Anda di halaman 1dari 27

ADIWIYATA DAN BIOREMEDIASI

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi dan Manajemen Lingkungan
Yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si.

Disusun oleh:
Offering C 2019
Dwi Darmayanti (190341764443)
Samsul Arifin (190341864410)

PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
November 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
hidayah serta ilmu yang bermanfaat. Sehingga penlis mampu menyelesaikan makalah
ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa shalawat serta salam selalu penulis
curahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan
yang benar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi dan
Manajemen Lingkungan yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si. selaku dosen mata kuliah Ekologi dan
Manajemen Lingkungan atas kesabarannya dalam membimbing kami.
2. Teman-teman biologi offering C angkatan 2019 dan semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
3. Kedua orang tua yang telah memberi dukungan.
Penulis telah berusaha untuk menyusun makalah ini sebaik mungkin.
Namun, penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar
penyusunan makalah yang berikutnya dapat lebih baik lagi.

Malang, 11 November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
2.1 Pengertian Adiwiyata................................................................................... 4
2.2 Komponen Adiwiyata .................................................................................. 5
2.3 Pelaksanaan Program Adiwiyata ................................................................. 6
2.4 Penghargaan Adiwiyata ................................................................................ 9
2.5 Mekanisme Pemberian Penghargaan .......................................................... 10
2.6 Pengertian Bioremediasi ............................................................................. 12
2.7 Jenis-Jenis Bioremediasi ............................................................................. 13
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi ...................................... 18
2.9 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi .................................................. 20
BAB III Penutup ............................................................................................... 21
3.1. Kesimpulan ................................................................................................ 21
3.2. Saran ......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Maraknya isu tentang pemanasan global, menjadikan banyak orang diseluruh
lapisan dunia untuk bergerak agar hal tersebut tidak benar-benar terjadi. Banyak
orang yang berusaha untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup namun tak banyak
yang mendapat penghargaan adiwiyata. Adiwiyata merupakan lingkungan yang
berwawasan lingkungan baik fisik maupun kultur manusianya. Adiwiyata merupakan
lingkungan yang bersih dan sehat. Adiwiyata memiliki tujuan yang benar-benar
positif, yakni memberi kesadaran pada siapapun akan pentingnya menjaga
lingkungan hidup. Salah satu tempat yang dapat digunakan sarana sebagai
pembelajaran akan pentingnya menjaga lingkungan hidup adalah sekolah.
Sekolah adiwiyata dalam pengembangan sikap siswa mengacu pada integrasi
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) terhadap pembelajaran formal di sekolah.
Program Adiwiyata adalah salah satu program Kementrian Negara
Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan
kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program ini
diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju
lingkungan yang sehat serta menghindari dampak lingkungan yang negatif.
Perkembangan pembangunan di Indonesia khususnya bidang industri,
senantiasa meningkatkan kemakmuran dan dapat menambah lapangan pekerjaan bagi
masyarakat kita. Namun di lain pihak, perkembangan industri memiliki dampak
terhadap meningkatnya kuantitas dan kualitas limbah yang dihasilkan termasuk di
dalamnya adalah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Bila tidak ditangani
dengan baik dan benar, limbah B3 akan menimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan.
Pencemaran atau polusi bukanlah merupakan hal baru, bahkan tidak sedikit dari
kita yang sudah memahami pengaruh yang ditimbulkan oleh pencemaran atau polusi
lingkungan terhadap kelangsungan dan keseimbangan ekosistem. Polusi dapat

1
didefinisikan sebagai kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan yang dapat
mengganggu kesehatan manusia, kualitas kehidupan, dan juga fungsi alami dari
ekosistem. Walaupun pencemaran lingkungan dapat disebabkan oleh proses alami,
aktivitas manusia yang notabenenya sebagai pengguna lingkungan adalah sangat
dominan sebagai penyebabnya, baik yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak.
Untuk mengatasi limbah (khususnya limbah B3) dapat digunakan metode
biologis sebagai alternatif yang aman, karena polutan yang mudah terdegradasi dapat
diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan yang tidak berbahaya seperti CO2 dan
H2O. Cara biologis atau biodegradasi oleh mikroorganisme, merupakan salah satu
cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan.
Hal ini dikarenakan tidak menghasilkan racun ataupun blooming (peledakan jumlah
bakteri). Mikroorganisme akan mati seiring dengan habisnya polutan dilokasi
kontaminan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penyusun menemukan
beberapa permasalahan dalam pembuatan makalah ini, yaitu diantara sebagai berikut :
1. Apa pengertian dan tujuan Adiwiyata?
2. Apa saja komponen Adiwiyata?
3. Bagaimana pelaksanaan program Adiwiyata?
4. Bagaimana penghargaan sekolah Adiwiyata?
5. Bagaimana mekanisme pemberian penghargaan Adiwiyata?
6. Apakah pengertian Bioremediasi ?
7. Apa sajakah jenis-jenis bioremediasi ?
8. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bioremediasi?
9. Apa sajakah kekurangan dan kelebihan bioremediasi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini, diantaranya :
1. Mengetahui pengertian dan tujuan Adiwiyata.

2
2. Mengetahui komponen Adiwiyata.
3. Mengetahui pelaksanaan program Adiwiyata.
4. Mengetahui penghargaan sekolah Adiwiyata.
5. Mengetahui mekanisme pemberian penghargaan Adiwiyata
6. Untuk Mengetahui pengertian bioremediasi
7. Untuk mengetahui jenis-jenis bioremediasi
8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi
9. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bioremediasi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Adiwiyata


Menurut Monalisa (2013), pada dasarnya kata ADIWIYATA berasal dari
bahasa Sansekerta. “ADI” bermakna besar, agung, baik, pengetahuan dan
“WIYATA” bermakna sebagai tempat dimana seseorang mendapat ilmu
pengetahuan dan norma. Jadi, ADIWIYATA bermakna tempat yang baik dan
ideal untuk memperoleh ilmu pengetahuan, norma, etika yang menjadi dasar
manusia menuju kesejahteraan hidup. Sedangkan dalam PERMEN Lingkungan
Hidup No.5/2013 Adiwiyata adalah program untuk mewujudkan sekolah yang
berbudaya lingkungan, sehingga program Adiwiyata memiliki prinsip sebagai
berikut:
1) Edukatif, dapat memberikan pengetahuan dan etika mengenai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam kehidupan.
2) Partisipatif, komunitas yang ada disekolah ikut terlibat baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran masing-
masing,
3) Berkelanjutan, program Adiwiyata yang dilaksanakan harus dilakukan secara
terencana dan terus menerus.

Program Adiwiyata merupakan program untuk mewujudkan sekolah


berbudaya lingkungan. Program ini hasil kerja sama antara Kementrian Lingkungan
Hidup dengan Departemen Pendidikan Nasional. Menurut Mulyana (2009) Program
Adiwiyata diberikan dalam bentuk penghargaan Adiwiyata kepada sekolah-sekolah
yang memenuhi persyaratan. PERMEN Lingkungan Hidup No.02/2013 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Adiwiyata Pasal 1 yang dimaksud Adiwiyata adalah
sekolah yang baik dan ideal sebagai tempat memperoleh segala ilmu pengetahuan
dan berbagi norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya
kesejahteraan hidup dan cita-cita pembangunan berkelanjutan.

4
Program Adiwiyata sendiri baru mulai tahun 2006 ini dilaksanakan dan
dikhususkan untuk Pulau Jawa, karena Kementerian Lingkungan Hidup masih
mencari model untuk kriterianya. Tetapi sejak tahun 2007 program ini kemudian
dilaksanakan menyeluruh ke tiap provinsi yang ada di Indonesia. Adiwiyata
merupakan usaha untuk memasukkan Pendidikan Lingkungan Hidup ke dalam
Pendidikan Formal. Pendidikan lingkungan hidup merupakan salah satu faktor
penting dalam keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup dan juga menjadi sarana
yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang dapat
melaksanakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Menurut Nurjhani dan Widodo
(2009) pendidikan lingkungan dibutuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini
agar mereka mengerti dan tidak merusak lingkungan. Oleh karenanya tujuan program
Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik
untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (KLH & Kemendikbud, 2011).

2.2 Komponen Adiwiyata


Untuk mencapai tujuan program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 (empat)
komponen program yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah
Adiwiyata. Keempat komponen tersebut adalah;
1) Kebijakan Berwawasan Lingkungan.
Menurut Rohman (2009) implementasi kebijakan dimaksud sebagai
keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu-individu, pejabat-pejabat,
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian
tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Sedangkan menurut Sudiyono
(2007) mengatakan bahwa implementasi kebijakan mencakup empat aspek, yaitu: (1)
Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan, (2) Esensi proses administratif, (3)
Kepatuhan terhadap kebijakan, (4) Pengaruh implementasi pada isi dan dampak
kebijakan.
2) Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan

5
Kurikulum berbasis lingkungan memuat tentang materi pengelolaan dan
perlindungan terhadap lingkungan hidup. Suryosubroto (2004) mengatakan bahwa
kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada
seluruh anak didiknya baik dilakukan di dalam sekolah maupun diluar sekolah.
Sedangkan menurut Rusman (2009) Kurikulum adalah perangkat rencana dan
peraturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
3) Kegiatan Lingkungan Berbasis Partisipatif
Lingkungan partisipatif kegaiatan yang melibatkan warga sekolah dan
masyarakat dalam melakukan kegiatan dalam bentuk kerjasama. Menurut Fajarisma
(2014) kegiatan lingkungan berbasis partisifatif dapat dilakukan dengan
pengembangan kagiatan kurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran
siswa tentang lingkungan hidup. Sedangkan Menurut Pedoman Adiwiyata (2012)
dijelaskan bahwa pengembangan kegiatan berbasis partisipasif ditandai dengan
menciptakan berbagai kegiatan ekstra kurikuler atau kokurikuler dalam pembelajaran
persoalan lingkungan hidup bagi warga sekolah.
4) Pengelolaan Sarana Pendukung Ramah Lingkungan
Sarana dan prasarana merupakan komponen secara tidak langsung menunjang
arus jalannya proses pendidikan. Menurut Suharno (2008) manajemen sarana dan
prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan konstribusi secara optimal dan berarti pada
jalannya proses pendidikan. Menurut Ibrahim (2008) mengatakan bahwa manajemen
perlengkapan sekolah adalah proses kerja sama pendayagunaan semua perlengkapan
pendidikan secara efektif dan efesien.

2.3 Pelaksanaan Program Adiwiyata


Pelaksana program Adiwiyata terdiri dari tim nasional, propinsi,
kabupaten/kota juga di sekolah. Unsur dan peran masing-masing tim seperti
tercantum dibawah ini;

6
1) Tim Nasional
Terdiri dari berbagai unsur sebagai berikut: Kementerian Lingkungan Hidup
(Koordinator), Kementerian pendidikan Nasional, Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Agama, LSM pendidikan lingkungan, perguruan tinggi, media serta
swasta. Tim tingkat Nasional ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup.
Peran dan tugas pokok dari tim nasional adalah sebagai berikut;
a. Mengembangkan kebijakan, program, panduan, materi pembinaan dan
instrument observasi
b. Melakukan Koordinasi dengan Pusat Pengeloaan Ekoregion (PPE) dan
Propinsi.
c. Melakukan Sosialisasi program dengan Propinsi
d. Melakukan Bimbingan teknis kepada Tim Propinsi dalam rangka pembinaan
sekolah
e. Menetapkan penghargaan sekolah adiwiyata tingkat nasional
f. Melakukan Evaluasi dan pelaporan keterlaksanaan program Adiwiyata kepada
Menteri lingkungan Hidup tembusan kepada Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan
2) Tim Propinsi
Terdiri dari berbagai unsur sebagai berikut : Badan Lingkungan Hidup
Propinsi (koordinator), Dinas Pendidikan, Kanwil Agama, LSM pendidikan
lingkungan, media massa, perguruan tinggi serta swasta, Tim propinsi ditetapkan
melalui Surat Keputusan Gubernur
Peran dan tugas pokok dari tim provinsi adalah sebagai berikut;
a. Mengembangkan program Adiwiyata tingkat Propinsi
b. Koordinasi dengan kabupaten/kota
c. Melakukan Sosialisasi program ke kabupaten/kota.
d. Bimbingan teknis kepada kabupaten/kota dalam rangka pembinaan
sekolah.

7
e. Membuat Pilot project untuk 4 satuan pendidikan yang berbeda (SD,
SMP, SMA,SMK) setiap propinsi.
f. Menetapkan penghargaan sekolah adiwiyata tingkat Propinsi
g. Melakukan Evaluasi dan pelaporan keterlaksanaan program Adiwiyata
kepada Gubernur tembusan kepada Menteri Lingkungan Hidup
3) Tim Kabupaten/Kota
Terdiri dari berbagai unsur sebagai berikut : Badan Lingkungan
Kabupaten/Kota (koordinator), Dinas pendidikan, Kantor agama, LSM pendidikan
lingkungan, media, perguruan tinggi, swasta, sekolah Adiwiyata mandiri. Tim
kabupaten ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
Peran dan tugas pokok dari tim kabupaten/kota adalah sebagai berikut;
a. Mengembangkan/ Melaksanakan program Adiwiyata tingkat
Kabupaten/Kota
b. Sosialisasi program adiwiyata kepada sekolah
c. Bimbingan teknis kepada sekolah
d. Membuat Pilot project untuk 4 satuan pendidikan yang berbeda (SD, SMP,
SMA, SMK) setiap Kabupaten/Kota
e. Menetapkan penghargaan sekolah adiwiyata tingkat Kabupaten/ Kota
f. Melakukan Evaluasi dan pelaporan keterlaksanaan program Adiwiyata
kepada Bupati/Walikota tembusan kepada Badan Lingkungan Hidup
Propinsi .
4) Tim Sekolah
Terdiri dari berbagai unsur sebagai berikut : guru, siswa dan komite sekolah.
Tim sekolah di tetapkan melalui SK Kepala Sekolah.
Peran dan tugas pokok dari tim sekolah adalah sebagai berikut;
a. Mengkaji kondisi lingkungan hidup sekolah, kebijakan sekolah,
kurikulum sekolah, kegiatan sekolah, dan sarana prasarana
b. Membuat rencana kerja dan mengalokasikan anggaran sekolah
berdasarkan hasil kajian tersebut di atas, dan disesuaikan dengan
komponen, standar, dan implementasi adiwiyata

8
c. Melaksanakan rencana kerja sekolah
d. Melakukan pemantauan dan evaluasi.
e. Menyampaikan laporan kepada Kepala Sekolah tembusan Badan
Lingkungan hidup Kabupatan/Kota dan Instansi terkait.
2.4 Penghargaan Adiwiyata
Penghargaan Adiwiyata merupakan pemberian insentif yang diberikan kepada
sekolah yang telah berhasil memenuhi 4 (empat) komponen program Adiwiyata.
Bentuk insentif yang diberikan dapat berupa piagam, piala dan atau bentuk lainnya.
Pemberian penghargaan tersebut bertujuan untuk:
1) Sebagai wujud apresiasi atas usaha yang telah dilakukan sekolah dalam upaya
melaksanakan perlindungan dan pengeloaan lingkungan dalam proses
pembelajaran,
2) Sebagai tanda bahwa suatu sekolah telah melaksanakan 4 (empat) komponen
sekolah adiwiyata,
3) Sebagai dasar untuk pelaksanaan pembinaan program adiwiyata yang harus
dilaksanakan oleh pihak kabupaten/kota, propinsi, dan pusat.

Penghargaan program Adiwiyata terbagi menjadi 4 (empat) penghargaan yang


terdiri dari:
1) Sekolah Adiwiyata kabupaten/kota mendapat penghargaan dari Bupati/Walikota,
bentuk penghargaan berupa piagam dan piala
2) Sekolah Adiwiyata propinsi mendapatkan penghargaan dari Gubernur, bentuk
penghargaan berupa piagam dan piala
3) Sekolah Adiwiyata nasional mendapatkan penghargaan piagam dari Menteri
Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan piala
dari Menteri Lingkungan Hidup.
4) Sekolah Adiwiyata Mandiri mendapatkan penghargaan piagam dari Menteri
Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, sedangkan piala
dari Menteri Lingkungan Hidup, yang diserahkan oleh Presiden.

9
Untuk lebih jelasnya tentang jenis dan bentuk penghargaan sekolah adiwiyata
dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jenis dan Bentuk Penghargaan


No Jenis Bentuk Penghargaan Tim
Penghargaan Penghargaan Evaluasi
1 Sekolah Adiwiyata Piagam dan Piala Bupati/Walikota Kabupaten/
Kabupaten/Kota Kota
2 Sekolah Adiwiyata Piagam dan Piala Gubernur Propinsi
Provinsi
3 Sekolah Adiwiyata Piagam dan Piala Menteri Pendidikan Nasional
Nasional dan Kebudayaan
4 Adiwiyata Mandiri Piagam dan Piala Menteri Lingkungan Nasional
Hidup

2.5 Mekanisme Pemberian Penghargaan


1) Sekolah Adiwiyata Kabupaten/kota
a. Tim kabupaten/kota menetapkan jenjang dan jumlah sekolah yang akan
dilakukan evaluasi hasil pelaksanaan program adiwiyata
b. Calon sekolah Adiwiyata terpilih, menyampaikan dokumen berdasarkan
lembar evaluasi sekolah Adiwiyata dengan melampirkan bukti fisik kebijakan
yang berwawasan lingkungan, yang terdiri dari KTSP dan RKAS
c. Tim adiwiyata kabupaten/kota melakukan evaluasi administrati terhadap
dokumen KTSP dan RKAS.
d. Bagi sekolah yang memenuhi standar Administratif dilakukan observasi
lapangan dengan menggunakan lembar evaluasi sekolah Adiwiyata. Antara
lain; pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan lingkungan
berbasis partisipatif, dan pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan.
e. Berdasarkan matrik rekapitulasi evaluasi hasil pelaksanaan program
adiwiyata, Tim Adiwiyata kabupaten/ kota menetapkan nilai pencapaian
sekolah.
f. Penetapan sekolah sebagai penerima penghargaan sekolah Adiwiyata tingkat
kabupaten/ kota apabila mencapai mencapai nilai minimal 56, yaitu 70 % dari
total nilai maksimal (80).

10
g. Sekolah Adiwiyata tingkat kabupaten/kota dapat diusulkan untuk ikut dalam
seleksi penerimaan penghargaan Sekolah Adiwiyata tingkat Propinsi.
2) Sekolah Adiwiyata Propinsi
a. Tim Propinsi menetapkan jenjang dan jumlah sekolah yang akan dilakukan
b. Observasi lapangan berdasarkan usulan dari Kabupaten/Kota
c. Calon Sekolah Adiwiyata tingkat Propinsi yang terpilih, dilakukan observasi
lapangan.
d. Berdasarkan matrik rekapitulasi evaluasi hasil pelaksanaan program
e. adiwiyata, Tim Propinsi menetapkan nilai pencapaian sekolah.
f. Penetapan sekolah sebagai penerima penghargaan sekolah Adiwiyata tingkat
Propinsi apabila mencapai mencapai nilai minimal 64, yaitu 80 % dari total
nilai maksimal (80).
g. Sekolah Adiwiyata tingkat Propinsi dapat diusulkan untuk ikut dalam seleksi
penerimaan penghargaan Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional.
3) Sekolah Adiwiyata Nasional
a. Tim Nasional menetapkan jenjang dan jumlah sekolah yang akan dilakukan
Observasi lapangan berdasarkan usulan dari Propinsi
b. Calon Sekolah Adiwiyata Nasional yang terpilih, dilakukan observasi
lapangan.
c. Berdasarkan matrik rekapitulasi evaluasi hasil pelaksanaan program
adiwiyata, Tim Adiwiyata Nasional menetapkan nilai pencapaian sekolah.
d. Penetapan sekolah sebagai penerima penghargaan sekolah Adiwiyata
Nasional apabila mencapai mencapai nilai minimal 72, yaitu 90 % dari total
nilai maksimal (80).
4) Adiwiyata Mandiri
a. Tim Nasional menetapkan sekolah yang akan dilakukan Observasi lapangan
berdasarkan laporan daro sekolah Adiwiyata Nasional
b. Calon Sekolah Adiwiyata Mandiri yang terpilih, dilakukan observasi
lapangan.

11
c. Penetapan sekolah sebagai penerima penghargaan sekolah Adiwiyata Mandiri
apabila telah melakukan pembinaan terhadap sekolah lain, sehingga
menghasilkan minimal 10 sekolah Adiwiyata kabupaten/ kota.
b. Sekolah Adiwiyata Mandiri dapat diusulkan untuk ikut dalam seleksi
penerimaan penghargaan tingkat Asean Eco School.
2.6 Pengertian Bioremediasi
Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan
dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran.
Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena mikroba
telah banyak digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi senyawa organik
dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tanggga maupun industri.
Hal yang baru adalah bahwa teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah
dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh
senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Munir, 2006).
Teknologi bioremediasi oleh mikroba merupakan hasil pemikiran yang
sistematik dari integrasi berbagai bidang ilmu, antara lain mikrobiologi, ekologi,
fisiologi, biokimia, dan genetika yang dipadukan dengan menggunakan prinsip
rekayasa untuk memaksimumkan reaksi metabolik mikroba yang diinginkan dalam
pemulihan lingkungan yang tercemar. Pemahaman tentang mikrobiologi dan
lingkungannya merupakan faktor penting dalam perkembangan teknologi
biodegradasi. Kunci utama penentu keberhasilan pengolahan limbah pencemar di
lingkungan secara biologi adalah mengetahui faktor-faktor yang berinteraksi dalam
biodegradasi itu sendiri.
Sejumlah senyawa kimia berbahaya (kontaminan/pencemar) dan kelompok
bahan buangan sudah diperbaiki melalui bioremediasi. Bioremediasi merupakan
proses perbaikan bahan buangan atau limbah dengan melibatkan mikrorganisme.
Terdapatnya senyawa berbahaya dalam lingkungan karena, kondisi lingkungan
tersebut tidak memungkinkan aktivitas mikroba untuk melakukan degradasi secara
biokimia. Optimalisasi kondisi lingkungan tersebut melalui pemahaman prinsip

12
biologik mengenai senyawa yang akan diurai, dan pengaruh kondisi lingkungan
terhadap kemampuan mikroorganisme dan reaksi katalisisnya (Hamdiyati, 2013).
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih
untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar
polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang
diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi
tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Bioremediasi mempunyai dua tujuan yaitu (Almuthmainah, 2013):
a. menstimulasi pertumbuhan mikroba baik yang indigenus yaitu mikroba asli
maupun non indigenus atau mikroba yang sengaja dimasukkan dari luar ke
daerah yang terkontaminasi.
b. menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan intensitas
kontak langsung antara mikroba dengan senyawa kontaminan di lingkungan
baik yang terlarut maupun yang terikat oleh partikel untuk mengalami
biotransformasi, biodegradasi, bahkan sampai biomineralisasi.
2.7 Jenis-Jenis Bioremediasi
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
a. Fitoremediasi
Fitoremediasi merupakan proses teknologi yang menggunakan tumbuhan untuk
memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ (Surtikanti,
2011:144). Teknologi ini dapat ditunjang dengan peningkatan perbaikan media
tumbuh dan ketersediaan mikroba tanah untuk meningkatkan efesiensi dalam proses
degradasi bahan polutan. Proses fitoremediasi bermula dari akar tumbuhan yang
menyerap bahan polutan yang terkandung dalam air. Kemudian melalui proses
transportasi tumbuhan, air yang mengandung bahan polutan dialirkan keseluruh tubuh
tumbuhan, sehingga air yang menjadi bersih dari polutan. Tumbuhan ini dapat
berperan langsung atau tidak langsung dalam proses remediasi lingkungan yang
tercemar. Tumbuhan yang tumbuh di lokasi yang tercemar belum tentu berperan aktif
dalam penyisihan kontaminan, kemungkinan tumbuhan tersebut berperan secara tidak
langsung. Agen yang berperan aktif dalam biodegradasi polutan adalah

13
mikroorganisme tertentu, sedangkan tumbuhan dapat berperan memberikan fasilitas
penyediaan akar tumbuhan sebagai media pertumbuhan mikroba tanah sehingga
pertumbuhan lebih cepat berkembang biak (Surtikanti dan Surakusumah, 2011:145).

Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses


fitoremediasi, (Youngman dalam Surtikanti, 2011:145), yaitu harus: memiliki
kecepatan tumbuh yang tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu
mengkonsumsi air dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat; mampu
meremediasi lebih dari satu jenis polutan; mempunyai toleransi tinggi terhadap
polutan; dan mudah dipelihara. Contoh tumbuhan yang dapat digunakan untuk dalam
bioremediasi polutan adalah: Salix sp, rumput-rumputan (Bermuda grass, sorgum),
legum (semanggi, alfalfa), berbagai tumbuhan air dan hiperakumulator untuk logam
(bunga matahari, Thlaspi sp).

Dalam proses remediasi, tumbuhan dapat bersifat aktif maupun pasif dalam
mendegradasi bahan polutan. Secara aktif tumbuhan memiliki kemampuan yang
berbeda dalam fitoremediasi. Ada yang melakukan proses transformasi, fitoekstraksi
(pengambilan dan pemulihan dari kontaminan pada biomassa bawah tanah),
fitovolatilisasi, fitodegrradasi, fitostabilisasi (menstabilkan daerah limbah dengan
kontrol penyisihan dan evapotrannspirasi), dan rhizofiltrasi (menyaring logam berat
ke sistem akar) (Kelly dalam Surtikanti, 2011:145). Keenam proses ini dibedakan
berdasarkan proses fisik dan biologis. Sedangkan secara pasif tumbuhan melakukan
biofilter, transfer oksigen, menghasilkan karbon, dan menciptakan kondisi
lingkungan (habitat) bagi pertumbuhan mikroba.

Fitotransformasi adalah pengambilan kontaminan bahan organik dan nutrien


dari tanah atau air tanah yang kemudian ditransformasikan oleh tumbuhan. Proses
transformasi polutan dalam tumbuhan dapat berubah menjadi nontoksik atau menjadi
lebih toksik. Metabolit hasil transformasi tersebut terakumulasi dalam tubuh
tumbuhan. Fitoekstraksi merupakan penyerapan polutan oleh tanaman air atau tanah
dan kemudian diakumulasi atau disimpan dalam bagian suatu tumbuhan (daun atau

14
batang). Tanaman tersebut dinamakan hiperakumulator. Setelah polutan
terakumulasi, tumbuhan dapat dipanen dan tumbuhan tersebut tidak boleh dikonsumsi
tetapi harus dimusnahkan dengan insinerator atau ditimbun dalam landfill.

Fitovolatillisasi merupakan proses penyerapan polutan oleh tumbuhan,


kemudian polutan tersebut diubah menjadi bersifat volatile (mudah menguap), setelah
itu ditranspirasikan oleh tumbuhan. Polutan yang dilepaskan oleh tumbuhan keudara
dapat memiliki bentuk senyawa awal polutan, atau dapat juga menjadi senyawa yang
berbeda dari senyawa awal. Fitodegradasi adalah proses penyerapan polutan oleh
tumbuhan dan kemudian polutan tersebut mengalami metabolisme di dalam
tumbuhan. Metabolisme polutan di dalam tumbuhan melibatkan enzim antara lain
nitrodictase, laccase, dehalogenase, dan nitrillase. Fitostabilisasi merupakan proses
yang dilakukan oleh tumbuhan untuk mentransformasikan polutan di dalam tanah
menjadi senyawa nontoksik tanpa menyerap terlebih dahulu polutan tersebut ke
dalam tubuh tumbuhan. Hasil transformasi dari polutan tersebut tetap berada di dalam
tanah. Fitostabilisasi dapat diartikan sebagai penyimpanan tanah dan sedimen yang
terkontaminasi dengan menggunakan vegetasi, dan immobilisasi kontaminan beracun
polutan. Fitostabilisasi biasanya digunakan untuk kontaminan logam pada daerah
berlimbah yang mengandung suatu kontaminan. Sedangkan rhizofiltrasi adalah
proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi biasanya konsep dasar ini berlaku
apabila medium yang tercemarnya adalah badan perairan (Surtikanti, 2011:146-148).

Tumbuhan dapat berperan dalam mempercepat proses remediasi pada lokasi


yang tercemar. Hal ini dapat menjadi dalam berbagai cara, antara lain:
1. Sebagai solar driven-pump dan treat system, yaitu: proses penarikan polutan
ke daerah rhizosfer dengan bantuan sinar matahari.
2. Sebagai biofilter, yaitu: tumbuhan yang dapat mengadsorbsi dan
membiodegradasi kontaminan yang berbeda di udara, air, dan daerah buffer.
Proses adsorbsi ini bersifat menyaring kontaminan.
3. Transfer oksigen dan menurunkan water table. Tumbuhan dengan sistem
perakaran dapat berfungsi sebagai transfer oksigen bagi mikroorganisme dan

15
dapat menurunkan water table sehingga difusi gas dapat terjadi. Fungsi ini
biasanya dilakukan oleh tanaman apabila kontaminannya bersifat
biodegradable.
4. Penghasil sumber karbon dan energi. Tumbuhan dapat berperan sebagai
sumber penghasil karbon dan energi alternatif yaitu dengan cara
mengeluarkan eksudat atau metabolisme oleh akar tumbuhan. Eksudat
tersebut dapat digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai sumber karbon
dan alternatif sebelum mikroorganisme tersebut menggunakan polutan sebagai
sumber karbon dan energi.
b. Biostimulasi
Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan
pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika
jumlah mikroba yang ada dalam jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba
dalam konsentrasi yang tinggi sehingga bioproses dapat terjadi. Mikroba yang
ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di perbanyak dan
dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun
sebaliknya, jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh
dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat
ditemukan di area yang tercemar.
c. Bioaugmentasi
Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke
dalam limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi. Cara ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di
suatu tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs
yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal. Selain itu
mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Menurut Munir (2006),
dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan
nutrien tertentu.

16
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang
terkait dalam bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan
yang asing kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
d. Bioremediasi Intrinsik
Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
Bioremediasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu:
a. In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
Proses bioremadiasi in situ pada lapisan surface juga ditentukan oleh faktor
bio-kimiawi dan hidrogeologi.

Gambar 1. Bioremediasi In Situ


b. Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah tersebut
lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke tempat
asal. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba. Bioremediasi
ini bisa lebih cepat dan mudah dikontrol dibanding in-situ, ia pun mampu me-
remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.

17
Gambar 2. Bioremediasi Ex- Situ
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bioremediasi
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Dengan demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim
pendegradasi hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi
dan penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-
faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi
tanah, temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
a. Lingkungan
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya aliran
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga proses
biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah yang cocok untuk
bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir ataupun kerikil kasar
sehingga dispersi oksigen dan nutrient dapat berlangsung dengan baik. Kelembaban
tanah juga penting untuk menjamin kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di
dalam tanah.
b. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40˚C.
Cookson (2003) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan pada suhu 38˚C
bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan kondisi di Inggris untuk

18
mengontrol mikroorganisme patogen. Pada temperatur yang rendah, viskositas
minyak akan meningkat mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang
bersifat toksik menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi tempat
dilaksanakannya bioremediasi
c. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun kapang
adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan demikian
tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi hidrokarbon minyak.
Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a) kecepatan konsumsi oleh
mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c) kehadiran substrat lain yang juga
bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu faktor
pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak
d. pH.
Pada tanah umumnya merupakan lingkungan asam, alkali sangat jarang
namun ada yang melaporkan pada pH 11. Penyesuaian pH dari 4,5 menjadi 7,4
dengan penambahan kapur meningkatkan penguraian minyak menjadi dua kali.
Penyesuaian pH dapat merubah kelarutan, bioavailabilitas, bentuk senyawa kimia
polutan, dan makro & mikro nutrien. Ketersediaan Ca, Mg, Na, K, NH4+, N dan P
akan turun, sedangkan penurunan pH menurunkan ketersediaan NO3- dan Cl- .
Cendawan yang lebih dikenal tahan terhadap asam akan lebih berperan
dibandingkan bakteri asam.
e. Kadar H2O dan karakter geologi.
Kadar air dan bentuk poros tanah berpengaruh pada bioremediasi. Nilai
aktivitas air dibutuhkan utk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9 - 1.0, umumnya
kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih berhasil pada tanah yang poros.
f. Keberadaan zat nutrisi.
Baik pada in situ & ex situ. Bila tanah yang dipergunakan bekas pertanian
mungkin tak perlu ditambah zat nutrisi. Untuk hidrokarbon ditambah nitrogen &
fosfor, dapat pula dengan makro & mikro nutrisi yang lain. Mikroorganisme

19
memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan keseimbangan metabolisme
sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi biasanya dilakukan penambahan
nutrisi antara lain sumber nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh
mikroorganisme berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya meningkat.
g. Interaksi antar Polusi.
Fenomena lain yang juga perlu mendapatkan perhatian dalam
mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah interaksi
antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah satu bentuknya
adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses transformasi senyawa
secara tidak langsung sehingga tidak ada energy yang dihasilkan.
2.9 Kelebihan dan Kekurangan Bioremediasi
Ø Kelebihan bioremediasi sebagai berikut (Cookson, 1995)
a. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut dengan lahan
yang sempit sekalipun.
b. Mengubah pollutant bukan hanya memindahkannya.
c. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
d. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang
secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
e. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.
f. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Ø Kekurangan bioremediasi sebagai berikut (1995):
a. Tidak semua bahan kimia dapat diolahsecara bioremediasi.
b. Membutuhkan pemantauan yang ekstensif .
c. Membutuhkan lokasi tertentu.
d. Pengotornya bersifat toksik
e. Padat ilmiah
f. Berpotensi menghasilkan produk yangtidak dikenal
g. Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
h. Persepsi sebagai teknologi yang belum teruji

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Adiwiyata adalah program untuk mewujudkan sekolah yang berbudaya
lingkungan. Komponen adiwiyata yaitu kebijakan berwawasan lingkungan,
pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan lingkungan berbasis
partisipatif, dan pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan.
b. Pelaksana program adiwiyata terdiri dari tim nasional, propinsi, kabupaten/kota
juga di sekolah. Penghargaan Adiwiyata merupakan pemberian insentif yang
diberikan kepada sekolah yang telah berhasil memenuhi 4 (empat) komponen
program Adiwiyata. Bentuk insentif yang diberikan dapat berupa piagam, piala
dan atau bentuk lainnya
c. Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun
atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
d. Jenis-jenis bioremediasi meliputi :
Bioremediasi yang melibatkan mikroba terdapat 3 macam yaitu :
1) Fitoremediasi, yaitu proses teknologi yang menggunakan tumbuhan
untuk memulihkan tanah yang tercemar oleh bahan polutan secara in situ
2) Biostimulasi, yaitu memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan
oksigen.
3) Bioaugmentasi, yaitu penambahan produk mikroba komersial ke dalam
limbah cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara
biologi.
4) Bioremediasi Intrinsik, terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang
tercemar.
Bioremediasi berdasarkan lokasi, meliputi :

21
1) In situ, yaitu dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar ( proses
bioremediasi yang digunakan berada pada tempat lokasi limbah tersebut).
2) Ex situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil limbah
tersebut lalu ditreatment ditempat lain, setelah itu baru dikembalikan ke
tempat asal.
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta
kita harus bisa menjaga lingkungan dengan baik dengan cara membuang sampah pada
tempatnya. Lingkungan merupakan tempat kita yang harus dilestarikan dan dijaga.
Karena hal tersebut juga bisa bermanfaat untuk manusia.

22
DAFTAR RUJUKAN

Almuthmainah. 2013. Pengolahan Limbah Cair Dengan Bioremediasi. Universitas


Indonesia. Tesis.
Anas, I. 1997. Polusi dan Bioremediasi Tanah. Diktat Kuliah Bioteknologi Tanah.
Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. (Tidak diterbitkan).
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application. McGraw-
Hill, Inc. Toronto.
Donlon, D.L. dan Bauder, J.W. A General Essay on Bioremediation of Contaminated
Soil, http://waterquality.montana.edu/docs/methane/Donlan.shtml, diakses: 09
November 2019.
Fajarisma, A. 2014. Analisis Implementasi Kebijakan Kurikulum Berbasis
Lingkungan Hidup Pada Program Adiwiyata Mandiri di SDN Dinoyo Malang.
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan. 2(2): 166-173.
Hamdiyati Yanti. 2013. Mikrobiologi Lingkungan (Mikrobiologi Tanah Dan
Mikrobiologi Air). Jakarta: Saliwa.
Ibrahim, B. 2008. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan Aplikasinya. Jakarta
: Bumi Aksara.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013.
Panduan Adiwiyata: Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan. Badan
Lingkungan Hidup.
Mara, Duncan and Horan,N.J, 2003 Handbook of water and wastewater
microbiology, ISBN 0-12-470100-0. Elsevier
Monalisa. 2013. Program Adiwiyata Dalam Pengelolaan Lingkungan Sekolah Di
SMPN 24 Padang. Jurnal ilmu lingkungan.
Mulyana, R. 2009. Penanaman Etika Lingkungan Melalui Sekolah Perduli dan
Berbudaya Lingkungan.Jurnal : Universitas Merdeka.
Munir Erman. 2006. Pemafaatan Mikroba Dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi
Alternative Untuk Pelestarian Lingkungan. Universitas Sumatra Utara. Pidato
pengukuhan guru besar.
Nurjhani, M dan Widodo, A. 2009. Penggunaan Multimedia Untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep Mahasiswa dalam Perkuliahan “Konsep Dasar IPA”,
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FIP: Tidak Diterbitkan.
Priadie Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternative Dalam Upaya
Pengendalian Pencemaran Air. Program Studi Ilmu Lingkungan Program
Pasca Sarjana UNDIP. Volume 10, Issue 1: 38-48
Rohman, A. 2009. Kebijakan Pendidikan. Diktat dosen. Tidak diterbitkan.
Yogyakarta: UNY.
Rusman. 2009. Manajemen Kurikulum.Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

23
Sudiyono. 2007. Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Pendidikan. Buku
ajar. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: FIP UNY
Sugesti, dkk. 2011. Bioremediasi Logam Timbal (Pb) Dalam Tanah Terkontaminasi
Limbah Sludge Industri Kertas Proses Deinking. Balai Besar Pulp dan
Kertas. Jurnal Selulosa, Vol. 1, No. 1, Juni 2011 : 31 – 41.
Suharno. 2008. Manajemen Pendidikan. Surakarta: UNS Press
Suryosubroto.2004. Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta
Tortora Gerard J. et al. 1992. Microbiology an Introduction. Fourth Ed. The
Benjamin Cummings Publishing Company, Inc.
Vidali, M. 2001. Bioremediation. An overview. Pure Appl. Chem., Vol. 73, pp. 1163-
1172.
Widyati E. 2008. Peranan mikroba tanah pada kegiatan rahabilitasi lahan bekas tambang
(Roles of Soil Microbes in Ex-Mining Land Rehabilitation). Vol. V No. 2 :
151-160, 2008. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam.

24

Anda mungkin juga menyukai