Anda di halaman 1dari 11

HASIL LAPORAN

REAKSI OBAT TIDAK DIHARAPKAN

INSTALASI FARMASI RSUD BUDHI ASIH

BULAN JULI TAHUN 2019


HASIL LAPORAN
A. PENDAHULUAN
Perkembangan pengetahuan dan ditemukannya obat-obat baru untuk pengobatan,
pencegahan, maupun diagnosis menuntut kita untuk lebih mengetahui lebih banyak mengenai
farmakodinamik dan farmakokinetik dari obat. Selain efek yang diharapkan pada saat pemberian
obat kepada pasien, dapat pula terjadi reaksi yang tidak diinginkan, dengan kata lain adverse drug
reaction (ADR). Adverse drug reaction atau Reaksi Obat Yang Tidak Diingankan (ROTD) dapat
timbul dari yang paling ringan hingga dapat menjadi sangat berat yang dapat menimbulkan
kematian.

B. MANFAAT PELAPORAN DAN PEMANTAUAN ROTD


Suatu program pemantauan dan pelaporan ROTD yang terus menerus dapat memberikan
manfaat yang membantu untuk :
1. Memberikan suatu ukuran mutu pelayanan farmasi melalui identifikasi ROTD yang dapat
dicegah dan pengawasan antisipasi untuk obat atau apsien beresiko tinggi
2. Melengkapi kegiatan manajemen resiko organisasi dan usaha untuk meminimalkan pertanggung
jawaban.
3. Mengkaji keamanan terapi obat, terutama obat baru
4. Mengukur laju kejadian ROTD sepanjang waktu
5. Memberi edukasi bagi profesional kesehatan tentang efek obat dan meningkatkan kewaspadaan
mereka terkait dengan ROTD
6. Menyediakan berbagai temuan penapisan jaminan mutu untuk digunakan dalam program
evaluasi penggunaan obat
Mengukur dampak ekonomi dari pencegahan ROTD sebagaimana yang terwujud melalui
pengurangan rawat inap, penggunaan obat optimal dan ekonomis, dan meminimalkan tanggung
jawab organisasi.

C. PENGERTIAN
Adverse drug reaction (ADR) atau Reaksi Obat Yang Tidak Diingankan (ROTD) adalah
setiap efek yang tidak diinginkan dari obat yang timbul pada pemberian obat dengan dosis yang
digunakan untuk profilaksis, diagnosis dan terapi.

Adverse drug reaction yang terjadi dapat memperburuk penyakit dasar yang akan kita obati,
menambah permasalahn baru dan bahkan kematian. Keracunan dan syok anafilaktik merupakan

2
contoh ADR yang berat yang dapat menyebabkan kematian, sedangkan sebagai contoh yang ringan
adalah rasa gatal dan mengantuk.
Beberapa reaksi obat dapat timbul pada semua orang, sedangkan lainnya hanya dapat timbul pada
orang yang suseptibel. Alergi obat merupakan reaksi imunologis yang spesifik (timbul pada orang
yang suseptibel) dan berulang bila terpapar kembali oleh obat yang mencetuskannya.

D. PENGGOLONGAN ROTD
Klasifikasi yang paling umum dari ROTD adalah salah satu yang membedakan yaitu
berhubungan dengan dosis (tipe A – efek tambahan dari aksi obat) dan tidak berhubungan dengan
dosis (tipe B – reaksi aneh) reaksi obat yang merugikan. Ada kelompok lain dalam sistem
klasifikasi ini tetapi juga dapat dianggap sebagai subclass atau turunan dari ROTD tipe A dan B,
yakni ROTD tipe C (reaksi kronis, berhubungan dengan dosis dan waktu), tipe D (reaksi tertunda,
terkait dengan waktu), tipe E (reaksi akhir penggunaan) dan tipe F (kegagalan terapi). Karakteristik,
beberapa contoh dan manajemen/pengelolaan dari ROTD ini tercantum dalam Tabel I. Sebuah
sistem klasifikasi alternatif mengusulkan hanya 3 kelompok utama ROTD, disebut sebagai ROTD
tipe A (aksi obat), tipe B (reaksi pasien) dan tipe C (efek statistik).
Berikut ini adalah klasifikasi dari reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terdiri atas 6 tipe
reaksi yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
Tipe Reaksi Karakteristik Contoh Manajemen
Tipe A Tergantung dosis Toksisitas Obat ·Kurangi dosis atau
(Augmentasi/ Umum/lazim (80%) · Nefrotoksisitas oleh menghentikan
Diperbesar) Berhubungan waktu Aminoglikosida pemberian
sugestif · Dysrhytmia oleh ·Mempertimbangka
Berkaitan dengan aksi Digoksin n efek dari terapi
farmakologis obat Efek Samping bersamaan
Dapat diprediksi · Konstipasi oleh
Gejalanya berat tapi penggunaan kronis
biasanya ringan opioid
Morbiditas tinggi,
Mortalitas rendah Diperoleh dari :
Dapat direproduksi Farmakologi primer
(augmentasi dari aksi
diketahui) ; B-Blocker
menginduksi

3
bradikardia
Farmakologi Sekunder
(melibatkan organ atau
sistem yang berbeda
tapi dapat dijelaskan
dari farmakologi
diketahui); B-Blocker
menginduksi
bronkospasme

Tipe B Tidak tergantung dosis Intoleransi Tidak memberikan


(bizarre/aneh Tidak umum/ lazim · Tinnitus disebabkan dan Hindari
) Tidak berkaitan dengan oleh dosis kecil pemberian
aksi farmakologis obat aspirin kedepannya
Tidak dapat diprediksi Allergi
Gejalanya sebagian lebih (hipersensitivitas atau
berat dari tipe A imunologik)
Morbiditas & Mortalitas · Dihasilkan oleh
tinggi respon imun terhadap
Tidak dapat direproduksi obat
· Penisilin menginduksi
urtikaria
Pseudoalergi (non
imunologik)
· Sindrom pernafasan
oleh AINS
Idiosinkratik (respon
tidak terduga dari obat,
tidak berkaitan dengan
mekanisme alergi)
· Reaksi sindrom
hipersensitivitas
antikonvulsan

Tipe C Tidak umum Penekanan aksis Mengurangi dosis

4
(kronis) Berkaitan dengan dosis hipotalamik-pituitari- atau menghentikan
kumulatif adrenal oleh pemberian:
Long term exposure kortikosteroid penarikan mungkin
required harus diperpanjang
Tipe D Tidak umum Teratogenesis Sering
(tertunda) Biasanya berkaitan dosis Karsinogenesis terselesaikan
Muncul beberapa saat Diskinesia tardive oleh
setelah penggunaan obat antipsikosis
Tipe E (akhir Tidak umum Sindrom penghentian Diberikan kembali
penggunaan) Terjadi segera setelah opiate dan dihentikan
penarikan obat Hipotensi pada perlahan-lahan
penarikan klonidin
Iskemia miokardial
(penghentian β-blocker)
Tipe F Umum Ketidakefektifan Meningkatkan
(Kegagalan Mungkin berkaitan dengan Resistensi mikroba dosis atau
Terapi) dosis terhadap reaksi obat mengganti agen
Sering disebabkan oleh Toleransi terapi
interaksi obat Takifilaksis Mempertimbangka
n efek dari terapi
bersamaan

ROTD dalam segi praktis klinis dapat diklasifikasikan untuk memudahkan dalam
mengetahui terjadi ROTD pada penggunaan obat dalam praktek sehari-hari, salah satu klasifikasi
yang dapat digunakan adalah:
1. Reaksi yang dapat timbul pada setiap orang:
a. Overdosis obat: efek farmakologis toksik yang timbul pada pemberian obat yang timbul
akibat kelebihan dosis ataupun karena gangguan ekskresi obat
b. Efek samping obat: efek farmakologis yang tidak diinginkan yang timbul pada dosis
terrekomendasi.
c. Interaksi obat : aksi farmakologis obat pada efektivitas maupun toksisitas obat yang lain.
2. Reaksi yang hanya timbul pada orang yang suseptibel:
a. Intoleransi obat: ambang batas yang rendah pada aksi farmakologis normal dari obat.

5
b. Idiosinkrasi obat : respon abnormal dari obat yang berbeda dari efek farmakologisnya. Hal
ini timbul pada pasien yang suseptibel dan kejadian bisa/tidak bisa diperkirakan. Terjadi
karena metabolisme obat ataupun defisiensi enzim.
c. Alergi obat
d. Reaksi pseudoalergik/anafilaktoid: reaksi yang secara klinis mirip dengan reaksi alergi tanpa
peranan imunologis (tidak diperantarai IgE).

 Faktor-Faktor yang mempengaruhi ROTD


Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya reaksi obat yang tidak
diinginkan yaitu :
 polifarmasi,
 jenis kelamin,
 kondisi penyakit yang diderita,
 usia dan ras
 polimorfisa genetik
 ketidakpatuhan pasien.

E. KRITERIA UNTUK MENGIDENTIFIKASI ROTD


Begitu ada gejala yang diduga sebagai ROTD, rincian tentang pengobatan pasien perlu juga
dimiliki termasuk obat bebas dan obat bebas terbatas (over the counter) serta obat tradisional, jadi
tidak hanya obat-obatan yang diresepkan oleh dokter saja. Ketika menanggapi gejala yang
disampaikan pasien terhadap beberapa hal yang dapat ditanyakan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi apakah terdapat reaksi yang berkaitan dengan kemungkinan adanya ROTD. Hal-
hal tersebut adalah waktu, dosis, sifat permasalahan, pengalaman, penghentian/keterulangan.

6
Gambar 1. Algoritma yang digunakan oleh Farmasis Food and Drug Administration AS untuk
mengidentifikasi ROTD.

F. PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN ROTD


Pencegahan ROTD
Di dalam tabel 2 ditampilkan suatu proses pemeriksaan resep secara sederhana dan setiap
farmasis diharapkan dapat mengikuti prosedur tersebut. Format dan isinya dapat berbeda namun
prinsip prosedur yang sistematik dan teliti harus diikuti untuk memaksimalkan standar professional.
Disamping itu diperlukan juga diskusi dengan tenaga kesehatan yang lain serta partisipasi
pasien, karena keterlibatan mereka akan sangat membantu dalam mencapai tujuan dalam
memberikan layanan kefarmasian yang bermutu.
Sebagai salah satu contoh dalam mencegah terjadinya ROTD adalah menghentikan
pemberian penghambatan adrenoreseptor-beta (beta bloke) bagi penderita asma karena dapat
memperburuk asmanya atau memberikan konseling agar pasien yang menggunakan obat-obat AINS
agar diminum setelah makan untuk mencegah iritasi pada saluran cerna.

7
Tabel 2. Proses Pemeriksaan Resep
Model Pemeriksaan Resep
 Memeriksa keabsahan resep
 Peninjauan resep-status penyakit
 Adakah obat-obat yang memerlukan perhatian khusus
 Apakah obat sesuai dengan kelompok pasien ini
 Masalah klinis-kemungkinan terjadinya ROTD, interaksi
 Diskusi dengan dokter atau tenaga medis lainnya
 Diskusi dengan pasien

British National Formulary mendeskripsikan beberapa cara mencegah reaksi yang tidak
diinginkan :
1) Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien sedang hamil,
jangan gunakan obat kecuali benar-benar diperlukan.
2) Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting ROTD. Tanyakan apakah pasien pernah
mengalami reaksi sebelumnya.
3) Tanyakan jika pasien sedang menggunkan obat-obatan lainnya termasuk obat yang dipakai
sebagai swamedikasi; hal ini dapat menimbulkan interaksi obat.
4) Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan eksresi obat sehingga dosis
yang lebih kecil diperlukan. Faktor genetik mungkin juga berpengaruh pada variasi dalam
metabolisme, khususnya isoniazid dan antidepresan trisiklik.
5) Resepkan obat sesedikit mungkin dan berikan petunjuk yang jelas kepada pasien lanjut usia dan
pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.
6) Jika memungkinkan gunkaan obat yang sudah dikenal. Dengan menggunakan suatu obat yang
baru perlu waspada akan timbulnya ROTD atau kejadiaan yang tidak diharapkan.
7) Jika kemungkinan terjadi ROTD yang serius, pasien perlu diperingatkan.
Berikut reaksi obat yang tidak diinginkan yang tampak sebagai gejala yang memengaruhi
SSP, telinga, hidung, tenggorokan, mata, pernafasan, kardiovaskuler, sistem otot skelet serta kulit.

Tabel 3. Contoh-contoh Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki

No Reaksi Obat Obat


Antihistamin
Penghambat pengambilan Serotonin
1 Agitasi,Eksitasi,iritabilitas
Kafein
Teofilin
Levodova
Simetidin
2 Kebingungan Antidepresan trisiklik
Tramadol

8
Antihistamin (terutama generasi pertama)
Antikonvulsan
Analgesik narkotika
3 Mengantuk
Antidepresantrisiklik
MAOI (Penghambat Oksidasi Monoamino)
Hipnotik (Efek sakit pada saat bangun tidur)
Allopurinol
Antihipertensi
Baklofen
4 Pusing Minosiklin (Dapat juga suatu tanda dari hipotensi,
Levodopa antihipertensi)
Penghambat kompa proton
Tramadol
Sering disebabkan fase dilatasi Gliseril trinitrat
5 Sakit Kepala
Nifedipin
Kafein
Teofilin
Flupentiksol
6 Sulit tidur
Efedrin
Nikotin tempel
Levodopa
7 Gangguan tidur Penghambat Beta Nikotin Tempel Levodopa
Antidepresan trisiklik
8 Gangguan Penglihatan Antikonvulsan
Digoksin
Nifedipin
9 Gangguan Penciuman
Diltiazem
Antidepresan trisiklik
Hiosin
10 Mulut Kering
Neuroleptik
Analgesik narkotik
Fenitoin
11 Hiperplasia gusi
Antagonis kalsium
Antibiotik
12 Guam mulut
Steroid Inhalasi
AINS( Dapat juga merupakan gejala dari supresi
13 Sakit tenggorokan
sumsum tulang misalnya Karbimazol )
Metronidazol
Kaptopril
14 Gangguan pengecap rasa
Penisilamin
Terminafin
15 Batuk Penghambat ACE
Aminoglikosida
16 Tuli/ telinga mendengung Furosemid
Aspirin
Antikoagulan
Litium
17 Rambut Rontok
Penghambat Pompa Proton
Sitotoksik
Danazol
18 Pertumbuhan rambut di wajah
Fenitoin
19 Sesak nafas Mungkin suatu tanda dari penghambat beta,

9
Tramadol
Penghambat beta
AINS
20 Gagal jantung
Antagonis kalsium
Obat-obat dengan kadar Na+ tinggi
21 Memburuknya asma AINS
22 Bronkospasme Inhalasi Serbuk Kering
Penghambat beta
23 Penyakit Sendi
Antibakteri 4-kuinolon, missal Siprofloksasin
24 Rasa dingin pada anggota gerak Penghambat Beta
Agonis Beta-2
25 Nyeri/ Kram Otot Penghambat ACE
Senyawa penurun kolesterol
Perubahan Kecepatan Detak Jantung
Amiodaron
26 Memperlambat Jantung Penghambat Beta
Digoksin
Agonis beta-2, missal Salbutamol
Digoksin
27 Mempercepat Jantung
Antidepresan trisiklik
Teofilin
Terfenadin
Astemizol
28 Detak jantung tidak teratur Amiodaron
Digoksin
Kuinin
Reaksi-reaksi pada Kulit
Nitrat
29 Kemerah-merahan
Nifedipin
Kortikosteroid
30 Bengkak
AINS
Kontrasepsi Oral
31 Pigmentasi
Antimalaria
Penghambat beta
AINS
32 Memburuknya Psoriasis
Antimalaria
Litium
Steroid
33 Erupsi seperti jerawat Danazol
Isoniazid
Klorpromazin
34 Fotosensitivitas Tetrasiklin
Amiodaron

10
G. Pembahasan dan Hasil
Berikut adalah hasil laporan reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) pada
Bulan Juli 2019 :
LAPORAN REAKSI OBAT YANG TIDAK DIKEHENDAKI
PERIODE : Juli 2019

JUMLAH KASUS
NO RUANG RAWAT JENIS KASUS ESO
ROTD
1 RAWAT INAP 0 2

2 RAWAT JALAN 0 0

Berdasarkan tabel di atas selama bulan Juli 2019 tidak terjadi ROTD yang dilaporkan.
H. Kesimpulan
Kejadian ROTD tidak ada pada bulan Juli 2019.
I. Saran
Perlu dilakukan monitoring secara menyeluruh terhadap pasien rawat inap dan rawat jalan.
Agar ROTD dapat diantisipasi lebih dini dan dapat dievaluasi.
Jakarta, 05 Agustus 2019
Ka. Instalasi Farmasi
RSUD Budhi Asih

Henri Terang Ukur Manik, Apt.,MM


NIP.196501041997031006

Tembusan :
- Direktur Rumah Sakit
- Wadir Pelayanan Medis
- Kabid Penunjang Medis
- Tim PMKP RS
- Tim Framasi dan Terapi

11

Anda mungkin juga menyukai