Anda di halaman 1dari 4

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI TAWANGMANGU

Mata Kuliah : Teologi Perjanjian Lama

Dosen Pengampu : Pdt. Firman Panjaitan, M.Th

Mahasiswa/NIM : Erni Wati Killi/388216

“Memperdamaikan antara Allah Immanensi dan Allah Transendental”

Allah merupakan pribadi yang besar dan tidak mudah dimengerti karena keberadaan-
Nya yang besar dan kuasa-Nya yang tidak terbatas. Hal itu akan semakin sulit saat siapa
Allah itu berusaha untuk dipahami oleh manusia yang terbatas. Dengan keterbatasan
manusia, manusia berusaha untuk memahami Allah dan mempelajari tentang Allah dengan
usaha-usaha dan pendekatan yang ada. Bahkan manusia berusaha dengan rasio yang ada
untuk memahami Tupphan.

Dalam perkembangannya banyak filsuf bahkan teolog juga yang mencoba


menggambarkan tentang Allah dengan pendekatan yang berbeda, ada yang melihat Allah
dengan segala kuasa-Nya yang tidak dapat dilampaui oleh apapun di alam semesta ini
bahkan ada yang mencoba untuk menggambarkan Allah yang tidak terbatas untuk dalam
suatu penggambaran manusia yang memahami semua dengan keterbatasan yang ada atau
boleh saya katakan, dengan segala sesuatu yang ada, manusia mencoba untuk menunjukan
seperti apa Allah itu. Manusia mencoba memahami Allah dengan wahyu atau bahkan
penyataan Allah yang Allah nyatakan kepada manusia.

Dengan keterbatasan manusia, manusia akan sulit memahami Allah jikalau Allah tidak
lebih dulu menyatakan diri-Nya kepada manusia. Manusia memahami Allah melalui
penyataan dan biasa dikatakan wahyu Allah. Allah menyatakan diri melalui cipataan, melalui
hati nurani itu biasa dikatakan wahyu umum dan melalui Alkitab dan Yesus Krsitus yaitu
wahyu Khusus. Dan melihat Allah yang begitu jauh dan Allah juga yang terlibat dalam
kehidupan manusia dan bahkan dalam alam semesta ini.

Dalam pengertiannya, transenden adalah istilah yang berasal dari kata trans yang
berarti seberang, melampaui dan scandere artinya memanjat. Transenden menunjuk pada
apa yang melampaui pengalaman, kesadaran, pengertian, dan penjelasan ilmiah.
Sedangkan imanen berasal dari kata im-manere yang memiliki arti tinggal dalam sesuatu;
tidak keluar dari; ia menunjuk pada kehadiran sesuatu yang mutlak di dnia atau pada
eksistensi yang terbatas. Tuhan yang imanen adalah Tuhan yang hadir secara actual di
mana-mana didalam dunia, meresapi segala yang ada dimana Allah ambil bagian dalam
proses-proses di semesta dan kepada-Nya segala yang ada didunia ini bergantung.

Dari pengertian transenden dan imanensinya Allah, banyak filsuf yang mencoba untuk
hanya memihak dalam 1 bagian dan meniadakan bagian yang lain. Kiekegaard yang focus
kepada transendensi Allah dan menolak imanensi Allah sedangkan Paul Tillich yang lebih
menekankan imanensi Allah dimana kita manusia yang terbatas tidak akan memahami Allah
tanpa Allah yang bekerja atau berpartisipasi di alam semesta ini bahkan dengan semua yang
ada. Dari perbedaan pandangan ini yang terus terus berkembang dan menghasilkan banyak
teori dan pemahaman yang mencoba untuk terus mempertahankan pendapat dan paham
yang ada dengan bukti-bukti yang ada dan kemampuan berpikir manusia yang ada.

Dalam setiap agama punya pandangan sendiri tentang Allah yang disembah bahkan
dalam sebuah agama sendiripun bahkan puny acara memandang Allah yang berbeda.
Maksud saya disini adalah ketiika seorang memandang Allah dengan pandangannya sendiri
dan melihat dari sudutnya sendiri akan menghasilkan Allah dari cara pandang Dia. Bahkan
pemahaman tentang Allahpun terus berkembang tidak hanya masalah soal keberadaan
Allah yang bias dibuktikan tetapi juga berkembang paham manusia yang meng”allahkan”
banyak hal yang ada.

Dalam kehidupan orang Kristen yang saya ketahui bahkan ada yang memandang
Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dengan cara yang berbeda. YHWH lebih
dikenal dengan Allah yang “keras” atau biasa dikatakan Allah peperangan, Allah yang
membela namun dibedakan dengan Perjanjian Baru yaitu Yesus yang lebih kenal dengan
Allah yang imanen karena Yesus yang menyatakan diri-Nya bahkan melalui Firman Tuhan
yang mencatat tentang kehidupan Yesus Kristus dalam sejarah dan keterlibatan-Nya dalam
sejarah kehidupan manusia yang umumnya diketahui adalah pandangan dari Marsionisme.

Dalam kehidupan orang Kristen yang mempercayai ineransi Alkitab dan percaya
bahwa Yesus telah menyatakan diri dan menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia
bahkan yang telah ada dalam sejarah kehidupan yang dimana dicatat dalam Kitab Suci orang
Kristen atau Alkitab. Kita perlu melihat kembali ke dalam Alkitab sebagai dasar dari
kebenaran yang dipegang. Dalam Perjanjian Lama, misalnya dalam Dalam Perjanjian Lama,
misalnya dalam Yeremia 23:23-24 Masakan Aku ini hanya Allah yang dari
dekat, demikianlah firman TUHAN, dan bukan Allah yang dari jauh juga? Sekiranya ada
seseorang menyembunyikan diri dalam tempat persembunyian, masakan Aku tidak melihat
dia? demikianlah firman TUHAN. Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi? demikianlah
firman TUHAN. Dalam Perjanjian Baru dalam Kisah para Rasul 17:24-28, “Allah yang telah
menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, n tidak
diam dalam kuil-kuil buatan tangan o manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia,
seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan
segala sesuatu p kepada semua orang. Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua
bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan
musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, supaya mereka mencari Dia
dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita
masing-masing. Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, s seperti yang telah
juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga.”1

Jika ada yang mengatakan bahwa Allah di PL dan PB itu berbeda menurut saya tetap
sama tergantung bagaimana kita memahami Alkitab, terkadang kita hanya focus kebagian
tertentu dan menghilangkan bagian yang lain. Misalnya Allah dalam Perjanjian Lama
dipandang Allah yang transenden dan jauh yang terpisah karena sisi kemutlakannya yang
terlepas dari kehidupan manusia sehingga bisa dengan seenaknya melakukan apapun yang
Allah kehendaki tanpa kita melihat bahwa ada sebab akibat dari apa yang Allah berikan
kepada manusia. Allah itu transenden tetapi tidak “seenak-Nya”. Misalnya sifat Allah yang
tegas dan memberikan hukuman kepada manusia supaya manusia menyadari kesalah
mereka karena Allah mengasihi manusia atau bisa dikatakan Allah menghukum dengan
kasih-Nya. Allah yang jauh itu terlibat di dalam kehidupan manusia bagaimana Ia yang
menghukum juga memulihkan melalui ciptaan-Nya, maksud saya adalah Allah tidak lepas
tangan dan bahkan bertanggungjawab dengan semua yang diciptakan-Nya. Bahkan dalam
Perjanjian Barupun menekankan tentang imanensi dan transendensinya Allah. Bagaimana
Allah yang menyatakan diri sebagai Anak Allah yang bisa dikatakan jauh dimana jika
dipahami Anak Allah adalah mahkluk surgawi yang menyatakan diri-Nya dalam Yesus
Kristus dan bahkan dalam Perjanjian Baru dimana Allah menyatakan diri-Nya sebagai Allah
dan Bapa serta sahabat.

Jika kita melihat Allah yang transenden dan yang tidak terbatas maka akan kita
pahami bahwa Dia yang tidak terbatas itu akan hidup dalam waktu dan masa kapanpun

1
Alkitab Terjemahan Baru
sedangkan jika kita melihat Allah yang imanen maka Allah yang terlibat dalam kehidupan
manusia adalah Allah yang tidak terbatas. Kedua bagian ini tidak bisa dipisahkan.

Menurut saya kita harus paham tentang Allah, maksudnya adalah memang kita dalam
keterbatasan kita sebagai manusia sangat mustahil memahami Allah yang tak terbatas
namun ketika kita tahu bahwa Allah yang tidak terbatas itu bisa hadir dalam kehidupan
manusia yang terbatas dan terlibat di dalamnya sedangkan Allah yang terlibat dalam
kehidupan manusia itu tidak akan selamanya telibat kalau memang ia terbatas. Dalam hal ini
saya tidak hanya menekankan tentang murka Allah ketika manusia mendapat hukuman
tetapi lebih kepada Dia adalah Allah yang sebenarnya bisa saja melakukan apapun yang Ia
mau namun Kasih-Nya yang luas biasa itu Ia masih mau dan bahkan rela mengerjakan hal
yang sulit dipahami manusia. Ada baiknya kita memahami Allah itu secara utuh jika tidak
kondisi kitalah yang akan mempengaruhi kita memandang Allah. Saya kasih contoh, ketika
manusia mengalami masalah, Ia hanya memikirkan Allah yang jauh yang tidak dekat tetapi
ketika Ia dalam keadaan yang baik Ia akan mengerti bahwa Allah ada dalam kehidupannya
dalam hal ini juga tentang alam semesta dan segala isinya. Sebenarnya Allah itu diimani dan
dialami, Ia jauh tetapi sebenarnya Ia dekat. Hanya masalah kita memandang jarak itu dan
menurut saya jarak yang kita pahami beda dengan jarak yang dimiliki Allah yang tidak
terbatas itu, yang kita pahami tidak bisa kita samakan dengan yang tidak terbatasnya Allah.

Anda mungkin juga menyukai