Laporan Kasus Stroke Perdarahan Intraserebral
Laporan Kasus Stroke Perdarahan Intraserebral
Neurologi
STASE NEUROLOGI
RSUD BANJAR- JAWA BARAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014
BAB I
DATA KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. B
Usia : 46 tahun
Agama : Islam
No. RM : 283308
Perjalanan penyakit : saat bangun tidur pasien dilaporkan mengalami penurunan kesadaran
mendadak disertai muntah-muntah, muntah agak menyemprot.
Sebelumnya tidak ada nyeri kepala, kejang (-). Os merasakan kaki dan
tangan sebelah kanan sulit digerakkan, kesemutan (-), baal (-). Bicara
rero (+), pusing berputar (-), baal sekitar mulut (-), gelap mendadak (-).
Badan terasa pegal (-), sakit sendi (-). BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Os merasakan sakit seperti ini pertama kali.
2
R Psikososial : os merokok sejak SMA, 1 bungkus per hari. Makan teratur 3 x sehari.
Sering makan goreng-gorengan dan makanan berlemak. Jarang
berolahraga
Tanda-tanda vital :
Status Generalis
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).
Telinga : Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).
Mulut : bibir kering (-), bibir simetris, sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid (-).
Thoraks
Paru
Jantung
3
Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra
Abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien tidak
teraba.
Extremitas
Ekstremitas
Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)
STATUS NEUROLOGIS
- Brudzinski I : Negatif
- Brudzinski II : Negatif
- Patrick : (-)
- Kontrapatrick: (-)
4
N. cranialis Dextra Sinistra
N.I
(Olfaktorius)
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Daya pembau
N.II (Optikus)
N.III (Okulomotorius)
Ptosis - -
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Gerakan Bola
Mata
- Atas
Normal Normal
- Bawah
Normal Normal
- Medial
Normal Normal
Refleks Cahaya
+ +
- Direk
+ +
- Indirek
N.IV (Trokhlearis)
5
N.V (Trigeminus)
Menggigit + +
N.VI (Abdusens)
N.VII (Fasialis)
N.VIII
(Vestibulokokhlearis)
Tes Bisik
Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tes Schwabach
Tidak dilakukan
6
Dextra Sinistra
N.IX
(Glosofaringeus)
& X (Vagus)
N.XI
(Aksesorius)
Memalingkan Normal Normal
Kepala Normal Normal
Mengangkat Bahu
N.XII
(Hipoglosus)
- Deviasi
Deviasi Lidah
- -
Atrofi Otot Lidah
-
-
Fasikulasi Lidah
7
MOTORIK
Kekuatan Otot :
D S
1 5
1 5
SENSORIK
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : baik
Defekasi : baik
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik
8
REFLEK FISIOLOGI
REFLEK PATOLOGIS
Babinski : (-/-)
Chaddock : (-/-)
Oppenheim : (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hematologi
Hematokrit : 40 %
Kimia Klinik
pH : 7,4
pCO2 : 37 mmHg
pO2 : 98 mmHg
9
Hct : 36
Saturasi O2 : 98%
Hematologi Analizer
Hematokrit : 37,9 %
Kimia Klinik
SGOT : 35 U/I
SGPT : 32 U/I
Trigliserida : 96 mg/dL
Foto CT-Scan :
10
RESUME :
SS : 1,5
SGM :3
Diagnosa :
Stroke perdarahan intraserebral sistem carotis sinistra dengan faktor risiko hipertensi,
lesi di pons hemisfer sinistra
Penatalaksanaan :
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISA KASUS
A. Definisi
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu
sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak.
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di
bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang
antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya
pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).
B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan
Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination
Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang
kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
C. Faktor Risiko
1. Hipertensi
12
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal
sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri
kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah
arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap
faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
13
D. Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang
otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna).
Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh
darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema
pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau
penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka
gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.
E. Gejala klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah
di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut.
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi
frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi
secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami
koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel,
ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan
muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada
PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan
sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala
dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat
mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus
stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS.
F. Pemeriksaan Fisik
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik
seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli
pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid
(adanya darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan
14
subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk
terdapat pada 48% kasus PIS.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi
unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di
thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di
mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil
negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada
perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi,
pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.
G. DIAGNOSIS
PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.
Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi
Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
ocular bobbing.
Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat
Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya
sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif
15
Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih
terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke
lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral
neurogenik
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola
pernafasan apneustik
Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang
tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral
serta progresif dan fatal. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan
koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral,
kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.
16
penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik ≤
150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung
terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya.
Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila
perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang
disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi
perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama
yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas.
Pasien memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang
sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan
kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS
yang besar terutama bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang
menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah diberikan
tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya
kelainan neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan
terpilih. Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga
kelompok :
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya,
gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat
efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan.
Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-
tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus
berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang
tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan
tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan
tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6.
17
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan
defisit neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak
dapat bertahan hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia
keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan
tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan
secara bedah.
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
18
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK
jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih
mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering
terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS
dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama.
Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu
memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
I. Prognosis
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3
cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar
mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung
(bukan diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume
darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60
mm3.
Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk
prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat
menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan
letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam
ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila disertai
perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan
mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel pada
saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan
dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS
19
lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien
koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka
probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif
jarang terjadi perdarahan ulang.
20
BAB III
KESIMPULAN
21
DAFTAR PUSTAKA
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-
1985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice.
22
A. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.
B. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
pengobatan untuk :
8. Pencegahan kejang.
23
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan
intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan
menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah
sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan
dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit
neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial
dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan
prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis
serial harus dilakukan.
25
hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang
sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif.
Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan
lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih
disukai. Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi
untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang,
diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan
perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif,
atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
26
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
27
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai
vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Perawatan Umum
28
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan,
kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai
fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV,
mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1
g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus
dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat
penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena
fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang
Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan
hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 µg/ml) dan pasien bebas
kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 µg/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 µg/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial
untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi
memadai adalah esensial.
Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah
yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
29
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis
tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan
mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus
mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS
8 atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
Tindakannya :
Penggunaan manitol
30
masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika
hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan
toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Obat Neuroprotektor :
31
Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6
kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan :
1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai
mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau ½ kaplet/hari. Inj IM atau IV 1
g 3x/hari.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi,
lelah, gangguan GI, mengantuk.
Rencana edukasi :
Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.
2. Injeksi Citicoline
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg
1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral
1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara
oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
32
Mekanisme kerja :
D. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
33
34