Anda di halaman 1dari 14

J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No.

2, 2019, 1- 14

Penyimpanan Segar Pisang (Musa paradisiaca) dan Tomat (Solanum


lycopersicum): Modifikasi Atmosfer

Vindilia Saka Mardha Ihsan Pratama (11916027)

Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Indonesia; Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati
E-mail: vindiliasmip@gmail.com

Abstrak. Produk holtikultura terutama buah dan sayut merupakan produk segar yang mempunyai sifat tidak tahan
lama. Hal tersebut disebabkan karena produk masih mengalami reaksi metabolisme seperti respirasi. Salah satu
penanganan yang penting untuk buah dan sayut adalah proses penyimpanan. Metode penyimpanan yang dapat
digunakan untuk mengurangi laju respirasi adalah dengan penyimpanan modifikasi atmosfer. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan pengaruh teknik penyimpanan dengan atmosfer CO2 terkontrol, udara luar
terkontrol (O2 berlebih), dan kedap udara (kontrol) terhadap perubahan kualitas buah pisang dan tomat serta
menentukan teknik penyimpanan dengan modifikasi atmosfer yang paling baik untuk buah pisang dan tomat.
Buah pisang dan tomat yang diuji adalah buah pisang dan tomat dengan tingkat kematangan rendah disimpan
dalam suhu ruang pada chamber dengan kandungan gas yang berbeda-beda selama 14 hari. Hasil penelitian
menunjukkan buah pisang lebih cocok disimpan dengan teknik penyimpanan modifikasi atmosfir dalam kondisi
CO2 berlebih dan buah tomat pada kondisi normal atau kedap udara.
Keywords: Atmosfer, modifikasi, pisang, tomat

1. Pendahuluan
Produk panen hasil pertanian seperti buah dan sayur umumnya memiliki sifat masih
melakukan respirasi, transpirasi, dan kegiatan metabolisme lainnya. Kegiatan metabolisme
tersebut menyebabkan perubahan-perubahan karakteristik produk selama penyimpanan.
Penyimpanan buah dan sayur dilakukan dengan tujuan untuk menghambat kerusakan dan
memperpanjang umur simpan. Metode yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan buah dan sayur umumnya adalah dengan mengendalikan laju proses metabolisme
seperti respirasi, transpirasi, dan infeksi hama atau penyakit [1]. Penyimpanan produk buah dan
sayur selain ditujukan untuk memperpanjang masa simpan juga berguna untuk mengontrol
permintaan pasar serta meningkatkan keuntungan. Salah satu proses penyimpanan yang
dilakukan untuk buah dan sayur adalah penyimpanan sistem atmosfer atau mengurangi gas
penyusun udara dengan susunan udara yang sangat berbeda dengan udara biasa[1].
Penyimpanan dengan system atmosfer terkendali dan modifikasi dapat memperpanjang umur
simpan dari produk. Pengendalian atmosfir berfungsi sebagai metode pengurangan hama
dalam ruang penyimpanan. Modifikasi atmosfer berfungsi untuk menunda pemasakan buah,
menekan laju respirasi, produksi etilen, dan memperlambat proses deteriorasi buah. Modifikasi
atmosfer dapat dilakukan dengan menambah CO2, mengurangi O2, dan kandungan N2 yang
tinggi. Konsentrasi gas dalam ruangan penyimpanan dengan modifikasi atmosfer yaitu berkisar
1-10% oksigen, 0-30% karbondioksida, dan sisanya gas nitrogen[1].

2. Metodologi

2.1. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah aerator, alu, batang L, blender, buret, cawan petri,
chamber, gunting, labu Erlenmeyer, mortar, pH meter, pisau, refractometer, saringan,

1
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

tabung reaksi, timbangan, dan tissue. Bahan yang digunakan adalah akuades, alkohol, asam
askorbat, cotton bud, HCl, KOH, larutan fisiologis (NaCl 0.85%), medium PDA, pisang,
dan tomat.

2.2. Metode Penelitian


Penelitian terdiri dari 8 tahap yaitu penyimpanan buah dan sayur pada chamber dengan
modifikasi atmosfer, evaluasi sensori, pengujian susut bobot, pengujian mikrobiologi
(jamur) menggunakan cotton swab, pengujian kandungan nutrisi melalui uji Total Soluble
Solids (TSS) dengan refractometer, pengujian kekerasan dengan fruit refractometer,
pengukuran keasaman menggunakan pH meter dan pengukuran konsentrasi CO2 dalam
chamber dengan metode titrasi.
.
1. Penyimpanan buah dan sayur
Buah pisang dan tomat dengan kematangan yang rendah dibersihkan dengan air
mengalir dan dikeringkan. Buah selanjutkan ditimbang untuk mengetahui bobot awal.
Disiapkan chamber yang berisi silika gel pada alas chamber dan jarring-jaring besi. Buah
pisang dan tomat disimpan pada tiga kondisi yaitu tanpa dialiri gas (kontrol), dialiri gas
CO2 (kondisi atmosfer dengan CO2 berlebih), dan dialiri udara dari aerator (kondisi
atmosfer dengan O2 berlebih). Pengamatan terhadap buah pisang dan tomat dilakukan
tiap 7 hari sekali.
2. Evaluasi sensori/organoleptik menggunakan pembobotan
Buah pisang dan tomat diuji organoleptik atau sensori. Indeks penilaian memiliki
nilai dengan rentang satu hingga lima. Nilai satu menandakan kondisi buah telah
membusuk dan nilai lima menandakan kondisi buah masih bagus. Karakteristik sensori
yang diamati berupa warna, tekstur, dan aroma buah.
3. Pengujian susut bobot
Buah pisang dan tomat ditimbang untuk mendapatkan data bobot awal sebelum
penyimpanan (Wa). Tiap 7 hari sekali, buah ditimbang kembali untuk mendapatkan data
bobot selama penyimpanan pada skala waktu tertentu (Wn). Dari data bobot awal dan
bobot pada waktu tertentu dihitung besar susut bobot. Adapun persamaan persen susut
bobot sebagai berikut :

𝑊𝑎 − 𝑊𝑖
% 𝑆𝑢𝑠𝑢𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 = × 100%
𝑊𝑎
Dimana :
Wa : Berat awal sebelum penyimpanan (gr)
Wn : Berat selama masa penyimpanan (gr)

4. Pengujian mikrobiologi (jamur) menggunakan cotton swab


Buah pisang dan tomat dipilih satu buah dan ditandai sebanyak 4 bagian yang akan
diuji mikrobiologi. Pada bagian yang ditandai, digosok dengan cotton swab secara
aseptis. Bagian kapas dari cotton bud dimasukkan dalam larutan fisiologis NaCl 0.85%
dan ditandai sebagai pengenceran pertama. Dari pengenceran pertama (pengenceran 10-
1
) dilakukan pengenceran kedua dengan mengambil larutan dari pengenceran pertama
sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis. Dilakukan secara
berulang hingga didapatkan pengenceran ke 4 (pengenceran 10-4). Larutan dari
pengenceran ke-dua hingga pengenceran ke-empat diinokulasikan ke medium potato
dextrose agar sebanyak 100 µl dan dilakukan secara duplo. Medium yang telah berisi

2
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

larutan sampel buah dan sayur kemudian disimpan selama 72 jam. Setelah 24 jam, 48
jam, dan 72 jam dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium (CFU/ml).
5. Pengujian kandungan nutrisi melalui uji Total Soluble Solids (TSS) dengan Brixmeter /
refractometer.
Buah pisang dan tomat sebanyak 25 gr dipotong dengan pisau kemudian digerus
menggunakan mortar dan alu. Ditambahkan akuades sebanyak 75 ml ke dalam bubur
sampel. Sebelum mengecek nilai TSS sampel, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi
refractometer. Refractometer dibersikan dengan meneteskan akuades ke prisma. Kaca
prisma refractometer dikeringkan dengan tisu. Kemudian ditetesi kembali prisma dengan
akuades kemudian dilakukan pembacaan pada 0 oBrixx. Setelah dilakukan kalibrasi alat,
larutan sampel buah diteteskan pada prisma refractometer. Dilakukan pembacaan nilai
TTS sampel kemudian prisma refractometer dibersihkan dengan akuades dan tisu.
6. Pengujian kekerasan dengan penetrometer
Buah pisang dan tomat ditandai pada tiga bagian. Tiga bagian yang ditandai
merupakan bagian pangkal, tengah, dan ujung buah. Pada tiga bagian yang telah ditandai
diukur kekerasan dengan penetrometer. Nilai kekerasan dari tiga bagian dirata-ratakan
dan didapatkan nilai kekerasan buah.
7. Pengukuran keasaman dengan pH meter
Buah pisang dan tomat sebanyak 100 gram dihancurkan dengan blender. Buah
yang sudah dihaluskan ditambahkan air sebanyak 100 ml akuades. Bubur buah diukur
pH menggunakan pH meter. Sebelum dilakukan pengukuran pH, pH meter dikalibrasi
dulu. Kalibrasi dilakukan dengan memasukkan probe ke dalam larutan buffer pH 7.
Pengukuran pH bubur buah dilakukan dengan memasukkan probe pH meter ke larutan.
Dilakukan pengukuran sebanyak tiga kali kemudian dirata-rata.
8. Pengukuran konsentrasi CO2 dalam chamber dengan metode titrasi
Pengukuran konsentrasi CO2 dalam chamber dilakukan dengan menghitung
terlebih dahulu konsentrasi larutan KOH dan HCl yang digunakan. Larutan KOH dicari
konsentrasi dengan titrasi menggunakan asam oksalat. Setelah konsentrasi larutan KOH
diketauhi, larutan KOH digunakan untuk menghitung konsentrasi larutan HCl dengan
metode titrasi. Sebanyak 50 ml KOH yang telah diketahui konsentrasinya dimasukkan
dalam Erlenmeyer lalu dimasukkan dalam chamber penyimpanan dan dibiarkan selama
satu jam. Setelah satu jam, larutan KOH dititrasi dengan larutan HCL yang telah
diketahui konsentrasinya. Dihitung konsentrasi larutan KOH yang telah disimpan dalam
chamber dan dihitung konsentrasi CO2 yang telah bereaksi dengan larutan KOH. Reaksi
yang terjadi antara KOH dan gas CO2 sebagai berikut.
2 KOH + CO2 → K2CO3 + H2O

3. Hasil dan Pembahasan


Buah pisang dan tomat yang diuji pada percobaan kali ini termasuk dalam komoditas
holtikultura klimakterik[2]. Buah klimakterik memiliki suatu periode dimana terjadi adanya
perubahan sifat biologis yang ditunjukkan dengan adanya lonjakan produksi etilen. Masa
simpan buah klimakterik yang telah mencapai tahap pematangan relatif singkat. Penyimpanan
buah klimakterik yang dilakukan untuk memperpanjang umur simpan adalah dengan proses
modifikasi atmosfer[2]. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan
dengan modifikasi atmosfer terhadap perubahan beberapa komponen mutu dari buah pisang
dan tomat selama masa penyimpanan. Komponen mutu yang dinilai adalah tampilan buah,
tekstur, citarasa, nilai gizi, dan keamanan[3]. Atribut tampilan yang dinilai dalam uji
organoleptik adalah warna buah dan bobot dalam uji susut bobot. Atribut tekstur dinilai dalam

3
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

uji kekerasan dengan penetrometer dan uji organoleptik. Atribut citarasa yang dinilai adalah
aroma buah pada uji organoleptik dan keasaman pada uji pH. Atribut nilai gizi yang dinilai
adalah kadar gula terlarut dalam uji Total Soluble Solids. Atribut keamanan yang diuji adalah
adanya cemaran mikroba berupa jamur pada uji mikrobiologi jamur. Selain dilakukan
pengujian terhadap komponen mutu buah, dilakukan perhitungan terhadap konsentrasi CO 2
yang larut dalam chamber.
3.1 Kualitas sensori
Kualitas sensori yang diamati dalam pengujian ini adalah indeks aroma, warna, serta
tekstur. Nilai kualitas sensori diuji karena merupakan komponen mutu yang mudah untuk
dinilai. Kualitas sensori dapat dilihat atau dirasakan dengan menggunakan indra para panelis.
Nilai kualitas sensori dapat mengalami kenaikan atau penurunan selama masa penyimpanan
karena kondisi awal tiap sampel yang digunakan dalam uji organoleptik berbeda-beda.

Gambar 3.1 Grafik hasil uji organoleptik buah pisang (aroma)

Gambar 3.2 Grafik hasil uji organoleptik tomat (aroma)


Buah pisang dan tomat mengalami penurunan indeks kualitas aroma. Buah pisang yang
disimpan dengan kondisi normal dan O2 berlebih memiliki arome yang sangat tidak disukai

4
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

pada hari penyimpanan ke-14. Sementara aroma buah pisang yang disimpan pada kondisi CO2
berlebih lebih baik dibanding pisang dengan perlakuan lainya. Berbeda dengan buah tomat.
Buah tomat yang disimpan pada kondisi O2 dan CO2 berlebih memiliki aroma yang sangat
tidak disukai, sementara buah yang disimpan dalam keadaan normal memiliki aroma yang lebih
baik. Buah pisang yang disimpan dalam modifikasi atmosfer dengan kandungan CO 2 lebih
banyak dibanding O2 memiliki umur simpan yang lebih lama[4]. Laju respirasi tomat akan
terhambat pada kondisi seperti itu, sehingga proses deteriorasi buah juga terhambat. Sementara
buah tomat paling baik disimpan pada kondisi atmosfir dengan kandungan O 2 3% tanpa CO2
pada suhu 13oC[5]. Kondisi O2 berlebih dapat membuat tomat membusuk lebih cepat karena
laju respirasi yang tinggi, sementara kondisi CO 2 berlebih akan menyebabkan timbulnya
fermentasi anaerob pada buah tomat. Berdasarkan aroma buah pisang lebih baik disimpan
dengan kondisi CO2 berlebih, sementara tomat lebih baik disimpan pada kondisi normal.

Gambar 3.3 Grafik hasil uji organoleptik buah pisang (tekstur)

Gambar 3.4 Grafik hasil uji organoleptik tomat (tekstur)


Buah pisang pada tiap perlakuan mengalami pelunakan daging buah hingga sangat lunak
pada hari penyimpanan ke-14. Buah tomat juga mengalami pelunakan daging buah hingga
bertekstur lunak pada hari penyimpanan ke-14. Perubahan tekstur daging buah paik buah
pisang ataupun tomat pada tiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang jauh. Pelunakan
pada buah dapat terjadi akibat proses respirasi yang mendegradasi pektin pada buah. Pektin

5
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

yang awalnya tidak larut air diubah menjadi pektin yang larut dalam air. Hal tersebut
menyebabkan daya kohesi antar dinding sel menurun dan tekstur buah menadi lunak [6].

Gambar 3.5 Grafik hasil uji organoleptik buah pisang (warna)

Gambar 3.6 Grafik hasil uji organoleptik buah tomat (warna)


Buah pisang sebelum penyimpanan memiliki warna kulit kuning atau kuning dengan
sedikit bercak hitam. Selama masa penyimpanan, warna kulit buah pisang berangsur-angsur
bertambah bercak hitamnya. Pada penyimpanan hari ke-14, buah pisang yang disimpan pada
kondisi normal dan O2 berlebih memiliki warna kulit hitam. Sementara buah pisang yang
disimpan dengan kondisi CO2 berlebih pada hari penyimpanan ke-14 masih tersisa warna
kuning pada kulitnya. Buah tomat yang digunakan untuk uji organoleptik sebelum dilakukan
penyimpanan memiliki warna yang berbeda-beda. perubahan warna buah tomat yang
signifikan terjadi pada buah tomat yang disimpan dengan kondisi CO2 berlebih. Pada
penyimpanan hari ke-14, buah tomat yang disimpang pada kondisi O2 dan CO2 berwarna merah
secara keseluruhan atau menandakan buah tomat telah matang sempurna. Sementara buah
tomat yang disimpang dalam kondisi normal masih memiliki warna hijau pada kulitnya.
Berdasarkan warna, buah pisang lebih baik disimpan pada kondisi CO2 berlebih sementara
tomat lebih baik disimpan pada kondisi normal.

6
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

3.2 Susut bobot

26.00
24.99
24.00 23.72
22.00 22.72
20.05
Susut bobot (%)

20.00
17.49
18.00 16.92

16.00 15.35
14.39
14.00
13.99
12.00
10.00
0 5 10 15
Hari pengamatan
Kontrol Aerator CO2
Linear (Kontrol) Linear (Aerator) Linear (CO2)

Gambar 3.7 Grafik susut bobot buah pisang

60.00
53.68 53.90 54.14
50.00
Susut bobot (%)

40.00 41.37
36.45
30.00 29.41

20.00

10.00
6.29 6.76
4.24
0.00
0 5 10 15
Hari pengamatan
Kontrol Aerator CO2
Linear (Kontrol) Linear (Aerator) Linear (CO2)

Gambar 3.8 Grafik susut bobot tomat


Susut bobot buah pisang mengalami peningkatan selama masa penyimpanan, begitu juga
dengan buah tomat. Peningkatan susut bobot buah pisang jauh lebih tinggi dibanding
peningkatan susut bobot buah tomat. Buah pisang yang disimpan pada kondisi CO2 berlebih
mengalami penurunan bobot yang tinggi dari penyimpanan hari ke-10 hingga hari ke-14. Susut
bobot buah pisang yang paling besar terjadi pada buah pisang yang disimpan pada kondisi CO 2
berlebih. Sementara buah pisang yang mengalami susut bobot paling kecil adalah buah pisang
yang disimpan dalam kondisi normal. Buah tomat yang mengalami susut bobot paling tinggi
adalah buah tomat yang disimpan pada kondisi O2 berlebih dan yang mengalami susut bobot
paling rendah adalah buah tomat yang disimpan pada kondisi normal. Penurunan bobot buah
dapat terjadi karena adanya proses respirasi yang mengurai substrat serta peristiwa transpirasi
yang membuat kandungan air dalam buah berkurang. Penyimpanan dengan modifikasi

7
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

atmosfer harusnya dapat mengurangi proses respirasi sehingga dapat menekan kehilangan
substrat pada buah dan mencegah proses traspirasi air [6].
3.3 Nilai pH
Nilai pH dapat menunjukkan nilai keasaman buah tapi tidak selalu berkorelasi dengan rasa
manis atau asam pada buah. Nilai pH berhubungan dengan kandungan asam organik pada buah.
Nilai pH sendiri diukur karena pH merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Setiap mikroorganisme memiliki tingkat optimum pH dimana
mikroorganisme tersebut dapat tumbuh secara maksimal. Rentang pH optimum untuk
pertumbuhan bakteri adalah 6.5-7.5. Sementara jamur lebih maksimal tumbuh pada pH 4-6[7].
Nilai pH dari cairan buah pisang dan tomat dapat mendukung data pertumbuhan jamur pada
buah tersebut.
Tabel 3.1 Hasil pengamatan nilai pH buah pisang

Lama Penyimpanan Perlakuan


(Hari) Kontrol Aerator CO2
0 4.57 4.585 4.654
7 5.8 5.76 5.7
10 5.63 5.425 5.983
14 5.805 6.3275 5.733

Nilai pH buah pisang pada semua perlakuan cenderung meningkat. Buah pisang
mengalami kenaikan and penurunan nilai pH pada tiap perlakuan. Pada hari ke-7 penyimpanan,
pH buah pisang kontrol naik paling tinggi dibanding buah pisang dengan perlakuan lain. Pada
hari ke-10 penyimpanan, nilai pH buah pisang kontrol dan aerator menurun sementara yang
disimpan dengan CO2 berlebih mengalami kenaikan. Pada hari ke-14 penyimpanan, nilai pH
buah pisang kontrol dan aerator mengalami kenaikan sementara buah pisang yang disimpan
dengan kondisi CO2 berlebih mengalami penurunan pH. Nilai pH yang naik dan turun
disebabkan karena sampel buah yang digunakan tiap kali uji berbeda sehingga kondisi pH awal
tiap buah berbeda-beda. Nilai pH yang meningkat menunjukkan adanya penurunan total
kandungan asam pada buah pisang. Penurunan total asam dapat disebabkan karena zat asam
organik pada buah digunakan sebagai sumber energi dalam proses respirasi buah[8].
Peningkatan pH paling tinggi terjadi pada buah pisang yang disimpan dengan dialiri gas O 2
berlebih (aerator). Kondisi O2 berlebih dapat menyebabkan kegiatan respirasi buah
berlangsung lebih cepat sehingga total asam dalam buah akan menurun dengan cepat.
Sementara pertambahan nilai pH yang paling sedikit terjadi pada buah pisang yang disimpan
dalam keadaan CO2 berlebih. Hal tersebut memungkinkan terjadinya penghambatan terhadap
kegiatan respirasi buah pisang.
Tabel 3.2 Hasil pengamatan nilai pH buah tomat

Lama Penyimpanan Perlakuan


(Hari) Kontrol Aerator CO2
0 4.211 4.200 4.183
7 4.298 4.050 4.497

8
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

10 3.607 4.567 4.170


14 3.798 3.250 3.133

Berbeda dengan nilai pH buah pisang yang cenderung meningkat, nilai pH tomat
cenderung menurun pada semua perlakuan. Sama seperti buah pisang, terjadinya kenaikan atau
penurunan tomat dapat disebabkan karena kondisi awal tiap sampel yang berbeda-beda. buah
tomat yang disimpan tanpa perlakuan apapun (kontrol) dan CO2 berlebih mengalami kenaikan
pH pada hari ke – 7 penyimpanan. Sementara buah tomat yang disimpan dengan kondisi O 2
berlebih (aerator) mengalami kenaikan nilai pH pada hari ke-10 penyimpanan. Buah tomat
akan mengalami peningkatan nilai total asam atau penurunan pH ketika tingkat kematangan
awal. Sementara nilai total asam akan menurun atau pH akan meningkat ketika buah akan
membusuk[9]. Buah tomat yang disimpan kemungkinan masih dalam tahap pematangan
sehingga pada masa penyimpanan mengalami penurunan pH. Peningkatan pH juga bisa terjadi
karena adanya proses fermentasi buah secara anaerobik. Penurunan nilai pH buah yang
disimpan dengan kondisi O2 dan CO2 berlebih tidak berbeda jauh, hal tersebut dapat
disebabkan karena buah tomat mengalami pematangan yang cepat untuk buah yang disimpan
dengan O2 berlebih dan buah mengalami fermentasi untuk buah yang disimpan dengan CO2
berlebih.
3.4 Angka Lempeng Total (ALT) jamur

Gambar 3.9 Grafik ALT jamur pada buah pisang

Gambar 3.10 Grafik ALT jamur pada tomat


Angka lempeng total jamur pada buah pisang mengalami peningkatan selama masa
penyimpanan. Begitu pula dengan angka total jamur pada buah tomat. Jumlah ALT jamur
9
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

paling banyak setelah 14 hari penyimpanan paling banyak dimilikioleh pisang yang disimpan
dengan kondisi normal dan paling sedikit pada kondisi CO 2 berlebih. Namun, pisang yang
disimpan pada kondisi CO2 berlebih mengalami lonjakan jumlah jamur pada hari penyimpanan
ke-10 sebelum terjadi penurunan pada hari berikutnya. Lonjakan tersebut dapat terjadi karena
adanya kontaminasi atau terjadi karena terjadi peningkatan ph dari 5,7 pada penyimpanan dari
hari ke-7 menjadi 5,9 pada hari ke-10. Peningkatan nilai pH membuat suasana buah pisang
menjadi lebih basa dan lebih cocok untuk pertumbuhan jamur. Sementara pada penyimpanan
hari ke-14 terjadi penurunan pH menjadi 5,7. Jumlah ALT pada tomat paling banyak dimiliki
oleh tomat yang disimpan pada kondisi kontrol dan yang paling sedikit dimiliki oleh tomat
yang disimpan pada kondisi CO2 berlebih. Pertumbuhan jamur pada buah pisang jauh lebih
tinggi disebabkan pada saat penyimpanan pH buah pisang berkisar antara 4-6 dimana nilai pH
tersebut merupakan rentang optimum untuk pertumbuhan jamur [7]. Sementara pH tomat selama
masa penyimpanan berada pada kisaran 3-4.
3.5 Total Soluble Solids
Tabel 3.3 Hasil pengujian TSS buah pisang (oBrix)

Lama Penyimpanan Perlakuan


(Hari) Kontrol Aerator CO2
0 11.03 14.32 49.77
7 9.83 14.12 50.90
10 9.07 12.84 38.21
14 8.37 12.12 38.99

Tabel 3.4 Hasil pengujian TSS buah tomat (oBrix)

Lama penyimpanan Perlakuan


(Hari) Kontrol Aerator CO2
0 3.367 8.000 2.270
7 3.133 1.333 3.200
10 4.067 2.533 2.400
14 3.733 5.600 2.400

Total padatan terlarut buah pisang pada seluruh perlakuan cenderung menurun selama masa
penyimpanan. Buah tomat yang disimpan dalam keadaan normal dan CO 2 cenderung tidak
berubah. Akan tetapi buah tomat yang disimpan pada kondisi O2 berlebih tidak dapat dikatakan
cenderung naik atau turun karena data yang dihasilkan sangat fluktuatif. Penurunan total
padatan terlarut disebabkan oleh proses respirasi buah yang membutuhkan gula total sebagai
sumber energi[6]. Penurunan nilai total padatan terlarut paling besar terjadi pada buah pisang
yang disimpan pada kondisi CO2 berlebih. Penyimpanan dengan kondisi normal dan CO2
berlebih mampu mencegah penurunan nilai total padatan terlarut pada buah tomat.

10
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

3.6 Perubahan Kekerasan

Gambar 3.11 Grafik nilai kekerasan buah pisang

Gambar 3.12 Grafik nilai kekerasan tomat


Kekerasan buah pisang pada seluruh perlakuan mengalami penurunan selama masa
penyimpanan. Kekerasan buah tomat yang disimpan pada kondisi normal dan CO2 berlebih
mengalami penurunan. Sementara itu buah tomat yang disimpan pada kondisi O2 berlebih
mengalami peningkatan kekerasan selama masa penyimpanan. Penurunan kekerasan buah
pisang memiliki korelasi data dengan menurunnya nilai total padatan terlarut. Nilai total
padatan terlarut yang menurun disebabkan oleh adanya proses respirasi yang berlangsung.
Proses respirasi yang terus berlangsung tersebut juga merombak struktur dinding sel buah yaitu
mengubah pektin yang tidak larut dalam air menjadi larut dalam air sehingga tekstur buah
menjadi melunak[6]. Buah pisang yang disimpan dengan kondisi O2 berlebih memiliki
penurunan kekerasan yang paling kecil, sementara buah tomat yang disimpan pada kondisi
normal memiliki penurunan kekerasan yang paling kecil.

11
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

3.7 Perubahan konsentrasi CO2

Gambar 3.13 Grafik rasio konsentrasi CO2 ruang penyimpanan buah pisang

Gambar 3.14 Grafik rasio konsentrasi CO2 ruang penyimpanan tomat


Rasio antara konsentrasi CO2 ruang penyimpanan buah pisang dengan perlakuan O2
berlebih dengan ruang kontrol mengalami penurunan pada hari ke-13. Sementara rasio
konsentrasi CO2 ruang penyimpanan buah pisang dengan perlakuan CO2 berlebih dengan ruang
kontrol mengalami peningkatan. Rasio konsentrasi CO2 antara ruang penyimpanan dengan O2
berlebih dengan ruang kontrol memiliki nilai yang besar menandakan bahwa buah pisang yang
disimpan dengan kondisi O2 berlebih mengalami proses respirasi yang tinggi. Sementara buah
pisang yang disimpan dalam kondisi CO2 berlebih, proses respirasinya tertahan. Modifikasi
atmosfer dengan penambahan gas CO2 dapat menunda pemasakan buah, menekan laju
respirasi, produksi etilen, dan memperlambat proses deteriorasi buah[1]. Rasio konsentrasi CO2
ruang penyimpanan buah tomat baik pada kondisi penyimpanan O2 berlebih dan CO2 berlebih
mengalami penurunan. Buah tomat yang disimpan pada kondisi CO2 berlebih menghasilkan
gas CO2 yang lebih banyak dibanding tomat yang disimpan pada kondisi O2 berlebih. Gas CO2
tersebut dapat dihasilkan dari proses fermentasi anaerob yang terjadi pada buah tomat.

12
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

4. Kesimpulan
Penyimpanan buah pisang dalam kondisi O2 berlebih memberikan pengaruh penurunan
kekerasan buah paling kecil. Penyimpanan buah pisang dalam kondisi CO2 berlebih memberi
aroma buah pisang yang lebih disukai, mempertahankan warna kuning kulit buah pisang,
mempertahankan nilai pH, dan jamur yang tumbuh pada buah lebih sedikit. Penyimpanan buah
pisang dalam kondisi normal menyebabkan susut bobot yang kecil. Teknik penyimpanan
dengan modifikasi yang paling baik untuk buah pisang adalah dalam kondisi CO 2 berlebih.
Penyimpanan buah tomat dalam kondisi CO2 berlebih menyebabkan jamur yang tumbuh
pada buah lebih sedikit dan penurunan nilai TSS kecil. Penyimpanan buah tomat dalam kondisi
normal memberikan aroma tomat yang lebih disukai, mempertahankan warna tomat dengan
lebih baik, susut bobot yang kecil, penurunan nilai TSS kecil, dan penurunan nilai kekerasan
yang kecil. Teknik penyimpanan dengan modifikasi yang paling baik untuk buah tomat adalah
dalam kondisi normal.
Saran
Sebaiknya penelitian ini menggunakan buah dengan tingkat kematangan yang lebih
rendah agar buah tidak membusuk dalam waktu yang cepat. Pemilihan buah yang diuji tiap
pengujian dipilih yang paling merepresentasikan keseluruhan keadaan buah yang diuji agar
data yang didapat lebih baik.
Daftar Pustaka
[1] Argo, B. D., Lastriyanto, A., & Astuti, N. P. (2012). Monitoring System of Oxygen and
Carbondioxide in Kontrolled Atmosphere Storage System. Jurnal Teknologi Pertanian, 9(3).
150-156.
[2] Dahli, A., Haryanto, A., & Suhandy, D. (2016). Studi Penggunaan Kmno4 Untuk
Memperpanjang Umur Simpan Pisang Muli. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of
Agricultural Engineering), 5(2). 67-72.
[3] Rahayu, W. P., & Adhi, W. (2015). Penerapan good logistic practices sebagai penunjang
ekspor buah tropis. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik, 2(1), 93-106.
[4] Wills, R & John G. (2016). POSTHARVEST An introduction to the physiology and
handling of fruit and vegetables 6th edition. Boston:CABI
[5] Samad, M. Y. (2012). Pengaruh penanganan pasca panen terhadap mutu komoditas
hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 8(1). 31-36.
[6] Johansyah, A., & Kusdiantini, E. (2014). Pengaruh plastik pengemas low density
polyethylene (LDPE), high density polyethylene (HDPE) dan polipropilen (PP) terhadap
penundaan kematangan buah tomat (Lycopersicon esculentum. Mill). ANATOMI
FISIOLOGI, 22(1), 46-57.
[7] Hidayat, N., Meitiniarti, I., Setyahadi, S., Pato, U., Susanti, E., Padaga, M.C., Wardani,
A.K., Purwandari, U., Srianta, I., & Ristiarini, S. (2018). Mikrobiologi industry pertanian.
Malang : UB Press
[8] Zahroh, S. U., Utami, R., & Manuhara, G. J. (2016). Penggunaan Kertas Aktif Berbasis
Oleoresin Ampas Jahe Emprit (Zingiber officinale var. amarum) Terhadap Kualitas Buah

13
J. Teknologi Penyimpanan Vol. 01, No. 2, 2019, 1- 14

StroberI (Fragaria x ananassa) Selama Penyimpanan. Caraka Tani: Journal of Sustainable


Agriculture, 31(1), 59-70.
[9] Novita, M., Satriana, S., Martunis, M., Rohaya, S., & Hasmarita, E. (2012). Pengaruh
pelapisan kitosan terhadap sifat fisik dan kimia tomat segar (lycopersicum pyriforme) pada
berbagai tingkat kematangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 4(3). 1-8.

14

Anda mungkin juga menyukai