Lintas Budaya
Lintas Budaya
Jika kita berkomuinikasi antar budaya perlu diperhatikan bahwa ada kebiasaan
(habits) budaya yang mengajarkan kepatutan kapan seorang harus atau boleh berbicara.
Orang-orang timor, Batak, Sulawesi, Ambon, Irian, mewarisi sikap kapan saja bisa bicara,
tanpa membedakan yang tua dan yang muda, artinya berbicara semaunya saja, berbicara tidak
mengenal batas usia. Namun orang Jawa dan Sunda mengenal aturan atau kebiasaan kapan
orang berbicara, misalnya yang lebih muda mendengarkan lebih banyak dari pada yang tua,
yang tua lebih banyak berbicara dari yang muda. Ketika orang Timor berbicara dengan orang
Sunda, orang Sunda itu diam saja dan orang Timor marah-marah: kenapa anda diam saja?
Diam artinya anda tidak mau tahu, tidak mau dengar apa yang saya bicarakan. Perbedaan
norma berbahasa ini dapat mengakibatkan konflik antarbudaya hanya karena salah
memberikan makna kapan orang harus berbicara.
Yang dimaksudkan dengan kecepatan dan jeda berbicara disini ialah pengaturan
kendali berbicara menyangkut tingkat kecepatan dan ‘istirahat sejenak’ dalam berkomunikasi
antara dua pihak. Orang-orang di Barat sulit berdiam diri terlalu lama dan hanya
mendengarkan orang lain, di Indonesia kita semua yang menjadi bawahan selalu berdiam diri
di depan atasan, hanya mendengarkan pengarahan dan perintah.
Hal memperhatikan
Konsep ini berkaitan erat dengan gaze atau pandangan mata yang diperkenankan
waktu berbicara bersama-sama.orang-orang kulit hitam biasanya berbicara sambil menatap
mata dan wajah orang lain, hal yang sama terjadi bagi orang Batak dan Timor. Dalam
berkomunikasi ‘memperhatikan’ adalah melihat bukan sekedar mendengarkan. Sebaliknya
orang Jawa tidak mementingkan ‘melihat’ tetapi mendengarkan.
Intonasi
Masalah intonasi cukup berpengaruh dalam berbagai bahasa yang berbeda budaya.
Orang kedang di Lembata/Flores memakai kata bua berarti melahirkan namun kata yang
sama kalau ditekan pada huruf ‘a’- ‘bua’ (atau buaq), berarti berlayar; kata laha berarti marah
tetapi kalau disebut dengan tekanan di akhir huruf ‘a’ – lahaq merupakan maki yang merujuk
pada alat kelamin laki-laki.
Ohoiwutun (1997:105) dalam buku (Alo Liliweri, 2009:97) menulis bahwa jika anda
membandingkan bahasa Indonesia yang digunakan pada awal berdirinya negara ini dengan
gaya yang dipakai dewasa ini, dekade 90-an maka anda aka dapati bahwa bahasa Indonesia
tahun 1950-an lebih kaku. Gaya bahasa sekarang lebih dinamis lebih banyak kata dan frase
dengan makna ganda, tergantung dari konteksnya.perbedaan ini terjadi sebagai akibat dari
perkembangan bahasa. Tahun 1950-an bahasa Indonesia hanya dipengaruhi secara dominan
oleh bahasa melayu.
Inilah yang disebut dengan saat yang tepat bagi seseorang untuk menyampaikan pesan verbal
dalam komunikasi antarbudaya.
Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan
verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan
orang lain secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. (Deddy
Mulyana, 2005:237).
Bila kita menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstraksi itu, probelmnya
menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi dengan seseorang dari budaya anda
sendiri, proses abstraksi untuk merepsentasikan pengalaman anda jauh lebih mudah, karena
dalam suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman serupa. Namun bila
komunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, banyak pengalaman berbeda, dan
konsekuensinya, proses abstraksi juga menyulitkan. Misalnya, kata “anjing” dapat dimaknai
berbeda, meskipun orang-orang membayangkan hewan yang sosoknya kurang lebih sama.
Bagi sebagian orang, anjing adalah sebagai sahabat yang setia dan penjaga rumah yang baik,
bagi sebagian lainya, anjing menakutkan dan harus dihindari, sedangkan bagi sebagian orang
lainnya lagi, anjing melukiskan jenis hewan yang dagingnya lezat dimakan. (Deddy Mulyana,
2005:239).
a) Bahasa
Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang
berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku
berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain. (Agus M. Hardjana,
2003:22).
Terdapat perbedaan antara bicara dan bahasa. Bahasa tidak harus selalu diucapkan: ia
bisa saja tertulis atau diisyaratkan. Bicara adalah salah satu metode di antara sejumlah metode
berbeda dalam menterjemahkan dan mentrasmisikan informasi linguistik, walaupun bisa
dibilang yang paling alami.
Bagaimana mempelajari bahasa? Menurut para ahli, ada tiga teori yang
membicarakan sehingga orang bisa memiliki kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli
psikologi behavioristik yang bernama Burrhusm Frederic Skinner (1957). Teori ini
menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan
istilah S-R. teori ini menyatakan bahwa jika satu organism dirangsang oleh stimuli dari luar,
orang cenderung akan member reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh
orang tuanya atau meniru apa yang diucapkan oleh orang lain.
Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang
dibawa dari lahir.
Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh
Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima
dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam dirinya. (Hafied
Cangara, 2007:99-102).
Berikut adalah sejumlah kata Malaysia lain bersama sinonimnya dalam bahasa
Indonesia, yang dapat menimbulkan kesalah pahaman:
Batu Mil
Bilik Kamar
Budak Anak
Comel Lucu, cantik
Cuai Ceroboh
Dikacau diaduk
Kacamata Cerminmata
Kasut Sepatu
Mangga Kunci gembok
Padang letak kereta Tempat parkir mobil
Pejabat Gedung, kantor
Percuma Gratis
Pintu kecemasan Pintu darurat
Pusing-pusing Berkeliling, berputar-putar
Sehala Satu arah, satu jalur
Seronok Bagus, menyenangkan, meriah
Tambang Ongkos
Tandas WC
Tewas Kalah
Beberapa fakta, frase atau kalimat Malaysia yang terkadang terdengar di Indonesia
sebenarnya hanya lelucon, sekedar main-main, artinya memang tidak digunakan di negara itu,
seperti laskar tak berguna (pensiunan); hentak-hentak bumi (jalan di tempat); pasukan
awang-awang (angkatan udara); pasukan basah kuyup (angkatan laut); polisi lalu-lalang
(polisi lalu-lintas); rumah sakit korban lelaki (rumah sakit bersalin); setubuh bumi (tiarap);
pasukan bergayut (penerjun payung); surat rayuan (surat lamaran); dan bilik termenung
(WC). Menurut Ahmad Fadzil Yassin, kawan lama saya di Malaysia, lelucon bahasa
Malaysia itu dulu dibuat oleh orang-orang Indonesia yang tidak senang kepada Malaysia,
sebagai akibat konfrontasi Indonesia-Malaysia. (Deddy Mulyana, 2005:273-274).
b) Kata
Kata merupakan unti lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambing yang
melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi,
kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada
pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan
langsung hanyalah kata dan pikiran orang. (Agus M. Hardjana, 2003:24).
Kita sering tidak menyadari pentingnya bahasa, karena kita sepanajang hidup
menggunakannya. Kita baru sadar bahasa itu penting ketika kita menemui jalan buntu dalam
menggunakan bahasa, misalnya ketika kita berupaya berkomunikasi dengan orang yang sama
sekali tidak memahami bahasa kita yang membuat frustasi ; ketika kita sulit menerjamahkan
suatu kata, frase atau kalimat dari suatu bahasa ke bahasa lain; ketika kita harus menulis
lamaran atau diwawancarai dalam bahasa inggris untuk memperoleh pekerjaan yang bagus.
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang ,objek dan
peristiwa. Setiap orang mempunyai nama untuk identifikasi sosial. Orang juga dapat
menamai apa saja, objek-objek yang berlainan,termasuk perasaan tertentu yang mereka
alami. Penanaman adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa pada awalnya dilakukan
manusia sesuka mereka yang lalu menjadi konvensi. (Deddy Mulyana 2005:242).
Menurut Larry L. Barker dalam buku (Deddy Mulyana, 2005:243) bahasa memiliki
tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan
atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi menekankan
berbagai gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan
dan kebingungan. Melalui bahasa,informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Anda juga
menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda tidur kembali, dari orang
lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya).
Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya
(halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui
perilaku non verbalnya. Pentingnya perilaku non verbal ini misalnya dilukiskan dalam frase,
”bukan apa yang ia katakan tapi bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku non
verbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia bahagia, bingung
atau sedih.(Deddy Mulyana, 2005:308).
Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut
Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991) dalam buku (Deddy Mulyana, 2005:308), komunikasi
non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan
potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak
disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; kita mengirim banyak pesan
nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna pada orang lain.
Kinesik
Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahasa tubuh, yang terdiri dari posisi
tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambaran tubuh, dll.
Okulesik
Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna
yang ditampilkan alis mata diantaranya manusia. setiap variasi gerakan mata atau posisi mata
menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayang, marah, dll. Orang Amerika Utara
tidak membenarkan seorang tidak melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara.
Sebaliknya orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh perdagangan mata
pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak
diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.
Haptik
Haptik adalah study tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman
ketika seorang dari kebudayaan lain memegang mereka dengan ramah,menepuk belakang dan
lain-lain. Ini menunjukkan derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial dan sopan santun,
ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.
Proksemik
Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi,
sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antar pribadi, terlalu dekat atau terlalu
jauh. Makin dekat artinya makin akrap,makin jauh artinya makin kurang akrap.
Kronemik
Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain
maka konsep tentang waktu yang menganggap kalau suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju.
Posture
Tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu duduk dan
berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa dan orang
Timor (Dewan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan orang yang lebih tua sehingga
harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan orang yang lebih tua
merupakan sikap yang sopan.
Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif beberapa diantaranya adalah
simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah menunjukan
peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan
kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga dipakai di
perkantoran. Wana hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa, kegagalan dalam
bisnis dan seksi. Sebaliknya di Brazil adalah yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam
melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan formalitas.
a) Tanda Nonverbal
Ada beberapa cara untuk menggolongkan tanda-tanda (Pateda, 2001:48) dalam buku
(Alex Sobur, 2004:122). Cara itu yakni: (1) tanda yang ditimbulkan oleh alam yang
kemudian diketahui manusia melaui pengalamannya; misalnya, kalau langit sudah mendung
menandakan akan turun hujan, dan kalau hujan sudah turun terus-menerus ada alasan untuk
mengatakan banjir, dan kalau banjir ada alasan untuk timbulnya penyakit, meninggal; (2)
tanda yang ditimbulkan oleh binatang; misalnya klau anjing menyalak kemungkinan ada
tamu yang memasuki halaman rumah, atau tanda bahwa ada pencuri; dan (3) tanda yang
ditimbulkan oleh manusia.
Tanda yang ditimbulkan oleh manusia dapat dibedakan atas yang bersifat verbal dan
yang bersifat nonverbal (Pateda, 2001:48) dalam buku (Alex Sobur, 2004:122). Yang bersifat
verbal adalah tanda-tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi yang dihasilkan oleh alat
bicara, sedangkan yang bersifat nonverbal dapat berupa: (1) tanda yang menggunakan
anggota badan, lalu diikuti dengan lambang, misalnya “Mari!”; (2) suara, misalnya bersiul,
atau menyembunyikan ssst ... yang bermakna memanggil seseorang; (3) tanda yang
diciptakan oleh manusia untuk menghemat waktu, tenaga, dan menjaga kerahasiaan,
misalnya rambu-rambu lalu lintas, bendera, tiupan terompet; dan (4) benda-benda yang
bermakna kultural, misalnya buah pinang muda yang menandakan daging, gambir
menandakan darah, bibit pohon kelapa menandakan bahwa kedua pengantin haarus banyak
mendatangkan manfaat bagi sesama manusia dan alam sekitar. Benda-benda yang baru
disebut ini merupakan tanda yang bermakna kultural dan ritual bagi masyarakat Gorontalo.
Kita mempersepsi manusia tidak hanya lewat bahasa verbalnya; bagaimana bahasanya
(halus, kasar, intelektual, mampu berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui
perilaku non verbalnya. Pentingnya perilaku non verbal ini misalnya dilukiskan dalam frase,
”bukan apa yang ia katakan tapi bagaimana ia mengatakannya”. Lewat perilaku non
verbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional seseorang, apakah ia bahagia, bingung
atau sedih.
Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991), komunikasi non verbal mencakup
semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi, yang
dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai
pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang
disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan;
kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpamenyadari bahwa pesan-pesan tersebut
bermakna pada orang lain.
Dalam proses non verbal yang relevan dengan komunikasi antar budya terdapat tiga
aspek yaitu; perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bahasa diam, konsep waktu dan
penggunaan dan pengaturan ruang.
Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini, akan
tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan.
Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non verbal
merupakan suatu produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum pria biasa
berjabatan tangan dalam pergaulan sosial; di Amerika Serikat kaum wanita jarang berjabatan
tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan
jenis) di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran
sosial.
Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan untuk
mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali tidak
penting. Dan beberapa suku Indian Amrika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak mata
dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan. Seorang guru sekolah kulit
putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari hal ini dan ia mengira bahwa murid-
muridnya tidak berminat bersekolah karena murid-muridnya tersebut tidak pernah melihat
kepadanya.
Sebagai suatau komponen budaya, ekspresi non verbal mempunyai banyak persamaan
dengan bahasa. Keduanya merupakan sistem penyandian yang dipelajari dan diwariskan
sebagai bagian pengalaman budaya. Lambang-lambang non verbal dan respon-respon yang
ditimbulkan lambang-lambang tersebut merupakan bagian dari pengalaman budaya – apa
yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lainnya. Setiap lambang memiliki makna
karena orang mempunyai pengalaman lalu tentang lambang tersebut. Budaya mempengaruhi
dan mengarahkan pengalaman-pengalaman itu, dan oleh karenanya budaya juga
mempengaruhi dan mengarahkan kita: bagaiman kita mengirim, menerima, dan merspon
lambang-lambang non verbal tersebut.
Konsep Waktu
Konsep waktu suatu budaya merupakan filsafatnya tentang masa lalu, masa sekarang,
masa depan, dan pentingnya atau kurang pentingnya waktu. Kebanyakan budaya Barat
memandang waktu sebagai langsung dan berhubungan dengan ruang dan tempat. Kita terikat
oleh waktu dan sadar akan adanya masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang.
Sebaliknya, sukuIndian Hopi tidak begitu memperhatikan waktu. Mereka percaya bahwa
setiap hal – apakah itu manusia, tumbuhan, atau binatang memiliki sistem waktunya sendiri-
sendiri.
Penggunaan Ruang
Kita juga cenderung menentukan hierarki sosial dengan mengatur ruang. Duduk di
belakang meja sambil berbicara dengan seseorang yang sedang berdiri biasanya merupakan
tanda hubungan atasan-bawahan, dan orang yang duduk itulah atasannya. Perilaku yang
serupa juga dapat digunakan untuk menunjukkan ketidaksetujuan, kekurangajaran, atau
penghinaan, bila orang melanggar norma-norma budaya. Kesalahpahaman mudah terjadi
dalam peristiwa-peristiwa antarbudaya ketika dua orang, masing-masing berperilaku sesuai
dengan budayanya masing-masing, tak memenuhi harapan pihak lainnya. Bila kita tetap
duduk sedangkan kita diharapkan berdiri, kita dikira orang melanggar norma budaya dan
menghina pribumi atau tamu, padahal kita tidak menyadari hal tersebut.
Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi non verbal berbeda dari satu
budaya ke budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara, suatu anggukan kepala
berarti ”tidak”, di sebagian negara lainnya, anggukan kepala sekedar menunjukkan bahwa
orang mengerti pertanyaan yang diajukan. Petunjuk-petunjuk non verbal ini akan lebih rumit
lagi bila beberapa budaya memperlakukan faktor-faktor non verbal seperti penggunaan waktu
dan ruang secara berbeda.
Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara berbeda dalam budaya-
budaya yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi. Misalnya, orang Italia dan orang
Inggris lebih terbiasa mengekspresikan kesusahan dan kemarahan daripada orang Jepang,
karena bagi orang Jepang merupakan suatu kewajiban sosial untuk tampak bahagia dan tidak
membebani teman-teman mereka dengan kesusahan. Menurut Gudykunst dan Ting Tommey
(1988), dalam beberapa budaya penampilan emosi terbatas pada emosi-emosi yang ”positif”
dan tidak mengganggu harmoni kelompok.
1. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi tubuh,
orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada perbedaan anatara arti
dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.
2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna yang
ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau posisi mata
menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll. Orang Amerika Utara
tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara.
Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh pandangan mata
pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak
diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.
3. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak nyaman
ketika seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk
belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan – derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial
dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya tarik seksual.
4. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi,
sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973, kecenderungan manusia menunjukkan
bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu
jauh. Makin dekat artinya makin akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.
5. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang lain
maka konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat pada waktu maka
kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada
waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang malas, malas bertnggungjawab, orang
yang tidak pernah patuh pada waktu.
7. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana orang itu
duduk dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa
dan orang Timor (Dawan) merasa tidak bebas jika berdiri tegak di depan yang orang yang
lebih tua sehingga harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan
orang yang lebih tua merupakan sikap yang sopan.
9. Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya adalah
simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah
menunjukkan peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna kuning
menggambarkan kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis
sehingga dipakai di perkantoran. Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa,
kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna merah di Brazil adalah yang
menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan kecanggihan, kewenangan, agama dan
formalitas.
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal,kita biasanya
lebih mempercayai pesan nonverbal,yang menunjukkan pesan sebenarnya,karena pesan
nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan verbal.Kita dapat mengendalikan sedikit
perilaku nonverbal; namun kebanyakan perilaku nonverbal di luar kesadaran kita.Kita dapat
memutuskan dengan siapa dan kapan berbicara serta topik-topik apa yang akan kita
bicarakan,tetapi kita sulit mengendalikan ekspresi wajah senang, malu, ngambek, cuek;
anggukkan atau gelengan kepala; kaki yang mengetuk-ngetuk lantai; dan sebagainya.Anda
sulit menyangkal komentar seorang pendengar bahwa Anda sangat gugup ketika Anda
berpidato, karena tangan Anda terlihat gemetar dan wajah Anda berkeringat dalam pidato
Anda.
Perilaku nonverbal kita terima sebagai suatu “paket” siap pakai dari lingkungan sosial
kita, khususnya orangtua.Kita tidak perna mempersoalkan mengapa kita harus memberi
isyarat begini untukmengatakan hal lain.Sebagaimana lambing verbal,asal-usul isyarat
nonverbal sulit dilacak meskipun adakalanya kita memperoleh informasi terbatas mengenai
hal itu,berdasarkan kepercayaan agama,sejarah,atau cerita rakyat (folklore).
Secara garis besar Larry A.Samovar dan Richard E. Porter (1991)membagi pesan-
pesan nonverbal menjadi dua kategori besar yakni,:pertama,ekspresi wajah,kontak mata,bau-
bauan dan parabahasa;kedua,ruang,waktu,dan diam.
Isyarat Tangan
Kita sering menyertai ucapan kiita dengan isyarat tangan.Perhatikanlah orang yang
sedang menelepon.Meskipun lawan bicaratidak terlihat,is menggerak-garakan
tangannya.Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut
emblem,yang dipelajari,yamg punya makna dalam suatu budaya atau subkultur.Meskipun
isyarat tangan yang digunakan sama,maknanya boleh jadi berbeda;atau,isyarat fisiknya
berbeda,namun maksudnya sama.
Untuk meunjuk diri-sendiri (“Saya!” atau “Saya”?),seperti juga orang Kenya dan
orang Korea Selatan,orang Indonesia menunjuk dadanya dengan telapak tangannya atau
telunjuknya,sedangkan orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.
Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas berlainan dari budaya ke
budaya.Meskipun di beberapa Negara.telunjuk digunakan untuk menunjukkan sesuatu,hal itu
tidak sopan di Indonesia,seperti juga dibanyak negeri Timur Tengah dan Timur Jauh.Tentu
saja selalu ada kekecualian.Orang Batak,seperti orang Amerika,biasa menunjuk dengan
telunjuk tanpa bermaksud kasar kepada orang yang dihadapinya.Begitu juga orang
Betawi,yang tidak jarang menunjuk dengan memonyongkan mulut,sambil berucap,”Ke
sonono!”Beberapa suku Afrika yang menunjuk dengan mencibirkan bibir bawah
menganggap cara menunjuk Amerika sebagai kasar.
Gerakan kepala
Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara berbeda di tiap Negara.tamu
harus menundukkan kepala ketika bertemu dengan Dalai Lama di Tibet,jangan menatap
matanya,jangan menyentuhnya,dan baru bicara setelah Dalai Lama bicara.
Status seseorang juga dapat terlihat lewat cara meletakkan tangannya ketika berdiri
dan berbicara dengan orang lain.Di Negara kita,orang yang berbicara dengan merapatkan
kedua tangannya (telapak tangan menghadap ke dalam) dan meletakkannya di depan
selangkangannya hampir bisa dipastikan adalah orang yang jabatannya lebih rendah daripada
orang yang berdiri dengan meletakkankedua tangannya di samping atau di belakang
punggungnya.Perhatikanlah situasi semacam ini ketika para pejabat Negara berkumpul di
istana,sehabis pelantikan pejabat tinggi misalnya.
Para dramawan, pelatih tari Bali, dan pembuat topeng di negara kita paham benar mengenai
perubahan suasana hati dan makna yang terkandung dalam ekspresi wajah, seperti juga
pengarah, pemain, dan penari Kabuki di Jepang. Masuk akal bila banyak orang menganggap
perilaku nonverbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya
pandangan mata, meskipun mulut tidak berkata-kata.
Anda bisa membuktikan sendiri bahwa ekspresi wajah, khususnya mata, paling ekspresif.
Cobalah anda saling memandang dengan orang lain, baik dengan pria atau dengan wanita.
Anda pasti takkan kuat memandangnya terus-menerus. Anda kemungkinan akan tersenyum
atau tertawa, atau melengos. Perilaku mata sedemikian penting dalam budaya Korea sehingga
orang Korea mempunyai kata khusus (nuichee) untuk menekankan pentingnya perilaku itu.
Orang Korea percaya bahwa mata adalah jawaban “sebenarnya” mengenai apa yang
dirasakan dan dipikirkan seseorang.
Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi antarpribadi. Pertama, fungsi pengatur,
untuk memberi tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan dengan orang itu atau
menghindarinya. Kedua, fungsi ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana perasaan anda
terhadapnya. Pria menggunakan lebih banyak kontak mata dengan orang mereka sukai,
meskipun menurut penelitian, perilaku ini kurang ajeg dikalangan wanita.
Secara umum dapat dikatakan bahwa makna ekspresi wajah dan pandangan mata tidaklah
universal, melainkan sangat dipengaruhi oleh budaya. Lelaki dan perempuan mempunyai cara
berbeda dalam hal ini. Perempuan cenderung lebih banyak senyum daripada lelaki, tetapi
senyuman mereka sulit ditafsirkan. Dalam suatu budaya pun terdapat kelompok-kelompok
yang menggunakan ekspresi wajah secara berbeda dengan budaya dominan. Pearson, West,
dan Turner melaporkan bahwa dibandingkan dengan pria, wanita menggunakan lebih banyak
ekspresi wajah dan lebih ekspresif, lebih cenderung membalas senyum dan lebih tertarik
kepada orang lain yang tersenyum. Ekspresi wajah boleh sama, namun maknanya mungkin
berbeda.
Sentuhan
Sentuhan, adalah perilaku nonverbal yang multimakna, dapat menggantikan seribu kata.
Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan,
belaian, pelukan, pegangan (jabatan tangan), rabaan hingga sentuhan lembut sekilas.
Sentuhan kategori terakhirlah yang sering diasosiasikan dengan sentuhan. Konon, menurut
orang muda, seseorang dapat merasa seperti terkena strum ketika disentuh oleh lawan
jenisnya yang disenanginya. “And when I touch you I feel happy inside” kata John Lennon
dan Paul McCartney. Itu sebabnya Islam punya aturan ketat mengenai sentuh-menyentuh di
antara lelaki dan perempuan untuk menghindari konsekuensinya yang menjurus pada
perbuatan negatif.
Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan, yang merupakan suatu rentang dari yang
sangat impersonal hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai
berikut.
Parabahasa, atau vokalika (vocalics), merujuk pada aspek-aspek suara selain ucapan yang
dapat dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume)
suara, intonasi, kualitas vokal (kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau,
suara terputus-putus, suara yang gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis, gerutuan,
gumaman, desahan, dan sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi
dan pikiran kita. Suara yang terengah-engah menandakan kelemahan, sedangkan ucapan yang
terlalu cepat menandakan ketegangan, kemarahan, atau ketakutan. Riset menunjukkan bahwa
pendengar mempersepsi kepribadian komunikator lewat suara. Tidak berarti bahwa persepsi
mereka akurat; alih-alih mereka memperoleh persepsi tersebut berdasarkan stereotip yang
telah mereka kembangkan. Wanita dengan suara basah (misalnya sebagai penyiar radio)
dipersepsi lebih feminim dan lebih cantik daripada wanita tanpa suara basah. Sedangkan pria
dengan nada suara tinggi atau melengking dianggap kewanita-wanitaan. Padahal boleh jadi
wanita bersuara basah berlebihan berat badan dan pria bersuara melengking adalah petinju
kelas berat. Salah satu kelebihan lagu-lagu kelompok Peterpan yang populer pada dekade
pertama abad ke-21 di Indonesia adalah karena suara penyanyinya, Ariel, dianggap seksi,
terutama oleh kaum wanita penggemarnya.
Penampilan fisik
Perhatian pada penampilan fisik tampaknya universal. Sekitar 40.000 tahun yang lalu orang-
orang purba menggunakan tulang untuk dijadikan kalung dan hiasan tubuh lainnya. Bukti-
bukti arkeologis menunjukkan bahwa sejak saat itu orang-orang sangat peduli dengan tubuh
mereka. Mereka mengecatnya, mengikatkan sesuatu padanya, dan merajahnya untuk terlihat
cantik.
Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik seseorang, baik itu busananya
(model, kualitas bahan, warna), dan juga ornament lain yang dipakainya, seperti kaca mata,
sepatu, tas, jam tangan, kalung, gelang, cincin, anting-anting, dan sebagainya. Seringkali
orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti
bentuk tubuh, warna kulit, model rambut, dan sebagainya. Di Amerika orang menghargai
wanita yang tinggi dan ramping. Di Jepang wanita yang kecil justru paling menarik. Tetapi di
Cina secara tradisional kecantikan wanita justru diasosiasikan dengan gaya rambut sederhana
(dengan satu atau dua kepang) yang tidak berusaha menarik perhatian dengan selendang
berwarna-warni, perhiasan atau make-up.
Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan
tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita berdandan. Bangsa-bangsa yang
mengalami empat musim yang berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan
cara mereka berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di bawah 0 derajat Celcius
misalnya, tidak ada orang yang hanya mengenakan T-shirt dan celana pendek di luar rumah.
Banyak subkultur dan komunitas mengenakan busana yang khas sebagai simbol
keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Orang mengenakan jubah atau jilbab sebagai
tanda keagamaan dan keyakinan mereka. Dibanyak negara seperti Jepang dan Meksiko, juga
di Indonesia, pakaian seragam amat populer. Polisi, tentara dan anak sekolah senang
berpakaian seragam untuk menunjukkan afiliasi kelompok.
Karakteristik Budaya
Dalam suatu kelompok bahasa terdapat perbedaan seperti dialek, makna yang
diberikan pada gerakan tubuh
Meliputi pakaian, perhiasan dan dandanan. Pakaian ini akan menjadi ciri yang menandakan
seseorang berasal dari daerah mana. Atau ciri lukisan pada muka dan badan orang Papua atau
orang Indian yang ada saat akan berperang menandakan keberanian.
Ciri ini menyangkut hal dalam pemilihan, penyajian, dan cara makan. Dilarangnya seorang
muslim untuk mengkonsumsi daging babi, tidak berlaku bagi mereka orang Cina. Orang
Sunda terkesan senang makan tanpa alat sendok (tangan saja) akan terlihat kurang sopan bagi
mereka orang – orang barat.
Hal ini menyangkut pandangan orang akan waktu. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian
lain berpandangan merelatifkan waktu. Ada orang yang tidak mempedulikan jam atau menit
tapi hanya menandai waktunya dengan saat matahari terbit atau saat matahari terbenam saja
Suatu cara untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode
memberikan pujian bagi perbuatan-perbuatan baik dan berani, lama pengabdian atau bentuk-
bentuk lain penyelesaian tugas.
6 Hubungan-Hubungan
Kenyamanan yang dimiliki seseorang atas dirinya bisa diekspresikan secara berbeda oleh
masing-masing budaya. Beberapa budaya sangat terstruktur dan formal,sementara budaya
lainnya lebih lentur dan informal. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat
seseorang secara persis, sementara budaya- budaya lain lebih terbuka dan berubah.
Beberapa budaya menekankan aspek perkembangan otak ketimbang aspek lainnya sehingga
orang dapat mengamati perbedaan-perbedaan yang mencolok dalam cara orang-orang
berpikir dan belajar.
Semua budaya tampaknya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas
dalam agama-agama dan praktik keagamaan atau kepercayaan mereka.
Dalam masyarakat besar terdapat suatu budaya besar yang dominan yang sama, dan terdapat
di dalamnya sub-kelompok yang punya ciri yang berbeda dengan sub lainnya. Hal ini
diklasifikasikan berdasarkan usia, kelas sosial, jenis kelamin, ras atau identitas pembeda
lainnya.
Unsur universal ini bersifat umum yang mengedepankan persamaan diantaranya. Misal saja
usia. Keanekaragaman memperlihatkan sifat yang lebih khusus karena mengedepankan nilai
perbedaannya. Misal, jenis kelamin.
Perilaku rasional adalah apa yang dianggap orang masuk akal untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Perilaku irrasional menyimpang dari norma masyarakat dan bersumber dari
frustasi dalam memuaskan kebutuhannya, tanpa logika dan mengedepankan respon
emosional. Perilaku nonrasional tidak berdasarkan logika, tidak juga bertentangan dengan
ekspektasi yang masuk akal (dipengaruhi budaya atau subkultural orang lain). Kita tidak
sadar mengapa melakukan, mempercayai dan berprasangka menurut pandangan orang di luar
budaya sendiri.
d. Tradisi
Suatu hal yang dapat diekspresikan dalam kebiasaan tak tertulis, pantangan dan sanksi-
sanksi. Dan ini yang mempengaruhi akan perilaku dan prosedur suatu budaya.
e. Keunikan budaya
Menghargai keunikan dari suatu budaya lain yang asing adalah suatu hal penting.
tetap berkomunikasi dan menghormati budaya yang beda ini tidak membuat kita dituduh
etnoenstrik. Maka untuk memahami perbedaan – perbedaan budaya secara lebih efektif,
langkah pertama yang harus ditempuh adalah meningkatkan kesadaran budaya seseorang
secara umum. Setiap orang harus memahami konsep budaya dan ciri-cirinya sebelum ia
memperoleh manfaat yang sebaik-baiknya dari studi tentang aspek-aspek khusus budaya
asing
B. Bahasa
Bentuk yang paling nyata dalam komunikasi adalah bahsa. Secara sederhana
bahasa dapat diartikan sebagai suatu system lambang yang terorganisasi, disepekati
secara umum, dan merupakan hasil belajar, yang digunkan untuk menyajikan
pengalaman-pengalaman dalam suatu komunitasgeografis atau budaya.
Ketidakmampuan kita dalam berbahasa sering mengakibatkan kerusakan
hubungan dengan relasi-relasi kita di seluruh dunia. Perbesaran kata, tata bahasa dan
fasilitas verbal, tidaklah memadai, kecualibisa memahami isyarat halus yang implisit
dalam bahasa, gerak-gerik, dan ekspresi, ia tidak hanya akan menafsirkan secara salah
apa yang dikatakan padanya, ia pun mungkin akan menyinggung perasaan orang lain
tanpa mengetahui bagaimana atau mengapa hal itu bisa terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh prilaku-prilaku komunikasi antar
administrator yang mewakili suatu budaya dan orang-orang yang mewakili budaya lain.
Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku kominikatif. Unsur-unsur sosio-
budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Diantaranya Bahasa.
http://rizhacommunication.blogspot.co.id/2010/02/antropologi-sebagai-landasan-
ilmu.html
http://www.aurellyreresaputra.blogspot.co.id/2013/06/contoh-makalah-tentang-
budaya.html