Anda di halaman 1dari 23

Laporan Praktikum Manajemen Pembibitan Ternak

PEMBIBITAN AYAM ARAB (Gallus turcius)


[PENENTUAN DAYA DAN BOBOT TETAS, DAYA HIDUP EMBRIO DAN FERTILITAS]

Oleh

NAMA : ABD JABBAR MAULANA


KELAS :A
NIM : L1A1 16 001
PEMBIMBING : RUSLI BADARUDIN, S.Pt, M.Sc

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai

telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan buatan (artifisial) menggunakan

mesin tetas. Telur yang digunakan adalah telur tetas yang merupakan telur fertil

atau telur yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari peternakan ayam

pembibit, bukan dari peternakan ayam petelur komersil. Pada prinsipnya

penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti telur

yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur.

Dalam proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan di

banding dengan penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan sewaktu-waktu,

dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam

jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi

pada telur (Anonim, 2015). Penetasan alamiah menggunakan penetasan

blastoderm yang dierami oleh seekor induk ayam selama 21 hari sampai menjadi

anak ayam (Wirapartha dan Dewi, 2017).

Metode ini merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk

mendapatkan bibit yang bermutu, di mana ada 5 poin utama yang harus

diperhatikan pada inkubator mesin penetas telur: Suhu (Temperature),

kelembaban udara (Humidity), ventilasi (Ventilation), pemutaran telur (Egg

Turning) dan kebersihan (Cleanliness) (Nurhadi dan Puspita, 2008). Pada ayam,

sumber pemanas berasal dari matahari, listrik, minyak tanah, gas ataupun batu
bara yang dapat dikombinasikan untuk memperoleh efisiensi biaya energi.

Ventilasi menyebabkan embrio mulai bernafas untuk menyeimbangkan antara

kelembapan dan suhu, di mana persentase kelembapan yang ideal adalah 69 %

dan sensorik metabolisme sekitar 40oC (Aswad, 2014).

Penetasan ayam Arab merupakan salah satu contoh penerapan pembibitan

yang dapat meningkatkan jumlah turunan populasi sebagai penghasil konsumsi

masyarakat. Proses pembentukan telur berawal dari metode perkawinan

inseminasi buatan yang berfungsi untuk mentransfer semen jantan menuju betina

dengan kisaran jumlah ekor lebih dari 10.000 butir. Hasil penetasan yang

dilakukan dapat menjadi calon bibit untuk dipelihara secara berkelanjutan dengan

bobot dan daya berserta dari kehidupan embrio yang fertil. Berdasarkan latar

belakang tersebut, maka perlu dilaksanakan praktikum tentang pembibitan ayam

Arab (Gallus tarcius).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah untuk

menentukan persentase fertilisasi, daya hidup embrio dan hasil penetasan serta

rerataan standar pada bibit ayam Arab (Gallus tarcius).

1.3. Manfaat Praktikum

Manfaat yang diinginkan dari praktikum ini adalah para mahasiswa dan

mahasiswi dapat terampil dalam melaksanakan pembibitan ayam Arab (Gallus


tarcius) untuk menentukan persentase daya embrio dan hasil penetasan serta

standar bobot tetas yang tepat.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Arab (Gallus tarcius)

Ayam Arab (Gallus turcicus) berasal dari ayam hutan dan merupakan

salah satu ayam buras yang sudah beradaptasi di Indonesia dan mampu

bereproduksi dengan kandungan pakan bernutrisi rendah. Ayam Arab yang

dikenal di masyarakat ada dua jenis yaitu ayam Arab putih (Silver) dan merah

(Gold). Ayam Arab Silver mempunyai ciri-ciri warna bulu putih bertotol-totol

hitam dan di bagian kaki terdapat pigmen berwarna hitam, sedangkan ayam Arab

Gold mempunyai ciri-ciri warna bulu merah keemasan dan bertotol-totol hitam di

bagian sayap (Yumna dkk., 2012). Ayam Arab mempunyai kemampuan adaptasi

dengan lingkungan tropik cukup baik dan sangat cocok untuk daerah beriklim

panas (Tamzil, 2013).

Ayam Arab termasuk ayam petelur unggul yang digolongkan ke dalam

ayam tipe ringan dengan berat badan umur 52 minggu mencapai 2.035,60 ± 115,7

gram pada jantan dan 1.324,70 ± 106,47 gram pada betina. Ayam Arab

merupakan ayam tipe petelur yang memiliki ciri-ciri antara lain memiliki sifat

lincah, agak liar, tidak mengeram, daya seksual pada jantan tinggi, tingkat

efisiensi pakan yang tinggi, kemampuan memproduksi telur yang tinggi, dan

berpostur tubuh ramping (Setiyawan, 2017).

Konon julukan ayam Arab ini muncul karena adanya Tenaga Kerja

Indonesia (TKI) asal Sukabumi, Jawa Barat yang membawa ayam braekels

sepulangnya dari Arab Saudi. Oleh karenanya, kota Sukabumi dinyatakan sebagai
tempat awal penyebaran ayam Arab di Indonesia. Versi lain ada yang menyatakan

bahwa ayam Arab telah masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1980 tepatnya di

kota Batu, Malang, Jawa Timur. Keunggulan ayam Arab antara lain (1) potensi

produksi telurnya mencapai 50-60 persen lebih banyak dibanding ayam kampung,

(2) konversi pakan rendah, (3) pejantan Arab mempunyai keunggulan mampu

mengawini ayam betina setiap 2-3 jam, (4) relatif lebih tahan penyakit, dan (5)

dapat dipelihara dengan pola tradisional sampai intensif (Hartono, 2016).

Ayam Arab memiliki karakteristik daging yang hampir sama dengan ayam

kampung, sehingga menjanjikan untuk dikembangkan. Ayam arab jantan pada

umumnya dipotong pada periode grower atau telah berumur 3 bulan dan telah

mencapai bobot badan lebih dari 1 Kg. Faktor-faktor yang mempengaruhi

performa produksi ayam Arab diantaranya genetik, pakan, lingkungan dan

kandang (Rozali dkk., 2017).

Ayam ini dapat disilangkan dengan ayam lokal lain untuk memperoleh

produksi telur yang lebih tinggi dengan kualitas daging yang lebih baik. Pada

tahun 2010, Erlangka menyatakan klasifikasi ayam Arab sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Aves

Famili : Phasianidae
Sub Famili : Phasianinae

Genus : Gallus

Spesies : Gallus turcicus

(Jusriadi, 2014).

2.2. Telur Ayam Arab

Produksi telur ayam Arab setara dengan ayam Leghorn, yaitu rata-rata bisa

mencapai 80-90% dari populasi yang dicapai dengan pakan hanya 80 g/ekor/hari.

Telur ayam Arab pertama kali dibawa ke Indonesia dan ditetaskan menggunakan

induk ayam Kampung yang sedang mengeram. Anak ayam hasil penetasan ini

dibesarkan dan diumbar di pekarangan rumah sehingga kawin dengan ayam lokal.

Ayam Arab mulai bertelur pertama pada umur 22 minggu dengan bobot 34,21

gram. Kerabang telur berwarna putih, bercampur kekuningan dan coklat

(Ankanegara, 2011).

Kandungan protein telur ayam Arab relatif lebih tinggi, sedangkan

kandungan lemaknya relatif lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam

lainnya. Kuning telur ayam Arab memiliki volume lebih besar, yaitu mencapai

53,2% dari bobot telur (Yunardi, 2012). Harga telur ayam Arab lebih murah

daripada telur ayam kampung. Ayam Arab yang dipelihara masyarakat pada

umumnya merupakan produk final stock dan seluruh hasil telurnya dimanfaatkan

untuk telur konsumsi (Kartika, 2016).


2.3. Penetasan Telur Ayam Arab

Seleksi telur merupakan hal yang sangat penting dalam penetasan sebab

untuk menetaskan telur, perlu memilih telur yang ukurannya tidak terlalu besar

dan tidak terlalu kecil dimana berat telur ayam Arab yang baik untuk ditetaskan

adalah 40 – 45 gram. Telur yang terlalu besar atau terlalu kecil menyebabkan

bakal embrio tidak berkembang dan dapat menurunkan fertilitas telur. Anak yang

dihasilkan dari penetasan telur sangat dipengaruhi oleh berat telur karena

mengandung nutrisi seperti vitamin, mineral dan air yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan selama pengeraman (Salombe, 2014).

Pada tingkat peternak, telur yang akan ditetaskan umumnya memiliki lama

penyimpanan telur tetas yang berbeda karena telur tetas tidak langsung ditetaskan

didalam mesin tetas melainkan dikumpulkan sampai dengan jumlah yang cukup

untuk ditetaskan (Susanti dkk., 2015). Secara genetis, ayam Arab dan silangannya

tergolong petelur produkstif. Namun keunggulan ini harus diimbangi dengan

pemeliharaan secara intensif, termasuk penyediaan DOC yang unggul dalam

jumlah dan kualitas. Penyediaan bibit ayam arab (DOC), seperti yang

dilaksanakan oleh peternak skala kecil, perlu ditingkatkan cara dan teknik dengan

mencari terobosan-terobasan baru dalam rangka memeperoleh DOC dalam jumlah

yang cukup dan kontinyu, yang tidak kalah dengan perusahaan penetasan skala

besar. Memperoleh DOC ayam Arab yang unggul dalam jumlah dan kualiatas

yang diinginkan konsumen. Jika memperoleh DOC dalam jumlah yang cukup, hal

yang paling umum dilakukan adalah menetaskan telur dengan menggunakan

mesin tetas disamping ada juga peternak yang hobi menetaskan telur dengan cara
alami yang menggunakan induk sedang mengeram. Penetasan dengan

menggunakan mesin tetas lebih menguntungkan dibandingkan penetasan alami

karena DOC yang dihasilkan dapat diperoleh secara massal pada saat yang

bersamaan. Meskipun demikian, penggunaan mesin tetas perlu

mempertimbangkan hal-hal vital agar tidak sampai gagal. Pertimbangan tersebut

didasarkan seleksi mutu telur tetas (umur telur, berat telur, dan indeks bentuk

telur), stabilitas suhu dan kelembaban, sirkulasi udara dan ventilasi, perlakuan

pemutaran dan pendinginan telur (Pinau, 2012).

Penetasan buatan menyediakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk

emrio telur yang berkembang dengan optimal, sehingga telur dapat menetas.

Sebesar 60,52 % udara dihembuskan menggunakan blower kedalam ruang

pengeram. Laju perpindahan panas secara konduksi sebesar 13,75 Watt dan laju

panas secara konveksi sebesar 13,90 Watt (Bahar, 2016).

2.4. Fertilitas

Fertilitas diartikan sebagai persentase jumlah telur yang fertil berdasarkan

jumlah telur yang dieramkan. Secara alam, fertilisasi terjadi di infundibulum,

sekitar 15 menit setelah terjadi ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct

dengan lama perjalanan 30 menit untuk mencapai infundibulum apabila tidak ada

telur yang sudah terbentuk. Gerakan sperma ini dibantu oleh silia dari oviduct,

antiperistaltik otot dan motilitas sperma. Bila pejantan dan betina dikawinkan,

secara individu fertilitas yang cukup tinggi akan diperoleh setelah 2–3 hari

melakukan perkawinan. Akan tetapi bila pejantan dikawinkan dengan sekelompok


betina, koleksi telur tetas biasanya dilakukan setelah 2 minggu pejantan ada di

dalam kandang. Apabila pejantan diambil dari kelompok betina dalam kandang,

dalam waktu 5–6 hari setelah perkawinan terakhir fertilitasnya masih cukup baik,

setelah itu akan terus menurun. Selama 5–6 hari fertilitas masih cukup baik karena

di infundibulum ada tempat menyimpan sperma yang masih mampu membuahi

telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas adalah motilitas sperma, ransum

dan hormone dari suntikan seks jantan (Sujana, 2017).

Fertilitas telur tetas dapat diketahui dengan melakukan peneropongan

(candling). Hal ini dikarenakan agar penoropongan dilakukan secara efektif dan

seragam telur yang ditetaskan di Perusahaan dalam jumlah yang banyak. Tanda

telur fertil bila dilihat dengan menggunakan alat peneropong (candling) akan

tampak perkembangan embrio di dalam telur tersebut yang bisa berupa bintik

hitam, atau seperti sarang lebah, dan pembuluh darah merah juga tampak jelas

(Hariani dkk., 2017). Cara melakukan peneropongan pada telur yang akan

difertilkan adalah pemegangan dalam posisi miring, di mana dalam telur tersebut

akan ditemukan kantung udara, kuning dan putih. Cahaya teropong ditempatkan

di ujung lampu. Penempatan pegang telur berlangsung antara ibu jari dan dua jari

pertama yang membantu pemutaran. Ketika melakukan ini, telur harus didiamkan

dalam penghangat dan memunculkan kandungan dalamnya (USDA, 2003).

2.5. Daya Tetas

Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur

yang fertil. Faktor – faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu teknis pada waktu
memilih telur tetas atau seleksi telur tetas (bentuk telur, bobot telur, keadaan

kerabang, warna kerabang dan lama penyimpanan) dan teknis operasional dari

petugas yang menjalankan mesin tetas (suhu, kelembapan, sirkulasi udara dan

pemutaran telur) serta faktor yang terletak pada induk yang digunakan sebagai

bibit (Sa’diah dkk., 2013).

Penurunan daya tetas dapat disebabkan karena tingginya kematian embrio

dini. Kematian embrio tidak terjadi secara merata selama masa pengeraman telur.

Sekitar 65% kematian embrio terjadi pada dua fase pengeraman. Pada fase awal,

puncak kematian embrio terjadi hari keempat. Fase akhir, terjadi pada hari ke-16.

Kematian embrio dini meningkat antara hari kedua dan keempat masa

pengeraman. Selain itu, penurunan daya tetas juga disebabkan oleh kesalahan-

kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas, kerusakan mesin, sifat turun

temurun dari induk ayam yang daya produksi telurnya tinggi menjadi daya tetas

yang tinggi pula serta kekurangan vitamin A, B2, B12, D, E dan asam pentothenat

(Pasaribu, 2015).

2.6. Bobot Tetas

Bobot tetas merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha penetasan,

karena bobot tetas yang tinggi akan meningkatkan daya hidup anak ayam. Bobot

tetas merupakan bobot anak ayam sesaat setelah menetas. Bobot tetas dipengaruhi

oleh bobot telur. Telur dengan bobot rata-rata atau sedang akan menetas lebih baik

dari pada telur yang berbobot kecil atau terlalu besar. Hal ini karena telur-telur

yang lebih besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk menetas dibandingkan
dengan telur-telur yang lebih kecil. Telur yang bobotnya kecil akan menghasilkan

anak ayam yang kecil pula pada saat menetas dibandingkan dengan telur yang

bobotnya berat. Telur yang berat akan mengandung nutrisi lebih banyak

dibandingkan dengan telur yang kecil. Penguapan yang tinggi terjadi apabila telur

ditetaskan pada suhu yang tinggi dan sebaliknya apabila suhu mesin tetas rendah

maka penguapan yang terjadi rendah. Penguapan air dan gas yang terjadi

menyebabkan bobot telur tetas menyusut, dan penyusutan ini dapat memengaruhi

bobot tetas yang dihasilkan (Syamsudin dkk., 2016).

Bobot telur dapat digunakan sebagai indikator bobot tetas. Bobot telur

yang lebih tinggi akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Penyusutan

bobot telur merupakan perubahan yang nyata di dalam telur. Selain itu, air adalah

bagian terbesar dan unsur biologis di dalam telur yang sangat menentukan proses

perkembangan embrio di dalam telur. Selama perkembangan embrio di dalam

telur, penyusutan telur hingga menetas menyusut sebesar 22,5–26,5%. Penyusutan

bobot telur selama masa pengeraman terjadi menunjukan adanya perkembangan

dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan

karbon dioksida serta penguapan air melalui kerabang telur (Lestari dkk., 2013).

2.7. Daya Hidup Embrio

Daya hidup embrio adalah kemampuan embrio untuk bertahan hidup pada

umur 14 hari setelah telur berada dalam mesin tetas. Telur yang embrionya masih

hidup ditandai dengan bertambahnya jumlah dan ukuran akar-akar serabut pada
telur, sedangkan telur yang embrionya mati ditandai dengan tidak adanya bintik

atau benang darah merah yang mengelilingi telur (Indrawati dkk., 2015).

Proses perkembangan embrio ayam dimulai setelah terjadi fertilisasi yang

membentuk zigot. Perkembangan awal adalah terjadinya pembelahan segmentasi

(cleavage), kemudian morulasi, blastulasi, gastrulasi, neurulasi, dan

organogenesis. Fase gastrula terbentuk tiga lapisan dasar embrio yang

menentukan perkembangan embrio selanjutnya, yaitu endoderm, mesoderm dan

ektoderm. Perkembangan embrio ayam terjadi di luar tubuh induknya. Embrio

dibantu oleh kantung kuning telur, amnion, dan alantois. Kantung kuning

telur yang dindingnya dapat menghasilkan enzim. Enzim ini mengubah isi kuning

telur sehingga mudah diserap embrio. Amnion berfungsi sebagai bantal,

sedangkan alantois berfungsi pembawa sebagai ke oksigen embrio, menyerap zat

asam dari embrio, mengambil yang sisa-sisa pencernaan yang terdapat dalam

ginjal dan menyimpannya dalam alantois, serta membantu alantois, serta

membantu mencerna albumen. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

embrio ayam adalah suhu, keberhasilan gastrulasi dan kondisi lingkungan. Embrio

di dalam telur, mengembangkan mekanisme khusus untuk memobilisasi vitamin

dan mineral yang sebelumnya disimpan dengan cara transport protein (Nasrun,

2016).

Perkembangan embrio diiringi dengan peningkatan nutrisi, oksigenasi

serta pembuangan zat sisa metabolisme sel. Peningkatan tersebut merangsang sel-

sel mesenkimal untuk menginduksi sel endotel menjadi jaringan pembuluh darah,

proses ini disebut vaskulo-angiogenesis. Sistem vaskuler yang terbentuk


sempurna akan memfasilitasi proses organogenesis dan morfogenesis embrio

berjalan tanpa ada gangguan. Adanya gangguan dapat menyebabkan defek

kongenital (Kusumaningrum, 2015). Asupan nutrisi untuk embrio juga hanya

didapat dari albumin dalam telur untuk berkembang (Campbell et al., 2008 dalam

Kusumawati dkk., 2016). Kuning telur yang tersisa pada akhir inkubasi berfungsi

sebagai sumber nutrisi selama beberapa hari pasca tetas. Kandungan nutrisi dalam

telur dapat mempengaruhi kondisi ayam pasca tetas karena kandungan nutrisi

dalam sisa kuning telur digunakan untuk cadangan makanan setelah anak ayam

menetas. Sehari sebelum telur menetas atau kurang kebih pada hari ke-20

pengeramanan, yolk sac (kantong kuning telur) dan sisa kuning telur diserap dan

masuk ke dalam tubuh embrio yang sedang berkembang. Sisa kuning telur setelah

ayam menetas, digunakan untuk cadangan nutrisi bagi anak ayam beberapa hari

setelah menetas. Ayam pasca tetas mamiliki sisa kuning telur yang masih dapat

memenuhi kebutuhan energi sebanyak 50% dan protein 43% sehingga kekurangan

dipenuhi dari ransum. Sisa kuning telur dalam tubuh anak ayam terdiri dari 50%

air, 28% protein, 20% lemak dan 7% maternal. Sisa kuning telur bertahan dalam

tubuh ayam selama waktu 5 hari pasca tetas. Kuning telur juga merupakan

sumber asam amino yang dimanfaatkan untuk pembentukkan imun sebagai

antibodi (Apriasih, 2017).

Perkembangan embrio ayam kampung maupun ayam ras tidak berbeda,

selama 21 hari ayam mengalami perkembangan dan pertumbuhan di dalam telur.

Namun, beberapa penilitian menunjukkan walaupun perkembangan dan

pertumbuhan yang relatif sama, bobot tetas yang dihasilkan agak berbeda. Ayam
kampung rataan bobot ayam setelah lahir berkisar 25-35 gram dan ayam broiler

berkisar 30-40 gram. Kekurangan sedikit dapat secara signifikan mempengaruhi

embrio ayam menyebabkan angka kematian embrio lebih tinggi pada akhir

inkubasi. Tingkat kematian tinggi terjadi pada minggu kedua inkubasi embrio

ayam menunjukkan kekurangan nutrisi pada ayam sebagai tingkat kematian

normal dalam periode ini sangat rendah. Kelebihan serta kekurangan dapat

mempengaruhi perkembangan embrio dan dapat mengganggu produksi telur

ayam. Kekurangan nutrisi atau kelebihan memberi efek terhadap perkembangan

embrio (Danial, 2017). Ditambahkan oleh Sagi (1988), insektisida organofosfat

dan karbamat menyebabkan kelainan perkembangan karena menghambat

biosintesa dari NAD.


III. METODEOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pembibitan ayam Arab dilaksanakan pada hari Jum’at, 2

November 2018 sampai 23 November 2018 mulai pukul 16.00 sampai 17.30

WITA bertempat di Ruang Penetasan, Kandang Unggas Buras, Fakultas

Peternakan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum pembibitan ayam Arab dapat

dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Alat dan kegunaaan


No Alat Kegunaan
1. Catatan Sebagai tempat untuk mencatat hasil pengamatan
2. Alat tulis Untuk mencatat data hasil pengamatan
3. Hand Phone Untuk mendokumentasikan praktikum
4. Candling Untuk meneropong ada tidaknya telur fertil
5. Mesin tetas Untuk tempat penetasan telur

Bahan yang digunakan dalam praktikum pembibitan ayam Arab dilihat

pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Bahan dan Kegunaan


No Bahan Kegunaan
1 Telur ayam Arab Sebagai obyek Pengamatan

3.2 Prosedur Praktikum

Prosedur praktikum pembibitan ayam Arab adalah sebagai berikut.

a. Menyiapkan telur ayam Arab sebanyak 45 butir


b. Melakukan penandaan pada telur ayam Arab

c. Memasukkan 45 butir telur tersebut ke dalam mesin tetas

d. Melakukan pembalikkan telur mulai hari ke-1 sampai menjelang masa kritis,

yaitu hari ke-16

e. Melakukan candling pada hari ke-11 dan ke-14 untuk mengetahui fertilitas

dan daya hidup embrio

f. Menetaskan telur untuk mengetahui daya dan bobot tetas

g. Mengambil bibit ayam Arab yang berasal dari penetasan untuk pemeliharaan

DOC sampai masa panen

3.3 Parameter Praktikum

3.3.1 Bobot Tetas

Bobot tetas dilakukan dengan menimbang telur yang sudah menetas dan

menghasilkan bibit untuk membentuk manajemen pemeliharaan berikutnya.

Satuan bobot tetas adalah gram.

3.3.2 Fertilitas (Sugiharto, 2005)

Fertilitas berfungsi untuk mengetahui adanya tunas telur yang menjadi

kemampuan induk dalam perkawinan dengan rumus.

𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐮𝐧𝐚𝐬


Fertilitas = [𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐃𝐢𝐭𝐞𝐭𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐱 𝟏𝟎𝟎] %.

3.3.3 Daya Tetas (Sugiharto, 2005)

Daya tetas berfungsi untuk menunjukkan penghasilan bibit-bibit dari telur

yang ditetaskan dengan rumus.


𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐁𝐢𝐛𝐢𝐭
Daya Tetas = [𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐓𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐞𝐫𝐭𝐮𝐧𝐚𝐬 𝐱 𝟏𝟎𝟎] %.

3.3.4. Daya Hidup Embrio (Indrawati dkk., 2015)

Daya hidup embrio berasal dari telur-telur yang fertil dari umur 7 sampai

14 hari penetasan, di mana sebelum hari ke-14 terjadi, peneropongan mulai

dilakukan pada hari ke-11. Rumus daya hidup embrio adalah.

𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐟𝐞𝐫𝐭𝐢𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝟏𝟒 𝐡𝐚𝐫𝐢


Daya Hidup Embrio = [ x 100] %
𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐥𝐮𝐫 𝐟𝐞𝐫𝐭𝐢𝐥 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐭𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧
IV. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Hasil pengamatan tentang pembibitan ayam Arab dapat dilihat pada Tabel

4.1.

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan


No. Parameter Pengukuran Penetasan Hasil
1. Fertilitas (%) 82,22
2. Daya Tetas (%) 10,81
3. Daya Hidup Embrio (%) 35,14
4. Bobot Tetas (gram) 2,4 + 7,80

4.2 Pembahasan
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan,

5.2 Saran

Saran yang disampaikan pada praktikum ini adalah belilah telur sebelum

memulai penetasan dengan mengalami penyimpanan hangat, jangan yang

mendingin.
DAFTAR PUSTAKA

Ankanegara, A.A. 2011. Fertilitas Telur Ayam Arab Hasil Inseminasi Buatan
Menggunakan Semen dari Frekuensi Penampungan Berbeda. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
Anonim. 2015. Penuntun Praktikum Pembibitan dan Penetasan. Fakultas Sains &
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin. Gowa
Apriasih, D.R. 2017. Pengaruh Kualitas Ransum Berbeda terhadap Bobot Relatif
Sisa Kuning Telur dan Profil Leukosit Ayam Kedu Pasca Tetas. Skripsi.
Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang
Aswad, H. 2014. Disain Pengujian Kontrol Suhu untuk Penetasan Telur Unggas
Menggunakan Lampu Dimmer. Jurusan Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin. Gowa
Bahar, D. 2016. Mesin Tetas Telur Otomatis Sederhana. Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta
Danial, M. 2017. Lama Inkubasi dan Dimensi Tubuh Day Old Chick (DOC)
Ayam Kampung Hasil Pemberian Asam Amino L-Glutamin Secara In
Ovo. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Hariani, F., M.A. Pagala dan R. Aka. 2017. Karakteristik Telur Tetas Parent Stock
Ayam Broiler yang Difumigasi dan Tanpa Fumigasi. JITRO Vol. 4(1)
Hartono. 2016. Pengaruh Sex Ratio Ayam Arab terhadap Fertilitas Telur, Daya
Tetas dan Normalitas DOC. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Mataram. Mataram
Jusriadi. 2014. Pengaruh Protein-Energi Ransum yang Berbeda terhadap Yolk dan
Albumen Telur Ayam Arab. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar
Kartika, A.A. 2016. Explorasi Preferensi Masyarakat terhadap Pemanfaatan Ayam
Lokal di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Wonosobo, Jawa Tengah.
Tesis. Program Studi Biosains Hewan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Kusumaningrum, E., I.D. Rahayu dan A. Puryatni. 2015. Efek Supresi Kurkumin
pada Organogenesis dan Morfogenesis Embrio Ayam Umur 48 Jam.
Majalah Kesehatan Brawijaya vol. 2(4)

Kusumawati, A., R. Febriany, S. Hananti, M.S. Dewi dan N. Istiyawati. 2016.


Perkembangan Embrio dan Penentuan Jenis Kelamin DOC (Day Old
Chicken) Ayam Jawa Super. Jurnal Sains Vetereiner vol. 34(1). Program
Studi Bioteknologi Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Lestari, E., Ismoyowati dan Sukardi. 2013. Korelasi Antara Bobot Telur dengan
Bobot Tetas dan Perbedaan Susut Bobot pada Telur Entok (Cairrina
Moschata) dan Itik (Anas Plathyrhinchos). Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):
163-169
Nurhadi, I. dan E. Puspita. 2008. Rancang Bangun Mesin Penetas Telur Otomatis
Berbasis Mikrokontroler ATMEGA 8 Menggunakan Sensor SHT 11.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Surabaya
Nasrun. 2016. Pertumbuhan Embrio Ayam Buras Umur 18 Hari Hasil Induksi
Asam Amino L-Arginin dalam Telur Selama Masa Inkubasi (In Ovo
Feeding). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar
Pasaribu, L. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Hatching Egg (HE) terhadap
Daya Tetas (Hatchibility) di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Unit
Hatchery I Medan. Tugas Akhir. Jurusan Budidaya Tanaman Pangan
Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Payakumbuh
Rozali, U., Muharlien dan H.S. Prayogi. 2017. Pengaruh Kepadatan Ayam dalam
Kandang terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan dan
Konversi Pakan pada Ayam Arab (Gallus tarcius) Jantan Grower. Ternak
Tropika vol. 18(2): 24-28
Sagi, M. 1988. Pengaruh Insektisida Sevin 85-S terhadap Perkembangan Embrio
dan Larva Kodok (Bufo melanostictus). Tesis. Sekolah Pascasarjana Ilmu
dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung. Bandung
Sa’diah, I.N., D. Garnida dan A. Mushawwir. 2013. Mortalitas Embrio dan Daya
Tetas Itik Lokal (Anas sp.) Berdasarkan Pola Pengaturan Temperatur
Mesin Tetas. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung
Salombe, J. 2014. Fertilitas, Daya Tetas dan Berat Tetas Telur Ayam Arab
(Gallus tarcius) pada Berat Telur yang Berbeda. Skripsi. Program Studi
Produksi Ternak Universitas Hasanuddin. Makassar
Setiyawan, C.A. 2017. Pengaruh Pemberian Ampas Kecap Kaya Isoflavon
terhadap Berat dan Tebal Kerabang Telur Ayam Arab. Fakultas Pertanian-
Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Sugiharto, R.E. 2005. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia.
Tangerang
Susanti, I., T. Kurtini dan D. Septinova. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan
terhadap Fertilitas, Susut Tetas, Daya Tetas dan Bobot Tetas Telur Ayam
Arab. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu vol. 3(4): 185-190
Syamsudin, G.H., W. Tanwiriah dan E. Sujana. 2016. Fertilitas, Daya Tetas, dan
Bobot Tetas Ayam Sentul Warso Unggul Gemilang Farm Bogor. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung
Tamzil, M.H. 2013. Identifikasi Keragaman Gen Penyandi Tahan Panas (Heat
Shock Protein 70) Ayam Lokal serta Respon Fisiologisnya terhadap
Cekaman Panas Akut. Disertasi. Program Studi Ilmu dan Teknologi
Peternakan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
USDA. 2003. Judging Interior Egg Quality. Poultry Handbook. Departement of
Agriculture United States of America. Washington DC
Wirapartha, M. dan G.A.M.K. Dewi. 2017. Bahan Ajar Manajemen Penetasan.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar
Yumna, M.H., A. Zakaria dan V.M.A. Nurgiartiningsih. 2012. Kuantitas dan
Kualitas Telur Ayam Arab (Gallus turcicus) Silver dan Gold. Jurnal Ilmu-
Ilmu Peternakan vol. 23(2): 19-24
Yunardi, Y. 2012. Performa Produksi Ayam Arab Petelur yang Diberi Jamu
Ternak Melalui Air Minum. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai