Anda di halaman 1dari 13

`

IDENTIFIKASI TINGKAT PENCEMARAN UDARA DI TERMINAL WAGIR KOTA


MALANG

MAKALH LAPORAN PRAKTIKUM


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Pencemaran Lingkungan
yang dibimbing oleh Bapak Dr. Sueb, M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 5
Ade Ayu C. M (160342606234)
Dina Nur Rahmawati (160342606274)
Dyah Ayu Pitaloka (160342606236)
Maulidya Nur A. P (160342606259)
Rika Nur Azizah (160342606265)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
Oktober 2018
`

IDENTIFIKASI TINGKAT PENCEMARAN UDARA DI TERMINAL WAGIR KOTA


MALANG

Ade Ayu C. M, Dina Nur R, Dyah Ayu P, Maulidya Nur A. P, Rika Nur A, Dr. Sueb, M.Kes
Program Studi S1 Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
aping.ade@gmail.com, sueb.fmipa@um.ac.id

Abstrak
Pencemaran udara adalah kehadiran suatu subtransi fisik, kimia, ataupun biologi di
atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan
serta dapat mengganggu estetika dan kenyamatan, selain itu dapat pula merusak sebuah
properti. Keberadaan lichen dijadikan sebagai bioindikator karena sangat peka pada polutan,
lichen tidak memiliki lilin & kutikula untuk melindungi sel-sel (struktur dalam), sehingga
polutan mudah terserap oleh klorofi l lichen dan merusak jaringan lichen. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 September 2018
bertempat di terminal Wagir, Kota Malang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
angkutan kota dan sejumlah lichen yang diambil secara purposive sampling. Kemudian hasil
data di bandingkan dengan literature. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara emisi gas buang dan keberadaan lichen atau jumlah spisies lichen di
Terminal Wagir Kota Malang. Setelah melakukan penganalisisan data, didapatkan nilai suhu
di Terminal Wagir adalah sebesar 27,725℃, rerata kelembaban yang didapatkan sebesar
61,5%, dengan rerata Intensitas cahaya yang didapatkan sebesar 125,3667 x 100 lux dan
Frekuensi Perjumpaan spesies yang ditemukan yaitu spesies Physcia Aipolia sebesar 80%
sedangkan spesies Parmelia sulcata sebesar 20%.
Kata kunci : pencemaran udara, lichen,

Abstract

Air pollution is the presence of a physical, chemical or biological subtrance in the


atmosphere in an amount that can endanger the health of humans, animals and plants and
can interfere with aesthetics and comfort, but it can also damage a propert. The existence of
lichen is used as a bioindicator because it is sensitive to pollutants, lichen does not have wax
& cuticles to protect cells (inner structure), because that the pollution is easily absorbed by
chlorofi l of lichen and damages the lichen metabolism. This research is a descriptive study
conducted on Saturday, September 22nd 2018 at Wagir terminal, Malang City. The
population in this study are all city transportation and several lichens samples whose data is
teken by purposive sampling technique and then the results are compared with the literature.
The purpose of this study was to determine the relationship between gas emissions and lichen
or the number of lichen spisies at the Wagir Terminal in Malang City. After analyzing the
data, the average temperature at Wagir Terminal is 27.725 ℃, the average humidity obtained
is 61.5%, with the average light intensity obtained is 125.3667 x 100 lux and the frequency of
encounter species found is the Physcia species Aipolia is 80% while Parmelia sulcata species
is 20%.

Keyword : Air pollution, lichen


`

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mobilitas manusia yang saat ini semakin meningkat menyebabkan semakin


meningkat pula produksi kendaraan bermotor, baik kendaraan umum maupun
kendaraan pribadi. Kendaraan umum misalnya bus, angkutan kota, kereta api, kapal
laut, dan sebagainya, sedangkan kendaraan pribadi yang biasa digunakan oleh
masyarakat adalah mobil dan motor. Adapun fenomena ini lebih jelas terlihat di kota
besar (Winarno, 2014).

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor ini menimbulkan polusi udara yang


semakin parah, khususnya di kawasan rawan macet, terminal, stasiun, dan jalan utama
di kota besar. Polusi udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor berupa emisi gas
buang yang berasal dari sisa pembakaran tidak sempurna di dalam mesin kendaraan.
Kendaraan menghasilkan emisi gas buang yang merupakan faktor penyebab polusi
yang paling dominan. Emisi gas buang kendaraan adalah sisa hasil pembakaran bahan
bakar di dalam mesin kendaraan yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa bahan pencemar udara di kota-kota besar seperti
karbonmonoksida (CO), hidrokarbon (HC), ozon (O3) dan partikulat telah melampaui
ambang batas baku mutu udara (Winarno, 2014).

Pada penelitian kali ini, penulis memilih salah satu kawasan yang umumnya
memiliki tingkat polusi udara tinggi, yaitu terminal. Dimana banyak angkutan kota,
motor, dan mobil yang keluar dan memasuki terminal. Akibatnya, banyak asap
kendaraan yang dihasilkan dan menimbulkan polusi udara. Terminal yang dipilih oleh
penulis adalah terminal Wagir , Jalan Mulyorejo, Mulyorejo, Sukun, Kota Malang
sebagai lokasi abservasi karena terminal tersebut bertempat di dekat persawahan
penduduk. Oleh karena itu, suasana terminal ini cukup sejuk dan tidak seperti terminal
pada umumnya, sehingga penulis ingin mengetahui tingkat pencemaran di terminal
tersebut.
`

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah hubungan antara emisi gas
buang dan keberadaan lichen atau jumlah spisies lichen di terminal Wagir, Kota
Malang.

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara emisi gas
buang dan keberadaan lichen atau jumlah spisies lichen Wagir Kota Malang.

1.4 Definisi Operasional


Manfaat penelitian ini adalah mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara
emisi gas buang dan keberadaan lichen atau jumlah spisies lichen di terminal Wagir,
Kota Malang.
`

BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Jenis Penelitan


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.

2.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 September 2018 bertempat di
terminal Wagir, Kota Malang. Penulis melakukan observasi secara langsung untuk
mengetahui keberadaan lichen di sekitar terminal.

2.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh angkutan kota dan sejumlah
lichen yang terdapat di kawasan terminal Wagir, Kota Malang. Sedangkan sampel
penelitian ini adalah beberapa angkutan kota dan lichen di kawasan terminal diambil
secara purposive sampling. Kemudian hasil di bandingkan dengan literature.
`

3.2 Analisis Data

3.2.1 Suhu Udara


Suhu Udara harian pada lokasi pengamatan dapat diukur dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko,1993) :
(𝟐𝑻 𝒑𝒂𝒈𝒊)+𝑻𝒔𝒊𝒂𝒏𝒈+𝑻𝒔𝒐𝒓𝒆
Suhu Udara (T) = 𝟒

Jika data suhu udara di atas dimasukkan ke dalam rumus tersebut maka akan
diperoleh hasil sebagai berikut :
(2 𝑥 26,8℃ )+31,3℃ +26℃
Suhu Udara (T) = = 27,725℃
4

Sehingga ditemukan hasil suhu udara harian di Terminal Wagir adalah sebesar
27,725℃

3.2.2 Kelembaban Relatif Udara


Kelembaban Relatif Udara pada masing-masing lokasi pengamatan
dapat diukur menggunakan rumus sebagai berikut (Handoko, 1993) :
(𝟐𝑹𝑯𝒑𝒂𝒈𝒊)+(𝑹𝑯𝒔𝒊𝒂𝒏𝒈)+(𝑹𝑯𝒔𝒐𝒓𝒆)
Kelembaban Udara (%) = 𝟒

Jika data kelembaban di atas dimasukkan ke dalam rumus tersebut maka akan
didapatkan hasil sebagai berikut:
(2𝑥 68%)+(44%)+(66%)
Kelembaban Udara (%) = = 61,5%
4

Sehingga didapatkan hasil kelembaban udara di area Terminal Wagir adalah


sebesar 61,5%

3.2.3 Frekuensi Penjumpaan


Frekuensi ditemukannya lichen pada Terminal Wagir dapat dihitung
dengan menggunakan rumus berikut :

𝒋𝒎𝒍 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏 𝒅𝒊𝒕𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒑𝒆𝒔𝒊𝒆𝒔 𝑨


Frekuensi Perjumpaan = x 100%
𝑱𝒎𝒍 𝒕𝒊𝒕𝒊𝒌 𝒑𝒆𝒏𝒈𝒂𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏

Jika data spesies yang teramati dimasukkan dalam rumus tersebut maka akan
didapatkan hasil sebagai berikut :
24
Physcia Aipolia = 30 x 100% = 80%
6
Parmelia sulcata = 30 x 100% = 20%
`

Sehingga dapat diketahui frekuensi perjumpaan spesies Physcia Aipolia


sebesar 80% sedangkan frekuensi perjumpaan pada spesies Parmelia sulcata
sebesar 20%

3.2.4 Intensitas Cahaya


Intensitas Cahaya dapat diukur menggunakan alat luxmeter, rerata
Intensitas Cahaya di Terminal Wagir dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
𝑰𝟏+𝑰𝟐+𝑰𝟑
Intensitas Cahaya = 𝟑

Jika rerata dari intensitas cahaya pada pagi, siang dan sore di Terminal Wagir
dimasukkan ke dalam rumus tersebut maka akan didapatkan hasil sebagai
berikut :
71,4𝑋100 +285,4𝑋100 +19.3𝑋100
Intensitas Cahaya = = 125,3667 x 100 lux
3

Sehingga, Intensitas Cahaya rata-rata di Terminal Wagir adalah 125,3667 x


100 lux.

Berdasarkan Hasil Pengamatan pada Terminal Wagir diatas, didapatkan data


berdasarkan faktor-faktor yang diukur yaitu Suhu, Kelembaban, Frekuensi
Perjumpaan dan Intensitas Cahaya. Setelah dirata-rata dalam 3 keadaan yaitu pagi
(pukul 07.30), siang (pukul 13.30) dan sore (pukul 17.30) maka diperoleh hasil rerata
suhu di Terminal Wagir adalah sebesar 27,725℃, Rerata kelembaban yang didapatkan
sebesar 61,5%, Rerata Intensitas Cahaya yang didapatkan sebesar 125,3667 x 100 lux
dan Frekuensi Perjumpaan spesies yang ditemukan yaitu spesies Physcia Aipolia
sebesar 80% sedangkan spesies Parmelia sulcata sebesar 20%
`

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Udara Terminal Wagir


Suhu udara dan kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi
yang dapat mempengaruhi konsentrasi gas pencemar di udara (Neigburger, 1995).
Kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar udara yang banyak memberikan
sumbangan atas tingginya konsentrasi pencemaran udara. Menurut Natalasa (2010)
pencemaran udara terjadi oleh banyak sebab, diantaranya gas buang kendaraan
bermotor. Gas tersebut mengandung unsur pencemar seperti karbon dioksida (CO2),
karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), hidrokarbon
(HC) dan partikel yang terdiri dari asap, abu melayang, timah hitam (Pb), debu serta
campuran gas dan partikel yang dioksidasi oleh matahari. Keberadaan CO2 sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya suhu di udara. Semakin banyak CO2 terdispersi ke
udara, maka suhu udara akan meningkat.
Rerata suhu pada pagi hari di Terminal Wagir yaitu 27˚C, hal ini menunjukkan
bahwa udara mengandung kadar CO2 yang sedikit tinggi, sedangkan pada siang hari
suhu mnecapai 31.3˚C yang menunjukkan kadar CO2 semakin meningkat. Sedangkan
pada saat sore hari memiliki rata-rata suhu sebesar 260 C. Rerata suhu ini lebih rendah
di bandingkan pada saat pagi hari dan siang hari, artinya pada saat sore hari
kandungan CO2 pada lingkungan tersebut menurun.
Menurut pendapat Tjasyono (2004) menyebutkan bahwa pada siang hari
sebagian dari radiasi matahari akan diserap oleh gas-gas atmosfer dan partikel padat
yang melayang di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari akan menyebabkan suhu
udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah
intensitas cahaya maksimum tercapai pada saat berkas cahaya jauh tegak lurus yakni
pada saat tengah hari. Sedangkan suhu udara minimum pada saat menjelang matahari
terbit. Standar Baku Mutu sesuai Keputusan Menteri Kesehatan
No.261/No.1405/menkes/SK/XI/2002 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk
suasana bekerja 18–26˚C. Sehingga dapat diartikan bahwa udara di terminal banyak
tercemar oleh CO2 yang dihasilkan dari asap angkutan kota.
Sedangkan pada saat sore hari suhu cenderung menurun dikarenakan berbagai
faktor diantaranya radiasi. Penyerapan radiasi oleh permukaan material yang lambat
menyebabkan pemantulan kembali berlangsung lambat dan terhalang naungan kanopi
`

pohon atau bangunan, serta jumlah uap air yang berperan dalam menyerap radiasi
yang dipantulkan tergantung tempat dan waktu mempengaruhi suhu udara pada sore
hari. Pada hari-hari dengan keawanan tinggi radiasi surya yang diterima akan kecil
sehingga pemanasanpun akan berkurang yang mengakibatkan suhu udara pada sore
hari akan rendah (Handoko, 1995).

4.2 Lichen
Lichen dijadikan sebagai bioindikator karena sangat peka pada polutan, lichen
tidak memiliki lilin & kutikula untuk melindungi sel-sel (struktur dalam), sehingga
polutan mudah terserap oleh klorofi l lichen dan merusak jaringan lichen (Pratiwi,
2006). Sedangkan menurut Pratiwi (2006), menyatakan bahwa lichen dapat dijadikan
sebagai tumbuhan indikator untuk pencemaran udara dari kendaraan bermotor,
dimana adanya pencemaran udara akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
lichen dan penurunan jumlah jenis dengan beberapa marga. Kelangkaan lumut kerak
di wilayah yang terpolusi merupakan suatu fenomena yang telah diketahui dan secara
umum dapat disimpulkan bahwa kelompok organisme-organisme ini beberapa
memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap pencemaran udara (Istam, 2007)
Lichen yang dijumpai di Terminal Wagir ada 2 macam yaitu Physcia aipolia
dan Parmelia surcata. Spesies yang paling banyak adalah Physcia aipolia dengan
jumlah 454, sedangkan Parmelia surcata hanya berjumlah 167 individu. Lichen yang
ditemukan bewarna hijau pucat, yang berarti lichen tidak optimal dalam melakukan
fotosintesis dan banyak mnyerap polusi udara yang ada di sekitarnya. Intensitas
cahaya berpengaruh dalam fotosintesis lumut kerak. Rata-rata intensitas cahaya pada
siang hari di lokasi penelitian yaitu 285.4x100 lux, namun menurut Ray (1972) nilai
intensitas cahaya terendah yang diperlukan lichen untuk berfotosintesis secara efektif
adalah 1025 lux. Sehingga dapat diartikan bahwa lichen di Terminal Wagir tidak
dapat melakukan fotosintesis dengan maksimal. Sedangkan intensitas cahaya pada
saat sore hari 19,3x100 lux, intensitas cahaya ini jauh lebih rendah dibandingkan
dengan pada saat siang hari. Meskipun intensitas cahaya pada sore hari terbilang lebih
rendah daripada sianghari, akan tetapi intensitas cahaya pada sore hari tetap masih
kurang efektif bagi lichen untuk berfotosistesis, mengingat lichen dapat berfotosistesis
secara efektif pada intensitas cahaya sebesar 1025 lux.
Menurut Gauslaa & Solhaug (1998), suhu optimal bagi pertumbuhan lichen
yaitu kurang dari 40°C, lebih dari itu dapat merusak klorofil pada lichen sehingga
`

aktivitas fotosintesis dapat terganggu. Suhu di terminal masih tergolong suhu


optimum untuk pertumbuhan lichen, sehingga masih banyak lichen yang dapat
dijumpai pada pohon di sekitar terminal. Menurut Pryanka (2014) kelembaban
memiliki hubungan linier terhadap keanekaragaman lichen, sehingga semakin tinggi
kelembaban suatu wilayah maka akan semakin tinggi pula nilai keanekaragaman
lumut kerak di wilayah tersebut. Kelembaban yang tinggi menunjukan bahwa wilayah
tersebut memiliki banyak kandungan air di udara. Air tersebut diabsorbsi oleh lumut
kerak guna metabolisme dan pertumbuhan. Suhu memiliki hubungan terbalik yaitu
semakin tinggi suhu maka keanekaragamannya rendah. Kelembaban udara sangat
dipengaruhi oleh suhu udara, apabila suhu udara meningkat maka kelembaban udara
akan menurun. Variasi harian kelembaban udara adalah bertentangan dengan variasi
suhu, tetapi kelembaban udara dipengaruhi oleh suhu udara. Penurunan suhu udara
menyebabkan defisit tekanan uap menurun, sehingga kapasitas udara dalam
menampung uap air menurun, sehingga menyebabkan peningkatan kelembaban udara
(Prasetyo, 2012). Udara di terminal cukup lembab untuk pertumbuhan lichen yang
kelembabannya mencapai 68%, sehingga lichen dapat tumbuh dengan baik.
Berdasarkan analisis data di dapatkan bahwa suhu harian pada Terminal Wagir
sebesar 27,7250 C, kelembaban relatif udara sebesar 61,5%, intensitas cahaya sebesar
125,3667 x 100 lux dan frekuensi perjumpaan Physcia Aipolia sebesar 80%,
sedangkan frekuensi perjumpaan spesies Parmelia sulcata sebesar 20%. Frekuensi
perjumpaan lichen menunjukkan tingkat pencemaran udara pada suatu lingkungan.
Jika ditinjau dari spesienya Physcia Aipolia dan Parmelia sulcata menurut Sumarlin
(2016) menyatakan bahwa Physcia Aipolia dan Parmelia sulcata dapat ditemukan
pada daerah yang berpolusi rendah, dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pada
Terminal Wagir polusi udara terbilang rendah, karena pada tempat tersebut terdapat
salah satu indikator yang dapat hidup dan cukup mendominasi keberadaannya.
`

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pencemaran udara terjadi oleh banyak sebab, diantaranya gas buang kendaraan
bermotor. Gas tersebut mengandung unsur pencemar seperti karbon dioksida (CO2),
karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO), hidrokarbon
(HC) dan partikel yang terdiri dari asap, abu melayang, timah hitam (Pb), debu serta
campuran gas dan partikel yang dioksidasi oleh matahari. Lichen dapat dijadikan
sebagai bioindikator karena sangat peka pada polutan, lichen tidak memiliki lilin &
kutikula untuk melindungi sel-sel (struktur dalam), sehingga polutan mudah terserap
oleh klorofil lichen dan merusak jaringan lichen (Pratiwi, 2006).

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di Terminal Wagir dapat


disimpulkan bahwa suhu di terminal masih tergolong suhu optimum untuk
pertumbuhan lichen, sehingga masih banyak lichen yang dapat dijumpai pada pohon
di sekitar terminal. Sementara itu, berdasarkan faktor intensitas cahaya, lichen di
Terminal Wagir tidak dapat melakukan fotosintesis dengan maksimal. Pada Terminal
Wagir polusi udara terbilang rendah, karena pada tempat tersebut terdapat salah satu
indikator yang dapat hidup dan cukup mendominasi keberadaannya.

5.2 Saran

Dalam penentuan plot sebaiknya menggunakan kompas atau alat bantu lainnya
yang dapat menunjukkan koordinat dan arah mata angin secara akurat, sehingga
dalam penentuan plot pada area yang dianggap homogen dapat dilakukan dengan
lebih teliti, dengan demikian dapat memperkecil kemungkinan eror data.
`

DAFTAR RUJUKAN

Gauslaa Y., & Solhaug K A. 1998. Hight-light Damage in Air-dry Thalli of Old Forest
Lichen Lobaria pulmonaria: Interaction of Irradiance, Exposure Duration and High
Temperature. Journal of experement botani. 334: 697-705.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Pustaka Jaya.
Istam, Y.C. 2007. Respon lumut Kerak Pada Vegetasi Pohon Sebagai Indikator Pencemaran
Udara di Kebun Raya Bogor Dan Hutan Kota Mangalawana Bhakti. Bogor : IPB.
Keputusan Menteri Kesehatan No.261/No.1405/menkes/SK/XI/2002. Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Natalasa, H. 2010. Kajian Pencemaran Udara di Tugu Yogyakarta (Studi Kasus Kandungan
CO). Skripsi Sarjana. Yogyakarta: Jurusan Teknik Lingkungan STTL “YLH”.
Neigburger, Morris, 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Bandung: ITB.
Prasetyo, A.P. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau (RTH) Terhadap Iklim Mikro di Kota
Pasuruan. Jurnal Geografi, Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang.
Pratiwi, M. E. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara - Studi Kasus
: Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni
Cikabayan. Bogor: IPB Press.
Pratiwi, M.E. 2006. Kajian Lumut Kerak Sebagai Bioindikator Kualitas Udara (Studi Kasus:
Kawasan Industri Pulo Gadung, Arboretum Cibubur dan Tegakan Mahoni
Cikabayan). Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Pryanka A. 2014. Keanekaragaman lumut kerak tiga taman kota di Jakarta selatan sebagai
bioindikator pencemaran udara. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ray E.S. 1972. Photosynthetic Response with Respect to Light in Three Strains of Lichen
Algae, TheOhio Jrnl. Sci. 72(2): 114-117.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB.
Winarno, Joko. 2014. Studi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermesin Bensin Pada Berbagai
Merk Kendaraan Dan Tahun Pembuatan. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Janabadra.
`

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai