Anda di halaman 1dari 42

2018

Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI)


Ruang Lingkup
• KEPI mengatur agar Penilai dalam menjalankan tugasnya selalu
mematuhi Etik dan Kompetensi, agar hasil pekerjaan penilaian
dapat dipertanggungjawabkan kepada pemberi tugas,
masyarakat dan profesi penilai.
• KEPI ini bersifat mengikat dan wajib untuk diterapkan oleh
seluruh Penilai dan dimaksudkan sebagai dasar aturan-aturan
dari asosiasi atau organisasi yang mengatur kegiatan-kegiatan
para Penilai.

2
Definisi dan Istilah
• Etik adalah nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi
pedoman bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur
perilakunya secara profesional.
• Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) adalah kumpulan etik yang
melandasi pelaksanaan SPI yang harus ditaati oleh Penilai, agar
penugasan yang dilakukan Penilai dapat memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dengan cara yang jujur, objektif dan kompeten
secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan
pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan
mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman
penugasan secara tepat.

3
Definisi dan Istilah
• Institusi adalah lembaga dimana Penilai melakukan pekerjaan
penilaian, antara lain Kantor Jasa Penilai Publik, Lembaga
Pemerintah dan Bank.
• Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah Standar Profesi Penilai
untuk melakukan kegiatan penilaian di Indonesia. Penilai harus
mematuhi SPI yang merupakan acuan praktek penilaian di
Indonesia.
– Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar yang
harus dipatuhi oleh Penilai dalam melakukan penilaian.

4
Definisi dan Istilah
• Dalam KEPI ini kata “Penilai” dapat berarti “Penilai sebagai perorangan
(individu)” atau “Kantor Jasa Penilai Publik”, tergantung pada konteks
kalimatnya.
• Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan
pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk
mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
Penilai terdiri dari:
Ø Tenaga Penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang
penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga
pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau
lembaga pendidikan formal.
Ø Penilai Bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di
bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai.
Ø Penilai Publik adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri
Keuangan.

5
Prinsip Dasar Etik vs Ancaman

PRINSIP ETIK (5) ANCAMAN (6)


1. Integritas; 1. Terkait kepentingan
2. Objektifitas; pribadi;
3. Kompetensi; 2. Terkait kaji ulang internal;
4. Kerahasian; 3. Terkait pemberi tugas;
5. Perilaku Profesional. 4. Terkait pembelaan;
5. Terkait keakraban;
6. Terkait intimidasi.

6
Prinsip Dasar Etik (4)
a. Integritas: memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional dan
bisnis, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil
b. Objektivitas: menghindari benturan kepentingan, atau tidak dipengaruhi atau tidak
memihak dalam pertimbangan profesional atau bisnis.
c. Kompetensi: menjaga pengetahuan dan keterampilan profesional yang dibutuhkan
untuk memastikan bahwa hasil Penilaian telah dibuat berdasarkan pada
perkembangan terakhir dari praktek dan teknik Penilaian serta peraturan
perundang-undangan.
d. Kerahasiaan: menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam hubungan
profesional dan bisnis, serta tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak
ketiga tanpa ijin, maupun untuk digunakan sebagai informasi untuk keuntungan
pribadi Penilai atau pihak ketiga (kecuali diatur lain sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang undangan yang berlaku).
e. Perilaku Profesional: melaksanakan pekerjaan sesuai dengan lingkup penugasan
yang telah disepakati didalam kontrak, dan mengacu pada SPI. Selalu bertindak
demi kepentingan publik dan menghindari tindakan yang mendiskreditkan profesi.

7
Integritas (4.1)
1. Prinsip integritas mewajibkan Penilai untuk jujur dan dapat
dipercaya dalam semua hubungan profesional dan bisnis.
2. Seorang Penilai tidak boleh dengan sengaja melakukan penilaian, membuat
laporan penilaian, membuat surat keterangan atau komunikasi lain tentang
penilaian, apabila mengandung salah satu hal berikut:
1) Berisi pernyataan atau informasi yang secara material tidak benar atau
menyesatkan atau yang dibuat sembarangan; atau
2) Penghilangan atau pengaburan informasi penting yang harus
disertakan, sehingga dapat berakibat menyesatkan.
3) Apabila Penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka harus
segera mengambil tindakan dengan cara melakukan koordinasi dengan
Pemberi Tugas terkait dengan informasi tersebut, misalnya dengan
melakukan revisi atas laporan penilaian.

8
Integritas (4.1)
4) Penilai tidak diperkenankan berpartisipasi atau berperan serta dalam suatu jasa
penilaian yang tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan rasional Penilai
umumnya.
5) Penilai wajib bertindak menurut hukum dan sesuai dengan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia atau di negara dimana Penilai
mendapat penugasan.
6) Penilai tidak diperkenankan dengan sengaja salah menafsirkan kualifikasi
profesional yang tidak dimilikinya.

9
Objektifitas (4.2)
a. Prinsip objektivitas mewajibkan Penilai bekerja secara profesional, tidak
memihak, tidak memiliki kepentingan terhadap obyek penugasan atau
tidak dipengaruhi orang lain.
b. Seorang Penilai mungkin akan dihadapkan pada situasi yang dapat
mengganggu objektivitas. Tidak mudah mendefinisikan situasi di mana
seorang Penilai mungkin menghadapi ancaman terhadap objektivitas
(…..contoh).
c. Dalam hal ancaman terhadap objektivitas tidak dapat dihindari, Penilai
profesional harus menolak penugasan. Namun, beberapa potensi ancaman
terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau dikurangi dengan pencegahan
secara efektif. Pencegahan ini dapat mencakup pemberitahuan kepada
pihak-pihak terkait dan mendapatkan persetujuan mereka untuk
melanjutkan tugas penilaian. Pencegahan lainnya dibahas dalam butir 6
Ancaman dan Pencegahan.

10
Objektifitas (4.2.b)
• Contoh situasi yang berpotensi sebagai ancaman, dan yang mendorong Penilai untuk
mempertimbangkan menerima atau menolak penugasan, atau mengadopsi
pencegahan untuk menghilangkan atau menghindari ancaman atau persepsi tidak
memihak meliputi:
– penugasan penilaian untuk tujuan transaksi jual-beli properti;
– penugasan penilaian untuk kepentingan dua atau lebih pihak dalam persaingan
bisnis;
– penugasan penilaian untuk kepentingan pemberi pinjaman, juga penyediaan
saran kepada peminjam;
– penugasan penilaian untuk kepentingan pihak ketiga di mana Penilai mempunyai
hubungan kontraktual dengan Pemberi Tugas awal;
– penugasan untuk penilaian ulang;
– penugasan penilaian untuk bertindak sebagai penasehat dan sebagai ahli dalam
kaitannya dengan masalah yang sama.
• Pengaruh objektivitas Penilai akan tergantung pada keadaan dari setiap kasus,
misalnya; tujuan penilaian, kepentingan Pemberi Tugas dan kemampuan
menghilangkan atau mengurangi ancaman dalam batas wajar dengan menempatkan
prosedur pencegahan yang tepat. 11
Objektifitas (4.2)
d. Apabila dilakukan penilaian ulang dari aset yang sama, pencegahan
terhadap kemungkinan ancaman atas objektivitas meliputi:
1. melakukan review internal berkala oleh Penilai yang tidak terkait
dengan penugasan; atau
2. secara berkala mengganti Penilai yang bertanggung jawab untuk
penugasan tersebut.
e. Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas dapat
dihilangkan atau secara efektif dikurangi dengan pengungkapan
penyebab ancaman dan setiap pencegahan lain yang diambil atau
diusulkan, perhatian harus dilakukan untuk tidak melanggar prinsip
kerahasiaan. Jika keterlibatan masa lalu dengan aset atau pemilik aset
tidak dapat diungkapkan tanpa melanggar kewajiban kerahasiaan
kepada Pemberi Tugas lain, penugasan tersebut harus ditolak.

12
Objektifitas (4.2)
f. Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas
dapat dihilangkan atau dilakukan secara efektif dengan
mencapai kesepakatan bahwa mereka dapat melanjutkan
dengan dua pihak atau lebih yang berpotensi konflik atas hasil
penilaian atau objek penilaian, pertimbangan harus diambil
untuk memastikan para pihak memperoleh informasi dan
menyadari konsekuensi yang potensial atas kepentingan
mereka dalam menyetujui Penilai yang
ditugaskan. Memperoleh persetujuan dari dua atau lebih pihak
yang berkepentingan bahwa tugas penilaian dapat diterima,
tidak membebaskan Penilai dari kewajiban untuk mematuhi
prinsip-prinsip dasar

13
Objektifitas (4.2)
g. Jika tidak ada pencegahan yang memuaskan untuk
menghilangkan atau meminimalkan ancaman terhadap
objektivitas yang dapat diidentifikasi, Penilai harus menolak
penugasan tersebut.
h. Penilai tidak akan bertindak untuk dua atau lebih para pihak
pada penugasan dan tujuan yang sama, kecuali dengan
persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang berkepentingan.

14
Objektifitas (4.2)
i. Penilai harus mengambil upaya yang rasional untuk mencegah dalam
rangka meyakinkan bahwa tidak ada konflik dalam menjalankan
tugasnya antara kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas yang
bersangkutan dan kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas lainnya,
maupun Penilai, perusahaannya, keluarga, rekan bisnis, atau
mitranya. Apabila terjadi konflik yang potensial harus dijelaskan
secara tertulis sebelum menerima penugasan. Setiap konflik yang
demikian dimana Penilai baru kemudian menyadarinya, harus segera
menjelaskan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Apabila konflik yang demikian baru diketahui setelah Penilai
menyelesaikan tugas penilaiannya, penjelasannya harus segera dibuat
dalam waktu sesingkat-singkatnya.

15
Objektifitas (4.2)
j. Penilai tidak boleh menerima suatu penugasan yang laporan penilaiannya
mencakup pendapat dan kesimpulan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
k. Imbalan jasa yang berkaitan dengan suatu penugasan tidak boleh
tergantung pada hasil suatu penilaian yang telah ditetapkan terlebih
dahulu atau berdasarkan laporan penilaian yang isinya berdasarkan
pertimbangan yang tidak mandiri dan tidak obyektif.
l. Penilai tidak diperkenankan mendasarkan pekerjaannya pada informasi
yang hanya disediakan oleh Pemberi Tugas, atau setiap pihak lainnya,
tanpa melakukan klarifikasi atau konfirmasi yang tepat, kecuali pada
hakekatnya dapat diterima secara wajar sehingga dapat dipercaya dan
dinyatakan dalam syarat pembatas.

16
Objektifitas (4.2)
m. Penilai tidak diperkenankan menerima suatu penugasan untuk
membuat laporan penilaian berdasarkan asumsi pada prasyarat
hipotesa yang tidak mungkin dilaksanakan dalam kurun waktu yang
wajar.
n. Penilai tidak diperkenankan memberikan kesimpulan yang tidak
didukung oleh alasan yang memadai dan berdasarkan praduga,
atau kesimpulan laporan yang mencerminkan suatu opini bahwa
praduga tersebut dapat memengaruhi nilai.
o. Dalam melakukan kaji ulang Laporan Penilaian dari Penilai lainnya,
Penilai harus bersikap tidak memihak dan mempertimbangkan
alasan-alasannya untuk setuju atau tidak setuju terhadap
kesimpulan laporan tersebut
p. Dalam melakukan kaji ulang Laporan Penilaian dari Penilai lainnya,
Penilai harus bersikap tidak memihak dan mempertimbangkan
alasan-alasannya untuk setuju atau tidak setuju terhadap
kesimpulan laporan tersebut.
17
Objektifitas (4.2)
q. Proses penilaian mensyaratkan Penilai untuk memberikan suatu
pertimbangan yang tidak memihak, misalnya tidak menggunakan
data dan asumsi faktual yang tidak sesuai untuk memperoleh suatu
kesimpulan penilaian. Penilaian dapat dipercaya jika pertimbangan
dibuat dalam situasi yang transparan dan meminimalkan pengaruh
faktor subjektif dalam proses penilaian.
r. Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang meregulasi
dan memberikan izin Penilai untuk melakukan penilaian sesuai
dengan klasifikasinya. Asosiasi Profesi Penilai memiliki Kode Etik yang
harus dipatuhi Penilai. Dalam KEPI dan SPI tidak diatur hubungan
antara regulator dengan Penilai.
s. Aturan perilaku khusus bagi Penilai yang melakukan penilaian di
luar lingkup SPI, diperlukan kontrol dan prosedur yang sesuai agar
memastikan independensi dan objektivitas dalam proses penilaian,
sehingga hasilnya tidak menyimpang. Bilamana suatu tujuan
penilaian membutuhkan Penilai yang memiliki kriteria tertentu,
persyaratannya tidak boleh menyimpang dari SPI.

18
Kompetensi (4.3)
a. Prinsip kompetensi mensyaratkan Penilai untuk:
1. Mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa Pemberi Tugas
menerima layanan profesional yang kompeten; dan
2. Bertindak sesuai dengan standar teknis dan profesional yang berlaku
saat memberikan layanan profesional.
b. Layanan profesional yang kompeten membutuhkan kebijakan dalam
menerapkan pengetahuan dan keterampilan profesional dalam kinerja
layanan tersebut. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua bagian
yang terpisah:
1. Pencapaian kompetensi profesional; dan
2. Pemeliharaan kompetensi profesional.

19
Kompetensi (4.3)
c. Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran dan
pemahaman teknis, pengembangan profesi dan bisnis yang
berkelanjutan. Pengembangan profesional yang berkelanjutan
memungkinkan Penilai untuk mengembangkan dan mempertahan-
kan kemampuan secara kompeten dalam lingkungan profesional.
Seorang Penilai seharusnya mengambil langkah-langkah yang
wajar untuk memastikan bahwa staf yang berada di bawah
kewenangannya, melakukan pekerjaan secara profesional yang
memiliki pelatihan serta supervisi yang memadai
d. Jika Penilai tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
diperlukan untuk melakukan tugas penilaian yang ditawarkan
secara profesional, Penilai harus menolak tugas tersebut, kecuali
menggunakan bantuan dari luar merujuk 4.3 m).

20
Kompetensi (4.3)
e. Penerimaan Penugasan (Acceptance of Instructions)
Sebelum menerima suatu pekerjaan atau sebelum menandatangani
perjanjian kerja untuk melaksanakan pekerjaan,
o Penilai harus secara cermat mengidentifikasi permasalahan yang akan
disampaikan dan memastikan dirinya memiliki pengalaman dan
pengetahuan.
o Apabila penugasan itu diluar negeri, dapat bekerja sama dengan tenaga
profesional yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai
kondisi pasar, bahasa, dan hukum yang berlaku, dalam rangka
menyelesaikan penugasannya secara kompeten.
o Sebaliknya apabila penugasan digunakan untuk kepentingan di luar negeri
tetapi aset berada di Indonesia, sejauh memiliki kompetensi dan
kualifikasi yang dibutuhkan, Penilai dapat melakukan penilaian dengan
mengacu kepada SPI atau standar penilaian lainnya yang relevan.

21
Kompetensi (4.3)
f. Penilai akan bertindak tepat waktu dan efisien dalam
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Lingkup Penugasan.
g. Penugasan seharusnya tidak dilaksanakan apabila keadaan tidak
memungkinkan untuk diadakan pemeriksaan secara memadai
sehingga memengaruhi kualitas dari pekerjaan, dan penyelesaian
dalam jangka waktu yang wajar.
h. Sebelum penilaian dilaporkan, Lingkup Penugasan yang tertulis dan
cukup rinci hendaknya sudah dipahami dan disetujui antara
Pemberi Tugas dan Penilai untuk mencegah interpretasi yang
berbeda.
i. Penilai akan melakukan pemeriksaan dan verifikasi untuk
memperoleh keyakinan bahwa data yang digunakan untuk analisis
dalam penilaian telah diperoleh dengan cara yang benar dan dapat
dipertanggung jawabkan.
j. Penilai harus membuat arsip data pekerjaan untuk setiap
penugasan yang telah diselesaikan dalam suatu arsip yang benar
pada kertas (hardcopy) atau dalam bentuk elektronik (softcopy).

22
Kompetensi (4.3)
k. Penilaian yang dilakukan berdasarkan SPI hanya akan dapat
dilaksanakan oleh Penilai sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI ini
dengan menerapkan standar kualifikasi, kompetensi, pengalaman,
etik dan pengungkapan dalam penilaian.
l. Penilai harus memiliki pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan
keterampilan teknis yang sesuai, serta memiliki pengalaman dan
pengetahuan atas objek penilaian, pemahaman pasar dan tujuan
penilaiannya.

23
Kompetensi (4.3)
m. Bantuan dari Luar
1. Apabila Penilai tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang
cukup untuk melakukan suatu pekerjaan penilaian tertentu, termasuk
dalam penilaian yang kompleks atau jenis aset yang beragam dengan
skala besar, maka Penilai diperbolehkan mendapat bantuan tenaga
ahli dari luar;
2. Penilai harus memberi informasi dan seharusnya mendapatkan
persetujuan Pemberi Tugas, jika dipersyaratkan menggunakan tenaga
ahli dari luar. Identitas dari para tenaga ahli dari luar serta seberapa
jauh peranannya dalam pekerjaan tersebut hendaknya dijelaskan
dalam Lingkup Penugasan dan laporan yang dibuat oleh Penilai yang
bersangkutan.

24
Kerahasiaan (4.4)
a. Prinsip kerahasiaan mewajibkan semua Penilai untuk tidak
melakukan:
1) Pengungkapan di luar institusinya atau penggunaan informasi
rahasia yang diperoleh dari layanan jasa penilaian tanpa
persetujuan kecuali memiliki hak secara legal atau hak profesi
atau kewajiban untuk mengungkapkan; dan
2) Pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan
profesional dan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak
ketiga.
b. Penilai harus menjaga kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan
sosial, bersikap waspada terhadap kemungkinan pengungkapan
yang tidak sengaja, terutama untuk rekan bisnis yang dekat atau
anggota keluarga dekat.
c. Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan
oleh Pemberi Tugas. 25
Kerahasiaan (4.4)
c. Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi dalam institusinya
atau tim kerja.
d. Penilai harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk
memastikan bahwa staf di bawah pengawasan Penilai dan orang
yang memberikan tugas menghormati prinsip kerahasiaan.
e. Penilai harus mematuhi prinsip kerahasiaan, bahkan setelah
berakhirnya hubungan kerja dengan Pemberi Tugas. Penilai dapat
menggunakan pengalaman sebelumnya untuk penugasan baru,
namun tidak diperbolehkan menggunakan atau mengungkapkan
informasi rahasia yang diperoleh dari penugasan sebelumnya

26
Prilaku Profesional (4.5)
a. Prinsip perilaku profesional mewajibkan semua Penilai untuk bertindak
secara cermat dalam memberikan pelayanan dan untuk memastikan
bahwa layanan yang diberikan adalah sesuai dengan hukum, teknis dan
standar profesi yang berlaku baik objek penilaian, tujuan penilaian atau
keduanya.
b. Perilaku profesional mencakup penerimaan tanggung jawab untuk
bertindak demi kepentingan publik. Tugas seorang Penilai tidak terbatas
pada kebutuhan Pemberi Tugas. Ada juga kebutuhan untuk
mempertimbangkan apakah keputusan profesional memiliki dampak yang
lebih luas pada pihak ketiga yang tidak teridentifikasi. Misalnya, penilaian
sering dilakukan yang secara langsung dapat berdampak pada pihak ketiga
seperti pemegang saham dalam sebuah perusahaan atau penyandang
dana. Sementara kebutuhan Pemberi Tugas biasanya penting, seorang
Penilai harus menghindari penugasan yang dapat merugikan kepentingan
masyarakat luas, dan yang dapat mendiskreditkan reputasi mereka sendiri
dan profesi pada umumnya.
27
Prilaku Prefesional (4.5)
c. Dalam pemasaran dan mempromosikan diri dan pekerjaan mereka,
Penilai tidak harus membawa profesi ke reputasi yang tidak
baik. Penilai harus jujur dan benar dan tidak:
Membuat promosi yang berlebihan untuk layanan yang dapat
mereka tawarkan, kualifikasi yang mereka miliki, atau pengalaman
yang telah didapatkan; atau
Membuat referensi yang tidak benar atau perbandingan terhadap
pekerjaan orang lain yang tidak dapat dibuktikan.
d. Perilaku profesional meliputi tindakan yang bertanggung jawab dan
sopan dalam semua hal dengan Pemberi Tugas dan masyarakat secara
umum dan menanggapi secara cepat dan efektif untuk semua
instruksi yang wajar atau keluhan.

28
Prilaku Prefesional (4.5)
e. Penilai harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Terlepas dari contoh yang diberikan, termasuk setiap tindakan
yang wajar dan yang diinformasikan pihak ketiga, mempertimbangkan
semua fakta-fakta spesifik dan kondisi yang tersedia bagi Penilai pada
saat itu, yang akan cenderung untuk memengaruhi reputasi baik
profesi.
f. Penilai harus menerapkan secara konsisten Sistem Pengendalian
Mutu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan

29
Panduan Prinsip Dasar Etik (5)
• Jika ancaman dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik tidak dapat
diantisipasi, baik karena ancaman yang terlalu signifikan maupun
karena penanganan yang memadai tidak tersedia atau tidak
dapat diterapkan, tugas penilaian harus ditolak atau tidak
dilanjutkan.
• Jika Penilai menemukan kondisi yang tidak biasa yang dapat
menimbulkan konflik, dimana penerapan Kode Etik akan
menimbulkan hasil yang tidak proporsional atau hasil yang
merugikan kepentingan umum, Penilai disarankan berkonsultasi
dengan Asosiasi Profesi Penilai atau regulator yang terkait.

30
Panduan Prinsip Dasar Etik (5)
• Jika konflik yang signifikan tidak dapat diatasi, baik dengan
menolak tugas atau melakukan penanganan, Penilai dapat
meminta pendapat dari Asosiasi Profesi Penilai. Hal ini dapat
dilakukan tanpa melanggar Prinsip Dasar Etik mengenai
Kerahasiaan.
• Jika setelah mempertimbangkan semua kemungkinan yang
relevan konflik etik tetap belum terjawab, Penilai perlu
memutuskan untuk menolak penugasan atau mengundurkan
diri.

31
Pedoman Tingkah Laku (5)
1. Tanggung Jawab terhadap Integritas Pribadi Penilai
2. Tanggung Jawab Kepada Pemberi Tugas
3. Tanggung Jawab terhadap Sesama Penilai dan Kantor
Jasa Penilai Publik
4. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat

32
Ancaman (6)
Ancaman terhadap kemampuan seorang Penilai untuk mematuhi Prinsip
Dasar Etik dapat terjadi karena berbagai situasi. Suatu situasi dapat
menimbulkan lebih dari satu ancaman yang mempengaruhi pemenuhan
terhadap lebih dari satu Prinsip Dasar Etik. Ancaman dikategorikan sebagai
berikut:
a. Ancaman terkait kepentingan pribadi (Self-interest threat) -ancaman
bahwa pertimbangan profesional Penilai dapat dipengaruhi oleh
kepentingan finansial atau kepentingan pribadi lainnya;
b. Ancaman terkait kaji ulang internal (Self-review threat) - ancaman
bahwa Penilai tidak dapat mengevaluasi secara memadai hasil Penilaian
yang sebelumnya dilakukan olehnya atau oleh individu lain dalam kantor
atau instansi yang sama, dimana Penilai mengandalkan hasil kaji ulang
tersebut ketika membentuk opini penilaian;

33
Ancaman
c. Ancaman terkait pemberi tugas (Client conflict threat) - ancaman
bahwa dua atau lebih pemberi tugas mungkin memiliki kepentingan yang
berlawanan atau bertentangan terhadap suatu hasil penilaian;
d. Ancaman terkait advokasi (Advocacy threat) - ancaman bahwa Penilai
berpihak kepada pimpinannya atau kepada pemberi tugas, sehingga
mempengaruhi objektivitas hasil pekerjaan;
e. Ancaman terkait keakraban (Familiarity threat) - ancaman bahwa
adanya hubungan yang lama atau akrab dengan pemberi tugas atau
pimpinan mengakibatkan seorang Penilai mungkin terlalu simpatik
dengan kepentingan mereka, sehingga mempengaruhi objektivitas hasil
pekerjaan;
f. Ancaman terkait intimidasi (Intimidation threat) - ancaman bahwa
Penilai tidak dapat bertindak objektif karena adanya tekanan, termasuk
penggunaan pengaruh yang tidak semestinya sehingga mempengaruhi
hasil penilaian.
34
Pencegahan (6)
• Sejauh mana salah satu kategori ancaman yang tercantum di
atas akan mempengaruhi Penilai dalam mematuhi Prinsip
Dasar Etik akan tergantung pada kondisi dalam penugasan.
– Misalnya Perusahaan A telah membuat tawaran
pengambilalihan Perusahaan B, maka ancaman konflik akan
timbul jika Penilai menerima penugasan dari Perusahaan A,
dimana Penilai yang bersangkutan telah ditugaskan oleh
Perusahaan B. Sebaliknya, jika Perusahaan A dan Perusahaan B
tidak mencapai kesepakatan harga dan selanjutnya bersama-
sama menugaskan Penilai untuk memberikan penilaian
independen, maka konflik tidak akan timbul.

35
6. ...

Pencegahan
• Pencegahan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dapat
mengantisipasi ancaman pada tingkat yang dapat diterima.
Pencegahan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait
dengan praktik penilaian.
b. Pencegahan dalam KEPI dan SPI
c. Pencegahan dalam prosedur kerja internal kantor dan
pengendalian mutu.

36
6. ...

Pencegahan
a) Contoh pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait dengan
praktik penilaian antara lain:
• Peraturan tentang pengelolaan kantor yang baik dan kualitas jasa
penilaian.
• Perizinan Penilai sesuai klasifikasi bidang jasa penilaian.
• Peraturan tentang persyaratan pendidikan, pelatihan dan
pengalaman bagi Penilai.
• Pemeriksaan oleh pihak ketiga atas jasa penilaian, laporan atau
informasi lainnya yang dihasilkan oleh Penilai.
b) Contoh pencegahan dalam KEPI antara lain:
• Persyaratan untuk mematuhi SPI.
• Pemantauan kepatuhan prosedur SPI.
• Pengaturan standar imbalan jasa (fee) untuk penugasan penilaian.

37
6. ...

Pencegahan
c) Contoh pencegahan dalam prosedur kerja internal kantor dan
pengendalian mutu antara lain perlunya:
• Penatausahaan Kantor Jasa Penilai, sehingga Penilai dan/atau tim
pendukung penilaian terhindar dari jasa yang berpotensi
mengandung konflik. Pengawasan manajerial, akses terhadap data
dan fasilitas pendukung harus dipertimbangkan sesuai dengan
keadaan dan tingkat ancaman.
• Persyaratan untuk mempertahankan kepentingan pribadi Penilai dan
staf lain yang terlibat dalam penugasan penilaian.
• Persyaratan review internal penilaian.
• Secara berkala mengganti Penilai untuk penugasan penilaian ulang.
• Pengawasan penerimaan atau pemberian hadiah, komisi, dan jenis
lainnya dalam pelaksanaan jasa penilaian.

38
6. ...

Pencegahan
• Pencegahan akan efektif bila diungkapkan kepada pemberi tugas dan pihak
ketiga lainnya yang berhubungan dengan Penilaian. Penilai harus
mempertimbangkan setiap pengungkapan pada saat penugasan atau
dalam penyusunan proposal. Pertimbangan juga harus diberikan termasuk
referensi atas pencegahan dalam laporan penilaian atau setiap referensi
yang dipublikasikan, terutama apabila laporan penilaian digunakan oleh
pihak lain selain Pemberi Tugas.
• Suatu pencegahan yang tepat dapat mengidentifikasi atau mencegah
perilaku yang tidak etis. Pencegahan tersebut meliputi:
q Sistem pengaduan yang dipublikasikan dengan baik oleh Asosiasi
Profesi Penilai atau regulator, memungkinkan Penilai lain, pengguna
jasa dan masyarakat untuk mengetahui perilaku yang tidak
profesional atau tidak etis.
q Penilai diwajibkan untuk melaporkan pelanggaran terhadap KEPI
dan SPI.
39
TERIMA KASIH

40
Ilustrasi Kasus 1
• Suatu perusahaan perkebunan kelapa sawit seluas 5.000 Ha, telah
dilakukan Penilaiannya oleh tiga orang Penilai Publik yang berbeda. Tujuan
Penilaian ditujukan untuk kepentingan perkara warisan di pengadilan.
• Dua Penilai, Penilai A dan B memberikan kesimpulan Nilai yang mendekati
sama sebesar Rp. 500 miliar dengan asumsi perkebunan tersebut masih
eksisting diteruskan sebagai perkebunan kelapa sawit.
• Penilai ketiga (C), memberikan kesimpulan Nilai sebesar Rp. 600 miliar.
Pertimbangan Penilai C terhadap Nilai tersebut adalah menggunakan
asumsi adanya informasi dari pihak manajemen bahwa perkebunan akan
mendapatkan perluasan lahan pada lokasi berbeda dari perkebunan
eksisting.
• Menurut anda, apa penyebabnya terjadi perbedaan Nilai yang signifikan
diantara Penilai A dan B dengan Penilai C? Apakah ada salah satu dari
kelompok Penilai yang dimaksud di atas anda anggap berpotensi
melanggar prosedur Penilain? jelaskan.

41
Objektifitas (4.2)
• Contoh situasi yang berpotensi sebagai ancaman, dan yang mendorong Penilai untuk
mempertimbangkan menerima atau menolak penugasan, atau mengadopsi
pencegahan untuk menghilangkan atau menghindari ancaman atau persepsi tidak
memihak meliputi:
– penugasan penilaian untuk tujuan transaksi jual-beli properti;
– penugasan penilaian untuk kepentingan dua atau lebih pihak dalam persaingan
bisnis;
– penugasan penilaian untuk kepentingan pemberi pinjaman, juga penyediaan
saran kepada peminjam;
– penugasan penilaian untuk kepentingan pihak ketiga di mana Penilai mempunyai
hubungan kontraktual dengan Pemberi Tugas awal;
– penugasan untuk penilaian ulang;
– penugasan penilaian untuk bertindak sebagai penasehat dan sebagai ahli dalam
kaitannya dengan masalah yang sama.
• Pengaruh objektivitas Penilai akan tergantung pada keadaan dari setiap kasus,
misalnya; tujuan penilaian, kepentingan Pemberi Tugas dan kemampuan
menghilangkan atau mengurangi ancaman dalam batas wajar dengan menempatkan
prosedur pencegahan yang tepat. 42

Anda mungkin juga menyukai