2.1.1. Situasi yang dapat menjadi ancaman dalam praktik akuntan publik
Evaluasi ancaman memberikan catatan kepada Praktisi untuk tidak hanya menerima informasi
atas adanya ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar, tetapi juga harus mengupayakan
untuk mengetahui atas sesuatu yang sesungguhnya dapat diketahui yang merupakan ancaman
terhadap prinsip dasar tersebut.
Ancaman terhadap prinsip dasar sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik ini diklasifikasikan
menjadi 5 jenis ancaman, terdiri dari:
3. Ancaman Advokasi
4. Ancaman Kedekatan
5. Ancaman Intimidasi
b) Kepemimpinan KAP atau Jaringan KAP yang memastikan terjaganya tindakan untuk
melindungi kepentingan publik oleh anggota tim assurance, dan
c) Kebijakan dan prosedur untuk menerapkan dan memantau pengendalian mutu perikatan.
a) Melibatkan praktisi lainnya untuk menelaah hasil pekerjaan yang telah dilakukan atau untuk
memberikan saran yang diperlukan,
b) Melakukan konsultasi dengan pihak ketiga yang independen, seperti komisaris independen,
organisasi profesi, atau praktisi lainnya, dan
c) Melibatkan KAP atau jaringan KAP lain untuk melakukan atau mengerjakan kembali suatu
bagian dari perikatan.
Dalam hal pencegahan ini, mungkin saja klien sudah memiliki sistim pencegahan sendiri,
misalnya
a) Pihak dalam organisasi klien selain manajemen meratifikasi atau menyetujui penunjukkan
KAP atau jaringan KAP,
b) Klien memiliki karyawan yang kompeten dengan pengalaman dan senioritas yang memadai.
Dalam hal demikian Praktisi dapat mengandalkan pada sistim pencegahan klien, namun
demikian tidak boleh hanya mengandalkan pada pencegahan klien tersebut.
Dalam hal penerimaan klien misalnya, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi dan
sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika tim perikatan tidak memiliki
kompetensi yang diperlukan. Pencegahan yang disarankan misalnya
a) memperoleh pemahaman yang memadai mengenai sifat dan kompleksitas bisnis klien,
2
b) memperoleh pengetahuan yang relevan mengenai industri, menggunakan tenaga ahli jika
diperlukan, dan sebagainya.
Dalam hal diminta memberikan pendapat kedua (second opinion) mengenai penerapan
akuntansi, audit atas transaksi tertentu oleh pihak lain selain klien, maka ancaman terhadap
kompetensi, sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi. Pencegahan yang
disarankan misalnya
a) meminta persetujuan klien untuk menghubungi Praktisi yang memberikan pendapat pertama,
b) menjelaskan mengenai keterbatasan pendapat yang diberikan kepada klien, dan sebagainya.
2.1.5. Ancaman Dan Pencegahan Pada Saat Penentuan Fee Audit Dan Renumerasi
Lainnya
Dalam penentuan imbalan jasa profesional, ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi
dan sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa
profesional sedemikian rendahnya, sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan
perikatan dengan baik sesuai standar teknis dan profesi.
a) membuat klien menyadari persyaratan dan kondisi perikatan, terutama dasar penentuan
imbalan, dan jenis dan ruang lingkup penugasan,
b) mengalokasikan waktu yang memadai dan menggunakan staf yang kompeten dalam
perikatan tersebut. Penerimaan hadiah atau bentuk keramah-tamahan (hospitality) dari klien
dapat menimbulkan ancaman terhadap prinsip objektivitas.
3
Setiap praktisi tidak boleh merusak reputasi profesi dalam memasarkan jasa profesionalnya.
Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh melakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
1. Membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa professional yang dapat diberikan,
kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau
2. Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak
didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain. Pencegahan harus diterapkan untuk
menghilangkan atau mengurangi ancaman tersebut.
Praktisi yang dipercaya untuk menyimpan uang atau asset lainnya milik pihak lain harus
melakukan pencegahan sebagai berikut:
1. Menyimpan asset tersebut secara terpisah dari asset KAP atau asset pribadinya;
2. Menggunakan asset tersebut hanya untuk tujuan yang telah ditetapkan;
3. Setiap saat siap mempertanggungjawabkan asset tersebut kepada individu yang berhak atas
asset tersebut, termasuk seluruh penghasilan, deviden, atau keuntungan yang dihasilkan
dari asset tersebut; dan
4. Mematuhi semua ketentuan hokum dan peraturan yang berlaku sehubungan dengan
penyimpanan dan pertanggungjawaban asset tersebut.
Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (good governance)
yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme perlu diciptakan lingkungan yang dapat
menimbulkan perilaku positif, kondusif dan terbebas dari adanya Benturan Kepentingan.
Pelaksanaan Penanganan Benturan Kepentingan diharapkan dapat mendukung kelancaran dan
keseragaman pelaksanaan penanganan benturan kepentingan di lingkungan perusahaan.
4
Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan seseorang yang
memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tdak
sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas yang
diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian.
Beberapa bentuk benturan kepentingan antara lain dapat dikenali sebagai berikut :
3. Memberikan akses khusus kepada pihak tertentu tanpa mengikuti prosedur yang
seharusnya;
4. Dalam proses pengawasan dan pembinaan tidak mengikuti prosedur karena adanya
pengaruh dan/atau harapan dari pihak yang diawasi;
7. aPemilihan rekanan kerja oleh pegawai berdasarkan keputusan yang tidak profesional;
9. Melakukan pengawasan tidak sesuai norma, standar dan prosedur yang telah ditetapkan
karena adanya pengaruh dan/atau harapan dari pihak yang diawasi;
10. Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan atas sesuatu yang dinilai;
5
1. Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak
sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan;
2. Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga
tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain
yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
3. Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh akuntan dengan pihak tertentu
baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan
yang dapat mempengaruhi keputusannya;
4. Gratifikasi, yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat,
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya;
5. Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian
tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya
organisasi yang ada;
d. Pencegahan
6
E. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap benturan
kepentingan.
e. Keberhasilan
Keberhasilan Penanganan Benturan Kepentingan tentu tidak mudah untuk diwujudkan, untuk
itu diperlukan:
2. Perhatian khusus atas hal-hal tertentu yang dianggap beresiko tinggi yang akan dapat
menyebabkan terjadinya situasi benturan kepentingan. Hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus tersebut antara lain adalah:
A. Hubungan afiliasi;
B. Gratifikasi;
I. Perangkapan jabatan.
5. Sanksi.
7
2.3. Sikap Independensi Dan Obyektivitas Dalam Setiap Penugasan
Independensi adalah suatu sikap tak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepada kepentingan
siapapun, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu
kepentingan dengan kliennya, baik itu manajemen perusahaan maupun pimpinan perusahaan
(Standar Profesional Akuntan Publik (2001:220). Indikator independensi berdasarkan
pengertian di atas adalah:
(a) Tidak ada pengaruh secara emosional, dan keuangan dari klien.
(b) Tidak memihak kepentingan manajemen dan pemilik perusahaan, kreditur dan pihak lain
yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor
(c) Auditor selalu bersikap independen. Yang ketiga Integritas, yaitu indikator independensi
berdasarkan pengertian di atas adalah: (a) Tidak ada pengaruh secara emosional, dan keuangan
dari klien. (b) Tidak memihak kepentingan manajemen dan pemilik perusahaan, kreditur dan
pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor. (c) Auditor selalu bersikap
independen.
Pengertian independensi sebagaimana disebutkan dalam seksi ini adalah independensi dalam
Pemikiran (independence of mind), dan independensi dalam Penampilan (independence in
appearance). Sebagai catatan, bahwa dalam Kode Etik yang berlaku saat ini independensi
tersebut terdiri dari independence in fact dan independence in appearance.
Obyektivitas yaitu merupakan suatu prinsip yang mengharuskan praktisi untuk tidak
membiarkan subyektivitas, benturan-benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari
pihak-pihak lain yang dapat memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan
bisnisnya (IAPI, 2009:120). Indikator obyektivitas adalah menurut (IAPI, 2009:120): (a)
Menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif. (b) Menghindari pemberian atau
hubungan atau dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan
profesionalnya.
Dalam memberikan jasa profesionalnya, setiap Praktisi harus mempertimbangkan ada tidaknya
ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip utama objektivitas yang dapat terjadi dari adanya
8
kepentingan dalam, atau hubungan dengan, klien baik direktur, pejabat, atau karyawan.
Pencegahan antara lain: