100.n.w =
b. a
’ =

Tulangan tarik
100 .n.w
A .b.h  ....cm 2
100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm 2
Dipakai Hw = A= cm 2

Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm 2
Dipakai Vw = A= cm 2

Tulangan miring
D maks
 = .................. = ............ kg/cm 2<  = 5 kg/cm 2
100 x (7 / 8) x h

4 - 116
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.5 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm 2 untuk lebar plat 100 cm

Jarak Jumlah
Garis tengah dalam mm
as-as batang
dalam cm tiap-tiap m 6 8 10 12 14 16 19 22

7.0 14.29 4.04 7.18 11.22 16.16 21.99 28.73 40.51 54.30
7.5 13.33 3.77 6.70 10.47 15.08 20.52 26.81 37.81 50.81
8.0 12.50 3.53 6.28 9.82 14.14 19.24 25.13 33.45 47.51
8.5 11.76 3.33 5.91 9.24 13.31 18.11 23.65 33.37 44.72
9.0 11.11 3.14 5.59 8.73 12.57 17.10 22.34 31.52 42.23
9.5 10.53 2.98 5.29 8.27 11.90 16.20 21.16 29.86 40.01
10.0 10.00 2.83 5.03 7.85 11.31 15.39 20.11 28.36 38.01
10.5 9.53 2.69 4.79 7.48 10.77 14.66 19.15 27.01 36.20
11.0 9.10 2.57 4.57 7.14 10.28 13.99 18.28 25.78 34.55
11.5 8.70 2.46 4.37 6.83 9.83 13.39 17.48 24.66 33.05
12.0 8.34 2.36 4.19 6.54 9.42 12.83 16.76 23.63 31.67
12.5 8.00 2.26 4.02 6.28 9.05 12.32 16.08 22.69 30.41
13.0 7.70 2.17 3.87 6.04 8.70 11.84 15.47 21.82 29.24
13.5 7.41 2.09 3.72 5.82 8.38 11.40 14.89 21.01 28.16
14.0 7.15 2.02 3.59 5.61 8.08 11.00 14.36 20.26 27.15
14.5 6.90 1.95 3.47 5.42 7.80 10.62 13.87 19.56 26.21
15.0 6.67 1.89 3.35 5.24 7.54 10.26 13.41 18.91 25.34
15.5 6.46 1.82 3.24 5.07 7.30 9.93 12.97 18.30 24.52
16.0 6.25 1.77 3.14 4.91 7.07 9.62 12.57 17.73 23.76
16.5 6.06 1.71 3.05 4.76 6.85 9.33 12.19 17.19 23.04
17.0 5.89 1.66 2.96 4.62 6.65 9.05 11.82 16.68 22.36
17.5 5.72 1.62 2.87 4.49 6.46 8.79 11.49 16.21 21.72
18.0 5.56 1.57 2.79 4.36 6.28 8.55 11.17 15.75 21.12
18.5 5.41 1.53 2.72 4.25 6.11 8.32 10.87 15.33 20.55
19.0 5.27 1.49 2.65 4.14 5.95 8.10 10.58 14.92 20.01
19.5 5.15 1.45 2.58 4.03 5.80 7.89 10.31 14.54 19.49
20.0 5.00 1.41 2.51 3.93 5.65 7.69 10.05 14.18 19.01

Tabel 4.6 Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris
(diameter begel 8 jam)

 Jumlah batang  Jumlah batang


mm 3 4 5 6 7 mm 3 4 5 6 7

6 12.4 15.5 18.6 21.7 24.8 25 18.1 23.1 28.1 33.1 38.1
8 13.0 16.3 19.6 22.9 26.2 28 19.6 25.2 30.8 36.4 42.0
10 13.6 17.1 20.6 24.1 27.6 32 21.6 28.0 34.4 40.8 47.2
12 14.2 17.9 21.6 25.3 29.0 36 23.6 30.8 38.0 45.2 52.4

14 14.8 18.7 22.6 26.5 30.4 40 25.6 33.6 41.6 49.6 57.6
16 15.4 19.5 23.6 27.7 31.8 45 28.1 37.1 46.2 55.1 64.1
19 16.3 20.7 25.1 29.5 33.9 50 30.6 40.6 50.6 60.6 70.6
22 17.2 21.9 26.6 31.3 36.0

4 - 117
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.7 Daftar besi bulat


DIAMETER BERAT KELILING LUAS TAMPANG (cm2)
Inch mm Kg/m2 (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

- 5 0.15 1.57 0.20 0.39 0.59 0.78 0.98 1.18 1.37 1.57 1.77 1.96
- 6 0.22 1.80 0.28 0.56 0.85 1.13 1.41 1.70 1.98 2.26 2.54 2.83
1/4 6.35 0.25 2.00 0.32 0.63 0.93 1.27 1.58 1.90 2.22 2.53 2.85 3.17
- 7 0.30 2.20 0.38 0.77 1.15 1.54 1.92 2.31 2.69 3.08 3.46 3.65
3/10 7.94 0.39 2.40 0.49 0.99 1.48 1.98 2.47 2.97 3.47 3.90 4.46 4.95
- 8 0.39 2.51 0.50 1.00 1.51 2.01 2.51 3.01 3.52 4.02 4.52 5.09
3/8 9.52 0.54 2.99 0.71 1.42 2.13 2.85 3.50 4.27 4.98 5.69 6.41 7.12
- 10 0.62 3.14 0.79 1.57 2.30 3.14 3.93 4.71 5.50 6.28 7.07 7.80
- 12 0.89 3.77 1.13 2.20 3.30 4.52 5.85 6.79 7.91 9.05 10.18 11.31
1/2 12.7 1.00 3.09 1.27 2.53 3.80 5.07 6.33 7.50 8.87 10.13 11.40 12.67
- 13 1.03 4.08 1.33 2.63 3.98 5.31 6.64 7.96 9.20 10.62 11.95 13.27
- 14 1.21 4.40 1.54 3.08 4.62 6.16 7.70 9.24 10.77 12.32 13.66 15.39
5/9 14.29 1.27 4.40 1.61 3.21 4.82 6.42 8.03 9.64 11.24 12.85 14.45 16.06
- 15 1.38 4.71 1.77 3.53 5.30 7.97 8.84 10.60 12.37 14.14 15.91 17.57
5/8 15.87 1.55 5.00 1.98 3.97 5.96 7.94 9.93 11.91 13.90 15.88 17.87 19.86
- 16 1.58 5.03 2.01 4.02 6.03 8.04 10.05 12.06 14.07 15.08 18.09 20.11
- 18 1.99 5.66 2.54 5.09 7.63 10.18 12.72 15.26 17.81 20.36 22.90 25.45
3/4 19.05 2.22 5.97 2.83 5.67 8.50 11.34 14.18 17.01 19.85 23.08 25.52 28.35
- 20 2.47 6.28 3.14 6.20 9.42 12.57 15.71 18.84 21.99 25.14 28.28 31.42
- 22 2.98 6.91 3.60 7.60 11.40 15.21 19.01 22.81 28.61 30.41 34.21 38.01
7/8 22.22 3.04 6.97 3.87 7.74 11.51 15.48 19.35 23.22 27.09 30.97 34.84 38.71
- 25 3.85 7.85 4.01 9.62 14.73 19.03 24.54 29.45 34.35 39.27 44.18 49.08
1 25.4 3.98 7.96 5.07 10.13 15.20 20.27 25.33 30.40 35.47 40.52 45.60 50.67
- 26 4.13 8.17 5.81 10.62 15.93 21.24 26.55 31.96 37.17 42.47 47.78 53.08
- 28 4.83 8.80 6.16 12.31 18.47 24.63 30.76 36.94 43.10 49.26 55.42 61.55
1 1/10 28.57 5.04 8.99 6.42 12.85 19.27 25.70 32.12 38.54 44.97 51.39 57.62 64.24
- 30 5.51 9.43 7.07 14.14 21.21 28.27 35.34 42.41 49.48 56.55 63.52 70.68
1 1/4 31.75 6.19 9.96 7.89 15.78 23.88 31.57 39.46 47.35 55.25 63.14 71.03 78.92
- 32 6.31 10.05 8.04 16.08 24.13 32.17 10.21 48.26 58.30 64.34 72.38 80.42
- 34 7.10 10.68 9.08 18.15 27.24 36.32 45.40 54.48 63.56 72.63 81.71 90.75
1 1/3 34.92 7.51 10.96 9.57 19.13 28.70 38.26 47.83 57.40 66.96 76.53 86.10 95.65
- 35 7.60 11.00 9.62 19.24 28.86 38.48 48.17 57.73 67.34 76.97 86.59 96.21
- 36 7.99 11.31 10.18 20.36 30.54 40.72 50.90 61.07 71.20 81.43 91.61 101.71
- 38 8.85 11.83 11.34 22.68 34.02 45.36 56.70 68.04 79.38 90.73 102.07 113.41
1 1/2 38.1 8.95 11.87 11.40 22.80 34.20 45.50 57.00 68.40 79.81 91.21 102.61 114.01
- 40 9.85 12.56 12.50 25.13 37.70 50.30 62.83 75.40 87.96 100.53 113.09 125.66

4.8 Analisa Struktur Bangunan Pengelak


Bangunan Pengelak dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu :
- Conduit
- Portal
- Terowongan
Analisa Struktur disajikan pada halaman berikut ini :

4 - 118
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 119
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 120
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 121
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 122
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 123
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 124
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 125
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 126
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 127
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 128
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 129
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 130
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 131
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 132
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 133
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 134
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 135
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 136
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 137
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 138
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 139
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 140
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.9 Analisa Struktur Untuk Power Waterway


Analisa struktur untuk power waterway adalah sebagai yang disajikan pada halaman
berikut :

4 - 141
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 142
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 143
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 144
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 145
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 146
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 147
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 148
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 149
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 150
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

BAB IV

PERHITUNGAN STRUKTUR

4.1 Desain Sistem Penyangga Baja

4.1.1 Soal

1. Rencanakan bingkai penyangga baja yang cocok untuk terowongan


pengelak dengan lining beton bentuk tapal kuda yang mempunyai
diameter lobang selesai dilining 8,75 m, tebal lining beton 40 cm (dari
pinggir lobang selesai lining pinggir luar penyangga)

Kelebihan galian rata-rata (overbreak) yang disarankan 20 cm. Beban


Terzaghi, batuan bervariasi antara 0,35 sampai 0,45 pada diameter
lobang hasil galian (dengan sudut Q = 400), faktor tegangan
Protodyakonov antara 3 dan 4 dengan tidak ada tekanan samping, berat
jenis batuan = 2,65 ton/m3.

Jarak blok dengan blok / pasak 75 cm

Pilih penampang penyangga yang cocok dan hitung jarak penyangga


untuk keadaan pembebanan yang ekstrim.
Gambar sket yang diperlukan untuk memperlihatkan bingkai penyangga,
sambungan, balok penyangga pasak dan sebagainya.

Tegangan baja yang diijinkan U-1700 kg/cm2

Penggalian dianggap penuh (sesuai rencana)

Tabel 4.1 Baja H

Berat Modulus Luas


Permeter Penampang Penampang
RSJ Baja / Flen
(kg/m’) (cm3) (cm2)
Wt Z A
150x150 mm (ringan) 27,1 194,1 34,48
150x150 mm (berat) 34,6 218,1 44,08
200x200 mm 40 372,2 50,94

2. Bagaimana bila jarak perangkat baja sistem penyangga diatas dirubah.

a. Bagaimana bila jarak blok / pasak dikurangi menjadi 60 cm


b. Bila dipasang penyangga yang menerus

4-1
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.1.2 Penyelesaian 1
Desain penyangga baja yang cocok

* Beban batuan cara Terzaghi


Beban batuan minimum Hp1 = 0,35 x D = 0,35 x 9,95 = 3,48
Beban batuan minimum Hp2 = 0,45 x D = 0,45 x 9,95 = 4,48
Jari-jari lobang galian batuan = 4,975
Jari-jari blocking / pasak (Rib luas) = 4,775
Jari-jari lobang terowongan selesai dilining = 4,375

* Beban batuan cara Protodyakonov


B
B 2 .B.h
h  Hp  3
h
2. f b
dimana : 
m
Hp = Beban batuan
h = Tinggi beban batuan
f = Faktor tegangan antara 3 dan 4 b

 = (sudut geser) = 400 Gambar 4.1 Beban Batuan


b = m = diameter lubang galian
b = 2 x 4,975 = 9,95
B = b + 2 (tg.400 x b)
B = 9,95 + 2 (0,726 x 9,95) = 9,95 + 14,458 = 24,408
B 24,408
f1 = 3  h1 = = = 4,068
2f 6
2 B.h 2 x 4,068 x 24,408 66,194
hp1 = 3
= 3
  6,653
b 9,95 9,95
B 24,408
f2 = 4  h2 = = = 3,051
2f 8
2 B.h 2 x 24,408 x3,051 49,646
hp2 = 3
= 3
  4,989
b 9,95 9,95

* Perhitungan untuk mendapatkan sudut  dan 


L 
Jarak block / pasak = l = 75 cm

d = Tebal beton lining = 40 cm
D = Diameter lubang = 8,75
8,75
R  0,40  4,775
2 Gambar 4.2 Jarak Blok (L) sudut  dan 

4-2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

0,75
 radial = 0,1570 radial
4,775
 = 90
Jumlah pasak untuk sudut 90 = 900 / 90 = 10
 = 900 – (10 x 90) = 00

* Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (Bm)


Wr = Berat jenis batuan = 2,65 ton/ m3
S = Jarak bingkai penyangga
H = Beban batuan
R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai As dari bingkai penyangga
 =  +   
Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga
Ambil baja I 150x150 mm (berat)
D  BajaI 
R  d  
2  2 

8,75  0,15 
R   0,40   = 4,735  0,40  0,075 = 4,700
2  2 

* Gaya Yang Bekerja Pada Pasak dekat puncak terowongan


W
Beban jarak batuan (W) :
W
W  Wr .S.H R sin   1 2 R sin     R sin   F

W 1
2 WR.S .H .RSin    Sin  400
Ft

W  WR.S .HR.Sin   2 . 2

Gaya Tangensial (T)


Gambar 4.3 Arah Beban
T ' cos  W sin   T cos. 2
T '  T cos 2 / cos  W sin  / cos

Beban Batuan Vertikal (W) :


W  WR.S.H R sin   1 2 R sin     R sin  
W  WR.S.H R sin   1 2 R sin     1 2 R sin  
W  WR.S.H 1 2 .R sin   1 2 R sin    
W 1
2 .WR.S.H R sin     R sin  
WRSHR 1 2 sin     sin  

4-3
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

W  WR..S.H .R sin    2 . cos  2

Hasil Penyelesaian Gaya Tangensial


W cos  T ' sin   T sin  2

T  2 sin  . cos  2 W sin 2  W cos 2 


=   T sin  2 
cos Cos cos

T (cos 2 sin   sin  2 cos ) W sin 2  W cos 2 


=  
cos Cos cos



T sin      W cos 2   sin 2   W 
 2
Tos(cos 2 sin   sin  2 . cos)  W .(sin ²  cos ² )

 
T sin      WR ..S .H .R cos  2
 2
T  WR.SHR cos 2
Tmak = 2,65 . S . H . 4,70 . cos 40 30’
Tmak = 12,455 . S . H . 0,9969
Tmak = 12,416 . SH

Momen Maksimum :
Mmak  0,86.T .h
h = kenaikan maksimum puncak antara titik pasak yang
berdekatan.
h = R (1 – cos 
h = 4,70 (1 – cos 40 30’) = 4,70 x 0,0038
h = 0,0145
Tmak = 12,416 S.H
Mmak = 0,86 x 12,416 . SH x 0,0145
Mmak = 0,155 SH

Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150 mm x 150 mm


Tegangan tekan yang diijinkan f = 1700 kg/cm 2 = 17 x 103 t/m2
-4
Luas penampang profil baja A = 44,08 cm2 = 44,08 x 10 m2
Modulus penampang Z = 218,1 cm3 = 218,1 x 10-6 m3

Rumus tegangan yang dijinkan :


T M
f  
A Z

4-4
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana : T = 12,416 S.H


M = 0,155 SH
12.416.SH 0.155.SH
17.10 3  4

44.08x10 218.1x10 6
12.416.SHx10 0.155.SH .10 3
17  
44.08 218.1
17  2.817.SH  0.74.SH
17  3.528.SH
17 4.818
S 
3.5284 H

Gambar 4.4 Detail Penyangga Baja

4-5
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.5 Detail Blok / Pasak

Jadi jarak antara penyangga (S) adalah :


Hasil dan Rumus Terzaghi
4.818
Hp = 3,48  S  1.384
3.48
4.818
Hp = 4,48  S  1.075
4.48
Hasil dan Rumus Protodyakonov
4.818
Hp = 3,10  S  1.554
3.10
4.818
Hp = 4,13  S  1.166
4.13

* Kesimpulan jarak antara penyangga ditetapkan 1,05 m

4-6
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.1.3 Penyelesaian 2. Le

a). Perhitungan Gaya Dorong

Perhitungan sudut dan 
D
R  d  4.375  0.40  4.775
2
l  0.60
Gambar 4.6 Jarak Blok (L) dan Sudut  dan 
0.60
  0.1256.Radial
4.775
  7 0121
90 0
Banyaknya pasak per 900 =  12.5 ~ 12
7.121
  90 0  (12 x7 0121 )  3.36
  3 0 361

Perhitungan Gaya Dorong (Tmax) dan Momen (BM)


WR = Berat Jenis Batuan 2,65

S = Jarak Bingkai Penyangga


H = Beban Batuan
d = Tebal beton lining = 0,40 m
D = diameter lubang terowongan selesai = 8,75 m
R = Jari-jari dari pusat lingkaran sampai as dari bingkai penyangga
      7 0121  30 361  10 0 481

Terowongan dilengkapi dengan bingkai penyangga baja I 150 x 150 mm

D  H Pr ofil 
R   d  
2  2 
8.75  0.15 
R   0.40    4.375  (0.40  0.075)  4.700
2  2 

* Gaya yang bekerja pada pusat terdekat terhadap puncak terowongan

Beban vertikal batuan


W  WR.S .H .R. sin    2 cos. 2
* Gaya Tangensial (T’)
T 1  T cos  2 / cos  W sin  / cos

4-7
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

* Gaya Radial (W.cos.


W cos  T ' sin   T sin  2 W

W
* Hasil Subtitusi dari ketiga rumus diatas didapat : F
T  WR.S.H .R. cos  2 Ft
400
Maksimum gaya dorong (Tmax)
Tmak  WR.S.H .R. cos 2
Tmak = 2,65 x S x H x 4,70 x cos.30.361
Gambar 4.7 Arah Beban
Tmak = 12,455. SH x 0,9980
Tmak = 12,43 . SH

Momen Maksimum (Mmak)


Mmak  0,86.Th
h = Kenaikan maksimum puncak antara titik pusat yang berdekatan
h  R1  cos. 2 
 
h  4.70. 1  cos 30 361  4.70 x0.002  0.0094
Tmak  12.43.SH
Mmak  0.86x12.43.SHx0.0094
Mmak  0.1004.SH

Dalam Hal Pemakaian Baja I Berat 150x150 mm


Tegangan Tekan Yang diijinkan f  1700 kg / cm 2  17 x10 3 ton / m 2

Luas penampang Profil Baja A  44.08cm 2  44.08x10 4 m 2


Modulus penampang Z  218.1cm 2  218.10 x10 6 m3

Rumus Tegangan yang diijinkan :


I M
f   Dimana : T = 12.43 . SH
A Z
M = 0.1004 . SH
12,43.SH 0,1004.SH
17.10 3  4

44,08 x10 218,10 x10 6

12,43.SH 0,1004.SHx10 3
17  
44,08 218,10
17  2,820.SH  0,4603.SH
17  3,2803.SH

4-8
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

17 5,182.
S 
3,2803.SH H

Jadi Jarak Antar Penyangga (S) adalah :

Hasil dari Rumus Terzaghi


5,182
Hp  3,48  S   1,489
3,48
5,182
Hp  4,48  S   1,157
4,48

Hasil Dari Rumus Protodyakonov


5,182
Hp  3,10  S   1,672
3,10
5,182
Hp  4,13  S   1,255
4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.15 m

b. Bila Penyangga Menerus Dipasang

 0
Tekanan Radial :
Tmak  WR.S.H .R. cos 2
dimana : WR = 2.65
R = 4.70
 0
Tmak =2.65 x SH x 4.70 x cos 00
Tmak = 12.455 . SH
Momen :
Mmak (BM) = 0.86 x Th
Dimana : h  R.(1  cos 2)
h  4,70.(1  cos 0 0 )  4,70.(1  1)  0
h  4.70
T  Tmak  12,455.SH
Mmak (BM) = 0,86 x 12,455 . SH x 0 = 0
Rumus Tegangan yang diijinkan dan baja
I M
f  
A Z

4-9
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tegangan Tekan Yang diijinkan f  1700 kg / cm 2  17 x10 3 ton / m 2

Luas penampang Profil Baja A  44.08cm 2  44.08x10 4 m 2


Modulus penampang Z  218.1cm 2  218.10 x10 6 m3
T = 12.43 . SH
M =0
12,445.SH 0
17.10 3  4

44,08 x10 218,10 x10 6
12,445.SHx10
17   2,8255.SH
44,08
17 6,566
S 
2,589.H H

Hasil dari Rumus Terzaghi


6,0166
Hp  3,48  S1   1,7289
3,48
3,48
Hp  4,48  S 2   1,3429
4,48

Hasil Dari Rumus Protodyakonov


6,0166
Hp  3,10  S1   1,9408
3,10
6,0166
Hp  4,13  S 2   1,456
4,13
* Kesimpulan Jarak Antar Penyangga Ditetapkan S = 1.30 m

4.2 Desain Sistem Penyangga Shotcrete

4.2.1 Soal
Tentukan :
Terowongan dibatuan lunak
Diameter selesai 10 m
Rata-rata tebal kelebihan galian 20 cm
Tegangan yang diijinkan dari shotcrete setelah 28 hari dilapangan = 300
kg/cm²
Tegangan geser yang diijinkan dari shotcrete 1/5 x tegangan kubus
Rasio Modulus Es/ Ec = 13
Berat jenis dari batuan = 2,3 ton/ m3 = W

4 - 10
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tinggi batuan diatas terowongan 400 m


Q = 300
r/ R =1/3
@ (shotcrete) = 300
Tekanan yang diijinkan pada angker 2500 kg/cm2
Tipe dari karakteristik batuan ditentukan dengan data percobaan geser
sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data Percobaan Geser Batuan

r t
Kg/cm2 Kg/cm2
0 3,2
1,3 6,7
4,9 14,10
7,0 17,50

pi minimum yang diperlukan dihitung dari rumus Fesmer – Talobre – Kastner


dengan menghilangkan C
Rencana pi diambil lebih besar dari 30%
Rencanakan :
1. Lining Shotcrete tanpa tulangan
2. Lining Shotcrete dengan luas tulangan untuk menahan geser 6 cm2/
meter panjang
3. Shotcrete dengan tulangan dengan sistem anchoring/ angker diameter
25 mm, angker (anchor) 1,30 m sebagian pada kedua arah dengan
panjang 3 m

4.2.2 Penyelesaian :

1. Mendesain lining shotcrete tanpa tulangan

a) Untuk menghitung besarnya b (tinggi kerucut geser)


b 2  r Cos
 30
r  D / 2  d  Overbreak
Over break = 0,20 m
Diperkirakan d = 0,30 m
D = 10

4 - 11
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

10
   0,30  0,20  5,50 m
2
b/2 = 5,50 Cos 30º = 5,50 x 0,8660 = 4,763 m
b = 2 x 4,763 = 9,526

0,20

b/2 R D/2 0,30


b/2

Gambar 4.8 Tebal beton dan Over break

b) Untuk mengitung besarnya Pi (Tekanan radial yang mendesak lining)


2 sin 

Pi  Po(1  sin  )( R)  1sin 

Po = W.H
W = Berat Jenis Batuan = 2,6 ton/m 3
H = Tinggi lapisan tanah = 400 m
P = 400 x 2,6 = 1040 ton/m 2
Q = 30º Sin 30º = 0.5
Untuk mengitung d (ketebalan dari Shotcrete)
 
  1
3
R

Pi  10401  sin 30 0 . 1 3 1sin 30  1040 0,5


2 sin 30
. 1 3 1  0 , 5
2 x 0,5

Pi = 590 x (1/3)2 = 520 x 1/9 = 57,78 ton/m 2 = 5,778 kg/cm 2


130
Pi  x 5,778  7,511. log/ cm 2
100

4 - 12
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H = 400 m
Po

B
Pi

Gambar 4.9 Beban Batuan

c. Untuk menghitung d (ketebalan dan shotcrete)


d .Te
Pi 
Sin  b / 2
Pi . b / 2  sin 
d
Tc
Tc = Tegangan geser yang diijinkan
Shotcrete = 1/5 x 300 kg/cm 2 = 60 kg/cm 2
  30 0  sin   0,5
b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm
Pi = 7,511 kg/Cm 2
7,511 476,3  0,5 1788,74
d   29,8 Cm  30 Cm
60 60
Perkiraan d = 30 Cm Cocok
2. Mendesain Lining Shotcrete dengan Tulangan
As. (k 1) Tc
Pi s 
b / 2 Sin 

Pi S  Beban radial yang dapat dipikul oleh besi pada beton bertulang
  30 
 Sin   0,5

Tc = Tegangan geser yang diijinkan Shotcrete = 1/5 x 300 = 60 Kg/cm 2


b/2 = 4,763 m = 476,3 Cm
(d = 30 Cm (perkiraan) ), D/2 = 5,00 m, Overbreak = 20 Cm
Es
K=  13
Ec

4 - 13
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

As = Luas penampang tulangan yang menahan geser = 6 cm 2/m ~ 0,06


cm 2
0,06 (13  1) 60 43,2
pi s    0,181 kg / cm 2
476,30 x 0,5 238,1

Pi  7,511 kg / cm 2
d . Tc
Pi c  = Beban radial yang dapat dipikul oleh beton pada
b / 2 Sin 
beton bertulang
Pi  Pi c  Pi s

d .Tc
7,511   0,181
b / 2 Sin
d .60
 7,330
476,3 x 0,5

7,330 x 238,1 1745,27


d   2908  29 Cm
60 60
Perkiraan d = 30 Cm > 29 Cm
Bila d = 29 Cm
10
 + 0,29 + 0,20 = 5,49 m
2
b/2 = 475,4 Cm
b = 950,8 Cm
0,06(13  1) 60 43,2
Pi s    0,182 kg / Cm 2
475,4 x 0,5 237,7

Pi  7,511 kg / Cm 2
d .Tc
Pi c 
b / 2 Cos 

Pi  Pc  Pi s
d .60
7,511   0,182
475,4 x 0,5

7,329 x 237,7 17421,0


d   29,03  29 Cm
60 60
d perkiraan 29 = 29 cm. Cocok

4 - 14
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3. Merencana Chotcrete dengan Tulangan Dengan Sistim Angker


(Anchoring)
a. Menghitung T  pi c  pi s  pi A  Pi

pi c  Beban yang dapat dipikul oleh beton

pi s  Beban yang dapat dipikul oleh baja

pi A  Beban yang dapat dipikul oleh ang ker


pi  Tekanan radial yang mendesak terowongan
Diperkirakan d (Tabel Shotcrete) = 25 Cm
d .t c
Pi c 
b / 2 Sin
keterangan :
Pi c  beban yang dapat dipikul oleh beton
d  25 Cm
Tc  60 kg / Cm 2
  30  Sin   0,5
10 0,25
r   5,125
2 2
  30 
Cos  = 0,866
b/2 =  Cos   5,45x 0,866  4,438

25 x 60 1500
Pi c    6,759
443,8 x 0,5 221,9
As (k  1)Tc
Pi s 
b / 2 Sin 
Keterangan :
Pi s  beban yang dapat diperberat p oleh baja
  30  Sin  0,5
b/2 = 4,438
Tc = 60 kg/Cm 2
K = Es/Ec = 13
As = 0,06 Cm 2 / Cm

4 - 15
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

0,06 x (13  1) x 60 43,2


Pi s    0,195 kg / cm 2
4,438 x 0,5 221,9

A Fs
Pi A 
C .t
keterangan :
Pi A  Beban yang dapat dipikul oleh ang ker
A = Luas penampang batang angker  1/ 4 d
d = 25 mm = 2,5 cm
Fs = Tegangan yang diizinkan angker = 2500 Kg/Cm 2
t = c = 1,3 m = 130 Cm
4,912 x 2500 12280
Pi A    0,726 kg / cm 2
130 x 130 16900

T  pi c  pi s  pi A  6,759  0,195  0,726  7,680 Kg / Cm 2  7,511


Dari Amplop Mohr (Mohr’s Envelope) dan gambar angker diatasnya akan
mendapatkan :
1.   7,680 kg/cm2
2. t 18,5 kg/cm2

3. n  11,9 kg/cm2

4.   5,3 kg/cm2

t  n 18,5  11,9 6,6


5. Tg  1     0,859
 7,680 7,68
6.  1  40,6 0  4 0 361

7.   D 2  d 2  5,00  0,125  5,125 m

8. cos . 1  b/2
  b 2   . cos . 1  5,125 x 0,759  3,89 m

9. Tg.S 0  0,50  S 0  26 0 361  26,6 0

26,6
10. S  xx2.b  0,0739 x 227 x7,78  1,805
360
11. Tg.  0,30    16 0 421

12. Tg.a 0  0,50  a 0  26 0 361  26,6 0

13. a  26 , 6
360 x  x 10  0,0739 x 227 x 10  2,32

14. Tg.  1,32    52 0 501

4 - 16
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.10 Stabilishing Effect Of Anchoring and Shotcreting

4 - 17
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.3 Desain Linning Terowongan


4.3.1 Soal
A. Tentukan lining beton tanpa tulangan dengan aliran bebas mempunyai
tebal beton = d = 20 cm tipe beton K-250
Injeksi semen untuk mengisi rongga dan pembuatan lobang drainasi
pada bagian lengkungan diatas muka air maksimum yang telah
ditentukan.
Lining telah dikerjakan dengan cukup baik, setelah penggalian untuk
sebagian besar beban diambil oleh sistem penyangga.
Walaupun begitu beberapa tambahan tegangan batuan seperti timbul
setelah ketentuan lining
Selesaikan latihan untuk keadaan berikut (mampu menyiapkan
penyangga dan tambahan lining)
1. Terowongan bulat dengan diameter selesai 9 meter K = 1
(hidrostatis) dan K 0,9
2. Terowongan tapal kuda standar mempunyai jari-jari selesai untuk
setengah bagian atas = 4,50 meter K = 1 (hidrostatis) dan K = 0,9
Harga berikut mungkin dibolehkan untuk beton M-250 @ = 300
Tegangan tekan yang diijinkan = 60 kg/ cm2
Tegangan geser yang diijinkan = 8 kg/ cm2

B. Desain lining beton (tanpa tulangan dan dengan tulangan) untuk


terowongan bulat bertekanan mempunyai gambaran sebagai berikut :
1. Tipe batuan Slates, Limestone, Sandstone dan Claystone dari
kualitas cukup / sedang
Penyangga terowongan dewngan perangkat baja, mor dan baut dan
baeton semprot sesuai kebutuhan lining dikerjakan setelah lebih dari
6 bulan digali / penggalian.
Selimut batuan cukup, waktu perubahan bentuk batuan yang
dicantumkan dalam grafik lengkung tidak ada tambahan beban
bantuan seperti timbul setelah 6 bulan.
2. Diameter terowongan selesai 9 meter
3. Tekanan air keluar diambil sama dengan tekanan air kedalam pada
keadaan operasi normal
4. Tinggi tekanan air kedalam
Saat operasi normal = 50 m
Saat diam yang ekstrim = 70 m

4 - 18
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

5. Tekanan injeksi = dua kali tekanan air normal kedalam


6. Angka poison batuan = 6
Modulus perubahan bentuk batuan (setelah injeksi) = 0,9 x 105 kg/
cm2
7. Beton
Tingkat beton (ISS) K-250
Rasio Poison Beton 0,20
Modulus Elastis Beton 2,25x105 kg/cm2
Tegangan tarik yang diijinkan beton 18 kg/cm2
Tegangan geser yang diijinkan
Tekanan air keluar 18 kg/cm2
Tekanan Injeksi 175 kg/ cm2
8. Baja
Tegangan yang diijinkan 2110 kg/ cm2
Modulus elastis baja 21,0x105 kg/cm2
Angka poison baja 3,33
Tekanan yang diijinkan
Operasi Normal 60% tegangan yang diijinkan
Ekstrim diam 80% tegangan yang diijinkan

4.3.2 Penyelesaian :
A. 1. Terowongan Bulat (Tanpa tulangan) Aliran Bebas

c.(b 2  a 2 )
k 1 P 
2b 2
Dimana : P  Tambahan tegangan tekan
D9m
d = 20 cm

b  D  d  9  0,20  4.70 m
2 2

a  D  9  4,50 m
2 2
 c  60 kg / cm 2

p

60 4.70 2  4.5 2


6022.09  20.55
2
2 x 4.7 2 x 22.09

110.40
p  2.499  2.50 kg / cm 2
44.18

4 - 19
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

d e
k  0,9  p 
2 sin 
b

Dimana : P  Tambahan tegangan geser


 c  8 kg / cm 2
  30 0  sin   0,50
cos  0,866
  D 2  4,5 m
b   . cos  4,5 x 0,8211 ~ 0,82 kg / cm 2
2
d = 20
0,20 x 8 1,60
p   0,8211 ~ 082 kg / cm 2
3,897 x 0,50 1.9485

A.2. Terowongan Tapal Kuda Standar (Tanpa tulangan) Aliran Bebas

c.(b 2  a 2 )
k 1 P 
2b 2
Dimana : P  Tambahan tegangan tekan
D9m
d = 20 cm
  D 2  4,5 m
a  1,15  1.15 x 4.50  5,175 m
b  a  d  5.175  0.20  5.375 m
 c  60 kg / cm 2

p

60 5.375 2  5.175 2


60 28.891  26.781
2
2 x 5.37 2 x 28.891
126.60
p  2.191 kg / cm 2
57.732
d e
k  0,9  p 
2 sin 
b

Dimana : P  Tambahan tegangan geser


 c  8 kg / cm 2

  30 0  sin   0,50
cos  0,866

4 - 20
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

a = 5,175
b  a cos  5,175 x 0,866  4,4815 kg / cm 2
2
0,20 x 8 1,60
p   0,714 kg / cm 2
4,4815 x 0,50 2.2407

Gambar 4.11 Terowongan Bulat dan Tapal Kuda

4 - 21
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

B. 1. Perhitungan Beton Tanpa Tulangan (Terowongan Bulat Bertekanan)

mr
E
P  t mr  1 x
  
b 2  a 2  b 2  a 2 / mc 
mc 2 2.b 2
Ec 2
mc  1
dimana : mr = 6
mc = 5
Er = 0.9 x 105 kg/cm 2
Ec = 2.25 x 105 kg/cm 2
D = 9.00 m
a = D/2 = 4.50 m
 t  18 kg / cm 2
6
Pr  18
0.9 x10 5 2 2
 2 2
 
6  1 x b  4.5  b  4.5 / 5 
25 2.b 2
2.25 x10 5
25  1

Pr  18
  
0.7713 x10 5 5. b 2  20.25  b 2  20.25
x

2.3435 x10 5 10.b 2
6.b 2  81
Pr  5.9239 x
10.b 2
35.5434.b 2  479.8359
Pr 
10.b 2
 t (b 2  a 2 )
Pc 
(b 2  a 2 )
dimana :  t  18 kg / cm 2

a  D  4,50 m
2
18 (b 2  4,50 2 ) 18.b 2  364.5
Pc   2
(b 2  4,50 2 ) b  20,25

10 3
P  70 metres  70 ton / m  70 x 4 kg / cm 2  7 kg / cm 2
2

10
Pc  P  Pr
18.b 2  364.5 35.5434.b 2  479.8359
7
b 2  20.25 10.b 2

4 - 22
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

18.b 2  364.5  7.b 2  141.75 


35.5434.b 2

 479.8359 b 2  20.25 
10.b 2
180.b 4  3645.b 2  70.b 4  1417,56 2  35,5434.b 4  719.75386.b 2  479.8359.b 2  9716.670

145.5434.b 4  3862.9103.b 2  9716.6769  0


b 4  26.54.b 2  66.76  0
Anggapan Bahwa :
 = b2
 - 26.54 + 66.76 = 0

26.54  704.3716  267.04


 12 
2

26.54  437.3316 26,54  20.92


 12  
2 2
1  23.73  2  2.81
b  1  23.73  4.87
Jadi tebal beton tanpa tulangan
d = 4.87 – 4.50 = 0.37 m
d ~ 0.40 m = 40 cm
Kontrol untuk :
1. tekanan air  c  80 kg / cm 2
2. tekanan injeksi  c  175 kg / cm 2
 t (b 2  a 2 )
Pw 
2.b 2
dimana :  c  80 kg / cm 2

a  D  4,50 m
2

b  D  0,40  4,50  0,40  4.90 m


2
80 (4.90 2  4.50 2 ) 80(24.01  20.25)
Pw  
2 x 4.90 2 48.02
80 (3.76)
Pw   6.264 kg / cm 2
48.02
 t (b 2  a 2 )
Pq 
2.b 2

4 - 23
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana :  c  175 kg / cm 2
a  4,50 m
b  4,90 m
175 (4.90 2  4.50 2 ) 175 (24.01  20.25)
Pq  
2 x 4.90 2 48.02
175 (3.76)
Pq  2
 13.703 kg / cm 2
48.02

35.5434.b 2  479.8359
Pr 
10.b 2
b  4,90 m
b 2  24,01 m 2
35.5x24.01  479.8 725.2  479.8
Pr  
240.1 240.1
Pr  5.02 kg / cm 2
18.b²  364.5
Pc 
b 2  20.25
18x24.01  364.5 67.68
Pc    1.5291 kg / cm²
24.01  20.25 44.26
P  70meter  7 kg / cm 2
Pw  P  Pr Pc
6.264  7  5.02  1.53  13.55
Pq  Pw  Pr  Pc
13.703  6.264  5.02  1.53
7.439  6.55

B. 2. Perhitungan Beton Dengan Tulangan (Terowongan Bulat Bertekanan).

I t b 2  a 2 m  1
 x 
Ast at b 2  a 2 b  a
Dimana ditaksir : d = 30 cm
a = D/2 = 4.50 m
b = d/2 + d = 4.50 + 0.30 = 4.80 m
m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38
st = 2110 kg/cm²  60 %
t = 18 kg/cm²

4 - 24
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1 0.6 x 2110 4.8 2  4.5 2 9.38  1


 x 
Ast 4.58 x18 4.8 2  4.5 2 4.8  4.5
1 1266 23.04  20.25 8.38
 x 
Ast 81 23.04  20.25 0.3
1 43.29
 25.6296 x  27.933
Ast 2.79
1
 242.5108  27.9333  214.5775
Ast
1
Ast   0.00466m 2 / m  0.466 cm 2 / cm
214.58

 t '   t.
b  a   (m  1. Ast )
(b  a)
a = D/2 = 4.50 m
b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m
m = Es / Ec = (21.1x105)/(2.25x105) = 9.38
t = 18 kg/cm²
Ast = 0.500 cm/cm² = 0.005 m²/ m

t '  18
4.80  4.50  (9.38  1).005
4.80  4.50
0.30  8.38 x0.005 0.30  0.0417
t '  18 
0.30 0.30
t '  18 x1.139  20.502 kg / cm²
Ast.st
Pc 
a
0.50 x2110
Pc   2.344 kg / cm²
450

mr
Pr  t ' m
Er
 1 x
 
b 2  a 2  (b 2  a 2 ) / mc
mc 2 2.b 2
Ec 2
mc  1
dimana : mr² = 6
mr =5
Er = 0.9 x 105 kg/ cm²
Ec = 2.25 x 105 kg/cm2
a = 4.50 m

4 - 25
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

b = 4.50 + 0.30 = 4.80 m


t = 20.502 kg/cm²
6
Pr  20.502
0.9  10 5
 2 2
 
6  1 x 4.80  4.50  4.80  4.50 / 5
2 2

25 2 x 4.80 2
2.25 x10 5
25  1
0.7713 x10 5 23.04  20.25  23.04  20.25 / 5
Pr  20.502 x
2.3436 x10 5 2 x 23.04
2.79
43.29 
Pr  6.7473 x 5
46.08
Pr = 6,7473 x 0,9515 = 6,42 kg/cm²
Internal water-water pressure head in normal condition

10 3
P = 50 meter = 50 ton/ m² = 50 4
kg / cm 2  5 kg / cm ²
10
P  Pr  60%.Pc
5  6.42  60% x 2.344
5  6.42  1.406
5  7.826

4 - 26
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.12 Terowongan Beton dan Beton Bertulang

4 - 27
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.4 Desain Penutup Terowongan (Plug)

4.4.1 Soal
Terowongan Pengelak Bulat
Diameter selesai = 8 m
Tebal lining inti = 30 cm
Tinggi tekan rencana = 100 m
Tegangan yang bekerja
Geser Tekan
(kg/cm2) (kg/cm2)
Batuan 1,40 10
Beton 1,60 20

Hitung panjang tembok penyumbat. Banyaknya knci dan dalamnya kunci


Gambarkan sket tembok penyumbat terowongan yang diperlukan

4.4.2 Penyelesaian
Gambar ukuran plug (tembok penyumbat).

Gambar 4.13 Detail Plug

D = diameter terowongan selesai = 8 m = 800 cm


t = tebal lining inti = 30 cm
Ditaksir : d1 = dalamnya kunci ke batuan = 40 cm
D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm
Ditaksir : d2 = dalamnya kunci ke batuan = 10 cm
D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm
D1 = D + 2t = 800 + 60 =860 cm

4 - 28
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

1. Panjang Plug (Dinding Penyumbat)

a. Gaya yang bekerja pada plug


 .D3 2
F xWxh
4
dimana : D3 = 900 cm
W = Berat jenis air = 1 ton/ m3 = 10-3 kg/cm3
h = Tinggi tekan / energi = 100 m = 104 cm

 .900 2 254,34 x10 4


F x10 3 x10 4  x10
4 4
F  63,585 x10 5 kg ~ 6358500 kg

b. Gaya geser yang dapat ditahan


(antara batuan dan beton)
F ' D3.L.r
dimana :
D3 = 900 cm
L = Panjang plug
r = tegangan geser yang diijinkan = 1.4 kg/ cm2
F '   .900.L.1.4
F ' 3956,4 xL 
c. Panjang plug = L
Gaya geser yang dapat ditahan = Gaya yang bekerja pada plug
F’ = F
3956,4 . L = 6358500
L = 1607,14 cm ~ 16.10 m

d. Kontrol keamanan beton


(antara beton lama dan beton baru)
Gaya geser yang bekerja < gaya geser yang dapat ditahan
 .D 2 2
xWxh   .D 2.L.c
4
dimana :
D2 = 810 cm
W = 10-3 kg/cm3
h = 104 cm
L = 1610 cm

4 - 29
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

c = Tegangan geser beton yang diijinkan = 1.60 kg/cm2

 x 810 2
x 10 3 x 10 4   x 810 x 1610 x 1.60
4
20601.54 x10 2
x10  6551798.40
4
5150.38x103  6551798.40
5.15 x 10 6  6.55 x 10 6
5.15  6.55  Aman

2. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Batuan


 x D32
a. Tekanan Plug = F xW x h
4
dimana :
W = 10-3 kg/cm²
h = 104 cm
ditaksir d1 = dalamnya kunci pada batuan = 40 cm
D3 = D + 2t + d1 = 800 + 60 + 40 = 900 cm
 x 900 2
F x 10 3 x 10 4  6358500 kg
4
b. Tekanan Perlawanan (pada pertemuan antara batuan dan beton)
= F   x D3 x d1 x n x  r
dimana : D3 = 900 mm
d1 = Lebar kunci batuan = 40 cm
n = Jumlah kunci batuan
r = Tegangan stress batuan = 10 kg/ cm²
F   x 900 x 400 x n x10
F  1130400.n
c. Jumlah Kunci Pada Batuan = n
Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
1130400 .n  6358500
n  5.62 ~ 6

3. Jumlah dan Dalamnya Kunci Pada Beton


 x D2 2
a. Tekanan Plug F xW x h
4

4 - 30
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana :
W = 10-3 kg/cm²
h = 104 cm
ditaksir d1 = dalamnya kunci pada beton = 10 cm
D2 = D + d2 = 800 + 10 = 810 cm
 x 810 2
F x 10 3 x 10 4  5150380 kg
4
b. Tekanan Perlawanan
= F   x D2 x d 2 x n x  c
dimana : D2 = 810 cm
d2 = 10 cm
n = Jumlah kunci batuan
c = Tegangan stress beton = 20 kg/ cm²
F   x 810 x10 x n x 20
F  508680.n
c. Jumlah Kunci Pada Beton = n
Tekanan perlawanan = Tekanan Plug
508680 . n  5150380
n  10.12
n  11
L 16.10
  1.46 m
11 11

4 - 31
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gambar 4.14 Potongan Plug

4 - 32
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.5 Stabilitas Lereng Tanggul


Untuk menentukan lereng tanggul keseimbangan massa tanah yang cenderung slip
harus diselidiki. Dengan melakukan beberapa kali penyelidikan pada permukaan
yang rawan slip, permukaan tersebut akan ditemukan, yakni permukaan yang harga
faktor keamanannya minimum.
Dalam metode Bishop, irisan tebal satuan, yakni volume yang cenderung slip,
dibagi-bagi menjadi irisan-irisan vertikal (lihat gambar 4.11.)

Gambar 4.15 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas lereng

Masing-masing irisan pada gambar 4.15 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah
seimbang terhadap bekerjanya kelima gaya yang ditunjukkan pada gambar 4.15.

Gaya-gaya yang dimaksud ialah ;


a. Berat irisan, W =  h l cos ;
dimana;
W = berat irisan, kN
 = berat volume tanah kN/m 3
h = tinggi irisan, m
l = Lebar irisan, m (l = b/cos  = b sec )
 = sudut antara permukaan horisontal dan permukaan slip.
b. Reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antara butir N’
ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori.
c. Gaya tangen T akibat perlawanan kohesif dan gesekan yang terjadi pada
permukaan slip.
c ' l  N' tan 
T
F

4 - 33
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana ;

c’ = tegangan kohesif efektif kN/m 2


l = lebar irisan, m
N’ = tegangan normal efektif pada muka slip, kN/m 2
F = faktor keamanan
’ = Sudut efektif gesekan dalam

d. dan e. Reaksi-reaksi antar irisan En dan En+1

Dalam metode Bishopl, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagai horizontal


dan konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan
lebih dari satu persen.
Untuk sembaran irigasi, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal ;
W = N cos  + T sin 
dan
T = s /F
dimana ;

S = tegangan geser, kN/m 2


l = lebar irisan, m
F = faktor keamanan

Tekanan normal pada muka irisan adalah ;


N W s tan 
  
 b F
ini mengacu kepada persamaan berikut ;

cb  W tan  sec    X



1
F
R W sin  1  tan  tan  / F R W sin 

Persamaan ini harus dikerjakan untuk F dengan beberapa perkiraan berturut-


turut. Hasil perhitungan ini akan paling efektif jika dicantumkan dalam bentuk
tabel (lihat tabel 4.3)

4 - 34
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Contoh ;
Diketahui ; Tinggi tanggul 6.0 m dengan kemiringan 1:1.5 (gambar 4.16), terdiri
dari dua lapisan dengan karakteristik tanah yang berbeda.

Hitunglah ; Faktor keamanan untuk lingkaran slip dengan jari-jari R = 12,00 pada
titik O.
Jawab ;
♦ Ambil =10° untuk irisan n. 6 dan 20° untuk yang lain
♦ Andaikan F = 2.00
♦ Hitung W sind dan X dengan tabel 4.3
♦ Hitung F = X/W sin 

Gambar 4.16 Tanggul tanpa air tanah (tekanan pori = 0)

Tabel 4.3 Metode Bishop-tabel perhitungan (Capper, 1976)

(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)


Irisan Sin  Tinggi Berat W c.b + W tan 1  (tan . tan ) / F f
sec . x
No. (m) (kN) Sin.  g
(kN) (kN) (kN)
1 -0.075 0.80 33.1 -2.5 75.8 0.984 77.0
2 0.108 2.20 91 9.9 96.9 1.104 95.6
3 0.296 3.20 138.5 41.0 117.1 1.009 116.1
4 0.488 3.80 164.5 80.2 126.6 0.873 145.0
5 0.650 3.30 99.3 64.5 82.5 0.878 94.0
6 0.792 1.25 38.8 30.7 28.4 0.680 41.8
1 kN = 97,59 kg  W Sin   X = 569.5

4 - 35
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

X 569.5
F   2.54
W sin  223.8
Ulangi lagi perhitungan tersebut untuk lingkaran-lingkaran slip yang lain (selain titik
O) sampai diperoleh harga F terkecil. Inilah lingkaran slip kritis.

4.6 Pengenalan Hidromekanikal (Perencanaan Alat-alat Pengangkat Pintu)

4.6.1. Pendahuluan
Lampiran ini memberikan petunjuk perencanaan dan perhitungan pekerjaan
transmisi yang dikerjakan dengan tangan untuk pintu sorong. Pekerjaan transmisi
itu bisa berupa satu atau dua stang.

Dasar perhitungannya adalah bahwa gaya dorong sama dengan gaya angkat
ditambah dengan gaya geser di dalam komponen pekerjaan transmisi.

Gaya angkat adalah jumlah :


 berat pintu (beban mati)
 gaya air yang mengalir tegak lurus pada pintu, dan
 gaya geser di dalam alur pengarah (beban statis).
Untuk mendapatkan perhitungan kekuatan yang maksimal, pemblokiran gerak
pintu selama terjadi gaya dorong penuh akan dianggap sebagai kondisi ekstrem.
Hal ini bisa terjadi:
1. Di bawah kondisi normal, pada waktu pintu ditutup rapat sama sekali. harus
disediakan longgaran agar supaya gaya-gaya yang ada pada stang tidak
melebihi harga-harga kekuatan nominal.
2. Di bawah kondisi luar biasa:
a. dengan menarik ke luar bagian persegi pintu, gaya-gaya geser di dalam
alur pengarah bisa ditambah sampai ketinggian tertentu sehingga pintu
akan terblokir.
b. adanya batu-batu, kayu atau benda-benda hanyut lainnya yang tersangkut
dibawah pintu;
c. korosi, tumbuhan atau pelumpuran yang berlebihan.

4.6.2 Perhitungan Pekerjaan Stang dan Transmisi


A. Tegangan Yang Dizinkan
Dalam penghitungan pekerjaan transmisi dan stang, kondisi-kondisi berikut
harus dipertimbangkan:
1. Kondisi normal (tidak terblokir)
 harus dipakai tegangan yang diizinkan,

4 - 36
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

 persyaratan mengenai kekuatan berkenaan dengan pelenturan dan


sudut geser oleh puntiran persatuan panjang harus dipenuhi
2. Kondisi luar biasa
 tegangan luluh (yield stress) bisa dipakai.

B. Beban Maksimum
Untuk pintu yang dioperasikan dengan tenaga manusia, harus dipakai faktor
keamanan 2 pada beban maksimum yang mungkin oleh satu orang. Satu
orang dapat menggerakkan gaya/ tenaga 400 N selama waktu yang singkat.
Ini berarti bahwa beban maksimum untuk perhitungan ini adalah 2 X 400 N =
800 N. Beban yang dapat ditahan oleh seseorang dalam waktu yang lama, 30
menit atau lebih adalah 100 N. nilai banding antara beban maksimum yang
mungkin dan beban minimal adalah 800 : 100 = 8

Diandaikan bahwa sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat berputar
sebanyak 15-20 kali putaran per menit. Jumlah putaran untuk roda tangan
dengan as tegak atau datar sama saja.

Seandainya ada dua orang atau lebih yang akan mengoperasikan pekerjaan
transmisi itu, maka harga-harga beban yang telah disebutkan diatas menjadi
1.6 kali harga-harga untuk satu orang.

Apabila satu pintu mempunyai dua stang, maka masing-masing stang harus
dihitung sedemikian sehingga bisa mengambil 2/3 dari beban maksimum yang
mungkin, termasuk faktor keamanan yang telah disebutkan di atas.

C. Koefisien Gesekan
Perbandingan antara tinggi dan lebar pintu harus lebih kecil dari koefisien
gesekan f antara sisi samping pintu akibat ditarik-keluarnya bagian segi empat
(square). Apabila perbandingan h/b lebih kecil dari pada f, maka diperlukan
dua stang.
Harga-harga koefisien gesekan f disajikan pada tabel berikut

4 - 37
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.4 Harga-harga koefisien gesekan f

Koefisien gesekan f
Bergerak Tak bergerak
Bahan yang dipakai
Sedikit Sedikit
kering basah kering basah
dilumasi dilumasi
Besi tuang pada besi tuang 0.5 0.3 0.15 - - 0.2
Besi tuang pada baja 0.2 - - 0.25 - -
Besi tuang pada perunggu 0.2 - - - - -
Baja pada baja 0.15 - 0.1 0.2 - 0.15
Baja pada perunggu 0.11 - 0.1 0.13 - -
Perunggu pada perunggu 0.2 - 0.1 - - 0.12
Kayu pada logam 0.5 0.3 0.2 0.7 0.6 -
Kayu pada kayu 0.4 - 0.1 0.5 - 0.2
Baja pada batu - - - 0.5 - -
Kayu pada batu - - - 0.6 - -

Dengan mempertimbangkan pemeliharan yang jelek, kotoran , korosi dan


sebagainya, maka dianjurkan untuk menambah koefisien gesekan untuk
berbagai komponen pekerjaan transmisi dengan 40 – 50 % dan untuk
pengarah dengan 100%. Maksudnya, koefisen gesekan yang dianjurkan untuk
gerakan baja pada perunggu adalah 0,15 bukannya 0.11 untuk perhitungan
stang dan gir.
Alur pengarah f=0.3 untuk baja pada perunggu, bukannya 0.13 (tak bergerak).
D. Perhitungan Untuk Stang
Perhitungan pekerjaan transmisi dimulai dengan :
1. Menemukan beban tarik T pada stang.
a). untuk kondisi normal, gaya tarik nominal T adalah :
T = (G + W)

b). untuk kondisi tidak normal, gaya maksimum T maks adalah :


T maks = n.T = n(G + W)

dimana:
G = berat total pintu termasuk stangnya (berat mati)
W = beban gesekan vertikal di dalam alur
W = fH
f = koefisien gesekan

4 - 38
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

H = beban gesekan maksimum pada pintu


n = faktor beban (= 8, perbandingan antara beban maksimum dan
nominal )

Untuk dua stang, gaya tarik maksimum pada masing-masing adalah 2/3
dari nominal maupun dari vertikal maksimum.

2. Gaya tekan as pada stang:


a). untuk kondisi normal, gaya tekan nominal P adalah :
P = (W-G)

b). untuk kondisi tidak normal gaya tekan maksimum Pmaks adalah :
tan maks   
Pmaks  n.(G  W ).
tan min   

3. Puntiran pada stang:


Mw = (G+W).tan (max + ).rg
dimana:
Mw = puntiran, Nm
d = diameter bagian luar stang, m
dk = (d - 2t) diameter bagian tengah stang, m
rg = jari-jari rata-rata stang, rg 1/4(d + dk ), m
s = ulir
s
 = sudut ulir (tan  = )
dk

 = sudut gesekan
maks = sudut gesekan (gerak) maksimum yang mungkin
min = sudut gesekan minimum (diberi pelumas)

Gambar 4.17 Tipe ulir

4 - 39
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4. Penentuan puntiran maksimum pada stang untuk kondisi tidak normal :


Mw = n.(G+W).tan ( max + ).rg

5. Diameter minimum teras stang yang diperlukan ditentukan dengan


memperhitungkan tekukan stang untuk gaya tekan maksimum dan puntiran
maksimum. Tegangan nominal untuk tegangan dan tekanan, tegangan
maksimum dan sudut maksimum karena perubahan bentuk diperiksa
dengan mengunakan diameter teras yang sudah dihitung.

Untuk tekukan, ada tiga kondisi yang harus dipertimbangkan:


a. Tekanan:
 2E.I
Pk  2
: kondisi Pk ≥ P maks
lk

b. Puntiran
2..EI
Mk  : kondisi Mk ≥ Mw maks
lk
c. Kombinasi tekanan dan puntiran; penekukan puntiran :
 M 2

w maks 
 Pk 1    
*
Pk
  Mk  
 
1/ 2
 P 
 Mk 1  maks 
*
Mk
 Mk 

dimana:
Pmaks = gaya desak maksimim pada stang, N
Mw maks = puntiran maksimum pada stang,Nm
lk = panjang tekukan, m
E = modulus elastisitas, N/m 2
I = 1/64  d4 (momon lembam), m 4
dk = diameter teras stang, m

E. Perencanaan Pekerjaan Transmisi


a. Satu stang.
Apabila digunakan satu stang, sebagaimana umumnya dipraktekkan untuk
pintu-pintu yang lebih kecil dari 1.00 sampai 1.20 m, maka pekerjaan
transmisi dapat direncana sebagai berikut :

4 - 40
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gerak putar mur menyebabkan pintu bergerak vertikal. Untuk mengangkat


pintu, momen-momen berikut harus dipecahkan:
 momen nominal untukmengangkat pintu:
M1 = (G+W) tan ( max + ).rg

 momen gesekan antara mur dan dudukan :


Mw = (G+W).tan  2 *rn

dimana:
tan 2 = koefisien gesekan antara mur dan dudukan
rn = jarak antara as stang dan bagian tengah dudukan.

Momen-momen ini harus dipecahkan dengan momen yang digunakan oleh


operator pintu :
M=PxR

dimana:
R = jari-jari roda tangan (m)
P = gaya yang digunakan oleh operator pintu (Newton)
Karena M = M1 + M2, maka gaya P dapat dihitung jika ukuran-ukuran
pekerjaan transmisi sudah diketahui.
b. Dua stang
Momen nominal masing-masing stang untuk mengangkat pintu adalah :
M1 = 1/2(G+W) tan (max + ).rg
Momen gesekan bergantung pada :
 Gaya tarik nominal
 Koefisien gesekan
 Jarak dari beban gesek ke as stang.

Momen gesekan antara mur dan dudukan setiap stang adalah:


Mw = ½.(G+W).tan 2 *rn

Jumlah momen untuk gerak ulir adalah Ms = M1+M2


Momen dorong adalah :
M = 2 x 0.9 x 0.9(x0.8) x R x P

4 - 41
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dimana :
P = gaya maksimum 1 orang N
R = jari-jari roda tangan dari roda kapstan m
0,9 = efisensi akibat kehilangan pada setiap transmisi
0.8 = pengurangan jika roda dioperasikan oleh 2 orang

Momen untuk gerak ulir sama dengan momen dorong kali nilai banding gir.
Nilai banding i, adalah perbandingan antara r.p.m. atau antara diameter
roda gigi. Untuk pintu-pintu yang dioperasikan dengan tangan, nilai
banding gir harus lebih kecil dari 6 atau 7.
n1 D1
i   6 sampai 7
n2 D2
Jika digunakan lebih banyak lagi roda transmisi jumlah nilai banding gir
menjadi :
i = i1+ i2

Nilai banding gir itu didapat dari :


jumlah momen ulir 2 x M s
i 
kopel dorong M

Gambar 4.18 Gir pada pengangkat pintu

c. Waktu Pengangkatan
Setelah pekerjaan transmisi selesai direncana, waktu pengangkatan pintu
bisa dihitung. Pada waktu pintu diangkat h dan puncak stang s, ulir
membuat putaran h/s. Jumlah putaran roda tangan tergantung pada nilai
banding gir i dan jumlahnya i x h/s.
Sebuah roda tangan dengan jari-jari 0.30 m dapat membuat 15 – 20 kali
putaran per menit yang memberikan kecepatan putaran 0.63 m/dt. Satu
2.R
putaran roda tangan memerlukan  3 .0 s
0.63

4 - 42
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

dan jumlah putaran per menit mencapai sekitar 20


Waktu angkat maksimum:
ixh
t
20 x s

4.6.3 Contoh Perhitungan


Berikut contoh perhitungan dimensi pekerjaan transmisi pintu sorong dengan lebar
1.80 dan tinggi 1.50 m. Tinggi maksimum muka air yang mungkin di atas dasar
saluran peralihan adalah 1.80 m

A. Perhitungan berat mati dan beban statis


Beban yang harus diperhitungkan adalah:
G = berat mati pintu
H = beban horisontal maksimum pada pintu
W = gaya gesek antara pintu dan alur-alur pengarah
T = gaya tarik pada stang
P = gaya tekan pada stang

Gambar 4.19 Pintu sorong

4 - 43
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gaya-gaya maksimum dibawah kondisi tidak normal adalah 8 kali harga gaya-
gaya dibawah kondisi normal.
Andaikan ada dua stang Bj 50 (kualitas baja berdasarkan PPBBI 1984) dan
mur perunggu, koefisien gesekan maksimum pada bagian pekerjaan transmisi
ini ialah :
fmaks = tan maks = 0.14 (maks = 8)

dan koefisien gesekan minimum :


fmin = tan min = 0.09 (min = 5)

Andaikan diameter stang 52 mm dan ulir 8 mm,


r = s/2 = 4 mm  dk = d - 2t = 52 - 8 = 44 mm
rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4 (52 + 44) = 24 mm
hilir 8
tan  =   0.053 dan   3.0
2 .rg 2x 24

Andaikan bahwa koefisien gesekan gesekan f antara pintu dan alur pengarah
adalah 0.40.

Berat total pintu, termasuk stangnya adalah :

1. Pelat 1,86*1,50*0,012*7,8*104 2.610 N


2. Baja alur 2*10,60*1,65*10 350 N
3. Baja alur 1*10,60*1,80*10 190 N
4. Baja siku 2*8,62*1,30*10 220 N
5. Baja siku 1*13,4*1,80*10 240 N
6. Stang 2*2,70*1/4*0,052*7,8*104 830 N
G = 4,400 N

Beban horisontal maksimum akibat tekanan air pada pintu :


1.80  0.30
H *1.50*1.80*10.000 = 28.400 N
2

Gaya gesekan antara pintu dan alur-alur pengarah, dengan mengandaikan


koefisien gesekan untuk alur-alur tersebut, adalah :
f = 0.40 (baja pada baja)
W = f x H = 0.40 x 28.400 = 11.360 N

4 - 44
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Gaya-gaya angkat dan tekan diperoleh dari :


W = 0,40 x 28.400 = 11.360 N W = 11.360 N
G = weight of gate = 4.400 N G = 4.400 N
W + G = 15.800 N W–G = 6.920 N

Gaya angkat total : T = W + G = 15.800 N


Gaya tekan total : P = W - G = 6920 N

Beban untuk masing-masing stang adalah 2/3 dari jumlah nominal dan beban
maksimum.
Gaya tarik nominal : T = 2/3*15.800 = 10.530 N
Gaya tarik maksimum : T = 2/3 *8*15.800 = 84.270 N

Gaya tekan nominal adalah :


P = 2/3 * 6.920 = 4.610 N

Gaya tekan maksimum didapat dari :


P = 2/3 *8(G+W) (tan ( maks+)/ tan( min + ))
P = 84.270 tan (8+3,0)/ tan(5+3,0) = 116.553 N
Puntiran dibawah kondisi abnormal adalah juga 8 kali puntiran selama
pengangkatan dibawah kondisi normal. Momen nominal adalah:
MW = 2/3 (W+G) tan (maks + ) rg
= 2/3*15.800*tan (8+3,0)*24*10-3
= 49,1 Nm

Momen maksimum adalah :


MW = 8*49,1 = 393.1 Nm

Pada waktu menghitung tekukan, pintu harus dalam keadaan tertutup. Dalam
keadaan demikian, tekukan atau panjang efektif menjadi maksimum : l k =1,70
m. Modulus elastisitas untuk baja adalah E = 210*109 N/m 2. Diameter teras dk
= 44 mm. Momen polar kelembaman didapat dari :
I = .dk 4 /64 = * (44*10-3)4 /64 = 184*10-9 (m 4)

untuk mencek diameter teras kedua stang beban-beban puntiran dan desakan
berikut harus diperhitungkan :
 2 EI
a. Tekanan : Pk 
l2

4 - 45
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3,14 2 * 210 *10 9 *184 *10 9



1,7 2
= 132*103 N
Persyaratan : Pk ≥ Pmaks 132*103 > 116,5*103

2. .EI
b. Puntiran : Mk 
lk

2 * 3,14 * 210 *10 9 *184 *10 9



1,7
= 143*103 Nm
Persyaratan : Mk ≥ Mw maks 143*103 ≥ 393,1*103

c. Kombinasi tekanan dan puntiran :


 M 2

3 w maks 
Pk *  132 * 10 1    
  Mk  
 

  393,1  2 
 132.10 1  
3
3 
 143 *10  
= 132*103
1/ 2
 P 
Mk *  Mk 1  maks 
 Pk 
1/ 2
 116,5 *10 3 
 143 *10 1  3

 132 *10 3 
= 49,0*103 Nm

Persyaratan untuk tekukan puntiran adalah :


Pk * ≥ Pmaks : 132*103 ≥ 116,5*103
Mk * ≥ Mmaks : 49,*103 ≥ 393,1

Apabila persyaratan-persyaratan dibawah a,b dan c semuanya terpenuhi,


maka diameter yang diandaikan untuk stang 52 mm adalah memadai untuk
beban-beban tarik, tekanan dan puntiran.

Tegangan-tegangan yang harus dicek :


Tegangan tarik nominal :

4 - 46
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

T

1/ 4..dk
2

10.530


1/ 4 * 44 *10 3 
2

  6,93 *10 6 N / m 2

Tegangan tarik maksimum :


Tmaks
 maks 
1 / 4..d k
2

84 .270


1 / 4 *  * 44 * 10 3 
2

= 55,4*106 n/m 2

Tegangan tarik maksimum adalah lebih kecil daripada tegangan luluh


untuk Bj 50, yaitu 290 N/mm 2 atau 290*106 N/m 2. Tegangan tarik nominal
yang dijinkan adalah 193*106 N/m 2.
Perhitungan ulir dan diameter stang
Jari-jari rata adalah rg = 1/4 (d + dk ), dimana d adalah diameter bagian luar
dan dk adalah teras stang.
Perbedaan antara kedua diameter adalah t = d - dk , jadi rg = 1/4 (d + dk ) = 1/4
(dk + t).
Andaikan t = n*d dan s= 2*t
Persyaratan sudut ulir adalah a < w min, dimana w adalah sudut gesekan.
Sudut puncak stang diperoleh dari :
s
tan   atau
2rg

2t
tan  
2 * 1/ 2(dk  t )

2.n.dk
tan    tan  min
2 * 1 / 2dk  n.dk 

karena tg min adalah koefisien gesekan f, hubungan antara diameter teras dan
t bisa dinyatakan sebagai :

2n
 f
 (1  n)

4 - 47
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

atau
f
n
2 . f

Ini berarti bahwa t/dk ≥ *f/(2 - .f) atau t ≥ dk ** f/(2 - .f)
Sudut minimum gesekan min = 5, jadi f = 0,09 dan t < 0,16 d10. Diameter
teras dk adalah 44 mm dan t < 0,16*44 = 7 mm dan s= 2.x t = 8 mm.

Sudut ulir didapat dari tan  =


s

8
  3, dan sudut puncak
2 .rg 2 * 24

stang lebih kecil dari sudut minimum gesekan (min= 5)


Pekerjaan transmisi :
Untuk gerakan ulir, diperlukan momen nominal :
M1 = ½(W+G)*tan ((maks + )*rg
= ½*15.800*tan 11,5*(24*10-3)
= 36,9 Nm per stang.
Jika dipakai bantalan peluru antara mur dan dukungan, maka koefisien
gesekan bantalan peluru adalah f = 0,002. Apabila jarak antara pusat peluru
dan as stang r= 0,0525 m, momen puntiran menjadi:
M2 = r.1/2 ( W + G)*f =
= 0,00525*1/2*15.800*0,002 =
= 0,83 Nm

Jumlah kopel yang diperlukan untuk menggerakkan ulir adalah :


Ms = M1 + M2 = 36,9 + 0,83
= 37,7 Nm per stang.

Andaikan pada setiap transmisi 10% hilang dan dipakai roda tangan dengan
diameter 0,60 m untuk transmisi itu, maka momen yang digunakan oleh satu
orang (T = 100 N) adalah :
= 1*0,9*0,9*0,30*100 = 24,30 Nm

Nilai banding gir i harus paling tidak :


2 * M s 2 * 37.7
i   3,1 ambil saja 4
M 24,30

4 - 48
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Waktu angkat didapatkan dari :


h *i 1,50 * 4
t  =37.5 menit
20 * s 20 * (8 *10 3 )

Apabila tinggi angkat h = 1.50 m, maka jumlah putarannya adalah 20 per menit
dan ulir 8 mm.
Waktu angkat akan berkurang apabila harga ulir s, dan jumlah putaran
bertambah dan apabila besarnya nilai banding gir i berkurang.

4.7 Perhitungan Beton

4.7.1 Perhitungan Plat Beton Pelayan


A. Data
Lebar bentang l = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis l+d = m

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang


Berat beban berguna = kg/m
Berat sendiri plat x 2400 = kg/m
q = kg/m
Mq = 1/8.q.l2
Rq = 1/8.q.l

C. Perhitungan tulangan
Dipergunakan beton k 125  b = 40 kg/cm 2
baja U 22  a = 1250 kg/cm 2
n = 30
a
0 
b x n

h=d-3=
h
Ca 
n.M
b. a

dari tabel didapat  =


100.n.w =
’ =

4 - 49
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tulangan tarik
100 .n.w
A .b.h  ....cm 2
100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm 2
Dipakai Hw =  A= cm 2

Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm 2
Dipakai Vw =  A= cm 2

Tulangan miring
Ra
 = .................. = ............ kg/cm 2
100 x 7 / 8 x h

  ..... kg/cm 2 > 

4.7.2 Perhitungan Plat Beton Pada Bangunan Gorong-Gorong


A. Data
Lebar bentang L’ = m
Tebal plat d = m
Bentang teoritis L = m
Tebal tanah diatas gorong-gorong = m
kelas jalan P = kg

B. Perhitungan beban momen dan gaya lintang


I. Dibawah saluran
Berat air = ton/m
Berat pasangan = ton/m
Berat sendiri plat = ton/m
q1 = ton/m
Mq1 = 1/8.q1.l2 =
Rq1 = 1/2 .q1 .l =

II. Dibawah tanggul


Beban berguna = 0,08 x p = ton/m
Berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
Berat plat x 2400 = ton/m
q2 = ton/m

4 - 50
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Mq2 = 1/8.q2.l2 =
Rq2 = 1/2 .q2 .l =

III. Dibawah jalan inspeksi


a. Akibat beban mati.
berat beban berguna = ton/m
berat tanah diatasnya x 1800 = ton/m
berat plat x 2400 = ton/m
q3 = ton/m

Mq3 = 1/8.q3.l2 =
Rq3 = 1/2 .q3 .l =

b. Akibat beban hidup


1. Roda depan wals.
p1 =P = ton
Mp1 = 1/4 . p1.l =
Rp1 = p1 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
..........
Mp1 = 
B
..........
Rp1 = 
B

2. Roda belakang wals.


p2 = 3/2 .P =
Mp2 = 1/4 .P2.L =
Rp2 = P2 =
b =
B = b + 1/3 =
Momen dan gaya lintang tiap 1 m lebar
..........
Mp2 = 
B

4 - 51
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

..........
Rp2 = 
B
q
Koefisien kejut. C = 1.35 - 0.5. =
q  Rp2
C=
Mmax = Mq3 + C.Mp2 =
Dmax = Rg3 + C.Rp2 =

c. Perhitungan tulangan
Mmax =
Dmax =
Dipergunakan beton K 125 b = 40 kg/cm 2
baja U 22 a = 1250 kg/cm 2
n = 30
a
0 
b x n
h = ht – 3 =
δ
h
Ca   didapat  =
n.M
100.n.w =
b. a
’ =

Tulangan tarik
100 .n.w
A .b.h  ....cm 2
100 .n
Tulangan minimum 0,25% x d x 100 = cm 2
Dipakai Hw = A= cm 2

Tulangan bagi
A = 20% x Hw = cm 2
Dipakai Vw = A= cm 2

Tulangan miring
D maks
 = .................. = ............ kg/cm 2<  = 5 kg/cm 2
100 x (7 / 8) x h

4 - 52
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.5 Penampang-penampang dari baja bulat dalam cm 2 untuk lebar plat 100 cm

Jarak Jumlah
Garis tengah dalam mm
as-as batang
dalam cm tiap-tiap m 6 8 10 12 14 16 19 22

7.0 14.29 4.04 7.18 11.22 16.16 21.99 28.73 40.51 54.30
7.5 13.33 3.77 6.70 10.47 15.08 20.52 26.81 37.81 50.81
8.0 12.50 3.53 6.28 9.82 14.14 19.24 25.13 33.45 47.51
8.5 11.76 3.33 5.91 9.24 13.31 18.11 23.65 33.37 44.72
9.0 11.11 3.14 5.59 8.73 12.57 17.10 22.34 31.52 42.23
9.5 10.53 2.98 5.29 8.27 11.90 16.20 21.16 29.86 40.01
10.0 10.00 2.83 5.03 7.85 11.31 15.39 20.11 28.36 38.01
10.5 9.53 2.69 4.79 7.48 10.77 14.66 19.15 27.01 36.20
11.0 9.10 2.57 4.57 7.14 10.28 13.99 18.28 25.78 34.55
11.5 8.70 2.46 4.37 6.83 9.83 13.39 17.48 24.66 33.05
12.0 8.34 2.36 4.19 6.54 9.42 12.83 16.76 23.63 31.67
12.5 8.00 2.26 4.02 6.28 9.05 12.32 16.08 22.69 30.41
13.0 7.70 2.17 3.87 6.04 8.70 11.84 15.47 21.82 29.24
13.5 7.41 2.09 3.72 5.82 8.38 11.40 14.89 21.01 28.16
14.0 7.15 2.02 3.59 5.61 8.08 11.00 14.36 20.26 27.15
14.5 6.90 1.95 3.47 5.42 7.80 10.62 13.87 19.56 26.21
15.0 6.67 1.89 3.35 5.24 7.54 10.26 13.41 18.91 25.34
15.5 6.46 1.82 3.24 5.07 7.30 9.93 12.97 18.30 24.52
16.0 6.25 1.77 3.14 4.91 7.07 9.62 12.57 17.73 23.76
16.5 6.06 1.71 3.05 4.76 6.85 9.33 12.19 17.19 23.04
17.0 5.89 1.66 2.96 4.62 6.65 9.05 11.82 16.68 22.36
17.5 5.72 1.62 2.87 4.49 6.46 8.79 11.49 16.21 21.72
18.0 5.56 1.57 2.79 4.36 6.28 8.55 11.17 15.75 21.12
18.5 5.41 1.53 2.72 4.25 6.11 8.32 10.87 15.33 20.55
19.0 5.27 1.49 2.65 4.14 5.95 8.10 10.58 14.92 20.01
19.5 5.15 1.45 2.58 4.03 5.80 7.89 10.31 14.54 19.49
20.0 5.00 1.41 2.51 3.93 5.65 7.69 10.05 14.18 19.01

Tabel 4.6 Lebar balok minimum (dalam cm) dengan 3 s/d 7 batang dalam 1 baris
(diameter begel 8 jam)

 Jumlah batang  Jumlah batang


mm 3 4 5 6 7 mm 3 4 5 6 7

6 12.4 15.5 18.6 21.7 24.8 25 18.1 23.1 28.1 33.1 38.1
8 13.0 16.3 19.6 22.9 26.2 28 19.6 25.2 30.8 36.4 42.0
10 13.6 17.1 20.6 24.1 27.6 32 21.6 28.0 34.4 40.8 47.2
12 14.2 17.9 21.6 25.3 29.0 36 23.6 30.8 38.0 45.2 52.4

14 14.8 18.7 22.6 26.5 30.4 40 25.6 33.6 41.6 49.6 57.6
16 15.4 19.5 23.6 27.7 31.8 45 28.1 37.1 46.2 55.1 64.1
19 16.3 20.7 25.1 29.5 33.9 50 30.6 40.6 50.6 60.6 70.6
22 17.2 21.9 26.6 31.3 36.0

4 - 53
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Tabel 4.7 Daftar besi bulat


DIAMETER BERAT KELILING LUAS TAMPANG (cm2)
Inch mm Kg/m2 (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

- 5 0.15 1.57 0.20 0.39 0.59 0.78 0.98 1.18 1.37 1.57 1.77 1.96
- 6 0.22 1.80 0.28 0.56 0.85 1.13 1.41 1.70 1.98 2.26 2.54 2.83
1/4 6.35 0.25 2.00 0.32 0.63 0.93 1.27 1.58 1.90 2.22 2.53 2.85 3.17
- 7 0.30 2.20 0.38 0.77 1.15 1.54 1.92 2.31 2.69 3.08 3.46 3.65
3/10 7.94 0.39 2.40 0.49 0.99 1.48 1.98 2.47 2.97 3.47 3.90 4.46 4.95
- 8 0.39 2.51 0.50 1.00 1.51 2.01 2.51 3.01 3.52 4.02 4.52 5.09
3/8 9.52 0.54 2.99 0.71 1.42 2.13 2.85 3.50 4.27 4.98 5.69 6.41 7.12
- 10 0.62 3.14 0.79 1.57 2.30 3.14 3.93 4.71 5.50 6.28 7.07 7.80
- 12 0.89 3.77 1.13 2.20 3.30 4.52 5.85 6.79 7.91 9.05 10.18 11.31
1/2 12.7 1.00 3.09 1.27 2.53 3.80 5.07 6.33 7.50 8.87 10.13 11.40 12.67
- 13 1.03 4.08 1.33 2.63 3.98 5.31 6.64 7.96 9.20 10.62 11.95 13.27
- 14 1.21 4.40 1.54 3.08 4.62 6.16 7.70 9.24 10.77 12.32 13.66 15.39
5/9 14.29 1.27 4.40 1.61 3.21 4.82 6.42 8.03 9.64 11.24 12.85 14.45 16.06
- 15 1.38 4.71 1.77 3.53 5.30 7.97 8.84 10.60 12.37 14.14 15.91 17.57
5/8 15.87 1.55 5.00 1.98 3.97 5.96 7.94 9.93 11.91 13.90 15.88 17.87 19.86
- 16 1.58 5.03 2.01 4.02 6.03 8.04 10.05 12.06 14.07 15.08 18.09 20.11
- 18 1.99 5.66 2.54 5.09 7.63 10.18 12.72 15.26 17.81 20.36 22.90 25.45
3/4 19.05 2.22 5.97 2.83 5.67 8.50 11.34 14.18 17.01 19.85 23.08 25.52 28.35
- 20 2.47 6.28 3.14 6.20 9.42 12.57 15.71 18.84 21.99 25.14 28.28 31.42
- 22 2.98 6.91 3.60 7.60 11.40 15.21 19.01 22.81 28.61 30.41 34.21 38.01
7/8 22.22 3.04 6.97 3.87 7.74 11.51 15.48 19.35 23.22 27.09 30.97 34.84 38.71
- 25 3.85 7.85 4.01 9.62 14.73 19.03 24.54 29.45 34.35 39.27 44.18 49.08
1 25.4 3.98 7.96 5.07 10.13 15.20 20.27 25.33 30.40 35.47 40.52 45.60 50.67
- 26 4.13 8.17 5.81 10.62 15.93 21.24 26.55 31.96 37.17 42.47 47.78 53.08
- 28 4.83 8.80 6.16 12.31 18.47 24.63 30.76 36.94 43.10 49.26 55.42 61.55
1 1/10 28.57 5.04 8.99 6.42 12.85 19.27 25.70 32.12 38.54 44.97 51.39 57.62 64.24
- 30 5.51 9.43 7.07 14.14 21.21 28.27 35.34 42.41 49.48 56.55 63.52 70.68
1 1/4 31.75 6.19 9.96 7.89 15.78 23.88 31.57 39.46 47.35 55.25 63.14 71.03 78.92
- 32 6.31 10.05 8.04 16.08 24.13 32.17 10.21 48.26 58.30 64.34 72.38 80.42
- 34 7.10 10.68 9.08 18.15 27.24 36.32 45.40 54.48 63.56 72.63 81.71 90.75
1 1/3 34.92 7.51 10.96 9.57 19.13 28.70 38.26 47.83 57.40 66.96 76.53 86.10 95.65
- 35 7.60 11.00 9.62 19.24 28.86 38.48 48.17 57.73 67.34 76.97 86.59 96.21
- 36 7.99 11.31 10.18 20.36 30.54 40.72 50.90 61.07 71.20 81.43 91.61 101.71
- 38 8.85 11.83 11.34 22.68 34.02 45.36 56.70 68.04 79.38 90.73 102.07 113.41
1 1/2 38.1 8.95 11.87 11.40 22.80 34.20 45.50 57.00 68.40 79.81 91.21 102.61 114.01
- 40 9.85 12.56 12.50 25.13 37.70 50.30 62.83 75.40 87.96 100.53 113.09 125.66

4.8 Analisa Struktur Bangunan Pengelak


Bangunan Pengelak dibagi menjadi tiga (3) bagian yaitu :
- Conduit
- Portal
- Terowongan
Analisa Struktur disajikan pada halaman berikut ini :

4 - 54
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 55
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 56
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 57
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 58
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 59
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 60
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 61
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 62
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 63
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

ANALISA STRUKTUR BANGUNAN PENGELAK (PORTAL)

4 - 64
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 65
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 66
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 67
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 68
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 69
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 70
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 71
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 72
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 73
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 75
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 76
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.9 Analisa Struktur Untuk Power Waterway


Analisa struktur untuk power waterway adalah sebagai yang disajikan pada halaman
berikut :

4 - 77
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 78
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 79
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 80
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 81
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 82
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 83
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 84
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 85
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4 - 86
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Lampiran 1 Reflection Coefficient

Average of the earth 40%


Snow melting late seasion freshly fallen 40 – 85 %
Desert plant species with harry leaf 30 – 40 %
Grass high and dry 31 – 33 %
Desert surface 24 – 28 %
Green crops completely shading the ground 24 – 27 %
Young crops partially shading the ground 15 – 24 %
Deciduous forest 15 – 20 %
Coniferous forest 12 – 16 %
Bare ground dry 10 – 15 %
Bare ground moist 12 – 16 %
Bare ground wet 8 – 10 %
Sand, wet- dray 9 – 18 %
Snowth clear water, 45 solar elevation 5%
Snowth clear water, 20 solar elevation 14%
Snowth clear water, 12 solar elevation 30%

Source :
a. R.I list: Smithsonian Meteorogical Tables. Smithsonian Institution 1958
Washington
b. R. G. Barry R.E Chambers: A preliminary map of summer albedo over England
and Wale Quarterly journal of the royal meteorogical society Vol. 02. 1966.
London.
c. S. Fritz : The albedo of the ground and atmosphere bulletin American
meterological Society, 1948 vol 29
d. J. Kendo analysis of solar radiation and down wondleng wave radiation data in
Japan, tohuku, university. Geophysics Volume 18,1967
 Evaporation from the upper soil is 4 mm/day and 12 mm of water are
available in it
 If no rain during 3 days, it will be finished
 The amount of 12 mm should be maintained firs before the rain being run
off.
Java = 20% for average conditions for the mixed land
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Lampiran 2 Roughness (k)

k For
0.5 Water
1.0 Vegetated area

Lampiran 3 Mid Monthly Solar Radiation R on Horizontal Surface Outside The


Atmosphere (mm H2O/day)

MONTH JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC
10 N LAT 12.8 13.9 14.8 15.2 15.0 14.8 14.8 15.0 14.9 14.1 13.1 12.4
5 N LAT 13.7 14.5 15.0 15.0 14.5 14.1 14.2 14.6 14.9 14.6 13.9 13.4
0 LAT 14.5 15.0 15.2 14.7 13.9 13.4 13.5 14.2 14.9 15.0 14.6 14.3
5 N LAT 15.2 15.4 15.2 14.3 13.2 12.5 12.7 13.6 14.7 15.2 15.2 15.1
10 N LAT 15.8 15.7 15.1 13.8 12.4 11.6 11.9 13.0 14.4 15.3 15.7 15.8

Lampiran 4

F1 = A X(0.18+0.55 S)
A+0.27

S S S S S S S S S S
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
T A F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1 F1

8 0.304 0.124 0.154 0.183 0.212 0.241 0.270 0.299 0.328 0.358 0.387
10 0.342 0.131 0.162 0.193 0.224 0.254 0.285 0.316 0.347 0.377 0.408
12 0.385 0.138 0.170 0.203 0.235 0.267 0.299 0.332 0.364 0.397 0.429
14 0.432 0.145 0.178 0.212 0.246 0.280 0.314 0.348 0.382 0.415 0.449
16 0.484 0.151 0.186 0.222 0.257 0.292 0.327 0.363 0.398 0.433 0.469
18 0.541 0.157 0.193 0.230 0.267 0.304 0.340 0.377 0.414 0.450 0.487
20 0.603 0.162 0.200 0.238 0.276 0.314 0.352 0.390 0.428 0.466 0.504
22 0.671 0.168 0.207 0.246 0.285 0.324 0.364 0.403 0.442 0.481 0.521
24 0.746 0.173 0.213 0.253 0.294 0.334 0.374 0.415 0.455 0.496 0.536
26 0.828 0.177 0.219 0.260 0.302 0.343 0.385 0.426 0.468 0.509 0.550
28 0.917 0.182 0.224 0.267 0.309 0.352 0.394 0.437 0.479 0.521 0.564
30 1.013 0.186 0.229 0.272 0.316 0.359 0.403 0.446 0.489 0.533 0.576
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Lampiran 5

1/2
F2 = A X B X(0.56 -0.092(e.d) )
A+0.27

ed = h x ea

h h h h h h h h h h
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
T A F2 F2 F2 F2 F2 F2 F2 F2 F2 F2

8 0.304 3.186 2.952 2.783 2.635 2.505 2.388 2.280 2.179 2.085 1.995
10 0.342 3.401 3.137 2.935 2.764 2.614 2.478 2.353 2.237 2.127 2.024
12 0.385 3.641 3.336 3.101 2.904 2.730 2.573 2.428 2.294 2.167 2.048
14 0.432 3.874 3.522 3.252 3.024 2.823 2.642 2.475 2.319 2.174 2.038
16 0.484 4.068 3.669 3.363 3.104 2.877 2.671 2.481 2.305 2.139 1.984
18 0.541 4.309 3.850 3.498 3.201 2.940 2.703 2.486 2.283 2.093 1.919
20 0.603 4.511 3.992 3.594 3.258 2.963 2.695 2.449 2.221 1.982 1.802
22 0.671 4.727 4.139 3.688 3.306 2.970 2.667 2.388 2.128 1.886 1.654
24 0.746 4.899 4.238 3.730 3.302 2.925 2.584 2.270 1.978 1.705 1.446
26 0.828 5.056 4.319 3.750 3.273 2.853 2.471 2.121 1.795 1.489 1.199
28 0.917 5.228 4.401 3.766 3.232 2.759 2.334 1.942 1.577 1.235 0.911
30 1.013 5.345 4.429 3.724 3.131 2.609 2.135 1.699 1.296 0.917 0.556

Lampiran 6

F3 =0,27 X 0,35X (ea - ed)


A+0.27

ed = h x ea

h h h h h h h h h h
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
T A F3 F3 F3 F3 F3 F3 F3 F3 F3 F3

8 0.304 1.193 1.060 0.928 0.785 0.663 0.530 0.398 0.265 0.133 0.000
10 0.342 1.279 1.138 0.995 0.796 0.711 0.569 0.427 0.284 0.142 0.000
12 0.385 1.364 1.212 1.061 0.909 0.758 0.606 0.455 0.303 0.152 0.000
14 0.432 1.454 1.292 1.131 0.969 0.808 0.646 0.485 0.323 0.162 0.000
16 0.484 1.534 1.363 1.193 1.022 0.852 0.682 0.511 0.341 0.170 0.000
18 0.541 1.625 1.445 1.264 1.084 0.903 0.722 0.542 0.361 0.181 0.000
20 0.603 1.704 1.515 1.326 1.136 0.947 0.757 0.568 0.379 0.189 0.000
22 0.671 1.789 1.590 1.392 1.193 0.994 0.795 0.596 0.398 0.199 0.000
24 0.746 1.875 1.667 1.458 1.250 1.042 0.833 0.625 0.417 0.208 0.000
26 0.828 1.953 1.736 1.519 1.302 1.085 0.868 0.651 0.434 0.217 0.000
28 0.917 2.027 1.802 1.577 1.352 1.126 0.901 0.676 0.451 0.225 0.000
30 1.013 2.109 1.875 1.641 1.406 1.172 0.937 0.703 0.469 0.234 0.000
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

Lampiran 7 Koefisien Standar Variable Hasper (T vs U)

T 1 1.01 1.02 1.03 1.04 1.05 1.06 1.08 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35 1.4
U -1.86 -1.35 -1.28 -1.23 -1.19 -1.15 -1.12 -1.07 -1.02 -0.93 -0.85 -0.79 -0.73 -0.68 -0.63
T 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.8
U -0.54 -0.46 -0.4 -0.33 -0.28 -0.22 -0.13 -0.04 +0.04 +0.11 +0.17 +0.24 +0.29 +0.34 +0.39
T 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 9 10 11 12 13 14
U +0.44 +0.55 +0.64 +0.73 +0.81 +0.88 +0.95 +1.01 +1.06 +1.17 +1.26 +1.35 +1.43 +1.50 +1.57
T 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
U +1.63 +1.69 +1.74 +1.80 +1.85 +1.89 +1.94 +1.98 2.02 +2.06 +2.10 +2.13 +2.17 +2.19 +2.24
T 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
U 2.27 2.3 2.33 2.36 2.39 2.41 2.44 2.47 2.49 2.51 2.54 2.56 2.59 2.61 2.63
T 45 46 47 48 49 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68
U 2.65 2.67 2.69 2.71 2.73 2.75 2.79 2.83 2.86 2.9 2.93 2.96 2.99 3.02 3.05
T 70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98
U 3.08 3.11 3.13 3.16 3.18 3.21 3.23 3.26 3.28 3.3 3.33 3.35 3.37 3.39 3.41
T 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 220 240 260 280
U 3.43 3.53 3.62 3.7 3.77 3.84 3.91 3.97 4.03 4.09 4.14 4.24 4.33 4.42 4.5
T 300 350 400 450 500 600 700 800 900 1000 5000 10000 50000 80000 500000
U 4.57 4.77 4.88 5.01 5.13 5.33 5.51 5.56 5.8 5.92 7.9 8.83 11.08 12.32 13.74
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

DAFTAR PUSTAKA

1. Sub Dit Perencanaan Teknis, Direktorat Irigasi I, Direktorat Jendral Pengairan


Departemen Pekerjaan Umum, dibantu oleh DHV. Consulting Engineering bekerja
sama dengan PT. Indah Karya, Standar Perencanaan Irigasi, CV. Galang Persada
Bandung 1986.

2. Prahlad Das (Profesor Design Civil), Design of Tunnels For Water Resources
Development, WRDTC 1975.
3. PT. Indra Karya Consulting Engineers Kerja Sama Dengan PT. Wiratman &
Assosiates, Review Detail Desain Waduk Jati Gede februari 2005.
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

RANGKUMAN

MODUL : PERHITUNGAN DESAIN TEROWONGAN


BAB 1. Modul perhitungan desain terowongan ini dimaksudkan untuk dipakai sebagai
penyegaran bagi para jabatan ahli desain terowongan yang mengikuti pelatihan.
Modul perhitungan desain terowongan ini terdiri dari : perhitungan Hidrologi,
Hidrolika dan struktur.

BAB 2. Perhitungan Hidrologi

1. Rumus debit rencana saluran irigasi.

C NFR A
Q
e

2. Perhitungan curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu.

2.1 Cara Weduwen

mn
Rn  xRp
mp

2.2 Cara Haspers

Rx  M.S.Nx

 M1  M M 2  M 
S  
 1   2
1
2 
 

2.3 Cara Gumbel

YTR  Yn
Rx  X  .Sx
Sn

 X 2  X  X 
Sx 
n 1

3. Rata-rata curah hujan pada suatu Catchment

3.1 Arithmatik

Ra  Rb  Rc  
R
n
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.2 Cara Thiessen

R
RaxFa  RbxFb  RcxFc  
Fa  Fb  Fc  
4. Perhitungan Debit Banjir Rencana

4.1 Metode Rational

Qx  1
3, 6  rx A

2
Rx  24  3

rx   
24  T 

4.2 Metode Melchior

Q Aq R
240

4.3 Metode Weduwen

Qq A R
240

mn
Rn  Rp
mp
BAB 3. Perhitungan Hidrolika

3.1 Perhitungan dimensi Saluran Tersier

Rumus yang dipakai :

A  QV
A 1
2 .(b  b  2.h).R  A
P
2
 V 
I  2 
 k .R 3 

3.2 Perhitungan dimensi Saluran Primer

Rumus yang dipakai :

A  QV
V  k .R 3 I
2 1
2

A  (n  m).h 2

R  n  2 m2  1   1
2
.h
R  A/ p

V dihitung kembali, harus sama dengan Vbd


Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

3.3 Perhitungan muka air maksimum / banjir rencana disungai.

3.4 Perhitungan ukuran terowongan yang ekonomis

f (d )  A.(1  c).(1  s).(P  H )  A.(1  c).(1  s).(0)  100.n 2 Q 3 .T .u.C.D 16 / 3

3.5 Menghitung dimensi terowongan dengan menggunakan tabel dan


nomogram.

BAB 4. Menghitung Struktur

4.1 Menghitung dimensi penyangga baja

- Beban batuan dihitung dengan cara Terzaghi atau Protodyakonov

- Menghitung jarak pasak / blok dan jumlah blok

- Menghitung jarak antar penyangga

4.2 Menghitung dimensi penyangga shotcrete

- Menghitung Besarnya b. (tinggi kerucut geser)

- Menghitung Pi (tekanan radial pada lining)


2 sin 

Pi = Po (1-sin  ) . (r / R) 1sin 

- Po = W . H

- Menghitung tebal shotcrete

Menghitung dimensi penyangga shotcrete dengan tulangan

- Menghitung tekanan Radial yang dipikul baja.

As.(k  1).c
Pi S 
b / 2. sin .

- Menghitung tebal Shotcrete (d)

4.3 Menghitung dimensi shotcrete dengan tulangan dan angker.

- Menghitung tekanan radial yang dipikul tulangan (Pis )

- Menghitung tekanan radial yang dipikul beton (Pic )

- Menghitung tekanan radial yang dipikul Angker (PiA)

Tr  Pi s  Pi c  Pi A
Tr  Pi
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

4.4 Menghitung dimensi lining beton

a. Terowongan Bulat (beton tanpa tulangan) aliran bebas.

Menghitung tambahan tegangan tekan (P)

c.(b 2  a 2 )
P
2.b 2

Menghitung tambahan tegangan geser (P)

d .c
P
b / 2. sin 

b. Terowongan tapal kuda standar (beton tanpa tulangan) aliran bebas.

Menghitung tambahan tegangan tekan (P)

c.(b 2  a 2 )
P
2.b 2

Menghitung tambahan tegangan geser (P)

d .c
P
b / 2. sin 

c. Terowongan bulat bertekanan (beton tanpa tulangan).

Menghitung tegangan tekan pada batuan

mr
E
Pr  t
2 2
  
mr  1 x b  a  b  a
2 2

mc 2 2.b 2
Ec 2
mc  1

Menghitung tegangan tekan pada beton

 t (b 2  a 2 )
Pc 
(b 2  a 2 )

10 3
P  70 metres  70 ton / m 2  70 x 4
kg / cm 2  7 kg / cm 2
10
Pc  P  Pr

r.(b 2  a 2 )
Pw  Pw  P  Pr Pc
2.b 2
c.(b 2  a 2 )
Pq  Pq  Pw  Pr  Pc
2.b 2
Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

d. Terowongan bulat bertekanan (beton dengan tulangan)

Menghitung luas penampang tulangan (Ast)

I t b 2  a 2 m  1
 x 
Ast at b 2  a 2 b  a

 t '   t.
b  a   (m  1. Ast )
(b  a)

Ast.st
Pc 
a

mr
Pr  t '
Er 2 2

m  1 x b  a  (b  a ) / mc
2 2

mc 2 2.b 2
Ec 2
mc  1
10 3
P = 50 meter = 50 ton/ m²= 50 4
kg / cm 2  5 kg / cm ²
10
P  Pr  60%

4.5 Perhitungan dimensi penutup (Plug)

a. Mencari panjang plug

- Menghitung gaya yang bekerja pada plug

 .D3 2
F xWxh
4

- Menghitung gaya geser yang dapat ditahan

F '  D3.L.r

- Menghitung panjang plug

 . D 32
xW .h
L 4

 .D3.r

- Kontrol keamanan beton

 .D 2 2
xWxh   .D 2.L.c
4

b. Mencari jumlah kunci / gigi pada batuan

- Menghitung tekanan pada plug


Pelatihan Ahli Desain Terowongan SDA Perhitungan Desain Terowongan

 x D32
F xW x h
4

- Menghitung tekanan perlawanan gigi batuan

F   x D3 x d1 x n x  r

- Menghitung jumlah kunci / gigi pada batuan (n)

 x D3 2
xW x h
n 4
 x D3 xd1 xn

Tebal kunci = L / n.

c. Mencari jumlah kunci / gigi pada beton

- Menghitung tekanan pada plug

 x D2 2
F xW x h
4

- Menghitung tekanan perlawanan gigi beton

F   x D2 x d 2 x n x  r

- Menghitung jumlah kunci / gigi pada beton (n)

 x D2 2
xW x h
n 4
 x D 2 xd 2 xn

Tebal kunci = L / n.

Anda mungkin juga menyukai