Anda di halaman 1dari 28

Perilaku Verbal dalam Komunikasi Lintas Budaya

Dalam berkomunikasi antarbudaya maka ada beberapa perbedaan yang perlu


diperhatikan. Menurut (Ohoiwutun, 1997:99-107) dalam buku (Alo Liliweri, 2009:94) anda
harus memperhatikan:

Kapan orang berbicara

Jika kita berkomuinikasi antar budaya perlu diperhatikan bahwa ada kebiasaan
(habits) budaya yang mengajarkan kepatutan kapan seorang harus atau boleh berbicara.
Orang-orang timor, Batak, Sulawesi, Ambon, Irian, mewarisi sikap kapan saja bisa bicara,
tanpa membedakan yang tua dan yang muda, artinya berbicara semaunya saja, berbicara tidak
mengenal batas usia. Namun orang Jawa dan Sunda mengenal aturan atau kebiasaan kapan
orang berbicara, misalnya yang lebih muda mendengarkan lebih banyak dari pada yang tua,
yang tua lebih banyak berbicara dari yang muda. Ketika orang Timor berbicara dengan orang
Sunda, orang Sunda itu diam saja dan orang Timor marah-marah: kenapa anda diam saja?
Diam artinya anda tidak mau tahu, tidak mau dengar apa yang saya bicarakan. Perbedaan
norma berbahasa ini dapat mengakibatkan konflik antarbudaya hanya karena salah
memberikan makna kapan orang harus berbicara.

Apa yang dikatakan

Laporan studi Eades (1982) mengungkapkan bahwa orang-orang Aborigin Australia


tidak pernah mengajukan pertanyaan ‘mengapa’? Suzanne Scolon (1982) mendapati orang
Indian Athabaska jarang bertanya. Terdapat anggapan bahwa pertanyaan diaanggap terlalu
keras, karena menuntut jawaban.

Kecepatan dan jeda berbicara

Yang dimaksudkan dengan kecepatan dan jeda berbicara disini ialah pengaturan
kendali berbicara menyangkut tingkat kecepatan dan ‘istirahat sejenak’ dalam berkomunikasi
antara dua pihak. Orang-orang di Barat sulit berdiam diri terlalu lama dan hanya
mendengarkan orang lain, di Indonesia kita semua yang menjadi bawahan selalu berdiam diri
di depan atasan, hanya mendengarkan pengarahan dan perintah.

Hal memperhatikan

Konsep ini berkaitan erat dengan gaze atau pandangan mata yang diperkenankan
waktu berbicara bersama-sama.orang-orang kulit hitam biasanya berbicara sambil menatap
mata dan wajah orang lain, hal yang sama terjadi bagi orang Batak dan Timor. Dalam
berkomunikasi ‘memperhatikan’ adalah melihat bukan sekedar mendengarkan. Sebaliknya
orang Jawa tidak mementingkan ‘melihat’ tetapi mendengarkan.

Intonasi
Masalah intonasi cukup berpengaruh dalam berbagai bahasa yang berbeda budaya.
Orang kedang di Lembata/Flores memakai kata bua berarti melahirkan namun kata yang
sama kalau ditekan pada huruf ‘a’- ‘bua’ (atau buaq), berarti berlayar; kata laha berarti marah
tetapi kalau disebut dengan tekanan di akhir huruf ‘a’ – lahaq merupakan maki yang merujuk
pada alat kelamin laki-laki.

Gaya kaku dan puitis, dan

Ohoiwutun (1997:105) dalam buku (Alo Liliweri, 2009:97) menulis bahwa jika anda
membandingkan bahasa Indonesia yang digunakan pada awal berdirinya negara ini dengan
gaya yang dipakai dewasa ini, dekade 90-an maka anda aka dapati bahwa bahasa Indonesia
tahun 1950-an lebih kaku. Gaya bahasa sekarang lebih dinamis lebih banyak kata dan frase
dengan makna ganda, tergantung dari konteksnya.perbedaan ini terjadi sebagai akibat dari
perkembangan bahasa. Tahun 1950-an bahasa Indonesia hanya dipengaruhi secara dominan
oleh bahasa melayu.

Bahasa tidak langsung

Setiap bahasa mengajarkan kepada para penuturnya mekanisme untuk menyatakan


sesuatu secara langsung atau tidak langsung. Jika anda berhadapan dengan orang jepang,
maka anda akan menemukan bahwa mereka sering berbahasa secara tidak langsung, baik
verbal maupun non verbal.

Inilah yang disebut dengan saat yang tepat bagi seseorang untuk menyampaikan pesan verbal
dalam komunikasi antarbudaya.

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan


maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia.
Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau
maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling
bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal
itu bahasa memegang peranan penting. (Agus M. Hardjana, 2003:22).

Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan
orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. (Deddy
Mulyana, 2005:237).

Bila kita menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstraksi itu, probelmnya
menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda
sendiri, proses abstraksi untuk merepsentasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena
dalam suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman serupa. Namun bila
komunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, banyak pengalaman berbeda, dan
konsekuensinya, proses abstraksi juga menyulitkan. Misalnya, kata “anjing” dapat dimaknai
berbeda, meskipun orang-orang membayangkan hewan yang sosoknya kurang lebih sama.
Bagi sebagian orang, anjing adalah sebagai sahabat yang setia dan penjaga rumah yang baik,
bagi sebagian lainya, anjing menakutkan dan harus dihindari, sedangkan bagi sebagian orang
lainnya lagi, anjing melukiskan jenis hewan yang dagingnya lezat dimakan. (Deddy Mulyana,
2005:239).

Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu:

a) Bahasa

Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang
berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku
berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain. (Agus M. Hardjana,
2003:22).

Terdapat perbedaan antara bicara dan bahasa. Bahasa tidak harus selalu diucapkan: ia
bisa saja tertulis atau diisyaratkan. Bicara adalah salah satu metode di antara sejumlah metode
berbeda dalam menterjemahkan dan mentrasmisikan informasi linguistik, walaupun bisa
dibilang yang paling alami.

Beberapa ahli memandang bahasa sebagai awal dari perkembangan kognitif, ke


“ekternalisasi” nya untuk melayai tujuan komunikatif yang terjadi kemudian pada evolusi
manusia. Menurut suatu aliran pemikiran, ciri penting yang membedakan bahasa manusia
adalah rekursi. Dalam konteks ini, proses berulang menanamkan kalimat di dalam kalimat.
Ilmuwan lain yang terkenal Daniel Everett menolak bahwa rekursi itu adalah universal,
mengutip beberapa bahasa tertentu yaitu Piraha yang diduga memiliki kekurangan fitur ini.

Beberapa ahli menganggap bahwa kemampuan untuk mengajukan pertanyaan


membedakan bahasa manusia dari sistem komunikasi makhluk lain. Beberapa primata-
primata dalam kurungan (khususnya bonobo dan simpanse) yang telah mempelajari
menggunakan bahasa isyarat dasar untuk berkomunikasi dengan pelatih manusia mereka
mampu menanggapi pertanyaan dan permintaan yang kompleks dengan benar, tetapi gagal
untuk mengajukan sebuah pertanyaan yang
sederhana.(http://id.wikipedia.org/wiki/Asal_mula_bahasa#Bicara_dan_bahasa_untuk_komu
nikasi diakses pada tanggal 19-05-2015 pukul 14.37 wib).Bahasa memiliki banyak fungsi,
namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan
komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah:

1. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita;

2. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia

3. Untuk menciptaakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.

Bagaimana mempelajari bahasa? Menurut para ahli, ada tiga teori yang
membicarakan sehingga orang bisa memiliki kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli
psikologi behavioristik yang bernama Burrhusm Frederic Skinner (1957). Teori ini
menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan
istilah S-R. teori ini menyatakan bahwa jika satu organism dirangsang oleh stimuli dari luar,
orang cenderung akan member reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh
orang tuanya atau meniru apa yang diucapkan oleh orang lain.

Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang
dibawa dari lahir.

Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh
Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima
dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam dirinya. (Hafied
Cangara, 2007:99-102).

Berikut adalah sejumlah kata Malaysia lain bersama sinonimnya dalam bahasa
Indonesia, yang dapat menimbulkan kesalah pahaman:

Bahasa Malaysia Bahasa Indonesia

Batu Mil
Bilik Kamar
Budak Anak
Comel Lucu, cantik
Cuai Ceroboh
Dikacau diaduk
Kacamata Cerminmata
Kasut Sepatu
Mangga Kunci gembok
Padang letak kereta Tempat parkir mobil
Pejabat Gedung, kantor
Percuma Gratis
Pintu kecemasan Pintu darurat
Pusing-pusing Berkeliling, berputar-putar
Sehala Satu arah, satu jalur
Seronok Bagus, menyenangkan, meriah
Tambang Ongkos
Tandas WC
Tewas Kalah

Beberapa fakta, frase atau kalimat Malaysia yang terkadang terdengar di Indonesia
sebenarnya hanya lelucon, sekedar main-main, artinya memang tidak digunakan di negara itu,
seperti laskar tak berguna (pensiunan); hentak-hentak bumi (jalan di tempat); pasukan
awang-awang (angkatan udara); pasukan basah kuyup (angkatan laut); polisi lalu-lalang
(polisi lalu-lintas); rumah sakit korban lelaki (rumah sakit bersalin); setubuh bumi (tiarap);
pasukan bergayut (penerjun payung); surat rayuan (surat lamaran); dan bilik termenung
(WC). Menurut Ahmad Fadzil Yassin, kawan lama saya di Malaysia, lelucon bahasa
Malaysia itu dulu dibuat oleh orang-orang Indonesia yang tidak senang kepada Malaysia,
sebagai akibat konfrontasi Indonesia-Malaysia. (Deddy Mulyana, 2005:273-274).

b) Kata

Kata merupakan unti lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambing yang
melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi,
kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada
pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan
langsung hanyalah kata dan pikiran orang. (Agus M. Hardjana, 2003:24).

c) Fungsi Bahasa dalam Kehidupan Manusia

Kita sering tidak menyadari pentingnya bahasa, karena kita sepanajang hidup
menggunakannya. Kita baru sadar bahasa itu penting ketika kita menemui jalan buntu dalam
menggunakan bahasa, misalnya ketika kita berupaya berkomunikasi dengan orang yang sama
sekali tidak memahami bahasa kita yang membuat frustasi ; ketika kita sulit menerjamahkan
suatu kata, frase atau kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain; ketika kita harus menulis
lamaran atau diwawancarai dalam bahasa inggris untuk memperoleh pekerjaan yang bagus.
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang ,objek dan
peristiwa. Setiap orang mempunyai nama untuk identifikasi sosial. Orang juga dapat
menamai apa saja, objek-objek yang berlainan,termasuk perasaan tertentu yang mereka
alami. Penanaman adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa pada awalnya dilakukan
manusia sesuka mereka yang lalu menjadi konvensi. (Deddy Mulyana 2005:242).

Menurut Larry L. Barker dalam buku (Deddy Mulyana, 2005:243) bahasa memiliki
tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan
atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan
berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan
dan kebingungan. Melalui bahasa,informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda juga
menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda tidur kembali, dari orang
lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya).

C. Perilaku Non Verbal dalam Komunikasi Lintas Budaya

Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya
(halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui
perilaku non verbalnya. Pentingnya perilaku non verbal ini misalnya dilukiskan dalam frase,
”bukan apa yang ia katakan tapi bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku non
verbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia bahagia, bingung
atau sedih.(Deddy Mulyana, 2005:308).

Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991) dalam buku (Deddy Mulyana, 2005:308), komunikasi
non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan
potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna pada orang lain.

Ada beberapa bentuk perilaku non verbal yakni:

Kinesik

Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari posisi
tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambaran tubuh, dll.

Okulesik

Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna
yang ditampilkan alis mata diantaranya manusia. setiap variasi gerakan mata atau posisi mata
menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayang, marah, dll. Orang Amerika Utara
tidak membenarkan seorang tidak melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara.
Sebaliknya orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh perdagangan mata
pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak
diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.

Haptik

Haptik adalah study tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman
ketika seorang dari kebudayaan lain memegang mereka dengan ramah,menepuk belakang dan
lain-lain. Ini menunjukkan derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial dan sopan santun,
ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.

Proksemik

Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi,
sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antar pribadi, terlalu dekat atau terlalu
jauh. Makin dekat artinya makin akrap,makin jauh artinya makin kurang akrap.

Kronemik
Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain
maka konsep tentang waktu yang menganggap kalau suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju.

Tampilan, Appearence – cara bagaimana seorang menampilkan diri telah cukup


menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi. Termasuk di
dalamnya tampilan biologis misalnya warna kulit, warna dan pandangan mata, tekstur dan
warna rambut, serta struktur tubuh.

Posture

Tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu duduk dan
berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa dan orang
Timor (Dewan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan orang yang lebih tua sehingga
harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan orang yang lebih tua
merupakan sikap yang sopan.

Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan


gabungan antara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu unit suara,
atau gerakan yang menampilkan maksut tertentu dengan makna tertentu. Paralinguistik juga
berperan besar dalam komunikasi antarbudaya. Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu
keras acapkali oleh orang Eropa dipandang terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang
Inggris yang berbicara pelan dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.

Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif beberapa diantaranya adalah
simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah menunjukan
peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan
kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga dipakai di
perkantoran. Wana hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa, kegagalan dalam
bisnis dan seksi. Sebaliknya di Brazil adalah yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam
melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan formalitas.

a) Tanda Nonverbal

Ada beberapa cara untuk menggolongkan tanda-tanda (Pateda, 2001:48) dalam buku
(Alex Sobur, 2004:122). Cara itu yakni: (1) tanda yang ditimbulkan oleh alam yang
kemudian diketahui manusia melaui pengalamannya; misalnya, kalau langit sudah mendung
menandakan akan turun hujan, dan kalau hujan sudah turun terus-menerus ada alasan untuk
mengatakan banjir, dan kalau banjir ada alasan untuk timbulnya penyakit, meninggal; (2)
tanda yang ditimbulkan oleh binatang; misalnya klau anjing menyalak kemungkinan ada
tamu yang memasuki halaman rumah, atau tanda bahwa ada pencuri; dan (3) tanda yang
ditimbulkan oleh manusia.

Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas yang bersifat verbal dan
yang bersifat nonverbal (Pateda, 2001:48) dalam buku (Alex Sobur, 2004:122). Yang bersifat
verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat
bicara, sedangkan yang bersifat nonverbal dapat berupa: (1) tanda yang menggunakan
anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, misalnya “Mari!”; (2) suara, misalnya bersiul,
atau menyembunyikan ssst ... yang bermakna memanggil seseorang; (3) tanda yang
diciptakan oleh manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan,
misalnya rambu-rambu lalu lintas, bendera, tiupan terompet; dan (4) benda-benda yang
bermakna kultural, misalnya buah pinang muda yang menandakan daging, gambir
menandakan darah, bibit pohon kelapa menandakan bahwa kedua pengantin haarus banyak
mendatangkan manfaat bagi sesama manusia dan alam sekitar. Benda-benda yang baru
disebut ini merupakan tanda yang bermakna kultural dan ritual bagi masyarakat Gorontalo.

PERILAKU NON VERBAL DALAM KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya
(halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui
perilaku non verbalnya. Pentingnya perilaku non verbal ini misalnya dilukiskan dalam frase,
”bukan apa yang ia katakan tapi bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku non
verbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia bahagia, bingung
atau sedih.

Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991), komunikasi non verbal mencakup
semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai
pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang
disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan;
kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpamenyadari bahwa pesan-pesan tersebut
bermakna pada orang lain.

Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antar budya terdapat tiga
aspek yaitu; perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bahasa diam, konsep waktu dan
penggunaan dan pengaturan ruang.

Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini, akan
tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan.
Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non verbal
merupakan suatu produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum pria biasa
berjabatan tangan dalam pergaulan sosial; di Amerika Serikat kaum wanita jarang berjabatan
tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan
jenis) di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran
sosial.

Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk
mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali tidak
penting. Dan beberapa suku Indian Amrika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata
dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan. Seorang guru sekolah kulit
putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari hal ini dan ia mengira bahwa murid-
muridnya tidak berminat bersekolah karena murid-muridnya tersebut tidak pernah melihat
kepadanya.

Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak persamaan
dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan
sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan respon-respon yang
ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya – apa
yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna
karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi
dan mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya budaya juga
mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaiman kita mengirim, menerima, dan merspon
lambang-lambang non verbal tersebut.

Konsep Waktu

Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa lalu, masa sekarang,
masa depan, dan pentingnya atau kurang pentingnya waktu. Kebanyakan budaya Barat
memandang waktu sebagai langsung dan berhubungan dengan ruang dan tempat. Kita terikat
oleh waktu dan sadar akan adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Sebaliknya, sukuIndian Hopi tidak begitu memperhatikan waktu. Mereka percaya bahwa
setiap hal – apakah itu manusia, tumbuhan, atau binatang memiliki sistem waktunya sendiri-
sendiri.

Waktu merupakan komponen budaya yang penting. Terdapat banayak perbedaan


mengenai konsep ini antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya dan perbedaan-
perbedaan tersebut mempengaruhi komunikasi.

Penggunaan Ruang

Cara orang menggunakan ruang sebagai bagian dalam komunikasi antar-personal


disebut proksemika (proxemics). Proksemika tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang
yang terlibat dalam percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka. Kita mungkin tahu bahwa
orang-orang Arab dan orang-orang Amerika Latin cenderung berinteraksi lebih dekat kepada
sesamanya daripada orang-orang Amerika Utara. Penting disadari bahwa orang-orang dari
budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula dalam menjaga jarak ketika
bergaul dengan sesamanya. Bila kita berbicara dengan orang berbeda budaya, kita harus
dapat memperkirakan pelanggaran-pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari
pelanggaran-pelanggaran tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan
reaksi permusuhan. Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita
mungkin menyangka bahwa orang lain tidak tahu adat, agresif, atau menunjukkan nafsu seks
ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita, padahal sebenarnya tindakannya
itu merupakan perwujudan hasil belajarnya tentang bagaimana menggunakan ruang, yang
tentu saja dipengaruhi oleh budayanya.

Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di
belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan
tanda hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya. Perilaku yang
serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau
penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya. Kesalahpahaman mudah terjadi
dalam peristiwa-peristiwa antarbudaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai
dengan budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya. Bila kita tetap
duduk sedangkan kita diharapkan berdiri, kita dikira orang melanggar norma budaya dan
menghina pribumi atau tamu, padahal kita tidak menyadari hal tersebut.

Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi non verbal berbeda dari satu
budaya ke budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara, suatu anggukan kepala
berarti ”tidak”, di sebagian negara lainnya, anggukan kepala sekedar menunjukkan bahwa
orang mengerti pertanyaan yang diajukan. Petunjuk-petunjuk non verbal ini akan lebih rumit
lagi bila beberapa budaya memperlakukan faktor-faktor non verbal seperti penggunaan waktu
dan ruang secara berbeda.

Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara berbeda dalam budaya-
budaya yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi. Misalnya, orang Italia dan orang
Inggris lebih terbiasa mengekspresikan kesusahan dan kemarahan daripada orang Jepang,
karena bagi orang Jepang merupakan suatu kewajiban sosial untuk tampak bahagia dan tidak
membebani teman-teman mereka dengan kesusahan. Menurut Gudykunst dan Ting Tommey
(1988), dalam beberapa budaya penampilan emosi terbatas pada emosi-emosi yang ”positif”
dan tidak mengganggu harmoni kelompok.

Liliweri (2003) mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka ada


beberapa faktor dari pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya. Ada
beberapa bentuk perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2) okulesik, dan (3) haptiks; (4)
proksemik; dan (5) kronemik.

1. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh,
orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada perbedaan anatara arti
dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.

2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang
ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi mata
menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll. Orang Amerika Utara
tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara.
Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh pandangan mata
pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak
diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.

3. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman
ketika seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk
belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan – derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial
dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.
4. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi,
sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu
jauh. Makin dekat artinya makin akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.

5. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain
maka konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada
waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang malas, malas bertnggungjawab, orang
yang tidak pernah patuh pada waktu.

6. Tampilan, apperance – cara bagaimana seorang menampilakn diri telah cukup


menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi. Termasuk di
dalamnya tampilan biologis misalnya warna kulit, warna dan pandangan mata, tekstur dan
warna rambut, serta struktur tubuh. Ada stereotip yang berlebihan terhadap perilaku seorang
dengan tampilan biologis. Model pakaian juga mempengaruhi evaluasi kita pada orang lain.
Dalam sebagian masyarakat barat, jas dan pakaian formal merefleksikan profesionalisme,
karen itu tidak terlihat dalam semua masyarakat.

7. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu
duduk dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa
dan orang Timor (Dawan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan yang orang yang
lebih tua sehingga harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan
orang yang lebih tua merupakan sikap yang sopan.

8. Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan


gabungan anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu unit suara,
atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu dengan makna tertentu. Paralinguistik juga
berperan besar dalam komunikasi antarbudaya. Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu
keras acapkali oleh orang eropa dipandang terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang
Inggris yang berbicara pelan dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.

9. Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya adalah
simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah
menunjukkan peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning
menggambarkan kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis
sehingga dipakai di perkantoran. Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa,
kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna merah di Brazil adalah yang
menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan
formalitas.

Dilihat dari fungsinya,perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi.Paul Ekman


dalam Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal,seperti yang dapat
dilukiskan dengan perilaku mata,yakni sebagai :
- Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan dengan
simbol verbal.Kedipan dapat mengatakan,”Saya tidak sungguh-
sungguh.”illustrator.Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan.

- Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka.Memalingkan muka


menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.Penyesuai.Kedipan mata yang cepat meningkat
ketika orang berada dalam tekanan.Itu merupakan respon tidak disadari yang merupakan
upaya tubuh untuk mengurangikecemasan.

- Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan


emosi.Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut ,terkejut,atau senang.

Lebih lanjut lagi Mulyana (2007) merumuskan,dalam hubungannya dengan perilaku


verbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.

- Perilaku nonverbal dapat mengulagi perilaku verbal,misalnya anda menganggukan kepala


ketika anda mengatakan “ya,”atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “tidak,” atau
menunjukan arah (dengan telunjuk) ke mana seseorang harus pergi untuk menemukan WC.

- Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.Misalnya Anda melambaikan


tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan,” “Sampai jumpa lagi,ya,” atau “Bye bye,”;atau
anda menggunakan gerakan tangan ,nada suara yang ninggi,atau suara yang lambat ketika
Anda berpidato hadapan khalayak.Isyarat nonverbal demikian itulah yang disebut affect
display.

- Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal,jadi berdiri sendiri,misalnya Anda


menggoyangkan tangan Anda dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai pengganti:
kata “Tidak”)ketila seorang pengamen mendatangi mobil tau Anda menunjukkan letak ruang
dekan dengan jari tangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun,kepada seorang mahasiswa
baru.

Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.Misalnya Anda sebagai


mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan: buku-buku,atau melihat jam tangan Anda
menjelang kuliah berakhir,sehingga dosen segara menutup kuliahnya.

- Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku


verbal.Misalnya,seorang suami mengatakan “Bagus! Bagus!” ketika diminta komentar oleh
istrinya mengenai gaun yang dibelinya,seraya terus membaca surat: kabar atau menonton
televisi;

Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal,kita biasanya
lebih mempercayai pesan nonverbal,yang menunjukkan pesan sebenarnya,karena pesan
nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan verbal.Kita dapat mengendalikan sedikit
perilaku nonverbal; namun kebanyakan perilaku nonverbal di luar kesadaran kita.Kita dapat
memutuskan dengan siapa dan kapan berbicara serta topik-topik apa yang akan kita
bicarakan,tetapi kita sulit mengendalikan ekspresi wajah senang, malu, ngambek, cuek;
anggukkan atau gelengan kepala; kaki yang mengetuk-ngetuk lantai; dan sebagainya.Anda
sulit menyangkal komentar seorang pendengar bahwa Anda sangat gugup ketika Anda
berpidato, karena tangan Anda terlihat gemetar dan wajah Anda berkeringat dalam pidato
Anda.

Klasifikasi Pesan Nonverbal

Menurut Ray L. Birdwhistell, 65% dari komunikasi tatap-muka adalah


nonverbal,sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna sosial dalam
komunikasi tatap-muka diperoleh dari isyarat—isyarat nonverbal (Mulyana 2007).Dalam
pandangan Birdwhistell,kita sebenarnya mampu mengucapkan ribuan suara vokal,dan wajah
kita dapat menciptakan 250.000 ekspresi yang berbeda.

Perilaku nonverbal kita terima sebagai suatu “paket” siap pakai dari lingkungan sosial
kita, khususnya orangtua.Kita tidak perna mempersoalkan mengapa kita harus memberi
isyarat begini untukmengatakan hal lain.Sebagaimana lambing verbal,asal-usul isyarat
nonverbal sulit dilacak meskipun adakalanya kita memperoleh informasi terbatas mengenai
hal itu,berdasarkan kepercayaan agama,sejarah,atau cerita rakyat (folklore).

Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini dengan berbagai cara.Jurgen


Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian.Pertama,bahasa tanda (sign
language)-acungan jempol untuk numpang mobil secara gratis;bahasa isyarat tuna rungu
;kedua,,bahasa tindakan (action language)-semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara
eksklusif untuk memberikan sinyal,misalnya,berjalan;dan ketiga,bahasa objek (object
language)-pertunjukan benda,pakaian,dan lambang nonverbal bersifat publik lainnya seperti
ukuran ruangan,bendera,gambar(lukisan),musik (misalnya marching band),dan
sebagainya,baik secara sengaja ataupun tidak.

Secara garis besar Larry A.Samovar dan Richard E. Porter (1991)membagi pesan-
pesan nonverbal menjadi dua kategori besar yakni,:pertama,ekspresi wajah,kontak mata,bau-
bauan dan parabahasa;kedua,ruang,waktu,dan diam.

Meskipun tidak menggunakan pengkategorian di atas,kita akan membahas berbagai


jenis pesan nonverbal yang kita anggap penting,mulai dari pesan nonverbal yang bersifat
perilaku hingga pesan noverbal yang terdapat dalam lingkungan kita.

Isyarat Tangan

Kita sering menyertai ucapan kiita dengan isyarat tangan.Perhatikanlah orang yang
sedang menelepon.Meskipun lawan bicaratidak terlihat,is menggerak-garakan
tangannya.Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut
emblem,yang dipelajari,yamg punya makna dalam suatu budaya atau subkultur.Meskipun
isyarat tangan yang digunakan sama,maknanya boleh jadi berbeda;atau,isyarat fisiknya
berbeda,namun maksudnya sama.

Untuk meunjuk diri-sendiri (“Saya!” atau “Saya”?),seperti juga orang Kenya dan
orang Korea Selatan,orang Indonesia menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau
telunjuknya,sedangkan orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.
Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke
budaya.Meskipun di beberapa Negara.telunjuk digunakan untuk menunjukkan sesuatu,hal itu
tidak sopan di Indonesia,seperti juga dibanyak negeri Timur Tengah dan Timur Jauh.Tentu
saja selalu ada kekecualian.Orang Batak,seperti orang Amerika,biasa menunjuk dengan
telunjuk tanpa bermaksud kasar kepada orang yang dihadapinya.Begitu juga orang
Betawi,yang tidak jarang menunjuk dengan memonyongkan mulut,sambil berucap,”Ke
sonono!”Beberapa suku Afrika yang menunjuk dengan mencibirkan bibir bawah
menganggap cara menunjuk Amerika sebagai kasar.

Gerakan kepala

Di beberapa Negara,anggukan kepala malah berarti tidak seperti di


Bulgaria,sementara untuk isyarat ya” di Negara tesebut adalah menggelengkan kepala.Orang
Inggris seperti orang Indonesia menganggukan kepala untuk menyatakan bahwa mereka
mendengar,dan tidak berarti menyetujui.Di Uni Emirat Arab,menggelengkan kepala itu juga
berarti “ya”.maka seorang TKW Indonesia bernama Kartini pun dituduh telah melakukan
perzinahan dengan seorang pekerja asal India dan dinyatakan bersalah karena ia
menggelengkan kepalanya ketika ia ditanya oleh jaksa dan hakim.Dalam sidang itu Kartini
tidak didampingi penterjemah,sementara kemampuan berbahasa Arabnya pu ala
kadarnya.Semua pertanyaan dijawabnya dengan gelengan kepala yang berarti “tidak”,padahal
di Negara itu gelengan kepala berarti “ya”.

Di banyak Negara,orang yang duduk sambil menegakkan kepala dihadapan orang


yang berbicara berarti memperhatikan si pembicara.Di Australia,pembicara akan
menyangkan Anda kecapekan atau mengantuk bila Anda memejamkan mata Anda.Akan
tetapi,orang Jepang yang tampak tertidur –mata terpejam dan kepala menunduk-ketila
pebisnis asing sedang melakukan presentasi,sebenarnya sedang menyimak presentasi tersebut
dengan sungguh-sungguh.

Postur Tubuh dan Posisi kaki

Postur tubuh sering bersifat simbolik.Beberapa postur tubuh tertentu diasosiasikan


dengan status sosial dan agama tertentu.Selama berabad-abad rakyat tidak boleh berdiri atau
duduk lebih tinggi daripada (kaki) raja atau kaisarnya.Mereka harus berlutut atau bahkan
bersujud untuk menyembahnya.Penaganut Shinto di Jepang berlutut di depan altar di luar
rumah sebelum mereka membuat sajian dan berdoa.Paus Yohanes Paulus II yang memimpin
umat katolik sedunia lazim bersujud mencium bumi begitu ia turun dari pesawat dalam
lawatan internasionalnya.Orang Islam secara rutin menampilkan perilaku serupa,sebagai
bagian dari salat mereka,namun sering di dalam ruangan daripada di luar ruangan.

Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap Negara.tamu
harus menundukkan kepala ketika bertemu dengan Dalai Lama di Tibet,jangan menatap
matanya,jangan menyentuhnya,dan baru bicara setelah Dalai Lama bicara.

Status seseorang juga dapat terlihat lewat cara meletakkan tangannya ketika berdiri
dan berbicara dengan orang lain.Di Negara kita,orang yang berbicara dengan merapatkan
kedua tangannya (telapak tangan menghadap ke dalam) dan meletakkannya di depan
selangkangannya hampir bisa dipastikan adalah orang yang jabatannya lebih rendah daripada
orang yang berdiri dengan meletakkankedua tangannya di samping atau di belakang
punggungnya.Perhatikanlah situasi semacam ini ketika para pejabat Negara berkumpul di
istana,sehabis pelantikan pejabat tinggi misalnya.

Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata

Para dramawan, pelatih tari Bali, dan pembuat topeng di negara kita paham benar mengenai
perubahan suasana hati dan makna yang terkandung dalam ekspresi wajah, seperti juga
pengarah, pemain, dan penari Kabuki di Jepang. Masuk akal bila banyak orang menganggap
perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya
pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.

Anda bisa membuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khususnya mata, paling ekspresif.
Cobalah anda saling memandang dengan orang lain, baik dengan pria atau dengan wanita.
Anda pasti takkan kuat memandangnya terus-menerus. Anda kemungkinan akan tersenyum
atau tertawa, atau melengos. Perilaku mata sedemikian penting dalam budaya Korea sehingga
orang Korea mempunyai kata khusus (nuichee) untuk menekankan pentingnya perilaku itu.
Orang Korea percaya bahwa mata adalah jawaban “sebenarnya” mengenai apa yang
dirasakan dan dipikirkan seseorang.

Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, fungsi pengatur,
untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan dengan orang itu atau
menghindarinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda
terhadapnya. Pria menggunakan lebih banyak kontak mata dengan orang mereka sukai,
meskipun menurut penelitian, perilaku ini kurang ajeg dikalangan wanita.

Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang mengekpresikan keadaan


emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui, terdapat beberapa keadaan emosional yang
dikomunikasikan oleh ekspresi wajah yang tampaknya dipahami secara universal :
kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekspresi-
ekspresi wajah tersebut dianggap “murni”, sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya :
malu, rasa berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya lebih bergantung
pada interpretasi. Sedikit kekecualian atau variasi memang harus diantisipasi. Misalnya –
seperti lazimnya- orang Amerika menunjukkan keterkejutan dengan mulut ternganga dan alis
yang naik, sedangkan orang-orang Eskimo, Tlingit, dan Brazil menunjukkan hal yang sama
dengan menepuk pinggul mereka.

Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah
universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Lelaki dan perempuan mempunyai cara
berbeda dalam hal ini. Perempuan cenderung lebih banyak senyum daripada lelaki, tetapi
senyuman mereka sulit ditafsirkan. Dalam suatu budaya pun terdapat kelompok-kelompok
yang menggunakan ekspresi wajah secara berbeda dengan budaya dominan. Pearson, West,
dan Turner melaporkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita menggunakan lebih banyak
ekspresi wajah dan lebih ekspresif, lebih cenderung membalas senyum dan lebih tertarik
kepada orang lain yang tersenyum. Ekspresi wajah boleh sama, namun maknanya mungkin
berbeda.

Sentuhan

Sentuhan, adalah perilaku nonverbal yang multimakna, dapat menggantikan seribu kata.
Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan,
belaian, pelukan, pegangan (jabatan tangan), rabaan hingga sentuhan lembut sekilas.
Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Konon, menurut
orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh lawan
jenisnya yang disenanginya. “And when I touch you I feel happy inside” kata John Lennon
dan Paul McCartney. Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh di
antara lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada
perbuatan negatif.

Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang
sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai
berikut.

 Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis,


misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.
 Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun dan memperteguh pengharapan,
aturan dan praktik sosial yang berlaku, misalnya berjabatan tangan.
 Persahabatan-kehangatan. Kategori ini meliputi setiap sentuhan yang menandakan
afeksi atau hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang saling merangkul setelah
mereka lama berpisah.
 Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan keterikatan
emosional atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orangtua dengan lembut; orang
yang sepenuhnya memeluk orang lain; dua orang yang “bermain kaki” di bawah meja;
orang Eskimo yang saling menggosokkan hidung.
 Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat dengan kategori sebelumnya, hanya
saja motifnya bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis bermakna cinta
atau keintiman.
Parabahasa

Parabahasa, atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang
dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume)
suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau,
suara terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan,
gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi
dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang
terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan. Riset menunjukkan bahwa
pendengar mempersepsi kepribadian komunikator lewat suara. Tidak berarti bahwa persepsi
mereka akurat; alih-alih mereka memperoleh persepsi tersebut berdasarkan stereotip yang
telah mereka kembangkan. Wanita dengan suara basah (misalnya sebagai penyiar radio)
dipersepsi lebih feminim dan lebih cantik daripada wanita tanpa suara basah. Sedangkan pria
dengan nada suara tinggi atau melengking dianggap kewanita-wanitaan. Padahal boleh jadi
wanita bersuara basah berlebihan berat badan dan pria bersuara melengking adalah petinju
kelas berat. Salah satu kelebihan lagu-lagu kelompok Peterpan yang populer pada dekade
pertama abad ke-21 di Indonesia adalah karena suara penyanyinya, Ariel, dianggap seksi,
terutama oleh kaum wanita penggemarnya.

Penampilan fisik

Perhatian pada penampilan fisik tampaknya universal. Sekitar 40.000 tahun yang lalu orang-
orang purba menggunakan tulang untuk dijadikan kalung dan hiasan tubuh lainnya. Bukti-
bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak saat itu orang-orang sangat peduli dengan tubuh
mereka. Mereka mengecatnya, mengikatkan sesuatu padanya, dan merajahnya untuk terlihat
cantik.

Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya
(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti kaca mata,
sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan sebagainya. Seringkali
orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti
bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya. Di Amerika orang menghargai
wanita yang tinggi dan ramping. Di Jepang wanita yang kecil justru paling menarik. Tetapi di
Cina secara tradisional kecantikan wanita justru diasosiasikan dengan gaya rambut sederhana
(dengan satu atau dua kepang) yang tidak berusaha menarik perhatian dengan selendang
berwarna-warni, perhiasan atau make-up.

Busana

Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan
tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang
mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan
cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di bawah 0 derajat Celcius
misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-shirt dan celana pendek di luar rumah.

Banyak subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol
keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai
tanda keagamaan dan keyakinan mereka. Dibanyak negara seperti Jepang dan Meksiko, juga
di Indonesia, pakaian seragam amat populer. Polisi, tentara dan anak sekolah senang
berpakaian seragam untuk menunjukkan afiliasi kelompok.

Tanpa memperhatikan dengan sungguh-sungguh bagaimana budaya mempengaruhi


komunikasi, termasuk komunikasi nonverbal dan pemaknaan terhadap pesan nonverbal
tersebut, kita bias gagal berkomunikasi dengan orang lain. Kita cenderung menganggap
budaya kita, dan bahasa nonverbal kita sebagai standar dalam menilai bahasa nonverbal
orang dari budaya lain. Bila kita langsung berkesimpulan tentang orang lain berdasarkan
perilaku nonverbalnya yang berbeda itu, maka kita terjebak dalam etnosentrisme
(menganggap budaya sendiri sebagai standar dalam mengukur budaya orang lain).
Sumber:

Dari berbagai sumber, buku dan pemahaman pribadi

Karakteristik Budaya

1.Komunikasi dan Bahasa

Dalam suatu kelompok bahasa terdapat perbedaan seperti dialek, makna yang
diberikan pada gerakan tubuh

2. Pakaian dan penampilan

Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan menjadi ciri yang menandakan
seseorang berasal dari daerah mana. Atau ciri lukisan pada muka dan badan orang Papua atau
orang Indian yang ada saat akan berperang menandakan keberanian.

3. Makanan dan kebiasaan makan

Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya seorang
muslim untuk mengkonsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina. Orang
Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi
mereka orang – orang barat.

4. Waktu dan kesadaran akan waktu

Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian
lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak mempedulikan jam atau menit
tapi hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat matahari terbenam saja

5 Penghargaan dan Pengakuan

Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode
memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-
bentuk lain penyelesaian tugas.

6 Hubungan-Hubungan

Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi


berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan,kekuasaan, dan
kebijaksanaan.

7 Nilai dan Norma


Berdasarkan sistem nilai yang dianutnya, suatu budaya menentukan norma-norma perilaku
bagi masyarakat yang bersangkutan. Aturan ini bisa berkenaan dengan berbagai hal, mulai
dari etika kerja atau kesenangan hingga kepatuhan mutlak atau kebolehan bagi anak-anak;
dari penyerahan istri secara kaku kepada suaminya hingga kebebasan wanita secara total.

8 Rasa Diri dan Ruang

Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh
masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal,sementara budaya
lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat
seseorang secara persis, sementara budaya- budaya lain lebih terbuka dan berubah.

9 Proses mental dan belajar

Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga
orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang
berpikir dan belajar.

10 Kepercayaan dan sikap

Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas
dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau kepercayaan mereka.

ISTILAH BUDAYA YANG PENTING

Untuk membantu memahami perbedaan budaya perlu untuk memperhatikanhal-hal berikut :

a. Subkultur atau mikrokultur

Dalam masyarakat besar terdapat suatu budaya besar yang dominan yang sama, dan terdapat
di dalamnya sub-kelompok yang punya ciri yang berbeda dengan sub lainnya. Hal ini
diklasifikasikan berdasarkan usia, kelas sosial, jenis kelamin, ras atau identitas pembeda
lainnya.

b. Unsur universal dan keanekaragaman

Unsur universal ini bersifat umum yang mengedepankan persamaan diantaranya. Misal saja
usia. Keanekaragaman memperlihatkan sifat yang lebih khusus karena mengedepankan nilai
perbedaannya. Misal, jenis kelamin.

c. Perilaku rasional, irrasional, nonrasional

Perilaku rasional adalah apa yang dianggap orang masuk akal untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Perilaku irrasional menyimpang dari norma masyarakat dan bersumber dari
frustasi dalam memuaskan kebutuhannya, tanpa logika dan mengedepankan respon
emosional. Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga bertentangan dengan
ekspektasi yang masuk akal (dipengaruhi budaya atau subkultural orang lain). Kita tidak
sadar mengapa melakukan, mempercayai dan berprasangka menurut pandangan orang di luar
budaya sendiri.

d. Tradisi

Suatu hal yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan tak tertulis, pantangan dan sanksi-
sanksi. Dan ini yang mempengaruhi akan perilaku dan prosedur suatu budaya.

e. Keunikan budaya

Menghargai keunikan dari suatu budaya lain yang asing adalah suatu hal penting.
tetap berkomunikasi dan menghormati budaya yang beda ini tidak membuat kita dituduh
etnoenstrik. Maka untuk memahami perbedaan – perbedaan budaya secara lebih efektif,
langkah pertama yang harus ditempuh adalah meningkatkan kesadaran budaya seseorang
secara umum. Setiap orang harus memahami konsep budaya dan ciri-cirinya sebelum ia
memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya dari studi tentang aspek-aspek khusus budaya
asing

ALASAN MEMPELAJARI KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA

Perbedaan-perbedaan ekspektasi budaya dapat menimbulkan resiko yang fatal,


setidaknya akan menimbulkan komunikasi yang tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman
atau timbul kesalahpahaman. Akibat dari kesalahpahaman-kesalahpahaman itu banyak kita
temui dalam berbagai kejadian yang mengandung etnosentrisme dewasa ini dalam wujud
konflik-konflik yang berujung pada kerusuhan atau pertentangan antaretnis. Sebagai salah
satu jalan keluar untuk meminimalisir kesalahpahaman-kesalahpahaman akibat perbedaan
budaya adalah dengan mengerti atau paling tidak mengetahui bahasa dan perilaku budaya
orang lain, mengetahui prinsip-prinsip.Komunikasi Lintas Budaya dan mempraktikkannya
dalam berkomunikasi dengan orang lain. Kebutuhan untuk mempelajari Komunikasi Lintas
Budaya ini semakin terasakankarena semakin terbukanya pergaulan kita dengan orang-orang
dari berbagai budaya yang berbeda, disamping kondisi bangsa Indonesia yang sangat
majemuk dengan berbagai ras, suku bangsa, agama, latar belakang daerah (desa/kota), latar
belakang pendidikan, dan sebagainya.
KOMUNIKASI DAN BUDAYA : PENDEKATAN ANTROPOLOGI

KOMUNIKASI DAN BUDAYA : PENDEKATAN ANTROPOLOGI


A. Menerapkan Pengetahuan Antropologi
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh prilaku-prilaku komunikasi antar
administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya lain.
Bila komunikasi mereka efektif, maka saling pengertian tumbuh yang diikuti dengan kerja
sama. Bila komunikasi tersebut salah, maka ada pengetahuan tentang budaya dalam buku
manapun yang dapat menjamin tindakan yang efektif. Ini tidak bermkasud meremehkan
pengetahuan budaya yang dapat diberikan antropog, tapi sekedar menyarankan bahwa
inti penerapan pengetahuan tersebut harus berada dalam proses komunikasi.
Oleh karena itu, marilah kita bahas proses komunikasi antar budaya dengan
harapan kita dapat mencapai dua tujuan yaitu :
 meningkatkan pengetahuan kita tentang diri kita sendiri dengan menjelaskan sebagaian
dari prilaku-prilaku komunikatif yang kita sadari.
 Menjelaskan kendala-kendala terhadap pemahaman atas proses lintas budaya yang
selama ini hampir tak teratasi.
Kita juga tahu bahwa komunikasi tidak hanya meliputi kata-kata, tetapi juga meliputi
prilaku-prilaku lain yang mendasari kesimpulan tentang apa yang sudah terjadi pada
masa lalu. (Mulyana & Rahmat, 2006:37)
Budaya, dalam hal ini melukiskan kadar dan type kontak fisik yang dituntut oleh
adat kebiasaan, dan intensitas emosi yang menyertainya. Budatya yang meliputi
hubungan antara apa apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan. Seperti tidak
maksudnya mungkin dan besok maksudnya tak pernah. Budaya juga menentukan, apakah
suatu kontrak tertentu, harus pertama-tama didiskusikan dalam suatu pertemuan
seharian penuh yang mengikutsertakan empat atau lima orang dari setiap pihak, dan
mungkin dengan bantuan sesorang pelayanan yang menyuguhkan kopi.
Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku kominikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Untuk
menyederhanakan dan membatasi pembahasan kita, kita akan memeriksa beberapa
unsur sosio-budayayang berhubungan dengan komunikasi antar budaya, yaitu bahasa,
kata-kata dan makna, nada suara, emosi dan kontak fisik, dampak waktu secara kultural,
tempat, hubungan-hubungan kelas kelas sosial, persepsi, system kepercayaan, nilai dan
sikap. Selanjutnya lihat Mulyana & Rahmat,2006)

B. Bahasa
Bentuk yang paling nyata dalam komunikasi adalah bahsa. Secara sederhana
bahasa dapat diartikan sebagai suatu system lambang yang terorganisasi, disepekati
secara umum, dan merupakan hasil belajar, yang digunkan untuk menyajikan
pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitasgeografis atau budaya.
Ketidakmampuan kita dalam berbahasa sering mengakibatkan kerusakan
hubungan dengan relasi-relasi kita di seluruh dunia. Perbesaran kata, tata bahasa dan
fasilitas verbal, tidaklah memadai, kecualibisa memahami isyarat halus yang implisit
dalam bahasa, gerak-gerik, dan ekspresi, ia tidak hanya akan menafsirkan secara salah
apa yang dikatakan padanya, ia pun mungkin akan menyinggung perasaan orang lain
tanpa mengetahui bagaimana atau mengapa hal itu bisa terjadi.

Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk menyalurkan


kepercayaan,nilai dan norma. bahasa merupakan alat bagi orang –orang untuk
berineteraksi dengan orang-orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Maka,
bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkominasi dan sekaligus sebagai
pedoman untuk melihat relatis sosial. Bahasa memperngaruhi resepsi , menalurkan dan
turut membentuk pikiran
1. kata kata dan makna
tidak dapatkah kita mepercayai apa yang katakan ? kita semua mengakui bahwa orang
jujur .apa yang sering tidak ketahui adalah bahwa petanaan ini menyangkut pengaruh –
pengaru budaya yang tidak berkitan dean kejujuran ataw keandalan indivdu
Di Amerika serikat, kita mementikan peryataan langsung orang amerika yang baik
diharapkan mengatakan apa yang dimaksudkan apa yang dikatakan. Bila mengenai hal-
hal penting kita menemukan orang yang berbicara berputar-putar dan mengelak-elak,
kita akan cenderung menganggapnya sebagai orang yang tidak dapat diandalkan atau
bahkan tidak jujur.
Mengenai makna, Devito (1997:120), isyarat mempunyai kebebasan makna
(arbtry); mereka tidak memiliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka
gambarkan. Kata anggur tidak lebih lezat ketimbang bulgur. Kata bulgur juga tidak lebih
mengenyangkan ketimbang kata anggur. Satu kata memiliki arti atau makna yang mereka
gambarkan karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya.
Dalam beberapa budaya lan, kata-kata dan makna kata-kata tersebut tidak
mempunyai hubungan langsung. Orang-orang mungkin lebih memperhatikan makna
kata-kata tertentu. Ini memungkinkan mereka memberikan jawaban yang sesuai dan
menyenangkan atas suatu pertanyaan, karena jawaban yang harfiah dan factual bisa
menyinggung perasaan atau mempermalukan. Situasi semacam ini tidaklah asing dalam
budaya amerika. contoh, seorang usahawan amerika dididik untuk tidak terlalu bertanya
dalam tentang rincian suatu system produksi. Hal ini dianggap suatu usaha untuk mencuri
rencana-rencana operasionalnya. Bagaimana dalam lingkungan anda?

2. Nada Suara dan Emosi


Manusia berkomunikasi tidak dengan kata-kata saja. Nada suaranya, ekspresi
wajahnya, gerak-geriknya, semua itu mengandung makna yang perlu diperhitungkan,
Jadi, tidak hanya bahasa yang dapat membingungkan tetapi juga gerak-gerik dan isyarat-
isyarat kultural. Anggukan seseorang bisa berarti negative bagi orang lain. Lihat Mulyana
& Rahmat 2006:210)
Setiap budaya memiliki rangkaiannya sendiri yang kaya, terdiri dari tanda-
tanda bermakna, lambang-lambang, gerak-gerik, konotasi emosi, rujukan historis, respon
tradisionil, dan juga penting diam yang mengandung makna. Sebagai contoh, tradisi anglo
saxon untuk menjaga kekaleman. Mereka diajari oleh budayanya untuk menekan
perasaan perasaannya. Ia dikondisikan untuk menganggap emosi sebagai hal yang
umumnya jelek (kecuali pada wanita lemah yang tidak dapat menolong dirinya sendiri)
dan pengendalian diri sebagai baik. Semakin penting maslah yang ia hadapi, semakin
tenang penampilannya berkepala dingin, roman muka yang keras, pikiran tenang, pikiran
tenang, bukanlah secara kebetulan para pahlawan dalam film-film Western
memperlihatkan ciri-ciri ini.
Di Timur tengah adalah sebaliknya, sejak masa kanak-kanak orang Arab
dibolehkan, bahkan di dorong, untuk menyatkan perasaan perasaannya dengan bebas.
Lelaki dewasa boleh menangis, berteriak, memberi isyarat dengan ekspresif, meloncat ke
atas dan kke bawah dan di anggap sebagai orang yang tulus.

C. Kontak Fisik (Menyentuh atau Tidak Menyentuh)


Seberapa jauhkah kontak fisik sebaiknya dilakukan dalam percakapan sosial atau
percakapan bisnis?. Di Indonesia, kita menghendaki kontak fisik, terutama lelaki dewasa.
Kontak fisik paling umum adalah berjabat tangan, dan dibandingkan dnegan orang-orang
Eropa dan Amerika, kita melakukannnya lebih sedikit.
Jabat tangan adalah bentuk sapaan atau cara menyatakan perpisahan yang
impersonal. Di Amerika latin cara yang lebih ramah adalah dengan meletakkan tangan
kiri diatas bahu orang lain ketika berjabat tangan. Cara yang lebih intim dan hangat
adalah doble abzaro dua lelaki berpelukan dengan meletakkan lengan mereka diatas
kedua bahu mereka masing-masing. Bagi orang Marika utara sulit menerima kontak fisik
berupa meletakkan telapak tangan pada lengan selama percakapan. Bagi mereka cara ini
berarti isyarat yang tidak menyenangkan, mungkin semacam isyarat seksual yang
menghambat komunikasinya.
Jarak pribadi (personal distance),kita semua memiliki daerah yang kita sebut
jarak pribadi. Daerah ini melindungi kita dari sentuhan orang lain, dalam dekat jarak
pribadi antara 45 sampai 75 cm, dan fase jauh 75 sampai 120 cm.
Jarak sosial (sosial distance) fase dekat dari 120 sampai 210 cm adalah jarak yang
digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan bersifat sosial.
Fase jauh 210 sampai 360 cm jarak yang kita pelihara jika seorang berkata “menjauhlah
agar saya dapat memandangmu”. Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang
lebih resmi.
Jarak public(public distance), fase dekat 360 sampai 450 pada jarak ini seseorang
dapat mengambil tindakan detensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta kita akan
menghindar atau mengambil jarak dari orang yang sedang mabuk atau orang yang
dianggap kurang baik. Fase jauh lebih dari 750 cm, kita melihat orang-orang tidak sebagai
individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita
kadang-kadang secara reflex menjauh ketika ada seorang tokoh (orang) penting lewat,
terlepas dikawal atau tidak.

D. Lima Dimensi Waktu


Ide-ide kita tentang waktu tertanam dalam diri kita sejak kecil. Bila gagasan-
gagasan kita tentang waktu ini bertentangan dengan prilaku orang lain, kita bereaksi
dengan marah, tidak tahu apa sebabnya. Bagi orang-orang bisnis, lima konsep waktu yang
biasanya dilakukan adalah waktu untuk bertemu, berdiskusi, berkenalan, berkunjung, dan
jadwal waktu.
Siapapun yang berpergian ke luar negeri dan berhubungan luas dengan orang-orang
non Amerika, mengetahui bahwa ketepatan waktu di tafsirkan dengan berbagai cara. Ini
adalah suatu hal yang perlu diingat. Contohnya bertemu sesuai dengan waktu yang telah
dijanjikan.
E. Tempat
Kita mengatakan bahwa ada saatnya dan ada tempatnya bagi segala sesuatu, namun
bila dibandingkan dengan negeri-negeri dan budaya-budaya lain, kita tidak terlalu
mempersalahkan perbedaan tempat. Bisnis suatu hal yang universal; hal itu dapat
dibicarakan hampir di mana saja, kecuali mungkin di gereja. Orang bahkan dapat
berbicara tentang bisnis saat naik tangga ke atas dari gereja. Politik hanya sedikit lebih
dibatasi untuk dibatasi untuk di bicarakandi tempat-tempat yang cocok untuk
mendiskusikan.
Di negeri-negeri lain ada pembatasan-pembatasan tempat untuk
membicarakan bisnis dan politik. Di India tidak selayaknya berbicara ketika sedang
mengunjungi rumah seseorang. Bila anda melakukannya,, akan kehilangan kesempatan
untuk mengadakan hubungan bisnis yang memuaskan. Di Amerika Latin, meskipun
mahasiswa berminat pada politik, tradisi menentukan bahwa seorang politikus harus
menghindari topic ketika berbicara di universitas.

F. Pengaruh Status atas Komunikasi


Kita akan keliru mengira bahwa pola-pola komunikasi yang kita amati di seluruh
dunia, tak lebih dari kumpulan adat adat istiadat yang tidak berarti. Pola komunikasi
suatu masyarakt tertentu merupakan bagian dari keseluruhan pola budaya dan dapat di
pahami dlam konteks tersebut.
Di sini kita tidak dapat mengemukakan banyak contoh prilaku komunikasi yang di
dasari budaya tertentu. Perbedaan-perbedaan ini tampaknya jelas berhubungan dengan
budaya dan organisasi sosial. Di Amerika latin kita dapatkan bahwa masyarakat secara
kaku bertingkat-tingkat. Akibatnya, kita temukan wewenang yang lebih penting lagi
dalam keluarga dna komunitas.
Perbedaan status dan kelas sosial menyebabkan orang-orang yang berstatus
berbeda sulit menyatakan opini secara bebas dan terus terang dalam diskusi dan
perdebatan.
Status dan kelas sosial juga menentukan apakah bisnis akan terjadi antara individu
atau antara kelompok. Di Amerika serikat mungkin takkan menemukan kelompok penjual
yang mengunjungi seorang pelanggan. Di Jepang justru pentingnya kunjungan dan
pentingnya posisi orang itu ditentukan oleh siapa yang ia ajak ikut serta. Praktik ini juga
terjadi pada hirarki bisnis dan pemerintah. Bahkan seorang guru besar universitaspun
cenderung membawa serta satu atau dua pembantu dalam urusan akademik. Kalau tidak,
orang-orang mungkin berpikir bahwa ia bukan orang penting, begitu pula urusannya.
G. Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan
mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Secara umum dipercaya
bahwa orang-orang berprilaku sebagai hasil atau dari cara mereka mempersepsi dunia
(lingkungannya) sedemikian rupa. Prilaku-prilaku ini dipelajari sebagai bagian dari
pengalaman budaya mereka. Artinya, kita merespon kepada suatu stimuli sedemikian
rupa, sesuai dengan budaya yang telah diajarkan kepada kita. Budaya menentukan
kriteria mana yang penting ketika kita mempersepsi sesuatu.
Komunikasi antar budaya, dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam
mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Untuk memahami dunia dan
tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Dalam komunikasi
lintas budaya, mengharapka banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi.
Ada tiga unsur sosio budaya yang berpengaruh besar, dan langsung terhadap makna
yang kita bangun dalam persepsi kita, yaitu: system kepercayaan (belief), system system
(value), system sikap (attitude), pandangan dunia (word view), dan organisasi sosial
(sosial organization).
Ketika unsur ini mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita bangun. Unsur-
unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif.
Seorang Arab dan seorang Amerika akan setuju secara objektif, seorang tertentu adalah
wanita, tapi mungkin mereka tidak akan setuju arti seorang wanita secara sosial.
1. Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan subjektif, yang
diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik tertentu.
Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercaya dan karakteristik yang
membedakannya.
Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau salah sejauh hal-hal
tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Budaya memainkan suatu peranan penting
dalam pembentukan kepercayaan.
Nilai adalah seperangkat aturan yang terorganisasikan untuk membuat pilihan-
pilihan, dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai memiliki aspek
evaluative dan system kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi evaluative ini meliputi
kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kebutuhan dan kesenangan.
Pada sebagian budaya, ada yang menurunkan suara sebagai tanda hormat dan
patuh. Kepercayaan dan nilai memberikan konstribusi bagi pengembangan dan sikap.
Sikap suatu kecenderungan yang diperoleh dengan belajar untuk merespon suatu objek
secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya, artinya lingkungan kita
membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespon, dan akhirnya perilaku kita.
Bisa budaya dalam system kepercayaan, nilai, sikap, dapat dilihat pada contoh
pertarungan banteng dengan manusia. Orang-orang Amerika Utara memandang
pertarungan manusia melawan banteng dengan sikap negative, dan menghindari
tontonan tersebut meskipun lewat teleisi. Sebagian malah kampaye agar pertarungan itu
dilarang.
2. Pandangan Dunia
Unsur budaya ini, meskipun dan uraiannya abstrak, merupakan salah satu unsur
terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antar budaya. Pandangan dunia
berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti tuhan, kemanusiaan,
alam semesta, dan masalah-maslah filosofis lainnya yang berkenann dengan konsep
makhluk. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, kita sulit melihatnya dalam
suatu interaksi antar budaya.
Isu-isu pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar
dari suatu budaya. Seorang katolik tentu saja mempunyai pandangan dunia yang berbeda
dibandingkan dengan seorang muslim, yahudi atau atheis.
Pandangan dunia mempengaruhi kepercayaan nilai, sikap, penggunaan waktu,
banyak aspek budaya lainnya. Dengan cara-cara yang terlihat dan tidak nyata, pandangan
dunia sangat mempengaruhi komunikasi antar budaya.
3. Organisasi Sosial
Ada dua unit sosial yang dominan dalam suatu budaya yang mempengaruhi persepsi,
yaitu keluarga dan sekolah. Keluarga paling berperan dalam mengembangkan anak
selama periode awal (formatif)dalam kehidupannya, keluarga banyak memberi pengaruh
budaya, bahkan pembentukan sikap pertamanya sampai pemilihan atas barabg
mainannya.
Keluarga juga membimbing anak dalam menggunakan bahasa, cara memperoleh
kata hingga dialek. Keluarga juga memberikan persetujuan, dukungan, ganjaran, dan
hukuman, yang mempengaruhi nilai-nilai yang anak kembangkan dan tujuan-tujuan yang
ia capai.
Sekolah mempunyai tanggung jawab besar mewariskan dan memelihara suatu
budaya. Sekolah merupakan penyambung penting yang menghubungkan masa lalu dan
juga masa depan. Sekolah memelihara budaya dengan memberi tahu anggota-anggota
budaya. Sekolah mengajarkan beragam ilmu pengetahuan. Sekolah mungkin menekankan
revolusi yang melandaskan perdamaian atau kekerasan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh prilaku-prilaku komunikasi antar
administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya lain.
Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku kominikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Diantaranya Bahasa.

Bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkominasi dan sekaligus


sebagai pedoman untuk melihat relatis sosial. Bahasa memperngaruhi resepsi ,
menalurkan dan turut membentuk pikiran .
Oleh karena itu, tujuan komunikasi antar budaya diantaranya untuk meningkatkan
pengetahuan kita tentang diri kita sendiri dengan menjelaskan sebagaian dari prilaku-
prilaku komunikatif yang kita sadari, Menjelaskan kendala-kendala terhadap pemahaman
atas proses lintas budaya yang selama ini hampir tak teratasi.

http://rizhacommunication.blogspot.co.id/2010/02/antropologi-sebagai-landasan-
ilmu.html

http://www.aurellyreresaputra.blogspot.co.id/2013/06/contoh-makalah-tentang-
budaya.html

Anda mungkin juga menyukai