Anda di halaman 1dari 3

APA TUJUAN AKHIR DALAM PELAKSANAAN PENELITIAN SOSIAL?

Sebenarnya tujuan dalam melakukan penelitian sosial ini sangatlah mudah untuk
dijabarkan, yang dimana jelas bahwa tujuan utama dalam melakukan penelitian dalam bidang
apa saja ialah untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan yang ada. Kemudian tujuan
dalam melakukan penelitian sosial ialah tidak jauh beda dari tujuan penelitian pada umumnya
hanya saja dalam penelitian sosial maslaha yang diteliti difokuskan hanya pada masalah sosial,
sehingga didapatkan hasil untuk mengembangkan pemahaman dalam kehidupan sosial.
Peneliti ISS ingin mempelajari hal-hal yang relevan dan perilaku sehari-hari orang yang
ditelitinya, namun untuk melakukannya maka ia harus mengenal baik orang yang ada dalam
tatanan sosial tertentu. Ia berusaha untuk mengetahui secara intim mengenai perasaan dan cara
pandang orang-orang yang ia amati.
Yang diteliti oleh peneliti ISS ialah segala perilaku sosial manusia yang bermakna,
bukan tindakan nyata eksternal dari beragam orang. Yang dimaksud dengan aksi atau perilaku
sosial ialah, segala tindakan yang dianggap bermakna secara subjektif oleh manusia lainnya
dan merupakan aktivitas yang memiliki makna. Spesies selain manusia tidak memiliki budaya
dan tidak memiliki tujuan dalam melakukan aktivitasnya, sehingga peneliti harus menemukan
sesuatu yang unik di dalam perilaku manusia.
APA SIFAT MENDASAR DARI REALITAS SOSIAL?
ISS menyatakan bahwa perilaku manusia itu merupakan suatu pencapaian. Manusia
sengaja menciptakan sebuah realita sosial dengan cara berinteraksi dengan satu sama lain
sebagai suatu perwujudan sosial. Sebenarnya sebagian besar dari realitas sosial dapat dirasakan
oleh manusia, dan hal ini terjadi pada waktu manusia tersebut mengalami dan menetapkan arti
dari hal tersebut. Realitas sosial itu bersifat rapuh dan sangat mudah untuk mengalami
perubahan, dan terbentuk pada saat manusia melakukan interaksi sosial dengan manusia
lainnya melalui komunikasi dan negosiasi yang saling terhubung. Kehidupan sosial seseorang
bermula dari saat mereka mengalami suatu pengalaman subjektif yang bermakna pada saat
melakukan interaksi dengan seseorang dan dari interaksi tersebut terbentuklah sebuah makna
yang berarti bagi manusia tersebut.
Orientasi konstruksionis dari ISS mengasumsikan bahwa orang-orang membuat suatu
realitas sosial berdasarkan interaksi dan keyakinan mereka. Tidak ada esensi batin yang dapat
membuat seseorang dapat melihat realitas. Contohnya, saat kita melihat kursi sebenarnya tidak
ada esensi sifat “kekursian” di dalam kursi tersebut, semua itu hanyalah asumsi yang kita buat
berdasarkan pemahaman dan definisi tentang kursi yang berkembang dan diterima di
masyrakat sehingga kita ikut melihat kursi tersebut sebagai tempat duduk.
Sebenarnya segala hal yang dialami oleh seseorang di dalam kehidupan sosial
merupakan hal yang dikonstruksi secara sosial. Namun bukan berarti hanya karena pengalaman
yang dialami oleh seseorang itu merupakan sesuatu yang dikonstruksi secara sosial, bukan
berarti pengalaman tersebut tidak nyata dan hanya khayalan belaka dan tidak penting. Pada
saat seseorang menerima konstruksi sosial sebagai yang bersifat nyata dan fakta, maka
konstruksi tersebut memiliki sabuah konsekuensi yang sangat nyata. Contohnya, apabila ada
seseorang yang mempercayai bahwa orang yang pindah ke apartemen adalah seorang penjahat
dan membawa senjata, maka ia akan bertindak sesuai keyakinannya dan tidak peduli apakah
keyakinannya sesuai atau tidak dengan realitas fisik aktual.
APA SIFAT DASAR MANUSIA?
Orang-orang biasa terlibat dalam penciptaan sistem makna berkelanjutan yang berasal
dari proses interaksi sosial. Setelah itu, mereka menggunakan makna yang tercipta tersebut
untuk memahami dunia sosial di sekitar mereka dan memaknai kehidupan mereka. Peneliti
interpretif berusaha untuk menumkan tindakan-tindakan yang berarti bagi manusia yang
terlibat di dalamnya. Orang memiliki alasannya sendiri atas tindakan-tindakan mereka, dan
tindakan-tindakan tersebut perlu dipelajar agar dapat dipahami alasan atas tindakan-tindakan
mereka. Motif-motif individu sangatlah penting, bahkan meski individu tersebut bertindak
secara tidak rasional, memendam emosi mendalam, dan memiliki kepercayaan dan prasangka
yang salah. Para peneliti ISS mengatakan bahwa hokum yang berusaha untuk dicari oleh para
positivis mungkin dapat ditemukan setelah mereka dapat memahami bagaimana sistem
manusia dalam menciptakan dan menggunakan “makna”, cara mengembangkan akal sehat, dan
cara untuk menerapkan akal sehat itu ke dalam setiap kondisi sosial yang ada.
Namun beberapa peneliti ISS yang lain tidak setuju akan konsep hokum sosial tersebut,
dan beranggapan bahwa hal seperti itu tidak ada dan hanya membuang-buang waktu saja.
Sebagai contoh, seorang peneliti ISS melihat keinginan untuk mengungkapkan hokum perilaku
manusia bahwa pengangguran menyebabkan kekerasan terhadap anak sebagai premature dan
berbahaya. Sebaliknya, ia ingin memahami cara orang secara subjektif mengalami
pengangguran dan makna kehilangan pekerjaan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sama
halnya, peneliti interpretif ingin mempelajari cara pelaku kekerasan terhadap anak
mempertimbangkan tindakan mereka, alasan yang mereka berikan untuk kekerasan tersebut,
dan perasaan mereka mengenai tindakan kekerasan terhadap anak. Ia menelaah makna menjadi
pengangguran dan alasan untuk melakukan kekerasan terhadap anak agar dapat memahami apa
yang terjadi pada manusia yang secara langsung terlibat dalam situasi tersebut.
APA PANDANGAN MENGENAI LEMBAGA MANUSIA (KEHENDAK BEBAS,
KEMAUAN, DAN RASIONALITAS)?
Apabila PSS menekankan hubungan deterministic dan kekuatan eksternal, ISS
menekankan pilihan bebas individu, yang kadang-kadang disebut kelembagaan manusia
(human agency). ISS menerapkan volunterisme dan menganggap manusia memiliki kemauan
(mampu mengambil pilihan secara sadar). Tatanan sosial dan pandangan subjektif membantu
membentuk pilihan yang dibuat manusia, tetapi manusia menciptakan dan mengubah tatanan
tersebut serta memiliki kemampuan untuk mengembangkan atau membentuk sudut pandang.
Peneliti ISS menekankan pentingnya mempertimbangkan proses-proses pengambilan
keputusan individual, perasaan subjektif, dan cara-cara memahami berbagai peristiwa. Dalam
ISS, inner world dan cara seseorang melihat dan berpikir ini seimbang jika tidak lebih
signifikan bagi tindakan seseorang dibandingkan kondisi eksternal dan objektif serta kekuatan
strukturan yang ditekankan oleh para positivis.
APA HUBUNGAN ANTARA ILMU DAN AKAL SEHAT?
Positivis beranggapan bahwa akal sehat lebih rendah kedudukannya dibandingkan ilmu
pengetahuan, sedangkan sebaliknya ISS percaya bahwa orang-orang biasa menggunakan akal
sehat mereka untuk menuntun mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Akal sehat
merupakan kumpulan teori-teori yang digunakan manusia dalam menjelaskan berbagai
peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan sosial sehari-hari, karena akal sehat tersebut
mengandung makna yang digunakan manusia dalam melakukan interaksi sosial sehari-hari.
ISS berpendapat bahwa akal sehat dan juga hokum positivis merupakan cara alternative
yang digunakan untuk menerjemahkan dunia; yakni, keduanya merupakan sistem makna yang
berbeda. Baik akal sehat maupun hokum ilmiah, keduanya tidak memiliki jawaban akan
semuanya. Sebaliknya peneliti interpretif menganggap akal manusia dan hokum ilmiah
merupakan hal yang penting dalam ranah mereka. Mereka menciptakan hokum ilmiah dan akal
sehat dalam cara-cara yang berbeda untuk tujuan-tujuan yang berbeda juga. Orang biasa tidak
akan bisa berfungsi apabila ia hanya mengandalkan sains semata dalam menentukan tindakan
mereka.

Anda mungkin juga menyukai