2018
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/6675
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
A N A L I S A K A N D U N G A N K I M I A D A N S I F A T F I S I K A MINYAK
ATSIRI DARI DAUN Eucalyptus grandis DARIPT TOBA PULP
LESTARIDENGAN METODE GASCHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GC-MS)
SKRIPSI
SKRIPSI
A N A L I S A K A N D U N G A N K I M I A D A N S I F A T F I S I K A MINYAK
ATSIRI DARI DAUN Eucalyptus grandis DARIPT TOBA PULP
LESTARIDENGAN METODE GASCHROMATOGRAPHY MASS
SPECTROMETRY (GC-MS)
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan
sumbernya.
PENGESAHAN SKRIPSI
Kategori : Skripsi
Nama : Soraya Josephine Samosir
NomorIndukMahasiswa : 140802065
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan IlmuPengetahuanAlam
(FMIPA) Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Juli2018
Diketahui/Disetujui oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua, Dosen Pembimbing,
ABSTRAK
ABSTRACT
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tri Tunggal, Allah Bapa,
Puteranya Yesus Kristus, dan Roh Kudus atas berkat dan kasih karunia yang
senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penelitian dan skripsi ini berhasil
diselesaikan dengan baik dan lancar yang berjudul Analisa Kandungan Kimia
danSifat Fisika Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dari PT Toba Pulp
LestariDengan MetodeGas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS).
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Harlem Marpaung
M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu untuk
mengajarkan, mengarahkan, membimbing dan menyempurnakan hingga
terselesaikannya skripsi ini dengan sangat baik dan Bapak Prof. Dr. Zul Alfian,
M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU. Terima kasih
kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si. selaku ketua Program Studi Kimia
FMIPA USU dan juga Ibu Dr. Sovia Lenny, S.Si, M.Si. selaku Sekretaris Program
Studi Kimia FMIPA USU,Bapak Prof. Dr. Tamrin, M.Sc selaku Dosen Penasehat
Akademik atas bimbingan dan saran yang diberikan kepada penulis selama masa
perkuliahan, dekan dan wakil dekan FMIPA USU, seluruh staf dan dosen program
studi kimia FMIPA USU, pegawai dan rekan-rekan kuliah.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada kedua
orangtua penulis,Papi (Sumurung Samosir) dan Mami (Vera Marpaung),opung
tersayang (M N Siregar/Op. Josephine), abang Tommy Manullang,Moonly,dan
kepada seluruh keluarga besar yang selama ini memberikan bantuan, nasehat,
arahan, dan semangat yang sangat berharga bagi penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yesus selalu memberkati kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Lokasi Penelitian 4
1.7 Metodologi Penelitian 5
2.8.2.6 Suhu 21
2.8.2.6 Detektor 22
2.8.3 Spektrometri Massa (Mass Spectrometry)
2.8.3.1 Prinsip 23
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 50
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada tahun 1989, pabrik bubur kayu (pulp) dengan nama PT Inti Indorayon
Utama berubah nama menjadi PT Toba Pulp Lestari, terletak di sebuah kota kecil
bernama Porsea di dekat Danau Toba, Sumatera Utara,Indonesia.
PT Toba Pulp Lestari membudidayakan pohon Eucalyptus dengan alasan
karena tanaman ini paling rendah dalam hal konsumsi air (evapotranspirasi).
Lagipula, tanaman tersebut jenis pohon yang cepat tumbuh dan hemat air
dibandingkan tumbuhan lain seperti Akasia maupun Pinus. Dari tingkat penelitian
evapotranspirasinya Eucalyptus hanya 46,46 persen lebih rendah dibandingkan
dengan Pinus 61,5 persen dan Akasia 68,8 persen. Terdapat beberapa faktor yang
membuat perusahaan tetap mempertahankan Eucalyptus sebagai bahan utama
pembuatan pulp. mengingat curah hujan yang sangat tinggi di kawasan Toba
yakni rata-rata 2300 mm – 2500 mm pertahun. Pembudidayaan tanaman
Eucalyptus untuk kebutuhan pabrik tersebut diharapkan tidak akan menjadi
pemicu kekeringan di kawasan Danau Toba (Bangun, 2016).
Saat ini perusahaan hanya memproduksi bubur kertas (pulp) dari pohon
Eucalyptus dan hasil produksi perusahaan dipasarkan di dalam dan di luar negeri.
Selain itu daun, ranting dan kulit tanaman ini dapat diproses lebih lanjut untuk
menjadi bahan baku minyak atsiri yang belum dilakukan pengolahan secara
ekonomis. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara penyulingan dari daun,
ranting atau batang pohon. Hampir semua tumbuhan sumber minyak atsiri sudah
dikenal sebagai tanaman yang telah lama memasyarakat.
Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini
disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu
kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri mewakili
bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni, minyak atsiri
umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat
teroksidasi. Untuk mencegahnya, minyak atsiri harus disimpan dalam bejana gelas
yang berwarna gelap, diisi penuh, ditutup rapat, serta disimpan di tempat yang
kering dan sejuk (Gunawan dan Mulyani,2004)
PT Toba Pulp Lestari Tbk adalah salah satu perusahan Kehutanan di Sumatera
yang mengembangkan budidaya Eucalyptussebagai salah satu tanaman utama
perusahaan. PT Toba Pulp Lestari Tbk telah mengembangkan pohon tanaman
Eucalyptus untuk dijadikan sebagai bahan baku kertas. Namun, pada daunnya
hanya menjadi limbah dan belum diolah menjadi minyak atsiri. Jenis utama yang
ditanam adalah Eucalyptus urophylla, Eucalyptus pellita, Eucalyptus grandis dan
Eucalyptus saligna. Selain itu juga terdapat jenis yang lain yaitu Acacia mangium
yang dijadikan sebagai tanaman tepi jalan.
Tanaman Eucalyptus sp. (Myrtaceae) ada berbagai spesies antara lain E.
camadulensis, E. grandis, E. pellita, E. tereticornis, dan E. torreliana. Penanaman
Eucalyptus sp. paling banyak dilakukan di Sumatera (Aceh, Sumatera Utara,
Jambi) dan Kalimantan (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan
Selatan) (Nair, 2000).
1.2 Permasalahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Eucalyptus sp. merupakan salah satu tanaman yang bersifat fast growing
(tanaman cepat tumbuh). Eucalyptus sp. juga dikenal sebagai tanaman yang dapat
bertahan hidup pada musim kering. Tanaman ini mempunyai sistem perakaran
yang dalam namun jika ditanam di daerah dengan curah hujan sedikit maka
perakarannya cenderung membentuk jaringan rapat dekat permukaan tanah untuk
memungkinkan menyerap setiap tetes air yang jatuh di cekaman tersebut.
Eucalyptus sp. merupakan salah satu jenis tanaman yang dikembangkan dalam
pembangunan hutan tanaman industri (Poerwowidodo, 1991).
tanah kurus, gersang, sampai tanah yang baik dan subur. Jenis Eucalyptus spp.
dapat tumbuh di daerah beriklim A sampai C dan dapat dikembangkan mulai dari
dataran rendah sampai daerah pegunungan yang tingginya per tahun yang sesuai
bagi pertumbuhannya antara 0-1 bulan dan suhu rata-rata pertahun 20°C - 32°C.
Jenis tanah yang digunakan dalam pertanaman Eucalyptus sp. ini adalah jenis
tanah litosol dan regosol podsolik (Darwo, 1997).
Divisio : Spermathophyta
Kelas : Dikotyledon
Ordo : Myrtales
Family : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 13° dan maksimum 29° di
pegunungan (Sutisna dkk, 1998).
Minyak atsiri juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap atau
minyak terbang. Pengertian atau defenisi minyak atsiri yang ditulis dalam
Encyclopedia of ChemicalTechnology menyebutkan bahwa minyak atsiri
merupakan senyawa, yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari
bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga dengan
cara penyulingan dengan uap (Sastrohamidjojo, 2004).
rongga mulut dan lambung menjadi basah. Kegunaan lain dari minyak atsiri
adalah sebagai bahan pewangi kosmetik (Guenther, 1987).
Beberapa jenis bahan tumbuhan digunakan dalam pengobatan karena
kandungan minyak atsirinya. Pada beberapa kasus, minyak atsiri digunakan
sebagai obat setelah diekstraksi atau disuling dari sumbernya, misalnya minyak
kayu putih. Dalam bentuk murni, kebanyakan minyak atsiri dapat digunakan
untuk terapi beberapa jenis penyakit seperti radang selaput sendi, radang
tenggorokan, sakit kepala, radang usus besar, jantung berdebar dan lain
sebagainya (Agusta, 2000; Rusli, 2010).
Menurut Kardinan (2005), Minyak atsiri memegang peranan penting bagi
kesehatan. Di Indonesia penggunaan minyak atsiri bisa melalui berbagai cara :
Melalui mulut atau dikonsumsi (oral), antara lain berupa jamu yang
mengandung minyak atsiri atau bahan penyedap makanan (bumbu).
Pemakaian luar (topical /external use), antara lain pemijat lulur, obat
luka/memar, parfum/pewangi.
Pernapasan (inhalasi atau aromaterapi), antara lain wangi–wangian (parfum)
atau aromatika untuk keperluan aroma terapi.
Pestisida nabati, antara lain sebagai pengendali hama lalat buah, pengusir
(repelent) nyamuk dan anti jamur.
sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren) dan sesquiterpen (3 unit
Universitas Sumatera Utara 9 isopren) yang titik didihnya berbeda, titik didih
monoterpen sebesar 140o C- 180o C dan sesquiterpen > 200o C (Harborne, 1987;
Ketaren 1985).
b. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur
Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk dalam
golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton, ester, eter dan
peroksid. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan
tunggal, ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap tiga. Golongan hidrokarbon
teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena
umumnya mempunyai aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).
Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika minyak atsiri antara
lain:
c. Berat jenis
d. Putaran optik
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari adanya suatu
kerusakan minyak dan ini dapat terjadi pada beberapa jenis minyak atsiri.
Kerusakan minyak atsiri yang mengakibatkan perubahan antara lain dapat terjadi
selama penyimpanan dan biasanya disebabkan oleh terjadinya oksidasi,
polimerisasi serta hidrolisis, karena peristiwa tersebut maka minyak atsiri akan
berubah warna dan menjadi lebih kental. Proses-proses tersebut diaktifkan oleh
panas, oksigen udara, lembab, sinar matahari dan molekul logam berat. Minyak
atsiri harus diberi perlakuan khusus agar proses tersebut tidak terjadi atau
setidaknya dapat diperlambat. Oleh karena itu, minyak atsiri sebaiknya disimpan
dalam wadah yang benar-benar kering dan harus bebas dari logam berat, serta
bebas dari cahaya yang masuk (Koensoemardiyah, 2010)
Isolasi minyak atsiri adalah usaha memisahkan minyak atsiri dari tanaman
atau bagian tanaman asal. Minyak atsiri dalam tanaman terdapat pada bagian
dalam rambut kelenjar dan sel kelenjar. Bila tanaman itu tetap utuh, minyak atsiri
tetap berada dalam kelenjar pada batang tanaman sehingga sukar untuk
dipisahkan. Minyak atsiri hanya dapat dipisahkan dari sel tanaman bila ada uap air
atau pelarut lain yang sampai ke tempat minyak tersebut, yang selanjutnya akan
membawa butir-butir minyak menguap secara bersamaan. Agar minyak atsiri itu
lebih cepat kontak dengan pelarut maka bagian-bagian tanaman harus dipotong-
potong (Koensoemardiyah, 2010). Pada dasarnya pemotongan merupakan upaya
menjadikan bahan tanaman menjadi lebih kecil hingga mempermudah lepasnya
minyak atsiri setelah bahan tersebut ditembus uap (Sastrohamidjojo, 2004).
2.7.1 Penyulingan
Penyulingan adalah proses pemisahan antara komponen cair atau padat
dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik uapnya dan
dilakukan untuk minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Yuliani dan Satuhu,
2012). Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga metode penyulingan
(hidrodestilasi) yaitu :
1. Penyulingan dengan air (water distillation)
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak
langsung dengan air mendidih. Ciri khas model ini, yaitu adanya kontak langsung
antara bahan dan air mendidih. Oleh karena itu, sering disebut penyulingan
langsung (Tony, 1994). Perbandingan jumlah air perebus dan bahan baku dibuat
seimbang, sesuai dengan kapasitas ketel. Bahan yang telah mengalami proses
pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan dipadatkan.
Selanjutnya ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang mengakibatkan uap
keluar (Armando, 2009).
2. Penyulingan uap dan air (water and steam distillation)
Bahan tanaman yang akan diproses secara penyulingan uap dan air
ditempatkan dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang-lobang
yang ditopang di atas dasar alat penyulingan. Bagian bawah alat penyulingan diisi
air sedikit di bawah dimana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan api seperti
pada penyulingan air di atas. Bahan tanaman yang akan disuling hanya terkena
uap dan tidak terkena air yang mendidih (Sastrohamidjojo, 2004). Metode ini
disebut juga dengan system kukus. Pada prinsipnya, metode penyulingan ini
menggunakan uap bertekanan rendah. Keuntungan dari metode ini yaitu penetrasi
uap terjadi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan
sampai 1000 C. Lama penyulingan relatif lebih singkat, randemen minyak lebih
besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari system
penyulingan dengan air (Armando, 2009).
3 Penyulingan dengan uap (steam distillation)
Cara ketiga dikenal sebagai penyulingan uap dan perangkatnya mirip
dengan kedua alat penyuling sebelumnya hanya saja tidak ada air di bagian bawah
alat. Uap yang digunakan lazim memiliki tekanan yang lebih besar daripada
tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal dari suatu
pembangkit uap air. Uap air yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam alat
penyulingan (Sastrohamidjojo, 2004).
sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya
adalah partisi (Rohman, 2007).
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak
akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan
berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran
berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, interaksi komponen dengan fase
diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang
paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, dkk., 1985).
1. Sifat senyawa, semakin sama kepolaran dengan kolom dan makin kurang
keatsiriannya maka akan tertahan lebh lama di kolom dan sebaliknya.
2. Sifat adsorben, semakin sama kepolaran maka senyawa akan semakin lama
tertahan dan sebaliknya.
5. Aliran gas pembawa, semakin kecil aliran gas maka senyawa semakin lama
tertahan dan sebaliknya.
6. Panjang kolom, semakin panjang kolom akan menahan senyawa lebih lama
dan sebaliknya.
Bagian utama dari kromatografi gas adalah gas pembawa, sistem injeksi,
kolom, fase diam, suhu dan detektor.
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni,
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat
dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki
bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon
(Ar), Nitrogen (N2), Hidrogen (H2), dan Karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000).
2.8.2.3 Kolom
2.8.2.5 Suhu
Tekanan uap sangat bergantung pada suhu, maka suhu merupakan factor
utama dalam GC. Pada GC-MS terdapat tiga pengendali suhu yang berbeda, yaitu:
suhu injektor, suhu kolom, suhu detektor.
a. Suhu injektor
Suhu pada injektor harus cukup panas untuk menguapkan cuplikan
sedemikian cepat. Tapi sebaliknya, suhu harus cukup rendah untuk
mencegah peruraian atau penataan ulang kimiawi (rearrangement)
akibat panas (McNair dan Bonelli, 1988).
b. Suhu kolom
Pemisahan dapat dilakukan pada suhu tetap (isotermal), atau pada
suhu yang berubah secara terkendali (suhu diprogram, temperature
programming). GC isotermal paling baik dilakukan pada analisis rutin
atau jika kita mengetahui agak banyak mengenai sifat sampel yang
akan dipisahkan. Pilihan awal yang baik adalah suhu beberapa derajat
di bawah titik didih komponen utama sampel. Pada GC suhu
diprogram, suhu dinaikkan mulai dari suhu tertentu sampai suhu
tertentu yang lain dengan laju yang diketahui dan terkendali dalam
waktu tertentu. Penaikkan suhu dapat secara linear dengan laju yang
kita tentukan, bertahap, isotermal yang diikuti dengan peningkatan
secara linear, linear diikuti dengan isotermal, atau multilinear (laju
berbeda saat berlainan) (Gritter, dkk., 1985).
c. Suhu detektor
Detektor harus cukup panas sehingga cuplikan dan air atau hasil
samping yang terbentuk pada proses pengionan tidak mengembun
(McNair dan Bonelli, 1988).
1.8.2.6 Detektor
Menurut McNair dan Bonelli (1988), ada dua detektor yang populer yaitu
detektor hantar-termal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala
(flame ionization detector).
2.8.3.1 Prinsip
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2018. Proses
pengambilan sampel yang berupa daun segar yaitu daun Eucalyptus grandis yang
diambil langsung dari Kawasan PT. Toba Pulp Lestari yang berlokasi di Jl.
Indorayon Desa Sosor Ladang, Kecamatan Parmaksian, Kabupaten Toba Samosir,
Provinsi Sumatera Utara. Destilasi minyak dari daun Eucalyptus grandis
dilakukan dengan alat Stahl di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Analisa GC-
MSdilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengukuran Sifat
Fisika dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3.2.1 Alat
Gunting Kenko
Beaker glass 1000mL Pyrex
Erlenmeyer 100mL Pyrex
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Nama bahan Merek
Daun Segar Eucalyptus grandis -
3.3.2 Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan Alat Stahl
Sebanyak 150 gram daun Eucalyptus grandis yang telah dipotong kecil-
kecil dan dimasukkan kedalam labu alas 1000mL selanjutnya ditambahkan
aquadest secukupnya, dihubungkan dengan alat penyuling yaitu alat Stahl, dan
dipanaskan selama ±5-6 jam pada suhu ±100°C hingga menghasilkan minyak dan
destilasi diakhiri pada saat destilat yang keluar berwarna kuning jernih. Minyak
atsiri yang diperoleh ditampung pada erlenmeyer. Destilat yang diperoleh
merupakan campuran minyak dan air. Kemudian lapisan minyak ditambahkan
CaCl2 anhidrous untuk mengikat air yang mungkin masih tercampur dengan
minyak atsiri, lapisan minyak didekantasi dan dimasukkan kedalam botol vial,
selanjutnya minyak atsiri disimpan di lemari pendingin dalam botol, ditutup rapat
dan dibungkus dengan aluminium foil agar minyak atsiri tidak menguap.
Minyak yang diperoleh dianalisis kandungan kimianya menggunakan alat
GC-MS.
3.3.3 Analisa Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan GC-MS
Sampel sebanyak 0.6mL dimasukkan ke syringer untuk diinjeksikan
kedalam GC-MS. Hanya kondisi disesuaikan dengan kondisi masing-masing
bagian peralatan kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan dilakukan
interpretasi data.
Minyak Atsiri
Diukur volumenya
Dimasukkan kedalam botol vial
3.4.2 Analisa Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan GC-MS
Kromatogram
dianalisa
Hasil
BAB IV
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Eucalyptus
4.1.2 Hasil Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan Alat
Stahl
4.1.3 Hasil Analisa Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan
GC-MS
Minyak atsiri dari daun Eucalyptus grandis yang diperoleh dengan metode
hidrodestilasi dianalisa dengan menggunakan GC-MS.
Panjang : 30 Meter
No. Waktu Retensi Massa Relatif Rumus % Area Nama Senyawa Yang
Peak (menit) Senyawa Molekul Diduga
-Pinene
1 11.621 136 C10H16 45.21
Camphene
2 12.096 136 C10H16 1.38
-Pinene
3 13.158 136 C10H16 1.11
Camphogen
4 14.954 134 C10H14 0.74
1,8 - Cineole ; Eucalyptol
5 15.266 154 C10H18O 36.55
- Campholene Aldehyde
6 18.550 152 C10H16O 0.73
Pinocarvone
19.812 150 C10H14O 0.83
7
-Terpineol
8 20.795 154 C10H18O 8.87
- Caryophyllene
9 27.766 204 C15H24 1.72
Spathulenol
10 32.123 220 C15H24O 0.84
Elemol
11 32.507 222 C15H26O 0.85
1 – Nonadecene
12 32.786 266 C19H38 1.17
4.1.4 Hasil Uji Sifat Fisika Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis
4.2 Pembahasan
4.2.1 Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan Alat Stahl
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh minyak atsiri daun
Eucalyptus grandis dari hasil destilasi dengan alat stahl sebesar 1,8 mL dengan
daun sebanyak 450 gram dan persentase kadarnya adalah 0,4 %. Yang diperoleh
dari perhitungan sebagai berikut :
= 0,4 %
Minyak atsiri daun Eucalyptus grandis yang diperoleh berwarna kuning lemah
jernih dengan kadar sebesar 0,4 % (v/b).
4.2.2 Analisa Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis dengan GC-MS
Dari hasil analisis, diperoleh data kromatogram dari minyak atsiri daun
Eucalyptus grandis sebanyak dua belas puncak senyawa. Dimana senyawa-
senyawa tersebut diinterpretasi secara fragmentasi sebagai berikut
Dari dua belas fragmentasi senyawa yang terdapat diatas diperoleh pola
fragmentasi yang mungkin dari senyawa yang terbanyak, yaitu terdapat 4 senyawa
yang persen areanya terbanyak antara lain -Pinene ( 45.21% ), 1,8 – Cineole atau
Eucalyptol (36.55% ), -Terpineol ( 8.87% ), - Caryophyllene ( 1.72% ).
Berikut adalah 4 senyawa yang ditemukan pada minyak atsiri daun Eucalyptus
grandis yang memungkinkan pola fragmentasinya, yaitu :
Berdasarkan hasil analisa dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library
Wiley 229, maka spektrum -Pinene ditunjukkan pada gambar 4.1
a.
b.
H3C
CH3
H3C
H3C H3C
CH3 CH3
+1e
H3C -2e H3C
m/e = 136
CH3 C3H7
H3C
-C2H4
H3C
-CH4 -CH4
H3C
a.
b.
Adapun pola fragmentasi dari senyawa 1,8 – Cineole tersebut yang paling
memungkinkan seperti pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Pola Fragmentasi Senyawa 1,8 – Cineole (Perangin Angin, 2015)
Berdasarkan hasil analisa dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library
Wiley 229, maka spektrum -Terpineol ditunjukkan pada gambar 4.7
a.
b.
CH3
C OH
CH3
CH3
Gambar 4.8 Struktur -Terpineol
CH3 CH3
C OH C OH
+e
CH3 -2e
CH3
CH3 CH3
m/e = 154
-H2O
C4H7 C CH2
CH3
m/e = 81 CH3 m/e = 136
CH3 CH2
C2H5
C CH2 C
Berdasarkan hasil analisa dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library
Wiley 229, maka spektrum - Caryophylleneditunjukkan pada gambar 4.10
a.
b.
4.2.3 Uji Sifat Fisika Minyak Atsiri dari Daun Eucalyptus grandis
= = 1,0173
= = 0,9143
Hasil penentuan indeks bias dari minyak atsiri daun Eucalyptus grandis
diperoleh perbandingan antara aquadest dengan minyak atsiri seperti pada tabel
4.5 dan tabel 4.6 sebagai berikut :
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rusli, M.E. (2010). Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: PT. Agromedia
Pustaka. Hal. 2.
Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Cetakan Pertama.Yogyakarta :
UGM –press.
Silverstein, R.M., Bassler, G.C., dan Morril, T.C. (1986). Laboratory
Investigation in Organic Chemistry. Penerjemah: Hartono. Penyidikan
Spektrometrik Senyawa Organik. Jakarta: Erlangga. Hal. 3-81, 305-308.
Silverstein, R.M., Webster, F.X., dan Kiemle, D.J. (2005). Spectrometric
Identification of Organic Compounds. Seventh Edition. USA: John Wiley
& Sons. Halaman 1,72.
Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. (1998). Pedoman Pengenalan Pohon Hutan
di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N.W dan Soekotjo. Yayasan
PROSEA Bogor dan Pusat diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor.
Tony L dan Yeyet,R. (1994). Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri.Jakarta :
Penebar Swadaya.
Tyler, V.E., Brady L.R., dan Robbers, J.E. (1977). Pharmacognosy. Edisi
Ketujuh. Philadelphia: Lea & Febiger. Hal. 134-170.
LAMPIRAN
Alat Stahl
Piknometer
Lampiran 3. (lanjutan)
Neraca Analitis
Refraktometer abbe