E-mail: sueb.fmipa@um.ac.id
Abstract. Penduduk Ulat Hongkong (Tenebrio molitor L) merupakan bagian dari aneka ternak
yang sangat mudah diterapkan Pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun
terhadap jasad pengganggu sasaran, tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad
bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya. Penggunaan insektisida
sintetik tidak dapat dihentikan secara drastis karena dapat berakibat menurunnya produk
pertanian. Salah satu alternatif yang paling tepat dalam pengendalian hama adalah penggunaan
insektisida organik yang ramah lingkungan. Insektisida organik dapat dibuat dari bahan
tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida seperti Daun Pepaya (Carica papaya).
Daun pepaya (Carica papaya) mengandung kelompok enzim sistein protease seperti papaindan
kimopapain, serta menghasilkan senyawa-senyawa golongan alkaloid, terpenoid, flavonoid dan
asam amino yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui keefektifitasan penggunaan pupuk sintetik dan pupuk nabati terhadap
mortalitas Ulat Hongkong. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan variasi
pengujian yaitu melalui racun perut dengan metode pencelupan dan melalui racun kontak
dengan metode penyemprotan. Digunakan variasi waktu pengamatan yaitu 3 jam, 24 jam, 48
jam, 72 jam dan 96 jam untuk menghitung nilai LC 50. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
1. Introduction
Ulat Hongkong (Tenebrio molitor L) merupakan bagian dari aneka ternak yang sangat mudah
diterapkan bagi ibu rumah tangga baik sebagai mata pencaharaian utama maupun sampingan. Ulat
hongkong merupakan komoditas yang digunakan sebagai makanan burung, ikan, reptile, pangan, dan
sebagai bahan baku kosmetik.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berarti pembunuh. Pestisida
dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Pestisida adalah campuran bahan kimia
yang digunakan untuk mencegah, membasmi dan mengendalikan hewan/tumbuhan penggangu seperti
binatang pengerat, termasuk serangga penyebar penyakit, dengan tujuan kesejahteraan manusia.
Pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran,
tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan
organisma berguna lainnya (Tarumingkeng, 2008).
Pestisida yang banyak digunakan dalam praktek pertanian sekarang ini merupakan pestisida
kimia. Menggunakan pestisida kimia dapat membasmi hama lebih cepat, selain itu pestisida kimia
juga sangat gampang dan banyak didapatkan di pasaran. Akan tetapi, penggunaan pestisida kimia
dalam jangka waktu yang lama dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan
manusia.
Pestisida kimia yang digunakan dalam jangka panjang dengan dosis yang banyak dapat
berbahaya bagi kesehatan manusia dikarenakan pestisida bersifat polutan dan menyebarkan radikal
bebas sehingga dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh seperti mutasi gen dan gangguan syaraf
pusat. Selain itu, residu kimia yang bersifat racun dapat menempel pada produk pertanian dan jika
dikonsumsi bisa memicu kerusakan sel, penuaan dini dan munculnya penyakit degeneratif (Kumar &
Panneerselvam, 2008).
Penggunaan insektisida sintetik tidak dapat dihentikan secara drastis karena dapat berakibat
menurunnya produk pertanian. Salah satu alternatif yang paling tepat dalam pengendalian hama adalah
penggunaan insektisida organik yang ramah lingkungan. Insektisida organik dapat dibuat dari bahan
tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida (Kardiman, 2002). Insektisida organik biasa
disebut dengan biopestisida.
Biopestisida dapat diartikan sebagai semua bahan hayati, baik berupa tanaman, hewan,
mikroba atau protozoa yang dapat digunakan untuk memusnahkan hama dan penyebab penyakit pada
manusia, hewan, dan tanaman. Dalam istilah Indonesia sering juga para pakar di biang ini
menyebutnya dengan istilah agensia pengendali hayati (Indriani, 2006).
Menurut Thamrin dkk, (2008), pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal
dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah
menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan
dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida.
Pestisida nabati yang diaplikasikan mempunyai fungsi antara lain refelen (menolak
kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat), antifidan (menyebabkan
serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang pahit), mencegah serangga
meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur, racun syaraf, mengacaukan sistem
hormon di dalam tubuh serangga, attraktan (sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat
digunakan sebagai perangkap) (Thamrin, dkk., 2006).
Beberapa tanaman diketahui dapat memberi efek mortalitas terhadap serangga, sehingga
tanaman tersebut dapat digunakan sebagai alternatif insektisida nabati. Kotaro Konno, dkk., (2004)
melaporkan bahwa getah pepaya (Carica papaya) mengandung kelompok enzim sistein protease
seperti papaindan kimopapain, serta menghasilkan senyawa-senyawa golongan alkaloid, terpenoid,
flavonoid dan asam amino yang sangat beracun bagi serangga pemakan tumbuhan. Pengendalian hama
pengganggu menggunakan insektisida nabati selain memberi efek mortalitas terhadap serangga hama
juga mempengaruhi siklus hidup serangga hama, yaitu mempengaruhi perkembangan larva, pupa dan
imago (Julaily dkk., 2013).
Penggunaan ekstrak daun pepaya pada tanaman sawi dapat menghambat aktifitas biologi pada
hama ulat. Pada pengamatan dilakukan penghitungan nilai LC50 (Lethal Concentration), yang mana
merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang
diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu (Dhahiyah &
Djuangsih, 1997).
Bedasarkan hal diatas, maka dilakukan praktikum mengenai pengujian pestisida sintetik
(decis) dan pestisida nabati daun pepaya (Carica papaya) terhadap mortalitas Ulat Hongkong
(Tenebrio molitor) dengan nilai penghitungan LC 50
2. Methods
LC50
0.200
0.180 0.178
0.160
0.140 0.150
0.120
0.100
0.080
0.060
0.040 0.038 LC50
0.020 0.029
0.000
Racun Perut Racun Kontak Racun Peru Racun Kontak
Nabati Nabati Kontak dengan Buatan (Decis)
(Perasan Daun (Perasan Daun Buatan (Decis)
Pepaya Pepaya
Jantung) Jantung)
Berdasarkan hasil penelitian uji pestisida sintetik decis dengan konsentrasi 0,02; 0,025; 0,03;
0,35 dan pestisida nabati ekstrak daun pepaya dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, 20% pada ulat
hongkong Tenebrio molitor menunjukkan bahwa mortalitas tertinggi berdasarkan perlakuan yang
diberikan dengan menggunakan perhitungan LC50 yaitu 0.178 dengan uji pestisida nabati ekstrak daun
papaya yang diberikan sebagai racun kontak dengan konsentrasi terbesar adalah 20% larutan perasan
daun pepaya dalam pestisida alami, sedangkan nilai LC50 pada perlakuan racun perut sebesar 0,150.
Mortalitas pestisida sintetik dengan perlakuan racun perut didapatkan nilai LC50 sebesar 0.038,
mortalitas pestisida sintetik decis dengan perlakuan racun kontak didapatkan nilai LC50 sebesar 0.029.
4. Conclusion
Nilai LC50 yang ditunjukkan oleh objek penelitian ulat hongkong Tenebrio molitor dengan perlakuan
pemberian insektisida ekstrak daun pepaya dan Decis sebagai racun perut dan racun kontak secara
berurutan sebesar 0,150; 0.178;0,038; dan 0,029. Berdasarkan nilai LC50 yang telah diperoleh, maka
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pemberian insektisida berupa Decis sebagai racun kontak
dengan nilai LC50 terendah sebesar 0,150 sangat efektif digunakan sebagai insektisida karena adanya
kandungan deltamethrin yang dapat melemahkan kinerja saraf dan merusak struktur sitomorfologi
hama. Pemberian ektrak daun pepaya juga berpotensi sebagai insektisida namun dengan toksisitas
lebih rendah dibandingkan dengan Decis, hal tersebut ditunjukkan nilai LC50 kurang dari 1 mg/L untuk
dapat menyebabkan tingkat kematian sebesar 50% dari populasi total.
5. Reference
Bagwell, R D & Baldwin, J L. 2009. Aphids on cotton. Louisiana State University (LSU) Agricultural
Center, Center Research and Extension.
Belzunces, Luc., Tchamitchian, Sylvie., Brunet, J L. 2012. Neural effects of insecticides in the honey
bee. Article of Apidologie, Springer Verlag, Volume 43 Nomor 3 : halaman 348 – 369.
Dhahiyat, Y. & Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC 50 (Acute Toxicity Tests) Menggunakan
Daphnia dan Ikan. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Grdiša, M & Gršić, K. 2013. Botanical insecticides in plant protection. Article of Agriculturae
Conspectus Scientificus, Volume 78 Nomor 2 : halaman 85 – 93.
Gutiérrez, Yeisson., Santos, Helen P.,Serrão, J E & Oliveira, E E. 2016. Deltamethrin-Mediated
Toxicity and Cytomorphological Changes in the Midgut and Nervous System of the Mayfly
Callibaetis Radiatus. Research Article of Plos One
Indriani, S. 2006. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.),
J.II.Pert.Indon, 11(1): 13 – 17.
Julaily, N & Mukarlina, T R S. 2013. Pengendalian hama pada tanaman Sawi (Brassica juncea L.)
menggunakan ekstrak daun Pepaya (Carica papaya L.). Article of Protobiont, Volume 2
Nomor 3.
Julaily, N., Mukarlina. & Setyawati, T. R. 2013. Pengendalian Hama pada Tanaman Sawi (Brassica
juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Protobiont, 2(3):
171 – 175.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Konno, K., Hirayama, C., Nakamura, M., Tateishi, K., Tamura, Y., Hattori, M & K. Kohno. 2004.
Papain Protecs Papaya Trees from Herbivorous Insects: Role of Cysteine Proteases in Latex.
Blackwell Publishing Ltd. The Plant Journal, 37: 370 – 378.
Kumar, L. P. & Panneerselvam, N. 2008. Toxic Effects ofPesticides: A Review on Cytogenetic
Biomonitoring Studies. Medicine and Biology. UC 613.62:632.95.024:575.2.
Martínez, L C., Rueda, A P., Dimaté, F A R., Campos, J M., Júnior, V C d S., Rolim, G D F.,
Fernandes, F L., Silva, Wilcken, C F., Zanuncio, J C & Serrão, J C. 2019. Exposure to
Insecticides Reduces Populations of Rhynchophorus palmarum in Oil Palm Plantations with
Bud Rot Disease. Article of Insects, Volume 10 Nomor 111 : halaman 1 – 12.
Nursal, E., Sudharto P.S., & Desmier, R. 1997. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Bahan Pestisida Nabati
Terhadap Hama. Balai Penelitian Tanaman Obat, Bogor.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prehatin. T. 2014. Rendaman Daun Pepaya Sebagai Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Hama Ulat
Grayak (Spodoptera Litura) Pada Tanaman Cabai. Fakultas Kesehatan Masyarakat :
Universitas Jember
Tarumingkeng. 2008. Pestisida dan Penggunaannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis. & Budiman, A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa sebagai
Pestisida Nabati. Kalimantan Tengah: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Mortalitas Ulat Hongkong
Log10 Mortalitas
No. Metode Jenis Pestisida Konsentrasi 12 24 48 72 96 Total Keterangan
Konsentrasi (%)
jam jam jam jam jam
0,050 -1,301 - - 1 1 2 4 0,4 Ulat tersisa 6
Nabati
(Perasan Daun 0,100 -1,000 - - 1 2 2 5 0,5 Hidup 5
Pepaya 0,150 -0,824 - - 2 3 2 7 0,7 Hidup 3
Jantung)
0,200 -0,699 1 1 2 1 2 7 0,7 Hidup 3
1. Pencelupan
0,020 -1,699 - - 1 2 2 5 0,5 Hidup 5