Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN PUSTAKA

Ketumbar
Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar
Laut Tengah dan Pegunungan Kaukasus di Timur Tengah. Di Indonesia, tanaman
ketumbar belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya
terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara
monokultur. Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari
sekitar Laut Tengah dan Pegunungan Kaukasus di Timur Tengah.
Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda),
ketumbar (Jawa dan Gayo), katumbare (Makassar dan Bugis), katombar (Madura),
ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba (Padang), dan katumba (Nusa
Tenggara) (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004). Tanaman ketumbar berupa semak
semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya tunggang bulat, bercabang, dan
berwarna putih. Batangnya berkayu lunak, beralur, dan berlubang dengan
percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya berukuran sekitar 5-10 cm.
Daunnya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau keputihan. Buahnya
berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau, dan setelah tua berwarna kuning
kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan
(Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004; Astawan, 2009).
Ketumbar dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi
hingga ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini dipanen setelah
berumur tiga bulan, kemudian dijemur, dan buahnya berwarna kecoklatan dipisahkan
dari tanamannya. Hasil panen umumnya dijual ke pasar tradisional untuk keperluan
bumbu rumah tangga (Hadipoentyani dan Wahyuni, 2004; Astawan, 2009).
Tanaman ketumbar di Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala
luas, penanamannya hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem
tumpangsari, dan jarang secara monokultur. Produksi biji ketumbar tertinggi tercatat
sebesar 1.500 ton/tahun (Badan Pusat Statstik, 2005). Daerah penanaman yang
cocok dan sudah berproduksi adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga,
Temanggung, dan sebagian daerah di Sumatera Barat (Astawan, 2009).

3
Perkembangan Pertumbuhan Ketumbar di Indonesia
Ketumbar merupakan tanaman asli dari daratan Eropa Timur, kemudian
menyebar ke India, Marocco, Pakistan, Rumania dan Rusia (Purseglove et al., 1981).
Rusia merupakan produsen terbesar rempah-rempah, sedang untuk ketumbar, India
merupakan produsen terbesar dengan daerah-daerah penyebarannya meliputi Madras,
Madya Pradesh, Bombay, Mysore dan Bihar. Negara-negara produsen ketumbar
lainnya adalah Iran, Turki, Mesir, Libanon dan Israel. Ketumbar dapat tumbuh pada
kisaran iklim yang lebar, tetapi dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah medium
sampai berat pada lokasi yang subur, berdrainase baik dan kondisi lembab
(Purseglove et al., 1981).
Produksi pohon ketumbar di Indonesia baru sebatas diambil daunnya yang
masih muda untuk lalab, sayuran dan konsumsi swalayan. Produksi dalam bentuk biji
masih rendah, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bumbu dapur, penyedap rasa
dan untuk industri penyamak kulit setiap tahunnya harus mengimpor dari India,
Rusia, Eropa Timur dan negara produsen lainnya dalam volume yang cukup besar
antara 6.222.832 kg tahun 2004 (Badan Pusat Statistik, 2005). Besarnya impor
ketumbar berfluktuasi, tetapi kecenderungannya selalu meningkat rata-rata sekitar
11,71% per tahun dari tahun 1991–2005 (Tabel 1).
Daerah penanaman yang dianggap cocok dan sudah ada tanamannya adalah
Cipanas, Cibodas, Temanggung, Jember dan Sumatera Barat (Wahab dan Hasanah,
1996). Penanaman biasanya disela-sela bedengan tanaman wortel. Penanaman
komoditas ketumbar secara luas belum terdata secara pasti walaupun telah lama
digunakan di Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa tanaman ketumbar belum
diperhatikan oleh petani maupun pengusaha di bidang pertanian. Berikut
pertumbuhan serta nilai impor ketumbar disajikan dalam Tabel 1.

4
Tabel 1. Volume dan Nilai Impor Ketumbar serta Pertumbuhannya
Tahun Volume (kg) Pertumbuhan(%) Nilai (US $) Pertumbuhan(%)
1991 5.450.626 - 2.268.832 -
1992 9.489.567 74,1 4.918.327 116,77
1993 10.377.594 9,35 4.123.283 -16,16
1994 6.480.936 -3,75 2.571.685 -37,63
1995 6.405.832 -1,15 2.286.131 -11,1
1996 7.958.029 24,23 3.795.046 66,04
1997 9.046.600 13,67 4.369.046 15,09
1998 7.703.923 -14,84 2.895.809 -83,7
1999 11.531.408 49,68 3.064.437 5,87
2000 8.947.338 -22,4 2.510.503 -22,06
2001 9.244.317 3,32 2.865.280 14,13
2002 9.695.702 4,88 3.551.953 23,96
2003 6.613.014 -31,79 2.741.475 -22,81
2004 15.165.938 129,33 5.525.710 112,65
2005 6.222.832 -58,96 2.062.503 -62,67

8.728.910,40 11,71 3.303.334,60 6,55


Sumber : Badan Pusat Statistik (2005)

Kandungan Gizi dan Khasiat Ketumbar


Biji ketumbar (Coriandrum sativum L) juga merupakan salah satu jenis
tanaman bumbu-bumbuan yang sejak lama digunakan dan dimanfaatkan oleh
manusia sebagai obat atau untuk meningkatkan cita rasa bahan pangan (Purseglove et
al., 1981). Zat yang terkandung pada minyak atsiri selain fenol adalah flavonoid.
Flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan (Wangensteen et al., 2004), mampu
meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih
cepat dihasilkan dan sistem limfa lebih cepat diaktifkan (Angka, 2004). Beberapa
tipe senyawa flavonoid yang terdapat di dalam biji ketumbar adalah kuersetin, asam
ferulat, rutin, koumarat, asam proto katekuat dan asam vanilat. Tipe-tipe tersebut
merupakan derivat dari asam sinamat dan flavonol.
Biji ketumbar juga mengandung berbagai macam mineral. Mineral yang
banyak terkandung pada biji ketumbar adalah kalsium, fosfor, magnesium, potasium,
dan besi. Kalsium selain berperan sebagai mineral tulang, juga berperan menjaga
tekanan darah agar tetap normal. Mineral fosfor berperan dalam pembentukan dan

5
pertumbuhan tulang. Fosfor juga berperan dalam menjaga keseimbangan asam dan
basa tubuh. Magnesium merupakan mineral yang berperan dalam metabolisme
kalsium dan potasium, serta membantu kerja enzim dalam metabolisme energi.
Potasium membantu keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh. Besi merupakan
mineral yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah, hemoglobin, dan
mioglobin otot (Fauci et al., 2008; Astawan, 2009).
Vitamin yang banyak terkandung dalam biji ketumbar adalah vitamin C dan
B. Vitamin C berberan sebagai antioksidan. Antioksidan berperan dalam mencegah
dan mengurangi bahaya yang ditimbulkan radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu
senyawa yang dapat mengganggu metabolisme tubuh yang berbahaya bagi kesehatan
(Wangensteen et al., 2004). Niasin adalah salah satu jenis vitamin B yang berperan
penting dalam proses metabolisme tubuh, terutama metabolisme karbohidrat, protein,
dan lemak menjadi bentuk energi yang dapat digunakan oleh tubuh. Kandungan
vitamin dan mineral yang dimiliki biji ketumbar ini sangat berkhasiat sebagai
stimulan atau membantu meningkatkan kesegaran tubuh (Astawan, 2009).
Ketumbar berfungsi sebagai antioksidan (Wangensteen et al., 2004),
antidiabetes (Gallagher et al., 2003) dan efek stimulasi dalam proses pencernaan
(Cabuk et al., 2003). Aktivititas biologis di dalamnya dapat merangsang enzim
pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al, 2004). Minyak atsiri pada
biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella
(Isao et al., 2004). Minyak atsiri adalah cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri memiliki daya antibakteri disebabkan
adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel
bakteri (Wangensteen et al., 2004). Daya antibakteri minyak atsiri lebih efektif
karena memiliki zona hambat lebih besar dan bersifat bakterisidal.
Minyak atsiri merupakan suatu produk alam yang banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam obat-obatan, rokok, kosmetika, bahan pewangi,
farmasi, aroma makanan dan minuman, permen, aromaterapi, bahan pengawet
maupun sebagai bahan pestisida (Narpati, 2000). Di Indonesia terdapat kurang lebih
50 jenis tanaman yang mengandung minyak atsiri, namun baru 14 jenis tanaman
yang sudah diusahakan secara komersial dan menjadi komoditas ekspor antara lain
minyak nilam, minyak seraiwangi, minyak akarwangi, minyak kenanga, minyak

6
cendana, minyak pala, minyak daun cengkeh, minyak kayu putih (Rusli, 2002). Salah
satu minyak atsiri yang dapat dikembangkan adalah minyak ketumbar.
Ketumbar (Coriandum sativum) dapat digunakan untuk sayuran, bahan
penyedap dan obat-obatan, mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup
tinggi (Wahab dan Hasanah, 1996). Ketumbar juga berdampak positif terhadap
kesehatan karena hampir seluruh bagian tanaman dapat digunakan sebagai obat, daun
yang muda untuk lalaban, analgesik dan obat sakit mata dan bunganya bersifat
karminatif (Hargono, 1989). Ampas sisa dari penyulingan ketumbar setelah
dikeringkan dapat digunakan untuk makanan ternak karena masih mengandung 11-
17% protein dan 11-21% lemak (Ketaren, 1985).
Beberapa dari hasil penelitian, seperti di Eropa Tengah dengan cara
penyulingan uap menghasilkan minyak atsiri ketumbar sebesar 0,5%. Rendemen
minyak ketumbar selain dipengaruhi lama penyulingan, faktor yang lainnya adalah
penanganan bahan sebelum penyulingan yaitu penghalusan bahan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bahan yang dihaluskan dapat meningkatkan rendemen minyak
ketumbar. Meningkatnya rendemen minyak ketumbar dikarenakan air dan bahan
lebih mudah kontak sehingga memudahkan minyak keluar dari bahan, penetrasi air
atau uap ke dalam jaringan bahan akan lebih mudah akibatnya minyak akan lebih
mudah keluar dari dalam jaringan bahan.
Menurut Guenther (1949), buah ketumbar dari Hongaria diperoleh rendemen
minyak 1,1%. Buah ketumbar dari Jerman dan Cekoslovakia masing-masing
menghasilkan rendemen minyak 0,8 dan 1%. Buah ketumbar berasal dari Perancis
rendemen minyaknya sekitar 0,4%, buah ketumbar berasal dari Italia 0,35%, buah
ketumbar berasal dari Maroko rendemen minyaknya sekitar 0,3% sedangkan buah
ketumbar dari Indonesia menghasilkan rendemen minyaknya antara 0,15-0,25%
(Guenther, 1949). Berbagai kandungan rendemen minyak yang telah disebutkan
diatas menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor iklim,
tempat tumbuh dan ketinggian tempat.

Komposisi Minyak Ketumbar


Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen
kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri
berkisar antara 0,4-1,1%, minyak ketumbar termasuk senyawa hidrokarbon beroksigen,

7
komponen utama minyak ketumbar adalah linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan
komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%) kamfor
(2-4%) dan mengandung senyawa golongan hidrokarbon berjumlah sekitar 20% (α-pinen, β-
pinen, dipenten, p-simen, α-terpinen dan γ-terpinen, terpinolen dan fellandren) (Lawrence
dan Reynolds, 1988; Guenther, 1990). Komposisi kimia minyak ketumbar dapat dilihat pada
Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Minyak Ketumbar


No Komponen Jumlah (%)
1 Hidrokarbon, terdiri dari: 20
d-α-pinen
dl-α-pinen
β-pinen
dipenten
p-simen
α-terpinen dan γ-terpinen
terpinolen dan fellandren

2 Hirdrokarbon beroksigen, terdiri dari: 60-70


d-linalool
n-desil aldehid
geraniol
l-borneol
asam asetat
asam desilat

Sumber : Guenther (1990)

Berdasarkan jenis unsur penyusun senyawa minyak atsiri, minyak ketumbar


termasuk golongan senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut
menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri, serta lebih tahan dan stabil terhadap
proses oksidasi dan resinifikasi. Tingkat kematangan ketumbar akan mempengaruhi
komposisi minyak ketumbar, komposisi minyak akan menentukan mutu minyak
ketumbar. Pada ketumbar yang belum masak, komponen minyaknya adalah golongan
aldehid sedangkan ketumbar yang masak, komponen minyaknya adalah golongan
alkohol monoterpen dan linalool. Persenyawaan linalool, jika dioksidasi akan
menghasilkan sitral atau persenyawaan geraniol (Guenther, 1987).

8
Sifat Fisika Kimia dan Mutu Minyak Ketumbar
Setiap minyak atsiri mempunyai sifat-sifat yang berbeda antar satu dengan
yang lainnya. Sifat khas suatu minyak atsiri dibentuk oleh komposisi senyawa-
senyawa kimia yang dikandungnya dan biasanya dinyatakan dalam sifat organoleptik
dan sifat fisika kimia. Sifat organoleptik minyak atsiri dinyatakan dengan warna dan
aroma, sedangkan sifat fisika kimia meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik,
bilangan asam dan kelarutan dalam etanol 70 %, bilangan asam, bilangan ester, serta
komposisi senyawa kimia yang dikandungnya dapat dijadikan kriteria untuk
menentukan tingkat mutu dari minyak. Sifat kimia menyatakan jumlah atau besaran
kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam minyak atsiri tersebut (Guenther,
1987). Nilai-nilai sifat fisika kimia minyak atsiri merupakan gambaran umum
minyak atsiri. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai patokan dalam perdagangan,
baik di dalam negeri (Standar Nasional Indonesia) maupun Internasional (Standar
Internasional). Sifat fisika kimia minyak ketumbar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sifat Fisika Kimia Minyak Ketumbar


Karakteristik Nilai
0,870-0,885, biasanya tidak lebih
Berat jenis, pada 15o C dari 0,878
Putaran optic +800’ sampai +13oO’
Indeks bias pada 20o C 1,463 - 1,471
Bilangan asam, maks 5,0
Bilangan ester 3,0 - 22,7
Kelarutan dalam alkohol 70%
pada suhu 20o C larut dalam 2-3 volume
Sumber : Guenther (1952) dalam Ketaren, 1985

Minyak atsiri merupakan hasil metabolisme sekunder di dalam tumbuhan.


Karakteristik fisika kimia minyak atsiri setiap tanaman berbeda. Mutu minyak atsiri
pada tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya jenis atau varietas
tanaman, iklim, bibit unggul, kondisi lingkungan tumbuh, umur dan waktu panen,
cara penanganan bahan, metode ekstraksi, penyulingan yang tepat, jenis logam alat
penyulingan, jenis kemasan dan cara penyimpanan minyak (Ketaren, 1985; Rusli,
2002).

9
Menurut Guenther (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen
minyak ketumbar dipengaruhi oleh (1) suhu pengeringan, dikeringkan dengan alat
pengering, sebaiknya tidak lebih dari 40o C, (2) tingkat kematangan buah ketumbar,
buah ketumbar yang belum matang akan menghasilkan mutu dan rendemen minyak
yang rendah. Ketumbar yang matang dan segera disuling menghasilkan rendemen
minyak sekitar 0,83%. (3) tanah tempat tumbuh, tanaman ketumbar cocok ditanam
pada tanah yang agak liat, (4) iklim, (5) ukuran bentuk buah ketumbar, buah
ketumbar berukuran kecil menghasilkan rendemen minyak lebih tinggi dibandingkan
buah berukuran besar dan (6) teknik penyulingan, pada penyulingan uap, jumlah air
yang kontak langsung dengan bahan yang disuling, diusahakan sedikit mungkin,
tetapi air harus ada untuk membantu kelancaran proses difusi, (7) varietas ketumbar,
varietas Coriandrum sativum var. Microcarpum D.C diameter buahnya berkisar
antara 1,5-3 mm lebih kecil kandungan minyak atsirinya lebih tinggi daripada
Coriandrum sativum var. Vulgare Alet diameter buahnya berkisar antara 3-6 mm
(Hadipoentyanti dan Udarno, 2002).
Hasil penelitian Setyaningsih (1992), menunjukkan bahwa masak fisiologi
tercapai pada saat buah ketumbar berwarna kuning sampai coklat (sekitar 4-6 bulan
setelah tanam) dimulai dengan mengeringnya tangkai payung yang diikuti dengan
mengerasnya pangkal perlekatan buah dengan tangkai payungnya serta buah-buah
pada payung telah berubah warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan.
Senyawa linalool merupakan komponen yang menentukan intensitas aroma
harum, sehingga minyak ketumbar dapat dipergunakan sebagai bahan baku parfum,
aromanya seperti minyak lavender atau bergamot. Linalool banyak digunakan dalam
industri farmasi sebagai obat analgesic (obat menekan rasa sakit), parfum, aroma
makanan dan minuman, sabun mandi, bahan dasar lilin, sabun cuci, sintesis vitamin
E dan pestisida hama gudang maupun insektisida untuk basmi kecoa dan nyamuk.
Kegunaan ketumbar sebagai obat antara lain untuk diuretik (peluruh air kencing),
antipiretik (penurun demam), stomatik (penguat lambung), stimulan (perangsang),
laxatif (pencahar perut), antelmintif (mengeluarkan cacing), menambah selera
makan, mengobati sakit empedu dan bronchitis (Wahab dan Hasanah, 1996).

10
Ayam Broiler
Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, family Phasianidae,
genus Gallus dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe
berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda
dan berukuran lebih kecil. Ayam ini dapat tumbuh sangat cepat dan dapat dipanen
pada umur empat minggu untuk menghasilkan daging dan menguntungkan secara
ekonomis. Bangsa ayam yang dipilih adalah yang berbulu putih dan seleksi
diteruskan sehingga menghasilkan ayam broiler seperti sekarang (Amrullah, 2004).
Ayam broiler merupakan ayam-ayam jantan atau betina yang menghasilkan
daging dan umumnya dipanen pada umur sekitar 5-6 minggu dengan bobot badan
antara 1,2-1,9 kg/ekor (Kartasudjana, 2005).

Saluran Pencernaan Unggas


Sistem organ dan saluran pencernaan pada unggas terdiri dari mulut,
kerongkongan, crop, proventrikulus, gizzard, usus halus (duodenum, jejenum,
ileum), seka, kolon dan kloaka serta organ vital lainnya seperti hati, jantung, limpa
dan bursa fabricius. Setiap makanan yang masuk akan mengalami proses pencernaan
(mekanik atau kimia). Organ yang berperan dalam pencernaan mekanik pada unggas
adalah rempela (gizzard). Fungsi rempela untuk menggiling dan menghancurkan
makanan menjadi partikel-partikel kecil dan biasanya dibantu oleh grit (Pond et al.,
1995). Usus akan menerima makanan yang telah mengalami pencernaan mekanik di
rempela. Usus halus yang berfungsi untuk mengabsorpsi nutrisi bahan pada ternak
merupakan organ penting dalam pencernaan (Gillespie, 2004).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yang tidak terpisah secara jelas yaitu,
duodenum, jejenum dan illeum (Amrullah, 2004). Duodenum merupakan bagian
pertama dari usus halus yang letaknya sangat dekat dengan dinding tubuh dan dan
terikat pada mesentri yang pendek yaitu mesoduodenum. Jejenum dengan mudah
dapat dipisahkan dengan duodenum yang letaknya kira-kira bermula pada posisi
ketika mesentri mulai terlihat memanjang (pada duodenum mesentrinya pendek).
Jejenum dan illeum letaknya bersambungan dan tidak ada batas yang jelas
diantaranya. Bagian terakhir dari usus halus adalah illeum yang bersambungan
dengan usus besar (Frandson, 1992). Luas permukaan usus dapat meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah vili usus yang berfungsi untuk penyerapan zat-zat

11
makanan (Frandson, 1992). Struktur villi usus halus dipengaruhi oleh jenis ransum
yang berbeda (Gillespie, 2004).
Menurut Ressang (1984), fungsi usus halus dipengaruhi oleh fungsi lambung,
gangguan fungsi hati dan pankreas, sakit, stress dan kesalahan susunan bahan
makanan. Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan
dan faktor lainnya. Pada usus halus terjadi gerakan peristaltik yang berperan dalam
mencampur digesta dengan cairan pankreas dan empedu. Enzim yang terdapat pada
usus halus terdiri dari enzim protease (peptidase), maltase, laktase, sukrase yang
berperan dalam pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana sehingga
mudah diserap oleh usus (Pilliang dan Djojosoebagio, 2000).
Amrullah (2003) menyatakan bahwa ukuran panjang, tebal dan bobot saluran
pencernaan unggas bukan besaran yang statis. Perubahan dapat terjadi selama proses
perkembangan karena dipengaruhi oleh jenis ransum yang diberikan. Ransum yang
banyak mengandung serat akan menimbulkan perubahan ukuran saluran pencernaan
sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang, dan lebih tebal. Perubahan ini juga
diikuti dengan jumlah villi usus atau jonjot usus dan kemampuan sekresi enzim-
enzim pencernaan, semakin tinggi kadar serat kasar dalam ransum, maka laju
pencernaan dan penyerapan zat makanan akan semakin lambat. Anggorodi (1994),
menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan serat kasar dalam suatu bahan
makanan maka semakin rendah daya cerna bahan makanan tersebut.

Gizzard
Gizzard terletak antara proventikulus dengan batas atas usus halus. Gizzard
mempunyai dua pasang otot yang kuat dan sebuah mukosa (North dan Bell, 1990).
Kontraksi otot rempela baru akan terjadi apabila makanan masuk ke dalamnya. Jika
unggas biasa mendapat makanan yang kasar atau berupa bijian maka ukuran
gizzardnya jauh lebih besar, lebih kuat dan berlapis epitel tanduk yang lebih tebal,
ukuran gizzard mudah berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan
oleh unggas (Amrullah, 2004). Bobot gizzard dipengaruhi oleh umur, bobot badan
dan makanan. Pemberian makanan yang lebih banyak akan mengakibatkan beban
gizzard lebih besar untuk mencerna makanan, akibatnya urat daging gizzard akan
lebih tebal sehingga memperbesar ukuran gizzard.

12
Amrullah (2004) menyatakan bahwa dalam gizzard berlangsung mastikasi
yaitu secara mekanis makanan dicerna dan dalam organ ini sering ditemukan
bebatuan kecil (grit) yang ikut menghasilkan digesta. Grit dalam gizzard berfungsi
untuk mengoptimalkan pencernaan makanan yang ada di dalam karena dapat
meningkatkan motilitas makanan, aktivitas menggiling makanan dan meningkatkan
kecernaan ransum. Putnam (1991) menyatakan bahwa presentase berat gizzard ayam
broiler berkisar 1,6-2,3% dari berat hidup.

Usus Halus
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan illeum
(Sturkie, 2000). Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan
makanan. Selaput lendir usus halus mempunyai jonjot yang lembut dan menonjol
seperti jari. Fungsi usus halus selain sebagai penggerak aliran pakan dalam usus juga
untuk meningkatkan penyerapan sari makanan (Akoso, 1993).
Usus halus menghasilkan enzim amilase, protease, dan lipase yang berfungsi
memecah zat makanan menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diserap
tubuh (Moran, 1985). Rose (1997) menyatakan bahwa ukuran usus halus pada
unggas pendek sedangkan pakan yang lewat akan cepat turun dari saluran
pencernaan. Panjang usus halus bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, tipe makanan
dan faktor-faktor lainnya. Bagian yang membentuk U adalah duodenum dengan
kelenjar pankreas di dalamnya. Kelenjar ini mensekresikan enzim-enzim pemecah
polimer pati, lemak, dan protein yaitu amilase, lipase dan tripsin. Cairan pankreas
dan empedu masuk kedalam usus halus sehingga masing-masing dicerna dan dapat
diserap sebagian besar di jejenum (Amrullah 2004).
Dinding duodenum akan mensekresikan enzim yang mampu meningkatkan
pH zat makanan yang masuk, sehingga kelarutan dan penyerapan di jejenum dan
illeum akan lebih meningkat. Selain itu, duodenum merupakan pusat terjadinya
lipolisis dalam tubuh, sedangkan jejenum merupakan tempat penyerapan zat
makanan terbesar. Illeum merupakan tempat pertumbuhan bakteri saluran
pencernaan (Anggordi, 1995).

13
Pankreas
Pankreas adalah suatu glandula tubulo alveolar yang memiliki bagian
endokrin maupun eksokrin. Bagian eksokrin dari pankreas menghasikan NaHCO3
serta enzim-enzim pencernaan yang melalui saluran pankreas ke duodenum dekat
dengan muara saluran empedu (Frandson, 1992). Pankreas terletak di antara lekukan
duodenum usus halus. Organ ini adalah sebuah kelenjar yang mensekresikan sari
cairan yang kemudian masuk ke dalam duodenum melewati saluran pankreas dimana
enzim-enzimnya membantu pencernaan, pati, lemak, dan protein. Sari cairan ini
menetralisir kondisi asam lambung (Amrullah, 2004). Penelitian Mustaqim (2006)
menghasilkan persentase berat pankreas ayam pedaging umur 5 minggu adalah
0,34%.

Seka
Seka adalah saluran pencernaan (sepasang kantong buntu) yang terletak pada
sambungan usus halus dan usus besar (North dan Bell, 1990). Menurut McNab
(1973) fungsi seka pada unggas adalah untuk penyerapan air, dekomposisi selulosa
oleh mikroorganisme, penyerapan protein dan penyerapan non protein nitrogen serta
produksi anti gen. Panjang dan bobot sekum akan meningkat dengan meningkatnya
kandungan serat kasar dalam ransum. Pond et al. (1995), menyatakan bahwa
sebagian serat dapat dicerna di dalam seka yang disebabkan adanya bakteri
fermentasi, tetapi jumlahnya sangat rendah dibandingkan dengan sebagian spesies
mamalia. Amrullah (2004), menyatakan bahwa setiap sekum panjangnya mencapai
15 cm pada ayam dewasa yang kesehatannya normal. Menurut Syukron (2006)
panjang seka (cm/100g) dengan strain Hubbard sebesar 2,54-3,20.

Hati
Hati sebagai organ vital berperan utama dalam metabolisme zat makanan,
sekresi empedu, metabolisme lipida, detoksifikasi senyawa beracun, pembentukan
eritrosit (Ressang, 1984). Pilliang dan Djojosoebagio (2000) bahwa hati juga
berperan dalam sintesis kolesterol yang tersusun dari senyawa asetil Koenzim A
(asetil KoA). Ukuran hati yang mengecil dapat disebabkan oleh respon kondisi luar
yang bersifat merusak. Jika terjadi keracunan, hati pada umumnya lebih kecil dari
pada hati yang normal. Menurut Putman (1991), persentase berat hati ayam broiler

14
berkisar antara 1,7-2,8% dari bobot badan. Ukuran berat, konsistensi dan warna
tergantung bangsa, umur dan status nutrisi individu ternak (Nickel et al., 1977). Hati
mensekresikan sekitar satu liter empedu setiap hari, garam empedu penting untuk
pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Kelainan pada hati ditunjukkan
dengan adanya perubahan warna hati, pembesaran, pengecilan lobi dan tidak
ditemukannya kantong empedu (Ressang, 1984),

Organ Dalam
Organ-organ tertentu berkaitan dengan pencernaan yang berfungsi membantu
dalam pemrosesan pakan. Organ tersebut yaitu jantung, ginjal, limpa, bursa fabrisius
dan timus.

Jantung
Jantung adalah organ otot yang memegang peranan penting di dalam
peredaran darah. Jantung unggas memiliki empat ruangan yaitu dua bilik dan dua
serambi. Unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil mempunyai laju yang
lebih tinggi dibandingkan dengan unggas yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar
(North dan Bell, 1990). Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pemompa
darah dalam sistem transportasi atau sirkulasi tubuh. Jantung dapat mengalami
pembesaran karena adanya akumulasi racun pada otot jantung sehingga
menyebabkan pembesaran jaringan otot jantung (Ressang, 1984). Persentase berat
jantung berkisar antara 0,42-0,7% dari berat hidup (Putnam, 1991). Menurut Ressang
(1984), ukuran jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar, dan aktivitas
hewan. Frandson (1992) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap racun
dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun
pada otot jantung.

Limpa
Limpa dan bursa fabrisius merupakan organ yang berperan dalam mendukung
sistem kekebalan tubuh unggas. Selain itu, limpa juga merupakan salah satu organ
yang berperan dalam sistem sirkulasi yakni sebagai daerah penampungan darah
(Frandson, 1992). Ressang (1984) menyebutkan bahwa limpa berfungsi dalam
pembinasaan eritrosit yang sudah tua, membantu metabolisme nitrogen dalam
pembentukan asam urat serta membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan

15
antibodi. Limpa akan membentuk sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila
ransum toksik, mengandung zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa ini
mengakibatkan limpa semakin membesar atau semakin mengecil ukurannya karena
limpa terserang penyakit atau benda asing tersebut.
Limpa juga dikenal sebagai organ limfoid yang berperan dalam pembentukan
sel limfosit pada sistem kekebalan tubuh. Swenson (1984) menyatakan limfosit
adalah satu jenis leukosit agranulosit yang merupakan leukosit terbanyak dalam
darah unggas. Populasi limfosit dalam darah mencakup 3 tipe sel yaitu sel T, sel B
dan sel null, yang tampak mirip satu sama lain pada mikroskop cahaya. Limfosit
memiliki fungsi utama merespon antigen (benda-benda asing) dengan membentuk
antibodi yang bersikulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas
(kekebalan seluler). Apabila limfosit T mengalami ekspose terhadap antigen, limfosit
T akan dirangsang untuk berganda dengan cepat dan menghasilkan lebih banyak lagi
yang dapat bekerja langsung melawan antigen spesifik. Antigen yang menyebabkan
timbulnya penyakit kronis cenderung merangsang kekebalan seluler melalui limfosit
T (Tizzard, 1988). Menurut Putnam (1991) bobot limpa berkisar 0,18-0,23% dari
berat hidup ayam broiler.

Timus
Secara anatomis, timus ayam terletak pada sisi kanan dan kiri saluran
pernafasan (trakea). Warna pucat kuning kemerah-merahan, bentuknya tidak teratur
dan berjumlah 3-8 lobi pada masing-masing leher. Tiap lobus dihubungkan oleh
jaringan ikat dan membentuk suatu untaian yang berjalan dekat dengan vena
jugularis. Ukuran timus sangat bervariasi, ukuran relatif yang paling besar pada
hewan yang baru lahir sedangkan ukuran absolutnya terbesar pada waktu pubertas.
Setelah dewasa timus mengalami atrofi dari parenkhima dan korteks diganti oleh
jaringan lemak. Timus yang mengalami atrofi cepat merupakan reaksi terhadap
stress, sehingga hewan yang mati sesudah menderita sakit yang lama mungkin
mempunyai timus yang sangat kecil (Tizard, 1988).
Timus terdiri dari sejumlah lobul berisi epitelial yang tersusun longgar dan
setiap lobul dibatasi oleh kapsul jaringan ikat. Kelenjar timus berada dibagian
anterior mediastinum, terbagi dalam dua lobus dan banyak lobulus yang masing-
masing terdiri atas korteks dan medula. Kapiler yang terjadi dari arteriol ini dibatasi

16
oleh penghalang yang terdiri dari endotel, membran basal yang sangat tebal dan
lapisan luar dari sel epitelial yang berkesinambungan. Penghalang ini efektif
mencegah antigen yang beredar memasuki korteks timus. Tidak ada saluran limfe
yang masuk ke dalam timus (Tizard, 1988).
Niu et al. (2009) menyatakan bahwa persentase bobot thymus ayam broiler
umur 6 minggu rata-rata 0,30% dari bobot hidup. Ukuran timus dipengaruhi oleh
aktivitas produksi limfosit. Rendahnya produksi limfosit akan mempertahankan
ukuran timus, dan sebaliknya tingginya produksi limfosit akan memperbesar ukuran
timus (O’rahilly, 1995).

Bursa Fabrisius
Bursa fabrisius merupakan organ limfoid yang hanya ditemukan pada unggas.
Organ ini terletak pada daerah dorsal kloaka. Bursa fabrisius terdiri dari sel-sel
limfoid yang tersusun atas kelompok-kelompok yang disebut folikel limfoid. Pada
bagian dalam ditemukan lumen, lumen dibatasi oleh deretan epitel yang
membungkus folikel limfoid. Setiap folikel limfoid terdiri dari korteks yang berisi
sel-sel limfosit, sel plasma, dan makrofag, sedangkan bagian medula hanya terdiri
dari sel-sel limfosit. Bursa fabrisius adalah organ limfoid primer yang fungsinya
sebagai tempat pendewasaan dan diferensial bagi sel dari sistem pembentukan
antibodi. Unggas yang mempunyai bobot relatif bursa fabrisius lebih besar akan
lebih tahan terhadap berbagai penyakit (Tizzard, 1988).
Beberapa organ yang berperan di dalam reaksi tanggap kebal antara lain
bursa fabrisius, timus dan limpa. Bursa fabrisius merupakan organ limfoepitel yang
berasal dari pertemuan ektodermal sebagai struktur berbentuk bulat seperti kantong.
Bursa fabrisius mempunyai tugas untuk memproduksi dan mendewasakan sel
limfosit B. Selanjutnya sel B dipindahkan ke dalam sirkulasi dan siap untuk
menerima dan memberikan reaksi terhadap benda asing yang masuk kedalam tubuh
(Tizzard, 1988).
Antigen yang memasuki tubuh akan dikenal sedemikian rupa sehingga dapat
dikenali sebagai benda asing. Setelah itu informasi yang diperoleh harus dikirim ke
sistem pembentuk antibodi dalam hal ini bursa fabrisius. Sistem ini nantinya akan
menanggapi dengan membentuk antibodi khusus dan sel yang mampu
menyingkirkan antigen. Pada unggas yang terjangkit bakteri pathogen maka bursa

17
fabrisius membentuk antibodi akibatnya akan menyebabkan deplesi dan folikel
limfoid menjadi kecil sehingga persentase bobot bursa fabrisius menurun (Tizzard,
1988). Bursa fabricius akan mengalami regresi dan inovulasi secara lengkap pada
saat ayam mencapai kematangan seksual yaitu pada umur 14-20 minggu. Unggas
yang mempunyai berat relatif bursa fabricius besar cenderung relatif tahan terhadap
berbagai penyakit. Niu et al., (2009) menyatakan bahwa persentase bobot bursa
fabrisius ayam broiler umur 42 hari (6 minggu) rata-rata 0,17% dari bobot hidup.

Lingkungan dan Ternak


Definisi lingkungan menurut Ensminger et al.. (1991) ialah semua keadaan,
kondisi, pengaruh sekitarnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan dan produktivitas ternak. Suhu lingkungan panas merupakan salah
satu kondisi yang menimbulkan cekaman yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh
melemah.
Thermonetral Zone (TNZ) adalah daerah yang nyaman dengan suhu
lingkungan yang sesuai untuk ternak. Peningkatan atau penurunan suhu lingkungan
terhadap suhu nyaman akan mengakibatkan peningkatan produksi panas dalam upaya
membuang kelebihan panas atau mempertahankan panas tubuh. Suhu kritis terendah
yang dapat diterima oleh ternak disebut Lower Critical Temperature (LCT) dan suhu
kritis teratas yang dapat diterima oleh ternak disebut Upper Critical Temperature
(UCT).

Cekaman Panas
Cekaman merupakan kondisi dimana kesehatan ternak terganggu disebabkan
oleh adanya kekuatan lingkungan yang secara terus menerus terjadi pada hewan dan
mengganggu proses homeostasis (Lesson dan Summers, 2005). Stress biasanya
berhubungan dengan iklim yang ekstrim misalnya terlalu dingin atau terlalu panas
dan akan berhubungan langsung dengan beberapa kelainan metabolisme dalam tubuh
(Austic, 2000)
Zona suhu lingkungan yang nyaman bagi ayam untuk dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal adalah berkisar 20-27 C, hal ini tergantung pada jenis
dan umur ayam. Pada zona ini produktivitas ayam mencapai titik optimum sesuai
potensi genetiknya (Kusnadi, 2006). Suhu lingkungan yang direkomendasikan untuk

18
pertumbuhan optimum broiler yang memasuki umur 3 minggu adalah 25 C dan
kelembaban 60% (Charoen Pokphand, 2005).
Ayam broiler yang hidup pada suhu tinggi memperlihatkan beberapa
perubahan perilaku, yang bertujuan untuk menurunkan panas tubuhnya. Ayam
broiler akan istirahat lebih banyak, beberapa ekor ayam akan berdiri dan tidak
bergerak, sedangkan ayam yang lain dekat dinding atau tempat air minum. Biasanya
ayam akan membuka sayapnya, mengurangi isolasi panas tubuh untuk mendinginkan
tubuhnya. Dalam tubuh ayam darah dialirkan dari organ tubuh seperti hati, ginjal,
usus halus ke pembuluh darah perifer yang mengembang pada kulit untuk
mempermudah pembuangan panas. Faktor lingkungan akan sangat mempengaruhi
keberhasilan produksi (Kusnadi, 2006).

19

Anda mungkin juga menyukai