Anda di halaman 1dari 18

RUMAH LINGKUNGAN BIOFLOG IKAN NILA

DI KOTA SURABAYA

TUGAS KELOMPOK MAHASISWA BARU

KELOMPOK 3 (Kunci Inggris)

KETUA : NURIL SANIA BACHRI


ANGGOTA : 1.
2.
3.
4.

UNIVERSITAS MUHAMADYAH SURABAYA

2019/2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat allah subhanahutaallah karena berkat
karunia dan anugerahNYA maka makalah kami dapat diselesaikan dengan dengan
baik dan tepat sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh panitia penerimaan
mahasiswa baru dengan judul “RUMAH LINGKUNGAN BIOFLOG DI KOTA
SURABAYA”. Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan dan kekeliriuan, untuk itu saran dan kritik dari teman maupun senior
kami dapat menerimanya demi kritikan dan saran untuk membangun dan
memperbaiki tulisan ini.

Demikian karya tulis dari kami semoga dapat diterima oleh pihak yang
ingin membangun rumah yang ramah lingkungan.

Surabaya, 13 September 2019

Penulis,

( Kelompok MABA)

DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Surabaya saat ini merupakan kota metropolitan kedua di Indonesia setelah


ibukotaNegara kita yaitu Jakarta,Luas wilayah Kota Surabaya adalah 52.087
Ha,dengan luasdaratan 33.048 Ha atau 63,45% dan selebihnya sekitar 19.039 Haatau
36,55% merupakanwilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Jumlah penduduk KotaSurabaya hingga Desember 2011 adalah sejumlah 3.023.680
jiwa. Komposisi pendudukkota Surabaya pada Tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin
adalah sebanyak 1.517.070jiwa penduduk laki-laki (50,18%) dan 1.506.610 (49,82%)
jiwa penduduk perempuanSurabaya menjelma menjadi kota yang mengalami
pertumbuhan ekonomi danpembangunan infrastruktur yang sangat pesat
pembangunannya, diantaranya pembangunanyang bisa kita amati dalam kurun waktu
5 tahun terakhir ini. Dimana dengan dibangunnyajembatan yang menghubungkan
antara Surabaya-Madura atau biasa disebut JembatanSuramadu, disisi lain
pembangunan juga dilakukan di bandara Juanda Surabaya, dimanabaru-baru ini telah
dibangun terminal 2 yang ada di Bandara Juanda Surabaya. (sumberBappeko
Surabaya)
Menurut Bapak H. Imam Utomo. S (2003)yang pernah menjabat sebagai
Walikota Surabaya,yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan bagi kota
Surabaya adalah pembangunan yang mempertimbangkan keseimbangan aspek social,
ekonomi, lingkungan dan kebutuhan sumberdaya baik untuk generasi sekarang dan
generasi berikutnya yang akan memberikan manfaat social, ekonomi dan lingkungan
baik secara local, nasional maupun secara global melalui berbagai
upayamasyarakatdan Pemerintah. Perencanaan pembangunan berkelanjutan yang
dilaksanakan, masih menurut Utomo(2003) mempunyai tiga tujuan utama,
yaitu:1.Economically viable, pembangunan ekonomi yang dinamis dan terus
hidup2.Socially-politically acceptable and culturally sensitive, pembangunan yang
secara social politis dapat diterima serta peka terhadap aspek-aspek
budaya3.Environmental friendly, ramah lingkungan

Yokatta Wonderful Indonesia Tourism Awards 2018 yang diselenggarakan


oleh Kementerian Pariwisata ini sudah memasuki puncaknya pada tanggal 20 Juli
kemarin. Awards Kota Pariwisata Terbaik ini jatuh kepada Kota Surabaya. Ibu kota
Jawa Timur ini dinilai memiliki komitmen, performansi, inovasi, kreasi, dan
leadership. “Pertumbuhan (pariwisata) di Surabaya ini mencapai 40%,” ujar Menteri
Pariwisata, Arief Yahya seperti dilansir dari Kompas.com.

Dengan adanya peningkatan kunjungan pariwisata di kota Surabaya maka


akan terjadi pertumbuhan perumahan, rumah makan, restoran dan hotel, hal inilah
yang memicunya permintaan konsumsi ikan untuk kebuthan kunjungan pariwisata.
Kota Surabaya setiap tahun lahan untuk pembangunan rumah semakin terbatas hal
inilah yang menyebabkan terjadinya terjadinya kota yang tidak ramah lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka kami kelompok mahasiswa baru


(MABA) ingin mengajukan karya ilmiah tentang “Rumah Lingkungan Bioflog Ikan
Karper di Kota Surabaya.

1.2. Maksud dan Tujuan.


Maksud dari penulisan karya ilmiah adalah :
1. Bagaimana Membangun Rumah yang Ramah Lingkungan di Kota
Surabaya
2. Bagamana Membuat Bioflog ikan karper di halaman rumah yang ramah
lingkungan.
1.3. Tujuan adalah :
1. Untuk mengetahui membangun rumah yang ramah lingkungan di kota
Surabaya
2. Untuk mengetahui membuat Bioflog ikan karper di ha;aman rumah yang
ramah lingkungan.

3. KAJIAN PUSTAKA

Dalam konsep mendesain rumah ramah lingkungan, yang patut diperhatikan


pada tahap awal adalah masalah desain rumah itu sendiri, bagaimana penataan ruang
(denah), tata letak dan bentuk bangunan, bagaimana keselarasan dengan alam
maupun lingkungan sekitar. Metode yang dapat dilakukan yaitu mengalokasikan 30-
40% dari luas lahan untuk dijadikan ruang terbuka hijau, bisa ditanami dengan
rumput atau berbagai tanaman lainnya. Namun, Ruang terbuka hijau sebaiknya
ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi udara secara signifikan
(Dwiyanto, 2009).
Dalam perancangan bangunan, sering kali keselarasan desain dengan alam
kurang diperhatikan, dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam dan penggunaan
teknologi yang tidak ramah terhadap alam. Oleh karena itu, perancangan bangunan
ternyata juga mempunyai andil besar memicu pemanasan global dan berakibat pada
turunnya kualitas hidup manusia. Dari semua gejala alam yang sudah terjadi, kini
sudah saatnya perancangan bangunan, lebih memahami alam melalui pendekatan dan
pemahaman terhadap perilaku alam lebih dalam agar tidak terjadi kerusakan alam
yang lebih parah. Sasaran utama dari upaya ini adalah tidak memperparah pemanasan
global, melalui upaya rancangan arsitektur yang selaras dengan alam serta
memperhatikan kelangsungan ekosistem, yaitu dengan pendekatan ekologi. Frick
(1998) banyak menjelaskan mengenai konsep arsitektur ekologis atau disebut juga
eko-arsitektur. Eko arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam
arsitektur, karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran
baku. Namun, eko-arsitektur mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan
alamnya.

Rumah tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia (primer)
disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai kebutuhan dasar
karena merupakan unsur yang harus dipenuhi guna menjamin kelangsungan hidup
manusia.Rumah menjadi tempat berlindung dari cuaca dan lingkungan sekitar yang,
menyatukan keluarga, meningkatkan tumbuh kembang manusia, dan menjadi bagian
dari gaya hidup (Wicaksono, 2009:3). Rumah diharapkan mampu memberikan
kenyamanan bagi penghuninya, baik itu secara psikis maupun fisik. Kenyamanan
psikis berkaitan dengan aspek kepercayaan, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
Kenyaman psikis lebih bersifat kulitatif, yaitu suatu kesenangan secara jiwa. Adapun
kenyamanan fisik lebih bersifat luas dan dapat diukur secara kuantitatif. Secara
umum kenyamanan fisik dapat dibagi menjadi empat jenis, yakni kenyamanan spatial
(ruang), kenyamanan visual (pengelihatan), kenyamanan audial (pendengaran) dan
kenyamanan thermal (termis/suhu) (Karyono, 2013:107).

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2010), bangunan


dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan apabila memenuhi kriteria
berikut yaitu :
a. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan.
b. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk konservasi sumber daya air
dalam bangunan gedung.
c. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi.
d. Menggunakan bahan yang bukan bahan perusak ozon dalam bangunan gedung.
e. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada
bangunan gedung.
f. Terdapat fasilitas pemilahan sampah,
g. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan antara lain:
1) Melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih;

2) Memaksimalkan penggunaan sinar matahari.


h. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan tapak berkelanjutan.
i. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana alam.
j. Menggunakan material bangunan yang tahan terhadap iklim atau cuaca ekstrim
intensitas hujan yang tinggi, kekeringan dan suhu tinggi

Ada beberapa cara teknologi budidaya ikan lele yang dilakukan untuk
meningkatkan produksi ikan lele salah satunya adalah metode Bioflok.n Suparno dan
Muhammad Qosim telah mengembangkan metode bioflok dalam meningkatkan
produksi dan kualiats ikan lele. Ikan lele yang dihasilkan 2000 ekor/m3dibandingkan
dengan metode konvesional hanya menghasilkan 100 ekor/m3.Olehsebab itu,
pelatihan ini dilakukan dengan menggunakan metode bioflok.Nadya Adharani dkk
(2016) mendapatkan bahwa metode bioflok dapat memperbaiki kualitas air yang
dilihat dari penuruan konsentrasi parameter TAN, amoniak, nitrit dan nitrat.
Metodebioflok adalah salah satu metode alternatif dalam menyelesaikan masalah
kualitas air buangandalam budidaya ikan lele. Bioflok berasal dari kata biosyang
artinya kehidupan dan flockyang bermakna gumpalan, sehingga bioflok adalah
kumpulan dari berbagai jenis organisme seperti jamur, bakteri, algae, protozoa,
cacing, dan lain lain, yang tergabung dalamgumpalan. Teknologi bioflok atau lumpur
aktif merupakan adopsi dari teknologi pengolahanbiologis air limbah lumpur
aktifdengan menggunakanaktivitas mikroorganismeuntuk meningkatkan carbon dan
nitrogen (Suprapto, 2013).Mikroorganisme yang dilibatkan dalam sistem bioflok
adalah bakteri Salah satu bakteri yang ada dalam metode bioflok adalah jenis
Bacillus( Aiyushirota, 2009). Menurut Avnimelech, 1999 penambahan materi karbon
bakteri heteretof dapat mengubah nitrogen anorganik yang berasal dari feses dan
pakan menjadi protein sel tunggal sehingga dapat dimanfaatkan menjadi sumber
pakan bagi ikan.Sehingga metode bioflok digunakan dalam kegiatan ini.

Metode bioflok digunakan dalam kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi


penggunaan air dalam budidaya ikan lele, mengurangi pembuangan air kelingkungan
serta untuk meningkatkan produktifitas ikan lele yang dihasilkan oleh para peternak
lele.METODEKegiatan budidaya ikan lele dengan menggunakan metode bioflok
dilakukan di desa Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara.
Untuk mengurangi penguunaan air dan meningkatkan kualitas air, kolam berbentuk
bundar sebanyak 2 (dua) buah kolam. Kolam tersebut di isi dengan air penuh.
Selanjutnya dilakukan pembuatan bahan bioflok.

Perkembangan teknologi budidaya udang intensif disinyalir ikut memberi


kontribusi terhadap kerusakan lingkungan, karena proses budidaya menghasilkan
limbah yang bersumber dari pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme.
Penggunaan lahan, air, konversi hutan mangrove, berkurangnya biodeversity dan
penggunaan energi fosil menjadi perhatian dalam kegiatan usaha budidaya udang
(Diana, 2009). Untuk mengurangi dampak negatif limbah budidaya terhadap
lingkungan, budidaya udang dapat dilakukan dengan sistem zero exchange water
sehingga dapat mengurangi resiko pencemaran oleh limbah budidaya (Crab, et al.
2009). Pengendalian jumlah ammonia dapat dilakukan dengan penerapan teknologi
bioflok (Avnimelech, 1999). Bioflok terbentuk pada kondisi aerob sehingga
konsentrasi oksigen terlarut harus selalu terpenuhi, dibutuhkan asupan energi listrik
yang cukup untuk menggerakan kincir air agar proses pencampuran air dapat
mempertahankan suspensi flok mikroba dan mengkondisikan proses-proses aerobik
dalam perairan tambak berjalan optimal. Ebeling et al (2006) menjelaskan bahwa
untuk setiap gram nitrogen amonium yang diubah menjadi biomassa mikroba
heterotrofik membutuhkan oksigen terlarut sebesar 4,71 g, alkalinitas 3,57 g dan
15,17 g karbohidrat, dan akan menghasilkan 8,07 g biomassa mikroba serta 9,65 g
karbon dioksida. Sedangkan Folke (1988) menjelaskan dalam budidaya intensif,
pemberian pakan dan teknik pemeliharaan kualitas air dengan sistem tertutup dan
pergantian air terbatas, membuka peluang penggunaan energi tinggi dan
menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan. Roy dan Knowles (1995)
mengkritisi bahwa teknologi bioflok hanya mengukur konversi TAN (total ammonia
nitrogen) menjadi nitrit, tetapi tidak memperhitungkan konsumsi O2yang dibutuhkan
untuk proses aerobik oleh bakteri dalam proses mengubah nitrit menjadi nitrat.
Teknik bioflok dapat menyebabkan masalah lingkungan lain yang berkaitan dengan
akumulasi nitrat (Mook, et al, 2012). Bunting dan Pretty (2007) mengungkapkan
dalam hal penggunaan energi, jejak karbon pada kegiatan budidaya udang meliputi
penggunaan langsung, seperti konsumsi bahan bakar fosil dan konsumsi tidak
langsung seperti energi listrik.
Klaim ramah lingkungan teknologi bioflok masih terbatas pada berkurangnya
dampak lingkungan perairan, seperti pencemaran bahan organik, penyebaran patogen
dan efisiensi penggunaan lahan dan air, sementara input energi, kebutuhan bahan dan
peralatan lainnya dalam penerapan teknologi bioflok juga berpotensi menyumbang
dampak lingkungan. Penilaian dampak lingkungan dengan metode life cycle
assesment (LCA) dapat digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen
yang memberi kontribusi dampak terhadap kerusakan lingkungan. Hasil kajian LCA
juga dapat digunakan untuk merumuskan langkah perbaikan dan mengurangi dampak
lingkungan sebuah kegiatan produksi maupun jasa. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis aspek lingkungan penerapan teknologi bioflok pada kegiatan budidaya
udang vaname dan menentukan strategi mengurangi dampak lingkungan dari
penerapan teknologi tersebut.

Secara terminology Bio-Floc berasal dari dua suku kata yaitu “bio―yang
berarti biologi atau hidup dan “floc― yang bearti gumpalan. Bio-floc adalah
flok atau gumpalan-gumpalan kecil yang tersusun dari sekumpulan mikroorganisme
hidup yang melayang-layang di air. Teknologi Bio-flok adalah teknologi yang
memanfaatkan aktivitas mikroorganisme yang membentuk flok. Pembentukan
bioflok ini terbentuk tidak secara tiba-tiba, tapi terbentuk dalam kondisi lingkungan
tertentu.
Dalam sistem budidaya unsur Karbo (C), Nitrogen (N) dan Posfor (P) dalam tubuh
ikan atau udang yang merupakan cerminan pakan ikan atau udang, rata-rata 13%,
29% dan 16%, namun jumlahnya sangat sedikit dalam tubuh, karena ternyata pakan
yang dimakan oleh ikan hanya 20%-30%, artinya tersisa 70%-80% dalam kolam atau
sedimen. Sisa 70%-80% inilah yang dapat menyebabkan sumber penyakit, kualitas
air menurun sehingga pertumbuhan ikan kurang maksimal. Apabila kita mampu
mengolah sisa 70% tersebut maka kita mampu memberikan lingkungan yang terbaik
untuk pertumbuhan ikan. Beberapa teknik pengelolaan sisa kotoran dan pakan
dapat menggunakan sistem sirkulasi, sistem penyedotan, sistem probiotik dan yang
akan kami gunakan yaitu sistem bioflok.

Sistem bioflok dapat mengurangi penggantian air karena k terdapat proses siklus
“auto pemurnian air yang akan merubah sisa pakan dan kotoran gas beracun
seperti ammonia dan nitrit menjadi senyawa yang tidak berbahaya. Dengan
meminimalkan penggantian air maka peluang masuknya bibit penyakit dari luar
dapat berkurang. Penggantian air biasanya hanya dilakukan untuk mengganti air yang
menguap atau perembesan. Sistem bioflok lebih stabil dibandingkan dengan sistem
probiotik biasa dikarenakan bioflok merupakan bakteri yang tidak berdiri sendiri,
melainkan berbentuk flok atau kumpulan beberapa bakteri pembentuk flok yang
saling bersinergi. Sedangkan sistem probiotik biasa bakteri yang ada di tambak
merupakan sel-sel baktei yang berdiri sendiri secara terpisah di air, sehingga apabila
ada gangguan lingkungan atau gangguan bakteri lain maka bakteri akan cepat kolaps.
Pada budidaya ikan lele penerapan sistem bioflok akan mengurangi pergantian air
dalam sistem budidaya sehingga teknlogi ini ramah lingkungan. Pakan yang
digunakan pun menjadi lebih sedikit ketimbang sistem konvensional lain. Manfaat
dan keuntungan sistem bioflok antara lain: menghemat pakan pellet, FCR dapat
mencapai 0,8-0,7, pertumbuhan ikan lele lebih seragam dan rampang, selama
kegiatan budidaya tidak ada penyortiran, pertumbuhan ikan lebih optimal dengan
jangka waktu panen yang lebih cepat, padat tebar benih lebih tinggi, berkisar 500-
1.000 ekor per m3., ikan sehat dan gesit serta dapat mengurangi hama/penyakit ikan.
Selain manfaat tersebut beberapa keuntungan lain dari sistem bioflok , adalah dapat
menghemat lahan, karena padat tebar tinggi, tampilan kolam lebih indah, terutama
jika menggunakan kolam bundar, manajemen pakan, air dan tata letak lebih mudah,
tidak serumit kolam tanah dan waktu pemberian pakan lebih efisien sehari hanya dua
kali. (nidejovi)

Budidaya ikan nila sistem bioflok memiliki sejumlah keunggulan, seperti


meningkatkan kelangsungan hidup (survival rate/SR) hingga lebih dari 90 persen dan
tanpa pergantian air. Air bekas budidaya juga tidak berbau, sehingga tidak
mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman
misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan. “Hal ini dikarenakan adanya
mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budidaya menjadi pupuk yang
menyuburkan tanaman,” ungkap Supriyadi pekan ini di Sukabumi, Jawa Barat.

Keunggulan lainnya adalah Feed Conversion Ratio (FCR) atau perbandingan antara
berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budidaya
mencapai 1,03. Artinya 1,03 kg pakan menghasilkan 1 kilogram ikan Nila. “(Itu lebih
efisien) jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa FCR-nya mencapai
angka 1,5,” tuturnya.

Masih ada empat keunggulan lainnya, yaitu padat tebar ikan mencapai volume
100-150 ekor/m3 atau 10-15 kali lipat dibanding dengan pemeliharaan di kolam biasa
yang hanya 10 ekor/m3. Sistem bioflok juga mampu meningkatkan produktivitas
hingga 25-30 kg/m3 atau 12-15 kali lipat jika dibandingkan dengan di kolam biasa
yaitu sebanyak 2 kg/m3. Keempat, waktu pemeliharaan lebih singkat, dengan benih
awal yang ditebar berukuran 8-10 cm, selama 3 bulan pemeliharaan. “Benih
tersebut mampu tumbuh hingga ukuran 250-300 gram per ekor, sedangkan untuk
mencapai ukuran yang sama di kolam biasa membutuhkan waktu 4-6 bulan,”
tambahnya. Terakhir, Supriyadi menyebutkan, ikan nila sistem bioflok lebih gemuk
karena hasil pencernaan makanan yang optimal. Dan komposisi daging atau
karkasnya lebih banyak, serta kandungan air dalam dagingnya lebih sedikit. Secara
bisnis, budidaya ikan nila juga sangat menguntungkan karena harganya cukup baik
dan stabil di pasaran yaitu Rp22 ribu/kg.
4. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Septembr hingga Agustus 2019,
dengan lokasi penelitian yaitu di Jalan Kenjeran, Kota Surabaya. Lokasi dapat dilihat
pada gambar 3.1 di bawah ini.

Gambar 3.1. Lokasi Rumah Ramah Lingkungan Bioflok

3.2. Bahan dan Alat

1. Bahan : Air tawar, Bibit Ikan nila, Obat-obatan untuk campuran bioflok,
terpal/woven, besi ulir, semen/PC, Pipa paralon, kawat, tali.

2. Alat-alat : Cangkul, mesin potong, gergajikayu, gergaji besi.

3.3. Metode Kerja.

Rumah yang sudah siap huni untuk dijadikan tempat tinggal, kemudian didesain
sedemikian rupa agar rumah terhindar dari lingkungan yang kumuh, kemudian di
siapkan lahan yang memadai untuk dijadikan kolam bioflok pada halaman rumah.

Dengan lahan yang sudah disipakna kemudian dibuatkan model kolam dari terpal
yang sudah dibentuk model bundar.
KOTA MADYA SURABAYA

KEPADATAN PENDUDUK PENINGKATAN KUNJUNGAN


PARIWISATA

PERMINTAAN PERUMAHAN PERTUMBUHAN RUMAH MAKAN


DAN HOTEL

PENATAAN PERUMAHAN PENATAAN PEMUKIMAN

PERMINTAAN PASAR IKAN NILA

STOK IKAN NILA TERBATAS

BUDIDAYA IKAN NILA SISTEM


BIOFLOK

TERPENUHINYA KEBUTUHAN PASAR


IKAN NILA
5. PEMBAHASAN

Pembangunan perumahan berkelanjutan adalah merupakan salah bentuk


pembangunan yang digagas pemerintah pemerhati lingkungan, berdasarkan
kesepakatan konvensi tingkat dunia untuk mempertahankan lingkungan yang asri.
Lingkungan asri adalah salah satu pembangunan yang sehat dan menghasilkan suatu
produk industry rumahan. Eco-house atau rumah ramah lingkungan merupakan salah
satu cara untuk ikut andil menjaga lingkungan kehidupan. Mendesain eco-house
sudah menjadi ketentuan umum ketika berencana membangun rumah. Eco-house
berarti mendesain rumah dari segala aspek baik luar maupun dalamnya yang dalam
operasi, konstruksi, hingga memaintance rumah tidak akan berdampak buruk bagi
lingkungannya. Beberapa hal yang terkait dalam eco-house adalah bangunan yang
sustainable dari segi ketahanan, ekonomi, kebutuhan, serta kenyamanan dalam rumah
(Gambar 4.1. Model Halaman rumah yang ramah lingkungan)

Gambar 4.1. Model Halaman rumah yang ramah lingkungan

Setelah memilih lokasi, rumah tentunya harus memiliki orientasi bangunan


yang menghindari banyak bukaan di arah barat dan timur. Iklim di lokasi juga akan
mempengaruhi bentuk bangunan seperti misalnya tempat dengan iklim yang panas
memerlukaan bukaan jendela yang besar di sisi utara bangunan. Lalu pada bagian
selatan didesain jendela yang lebih kecil beserta dengan shadingnya seperti kanopi
atau tritisan untuk menghindari masuknya sinar matahari langsung ke rumah.
Sedangkan untuk iklim yang lebih dingin diterapkan desain yang berkebalikan dari
iklim panas. Dengan memahami orientasi rumah maka akan membuat rumah menjadi
lebih nyaman.
Gambar 4.2. Model Rumah Ramah Lingkungan.

Budi daya nila dengan sistem bioflok menjadi salah satu alternatif lain yang
dapat diterapkan oleh para pembudidaya ikan saat ini. Sistem bioflok menjadi populer
karena jika dibandingkan dengan sistem konvensional lainnya, sistem ini memiliki
beberapa kelebihan. Bioflok lebih irit pakan dan tingat kematian ikan lebih
kecil. Peningkatan permintaan akan ikan konsumsi mendorong dilakukannya
budidaya intensif. Kepadatan tinggi dan peningkatan pemberian pelet dalam budidaya
intensif akan menyebabkan terjadinya akumulasi limbah organik yang berdampak
pada penurunan kualitas air dan produksi ikan.

Teknologi bioflok adalah salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut. Prinsip teknologi bioflok adalah adanya pengontrolan
nitrogen anorganik melalui penambahan karbon organik yang akan meningkatkan
rasio C/N perairan untuk menumbuhkan bakteri heterotrof. Biomassa bakteri
heterotrof kemudian akan membentuk flok bersama dengan mikroba lain. Bioflok
yang terbentuk dapat dimanfaatkan ikan sebagai pakan alami berprotein tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penerapan teknologi bioflok
terhadap profil kualitas air, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan efisiensi pakan
ikan nila merah Oreochromis sp. yang dipelihara secara super intensif pada kepadatan
25, 50 dan 100 ekor/m3.

Sistem bioflok telah diterapkan pada beberapa budi daya ikan, seperti lele dan
udang. Bioflok merupakan gumpalan atau agregat yang berisi mikroorganisme yang
sangat baik untuk pakan ikan. Selain terdapat mikroorganisme, bioflok juga terdiri
atas bahan organik dan non-organik, kation, dan polimer organik. Bahan organik
dalam bioflok tersebut berisi 2–20% mikroorganisme dan 60–70% bahan organik
lainnya, sedangkan bahan anorganiknya berkisar 30–40%. Budi daya nila dimulai
dengan penebaran benih berukuran 4 gram dalam kolam bak semen seluas 160
m2 dengan kepadatan 38 ekor per m2 pada salinitas 10 ppt. Pakan komersil
(kandungan protein kasar 28%) diberikan pada bulan pertama sebanyak 4% dari total
berat badan. Berikutnya pada bulan kedua sebanyak 3,5%, bulan ketiga sebanyak 3%,
dan pada bulan keempat sebanyak 2,5%.

Sebagai sumber karbon organik pemicu pembentukan flok, diberikan molase


sebanyak 300 ml. Molase diberikan setiap tiga hari sekali atau 2 kali per minggu.
Aerasi udara diberikan secara merata dengan jarak 2 m. Setelah memasuki masa
pemeliharaan bulan ketiga, kincir dipasang untuk menambah kandungan oksigen di
kolam pemeliharaan. Pemanenan pada uji coba budi daya nila dengan sistem bioflok
ini dilakukan pada masa pemeliharaan 4 bulan. Hasil yang diperoleh, yaitu sebanyak
508 kg, dengan rata-rata berat ikan 154 gram. Jika hasil panen nila tersebut
dikonversi dalam satuan luas hektar adalah 31,74 ton/ha. Lebih dari setengah populasi
ikan dapat dipanen atau dengan kata lain tingkat kelangsungan hidup (SR) nila
sebesar 55%. Sementara itu, nilai konversi pakan (FCR)-nya mendekati satu, yakni
1,06. Penyebab SR rendah belum dipastikan lebih lanjut. Kemungkinannya adalah
efek dari perubahan mikroba di kolam. Alga dan bakteri benang sering menjadi
kerangka flok. Selama 3 kali pengamatan, diketahui bahwa terjadi suksesi mikroba,
yakni menghilangnya dominasi alga benang sebagai penyokong kerangka flok utama.
Dominasi alga benang dapat dilihat dari flok yang berwarna hijau kebiruan dan
ukuran flok yang besar.
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penulisan diatas , dapat di simpulkan beberapa hal mengenai


Rumah Lingkungan Bioflog Ikan Nila di Kota Surabaya anatara lain :

1. Pembangunan perumahan yang perlu diperhatikan adalah tingkat


keberlanjutan untuk lingkungan yang baik.
2. Pembangunan perumahan perlu dipikirkan halaman untuk kebutuhan
penyediaan fasilitas kolam Bioflok.
3. Dengan bangunnya fasilitas kolam bioflok maka apa yang manjadi
permintaan pasar ikan nila untuk masyarakat kota Surabaya dapat
terpenuhi.
5.2. Saran
Dengan adanya pembangunan perumahan dengan Rumah Ramah Lingkungan
Bioflok Ikan Nila di Kota Surabaya dapat memberikan informasi bagi penulis-
penulis selanjutnya dan apabila ada saran dan kritik kami MABA dengan
senang hati menerimanya,
PUSTAKA

Avnimelech, Yoram. 1999. Carbon/Nitrogen Ratio as A Control Element In


Aquaculture Systems. Aquaculture 176, 227–235
Bunting, Stuart W and Pretty, Jules. 2007 Aquaculture Development and Global
Carbon Budgets: Emissions, Sequestration and Management Options. Centre
for Environment and Society Occasional Paper 2007-1, University of Essex,
Colchester UK
Crab, R., Kochva, M., Verstraete, W., Avnimelech, Y., 2009.Bio-Flocs Technology
Application In Over-Wintering Of Tilapia. Aquaculture Engineering 40, 105–
112.
Diana, James S. 2009. Aquaculture Production and BiodiversityConservation.
BioScience Vol.59 No. 1.
Dwiyanto, A. (2009). Kuantitas dan kualitas ruang terbuka hijau di permukiman
Ebeling, J.M., Timmons, M.B., Bisogni, J.J., 2006. Engineering Analysis Of The
Stoichiometry Of Photoautotrophic, Autotrophic, and Heterotrophic Control
Of Ammonia-Nitrogen In
Frick, H. (2008). Pedoman Karya Ilmiah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
http://furnizing.com/article/eco-house
http://repository.petra.ac.id/15196/1/Surabaya_menjadi_Kota_Taman_atau.pdf
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jpm06ad00c954full.pdf
http://www.limnologi.lipi.go.id/newsdetail.php?id=928
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59511
https://www.mldspot.com/traveling/dapatkan-kota-pariwisata-terbaik-indonesia-
2018-apa-yang-bisa-lo-lakukan-di-surabaya
https://www.mongabay.co.id/2018/04/27/teknologi-bioflok-ternyata-menguntungkan-
budidaya-ikan-nila-begini-penjelasannya/
Karyono, T. H. (2013). Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga, Suatu Bahasan
Tentang Indonesia. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Nadya Adharani, Kadarwan Soewardi, Agung Dhamar Ayakti, Sigid Hariyadi,
(2016), Manajemen Kualitas Air Dengan Teknologi Bioflok: Studi Kasus
Pemeliharaan Ikan Lele (Clarias Sp.), Jurnal Ilmu Pertanian (JIPI), Vol. 21
(1):35-40
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan
Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan. Jakarta:
perkotaan. Teknik, 30(2), 88-92.
Roy, R. Knowles, R. 1995. Differential Inhibition By Allylsulfide Of Nitrification
And Methane Oxidation On Freshwater Sediment Application.Environment
Microbiology 61, 4278–4283
Wicaksono, A. A. (2009). Menciptakan Rumah Sehat. Jakarta: Griya Kreasi.

Anda mungkin juga menyukai