Anda di halaman 1dari 34

BAB II LANDASAN

TEORI

2.1 Trigonometri
2.1.1 Pengertian Trigonometri
Trigonometri berasal dari bahasa Yunani yaitu trigonon
yang artinya tiga sudut dan metro artinya mengukur. Oleh karena itu
trigonometri adalah sebuah cabang dari ilmu matematika yang
berhadapan dengan sudut segi tiga dan fungsi trigonometri seperti
sinus, cosinus, dan tangen. Sedangkan definisi dari trigonometri
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu ukur
mengenai sudut dan sempadan dengan segitiga (digunakan dalam
astronomi).
Istilah trigonometri juga sering kali diartikan sebagai ilmu
ukur yang berhubungan dengan segitiga. Tetapi masih belum jelas
yang dimaksudkan apakah itu segitiga sama kaki (siku-siku),
segitiga sama sisi, atau segitiga sembarang. Namun, biasanya yang
dipakai dalam perbandingan trigonometri adalah menggunakan
segitiga sama kaki atau siku-siku. Dikatakan berhubungan dengan
segitiga karena sebenarnya trigonometri juga masih berkaitan
dengan geometri. Baik itu geometri bidang maupun geometri
ruang.
Trigonometri sebagai suatu metode dalam perhitungan untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan-
perbandingan pada bangun geometri, khususnya dalam bangun
yang berbentuk segitiga. Pada prinsipnya geometri adalah
salahsatu ilmu yang berhubungan dengan besar sudut, dimana
bermanfaat untuk menghitung ketinggian suatu tempat tanpa
mengukur secara langsung sehingga bersifat lebih praktis dan
efisien.

7
Kesimpulan dari beberapa definisi di atas bahwa
trigonometri adalah cabang dari ilmu matematika yang mengkaji
masalah sudut, terutama sudut segitiga yang masih ada
hubungannya dengan geometri. Sedangkan dalam aplikasinya,
trigonometri dapat diaplikasikan dalam bidang astronomi. Dalam hal
ini adalah ilmu falak, yaitu dalam praktik perhitungan arah kiblat
2.1.2 Sejarah Trigonometri
Sejarah awal trigonometri dapat dilacak dari zaman Mesir
Kuno, Babilonia dan peradaban Lembah Indus, lebih dari 3000
tahun yang lalu. Matematikawan India adalah perintis penghitungan
variabel aljabar yang digunakan untuk menghitung astronomi dan
juga trigonometri. Lagadha adalah matematikawan yang dikenal
sampai sekarang yang menggunakan geometri dan trigonometri
untuk penghitungan astronomi dalam bukunya Vedanga, Jyotisha,
yang sebagian besar hasil kerjanya hancur oleh penjajah India.
Pelacakan lain tentang awal mula munculnya trigonometri
adalah bersamaan dengan kemunculan tokoh matematikawan yang
handal pada masa itu. Diantaranya matematikawan Yunani
Hipparchus sekitar tahun 150 SM dengan tabel trigonometrinya
untuk menyelesaikan segi tiga. Matematikawan Yunani lainnya,
Ptolemy sekitar tahun 100 mengembangkan penghitungan
trigonometri lebih lanjut. Disamping itu pula matematikawan Silesia
Bartholemaeus Pitiskus menerbitkan sebuah karya yang
berpengaruh tentang trigonometri pada tahun 1595 dan
memperkenalkan kata ini ke dalam bahasa Inggris dan Perancis.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ada banyak
aplikasi trigonometri. Terutama adalah teknik triangulasi yang
digunakan dalam astronomi untuk menghitung jarak ke
bintang-bintang terdekat, dalam geografi untuk menghitung
antara titik tertentu, dan dalam sistem navigasi satelit.
Bidang lainnya yang menggunakan trigonometri termasuk
astronomi (dan termasuk navigasi, di laut, udara, dan angkasa), teori
musik, akustik, optik, analisis pasar finansial, elektronik, teori
probabilitas, statistika, biologi, pencitraan medis/medical imaging
(CAT scan dan ultrasound), farmasi, kimia, teori angka (dan
termasuk kriptologi), seismologi, meteorologi, oseanografi, berbagai
cabang dalam ilmu fisika, survei darat dan geodesi, arsitektur,
fonetika, ekonomi, teknik listrik, teknik mekanik, teknik sipil,
grafik komputer, kartografi, kristalografi.
Selanjutnya, penemuan-penemuan tentang rumus dasar
trigonometri oleh para tokoh ilmuwan muslim adalah sebagai berikut
:
a) Al-Buzjani
Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn
Ismail al Buzjani, merupakan satu di antara sekian banyak
ilmuwan Muslim yang turut mewarnai khazanah pengetahuan
masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang ilmu
matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan,
Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya
tahun 940 M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai
nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang
besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota
kelahirannya itu. Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul
Wafa hingga kini diakui sangat besar kemanfaatannya. Dia
adalah yang pertama menunjukkan adanya teori relatif segitiga
parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode baru
tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30
dengan memakai delapan desimal. Abul Wafa pun
mengembangkan hubungan sinus dan formula 2 sin2 (a/2) = 1 -
cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2).
b) Abu Nasr Mansur
Nama lengkap dari Abu Nasr Mansur adalah Abu Nasr Mansur
ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M –
1036 M). Abu Nasr Mansur terlahir di kawasan Gilan, Persia
pada tahun 960 M. Hal itu tercatat dalam The Regions of the
World, sebuah buku geografi Persia bertarikh
982M.
Pada karya trigonometrinya, Abu Nasr Mansur
menemukan hukum sinus sebagai berikut:
⁄ ⁄ ⁄

2.1.3 Konsep Dasar Trigonometri


Pada dasarnya, segitiga merupakan bentuk dasar dalam
matematika terutama trigonometri. Sebab, kata trigonometri
sendiri mengandung arti ukuran tentang segitiga. Dimana
pengetahuan tentang bumi, matahari dan benda-benda langit lainnya
sebenarnya juga diawali dari pemahaman konsep tentang rasio
(ratios) pada segitiga. Sebagaimana contoh pada zaman dahulu
(sebelum istilah trigonometri populer) keliling bumi sudah bisa
ditentukan dengan menggunakan konsep segitiga siku-siku,
meskipun hanya sebatas masih dalam perkiraan saja. Waktu itu
keliling bumi diperkirakan mencapai 25.000 mil, sedangkan bila
menggunakan metode modern keliling bumi adalah 24.902 mil.
Meskipun dalam sejarah matematika aplikasi trigonometri
berdasar pada konsep segitiga siku-siku, tetapi sebenarnya cakupan
bidangnya sangatlah luas. Dan sekarang, trigonometri juga
sudah mulai merambah pada bidang komputer, satelit
komunikasi dan juga astronomi.
Konsep dasar trigonometri tidak lepas dari bangun datar yang
bernama segitiga siku-siku. Segitiga siku-siku didefinisikan sebagai
segitiga yang memiliki satu sudut siku-siku dan dua sudut lancip
pelengkap. Selanjutnya sisi dihadapan sudut siku-siku merupakan
sisi terpanjang yang disebut dengan sisi miringnya (hypotenuse),
sedangkan sisi-sisi dihadapan sudut lancip disebut kaki (leg) segitiga
itu.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut ini:

Ket:
Hypotanus = sisi miring
Leg = sisi kaki segitiga

Gambar 2.1 Segitiga siku-siku ABC

Pada gambar diatas terlihat jelas bahwa ∆ ABC adalah segitiga


siku-siku dengan C sebagai sudut siku-siku, AB sebagai sisi
miringnya dan BC sebagai kaki-kainya.

Selanjutnya dapat dituliskan perbandingan (ratios) sebagai


berikut:

, ,

, , dan

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa sin θ , cos θ


, dan tan θ berbanding terbalik dengan cosec θ , sec θ , dan cot θ
secara berturut-turut. Demikian dapat diketahui bahwa:

= dan =
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
konsep trigonometri pada dasarnya memang mengacu pada
perbandingan segitiga siku- siku. Dari perbandingan tersebut
maka diperoleh fungsi trigonometri seperti: sin (sinus), cos
(cosinus), tan (tangen), cosecan (csc), sec (secan), dan cotangen
(cot). Namun karena fungsi cosecan (csc), sec (secan), dan
cotangen (cot) berbanding terbalik dengan fungsi sin (sinus), cos
(cosinus), dan tan (tangen), maka yang sering digunakan adalah
fungsi sin (sinus), cos (cosinus), dan tan (tangen).

2.1.4 Rumus-rumus Trigonometri


Secara umum rumus-rumus trigonometri diperoleh dari
hubungan atau relasi antara rumus yang satu dengan yang lainnya.
Dalam hal ini maka dapat juga dikatakan rumus trigonometri diperoleh
dari perpaduan rumus yang lain. Misalnya sinus, cosinus, tangen,
secan, cosecan dan cotangen antara yang satu dengan yang lain
sebenarnya masih ada hubungannya.
Dalam beberapa referensi yang penulis peroleh dari beberapa
buku terutama yang menggunakan bahasa Indonesia rumus-rumus
trigonometri dibedakan menjadi beberapa kategori. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
d. Rumus trigonometri untuk jumlah dua sudut dan selisih dua
sudut
1) Rumus untuk cos (α ± β)
Y
C (cos (α+ β), sin (α+ β))

β B (cos α, sin α)
α A (1, 0)
-1 -β
D (cos β, -sin β)

-1
Gambar 2.2 Sudut Lingkaran

Pada gambar diatas diperlihatkan sebuah lingkaran


satuan, sehingga koordinat titik A adalah (1,0). Misalkan
<AOB = α dan <BOC = β , maka <AOC =
<AOB + <BOC = α+ β. Dengan mengambil sudut
pertolongan <AOD = - β, maka ∆ AOC kongruen dengan
∆ BOD , akibatnya AC = BD atau
.
Kita ingat bahwa koordinat kartesius sebuah titik dapat
dinyatakan sebagai (r cos α, r sin α), sehingga
koordinat titik B adalah (cos α, sin α), titik C adalah
(cos (α+ β), sin (α+ β)) dn titik D (cos β, -sin β).
Dengan menggunakan rumus jarak antara dua titik
diperoleh:
Jarak titik A (0,1) dan C (cos (α+ β), sin (α+ β))
adalah
+
=

=1+1
=2
Jarak titik B (cos α, sin α) dan D (cos β, -sin β)
adalah
+
=

=( )

=2

Karena 벦 , maka diperoleh hubungan 2


=2
Jadi rumus untuk =

Sedangkan rumus untuk diperoleh dari


rumus dengan cara mengganti sudut
menjadi – .
=
=
=
=

Dari kedua rumus diatas diperoleh:


=

2) Rumus untuk sin (α ± β)


Rumus sinus jumlah dua sudut dapat dicari dengan
menggunakan rumus kosinus selisih dua sudut, yaitu
sebagai berikut:
=

=
= +

= sin cos 쭦 + cos sin


Jadi, = sin cos + cos sin
Selanjutnya, untuk mencari rumus dapat
dicari dengan mengubah menjadi – (cara seperti
diatas), maka akan diperoleh sin cos -
cos sin
Dari kedua rumus diatas diperoleh:
=
3) Rumus untuk tan
Rumus tangen jumlah dan selisih dua sudut dapat
diturunkan dari rumus jumlah dan selisih dua sudut sinus
dan kosinus. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

= =

= =

=
Dengan menggunakan cara yang sama, diperoleh:
=
2.1.4.2 Rumus trigonometri sudut rangkap dan tengahan
1) Sinus sudut rangkap
Sinus sudut rangkap dinyatakan dengan
Rumus ini diperoleh dari rumus sinus jumlah dua sudut.
Penjelasannya sebagai berikut:
= = sin cos + cos sin =2sin
cos
2) Kosinus sudut rangkap
Seperti pada sin 2α, rumus cos 2α dapat diperoleh
dari rumus kosinus jumlah dua sudut. Penjelasannya
sebagai berikut:
=
=
Dengan menggunakan identitas = 1,
maka akan diperoleh bentuk lain dari .
=
=
Selain itu cos 2α juga dapat dinyatakan dalam bentuk:
= (1- )- = 1-

Dari beberapa rumus di atas, maka diperoleh:


= = 1-
3) Tangen sudut rangkap
Rumus tan 2 dapat diperoleh dari rumus tan( +
) dengan mensubtitusikan = α, sehingga diperoleh:

tan 2 = tan( + ) = =
4) Trigonometri sudut tengahan
Rumus trigonometri sudut tengahan dapat diturunkan
dari rumus trigonometri sudut rangkap. Penjelasannya
adalah sebagai berikut;
= ………..(1)

=
Dengan menggunakan identitas tersebut dapat diturunkan

tiga identitas yang baru. Misalkan 2α = θ, maka α = .

Sehingga jika disubtitusikan α = ke persamaan (1) dan

(2) akan diperoleh: , =


atau

Sedangkan untuk diperoleh dengan menggunakan


hubungan: =±√
2.1.4.3 Rumus perkalian sinus dan kosinus
Rumus yang digunakan untuk mencari rumus perkalian
sinus dan kosinus adalah rumus jumlah dan selisih dua sudut.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Perkalian kosinus dan kosinus
cos(α + β) = cos α cos β – sin α sin β
cos(α- β) = cos αcos β+ sinαsinβ +
cos(α + β) + cos(α - β) = cos α cos β + cos α cos β
= 2 cos α cos β
Jadi, 2 cos α cos β = cos(α + β) + cos(α - β) atau
cos α cos β =
2) Perkalian sinus dan sinus
cos(α + β) = cos α cos β – sin α sin β
cos(α- β) = cos αcos β+ sinαsinβ -
cos(α + β) - cos(α - β) = – sin α sin β – sin α sin β
= – 2 sin α sin β
Jadi, – 2 sin α sin β = cos(α + β) - cos(α - β) atau
sin α sin β =
2.1.4.4 Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus
Rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan
kosinus dapat diperoleh dari rumus perkalian sinus dan
kosinus. Penjelasannya adalah sebagai berikut;
Seperti diketahui, rumus perkalian sinus dan kosinus adalah:
2 cos α cos β = cos(α + β) + cos(α - β)
2 sin α sin β = cos(α - β) - cos(α + β) = -(cos(α + β) - cos(α -
β))
2 sin α cos β = sin(α + β) + sin(α - β)
2 cos α sin β = sin(α + β) - sin(α - β)
Misal A = (α + β) dan B = (α - β) maka:
(A+B) = (α + β) + (α - β) = 2 α α=

(A-B) = (α + β) - (α - β) = 2 β β=
Bila permisalan di atas disubtitusikan pada rumus
perkalian sinus dan kosinus maka akan diperoleh rumus
penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus sebagai
berikut:
2.1.4.5 Aturan Sinus dan Kosinus
1) Aturan Sinus
Misalkan
maka ada sebuah
akan dapat segitiga,
dibuktikan [ ] ABC,
katakanlah
bahwa
yang secara simetri juga dapat diperoleh rumus sebgai
berikut:

[ ]

Jika rumus tersebut dibagi dengan pembagi maka

akan menghasilkan rumus sebagai berikut:

atau

Rumus inilah yang kemudian dinamakan aturan sinus.


2) Aturan Kosinus
Ketika kita tahu dua ukuran sisi dan juga sudut suatu
segitiga, maka ukuran dan bentuk segitiga tersebut dapat
ditentukan. Oleh sebab itu, ketiga sisinya juga dapat
ditentukan. Untuk lebih mudahnya maka segitiga
tersebut diletakkan pada suatu bidang koordinat sebagai
berikut;
Gambar 2.3 Segitiga pada bidang koordinat

Pada gambar di atas adalah ∆ABC dengan AB = c,


BC = a, dan CA= b, koordinat A(0,0), B(c,0) dan C(b cos
A, b sin A). Bila b, c dan sudut A diketahui ukurannya, lalu
koordinat dari tiap-tiap vertex (ujung) juga diketahui, maka
dapat pula ditentukan a, dan panjang ketiga sisi segitiga
tersebut dengan menggunakan rumus jarak. Rumus jarak
antara dua titik, misalkan P( ) dan
Q( ) adalah:

( )
Misalkan P( ) = B(c,0) dan Q( ) = C(b cos A, b
sin A), dengan menggunakan rumus jarak tersebut akan
diperoleh:

=
=
=
=
=
Karena BC = a, maka:
Rumus itulah yang kemudian dinamakan aturan
kosinus. Dengan cara yang sama akan diperoleh pula
rumus:
2.2 Penentuan Arah Kiblat
1. Pengertian Arah kiblat
Kata al-Qiblah terulang sebanyak 4 kali di dalam al-Qur’an.
Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata qobala-
yaqbulu yang berarti menghadap. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kiblat diartikan arah ke Ka’bah di Makkah (pada waktu
sholat) dan di dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai Ka’bah.
Sementara itu, dalam ensiklopedi hukum Islam kiblat diartikan
sebagai bangunan Ka’bah atau arah yang dituju kaum muslimin
dalam melaksanakan sebagian ibadah.
Masalah kiblat tiada lain adalah masalah arah, yakni arah
Ka’bah di Makkah. Arah Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap titik
atau tempat dipermukaan bumi dengan melakukan perhitungan dan
pengukuran. Oleh sebab itu, perhitungan arah kiblat pada dasarnya
adalah perhitungan untuk mengetahui guna menetapkan ke arah
mana Ka’bah di Makkah itu dilihat dari suatu tempat di permukaan
bumi ini. Sehingga semua gerakan orang yang sedang
melaksanakan ibadah sholat, baik ketika berdiri, ruku’, maupun
sujud selalu berimpit dengan arah yang menuju Ka’bah.
Arah kiblat setiap tempat itu berbeda-beda, tergantung pada
letak tempat tersebut. Apakah tempat tersebut terletak di sebelah
timur, selatan, barat, ataukah utara bangunan Ka’bah yang terletak
di kota Makkah. Bila suatu tempat itu terletak di sebelah barat
Ka’bah maka arah kiblatnya adalah mengahadap ke timur, bila terletak
di sebelah timur Ka’bah maka arah kiblatnya adalah menghadap ke
barat. Begitu juga dengan tempat yang terletak di sebelah utara dan
selatan Ka’bah maka arah kiblatnya menghadap ke selatan dan utara.
Hal demikian didasarkan pada peta atau gambar bumi yang ada. Akan
tetapi sebenarnya tidak mesti demikian. Salah satu contohnya adalah
arah kiblat kota Sanfransisco
sebesar
artinya orang-orang di Sanfransisco ketika
melaksanakan sholat menghadap ke arah utara serong ke timur
sebesar . Padahal kota Sanfransisco berada di sebelah
barat kota Makkah. Hal demikian dapat terjadi karena bentuk bumi
yang tidak datar seperti di peta.
Sementara yang dimaksud dengan arah kiblat adalah arah
atau jarak terdekat sepanjang lingkaran besar yang melewati kota
Makkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang bersangkutan. Dengan
demikian tidak dibenarkan misalkan orang-orang Jakarta melakukan
sholat menghadap ke arah timur serong ke selatan sekalipun bila
diteruskan juga akan sampai kota Makkah. Sebab jarak terdekat ke
Makkah bagi orang yang di Jakarta adalah arah barat serong ke utara
sebesar Persoalan arah kiblat erat kaitanya
dengan letak geografis suatu tempat, berapa derajat jarak suatu
tempat dari khatulistiwa yang lebih dikenal dengan istilah lintang
( ) dan berapa derajat letak suatu tempat dari garis bujur (λ).
Lintang tempat ( ) diukur dari garis khatulistiwa ke arah kutub bumi
(dari khatulistiwa sampai ke suatu tempat), lintang yang berada di
sebelah utara khatulistiwa disebut lintang utara diberi tanda (+) yang
berarti positif, Sedangkan yang berada di sebelah selatan
khatulistiwa disebut lintang selatan dan diberi tanda (-) yang berarti
negatif. Sementara garis khatulistiwa adalah 0°.
Bujur tempat (λ) biasanya diukur dari meridian Greenwich di
Inggris sebagai titik pusat garis bujur. Garis bujur dari kota Greenwich
ke arah barat di sebut dengan bujur barat dan bertanda positif (+) dari
0° sampai dengan 180°. Sebaliknya, garis bujur dari kota Greenwich
ke arah timur di sebut bujur timur yang bertanda (-). Jadi garis bujur
diukur dari 0° sampai dengan 180°, baik ke arah barat maupun ke
arah timur. Hal ini berarti bujur timur dan bujur
barat yang diukur dari 0° berlawanan arah bertemu pada meridian
180° sebagai batas penanggalan (date line) internasional.
Kesimpulan yang dapat diterik dari uraian di atas adalah bahwa
definisi arah kiblat pada dasarnya adalah arah menghadap sebuah
bangunan yang bernama Ka’bah yang berada di kota Makkah.
Bagi orang muslim, ketika mereka sedang melaksanakan sholat maka
wajib hukumnya menghadap kiblat. Sedangkan untuk menentukan
arah kiblat tidak hanya sekadar ditentukan berdasarkan arah pada peta
saja. Namun, perlu adanya perhitungan dan prosedur untuk
menentukan arah kiblat tersebut. Teori untuk perhitungan arah kiblat
yang sudah ada adalah trigonometri bola, geodesi dan navigasi.

2. Metode Penentuan Arah Kiblat


Metode untuk menentukan arah kiblat ada yang secara alami
dan ada pula yang menggunakan alat bantu. Secara alami biasanya
adalah menggunakan cahaya matahari atau bintang. Sedangkan yang
menggunakan alat bantu diantaranya adalah dengan menggunakan alat
seperti kompas, theodolit, global positioning system (GPS), segitiga
kiblat dan lain-lain. Metode penentuan arah kiblat juga mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan zaman dan kecanggihan
teknologi. Aplikasi modern yang digunakan sebagai metode untuk
menentukan arah kiblat diantaranya adalah aplikasi google earth, qibla
locator, mizwala dan lain sebagainya.
a) Metode melihat benda-benda langit
Menggunakan benda langit sebagai pedoman penentuan arah
kiblat sebenarnya sudah tampak pada masa nabi dan para
sahabatnya. Pada zaman itu, ketika nabi berada di Madinah, nabi
melaksanakan ibadah sholat dengan berijtihad menghadap ke
arah selatan. Hal ini dikarenakan posisi atau letak kota Madinah
yang berada di sebelah utara kota Makkah, sehingga arah
kiblatnya menghadap ke selatan. Kemudian nabi mengatakan
dalam salah satu haditsnya bahwa “antara timur dan barat
terletak kiblat (Ka’bah)”. Acuan menghadap arah selatan inilah
yang dijadikan patokan arah kiblat oleh kaum muslimin di
berbagai wilayah. Tidak hanya di Andalusia, di Syiria dan
Palestina, patokan arah selatan menjadi acuan utama arah kiblat,
tapi juga Masjidil Aqsha (berdiri 715 M) yang dibangun hampir
tepat menghadap selatan. Masjid ini bertahap selama beberapa
abad. Bahkan melalui penelitian dan perhitungan praktisi falak
dengan sumbangsih data geografi, terbukti bahwa arah kiblat di
Quds (Palestina) terletak sekitar 45 derajat bujut timur menuju
barat.
Adapula masjid Amru bin Ash, masjid yang pertama berdiri
di Mesir dan terletak di Fushthath berpedoman pada arah
terbitnya matahari pada solstice (titik balik matahari) musim
dingin. Patokan ini berkembang dan bertahan selama kurun abad
pertengahan. Masjid al-Khalifah al-Hakim dan masjid al-Azhar
terhitung sebagai masjid pertama yang dibangun pada masa dinasti
Fatimiyah yang ternyata melenceng 10 derajat. Kemudian ada
seorang ahli falak Mesir yaitu Ibnu Yunus yang menemukan
bahwa kiblat sebenarnya berada pada 37 derajat lintang selatan
menuju timur berdasarkan hitungan matematika astronomi.
Sedangkan di Iraq, masjid-masjid dibangun tepat menghadap
arah terbenamnya matahari pada solstice musim dingin dengan
menjadikannya searah dengan arah tembok utara-timur tiang
Ka’bah dimana jika seseorang berdiri menghadap tiang tersebut,
maka secara persis akan menghadap arah terbenamnya matahari
di musim tersebut.
Pada abad pertengahan, penentuan arah kiblat pada
umumnya memakai empat pola pergerakan angin. Di samping itu
juga menggunakan petunjuk arah munculnya bintang Canopus
(najm suhayl) yang kebanyakan terbit di belahan bumi bagian
selatan. Sedangkan di tempat lain, arah kiblat ditentukan melalui
arah terbitnya matahari pada solstice musim panas.
Pada zaman para sahabat, kedudukan bintang-bintang dan
matahari dimanfaatkan sebagai petunjuk arah untuk menentukan
arah kiblat. Di tanah Arab, bintang utama yang dijadikan rujukan
dalam penentuan arah adalah bintang Qutbi/Polaris (bintang
utara), yaitu satu-satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah
utara bumi. Dengan bantuan bintang ini dan beberapa bintang lain,
arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah. Rasi bintang yang lain
yang dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat adalah rasi
bintang orion. Pada rasi ini terdapat tiga bintang yaitu, mintaka
alnilam alnitak. Arah kiblat dapat ditentukan dengan
memanjangkan arah tiga bintang berderet ke arah barat. Rasi
bintang orion ini akan berada di langit Indonesia ketika waktu
subuh pada bulan Juli dan kemudian akan kelihatan lebih awal
pada bulan Desember.
Adapun bintang yang paling dekat dengan bumi adalah
matahari. Bayangan dari bintang matahari ini dapat digunakan
untuk penentuan titik koordinat (lintang dan bujur) suatu tempat
yang berada di permukaan bumi ini. Di samping itu, bintang
matahari juga digunakan untuk menentukan arah kiblat pada
beberapa waktu yang diperhitungkan dengan metode rashdul kiblat
dan penentuan posisi azimuth matahari untuk mengetahui arah
kiblat dengan menggunakan berbagai alat bantu.
b) Metode dengan alat bantu
Penentuan arah kiblat selain menggunakan metode melihat
benda-benda langit juga dapat menggunakan metode dengan alat
bantu. Setelah mengetahui azimuth kiblat, maka untuk aplikasi
penentuan arah kiblat dapat digunakan alat bantu seperti kompas,
astrolabe, rubu’ mujayyab, busur derajat, theodolit.
1) Kompas
Kompas adalah alat penunjuk arah mata angin oleh
jarum yang ada padanya. Jarum kompas ini terbuat dari
logam magnetis yang dipasang sedemikian rupa sehingga
dengan mudah bergerak menujukkan arah utara. Hanya saja
arah utara yang ditunjukan olehnya bukan arah utara sejati
(titik kutub utara), sehingga untuk mendapatkan arah utara
sejati perlu adanya koreksi deklinasi kompas terhadap arah
jarum kompas.
Deklinasi kompas sendiri juga selalu berubah-ubah
tergantung pada posisi tempat dan waktu. Oleh karenanya,
pengukuran arah kiblat dengan kompas seperti ini memerlukan
ekstra hati-hati dan penuh kecermatan. Mengingat jarum
kompas itu kecil dan peka terhadap daya magnet. Untuk
mendapatkan informasi tentang deklinasi kompas dapat
menghubungi BMG (Badan Metereologi dan Geofisika).
Kompas sebagai alat bantu untuk menentukan arah
kiblat macamnya juga ada beberapa jenis. Di antaranya
adalah kompas transparan, kompas magnet dan kompas
kiblat.

Gambar 2.4 Kompas


2) Astrolabe
Astrolabe merupakan alat perhitungan yang penting
pada abad pertengahan bertepatan dengan awal-awal
renaisains. Asteolabe merupakan peralatan yang digunakan
untuk mengukur kedudukan benda langit pada bola langit. Alat
ini diciptakan oleh orang Arab dan pada umumnya terdiri
dari satu buah lubang pengintai dan dua buah piringan dengan
skala derajat yang diletakan sedemikian rupa untuk
menyatakan ketinggian dan azimuth suatu benda langit.
Astrolabe berfungsi seperti computer analog, untuk
memecahkan banyak masalah astronomi dan persoalan
penentuan waktu. Selain untuk menentukan waktu sholat dan
arah Makkah, astrolabe pada abad pertengahan dengan
piringan yang dapat diganti-ganti, yang disesuaikan untuk
penggunaan pada lokasi geografi yang berbeda, dapat
dimanipulasi untuk memberikan berbagai bentuk data
penentu waktu dan perputaran tahunan benda-benda langit,
pengukuran di atas bumi, dan informasi astrologi.

Gambar 2.5 Astrolabe


3) Rubu’ Mujayyab (Kuadrant)
Rubu’ mujayyab dibuat oleh seorang ahli falak Syiria
bernama Ibnu Asy-Syatir pada abad ke 14. Melihat alat ini
perputaran harian yang terlihat pada ruang angkasa dapat
disimulasikan dengan gerakan benang yang terletak di pusat
alat ini. Sebuah bandul yang bergerak pada benang ke posisi
yang berhubungan dengan matahari atau bintang tertentu
dapat dibaca pada tanda-tanda dalam kuadrant. Alat ini jauh
lebih mudah digunakan untuk memecahkan masalah-masalah
standar pada astronomi ruang untuk garis lintang tertentu.
Rubu’ mujayyab pada dasarnya digunakan untuk
menentukan arah kiblat setelah diketahui arah utara dengan
mengaplikasikan sudut kiblat yang sudah diperhitungkan.
Alat ini mulai dikembangkan oleh kaum muslimin di mesir
pada abad ke 11 dan 12. Sedangkan pada abad 16 alat ini
telah menggantikan astrolabe di dunia muslim kecuali di Persia
dan India.

Gambar 2.6 Rubu’ Mujayyab


4) Busur Derajat
Busur derajat atau yang sering dikenal dengan nama
busur merupakan alat pengukur sudut yang berbentuk setengah
lingkaran (sebesar 180°). Busur juga bisa berbentuk lingkaran
(sebesar 360°). Cara penggunaan busur hampir sama dengan
rubu’ mujayyab, yaitu cukup dengan meletakkan pusat busur
pada titik perpotongan garis utara- selatan dan barat-timur.
Kemudian tandai berapa derajat sudut kiblat tempat yang
dicari. Tarik garis dari titik pusat menuju tanda dan itulah arah
kiblat.
5) Theodolit
Teodolit merupakan instrument optik survei yang
digunakan untuk mengukur sudut dan arah yang dipasang
pada tripod. Sampai saat ini theodolit dianggap sebagai alat
yang paling akurat di antara metode-metode yang sudah ada
dalam penentuan arah kiblat. Dengan bantuan pergerakan
benda langit yaitu matahari, theodolit dapat menunjukan
sudut hingga satuan detik busur. Dengan mengetahui posisi
matahari yaitu memperhitungkan azimuth matahari, maka
utara sejati ataupun azimuth kiblat dari suatu tempat akan dapat
ditentukan secara akurat.Theodolit dilengkapi dengan
teropong yang mempunyai pembesaran lensa yang bervariasi,
juga ada yang sudah menggunakan laser untuk
mempermudah dalam penunjukan garis kiblat.
Oleh karena itu penentuan arah kiblat dengan
menggunakan alat ini akan menghasilkan data yang akurat.

Gambar 2.7 Theodolit

3. Teori Penentuan Arah Kiblat


1) Teori Trigonometri Bola
Teori trigonometri bola dapat digunakan untuk menentukan
arah kiblat dengan menggunakan rumus segitiga bola untuk
menentukan sudut yang dibentuk dari dua titik yang berada di atas
bumi. Keberadaan bumi yang mendekati bentuk bola
memudahkan penentuan perhitungan arah atau jarak sudut suatu
tempat dihitung dari tempat lain. Oleh karena itu, teori
trigonometri bola dapat digunakan dalam penentuan arah kiblat.
Teori trigonometri bola berbeda dengan trigonometri bidang
datar. Dalam trigonometri bola membahas sudut-sudut segitiga
yang diaplikasikan pada bidang bola. Sedangkan trigonometri
bidang datar membahas sudut-sudut segitiga yang diaplikasikan
pada bidang datar. Trigonometri bidang datar hanya terbatas
pada perhitungan segitiga siku-siku bidang datar. Sedangkan
trigonometri bola lebih komplek karena banyak berkaitan
dengan posisi bumi, matahari, bulan dan sebagainya. Saat ini teori
trigonometri bola banyak digunakan untuk perhitungan arah
kiblat, waktu sholat, awal bulan qamariyah dan lain-lain.
Teori ini juga sangat bermanfaat sekali terkait dengan aplikasi
dalam perhitungan ilmu falak dan astronomi. Rumus-rumus
yang digunakan dalam penentuan arah kiblat dengan trigonometri
bola adalah sebagai berikut:
a) yang dapat
disederhanakan menjadi:

Keterangan:

b)

c)

d) dan
2) Teori Geodesi
Di samping teori trigonometri bola (sperical trigonometry),
teori geodesi juga sangat membantu dalam hal penentuan arah
kiblat. Konsep dari teori geodesi juga mengacu pada bentuk bumi.
Kalau pada teori trigonometri bola bentuk bumi diasumsikan
bulat seperti bola, sedangkan dalam teori geodesi bentuk bola
diasumsikan tidak bulat seperti bola namun memakai
pendekatan ellipsoida.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), definisi
geodesi adalah cabang dari geologi yang menyelidiki tentang
ukuran dan bangun bumi. Geodesi juga didefinisikan sebagai ilmu
mengukur tanah. Sedangkan definisi geodesi berdasarkan definisi
klasik dan modern adalah sebagai berikut:
a) Definisi Klasik:
Menurut (Helmert: 1880), geodesi adalah ilmu tentang
pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Torge (1980)
mendefinisikan, bahwa geodesi tak hanya mencakup
permukaan bumi saja, tetapi juga mencakup permukaan
dasar laut.
Meskipun teori klasik tersebut sampai batas tertentu masih
berlaku, tetapi ia tidak dapat menampung perkembangan ilmu
geodesi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
b) Definisi Modern:
Definisi geodesi menurut (OSU: 2001), geodesi adalah
bidang ilmu inter-disipliner yang menggunakan pengukuran-
pengukuran permukaan bumi serta dari wahana pesawat dan
wahana angkasa untuk mempelajari bentuk dan ukuran bumi,
planet-planet dan satelitnya, serta perubahan- perubahannya,
menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari titik-
titik ataupun objek-objek dari permukaan bumi atau yang
mengorbit bumi dari planet-
planet dalam suatu sistem referensi tertentu; serta
mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk berbagai
aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan menggunakan
matematika, fisika, astronomi, dan ilmu komputer.
Menurut (Rinner: 1997), geodesi adalah disiplin
ilmu yang mempelajari tentang pengukuran dan
perepresentasian dari bumi dan benda-benda langit lainnya,
termasuk medan gaya beratnya masing-masing, dalam ruang
tiga dimensi yang berubah dengan waktu.
Sedangkan (Vanisek dan Krakiwsky: 1986)
mengklarifikasikan tiga bidang kajian utama dari ilmu
geodesi yaitu; penentuan posisi, penentuan medan gaya
berat dan variasi temporal dan posisi medan gaya berat
dimana domain spasialnya adalah bumi beserta benda benda
langit lainnya. Pada dasarnya setiap bidang kajian di atas
mempunyai spektrum yang sangat luas, dari teoritis sampai
praktis, dari bumi sampai benda-benda langit lainnya, dan
juga mencakup matra darat, laut, udara, dan juga luar angkasa.
Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa
definisi di atas adalah bahwa pada dasarnya geodesi
merupakan ilmu ukur tanah atau bumi. Namun pada
perkembangan selanjutnya geodesi tidak hanya terbatas
pada permukaan bumi saja melainkan permukaan laut juga,
bahkan planet-planet dan satelitnya. Di samping itu, geodesi
juga dapat menentukan secara teliti posisi serta kecepatan dari
titik-titik ataupun obyek-obyek dari permukaan bumi atau
yang mengorbit bumi dari planet-planet dalam suatu sistem
referensi tertentu serta mengaplikasikan pengetahuan
tersebut untuk berbagai aplikasi ilmiah dan rekayasa dengan
menggunakan matematika, fisika,
astronomi, dan ilmu komputer. Perhitungan yang digunakan
untuk menentukan arah kiblat dengan teori geodesi adalah
metode vincenty yaitu perhitungan jarak yang menggunakan
bentuk matematis bola berjari-jari irisan normal dan
berazimuth. Sedangkan rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
3) Teori Navigasi
Navigasi merupakan seni dan ilmu perjalanan secara aman
dan efesien dari suatu tempat ke tempat lain. Navigasi
(navigation) berasal dari kata navis yang artinya kapal dan agire
yang berarti pemandu. Sehingga menurut orang dahulu navigasi
diartikan sebagai seni dan ilmu menuntun kapal laut dalam
berlayar.
Sedangkan definisi navigasi berdasarkan kamus besar
bahasa Indonesia adalah: n 1. Pengetahuan (tentang posisi,
jarak, dsb) untuk menjalankan kapal laut, pesawat dsb dari
suatu tempat ke tempat yang lain. n 2. Tindakan menempatkan
haluan kapal atau arah terbang. n 3. Pelayaran, penerbangan,
navigasi kutub: himpunan teknik navigasi, khusus disesuaikan
untuk daerah kutub yang berbeda dengan daerah lain sehingga
memerlukan modivikasi dalam prinsip navigasi.
Teori navigasi yang terkait dengan penentuan arah kiblat pada
dasarnya difokuskan pada konsep peta yang ada dalam navigasi.
Ini bisa diketahui dari peta khusus buatan Islam untuk
mencari sudut kiblat. Ditemukan dalam salinan yang unik dari
sebuah risalah pada astronomi rakyat oleh Siraj al- Dunya al-Din,
yang disusun pada tahun 607 H. Dalam hal ini menghubungkan
lokalitas seseorang ke Makkah dan ukuran kecenderungan untuk
meredian lokal seseorang. Meskipun masih sederhana, sistem
kerja ini masih cukup baik untuk daerah seperti Mesir dan
Iran. Namun arah peta di sekitar Horizon terlihat kasar karena
terkait dengan terbit surya. Peta tersebut merupakan contoh unik
kombinasi antara kartografi, matematika dan astronomi. Teori
navigasi pada aplikasinya juga merupakan teori yang digunakan
untuk perjalanan menuju suatu tempat. Beberepa istilah yang erat
dengan teori ini yakni tentang navigasi loxodromoc (mercartor
navigation) yang
memiliki arti jalur serong yang mengikuti arah tetap (misalnya
merujuk pada utara sebenarnya) sehingga di peta mercator
(peta datar) tampak jalurnya lurus, meskipun jalur sebenarnya
dipermukaan bumi itu melengkung. Istilah lainnya adalah
navigasi orthodromic yang memiliki arti jalur lurus yang
mengikuti arah lurus dipermukaan bumi, walau sudut arahnya
(relatif terhadap garis bujur, selalu berubah). Dalam trigonometri
bola, jalur tersebut mengikuti lingkaran besar (lingkaran yang
titik pusatnya di pusat bola, bumi).
2.3 Penelitian yang Relevan
Seperti halnya pada penelitian-penelitian lainnya, dalam penelitian
ini juga harus mempertimbangkan penelitian yang relevan. Penelitian
yang relevan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk mendukung
penelitian yang dilakukan oleh seseorang. Dalam kesempatan penelitian
ini terdapat beberapa buku, jurnal, skripsi dan disertasi yang masih relevan
dengan penelitian ini sehingga dapat dijadikan sebagai literasi dalam
proses penulisan penelitian.
Adapun buku, jurnal dan disertasi tersebut penjelasannya secara
berturut- turut ialah sebagai berikut:
1. Dalam penelitian individual yang dilakukan oleh ( Izzuddin:
2011), dengan judul penelitian Abu Raihan Al-Biruni dan Teori
Penentuan Arah Kiblat (Studi Penelusuran Asal Teori Penentuan
Arah Kiblat), yang menjelaskan teori-teori penentuan arah kiblat
yaitu teori trigonometri bola dan teori geodesi. Kedua teori
tersebut dalam aplikasinya menggunakan rumus trigonometri.
Dalam penelitiannya, izzuddin menjelasan tentang rumus trigonometri
apa saja yang dipakai dan bagaimana penerapannya masih dibahas
dalam garis besarnya.
2. Disertasinya Izzuddin (2011), dengan judul Kajian Terhadap
Metode- Metode Penentuan Arah Kiblat dan Akurasinya juga
membahas teori- teori penentuan arah kiblat. Dalam disertasinya itu,
teori-teori penentuan arah kiblat dijelaskan secara detail.
Namun pembahasannya masih belum mengarah pada
spesifikasi rumus trigonometri apa saja yang dipakai dan
bagaimana penerapannya. Dalam disertasi tersebut
pembahasannya lebih fokus pada tingkat akurasinya dari ketiga teori
penentuan arah kiblat yang ada yaitu teori trigonometri bola, teori
geodesi dan teori navigasi.
3. Jurnal dengan judul “Penerapan Konsep Trigonometri Segitiga Bola
Terhadap Penentuan Arah Qiblat” karya Wahyuni Hunowu, Jurusan
Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Gorontalo. Dalam jurnal tersebut dijelaskan mengenai penentuan
arah kiblat dengan menggunakan metode trigonometri segitiga bola.
Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan terkait turunan rumus
trigonometri bola tersebut.
4. E-book/ pdf, Algebra and Trigonometry Review Material dan E-
book/pdf, Algebra 2 and Trigonometry yang menjelaskan tentang
konsep trigonometri dan aljabar.

Setelah melihat penelitian relevan yang dicantumkan penulis,


dalam hal ini penulis akan memposisikan penelitiannya dengan
penelitian yang relevan diatas. Penulis akan meneliti seperti yang
tercantum pada rumusan masalah yaitu seperti apa rumus
trigonometri bola yang digunakan pada penetuan arah kiblat. Pada
rumusan tersebut peneliti akan menjelaskan terkait turunan rumus,
dimulai dari rumus dasar hingga ditemukannya rumus trigonometri
bola yang digunakan untuk penentuan arah kiblat oleh Lembaga
Falakiyah Nahdlotul Ulama Kabupaten Cirebon. Kemudian
penerapan rumus trigonometri bola tersebut dalam penentuan arah
kiblat di Kota Cirebon, tepatnya di Masjid Aljamiah IAIN Syekh
Nurjati Cirebon. Yang terakhir adalah penulis akan menjelaskan
mengenai ketepatan penentuan arah kiblat menggunakan rumus
tersebut dengan membandingkan antara rumus trigonometri bola
dengan teori navigasi dan dengan cara Rashdul Kiblat.

Anda mungkin juga menyukai