Anda di halaman 1dari 20

SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM

ELITA ULFIANA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wangi-wangian atau lebih dikenal dengan istilah parfum merupakan salah

satu kebutuhan masyarakat di dunia modern saat ini. Sebagian besar masyarakat

menggunakan parfum sebagai alat penghambat dan penghilang bau badan. Secara

etimologis, kata parfum berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata perfumus. Per

berarti through atau merebak dan fumus berarti smoke atau asap. Asal kata

parfume, yaitu dari bahan alami yang dibakar untuk menghasilkan aroma tertentu.

Akan tetapi, saat ini pengertian tersebut berkembang menjadi wangi-wangian

yang berupa cairan atau minyak wangi (Maya, 2008:13). Kata parfum dikenal di

Prancis sejak tahun 1528 Masehi dan berasal dari kata fumer. Selanjutnya, pada

abad 17 Masehi, istilah tersebut dipakai dalam proses pembuatan parfum dengan

cara dibakar yang menghasilkan inti bau-bauan (seperti penggunaan aromaterapi

pada masa kini) untuk relaksasi (Puspitasari, 2011:38).

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, molekul wewangian yang menarik

ataupun bau busuk yang bersifat mengusir (phytohormone) juga dipandang

memainkan peranan penting dalam memproduksi parfum. Salah satu faktor utama

interaksi ekologis dalam memproduksi bebauan atau wewangian adalah hewan

penyerbuk, seperti lebah dan kupu-kupu bergantung pada wewangian, keharuman

(aroma) dan kepahitan bunga serta sifat khas madu yang manis (Puspitasari,

2011:38-39). Dewasa ini, parfum tidak hanya diproduksi untuk kaum wanita saja,

1
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 2
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

tetapi kaum pria pun juga dapat menggunakannya. Parfum diproduksi untuk

semua kalangan usia, baik anak-anak, remaja maupun dewasa.

Dewasa ini, bahan yang digunakan untuk membuat parfum lebih beragam,

diantaranya berasal dari bunga, buah, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Oleh sebab

itu, untuk dapat membedakan satu aroma parfum dengan aroma parfum lainnya

dibutuhkan satuan ekspresi pengungkap aroma yang sesuai dengan aroma pada

parfum tersebut. Misalnya mawar, melati, anggrek, cempaka, sedap malam, lili,

dan kasturi merupakan satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yang

beraroma bunga. Sementara itu, untuk dapat menarik perhatian para pembeli,

dewasa ini, aroma-aroma tersebut lebih beragam dalam pengungkapan aroma

parfum berdasarkan asal bahasanya. Misalnya, pengungkapan aroma mawar

dalam bahasa Inggris yaitu rose, rose manggo, black rose, white rose, rose

essential, forbidden rose. Hal tersebut bukan hanya sekedar membedakan jenis

aromanya, tetapi juga terdapat konsep tertentu yang ingin disampaikan pembuat

parfum melalui satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum tersebut kepada

pembeli.

Keberagaman satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum lainnya

adalah pada satuan ekspresi pengungkap aroma Mawar Keraton, Melati Keraton

dan Kenanga Keraton. Apabila diperhatikan dengan saksama, terdapat

penambahan nama ‘Keraton’ pada satuan ekspresi pengungkap aroma bunga

tersebut. Penambahan nama ‘Keraton’ di dalam aroma parfum tersebut

memberikan fungsi lain yaitu selain digunakan sebagai aroma untuk tubuh juga
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 3
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pada umumnya sering digunakan untuk aktivitas di keraton seperti aktivitas

keagamaan.

Hal yang menarik di dalam penelitian ini adalah terdapat keberagaman di

dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yaitu keberagaman asal

bahasa dan satuan kebahasaan. Jenis aroma tersebut diklasifikasikan berdasarkan

asal bahasa dan satuan kebahasaan, serta penggunaan ranah semantik yang dapat

membantu untuk menjelaskan makna dari berbagai jenis aroma pada parfum. Dari

sejumlah data yang berkaitan dengan satuan ekspresi pengungkap aroma pada

parfum sebagaimana dikemukakan di atas, maka terdapat alasan yang kuat dan

menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dari aspek semantiknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dijawab di dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagaimana satuan kebahasaan dalam Satuan Ekspresi Pengungkap

Aroma pada Parfum ?

b. Bagaimana makna Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum ?

c. Bagaimana hubungan antara Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada

Parfum dengan usia dan jenis kelamin masyarakat pengguna?


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 4
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, ada tiga tujuan

dari penelitian yang akan dicapai. Pertama, penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan aspek kebahasaan dalam satuan ekspresi pengungkap aroma

pada parfum. Kedua, menjelaskan dan menafsirkan makna satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum. Ketiga, menjelaskan hubungan antara satuan

ekspresi pengungkap aroma pada parfum dengan usia dan jenis kelamin

masyarakat pengguna.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada Parfum”

mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Secara

teoretis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang

berhubungan dengan satuan ekspresi, khususnya satuan ekspresi pengungkap

aroma di dalam parfum, yaitu dari aspek kebahasaan, makna dan hubungan antara

satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum dengan masyakat pengguna, baik

kelompok masyarakat anak-anak, remaja maupun dewasa serta kelompok

masyarakat berjenis kelamin pria dan wanita. Selain itu, juga memberikan

kontribusi perkembangan pengetahuaan di bidang linguistik, khususnya dalam

ilmu penandaan (signification) atau semiologi. Sementara itu, manfaat praktisnya

adalah memberikan informasi dan referensi kepada pembaca mengenai satuan

ekspresi pengungkap aroma yang diaplikasikan dalam berbagai jenis aroma pada

parfum.
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 5
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.5 Ruang Lingkup Masalah

Data yang diambil sebagai bahan penelitian ini dibatasi pada satuan

ekspresi pengungkap aroma pada parfum khusus badan. Penelitian satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum hanya mengkaji produk parfum yang dipasarkan

di Indonesia, khususnya wilayah Yogyakarta. Data produk parfum diambil dari

salah satu toko parfum yang ada di Yogyakarta. Peneliti juga menambahkan

produk parfum yang dipasarkan di Carefour guna mendapatkan data yang lebih

beragam dari berbagai jenis usia, yaitu usia balita, remaja dan dewasa.

Penelitian ini termasuk dalam studi semantik. Tema yang diangkat adalah

makna satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum. Oleh sebab itu, fokus

penelitian ini adalah mengklasifikasikan asal bahasa dan satuan kebahasaan serta

menjelaskan makna dari satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum.

1.6 Tinjauan Pustaka

Wibiasty (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Penanda Warna Produk

Kosmetik Wajah Lokal” mendeskripsikan penanda warna produk kosmetik wajah

pada bagian-bagian wajah, mengidentifikasi bahasa dari segi bentuk satuan

kebahasaan penanda warna produk kosmetik wajah lokal dan menganalisis istilah

ranah semantik yang digunakan untuk menandai warna produk kosmetik lokal.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa wajah memiliki sejumlah

bagian, yaitu bagian kulit wajah, bagian mata, dan bagian bibir. Sementara itu,

produk kosmetik wajah meliputi alas bedak, bedak, perona pipi, face painting,

pensil alis, perona mata, eye liner, maskara, lipstik, perona bibir cair, pensil

perona bibir, dan palet perona bibir. Dari temuan tersebut, terdapat variasi
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 6
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penanda warna yang muncul dari berbagai bahasa dan bentuk. Dari segi bahasa,

ditemukan sejumlah bahasa dalam menandai kosmetik wajah, yaitu bahasa

Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Sansekerta, bahasa Jawa, bahasa Spanyol,

bahasa Italia, dan bahasa Perancis sedangkan dari segi bentuk satuan kebahasaan

ditemukan berupa leksikon penanda warna produk kosmetik lokal, yaitu leksem

primer dan leksem sekunder. Istilah yang digunakan untuk menandai warna

produk kosmetik lokal, yaitu istilah warna, istilah nonwarna, dan istilah

campuran.

Yulianti (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Penamaan Produk

Kosmetik Perawatan Badan” berfokus pada karakteristik penamaan produk.

Karakteristik tersebut terletak pada unsur-unsur penyusun dan struktur nama.

Unsur-unsur penyusun tersebut berupa merek dagang, jenis produk, spesifikasi

tertentu, dan unsur tambahan sedangkan struktur nama dimulai dari yang paling

kompleks, sedang, sampai dengan yang sederhana. Struktur yang paling kompleks

terdiri atas empat unsur, struktur sedang terdiri atas tiga atau dua unsur, dan

struktur yang paling sederhana terdiri atas satu unsur. Spesifikasi tertentu di dalam

unsur penyusun berupa aroma atau bahan asal dan efek penggunaan produk

sedangkan unsur tambahan berupa bentuk kemasan produk, status produk, dan

anggota badan yang dituju. Dari segi satuan kebahasaan nama produk kosmetik

perawatan badan ditemukan dalam bentuk frasa, yaitu frasa endosentris atributif

dan koordinatif yang terbentuk dalam beberapa tipe dan pola. Sementara itu, kode

bahasa yang digunakan dalam penamaan produk kosmetik perawatan badan secara

berurutan dari yang paling banyak sampai paling sedikit digunakan, yaitu
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 7
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

campuran bahasa Inggris-Indonesia, Inggris, Italia-Perancis-Inggris, Indonesia,

dan Perancis-Inggris sedangkan yang menempati kedudukan yang sama, yaitu

campuran bahasa Melayu-Inggris dan Sunda-Indonesia.

Periancy (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Penamaan Menu

Makanan dan Minuman di Yogyakarta: Kajian Bentuk Kebahasaan dan

Pembentukannya” mendeskripsikan mengenai bentuk-bentuk kebahasaan yang

digunakan dalam penamaan menu dan menjelaskan proses pembentukan nama-

nama menu. Hasil penelitian menunjukkan pola tampilan menu, bentuk

kebahasaan, dan proses pembentukannya. Pola tampilan menu terdiri atas dua

unsur, yaitu unsur utama dan unsur tambahan. Unsur utama berupa nama menu

dan harga, sedangkan unsur tambahan dapat berupa foto menu atau keterangan

yang menjelaskan menu. Bentuk kebahasaan yang muncul di dalam penelitian

tersebut adalah bentuk dasar, akronim, dan kata majemuk serta sampai pada

tataran frasa. Selain itu, penelitian mengenai penamaan menu makanan dan

minuman di Yogyakarta ini menggunakan bahasa lain selain bahasa Indonesia,

yaitu bahasa Inggris dan bahasa Jawa serta terdapat campur kode di dalamnya.

Proses pembentukan pada penelitian tersebut memanfaatkan kreativitas dalam

penggunaan bahasa yaitu memanfaatkan persamaan makna, pengakroniman,

persamaan bentuk dasar, serta pengasosiasian yang terdiri atas asosiasi bunyi,

asosiasi seksualitas, asosiasi warna, asosiasi ciri fisik, asosiasi rasa, asosiasi hasil,

dan asosiasi makna.

Purwandari (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Penamaan Pola Batik

Seman Yogyakarta” mendeskripsikan seputar pola batik Semen Yogyakarta,


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 8
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

satuan lingual nama-nama pola batik Semen Yogyakarta, dan mengetahui makna

leksikalnya. Selain itu, penelitian tersebut juga menjelaskan medan dan komponen

makna nama-nama pola batik Semen Yogyakarta sehingga dapat diketahui proses

penamaannya serta pandangan budaya khususnya masyarakat Jawa. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa ditemukan bentuk unsur lingual nama-

nama pola batik Semen Yogyakarta, penggolongan baru pola batik Semen

Yogyakarta berdasarkan unsur-unsurnya, makna leksikal, simbolik, dan fungsinya

dalam upacara adat, serta beberapa faktor yang mempengaruhi proses penamaan

pola batik Semen Yogyakarta dan pandangan budaya masyarakat Jawa.

Maemunah (2012) dalam tesisnya yang berjudul “Penamaan sebagai

Identitas Muslim Studi Atas Komunitas Muslim Salman Institut Teknologi

Bandung (ITB), Jawa Barat” melihat fenomena penamaan anak di komunitas

Muslim Salman. Identitas sebagai Muslim pada masyarakat Sunda yang aktif di

Salman sangat berkaitan dengan konsep Islam kaffah sehingga pola penamaan

anak pada komunitas tersebut menjadi unik. Dari hasil penelitiannya ditemukan

beberapa pola penamaan anak di komunitas Salman, yaitu pola anak yang kental

dengan aspek Arab (Arabisasi), pola nama campuran dari nama Arab, nama Barat,

nama Asia, dan nama lokal (Sunda). Secara garis besar, penamaan anak di

komunitas tersebut, walaupun menggunakan nama dari bahasa lain, nama dari

bahasa Arab akan tetap dimasukkan dalam nama anak mereka. Ciri yang unik

pada penamaan anak di komunitas Salman, tidak bisa terlihat secara literal, tetapi

terlihat dari sisi makna dan tujuan yang dimiliki orangtua saat memberi nama

pada anak mereka.


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 9
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Maya (2008) dalam bukunya “Rahasia Parfum Sukses Hidup Bersama

Parfum” menjelaskan parfum berdasarkan sejarah parfum, kategorisasi parfum,

dan hubungan parfum dengan zodiak, karakter, dan kesehatan. Di dalam bukunya

terdapat beberapa tips mengenai membeli pafum dan menggunakan parfum.

Selain itu, di dalam bukunya juga ada penjelasan mengenai cara membuat parfum.

Ahsan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Di Balik Keharuman

Parfum” menyatakan bahwa aroma parfum atau wewangian tubuh lainnya

ternyata dapat menganggu kesehatan bagi si pemakai. Hasil penelitiannya

memberikan informasi mengenai kandungan wewangian sintetis serta beberapa

efek samping yang akan ditimbulkan jika terhirup dalam jumlah banyak.

Misalnya, penggunaan pengharum ruangan dengan aroma buah jeruk lemon

fruity-fragrance dapat menyebabkan kanker, peradangan mata, dan kulit apabila

dihirup secara kontinue. Aroma bunga, bahan yang dikandung Bouquet Floral

3881 dapat menyebabkan kanker pankreas, peradangan mata, saluran pernafasan

dan batuk. Aroma pada kulit kayu manis, bahan yang terkandung Cinnamon Oil

950 dapat menyebabkan peradangan sistem pernafasan dan kulit. Dalam

penelitiannya juga diberikan informasi mengenai tanda-tanda keracunan.

Misalnya, Aroma pepermint, bahan yang dikandung pepermint 501 dengan tanda

keracunannya lesu, lemah, mual, sakit perut, vertigo, hilang keseimbangan

pergerakan anggota tubuh, mengantuk, dan koma (Ahsan, 2014:4).

Penelitian terkait lainnya adalah “Pengaruh Desain Botol Parfum terhadap

Intensi Membeli pada Remaja” yang dilakukan oleh Deliani (2012). Penelitian

skripsinya menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi intensi membeli


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 10
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

produk parfum selain karena keharuman parfum, ada hal lainnya yang dapat

mempengaruhi yaitu bentuk botol parfum, kemasan, dan cara pengiklanan parfum.

Penelitiannya bertujuan untuk melihat pengaruh desain botol parfum terhadap

intensi membeli. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan

pre-eksperimental design jenis one shot case study dengan melibatkan 96

mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa desain botol parfum berpengaruh terhadap intensi membeli

pada remaja. Intensi membeli parfum berdasarkan desain botol estetik lebih kuat

dibandingkan dengan desain botol fungsional.

Dari sejumlah penelian yang telah dilakukan oleh para peneliti

sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan penanda, penamaan dari segi

“Satuan ekspresi pengungkap Aroma pada Parfum” belum pernah dilakukan. Oleh

sebab itu, terdapat alasan yang kuat untuk meneliti masalah tersebut lebih lanjut

serta mengungkapkannya agar dapat diketahui oleh masyarakat.

1.7 Landasan Teori

Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang dipandang menjadi

dasar (pijakan), pedoman, tuntunan suatu ilmu pengetahuan. Dengan perkataan

lain, teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu (bdk.

Moeliono, 1988:932). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penelitian

terhadap “Satuan ekspresi pengungkap Aroma Pada Parfum” ini dimanfaatkan

teori yang secara garis besar diuraikan di bawah ini, yaitu sebagai berikut.
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 11
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.7.1 Konsep Dasar Satuan Ekspresi

Dalam istilah linguistik, satuan ekspresi merupakan satuan yang ada di

dalam bahasa (Wijana, 2010: 70). Satuan ekspresi tersebut dapat berupa kata dan

frasa. Bahasa alamiah dalam mengungkap sebuah aroma khususnya aroma di

dalam parfum tidak dapat mewakili keberagaman aroma pada parfum yang

berkembang dewasa ini sehingga tercipta suatu kesepakatan antar pemakai bahasa

di dalam mengungkap keberagaman aroma tersebut melalui satuan ekspresi.

Misalnya aroma (16) Mawar sebagai satuan ekspresi, Mawar berasal dari bahasa

Indonesia yang memiliki fungsi leksikal sebagai kata benda. Sementara itu,

Mawar sebagai sebuah satuan ekspresi memiliki referen yang sifatnya berada di

luar bahasa ‘bunga yang dihasilkan oleh suatu jenis bunga semak dari Genus

rosa’. Bunga mawar dapat menghasilkan minyak yang disebut dengan minyak

mawar. Minyak mawar tersebut merupakan hasil penyulingan dan penguapan dari

daun-daun mahkota yang akan menjadi sebuah aroma pada parfum.

Satuan ekspresi yang dimanfaatkan untuk mengungkap aroma pada

parfum tidak lepas dari hubungan antara penanda (simbol, lambang), acuan

(referent) dan konsep (reference) agar dapat mengetahui makna atau suatu konsep

yang disepakati oleh para pemakai bahasa di dalam menggunakan satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai

hubungan ketiganya.
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 12
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

1.7.2 Hubungan Penanda (Simbol atau Lambang), Acuan (Referent), dan


Konsep (Reference)

Penanda (simbol atau lambang) merupakan unsur tanda bahasa berupa

citra bunyi yang diungkapkan sebagai satuan bahasa (Kridalaksana, 2008:179).

Acuan (referent) adalah unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa

(Kridalaksana, 2008:208), sedangkan konsep (reference) merupakan bayangan,

pemahaman dan pengertian (Pateda, 2010:43). Melalui konsep, hubungan antara

kata dan acuan dapat dipahami baik pada otak pembicara maupun pada otak

pendengar.

Hubungan antara penanda (simbol atau lambang), acuan (referent), dan

konsep (reference) diperlihatkan oleh Ogden dan Richards pada segi-tiga semiotik

(semiotic triangle, basic triangle, the triangle of signification). Melalui segitiga

semiotik Ogden dan Richard tersebut, hubungan ketiganya dapat dilihat secara

jelas, dalam teori tersebut tidak ada hubungan secara langsung antara penanda

dengan referent. Artinya, tidak ada hubungan langsung antara bahasa dengan

dunia fisik. Hubungan keduanya bersifat arbitrer. Seperti yang tergambar pada

segi-tiga semiotik berikut ini.

Konsep (reference)

Penanda (simbol atau lambang) Acuan (reference)

Bagan 1. Segi-tiga Semiotik

Ullman (dalam Pateda, 2008:57) memberikan kritik bahwa segi-tiga

semiotik tersebut sulit dicari hubungan antara penanda (simbol atau lambang),
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 13
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

acuan (referent) dan konsep (reference). Oleh karena itu, Ullman menyarankan

agar hubungan timbal balik antara lambang (penanda) dan konsep inilah yang

disebut makna.

Seperti pada data penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada

Parfum”, yaitu apabila ada data aroma Mawar, terbayang pada diri kita adalah

bunga Mawar. Acuannya atau bahan dari aroma parfum tersebut berasal dari

bunga mawar dan seseorang apabila mempunyai pengalaman dan pengetahuan

tentang bunga mawar tesebut; maka dia dapat mendeskripsikannya dengan baik.

Hal tersebut disebabkan oleh realitas bunga mawar dari aroma parfum tersebut

sudah ada di dalam pikiran (mind). Semua hal tersebut dapat terjadi melalui

pengalaman dan pengetahuan dalam diri seseorang.

1.7.3 Struktur Satuan Ekspresi

Sebagai unsur linguistik yang berupa kata atau kalimat, satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum dapat dikelompokkan ke dalam satuan

kebahasaan yang berbentuk kata, frasa dan klausa. Kridalaksana (1986) membagi

14 kelas kata dalam bahasa Indonesia, yaitu verba, ajektiva, nomina, pronomina,

numeralia, adverbia, interogativa, demonstrativa, artikula, preposisi, konjungsi,

kategori fatis, interjeksi, dan pertindihan kelas.

Dalam kaitannya dengan penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma

pada Parfum” ditemukan satuan kebahasaan dalam bentuk kelas kata benda

(nomina), kata kerja (verba), kata sifat (adjektiva). Ditemukannya dalam bentuk

kelas kata tersebut disebabkan oleh adanya hubungan antara bentuk kelas kata

tersebut dengan makna dari satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum.
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 14
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Selain ditemukan dalam bentuk kelas kata, satuan ekspresi pengungkap aroma

pada parfum juga ditemukan dalam bentuk frasa dan klausa. Menurut

Kridalaksana (2008:66), frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang

sifatnya tidak predikatif. Dalam penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma

pada Parfum” ditemukan bentuk frasa nominal dan frasa ajektival. Frasa nominal

merupakan frasa endosentris berinduk satu yang induknya nomina sedangkan

frasa ajektival merupakan frase endosentris berinduk satu yang induknya ajektiva

dan modifikatornya adverbial seperti sangat, lebih, kurang dan sebagainya

(Kridalaksana, 2008:66).

Dalam pengelompokkan frasa nominal ditemukan pembentukan unsur

N+N, N+Adj, Pronom+N, Bil+N, N+N+N, N+Adj+N, Prep+N+N, N+Prep+N,

N+Perp+Adverb+N, Adj+N+Prep+Pronom+N. Pengelompokkan jenis frasa

dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum lebih bervariasi karena

antar unsur dalam frasa saling berkaitan satu sama lain yang dapat memberikan

makna baru terhadap satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum, misalnya

pada satuan ekspresi pengungkap aroma Melati Keraton, ekspresi tersebut

merupakan satuan kebahasaan yang berbentuk frasa Nomina yang mempunyai

struktur fungsi leksikal Nomina+Nomina. Nomina pertama merupakan Unsur

Pusat yang menjadi aroma utama di dalam parfum sedangkan Keraton menjadi

Nomina kedua atau atribut dalam aroma Melati. Fungsi dari atribut tersebut

adalah penjelas terhadap aroma parfum melati tersebut berkaitan dengan aktivitas

di keraton yang sering digunakan untuk keperluan keluarga keraton sehingga


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 15
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

satuan ekspresi pengungkap aromanya terdapat tambahan kata “keraton” sebagai

penjelas dan pembeda dari aroma melati yang mempunyai atribut lain.

1.7.4 Ragam dan Kemaknaan Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada


Parfum

Fries (dalam Pateda, 2010:119) membagi makna menjadi dua bagian yaitu

makna linguistik dan makna sosial (kultural). Dari dua makna tersebut, Fries

membaginya kembali dalam dua bagian yaitu makna leksikal dan makna

struktural. Di dalam penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada

Parfum”, makna yang digunakan dalam menganalisis data adalah makna leksikal.

Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic meaning) atau

makna eksternal (external meaning) merupakan makna kata ketika kata tersebut

berdiri sendiri, baik dalam bentuk leksem maupun bentuk berimbuhan yang

maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa

tertentu. Seperti pada penelitian “Satuan Ekspresi Pengungkap Aroma pada

Parfum”, yaitu data aroma pada parfum Melati, Kantil, Lavender, Kasturi,

Cempaka, Cendana, dan Kenanga merupakan satuan ekspresi pengungkap aroma

pada parfum yang maknanya tetap. Artinya, makna kata pada data aroma parfum

tersebut sesuai dalam kamus bahasa Indonesia.

Sama halnya dengan Fries, Heartherington (dalam Pateda, 2010) membagi

makna menjadi dua, yaitu makna leksikal dan leksikostruktural. Makna leksikal

adalah makna yang bersangkutan dengan leksem, bersangkutan dengan kata, dan

bersangkutan dengan leksikon dan bukan dengan gramatika. Sementara itu,

makna leksikostruktural adalah makna kata yang bersangkutan dengan gramatika


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 16
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

(Kridalaksana, 2008:141). Berbeda dengan Fries, Heartherington (dalam Pateda,

2010) membagi kembali makna leksikal menjadi makna denotatif dan makna

konotatif atau dapat pula disebut makna literal dan makna figuratif. Seperti

terlihat pada bagan 2 berikut ini.

Makna denotatif (umum, tradisional,


referensial, literal)

Makna Leksikal

Makna Makna Konotatif (emosional,


perorangan, figuratif, predensial)

Makna struktural

Bagan 2: Jenis-Jenis Makna Menurut Heatherington

Dalam kaitannya dengan sejumlah data dalam penelitian “Satuan Ekspresi

Pengungkap Aroma pada Parfum” yang bersifat leksikal literal, makna data

diidentifikasi melalui jenis makna denotatif, seperti pada contoh di atas yang

menunjukkan arti leksikalnya atau arti sebenarnya atau arti yang sesuai dalam

kamus.

Makna konotasi merupakan lingkaran gagasan dan perasaan yang

mengelilingi suatu kata tersebut, serta emosi yang ditimbulkan oleh suatu kata

tersebut (Pateda, 2010:51). Makna konotasi juga dapat mengandung berbagai

ragam pengalaman dalam kehidupan. Seperti pada contoh data penelitian satuan

pengungkap aroma pada parfum yaitu satuan ekspresi aroma pada parfum dengan

kata Hot, dapat dijelaskan dengan makna konotasi seksi. Setiap sinomin bagi kata
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 17
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Hot mengandung konotasi khusus sebagai tambahan terhadap denotasinya

sehingga konotasi juga dapat diartikan sebagai pancaran impresi-impresi yang

tidak dapat dirasa dan tidak dapat dinyatakan secara jelas. Konotasi merupakan

segala sesuatu yang kita pikirkan apabila kita melihat kata tersebut, yang mungkin

dan tidak mungkin sesuai dengan makna sebenarnya seperti pada satuan

pengungkap aroma pada parfum. Selain itu, menurut Warriner (dalam Pateda,

2010:52), konotasi adalah kesan-kesan atau asosiasi-asosiasi –biasanya bersifat

emosional — yang ditimbulkan oleh sebuah kata di samping batasan kamus atau

definisi utamanya.

Sementara itu, Pateda (2010) mengidentifikasi ragam konotasi menjadi

dua, yaitu konotasi bersifat individual dan konotasi bersifat kolektif. Konotasi

individual adalah nilai rasa yang hanya menonjolkan diri dan hanya untuk

perseorangan sedangkan Konotasi kolektif merupakan nilai rasa yang berlaku

untuk pada anggota suatu golongan atau masyarat. Konotasi tersebut dapat

diidentifikasi pada bagan 3 berikut ini.

Konotasi Individual
KONOTASI (nilai rasa
(NILAI RASA) perseorangan)

Konotasi Kolektif
(nilai rasa kelompok

Bagan 3: Ragam Konotasi

Penelitian terhadap nilai rasa individual jauh lebih sulit daripada nilai rasa

kolektif. Kesulitan tersebut disebabkan untuk mengetahui nilai rasa individual dan
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 18
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

harus meneliti setiap individu, baik lahir batin, sejarah, perkembangan maupun

aspek-aspek lainnya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian “Satuan Ekspresi

Aroma pada Parfum” menitikberatkan pada pembicaraan nilai rasa kolektif agar

dapat memberikan makna dan nilai rasa yang universal sehingga dapat

dimanfaatkan tidak hanya pada anak-anak, remaja, ataupun dewasa, tetapi juga

masyarakat umum dari semua tingkatan dan dari berbagai kalangan.

1.8 Metode

Metode penelitian dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap penyediaan

data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto,

1993:5-7). Pada tahap penyediaan data, dalam penelitian ini diperoleh dari toko

parfum UCHI dan Carrefour di Yogyakarta.

Pemilihan toko parfum UCHI dalam penelitian ini adalah berkaitan

dengan jumlah satuan ekspresi pengungkap aroma pada parfum yang tersedia

lebih banyak dan bervariasi daripada toko parfum lain. Jumlah data yang

diperoleh dari toko parfum UCHI tersebut sebanyak 656 satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum. Sementara itu, pengambilan data di Carrefour

dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih beragam dari segi usia dan jenis

kelamin masyarakat pengguna. Pengambilan data pada toko parfum UCHI

dilakukan dengan teknik memfotokopi daftar satuan ekspresi pengungkap aroma

pada parfum yang telah disediakan oleh toko tersebut. Adapun teknik

pengambilan data di Carrefour dilakukan dengan memfoto (memotret) satu per

satu produk parfum yang tersedia di bagian kosmetik. Setelah semua data

terkumpul, selanjutnya data diklasifikasikan berdasarkan cara pembentukannya.


SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 19
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Metode selanjutnya adalah analisis data. Tahap analisis data dilakukan

dengan menggunakan metode padan. Metode padan merupakan metode analisis

data yang alat penentunya berada di luar bahasa, terlepas dan tidak bersangkutan

dengan bahasa yang diteliti (Sudaryanto, 1993:13). Dalam metode tersebut dipilih

teknik dasar dengan teknik pilah unsur penentu. Sesuai dengan jenis penentunya

di dalam penelitian ini menggunakan daya pilah referensial yang menggunakan

referent atau sosok yang diacu oleh satuan kebahasaan sebagai alat penentu.

Penentu analisis didasarkan pada satuan ekspresi, yaitu pada satuan ekspresi

pengungkap aroma pada parfum.

Strategi terakhir adalah penyajian hasil analisis data. Tahap ini

dilaksanakan setelah data selesai dianalisis (Jati Kesuma, 2007:71). Penyajian

analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara

kualitatif menggunakan kata-kata biasa dalam menjelaskan datanya, sedangkan

analisis secara kuantitatif adalah data dianalisis menggunakan tabel untuk

mengetahui hasil persentase tertinggi dan terendah dari hasil klasifikasi asal

bahasa dan satuan kebahasaan di dalam satuan ekspresi pengungkap aroma pada

parfum.

1.9 Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian terhadap analisis “Satuan Ekspresi Pengungkap

Aroma pada Parfum” ini akan disajikan dalam lima bab. Bab I berisi latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjuan

pustaka, landasan teori, dan metode penelitian. Bab II didahului dengan uraian

tentang sejarah parfum dan dilanjutkan dengan klasifikasi asal bahasa dan satuan
SATUAN EKSPRESI PENGUNGKAP AROMA PADA PARFUM
ELITA ULFIANA 20
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kebahasaan serta hasil persentase dari analisis asal bahasa dan satuan kebahasaan

tersebut. Bab III berisi uraian tentang makna satuan ekspresi pengungkap aroma

pada parfum. Bab IV menguraikan hubungan antara penanda aroma pada parfum

dengan usia dan jenis kelamin masyarakat penggunanya. Bab V merupakan

kesimpulan dan hasil analisis yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai