BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perusahaan dagang secara umum dapat didefinisikan sebagai organisasi yang
melakukan kegiatan usaha dengan membeli barang dari pihak/perusahaan lain kemudian
menjualnya kembali kepada konsumen. Dari setiap kegiatan tersebut, perusahaan
mempunyai tujuan untuk menghasilkan laba optimal sehingga organisasi tersebut dapat
mempertahankan hidupnya serta mengembangkan usahanya menjadi lebih baik. Salah
satu bagian penting dalam perusahaan dagang adalah persediaan. Persediaan merupakan
barang dagangan yang dibeli kemudian disimpan dan selanjutnya dijual kembali dalam
operasi. Perusahaan senantiasa memberi perhatian besar dalam persediaan (Tamodia,
2013).
Perusahaan dagang tanpa persediaan tidak dapat melakukan kegiatan usahanya yaitu
penjualan dan pembelian. Aktivitas penjualan tentu dipengaruhi oleh tersedianya barang
dagangan atau persediaan tersebut. Perlu juga diketahui bahwa spesifikasi barang yang
tidak sesuaikeinginan pelanggan akan berpengaruh pada turunnya penjualan. Oleh karena
itu komponen persediaan perlu mempunyai stok besi (sediaan minimal) agar kelangsungan
kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan baik. Hal ini yang perlu
diperhatikan adalah aktivitas pengendalian persediaan barang dagang agar supaya
kegiatan operasional berjalan dengan baik (Lakoy dan Poputra, 2015).
Dalam pengelolaan persediaan perusahaan harus melakukan kegiatan rutin yaitu
dengan melakukan stock opname secara periodik dengan tujuan agar jumlah persediaan
secara fisik sesuai dengan catatan dalam kartu stok persediaan. Kegiatan stock opname
biasanya dilakukan pada akhir periode akuntansi yang berfungsi untuk mengecek berapa
jumlah aktiva yang dimiliki oleh perusahaan pada periode tertentu. Hal ini perlu diketahui
bahwa persediaan adalah salah satu unsur aktiva lancar yang berpengaruh dalam neraca
suatu perusahaan. Pada perusahaan, dimana kegiatan utamanya adalah membeli dan
menjual barang dagang maka dalam laporan tersebut persediaan biasanya mempunyai
nilai yang besar. Dengan demikian persediaan barang dagang merupakan unsur yang
paling aktif sebagai sumber utama bagi perusahaan, baik perusahaan dagang maupun
manufaktur. Selain itu persediaan sangat rentan dengan kerusakan dan pencurian.
Kesalahan dalam penentuan jumlah persediaan akhirpun akan mengakibatkan kesalahan
dalam penyajian laporan keuangan (Tahir, 2013)
Seorang pimpinan perusahaan akan dapat mengambil keputusan dengan tepat jika
sistem pengendalian internal sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat diwujudkan dalam
laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pimpinan atas pengelolaan aset
perusahaan. Menurut Mulyadi (2016:139) bahwa pengendalian internal yang baik akan
menjamin tingkat ketelitian dan keandalan laporan keuangan perusahaan. Untuk mencapai
integritas data yang andal dan informasi yang berkualitas diperlukan sistem informasi yang
baik seperti sistem penjualan yang merupakan serangkaian kegiatan bisnis yang terjadi
secara berulang dan kegiatan pengolahan informasi yang berhubungan dengan
pernyerahan barang dan jasa kepada pelanggan dan penerimaan pembayaran kas dari
penyerahan barang tersebut (Krismiaji 2010:299).
Selain sistem penjualan, informasi yang baik dan andal juga perlu diperoleh dari sistem
pembelian atau pengeluaran yang merupakan serangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan
pengolahan data yang berhubungan dengan pembelian dan pembayaran atas barang dan
jasa yang dibeli. Dalam sistem pembelian barang terkait dengan transaksi pemesanan
barang, penerimaan, pencatatan utang dan pelunasan utang atas pembelian barang
dagangan (Krismiaji 2010:347). Dalam sistem pengendalian pembelian pada usaha dagang
terkait dengan pembelian persediaan yang dibeli oleh perusahaan oleh bagian pembelian
atas dasar permintaan dari pihak gudang yang melakukan pengecekan atas persediaan
barang dagang tersebut sehingga diketahui berapa banyak persediaan yang harus dipesan
kepada pihak pemasok. Selain pemesanan persediaan barang juga hal yang berkaitan
dengan penerimaan barang yang dipesan, dicatat pada buku hutang serta melakukan
penyimpanan persediaan barang tersebut di gudang.
1.2Tujuan
Tujuan umum untuk mengetahui tentang akuntansi pada perusahaan dagang
Tujuan khusus
1. Mengetahui pengertian perusahaan dagang
2. Mengetahui karakteristik perusahaan dagang
3. Mengetahaui perbedaan antara perusahaan jasa dan dagang
4. Mengetahui akuntansi perusahaan dagang
5. Mengetahui siklus akuntansi perusahaan dagang
BAB II
PEMBAHASAN
2. Biaya utamanya berasal dari harga pokok barang yang terjual dan biaya usaha
lainnya.
5. antara barang yang dibeli dan barang yang dijual sama/ tidak ada perubahan
6. tujuan utamanya mencari laba dengan cara menjual barang dengan harga lebih tinggi
dibandingkan harga belinya.
Akuntansi di perusahaan dagang berbeda dari di perusahaan jasa dalam empat (4) hal
berikut ini:
1. Penyediaan informasi keuangan tentang persediaan barang dagangan.
2. Penyediaan informasi keuangan tentang harga perolehan dan harga pokok penjualan
barang dagangan.
Perbedaan antara akuntansi perusahaan dagang dan akuntansi perusahaan jasa hanya
terletak pada prosedur transaksi jual beli barang dagangan, bukan pada siklus akuntansinya.
Perbedaan detail antara perusahaan dagang dengan perusahaan jasa antara lain:
1. Perbedaan akun-akun yang ada pada laporan keuangan perusahaan dagang seperti;
persediaan barang dagangan, harga pokok penjualan, piutang dagang, utang dagang, retur
pembelian/penjualan, potongan pembelian/penjualan, biaya angkut pembelian/penjualan dsb,
yang tidak ada di perusahaan jasa.
Sama halnya dengan transaksi pembelian di suatu perusahaan, tidak semua transaksi
penjualan dalam perusahaan dagang dilakukan secara tunai. Hal ini biasanya didasari oleh
pemahaman ‘dengan melakukan penjualan secara kredit, diharapkan konsumen akan tertarik
untuk membeli produk perusahaan meski pada saat itu konsumen belum memiliki uang’.
Dengan demikian, penjualan perusahaan diharapkan juga akan meningkat. Akun ‘penjualan’
digunakan untuk mencatat pendapatan dari penjualan barang dagangan. Jumlah yang dicatat
dalam akun ini adalah sebesar harga jual, bukan sebesar harga pokok dari barang yang dijual
tersebut.
Contoh :
- Penjualan tunai, biasanya dicatat pada Register Kas dan pada akhir hari kerja
dijumlah.
Dijual barang dagangan secara tunai seharga Rp 10.000,-, dimana harga pokok
pembelian dari barang yang dijual tersebut senilai Rp 7.000,-
Penulisan Jurnal
Kas Rp. 10.000
Penjualan Rp. 10.000
Penulisan Jurnal
Piutang dagang RP. 10.000
Penjualan RP. 10.000
b. Retur Penjualan
Contoh :
Diterima pengembalian barang karena rusak dari salah seorang pelanggan senilai Rp
25.000 yang berasal dari transaksi penjualan kredit.
Penulisan Jurnal :
c. Potongan penjualan
Potongan penjualan jika penjualan dilakukan secara kredit, maka syarat pembayaran di masa
yang akan dating harus ditetapkan secara jelas.
Contoh :
Pada tanggal 2 Januari 2018 perusahaan SMD menjual barang dagangan kepada seorang
pembeli seharga Rp 100.000 secara kredit, dengan syarat 2/10, n/30.
Penulisan jurnal :
Apabila pembeli membayar tanggal 6 Januari 2018 (sebelum 10 hari) maka jurnal mencatat :
Dalam transaksi perusahaan, ada dua ciri yang mengisyaratkan bahwa suatu transaksi
merupakan transaksi kredit, yaitu:
1. Transaksi kredit biasanya dibuktikan dengan sebuah Faktur. Sebaliknya, transaksi
tunai biasanya menggunakan bukti transaksi berupa Nota dan Kwitansi pembelian.
2. Terdapat termin pembayaran. Misalnya; 2/10, n/30. a. Maksud 2/10 adalah, jika
pembelian kredit tersebut dilunasi pada kurun waktu sampai sepuluh hari ke depan, perusahaan
akan mendapatkan potongan pembelian sebesar 2%. b. Maksud dari n/30 adalah, rentang
waktu pelunasan pembelian kredit itu maksimal 30 hari dari tanggal transaksi.
Contoh :
b. Retur Pembelian
Contoh :
Pada tanggal 1 Mei 200X, dibeli barang dagangan sejumlah 10 unit secara kredit
dengan harga Rp 10.000,- per-unit-nya. Termin 2/10, n/30.
Penulisan Jurnal :
Pembelian Rp 100.000*
Penulisan Jurnal :
Keterangan:
KESIMPULAN